ra crs

Upload: weny-mayrenda

Post on 05-Apr-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/2/2019 RA CRS

    1/26

    1

    BAB I

    STATUS PASIEN

    I. Identitas Pasiena. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. H / perempuan / 55 tahunb. Pekerjaan/Pendidikan : PNS (Guru)/ S1c. Alamat : Tahtul Yaman

    II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluargaa. Status Perkawinan : Menikahb. Jumlah anak/saudara : anak 1 orangc. Status ekonomi keluarga

    1) Mampu : +2) Miskin : -

    d. KB : -e. Kondisi Rumah : baik (tempat tinggal bersih, ventilasi dan

    penerangan cukup memadai)

    f. Kondisi Lingkungan Keluarga : baik

    III.Aspek Psikologis di Keluarga : baik

    IV.Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :- Riwayat darah tinggi disangkal

  • 8/2/2019 RA CRS

    2/26

    2

    - Riwayat kencing manis disangkal- Riwayat keluarga dengan gejala yang sama disangkal

    V. Keluhan Utama :Nyeri pada kedua tangan dan kedua kaki 6 bulan terakhir

    VI.Keluhan Tambahan :Nyeri dirasakan terutama pada pagi hari setelah bangun tidur.

    VII.Riwayat Penyakit Sekarang : (autoanamnesa)Pasien datang ke Puskesmas Induk Olak Kemang dengan keluhan nyeri

    pada kedua tangan dan kedua kaki. Pasien mengeluh nyeri pada kedua tangan,

    pada jari-jari tangan kanan dan kiri hingga pergelangan tangan, serta kedua

    kaki dari ujung jari hingga ke tumit sejak 6 bulan terakhir. Nyeri dirasakan

    pasien terutama pada pagi hari setelah bangun tidur. Setelah bangun tidur pagi

    hari pasien membutuhkan waktu 30 menit untuk merelakskan jari-jari kedua

    tangan dan jari-jari kedua kaki hingga ke tumit.

    Pasien mengaku makanan tidak mempengaruhi nyeri pada kedua tangan

    dan kakinya. Pasien menyangkal adanya nyeri pada kedua lutut dan panggul.

    Demam, batuk, pilek dan nyeri ulu hati tidak ada. BAK dan BAB

    normal. Pasien belum pernah berobat sebelumnya, pasien mengeluh nyeri

    pada kedua tangan dan kaki terasa sejak 6 bulan terakhir, hingga sekarang

    nyeri tidak juga menghilang dan akhirnya pasien memutuskan berobat ke

    Puskesmas Olak Kemang.

  • 8/2/2019 RA CRS

    3/26

    3

    VIII. Pemeriksaan Fisik :Keadaan Umum

    1. Keadaan sakit : tampak sakit sedang2. Kesadaran : compos mentis3. Suhu : 36C4. Nadi : 90x/menit5. Pernafasan

    - Frekuensi : 18x/menit

    - Irama : reguler

    - Tipe : thorakoabdominal

    6. Tinggi badan : 160 cm7. Berat badan : 60 Kg8. Kulit

    - Turgor : baik

    - Lembab / kering : lembab

    - Lapisan lemak : ada

    Pemeriksaan Organ

    1. Kepala Bentuk : normocephalEkspresi : tampak kesakitan

    Simetri : simetris

    2. Mata Exopthalmus/enophtal: (-)Kelopak : normal

  • 8/2/2019 RA CRS

    4/26

    4

    Conjungtiva : anemis (-/-)

    Sklera : ikterik (-/-)

    Kornea : normal

    Pupil : bulat, isokor, RC+/+

    Lensa : normal, keruh (-)

    3. Hidung : tak ada kelainan4. Telinga : tak ada kelainan5. Mulut Bibir : basah, tidak pucat

    Bau pernafasan : normal

    Gigi geligi : lengkap

    Palatum : deviasi (-)

    Gusi : warna merah muda,

    perdarahan (-)

    Selaput Lendir : normal

    Lidah : putih kotor (-), ulkus (-)

