radiologi intervensi
DESCRIPTION
koasTRANSCRIPT
Radiologi intervensi merupakan salah satu bidang radiologi yang melakukan
intervensi / penatalaksanaan kepada pasien, tidak hanya melakukan proses diagnostik.
Mungkin masih banyak yang belum mengenal bidang ini karena yang terpikir dari
spesialis radiologi adalah orang yang membaca rontgen, CT scan dan melakukan
USG. Tindakan yang dilakukan oleh seorang radiologi intervensi seperti melakukan
biopsi tumor yang dibantu dengan pencitraan (alat radiologi), memberikan obat
(kemoterapi pada pasien kanker) yang langsung menuju pembuluh darah tumor,
menutup peredaran darah yang memberi makan bagi tumor baik untuk mengurangi
risiko perdarahan sebelum dioperasi maupun sebagai salah satu terapi, pasang stent
pada pasien stenosis pembuluh darah (pembuluh darah tertutup karena suatu sebab
tertentu), dan sebagainya.
Radiologi Diagnostik Interventional Apa radiologi intervensi?Ahli radiologi intervensi yang terlibat dalam pengobatan pasien, serta diagnosis penyakit. Mereka memasukkan berbagai instrumen kecil atau alat, seperti kateter atau kawat, dengan menggunakan x-ray /flouroscopy dan pencitraan teknik (misalnya, CT scanner, scanner MRI, USG scanner). Radiologi intervensi menawarkan alternatif untuk pengobatan bedah banyak kondisi dan dapat membutuhkan untuk rawat inap, dalam beberapa kasus.
Siapa ahli radiologi intervensi? Ahli radiologi intervensi adalah seorang dokter medis yang telah menyelesaikan empat tahun studi di radiologi. Ahli radiologi intervensi kemudian memenuhi syarat untuk mengikuti ujian yang diberikan oleh American Board of Radiologi. Setelah sertifikasi ujian, ahli radiologi intervensi selesai program pelatihan intervensi. Saat ini, ada sekitar 4.000 ahli radiologi intervensi di AS, terutama berlatih di pusat kesehatan akademik dan di rumah sakit komunitas yang lebih besar. Ahli radiologi intervensi bekerja sama dengan dokter lain dan memainkan peran penting di tim pengobatan.
Apa prosedur yang dilakukan Radiologi Diagnostik Interventional?
Ahli radiologi intervensi melakukan berbagai macam prosedur, sebagai berikut: Aangiografi - x-ray dari arteri dan vena untuk mendeteksi penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah. Dalam banyak kasus, ahli radiologi intervensi dapat mengobati penyumbatan, seperti yang terjadi di arteri di kaki atau ginjal, dengan memasukkan stent kecil yang mengembang dan membuka. Prosedur ini disebut angioplasti balon.
angioplasti - penggunaan balon kecil di ujung kateter dimasukkan ke dalam pembuluh darah untuk membuka area penyumbatan di dalam.
embolisasi - penyisipan suatu zat melalui kateter ke dalam pembuluh darah untuk menghentikan pendarahan, atau perdarahan yang berlebihan.
tabung gastrostomy - tabung gastrostomy (tabung makan) dimasukkan ke dalam perut jika pasien tidak mampu untuk mengambil makanan melalui mulut.
intravascular ultrasound - penggunaan USG di dalam pembuluh darah untuk lebih memvisualisasikan interior tumor untuk mendeteksi masalah dalam pembuluh darah.
penempatan stent - koil, kecil diperluas, yang disebut stent, ditempatkan di dalam pembuluh darah di lokasi penyumbatan. Stent ini diperluas untuk membuka sumbatan.
ekstraksi benda asing - penggunaan kateter dimasukkan ke dalam pembuluh darah untuk mengambil benda asing.
biopsi jarum - jarum kecil dimasukkan ke dalam area yang abnormal di hampir semua bagian tubuh, dipandu oleh teknik pencitraan, untuk memperoleh jaringan biopsi. Jenis biopsi dapat memberikan diagnosis tanpa intervensi bedah. Sebuah contoh dari prosedur ini disebut jarum biopsi payudara.
bekuan darah filter - filter kecil dimasukkan ke dalam bekuan darah untuk menangkap dan memecah gumpalan darah.
injeksi gumpalan-melisiskan agen - agen gumpalan-melisiskan, seperti aktivator jaringan plasminogen (TPA), yang disuntikkan ke dalam tubuh untuk melarutkan bekuan darah, sehingga meningkatkan aliran darah ke jantung atau otak.
kateter sisipan - kateter dimasukkan ke vena besar untuk memberikan obat kemoterapi, dukungan nutrisi, dan hemodialisis. Kateter juga bisa dimasukkan
sebelum transplantasi sumsum tulang.
pengobatan kanker - administrasi obat kanker secara langsung ke tempat tumor.
