referat amnesia.pdf
DESCRIPTION
xxxxTRANSCRIPT
-
1
BAB I PENDAHULUAN
Memori merupakan suatu cara untuk merekonstruksi kembali kejadian-
kejadian yang telah dialami dan reaksi terhadap kejadian tersebut secara
imaginatif. Memori tentang suatu objek terbentuk melalui tiga tahap yaitu 1)
registrasi gambaran suatu objek diterima oleh sensorik, 2) retensi
(penyimpanan) gambaran fisik tentang objek tersebut terbentuk dan berintegrasi
dengan memori-memori yang lama yang sudah ada, 3) recall memanggil
kembali informasi tersebut saat dibutuhkan.1
Secara fisiologis, ingatan tersimpan dalam otak dengan mengubah
sensitivitas dasar penjalaran sinaptik di antara neuron-neuron sebagai akibat
aktivitas neural sebelumnya. Jaras baru yang atau yang terfasilitasi disebut jejak-
jejak ingatan ingatan (memory traces). Jaras-jaras ini penting karena bila
menetap/ada, akan diaktifkan secara selektif oleh bank pikiran untuk
menimbulkan kembali ingatan yang ada.2 Memori dan new learning dipercaya
melibatkan korteks serebral, proyeksi subkortikal, hippocampal formation (gyrus
dentatus, hipokampus, gyrus parahippocampal), dan diensefalon, terutama bagian
medial dari dorsomedial dan adjacent midline nuclei of thalamus.3
Percobaan pada hewan tingkat rendah telah memperlihatkan bahwa jejak
ingatan dapat timbul pada semua tingkat system saraf. Bahkan reflex-refleks
medulla spinalis dapat mengubah setidaknya sedikit respon terhadap aktivasi
medulla yang berturut-turut, dan perubahan-perubahan reflex tersebut merupakan
bagian dari proses ingatan.2
Mekanisme ingatan yang dipelajari oleh Kandel dkk pada keong Aplypsia
besar melibatkan dua terminal presinaps. Salah satunya berasal dari neuron input
sensorik dan berakhir secara langsung pada permukaan neuron yang akan
dirangsang; terminal ini disebut terminal sensorik. Terminal lainnya, yaitu ujung
presinaptik yang terletak pada permukaan terminal sensorik, disebut terminal
fasilitator. Bila terminal sensorik dirangsang secara berulang-ulang tanpa
perangsangan pada terminal fasilitator, sinyal yang dijalarkan pertama kali cukup
besar, tapi kemudia melemah sesuai dengan pengulangan rangsang sampai
akhirnya hilang. Fenomena ini disebut habituasi. Habituasi merupakan tipe
ingatan negatif yang mengakibatkan lingkaran neuronal kehilangan responnya
terhadap peristiwa berulang yang tidak berarti. Sebaliknya bila stimulus noksius
merangsang terminal fasilitator pada saat yang sama dengan perangsangan
terminal sensorik, ternyata sinyal yang dijalarkan ke neuron postsinaptik semakin
melemah secara progresif. Berkurangnya penjalaran sinyal menjadi kuat dan
-
2
semakin kuat dan terjadi selama bermenit-menit, berjam-jam, bahkan berhari-hari,
atau dengan pelatihan yang lebih keras lagi, dapat sampai 3 minggu tanpa adanya
perangsangan pada terminal fasilitator. Jadi stimulus yang sangat menganggu
menyebabkan jaras ingatan menjadi terfasilitasi selama beberapa hari atau
beberapa minggu sesudahnya. Dalam hal ini yang menarik adalah walaupun
setelah terjadi habituasi, jaras tersebut dapat dialihkan ke jaras terfasilitasi
walaupun hanya dengan sedikit rangsang yang sangat mengganggu.2
Soertidewi (2004) menyebutkan bahwa kecacatan post trauma kapitis yang
sering ditemukan adalah gangguan kortikal luhur. Berbagai gejala dapat ditemui
mulai dari yang tidak jelas sampai gangguan intelektual dan emosional berat.
