refarat rhinosinusitis

12
ETIOLOGI Etiologi rinosinusitis akut dan rinosinusitis kronik berbeda secara mendalam. Pada rinosinusitis akut, infeksi virus dan bakteri patogen telah ditetapkan sebagai penyebab utama. Namun sebaliknya, etiologi dan patofisiologi rinosinusitis kronik bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya diketahui; rinosinusitis kronik merupakan sindrom yang terjadi karena kombinasi etiologi yang multipel. Ada beberapa pendapat dalam mengkategorikan etiologi rinosinusitis kronik. Berdasarkan EP3OS 2007, faktor yang dihubungkan dengan kejadian rinosinusitis kronik tanpa polip nasi yaitu ciliary impairment, alergi, asma, keadaan immunocompromised, faktor genetik, kehamilan dan endokrin, faktor lokal, mikroorganisme, jamur, osteitis, faktor lingkungan, faktor iatrogenik, H.pylori dan refluks laringofaringeal”. Publikasi Task Force (2003) menyatakan bahwa rinosinusitis kronik merupakan hasil akhir dari proses inflamatori dengan kontribusi beberapa faktor yaitu “faktor sistemik, faktor lokal dan faktor lingkungan”. Berdasarkan ketiga kelompok tersebut, maka faktor etiologi rinosinusitis kronik dapat dibagi lagi menjadi

Upload: norazeela-baharudin

Post on 11-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

THT

TRANSCRIPT

Page 1: refarat rhinosinusitis

ETIOLOGI

Etiologi rinosinusitis akut dan rinosinusitis kronik berbeda secara mendalam.

Pada rinosinusitis akut, infeksi virus dan bakteri patogen telah ditetapkan sebagai

penyebab utama. Namun sebaliknya, etiologi dan patofisiologi rinosinusitis kronik

bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya diketahui; rinosinusitis kronik

merupakan sindrom yang terjadi karena kombinasi etiologi yang multipel. Ada

beberapa pendapat dalam mengkategorikan etiologi rinosinusitis kronik. Berdasarkan

EP3OS 2007, faktor yang dihubungkan dengan kejadian rinosinusitis kronik tanpa

polip nasi yaitu “ciliary impairment, alergi, asma, keadaan immunocompromised,

faktor genetik, kehamilan dan endokrin, faktor lokal, mikroorganisme, jamur, osteitis,

faktor lingkungan, faktor iatrogenik, H.pylori dan refluks laringofaringeal”.

Publikasi Task Force (2003) menyatakan bahwa rinosinusitis kronik

merupakan hasil akhir dari proses inflamatori dengan kontribusi beberapa faktor yaitu

“faktor sistemik, faktor lokal dan faktor lingkungan”. Berdasarkan ketiga kelompok

tersebut, maka faktor etiologi rinosinusitis kronik dapat dibagi lagi menjadi berbagai

penyebab secara spesifik. James Baraniuk (2002) mengklasifikasikan bermacam

kemungkinan patofisiologi penyebab rinosinusitis kronik menjadi rinosinusitis

inflamatori (berdasarkan tipe infiltrat selular yang predominan) dan rinosinusitis non

inflamatori (termasuk disfungsi neural dan penyebab lainnya seperti hormonal dan

obat). Rinosinusitis inflamatori kemudian dibagi lagi berdasarkan tipe infiltrasi

selular menjadi jenis eosinofilik, neutrofilik dan kelompok lain.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa diperkirakan 5-10% infeksi respiratorik atas

yang disebabkan oleh virus dapat menimbulkan sinusitis akut ada anak. Sebaliknya

ditemukan insidens asma sebesar 12% pada anak dengan sinusitis kronik. Kerentanan

sinus paranasalis terhadap infeksi ditentukan oleh 4 faktor:

1) Keutuhan ostium yang selalu harus terbuka

2) Fungsi silier

Page 2: refarat rhinosinusitis

3) Kualitas sekresi mucus

4) Imunitas local

Keutuhan ostium merupakan faktor yang paling utama. Obstruksi ostium dapat

terjadi karena proses mekanik langsung (oleh karena deviasi septum, polip hidung

dan bulla in concha) dan melalui proses yang menyebabkan mukosa menjadi sembab

( oleh karena infeksi virus dan rhinitis alergi).

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan factor penting penyebab sinusitis

sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan

menyembuhkan rhinosinusitisnya.