Interventional Radiology merupakan jenis intervensi non bedah, sehingga lebih aman, selain itu cost pelayanan ini juga lebih rendah. Tak ketinggalan waktu penyembuhan juga lebih singkat. Jika dengan intervensi bedah penyembuhan bisa berminggu-minggu atau bahkan bulan, maka dengan metode Radiologi Intervensi hanya butuh waktu beberapa jam saja, setelah itu pasien dapat pulang.
Pelayanan apa saja yang dapat dilakukan dengan Interventional Radiology (IR)?
1. Angiografi dan Angioplasti
Prosedur ini mirip dengan prosedur yang sering dilakukan oleh ahli pembuluh darah dan jantung yaitu PTCA (Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty) dalam mengintervensi penyakit jantung coroner, tapi bedanya Interventional Radiology ini bisa dilakukan di pembuluh darah yang lain, tidak hanya di pembuluh darah coroner, misalnya di arteri illiaca untuk mengatasi sumbatan pada arteri ini. Selain itu dapat dilakukan di pembuluh darah kaki, atau ginjal.
2. Embolisasi
Prosedur ini dapat digunakan untuk mengatasi aneurisma, menghentikan perdarahan. Secara awam, cara ini mirip dengan cara menambal pipa yang bocor, dengan bahan butiran-butiran kecilpolyvinyl. Cara ini juga dapat dilakukan pada terapi kanker dengan cara mematikan pembuluh darah yang mendarahi sel-sel kanker.
3. Pemasangan Stent
Seperti halnya yang dilakukan dokter jantung, metode ini dilakukan untuk mengusahakan agar pembuluh darah tetap paten (tak ada sumbatan), sehingga aliran darah tetap lancar. Stent merupakan kumparan kecil yang terbuat dari metal atau bisa juga terbuat dari plastik yang dapat dipasang di lumen pembuluh darah dengan terlebih dahulu mengembangkannya dengan metode balloning.
4. Needle BiopsySuatu teknik biopsi yang dipandu dengan alat imaging, sehingga akurasi pengambilan sample jauh lebih baik. Karena teknik biopsi ini menggunakan jarum yang sangat kecil jadi bersifat less invasive.
5. Intravascular UltrasoundAlat ultrasound dimasukkan dalam pembuluh darah sehingga didapatkan gamabaran pembuluh darah yang bermasalah menjadi lebih baik.
6. Ekstraksi Benda AsingIR juga dapat dilakukan untuk mengambil benda asing yang masuk dalam tubuh kita, tentunya benda yang dimaksud adalah yang sulit dijangkau. Kalau cuma serangga atau biji kwaci yang masuk dalam liang telinga atau hidung mah ga usah pake IR kali...^^. Cara ekstraksi yaitu dengan kateter yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah setelah sebelumnya dilakukan imaging untuk mengetahui letak benda asing tersebut.
7. Trombolisis (Injeksi Clot-Lysing Agent)Cara ini yaitu menginjeksikan suatu bahan yang dapat melarutkan gumpalan bekuan darah yang berisiko menyumbat pembuluh darah. Contohnya adalah Tissue Plasminogen Activator (TPA). Biasanya cara ini ampuh untuk mengatasi kasus CHD (Coronary Heart Disease) akibat bekuan darah maupun Stroke.
Tindakan radiologi intervensional dilakukan dengan memasukkan sebuah kawat kateter ke
dalam pembuluh darah arteri, makanya sering disebut dengan tindakan kateterisasi. Bahkan
ruang angiografi sering disebut dengan cathlab (Catheterization laboratory).
Tindakan radiologi intervensional biasanya dilakukan oleh dokter spesialis radiologi intervensi
(Sp. Rad (k) I) dan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (Sp. JP), dibantu oleh
asistennya. Yang termasuk asisten tersebut dapat berupa dokter residen dan perawat.
