referat

34
REFERAT CHIKUNGUNYA Oleh: Kharisma Setya H G99141082 Asih Anggraini G99141083 Pembimbing dr. Dhani Redhono H, Sp.PD-KPTI, FINASIM

Upload: kharisma-setya-harnani

Post on 18-Feb-2016

18 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

REFERAT INTERNA

TRANSCRIPT

Page 1: ReferAt

REFERAT

CHIKUNGUNYA

Oleh:

Kharisma Setya H G99141082

Asih Anggraini G99141083

Pembimbing

dr. Dhani Redhono H, Sp.PD-KPTI, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2015

Page 2: ReferAt

HALAMAN PENGESAHAN

Referat Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:

CHIKUNGUNYA

Oleh :

Kharisma Setya H G99141082

Asih Anggraini G99141083

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal :

Pembimbing,

dr. Dhani Redhono, Sp.PD-KPTI, FINASIM

2

Page 3: ReferAt

BAB I

PENDAHULUAN

Demam chikungunya disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui

vektor yaitu nyamuk genus aedes, sehingga Chikungunya tergolong sebagai

Arthropodborne disease. Virus chikungunya ini merupakan alphavirus dari

keluarga Togaviridae. Chikungunya biasanya terjadi di daerah yang padat

penduduk dan yang beriklim tropis maupun subtropis. Chikungunya pertama

kali dilaporkan pada tahun 1952 penyebab wabah di Tanzania selatan.

Chikungunya berasal dari bahasa Makonde Tanzania berupa kata kerja berarti

"menjadi berkerut" atau "yang melengkung ke atas" yang menggambarkan

penampilan pada penderitanya yang terlihat membungkuk dengan nyeri sendi.

Penyakit ini biasanya juga disertai dengan demam tinggi mendadak, ruam

kulit. 1,2

Gejala chikungunya ditandai dengan demam tiba-tiba, sakit kepala,

mual, muntah, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi, gejala perdarahan seperti

epistaksis atau perdarahan gusi, dan ruam. Sendi dapat sakit sekali akan tetapi

biasanya berakhir tidak lama, dapat dalam beberapa hari atau minggu.

Sebagian besar pasien sembuh sendiri tanpa gejala sisa dan memperoleh

kekebalan terhadap virus, namun dalam beberapa kasus dapat menjadi kronis,

nyeri sendi dapat bertahan selama beberapa bulan, atau bahkan bertahun-tahun

dan dapat menimbulkan manifestasi berat seperti meningoencephalitis,

hepatitis fulminan, dan manifestasi pendarahan yang dapat mengancam jiwa.

Kultur virus merupakan gold standar untuk demam chikungunya. 3,4,5

Pengobatan demam chikungunya untuk saat ini dengan pengobatan

simtomatik dan suportif. Cara pencegahan dengan melakukan pendekatan

terbaik dengan penyuluhan terhadap masyarakat dan petugas kesehatan

masyarakat untuk mengendalikan vektor sehingga dapat mengontrol demam

Chikungunya. 6,7,8

3

Page 4: ReferAt

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

(Arthropod –borne virus/ mosquito-borne virus). Virus Chikungunya termasuk

genus Alphavirus, famili Togaviridae.7

Nama chikungunya ini berasal dari kata kerja dasar bahasa Kimakonde

dan Swahili dari Tanzania dan Mozambique yang bermaksud “membungkuk”,

mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat

(arthralgia).8

B. Epidemiologi

Virus chikungunya pertama kali diidentifikasi di Tanzania, Afrika

Timur tahun 1952. Merebak pertama kali di Asia mulai di Bangkok, Thailand

tahun 1958. Sejak itu dilaporkan di Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar,

Filiphina, dan Indonesia. Di Indonesia sendiri mulai merebak tahun 1972,

kemudian terjadi perebakan lagi di tahun 2001. Di Malaysia mulai tahun 1998

lalu merebak lagi tahun 2006. Di Singapura, walupun demam chikungunya

sudah endemis sejak tahun 1960, namun kasus yang terjadi tidak pernah

dilaporkan sampai akhir tahun 2006.8,9

Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan

tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda dan DKI Jakarta, KLB

Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim,

Aceh, Jawa Barat yang menyerang secara bersamaan pada penduduk di satu

kesatuan wilayah (RW/Desa ).7

Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di

pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di

Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun

4

Page 5: ReferAt

2012 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada beberapa provinsi dengan

149.526 kasus tanpa kematian.

Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah

endemis Demam Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk

sering berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit Chikungunya. Saat

ini hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya KLB

Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit

Chikungunya sering terjadi di daerah sub urban.7

C. Etiologi

Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan

oleh beberapa spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji

Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus ( “Group A”

Arthropod-borne viruses) dan famili Togaviridae. Sedangkan DBD

disebabkan oleh “Group B” arthrophod-borne viruses (flavivirus).9

D. Virus Chikungunya (CHIKV)

Virus Chikungunya (CHIKV) adalah alphavirus dari keluarga

Togaviridae memiliki genom yang terdiri garis linear, bagian positif,

nukleokapsid ikosahedral yang dikelilingi oleh envelop dengan glikoprotein

virus tertanam molekul RNA beruntai tunggal sekitar 11,8 kb serta kapsid

berdiameter 60-70 nm.4,8,12

Envelop virion terdiri dari dua lapis lipid, berasal dari membran

plasma sel inang, di mana terdapat banyak salinan dari dua kode glikoprotein

El dan E2, serta peptida kecil 6K, yang berhubungan dengan partikel virus

hanya pada tingkat yang sangat rendah. Protein E1 dan E2 keduanya memiliki

massa molekul sekitar 50 kDa. Genom non-tersegmentasi, beruntai tunggal,

positif-RNA sense dengan methylguanylate 5'-terminal dan polyadenylation

transkripsi dan replikasi genom CHIKV sepenuhnya berlangsung di

sitoplasma dan virus memasuki sel-sel target dengan endositosis.4,8,12

E. Vektor

5

Page 6: ReferAt

Demam Chikungunya ditularkan oleh gigitan nyamuk genus Aedes

(yang juga menularkan virus dengue) pada sebagian besar di Benua Asia dan

kawasan Samudera Hindia. Aedes aegypti dianggap vektor utama dan A.

Albopictus yang baru-baru ini muncul sebagai vektor penting. 8,12

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Aedes spp

Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami

metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium

telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas

menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium

jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)

berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa

selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.7

Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat

menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat

umum seperti drum, tempayan, bak mandi/wc, ember, tempat minum burung,

vas bunga, barang-barang bekas, lubang pohon, dll.7

6

Page 7: ReferAt

Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga

untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk

betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat

antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat

menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur

mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya

bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus

gonotropik.7

Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang

hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00.

Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu

siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan

demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.7

Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter,

namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat

berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis,

di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum.

Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur yang

tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat

perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai

terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk

sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Demam

Chikungunya.7

F. Patofisiologi

Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan

nyamuk Aedes spp Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor

namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut dapat

mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang

mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah

demam timbul. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak

7

Page 8: ReferAt

dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan

kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia,

virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period)

sebelum menimbulkan penyakit.7

Gambar 2. Mekanisme Penularan7

Gambar 3. Patofisiologi Chikungunya9

8

Page 9: ReferAt

CHIKV bereplikasi di sel-sel fibroblas yang terdapat pada liver, otot,

sendi, kelenjar limfe dan otak. Pada permulaan penyakit ini ditemukan

karakteristik berupa demam yang sangat tinggi timbul mendadak. Demam

biasanya berdurasi pendek dan biasanya berlangsung selama 3 sampai 5 hari.