Gejala neuropsikiatri yang berhubungan dengan cedera kapitis meliputi gangguan
kognitif, anxiety, psikosis, atensi, bahasa dan gangguan perilaku.4 Trauma kepala
dapat mengakibatkan amnesia yang sementara ataupun permanen. 5
-
3
BAB II ISI
II.1 DEFINISI
A. Amnesia
Dalam keseharian, amnesia didefinisikan sebagai kehilangan
ingatan. Amnesia (amnesia neurologis dan fungsional amnesia) merujuk
kepada kesulitan untuk mempelajari informasi baru atau mengingat hal
yang sudah terjadi. Amnesia fungsional jarang ditemui jika dibandingkan
dengan amnesia neurologis dan dapat merupakan akibat dari trauma
emosional. Amnesia fungsional merupakan gangguan psikiatri, dimana
tidak ada bagian otak tertentu yang yang mengalami kerusakan. Amnesia
neurologis dicirikan oleh hilangnya memori eksplisit (deklaratif), yang
merupakan pengetahuan tentang fakta dan peristiwa-peristiwa.
Sebaliknya, memori implicit (non-deklaratif), yang merupakan kumpulan
ingatan tentang pengalaman yang didapatkan secara tidak sadar, biasanya
tetap utuh. Amnesia neurologis terjadi akibat trauma otak atau penyakit
yang merusak lobus temporalis medial ataupun diencephalon medial. 6
B. Trauma Kepala
Trauma kepala adalah adalah trauma mekanik terhadap kepala baik
secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan
fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik
temporer maupun permanen (PERDOSSI, 2006)7.
Trauma kepala dapat dikelompokkan atas dua stadium yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer
merupakan hasil dari kerusakan mekanikal langsung yang terjadi pada
saat kejadian trauma. Cedera primer dihasilkan oleh kekuatan akselerasi
dan deselerasi yang merusak kandungan intracranial oleh karena
pergerakan yang tidak seimbang dari tengkorak dan otak. Patofisiologi
cedera kepala primer dapat dibedakan menjadi lesi fokal dan lesi difus.
Cedera kepala fokal (focal brain injury) khas berhubungan dengan
pukulan terhadap kepala yang menimbulkan kontusio serebral dan
hematoma. Cedera fokal mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
berdasarkan lokasi, ukuran dan progresifitasnya. Cedera aksonal difus
(diffuse axonal injury) disebabkan oleh tekanan inersial yang sering
berasal dari kecelakaan sepeda motor. Pada praktisnya, diffuse axonal
injury dan focal brain lesions sering terjadi bersamaan. Yang termasuk
tipe dari cedera kepala primer ini diantaranya fraktur tengkorak, epidural
-
4
hematoma, subdural hematoma, intraserebral hematoma dan diffuse
axonal injury.
Cedera kepala sekunder terjadi setelah trauma awal dan ditandai
dengan kerusakan neuron-neuron akibat respon fisiologis sistemik
terhadap cedera awal. Faktor sekunder akan memperberat cedera kepala
dikarenakan laserasi otak, robekan pembuluh darah, spasme vaskuler,
oedem serebral, hipertensi intrakranial, pengurangan cerebral blood flow
(CBF), iskemik, hipoksia dan lainnya yang dapat menimbulkan
kerusakan dan kematian neuron.