Jarang sekali ditemui radiografer di kegiatan radiologi intervensional ini.
ada fenomena menarik, IAEA sekarang mengeluarkan terminologi baru untuk menggantikan
istilah radiologi intervensional, yaitu fluoroskopi intervensional dan kardiologi intervensional. Penggantian terminologi tersebut, apakah memiliki keterkaitan antara
pelaksana tindakan radiologi intervensional dan organisasi yang menaunginya? Silakan di
ulas dan dilakukan kajian lebih mendalam…
kembali ke topik radiologi intervensional. Apa yang menarik dari tindakan tersebut? Ya,
seperti dijelaskan sebelumnya, tindakan tersebut menggunakan sinar-X. Bukan hanya itu,
tindakan tersebut juga membutuhkan kehadiran dokter atau personil yang berada dekat
dengan pasien dan sinar-X-nya.
Sudah tertangkap, kenapa menarik bukan?, dapat dibayangkan berapa dosis radiasi yang
diterima oleh pasien dan personil yang terlibat dalam tindakan dan berada di dalam ruang
cathlab selama melakukan tindakan.
Sebagai gambaran, tindakan cathlab membutuhkan 2 (dua) mode dalam pengoperasian
pesawat angiografi yaitu mode fluoroskopi dan mode cinegrafi.
1. Mode fluoroskopi
Pada dasarnya fluoroskopi digunakan untuk studi dan deteksi dari pergerakan bagian tubuh
selama tindakan invasif dengan memposisikan bagian tubuh secara optimal agar didapatkan
citra yang lebih baik. Peralatan utama pesawat sinar-X fluoroskopi terdiri dari generator dan
tabung sinar-X, panel kontrol, penguat citra (Image Intensifier), dan monitor citra.
Pada tindakan intervensional, fluoroskopi digunakan untuk memantau pergerakan dan posisi
kateter yang masuk pada pembuluh darah menuju lokasi pengamatan secara langsung (real
time). Misal, tindakan DSA Cerebral, tujuan kateter ke pembuluh darah otak.
Beberapa hal yang mempengaruhi dosis radiasi pada pasien dan personil pelaksana tindakan
dengan mode fluoroskopi:
a. Tegangan tabung (kVp): ini menentukan daya tembus dari berkas sinar-X dan radiasi yang
keluar sama dengan kVp. Normal kVp adalah sekitar 70 sampai 80 kVp, tetapi kemungkinan
dapat meningkat untuk pasien yang lebih gemuk. Pasien yang kurus dan anak kecil akan
membutuhkan pengaturan kVp yang lebih rendah. Kontras citra akan bertambah besar pada
kVp yang lebih rendah tetapi dosis pasien akan meningkat. Jika Automatic Brightness Control
(kontrol cahaya otomatis) digunakan, kVp dikontrol secara otomatis.
b. Kuat arus tabung (mA): kuat arus tabung adalah jumlah dari emisi radiasi per detik.
Peningkatan dari produksi arus seimbang dengan peningkatan radiasi yang keluar, paparan
pasien, dan brightness citra. Jika kualitas citra pada monitor TV kurang bagus untuk pasien
yang kurus, ini dapat diperbaiki dengan meningkatkan mA. Untuk pasien yang lebih kurus
lebih disukai dengan peningkatan kVp, akibatnya akan meningkatkan radiasi yang keluar
sehingga membutuhkan pengurangan mA. Untuk pasien yang sangat kurus maka
membutuhkan pengaturan peningkatan kVp dan mA.
c. Waktu penyinaran: lamanya waktu penyinaran memerlukan kontrol yang tepat. Operator
harus perhatian terhadap lamanya waktu pasien dipapari radiasi. Meskipun tergantung pada
sejumlah faktor, pasien menerima laju dosis masuk kulit pada 75 kVp dan 1 mA adalah 10
mGy/menit, dan 50 mGy/menit pada 90 kVp dan 3 mA. Waktu penyinaran dan paparan
radiasi dapat dikurangi dengan penyinaran yang sedikit mungkin dengan radiasi yang sekecil
mungkin dan menggunakan fasilitas perekam citra untuk pemeriksaan citra yang lebih detil.
d. Kolimasi berkas sinar-X: pengurangan dosis yang besar dari pasien dan pekerja dapat
dicapai dengan menggunakan kolimator untuk mengatur ukuran berkas sinar-X. Ukuran
berkas harus disesuaikan dengan kebutuhan visualisasi anatomi. Bila visualisasi yang
dibutuhkan kecil maka ukuran berkas kolimatornya juga kecil. Kualitas citra dapat
ditingkatkan dengan mengurangi sejumlah besar hamburan radiasi dari luar bagian yang
dituju sampai ke penguat citra. Biasanya diameter penguat citra yang digunakan kecil (sekitar
30 cm). Namun, tidaklah tepat mengkolimasi daerah menjadi lebih kecil.