Pada beberapa pasien didapatkan pola bifase dengan periode demam 4 sampai

6 hari, diikuti oleh periode bebas demam beberapa hari diikuti dengan demam

yang kambuh lagi yang mungkin berlangsung beberapa hari.4,8

Bersamaan dengan demam muncul ruam dan arthralgia berat terutama

di sendi kecil tangan dan kaki. Karakteristik yang paling signifikan dari

CHIKV adalah sindrom arthralgik berkepanjangan yang terutama

mempengaruhi sendi kecil perifer yang sangat sakit. Penyakit umumnya tidak

fatal dan fase akut menghilang dalam waktu 3-5 hari yang meninggalkan

sindrom arthralgik yang bertahan untuk beberapa waktu. 4,8

Gambar 4. Perjalanan Penyakit Chikungunya9

Nyeri sendi terjadi antara 1 sampai 3 minggu pada sebagian penderita

merupakan tanda dari tahap kronis penyakit ini. Namun dari hasil penelitian

arthritis dapat bertahan selama 4 bulan pada sekitar 33% dari pasien, selama

20 bulan pada 15% pasien, dan selama 3-5 tahun pada 12% pasien. Tahap

kronis ditandai dengan demam yang kambuh mendadak, kelemahan,

eksaserbasi arthralgia, kekakuan, poliarthritis, tenosinovitis di tangan,

pergelangan tangan, dan eksaserbasi nyeri pada pergerakan di sendi

sebelumnya. Manifestasi rematik dapat menyebabkan kerusakan sendi. Dari

9

Page 10: ReferAt

hasil penelitian didapatkan prevalensi antibodi IgM anti-CHIKV setelah 1

tahun tetap tinggi dan menunjang perjalanan kronis dari penyakit ini.8,12

F. Diagnosis

Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan

kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria Klinis

Demam mendadak > 38,5ºC dan nyeri persendian hebat (severe athralgia)

dan atau dapat disertai ruam (rash).7,14

2. Kriteria Epidemiologis

Bertempat tinggal atau pernah berkunjung ke wilayah yang sedang

terjangkit Chikungunya dengan sekurang-kurangnya 1 kasus positif RDT/

pemeriksaan serologi lainnya, dalam kurun waktu 15 hari sebelum

timbulnya gejala (onset of symptoms).7,14,15

3. Kriteria Laboratoris

Sekurang-kurangnya salah satu diantara pemeriksaan berikut:

a. Isolasi virus

b. Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR

c. Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chikungunya pada sampel

serum

d. Peningkatan 4 kali lipat(four-fold) titer IgG pada pasangan sampel

yang diambil pada fase akut dan fase konvalesen (interval sekurang-

kurangnya 2-3 minggu).16

Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam Chikungunya digolongkan

dalam 3 kategori yaitu 14:

1. Kasus Tersangka (Suspected case/ Possible case)

Penderita dengan kriteria klinis.

2. Kasus Probabel (Probable case)

Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis

3. Kasus Konfirm (Confirmed case)

Penderita dengan kriteria laboratoris.

10

Page 11: ReferAt

G. Gejala Klinis

Gejala akut cikungunya yang paling sering dialami pasien adalah demam

diikuti nyeri sendi, sakit kepala, myalgia, rash, eritema, kelelahan, erupsi

makulopapular, meningoencephalitis, diare, gagal ginjal, gagal napas,

pericarditis, hepatitis dan hiperpigmentasi 14,15,16,17,18

1. Demam

Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan

penurunan suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk

kurva “Sadle back fever” (Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka

kemerahan (flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di

belakang bola mata dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival

injection).16,19

2. Sakit persendian

Gambar 4. Pembengkakan persendian

Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama

muncul sebelum timbul demam. Nyeri sendi dapat ringan (arthralgia)

sampai berat menyerupai artritis rheumathoid, terutama di sendi – sendi

pergelangan kaki (dapat juga nyeri sendi tangan) sering dikeluhkan

penderita. Nyeri sendi ini merupakan gejala paling dominan, pada kasus

berat terdapat tanda-tanda radang sendi, yaitu kemerahan, kaku, dan

bengkak. Sendi yang sering dikeluhkan adalah pergelangan kaki,

pergelangan tangan, siku, jari, lutut, dan pinggul.12,19

Pada posisi berbaring biasanya penderita miring dengan lutut

tertekuk dan berusaha mengurangi dan membatasi gerakan. Artritis ini

11

Page 12: ReferAt

dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan ada yang sampai

bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai Rheumatoid

Arthritis.17,19

3. Nyeri otot

Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot

penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu, dan

anggota gerak. Kadang – kadang terjadi pembengkakan pada otot sekitar

sendi pergelangan kaki (achilles) atau sekitar mata kaki.20,21

4. Bercak kemerahan (rash) pada kulit

Gambar 5. Bercak kemerahan (rash) pada kulit

Kemerahan di kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk

makulo-papular (viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian anggota

gerak, telapak tangan dan telapak kaki). Bercak kemerahan ini terjadi pada

hari pertama demam, tetapi lebih sering muncul pada hari ke 4 - 5 demam.