Beratnya trauma kapitis secara klinis sering dihubungkan dengan
lamanya kehilangan kesadaran, kehilangan memori segera sesudah
kejadian, atau sesudah cedera (amnesia pasca trauma) dan identifikasi
lesi intracranial.7
C. Amnesia Pasca Trauma
Amnesia pasca trauma didefinisikan pertama kali oleh Russell dan
Smith sebagai periode setelah trauma kapitis dimana informasi tentang
kejadian yang berlangsung tidak tersimpan. Russel dan Smith kemudian
memperhalus konsep PTA untuk memfokuskan pada gangguan
penyimpanan informasi kejadian yang berlangsung. Dalam istilah
neuropsikologi kognitif, PTA adalah suatu gangguan pada memori
episodik yang digambarkan sebagai ketidakmampuan. pasien untuk
menyimpan informasi kejadian yang terjadi dalam konteks temporospatial
yang spesifik. Akan tetapi, fase penyembuhan dini setelah gangguan
kesadaran juga dikarakteristikkan oleh gangguan atensi dan perubahan
behavioral yang bervariasi dari mulai letargi sampai dengan agitasi. 7
Menurut Tate dkk, amnesia pasca trauma merupakan masa
transisional antara koma dan kembalinya kesadaran penuh seseorang
dimana di interval waktu itu, orang tersebut mengalami kebingungan,
tidak mengingat kejadian yang sudah dan/atau sedang berlangsung serta
adanya gangguan perilaku.8
II.2 EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologis tentang cedera kepala di Indonesia hingga saat ini
belum tersedia, namun dari data yang ada dikatakan dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Data cedera kepala di Makassar khususnya di Rumah
-
5
Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 2005 berjumlah 861 kasus, tahun
2006 berjumlah 817 kasus dan tahun 2007 berjumlah 1078 kasus. Sekitar 59%
adalah cedera kepala ringan, 24% cedera kepala sedang dan 17% cedera kepala
berat. Pada penelitian lain, dalam kurung waktu 3 bulan (November 2011-April
2012) ditemukan 524 penderita cedera kepala, 103 diantaranya mengalami
delirium dan terdiri dari 27,2% merupakan cedera kepala sedang, dan 72,8 %
cedera kepala ringan.4 Pada penelitian yang dilakukan Tate dkk di sebuah pusat
rehabilitasi, 70% dari pasien yang mengalami cedera kepala mengalami gangguan
ingatan, baik itu amnesia retrograde maupun amnesia anterograde, dan gangguan
perilaku.8
II.3 KLASIFIKASI
Post traumatic amnesia dapat dibagi dalam 2 tipe. Tipe yang pertama
adalah retrograde, yang didefinisikan oleh Cartlidge dan Shaw, sebagai hilangnya
kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat kejadian yang telah terjadi
dalam jangka waktu sesaat sebelum trauma kapitis. Amnesia jenis ini
mempengaruhi memori yang sudah terbentuk beberapa menit, hari, bulan bahkan
tahun sebelum trauma pada otak terjadi.9 Tipe yang kedua dari PTA adalah
amnesia anterograde, suatu defisit dalam membentuk memori baru setelah
terjadinya trauma pada otak. Memori anterograde biasanya merupakan fungsi
terakhir yang kembali setelah pasien kembali sadar post trauma.3 Amnesia
anterograde biasanya terjadi tanpa disertai amnesia retrograde, namun jarang
ditemukan amnesia retrograde yang tidak disertai amnesia anterograde.9
II. 4 ANATOMI DAN FISIOLOGI MEMORI
Ada tiga bagian pada otak yang jika mengalami kerusakan dapat
menyebabkan gangguan pada memori, yaitu lobus temporalis medial,
diencephalon dan basal forebrain. Struktur pada lobus temporalis medial yang
memegang peranan yang penting dalam mengingat di antaranya adalah
hipokampus, dan area korteks di sekitarnya yang secara anatomi terkait dengan
hipokampus, khususnya entorhinal, perirhinal dan korteks parahipokampus. Area
terbesar yang berperan dalam tugas memory recall adalah di lobus temporalis
medial posterior, khususnya hipokampus dan girus parahipokampus. Penelitian
yang dilakukan dengan mengangkat hipokampus (termasuk girus dentatus dan
kompleks subicular), amygdale dan area korteks yang berhubungan dengan
hipokampus dan amygdale akan menghasilkan gangguan pada memori yang
-
6
sangat parah. Penelitian dengan menggunakan tikus dan monyet juga
menunjukkan bahwa amygdale memegang peranan yang penting untuk jenis-jenis
memori yang lain, seperti memori tentang rasa takut dan jenis memori lainnya
yang berubah akibat pengalaman seseorang.
Kerusakan pada region diencephalic sudah dihubungkan dengan amnesia
hampir sejak seabad yang lalu. Ada dua struktur yang memegang peranan penting
di diencephalon yaitu nucleus mammilari dan nucleus medio-dorsal thalamic.
Namun, kerusakan pada nucleus lain di diencephalon juga bisa mengakibatkan
gangguan pada memori.10
Gambar 1
Bagian otak yang memegang peranan dalam memori
Memori paling sering berawal dari impresi sensoris. Stimulasi sensoris
ditangkap oleh reseptor tubuh akan diteruskan ke korteks sensorik primer yang
bersangkutan. Impuls kemudian diteruskan ke korteks sensorik sekunder dan
akhirnya ke stasiun akhir asosiasi yang akan menimbulkan respon terhadap
stimuli. Semua system sensoris kortkes mempunyai hubungan timbal balik
langsung dengan amigdala.