    6. Leher KGB : tak ada pembengkakanKel.tiroid : tak ada pembesaran

    JVP : 5 - 2 mmHg

    7. Thorax Bentuk : simetrisPergerakan dinding dada : tidak ada yang

    tertinggal

  • 8/2/2019 RA CRS

    5/26

    5

    Pulmo

    Pemeriksaan Kanan Kiri

    Inspeksi Statis : simetris

    Dinamis : simetris

    Statis : simetris

    Dinamis : simetris

    Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal

    Perkusi Sonor

    Batas paru-hepar :ICS

    VI kanan

    Sonor

    Auskultasi Wheezing (-), Ronkhi

    (-)

    Wheezing (-), Ronkhi

    (-)

    Jantung

    Inspeksi

    Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula

    kiri

    Palpasi

    Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula

    kiri

    Perkusi Batas-batas jantung :

    Atas : ICS II kiri

    Kanan : linea sternalis kanan

    Kiri : ICS VI linea midclavicula kiri

    Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

    Abdomen

    Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)

    Palpasi Hepar dan lien tak teraba

    Perkusi Timpani

    Auskultasi Bising usus (+) normal

  • 8/2/2019 RA CRS

    6/26

    6

    8. Ekstremitas AtasWarna : sawo matang Jari tabuh : (-)

    Kuku : tidak kotor Edema : (-)

    Tremor : (-) Kekuatan : 5 / 5

    Sendi : nyeri (+) / (+) => metacarpophalangeal

    Deformitas : (-) / (-)

    9. Ekstremitas bawahLuka : (-) / (-) Varises : (-) / (-)

    Parut : (-) / (-) Gerakan : luas / luas

    Sendi : nyeri (+) / (+) Suhu raba : N / N

    Kekuatan : 5 / 5 Deformitas : (-) / (-)

    Edema : (-) / (-)

    IX.Pemeriksaan Penunjang :Uric acid = 5,0 mg/dl (3,0-6,0 mg/dl)

    X. Diagnosis Kerja :Rematoid atritis

    XI.Diagnosis Banding :- Osteoartritis- Gout

    XII. Pemeriksaan Anjuran :- Pemeriksaan Radiologi- Pemeriksaan faktor reumatoid serum

  • 8/2/2019 RA CRS

    7/26

    7

    XIII.Manajemen1. Preventif :

    1. Menjaga kesehatan tubuh2. Mengkonsumsi diet yang kaya buah serta sayuran dan kurang

    mengandung produk daging serta lemak.

    2. Promotif :1. Monitor berat badan2. Minum obat yang teratur3. Evaluasi / kontrol ulang kepada dokter4. Terapi fisik dengan fisioterapi

    3. Kuratif :- OAINS : Ibuprofen 3 x 1 tablet/hr- Prednison 1 x 1 tablet/hr- Diazepam 1 x 1 tablet/hr- Kalk 3 x 1 tablet/hr- Vitamin Bcomp. 1 x 1 tablet/hr

  • 8/2/2019 RA CRS

    8/26

    8

    Dinas Kesehatan Kota Jambi

    Puskesmas : Puskesmas Induk Olak Kemang

    Jalan : Kelurahan Olak kemang Kota Jambi

    Dokter : Weny

    Tanggal : 16 April 2012

    R/ Ibuprofen tab mg 200 no. IX

    s 3 d d tab 1

    R/ Diazepam tab mg 2 no. VII

    s 1 d d tab 1

    R/ Prednison tab mg 5 no. VII

    s 1 dd tab I

    R/ kalk tab no. IX

    s 3 d d tab 1

    R/ Vit.Bcom tab no. VII

    s 1 d d tab 1

    Pro : Ny. H Umur : 55 tahun

    Alamat : Tahtul Yaman

  • 8/2/2019 RA CRS

    9/26

    9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Pendahuluan

    Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas

    serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan

    suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif

    simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga

    melibatkan organ tubuh lainnya.1

    Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang

    timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan

    persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas

    bahkan kematian dini. Walaupun faktor genetik, hormon sex, infeksi dan umur

    telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit

    ini.hingga etiologi AR yang sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti.

    1

    II. 2 Definisi

    Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian

    (biasanya sendi tangan dan kaki) secara Artritis rematoid juga bisa menyebabkan

    sejumlah gejala di seluruh tubuh.2

    Penyakit ini terjadi pada sekitar 1% dari jumlah penduduk, dan wanita 2-3

    kali lebih sering dibandingkan Biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50

    tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun.2

    II.3 Etiologi

    Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi berbagai faktor (termasuk

    kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi autoimun.3

  • 8/2/2019 RA CRS

    10/26

    10

    II.4 Gejala Klinis

    Gejala klinis utama AR adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya

    kerusakan pada rawan sendi dan tulang disekitarnya. Kerusakan ini terutama

    mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umum nya bersifat simetris.