Lokasi kemerahan di daerah muka, badan, tangan, dan kaki.17,22

5. Kejang dan penurunan kesadaran

Kejang biasanya pada anak karena demam yang terlalu tinggi, jadi

kemungkinan bukan secara langsung oleh penyakitnya. Kadang-kadang

kejang disertai penurunan kesadaran. Pemeriksaan cairan spinal (cerebro

spinal) tidak ditemukan kelainan biokimia atau jumlah sel.18,20

6. Manifestasi perdarahan

Tidak ditemukan perdarahan pada saat awal perjalanan penyakit

walaupun pernah dilaporkan di India terjadi perdarahan gusi pada 5 anak

dari 70 anak yang diobservasi.21,22

12

Page 13: ReferAt

7. Gejala lain

Gejala lain yang kadang-kadang dapat timbul adalah kolaps pembuluh

darah kapiler dan pembesaran kelenjar getah bening.12,21

H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati adalah

Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue. 19,20

I. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang

dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari inokulasi

serum fase akut, pemeriksaan serologis dengan cara ELISA, pemeriksaan IgG

dan IgM dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA), pemeriksaan

materi genetik dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), pemeriksaan

antibodi dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test) menggunakan serum

diambil pada masa akut ( hari ke 5 mulai demam ) dan serum konvalesen pada

minggu ke 2 sesudah demam serta sequencing.16

13

Page 14: ReferAt

Gambar 6. Timeline antibodi 15

Interpretasi:

1. Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan diulang

10-14 hari kemudian. Bila hasil pemeriksaan ulang IgM (+) IgG(-)

berarti infeksi akut primer.

2. Bila IgM (-) IgG (+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14 hari kemudian.

Bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+) dengan kenaikan titer >4X berarti

infeksi sekunder.

3. Bila IgM (+) IgG (+) berarti sedang terjadi infeksi sekunder

J. Penatalaksanaan

Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit

ini belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat simtomatis

dan suportif. 7,9,24,25,

1. Simtomatis

- Antipiretik : Parasetamol atau asetaminofen (untuk meredakan

demam)

- Analgetik : Ibuprofen, naproxen dan obat Anti-inflamasi Non Steroid

(AINS) lainnya (untuk meredakan nyeri persendian/athralgia/arthritis)

Catatan: Aspirin (Asam Asetil Salisilat) tidak dianjurkan karena

adanya resiko perdarahan pada sejumlah penderita dan resiko

timbulnya Reye’s syndrome pada anak-anak dibawah 12 tahun.

2. Suportif

- Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan

14

Page 15: ReferAt

- Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat

muntah, keringat dan lain-lain.