Hipokampus dan amigdala mengirim serat proyeksi ke thalamus dan
hipotalamus, yaitu suatu kumpulan nuclei diencephalon. Diensephalon dan system
limbic ini membentuk suatu sirkuit memori. Hipotalamus yang berperan sebagai
-
7
sumber respon emosional mempunyai hubungan timbale balik dengan amigdala.
Di amigdala banyak terdapat neuron pembentuk neurotransmitter opioid yang
diduga berfungsi sebagai penyaring dalam respon terhadap keadaan emosional
yang dibangkitkan di hipotalamus.
Hipokampus juga berperan mengkonsolidasi memori baru. Nucleus
thalamus mengirim proyeksi serat ke struktur limbic yang kemudian mengirim
seratnya ke korteks prefrontal. Pada manusia, bila lobus frontalis rusak, maka
penderita tidak dapat menyimpan informasi baru dalam memori.11
Pada beberapa penelitian tentang amnesia pada manusia dan beberapa
pada hewan percobaan diperoleh informasi tentang hubungan neuron dan struktur
yang mengalami kerusakan. Pada manusia, kerusakan terbatas pada hipokampus
(sebuah struktur dalam lobus temporalis medial) dapat mengakibatkan amnesia
yang cukup parah. Keparahan gangguan ingatan diperberat jika ada kerusakan
tambahan pada struktur di lobus temporalis medial selain hipokampus.6
Terjadinya amnesia post trauma kepala pada penderita cedera kepala
menunjukkan adanya kerusakan otak yang difus. Gangguan pada struktur
hipokampus/lobus temporalis medial akan memberikan gambaran klinis berupa
gangguan memori anterograde, sedangkan lesi pada struktur diensefalon (corpus
mammilaris) dan atau thalamus akan menyebabkan kesulitan mengingat kembali
memori retrograde.4
Gambar 2
Jenis memori dan struktur yang berperan
II.5 DIAGNOSIS
-
8
A. Anamnesis
Untuk mendiagnosis amnesia, khususnya amnesia pasca trauma,
dapat digunakan beberapa pertanyaan sebagai parameter. Pertanyaan
pertama adalah apa yang dilupakan oleh pasien? Pada temporal amnesia,
semua memori verbal pasien dalam periode waktu tertentu terhapus. Pada
amnesia kategorikal, semua memori verbal pasien tentang suatu topic
tanpa memandang periode waktu ataupun tempat tertentu terhapus. Salah
satu contoh kategorikal amnesia adalah pasien tidak bisa mengingat
identitas dirinya dengan masa lalunya, walaupun dia masih bisa mengingat
informasi non-personal seperti fakta atau sejarah-sejarah di masa lalu.
Pada beberapa kasus, amnesia temporal dan kategorikal dapat terjadi
bersamaan. Sebagai contoh adalah amnesia global dimana pasien tidak
bisa mengingat informasi apapun baik identitas dirinya maupun informasi
non-personal.
Pertanyaan kedua yang bisa ditanyakan adalah periode waktu apa
yang hilang dari ingatan pasien? Amnesia paling sering ditemui adalah
amnesia retrograde dimana pasien tidak bisa mengingat peristiwa yang
terjadi sesaat sebelum terjadinya trauma atau penyakit yang menyebabkan
amnesia. Selain itu jenis amnesia yang jarang terjadi yaitu amnesia
anterograde, dimana pasien tidak bisa mengingat peristiwa yang terjadi
setelah trauma terjadi.