e. Geometri: pasien harus diletakkan pada posisi yang sedekat mungkin dengan penguat
citra, begitu juga jarak pasien dengan tabung sinar-X. Keuntungannya adalah pengurangan
dosis masuk kulit untuk pasien, dan magnifikasi dan distorsi geometri rendah. Ketebalan
pasien juga mempengaruhi dosis. Laju dosis dan dosis akumulasi akan lebih besar untuk
pasien yang lebih besar dan bagian tubuh yang tebal. Pasien yang lebih besar membutuhkan
radiasi sampai 10 kali lipat untuk kualitas citra yang lebih bagus dibandingkan dengan pasien
yang lebih kurus.
f. Hamburan radiasi: merupakan bagian dari berkas sinar-X terhambur dari pasien dan dapat
mencapai operator, pada umumnya semakin banyak radiasi yang diterima pasien maka
semakin banyak pula radiasi yang diterima oleh operator. Hamburan berkurang dengan cepat
sebagaimana jarak dari pasien yang meningkat. Hal ini sangat penting untuk dicatat bahwa
tingkat tertinggi dari hamburan datang dari sisi pasien yang berhadapan dengan tabung sinar-
X, dimana intensitas berkas sinar-X terbesar, dan terdapat hamburan yang kecil dari sisi
pasien yang berhadapan dengan penguat citra. Tabung sinar-X secara ideal berada di bawah
pasien.
2. Mode sinegrafi atau sine fluorografi
Unit fluoroskopi biasanya memiliki perekam citra atau fluorografi. Perekam citra tersebut
dapat berupa citra digital yang menggunakan film diam (spot film) atau citra gerak (sine).
Selama fluoroskopi normal menggunakan sinar-X tingkat rendah dan dosis yang
dihasilkannya pun relatif rendah, sedangkan selama sine membutuhkan sinar-X tingkat tinggi
dan dosis yang dihasilkannya pun besar. Laju dosis yang dihasilkan selama sine biasanya 10
– 20 kali lebih besar dibandingkan dengan fluoroskopi biasa.
Pemeriksaan dengan sistem sine fluorografi telah dikembangkan dengan luas untuk
pemeriksaan pembuluh darah yang membutuhkan suatu dokumen yang berisi fungsi dinamik
fisiologi seperti hati dan aliran darah. Walaupun berguna untuk peralatan diagnostik, tapi
pemeriksaan sine mempunyai potensial yang tinggi untuk meningkatkan paparan radiasi
kepada pasien dan pekerja yang melakukan tindakan.
Alasan dasar besarnya paparan radiasi saat sine karena pemeriksaan memerlukan beberapa
kali rekaman citra berkualitas baik. Hal ini diperoleh dengan memberi paparan yang besar
pada pasien. Faktor yang memberi kontribusi paparan radiasi tinggi pada pekerja adalah
adanya kesulitan untuk melindungi pekerja dari radiasi hambur karena proyeksi sinar-X yang
berubah-ubah.
Kebanyakan dari komponen sine fluorografi seperti tabung sinar-X, tabung penguat citra, dan
catu daya yang mempunyai kesamaan dengan komponen pada sistem fluoroskopi
konvensional, satu hal yang berbeda adalah kapasitas penyimpanan panas yang tinggi pada
tabung sinar-X. Komponen lain yang tidak ditemukan dalam sistem fluoroskopi konvensional
adalah kamera sine.
Sine fluorografi biasanya digunakan untuk merekam pergerakan zat kontras yang
dimasukkan ke pembuluh darah untuk mendiagnosis gejala penyakit yang diderita pasien,
seperti informasi lokasi dan jumlah penyempitan pembuluh darah. Sine digital biasanya
menyediakan kamera dengan kecepatan operasi sampai 90 frame per detik (90 fps). Namun,
kecepatan operasi yang sering ada pada alat sine digital adalah 15, 25, 30, 60, dan 90 fps.
Laju frame yang tinggi biasanya digunakan dalam kardiografi, khususnya untuk pencitraan
pediatrik. Waktu paparan yang diperlukan berorde 5 milidetik (5 ms).
Pada kondisi fluoroskopi normal biasanya paparan radiasi yang diperlukan untuk mencapai
penguat citra adalah 30 µR per detik dan pada saat sine diperlukan sekitar 20 µR per frame.