- Fisioterapi

Pengobatan simtomatik dapat diberikan Anti-inflamasi nonsteroid,

walau hanya memberikan kesembuhan parsial untuk menghilangkan nyeri

sendi. Penggunaan AINS yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya

gangguan gastroinstentinal. Jadi pemberian dapat menggunakan Selektif COX

II inhibitor atau menggunakan AINS dengan penambahan obat

gadtroprotektor. Terapi menggunakan AINS ditambah steroid dosis rendah

merupakan rejimen terbaik untuk mengatasi nyeri sendi selama fase akut,

tetapi pemeberian steroid ditakutkan akan menurunkan fungsi imun. Untuk

penyakit reumatoid arthritis, nyeri sendi dapat diobati dengan metrotrexat

dosis rendah.22,24

Demam chikungunya merupakan self limiting disease dan jarang

menimbulkan kondisi yang fatal. Akan tetapi, nyeri sendi yang hebat sangat

mengganggu dan menyebabkan seseorang menjadi tak berdaya. Akan tetapi

pada beberapa kondisi khusus seperti pada neonatus, orang dewasa dengan

penyakit rematik, dan lansia, infeksi CHIKV dapat menyebabkan komplikasi

berupa ensefalopati berat yang dapat menimbulkan kecacatan dan kematian.26

Akhir-akhir ini telah diupayakan pengembangan vaksinasi untuk

Chikungunya. Vaksinasi dengan virus Chikungunya – yang diterapi dengan

formalin (strain Ross) dan ditumbuhkan pada sel ginjal monyet hijau Afrika –

menimbulkan respon imun memuaskan bila diberikan sebanyak 3 dosis

terbagi pada monyet.26,27

Mortalitas yang disebabkan infeksi Chikungunya tergolong rendah,

mengakibatkan perkembangan vaksin Chikungunya mendapat prioritas yang

kurang dalam kesehatan masyarakat.26,27,28

K. Prognosis

Demam Chikungunya adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri,

prognosisnya baik dan jarang menimbulkan mortalitas. Jarang dilaporkan

15

Page 16: ReferAt

secara ekslusif mengenai kejadian kematian, invasi ke susunan saraf pusat

dan kasus-kasus perdarahan berat pada demam Chikungunya. Pada beberapa

penelitian, kasus-kasus yang pernah didokumentasikan secara virologik

menunjukkan tidak adanya trombositopenia ataupun neutropenia hebat.

Namun, pernah dilaporkan kematian pada saat terjadinya wabah karena

penggunaan sembarangan dari kortikosteroid, NSAID (khususnya aspirin),

dan antibiotik yang dapat menyebabkan trombositopenia, perdarahan

gastrointestinal, mual, muntah, dan gastritis. Hal ini dapat menyebabkan

dehidrasi, gagal ginjal akut, gangguan elektrolit, dan kadang-kadang

hipoglikemia. Hal ini secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian

karena demam Chikungunya.17

Atralgia dapat terjadi berminggu-minggu. Aktivitas berat mungkin

dapat memeperpanjang gejala ini. Secara tipikal, rasa sakit bergeser dari sendi

dan memburuk pada pagi hari dan berdasarkan pada sendi pertama yang

terkena. Pembengkakan di sekitar pergelangan kaki, tangan dan jari sering

terjadi. Pada pasien yang lebih tua, gejala sisa mungkin terjadi bersama-sama

dengan proses patologik lainnya. 17,28

L. Komplikasi

Chikungunya artropati sembuh dalam beberapa minggu, hanya 12%

yang memiliki gejala sisa untuk beberapa waktu (sampai 18 bulan). Salah

satu komplikasinya adalah reumatoid arthritis, manifestasi reumatik-

chikungunya:

(1) jari tangan dan kaki poliartritis dengan nyeri dan kekakuan pagi;

(2) tenosinovitis subakut parah pergelangan tangan, tangan dan pergelangan

kaki;

(3) eksaserbasi nyeri mekanik di cedera sebelumnya sendi dan tulang 27

Gejala sisa yang paling sering dimiliki oleh pasien chikungunya

adalah penyakit degeneratif pada tulang, rheumatoid arthritis, osteoarthritis

dan pasien dapat mengalami depresi akibat gejala sisa yang diakibatkan

chikungunya.28

M. Pencegahan

16

Page 17: ReferAt

Melihat masih ada kematian karena chikungunya yang dilaporkan dan

tiada pengobatan spesifik dan vaksin yang sesuai, maka upaya pencegahan

sangat dititik beratkan. Upaya ini lebih menjurus ke arah pemberantasan sarang

nyamuk penular dengan cara membasmi jentik nyamuk. Individu yang

menderita demam chikungunya ini sebaiknya diisolasi sehingga dapat dicegah

penularannya ke orang lain. Tindakan pencegahan gigitan nyamuk bisa

dilakukan dengan menggunakan obat nyamuk dan repelan tetapi pencegahan

yang sebaiknya berupa pemberantasan sarang nyamuk penular (PSN).12,13

Pendekatan alternatif untuk pengendalian penyakit virus melibatkan

penggunaan vaksin. Masih belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah

penyakit. Sudah dicoba berbagai sediaan vaksin, seluruh persiapan virus tidak

aktif, vaksin hidup dilemahkan, protein rekombinan atau virus partikel, dan

vaksinasi DNA.14

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

PSN ini bertujuan mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus sehingga penularan Chikungunya dapat dicegah atau

dibatasi. Sasaran bagi PSN ini adalah semua tempat perkembangbiakan

nyamuk penular Chikungunya seperti:

a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA).

c. Tempat penampungan air alamiah.