Pertanyaan ketiga adalah apa yang mencetuskan atau
menyebabkan terjadinya amnesia tersebut? Faktor presipitasinya dapat
berupa trauma (fisik ataupun shock emosional) dan non traumatic (akibat
dari suatu penyakit).1
B. Gejala Klinis
Pada trauma kepala dengan amnesia pasca trauma, pasien dapat
mengalami kebingungan, disorientasi, amnesia retrograde ataupun amnesia
anterograde bahkan kadang-kadang gelisah.9, 12
Durasi amnesia pasca
trauma sangatlah bervariasi, antara menit sampai bulan. Walaupun pada
fase awal, amnesia pasca trauma mudah dikenali, namun menentukan
waktu berakhirnya sangatlah sulit dan kompleks. Pada beberapa kasus,
akhir dari amnesia pasca trauma tidak dapat ditentukan karena terjadi
gangguan ingatan yang kronis.8 Pada pasien dengan amnesia pasca trauma
dapat ditemukan satu atau beberapa hal berikut ini:
- Disorientasi dan/atau kebingungan
- Gelisah, tidak bisa tenang
- Agresif
- Mengerang, bertingkah seperti anak-anak
- Berperilaku social yang tidak pantas
-
9
- Rasa takut atau paranoid
- Hipersensitivitas terhadap cahay
- Capek
- Penurunan konsentrasi atau perhatian
- Hilangnya ingatan yang berkelanjutan
- Halusinasi
- Konfabulasi (membuat cerita-cerita yang tidak nyata)
- Pengulangan gerakan atau pikiran
- Hanya focus pada satu topic
- Siklus tidur terganggu
- Impulsive
- Berkurangnya kemampuan untuk membuat rencana ataupun menyelesaikan
sesuatu.13
C. Pemeriksaan Penunjang
Sampai saat ini, belum ada gold standard untuk menilai amnesia
pasca trauma. 12
Penilaian tentang amnesia pasca trauma yang paling banyak
digunakan sekarang GOAT adalah yang paling banyak digunakan.
Penilaian ini pendek dan mudah digunakan. Penilaiannya terdiri dari
sejumlah poin yang ditambahkan ketika menjawab dengan benar atau
jumlah kesalahan. Skor yang mendekati angka 100, berarti fungsi masih
terjaga. Tes ini dapat diberikan beberapa kali dalam sehari, meskipun pada
hari yang berturut-turut. Sehingga dapat dibuat grafik untuk
menggambarkan perjalanan kapasitas dari mulai waktu tertentu sampai
orientasi total tercapai. Pengarang dari test ini percaya bahwa tes ini sesuai
bagi seorang pasien untuk memulai pemeriksaan kognitif ketika skor 75
dicapai pada tes ini yang mengindikasikan pasien tidak mengalami
kebingungan dan disorientasi lagi.7 Akan tetapi validitas dan reabilitas
GOAT dan statusnya sebagai gold standard dalam penilaian PTA masih
diperdebatkan berhubungan dengan akurasi yang tidak sempurna karena
tidak semua jawaban yang diberikan oleh pasien tentang pertanyaan
tentang memorinya dapat diverifikasi.12
-
10
Gavelston Orientation and Amnesia Test (GOAT)
II.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien amnesia pasca trauma membutuhkan sebuah tim
untuk melakukan pendekatan dalam rangka membuat dan menjaga lingkungan
yang rendah stimulus, tenang, dan mendukung proses pemulihan pasien. Pada
tahap awal, hal-hal yang diajurkan adalah:
- Jika memungkinkan, pasien ditempatkan dalam ruang yang berkapasitas
khusus untuk satu pasien.
- Lingkungan yang tenang, untuk mengurangi stimulus eksternal seperti
televisi, radio, lampu terang, dan kebisingan
- Buat lingkungan yang aman dan familiar kepada pasien, menggunakan
benda-benda dan gambar
-
11
- Jangan biarkan pasien terstimulasi secara berlebihan.
Semua yang dapat pasien lihat, dengar ataupun rasakan yang dapat
menyebabkan mereka berpikir adalah stimulus, oleh karena itu benda-benda di
ruangan pasien harus seminimal mungkin. Alat-alat yang tidak diperlukan
seperti perabot yang tidak perlu, tabung oksigen, meja-meja, kursi-kursi,
symbol-simbol (kecuali yang diperlukan untuk rehabilitasi pasien), atau majalah
harus dikeluarkan. Jaga lampu agar tidak terlalu terang dan ruangan tidak terlalu
bising. Ketika berinteraksi dengan pasien, usahakan agar percakapan dan
instruksi tetap sederhana dan mudah dimengerti oleh pasien. Berbicaralah
dengan tenang dan meyakinkan. Pada tahap awal, gunakan pertanyaan-
pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban singkat seperti ya atau tidak.