Jadi apabila alat disetting 30 fps maka radiasi meningkat hingga 20 kali.
Sistem sinar-X yang menghasilkan laju paparan radiasi tinggi tersebut memerlukan generator
sinar-X dengan kapasitas tenaga besar dan tabung dengan kapasitas panas yang besar,
sehingga membuat sistem ini menjadi mahal.
Salah satu keuntungan perekaman digital adalah jumlah data yang volumenya kecil.
Tindakan pemeriksaan kateterisasi untuk orang dewasa biasanya memerlukan perekaman 5 -
10 kali dengan waktu 6 - 7 detik dengan setting 30 fps. Dengan demikian setiap pasien
memiliki citra sebanyak 2000 atau lebih. Citra yang terekam dari sistem sine biasanya
memiliki resolusi citra minimum dengan matriks 512 x 512 dan besarnya pixel adalah 1 - 1,5
bytes (8 - 12 bits).
Sesuai data tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap perekaman memerlukan 0,25 - 0,39
MB, dan setiap tindakan memerlukan 500 - 750 MB data. Ketika resolusi citra ditingkatkan
menjadi matriks 1024 x 1024 mengakibatkan kerugian yaitu peningkatan jumlah titik berwarna
dan/atau dosis radiasi pasien akan besar seiring dengan besarnya jumlah citra dan laju data.
Data yang diperoleh untuk resolusi 512 x 512 adalah 7,5 - 12 MB per detik sama dengan 60 -
90 MHz, sedangkan untuk resolusi 1024 x 1024, laju data akan menjadi 4 kali lebih besar dari
resolusi 512 x 512. Penggunaan resolusi 1024 x 1024 biasanya untuk laju frame perekaman
yang rendah.
Dari uraian di atas dapat diketahui sumber dari dosis radiasi yang diterima oleh pasien dan
personil yang melakukan tindakan intervensional. Besarnya dosis radiasi yang diterima
merupakan gabungan dari dosis mode fluoroskopi dan dari mode sine fluorografi.
Kembali ke pengalaman Bulan ini, memperhatikan contoh kasus tindakan intervensional yang
dilakukan oleh seorang dokter spesialis radiologi dibantu oleh beberapa asistennya yang
semuanya statusnya residen radiologi, bayangan saya teringat 7 (tujuh) Tahun yang lalu dan
memunculkan kesimpulan: belum ada perubahan yang signifikan. semoga hanya
kesimpulan sementara dan salah.
Perubahan hanya terjadi pada regenerasi saja, yang tua tergantikan dengan yang muda.
Namun prosedur, sistem dan pola proteksi dan keselamatan radiasi masih sama seperti
masa lalu. Yaitu:
1. Fasilitas radiologi intervensional mayoritas ada di instalasi jantung dan tidak ada kerjasama dengan Instalasi Radiologi, misal dalam hal organisasi proteksi radiasi. Sehingga efeknya adalah pesawat sinar-X yang digunakan tidak ada izin pemanfaatannya dari BAPETEN. Jadi ada permasalahan mengenai organisasi proteksi radiasi di instalasi tersebut.
2. Jumlah pekerja yang terlibat dalam setiap tindakan antara 3 - 5 orang.3. Semua pekerja yang terlibat dalam tindakan belum mengikuti pelatihan proteksi
radiasi di bidang radiologi intervensional.4. Hanya dokter spesialis radiologi yang memiliki dan memakai Film/TLD badge,
asistennya tidak menggunakan film/TLD badge. Karena di instalasi radiologi, dokter spesialis radiologi terdaftar sebagai pekerja radiasi.
5. Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah tidak menggunakan film/TLD Badge.6. Asisten dokter yang membantu pelaksanaan tindakan intervensi adalah dokter
residen dan perawat. Jarang dijumpai ada radiografer yang membantu mengoperasikan pesawat sinar-X.
7. peralatan proteksi radiasi yang digunakan pekerja hanya apron dan pelindung tiroid, kalaupun ada kaca mata Pb itupun jarang digunakan.
8. Saat tindakan, tabir kaca Pb yang menggantung untuk melindungi bagian atas personil dari hamburan radiasi tidak digunakan.
9. Pada log book hanya terdapat data pasien, jenis tindakan dan dokter yang menangani tindakan tersebut tetapi tidak mencantumkan waktu total fluoroskopi dan sine per tindakan, dosis kumulatif, dan DAP.