Page 3: refarat rhinosinusitis

PATOFISIOLOGI

Kegagalan transport mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor

utama berkembangnya sinusitis. Patofisiologi rinosinusitis digambarkan sebagai

lingkaran tetutup, dimulai dengan inflamasi mukosa hidung khususnya kompleks

ostiomeatal (KOM). Secara skematik patofisiologi rinosinusitis adalah apabila organ-

organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa

yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium

tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus yang

menyebabkan terjadinya transudasi, mula- mula serous. Kondisi ini bias dianggap

sebagai rinosinusitis non- bacterial yang biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa

pengobatan.

Bial kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul di dalam sinus merupakan

media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulent.

Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi

antibiotik. Jika terapi tidak berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri

anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus

yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu

hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista.

Sebagian besar kasus rinosinusitis disebabkan karena inflamasi akibat dari

colds (infeksi virus) dan rinitis alergi. Infeksi virus yang menyerang hidung dan sinus

paranasal menyebabkan udem mukosa dengan tingkat keparahan yang berbeda. Virus

penyebab tersering adalah coronavirus, rhinovirus, virus influenza A, dan respiratory

syncytial virus (RSV). Selain jenis virus, keparahan udem mukosa bergantung pada

kerentanan individu. Infeksi virus influenza A dan RSV biasanya menimbulkan udem

berat. Udem mukosa akan menyebabkan obstruksi ostium sinus sehingga sekresi

sinus normal menjadi terjebak (sinus stasis). Pada keadaan ini ventilasi dan drainase

sinus masih mungkin dapat kembali normal, baik secara spontan atau efek dari obat-

Page 4: refarat rhinosinusitis

obat yang diberikan sehingga terjadi kesembuhan. Apabila obstruksi ostium sinus

tidak segera diatasi (obstruksi total) maka dapat terjadi pertumbuhan bakteri sekunder

pada mukosa dan cairan sinus paranasal.

Menurut berbagai penelitian, pada anak bakteria utama yang ditemukan

adalah M. Catarrhalis Bakteri ini kebanyakan ditemukan di saluran napas atas, dan

umumnya tidak menjadi patogen kecuali bila lingkungan disekitarnya menjadi

kondusif untuk pertumbuhannya. Pada saat respons inflamasi terus berlanjutdan

respons bakteri mengambil alih, lingkungan sinus berubah ke keadaan yang lebih

anaerobik. Flora bakteri menjadi semakin banyak (polimikrobial) dengan masuknya

kuman anaerob, Streptococcus pyogenes (microaero-philic streptococci), -dan

Staphylococcus aureus. Perubahan lingkungan bakteri ini dapat menyebabkan

peningkatan organisme yang resisten dan menurunkan efektivitas antibiotik akibat

ketidakmampuan antibiotik mencapai sinus. Infeksi menyebabkan 30% mukosa

kolumnar bersilia mengalami perubahan metaplastik menjadi mucus secreting goblet

cells, sehingga efusi sinus makin meningkat. Pada pasien rinitis alergi, alergen

menyebabkan respons inflamasi dengan memicu rangkaian peristiwa yang berefek

pelepasan mediator kimia dan mengaktifkan sel inflamasi. Limfosit T-helper 2 (Th-2)

menjadi aktif dan melepaskan sejumlah sitokin yang berefek aktivasi sel mastosit, sel

B dan eosinofil. Berbagai sel ini kemudian melanjutkan respons inflamasi dengan

melepaskan lebih banyak mediator kimia yang menyebabkan udem mukosa dan

obstruksi ostium sinus. Rangkaian reaksi alergi ini akhirnya membentuk lingkungan

yang kondusif untuk pertumbuhan bakteri sekunder seperti halnya pada infeksi virus.

Klirens dan ventilasi sinus yang normal memerlukan mukosa yang sehat.

Inflamasi yang berlangsung lama (kronik) sering berakibat penebalan mukosa disertai

kerusakan silia sehingga ostium sinus makin buntu. Mukosa yang tidak dapat kembali

normal setelah inflamasi akut dapat menyebabkan gejala persisten dan-mengarah

pada rinosinusitis kronik.