Pasien mungkin membutuhkan bantuan dalam membuat keputusan-keputusan.13
Ada banyak teknik rehabilitasi yang bisa digunakan untuk sebagai terapi
pada pasien amnesia. Intervensi bisa focus pada penggunaan teknik kompensasi
seperti notes, diari, ataupun melalui program-program yang melibatkan
partisipasi aktif dari individu, keluarga dan teman-temannya. 9
II.7 PROGNOSIS
Amnesia pasca trauma merupakan indikator penting untuk
mengklasifikasikan tingkat keparahan trauma kepala. Durasi amnesia pasca
trauma lebih efektif dalam menentukan prognosis jika dibandingkan dengan
indicator lainnya seperti GCS.14
Semakin lama durasi APT, maka semakin
banyak perubahan neurobehaviour yang dijumpai dan deficit yang paling sering
dijumpai adalah pada memori dan gejala fisik.12
-
12
BAB III PENUTUP
Amnesia pasca trauma merupakan masa transisional antara koma dan
kembalinya kesadaran penuh seseorang dimana di interval waktu itu, orang
tersebut mengalami kebingungan, tidak mengingat kejadian yang sudah dan/atau
sedang berlangsung serta adanya gangguan perilaku.
Amnesia pasca trauma merupakan key symptom untuk traumatic brain
injury (TBI). Pemeriksaan yang akurat dari amnesia pasca trauma dapat menjadi
pedoman dalam membuat keputusan klinis. Evaluasi amnesia pasca trauma dapat
digunakan untuk memonitor pemulihan pada pasien dengan trauma kepala, serta
sebagai pedoman untuk menentukan terapi dan rehabilitasi yang akan dilakukan.
Walaupun penilaian terhadap amnesia pasca trauma sangatlah penting, namun
sampai sekarang belum ada gold standard untuk pemeriksaan amnesia pasca
trauma.
Durasi amnesia pasca trauma sangatlah bervariasi, antara menit sampai
bulan. Walaupun pada fase awal, amnesia pasca trauma mudah dikenali, namun
menentukan waktu berakhirnya sangatlah sulit dan kompleks. Pada beberapa
kasus, akhir dari amnesia pasca trauma tidak dapat ditentukan karena terjadi
gangguan ingatan yang kronis.
-
13
Daftar Pustaka
1. Suarez JM, Pittluck AT. Global Amnesia : Organic dan Fungsional Considerations. The Bulletin.
2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11 ed. Jakarta: EGC; 2007. 3. Cantu RC. Posttraumatic Retrograde and Anterograde Amnesia: Pathophysiology
and Implications in Grading and Safe Return to Play. Journal of Athletic Training 2001;36(3):244-248.
4. Zainuddin SZ, Kwandou L, Akbar M. Hubungan Amnesia Post Trauma Kepala dengan Gangguan Neurobehavior pada Penderita Cedera Kepala Ringan dan Sedang: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
5. Kopelman MD. Disorders of memory. Brain 2002;125:2152-2190. 6. Shrager Y, Squire LR. Amnesia. Scholarpedia;3(8):2789. 7. Asrini S, Dhanu R, Sjahrir H. Peranan Post Traumatic Amnesia (PTA) dan
Parameter Laboratorium Sebagai Prediktor Terhadap Outcome pada Penderita Trauma Kapitis Akut Ringan-Sedang. USU e-Repository 2008.
8. Tate R, Pfaff A, Bagulley I. A multicentre, randomised trial examining the effect of test procedures measuring emergence from posttraumatic amnesia. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2006(77):841-849.
9. Guise Ed. Amnesia. International Encyclopedia of Rehabilitation 2010. 10. Morgan SZ, Squire L. Neuroanatomy of Memory. Annu. Rev. Neurosci
1993;16:547-563. 11. Sumadikarya IK. Memori Jangka Pendek : Penerimaan, Penyimpanan, dan
Pemanggilan Informasi. Meditek 1999;7(20):53-62. 12. Bram J, Ekert Jv, Vernooy LP. Development and external validation of a new PTA
assessment scale. BMC Neurology 2012;12(69):1-9. 13. Gumm K, T T, L O. Post Traumatic Amnesia Screening and Management. In:
Traumatology, editor. The Royal Melbourne Hospital; 2014. 14. Nakase-Richardson R, Sepehri A, Sherer M. Classification Schema of
Posttraumatic Amnesia Duration-Based Injury Severity Relative to 1-Year Outcome: Analysis of Individuals with Moderate and Severe Traumatic Brain Injury. Arch Phys Med Rehabil 2009;90:17-19.