Kemudian, mengenai perkiraan berapa dosis yang diterima oleh pasien. Di komputer konsul
sebenarnya sudah tercantumkan informasi tentang hal tersebut. sebagaimana terekam dari catatan saya, saat mengamati 2 tindakan DSA cerebral.
Hasil pencatatan lamanya tindakan dan besarnya dosis yang terekam di panel kontrol (monitor konsul) :a. Lama tindakan 47 – 48 menitb. Cumulative Dose 685 – 931 mGyc. Dose Area Product (DAP) 129 – 166 Gy.cm2 d. Focus Distance (FD) 31 cme. Image Intensifier – Focus Distance 90 – 119 cm
Istilah cumulative dose atau juga biasa disebut dose entrance merupakan jumlah akumulasi dosis karena mode fluoroskopi dan mode sine fluorografi.Cumulative dose merupakan kerma udara yang diukur pada jarak 15 cm dari isosenter ke arah fokus. Titik itulah yang dalam IEC standard 60601–2–43 disebut sebagai IRP (interventional reference point).Perkiraan dosis pasien dapat diketahui dengan menghitung PSD (Peak Skin Dose) dari cumulative dose tersebut. cara yang paling mudah adalah dengan inverse square law. Atau di referensi penelitian-penelitian lain menggunakan software siemens ceregraph.
Dose area product (DAP) merupakan indikator risiko radiasi yang bagus untuk pasien, karena tidak hanya mengetahui besarnya dosis serap yang diterima pasien selama pemeriksaan namun juga menunjukkan luasan daerah yang teriradiasi.DAP didefinisikan sebagai integral dosis dari berkas sinar-X selama penyinaran. DAP mudah untuk diukur. Metode yang sederhana yaitu dengan menempatkan DAP meter pada berkas radiasi antara kolimator dengan pasien, biasanya nempel pada ujung kolimator. DAP juga dapat diperoleh melalui perhitungan, sebagaimana persamaan berikut:
Dengan DAP = dose area product (mGy.cm2), L = beban tabung (mAs), D0 = keluaran radiasi yang dinormalisasi dalam mGy/mAs pada jarak 1 meter, FSD = Focus Skin Distance, dan A = luasan berkas radiasi pada permukaan kulit (cm2). D0 dapat diketahui dari grafik keluaran radiasi (atau dapat dibaca lagi pada bagian ini).
Data DAP diakulumasi selama fluoroskopi dan fluorografi (sine). Nilai yang tercatat menunjukkan batas maksimum dosis yang diserap oleh pasien tanpa adanya transmisi dan hamburan. Dari nilai DAP yang diperoleh, untuk menghitung dosis efektif yang diterima oleh pasien dalam rangka memperkirakan risko stokastik akan tidak mudah untuk dilakukan, kecuali dengan mengasumsikan adanya faktor bobot rata-rata seluruh jaringan yang kena risiko.
Semoga menjadi perhatian yang serius ini pelayanan radiologi intervensional / kardiologi intervensional / fluoroskopi intervensional dari aspek proteksi dan keselamatan radiasinya.
Pustaka[1] Collins Lee, “Radiation Protection for Staff Involved in Fluoroscopy Procedures”, Notes Prepared for Gastroenterological Society of Australia, Medical Physics Dept., Westmead Hospital, NSW, 2001. [2] American Association of Physicists in Medicine, “Managing The Use of Fluoroscopy in Medical Institutions”, AAPM Report No. 58, Medical Physics Publishing, 1998. [3] American Association of Physicists in Medicine, “Evaluation of Radiation Exposure Levels in Cine Cardiac Catheterization Laboratories”, AAPM Report No. 12, American Institute of Physics, 1984.[4] Richard A. Geise, PhD., “Fluoroscopy: Recording of Fluoroscopic Images and Automatic Exposure Control”, The AAPM/RSNA Physics Tutorial for Residents, Imaging & Therapeutic
Technology, 2001.[5] American Association of Physicists in Medicine, “Cardiac Catheterization Equipment Performance”, AAPM Report No. 70, Medical Physics Publishing, 2001.[6] Donald L. Miller, et al., Radiation Doses in Interventional Radiology Procedures: The RAD-IR Study Part I: Overall Measures of Dose, Clinical Studies, J Vasc Interv Radiol 2003;14:711–727.[7] Bidemi I. Akinlade, et al., Survey of Dose Area Product Received By Patients Undergoing Common Radiological Examinations in Four Centers in Nigeria, Journal of Applied Clinical Medical Physics, Volume 13, Number 4, 2012.