Keberhasilan kegiatan PSN Chikungunya antara lain dapat diukur

dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ ≥ 95% diharapkan

penularan Chikungunya dapat dicegah atau dikurangi.23,30

2. Kimiawi (Larvasidasi)

Larvasidasi adalah pemberantasan jentik dengan menaburkan

bubuk larvasida.. Kegiatan larvasidasi bisa meliputi: 1. Larvasidasi

Selektif. Larvasidasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan tempat

penampungan air (TPA) baik di dalam maupun di luar rumah pada seluruh

rumah dan bangunan di desa/kelurahan endemis dan sporadis serta

penaburan bubuk larvasida pada TPA yang ditemukan jentik dan

17

Page 18: ReferAt

dilaksanakan 4 kali dalam 1 tahun (3 bulan sekali). Pelaksana larvasidasi

adalah kader yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas. Tujuan larvasidasi

selektif adalah sebagai tindakan sweeping hasil penggerakan masyarakat

dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk. 2. Larvasidasi Massal. Larvasidasi

massal adalah penaburan bubuk larvasida secara serentak diseluruh

wilayah/daerah tertentu di semua tempat penampungan air baik terdapat

jentik maupun tidak ada jentik di seluruh bangunan termasuk rumah,

kantor-kantor dan sekolah. Kegiatan larvasidasi massal ini dilaksanakan di

lokasi terjadinya KLB Chikungunya. 13,28,29

3. Fisik

Pengendalian secara fisik ini dikenal dengan kegiatan 3M Plus

(Menguras, Menutup, Mengubur) yaitu :

a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak

mandi, drum dan lain-lain seminggu sekali (M1).

b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air ,

tempayan dan lain-lain (M2).

c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan (M3) (3M).12,15

18

Page 19: ReferAt

BAB III

PENUTUP

Demam chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang

ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk genus aedes, sehingga Chikungunya

tergolong sebagai Arthropodborne disease. Virus chikungunya ini merupakan

alphavirus dari keluarga Togaviridae. Chikungunya biasanya terjadi di daerah

yang padat penduduk dan yang beriklim tropis maupun subtropis.

Gejala chikungunya ditandai dengan demam tiba-tiba, sakit kepala,

mual, muntah, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi, gejala perdarahan seperti

epistaksis atau perdarahan gusi, dan ruam. Sendi dapat sakit sekali akan tetapi

biasanya berakhir tidak lama, dapat dalam beberapa hari atau minggu. Kultur

virus merupakan gold standar untuk demam chikungunya.

Pengobatan demam chikungunya untuk saat ini dengan pengobatan

simtomatik dan suportif. Cara pencegahan dengan melakukan pendekatan

terbaik dengan penyuluhan terhadap masyarakat dan petugas kesehatan

masyarakat untuk mengendalikan vektor sehingga dapat mengontrol demam

Chikungunya.

19

Page 20: ReferAt

DAFTAR PUSTAKA

1. Simon, Dhamel Thiberville. 2013. Chikungunya Fever: Epidemiology,

Clinical Syndrome, Pathogenesis and Therapy. Elseiver Inc.

2. Mohd Zim, et al. 2012. Chikungunya infection in Malaysia: Comparison with

dengue infection in adults and predictors of persistent arthralgia. Elseiver

Inc.

3. Julian T. Hertz, et al. 2012. Chikungunya and Dengue Fever Among

Hospitalized Febrile Patients in Northern Tanzania. The American Society of

Tropical Medicine and Hygiene.

4. Maurice Demanou, et al. 2010. Chikungunya outbreak in a rural area of

Western Cameroon in 2006: A retrospective serological and entomological

survey. BMC Research Notes.

5. Katherine B Gibney, et al. 2010. Chikungunya Fever in the United States: A

Fifteen Year Review of Cases. Oxford University.

6. Alladi Mohan, et al. 2010. Epidemiology, Clinical Manifestations, and

Diagnosis of Chikungunya fever: Lesson Learned from The Re-Emerging

Epidemic. Indian Journal of Dermatology.

7. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pengendalian Demam

Chikungunya, Edisi 2. Jakarta.

8. Michelle M Thiboutot. 2010. Chikungunya: A Potentially Emerging

Epidemic?. PLOS Neglected Tropical Disease.