Page 5: refarat rhinosinusitis

MANIFESTASI KLINIS

Anamnesis

Anamnesis yang cermat dan teliti sangat diperlukan terutama dalam menilai

gejala-gejala yang ada pada rinosinusitis pada anak, mengingat patofisiologi

rinosinusitis kronik yang kompleks. Adanya penyebab infeksi baik bakteri maupun

virus, adanya latar belakang alergi atau kemungkinan kelainan anatomis rongga

hidung dapat dipertimbangkan dari riwayat penyakit yang lengkap. Informasi lain

yang perlu berkaitan dengan keluhan yang dialami penderita mencakup durasi

keluhan, lokasi, faktor yang memperingan atau memperberat serta riwayat

pengobatan yang sudah dilakukan.

Beberapa keluhan/gejala yang terjadi pada anak yang dapat diperoleh melalui

anamnesis adalah keluhan yang sering ditemukan adalah batuk kronik yang berulang,

pilek dengan cairan hidung yang berwarna kuning hijau. Gejala infeksi respiratorik

atas tidak sembuh sampai lebih dari 7 hari. Nyeri kepala dan nyeri di daerah muka

yang menjalar ke graham atas (geligi). Kadang pendengaran menurun dan penciuman

serta sensorik wajah berkurang. Demam ditemukan pada kurang dari 30% kasus.

Napas atau mulut yang berbau dapat ditemui.

Pemeriksaan fisis

Rinoskopi anterior dengan cahaya lampu kepala yang adekuat dan kondisi

rongga hidung yang lapang (sudah diberi topikal dekongestan sebelumnya). Dengan

rinoskopi anterior dapat dilihat kelainan rongga hidung yang berkaitan dengan

rinosinusitis kronik seperti udem konka, hiperemi, sekret (nasal drip), krusta, deviasi

septum, tumor atau polip. Rinoskopi posterior bila diperlukan untuk melihat patologi

di belakang rongga hidung.

Melalui pemeriksaan fisis, dapat ditemukan bahwa pada rinosinusitis akut,

mukosa edema dan hiperemis. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada

Page 6: refarat rhinosinusitis

sinusitis maksilla dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada

sinusitis etmoid posterior dan sfenoid). Pada anak, sering ada pembengkakan dan

kemerahan di daerah kantus medius.

Page 7: refarat rhinosinusitis

KOMPLIKASI

Pada era pra antibiotika, komplikasi merupakan hal yang sering terjadi dan

seringkali membahayakan nyawa penderita, namun seiring berkembangnya teknologi

diagnostik dan antibiotika, maka hal tersebut dapat dihindari. Komplikasi

rinosinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi

berat biasanya terjadi pada rinosinusitus akut atau kronis dengan eksaserbasi akut,

berupa komplikasi orbita atau intrakranial. Beberaa faktor yang diduga sebagai

penyebab terjadinya komplikasi antara lain karena:

1) Terapi yang tidak adekuat

2) Daya tahan tubuh yang rendah

3) Virulensi kuman dan penanganan tindakan operatif (yang seharusnya)

terlambat dilakukan

Komplikasi yang biasanya terjadi adalah:

1. Kelainan orbita

Abses periorbita merupakan salah satu komplikasi dari rinosinusitis baik akut

ataupun kronis. Beberapa faktor sangat berperan pada penyebab penyebaran

rinosinusitis ke orbita. Komplikasi orbita umumnya terjadi akibat perluasan infeksi

rinosinusitis akut pada anak sedangkan pada anak yang lebih besar dan orang dewasa

dapat disebabkan oleh rinosinusitis akut ataupun kronik. Hal ini juga dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti anatomi antara sinus paranasal dan orbita, kekebalan

tubuh yang menurun terutama pasien dengan imunodefisiensi, serta faktor lingkungan

seperti kebersihan, musim, ataupun alergen. Keterlibatan sinus paranasal yang

menimbulkan komplikasi orbita pada anak-anak terutama disebabkan oleh infeksi

pada sinus etmoid.

Penyebaran infeksi rinosinusitis ke orbita dapat melalui penyebaran langsung

melalui defek kelainan bawaan, foramen atau garis sutura yang terbuka, erosi tulang

Page 8: refarat rhinosinusitis

terutama pada lamina papirasea dan tromboflebitis retrograd langsung melalui

pembuluh darah vena yang tidak berkatup yang menghubungkan orbita dengan

wajah, kavum nasi, dan sinus paranasal.

2. Kelainan intrakranial

Dapat berupa meningitis, abses akstradurak atau subdural, abses otak dan

thrombosis sinus kavernosus.

3. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Paling sering timbul adalah akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan

pada anak-anak.

4. Kelainan paru

Adanya kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga

menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum

rinosinusitisnya disembuhkan.