9. Simon, Djamel Thiberville. 2013. Chikungunya Fever: A Clinical and

Virological Investigation of Outpatients on Reunion Island, South West

Indian Ocean. PLOS Neglected Tropical Disease.

10. Sudarsanareddy, et al. 2009. Genetic predisposition to Chikungunya: a blood

group study in Chikungunya affected families. BioMed Central.

11. Wirack M, Udomsak S. 2009. Presence of Autoimmune Antibody in

Chikungunya Infection.

20

Page 21: ReferAt

12. M Receveur, et al. 2010. Chikungunya infection in a French traveler

returning from Maldives. Eurosurveillance. Lucile Warter, et al. 2010.

Chikungunya Virus Envelope Spesific Human Monoclonal Antibodies with

Broad Neutralization Potency. The Journal of Immunology.

13. Penny A Rudd, et al. 2012. Interferon Response Factor 3 and 7 protect

against chikungunya virus hemorrhagic fever and shock. Journal of Virology

ASM.

14. Maguiraga LD, Noret M, Brun S, Grand RL, Gras G, Roques P(2012).

Chikungunya disease: Infection-associated markers from the acute to the

chronic phase of arbovirus-induced arthralgia. PLOS Negleted Tropical

Disease, 6(1): 1-10.

15. Caglioti C, Lalle E, Castilletti C, Carletti F, Capobianchi MR, Bordi L(2013).

Chikungunya virus infection: an overview. New Microbiologica, 36(1): 211-

27.

16. Dash M, Mohanty I, Padhi S (2011). Laboratory diagnosis of chikungunya

virus: Do we really need it?.Indian Journal Of Medical Sciences, 65(3): 83-

91.

17. Amirullah dan Astuti EP (2011). Chikungunya: Transmisi dan

permasalahannya. Aspirator, 3(2): 100-6.

18. Staples JE,Breiman RF,Powers AM(2009). Chikungunya fever: An

epidemiological reviewof a re-emerging infectious disease. Clinical Infection

Disease, 49(1): 942-8.

19. Hassan R, Rahman MM, Moniruzzaman M, Rahim A, Barua S, Biswas

R,Biswas P, Mowla SG, Chowdhury MJ (2014). Chikungunya – an emerging

infection in Bangladesh: a case series. Journal of Medical Case Reports,

8(67):1-3.

20. Pulmanausahakul R, Roytrakul S, Auewarakul P, Smith DR (2011).

Chikungunya in Southeast Asia: understanding the emergence and finding

solutions. International Journal of Infectious Diseases, 15(1): 671–6.

21

Page 22: ReferAt

21. Weaver SC (2014).Arrival of chikungunya virus in the new world: Prospects

for spread and impact on public health. PLOS Negleted Tropical Disease,

8(6): 1-3.

22. Pincus LB,Grossman ME, Fox LP (2008). The exanthem of dengue fever:

Clinical features of two US tourists traveling abroad. J Am Acad Dermatol,

58(2): 308–16.

23. Natasha Tilston, et al. 2009. Pan-European Chikungunya surveillance:

designing risk stratified surveillance zones. BioMed Central.

24. Pierre, Emmanuel Joubert, et al. 2012. Chikungunya virus induced autophagy

delay caspase dependent cell death. JEM.

25. Lee Ching Ning, et al. 2009. Entomologic and Virologic Investigation of

Chikungunya, Singapore. Emerging Infectious Disease.

26. Sarunyou Chusri, et al. 2014. Kinetics of Chikungunya Infections during an

Outbreak in Southren Thailand, 2008-2009. The American Society of

Tropical Medicine and Hygiene.

27. Elisabeth Couturier, et al. 2012. Impaired Quality of Life After Chikungunya

Virus Infection: A 2 Year Follow Up Study. Rheumatology Oxford

University.

28. Kristin M Long, et al. 2013. Dendritic Cell Immunoreceptor Regulates

Chikungunya Virus Pathogenesis in Mice. Journal of Virology ASM.

29. J Erin Staples. 2009. Chikungunya Fever: An Epidemiological Review of a

Re-Emerging Infectious Disease. Oxford University.

30. Scott C Weaver. 2012. Chikungunya virus and prospects for a vaccine.

National Institutes of Helath.

22