    Pada kasus AR yang jelas diag-nosis tidak begitu sulit untuk ditegakkan. Akan

    tetapi pada masa permulaan penyakit, seringkali gejala AR tidak bermanifestasi

    dengan jelas, sehingga kadang kadang timbul kesulitan dalam menegakkan

    diagnosis. Walaupun demikian dalam menghadapi AR yang pada umumnya

    berlangsung kronis ini, seorang dokter tidak perlu terlalu cepat untuk menegakkan

    diagnosis yang pasti. Adalah lebih baik untuk menunda diagnosis AR selamabeberapa bulan dari pada gagal mendiagnosis terdapatnya jenis artritis lain yang

    seringkali memberi-kan gejala yang serupa5. Pada penderita harus diberi tahukan

    bahwa semakin lama diagnosis AR tidak dapat ditegakkan dengan pasti oleh

    seorang dokter yang berpengalaman, umumnya akan semakin baik pula prognosis

    AR yang dideritanya.4,5

    II.5 Kriteria Diagnosis

    Kriteria diagnostik AR disusun untuk pertama kalinya oleh suatu komite

    khusus dari American Rheumatism Association (ARA) pada tahun 1956. Karena

    kriteria tersebut dianggap tidak spesifik dan terlalu rumit untuk digunakan dalam

    klinik, komite tersebut melakukan peninjauan kembali terhadap kriteria klasifikasi

    AR tersebut pada tahun 1958.4,5

    Dengan kriteria tahun 1958 ini ini seseorang dikatakan menderita AR

    klasik jika memenuhi 7 dari 11 kriteria yang ditetapkan, definit jika memenuhi 5

    kriteria, probable jika memenuhi 3 kriteria dan possible jika hanya memenuhi 2

    kriteria saja. Walaupun kriteria tahun 1958 ini telah digunakan selama hampir 30

    tahun, akan tetapi dengan terjadinya perkembangan pengetahuan yang pesat

    mengenai AR, ternyata diketahui bahwa dengan menggunakan kriteria tersebut

    banyak dijumpai kesalahan diagnosis atau dapat me-masukkan jenis artritis lain

    seperti spondyloarthro-pathy seronegatif, penyakit pseudorheumatoid akibat

    deposit calcium pyrophosphate dihydrate, lupus erite-matosus sistemik,

  • 8/2/2019 RA CRS

    11/26

    11

    polymyalgia rheumatica, penyakit Lyme dan berbagai jenis artritis lainnya sebagai

    AR.4,5

    Pembagian AR sebagai classic, definite, probable dan possible, secara

    klinis juga dianggap tidak relevan lagi. Hal ini disebabkan karena dalam praktek

    sehari hari, tidak perlu dibedakan penata-laksanaan AR yang classic dari AR

    definite. Selain itu seringkali penderita yang terdiagnosis sebagai menderita AR

    probable ternyata menderita jenis artritis yang lain.

    Walaupun peranan faktor reumatoid dalam pato-genesis AR belum dapat

    diketahui dengan jelas, da-hulu dianggap penting untuk memisahkan kelompok

    penderita seropositifdari seronegatif. Akan tetapi pada faktanya, faktor reumatoid

    seringkali tidak dapat dijumpai pada stadium dini penyakit atau pembentukan nya

    dapat ditekan oleh disease modifying anti-rheumatic drugs (DMARD). Selain itu

    spesifisitas faktor reumatoid ternyata tidak dapat diandalkan karena dapat pula

    dijumpai pada beberapa penyakit lain. Dua kriteria tahun 1958 yang lain seperti

    analisis bekuan musin dan biopsi membran sinovial memerlukan prosedur invasif

    sehingga tidak praktis untuk digunakan dalam diagnosis rutin.

    Dengan menggabungkan variabel yang paling sensitif dan spesifik pada

    262 penderita AR dan 262 penderita kontrol, pada 1987 ARA berhasil dilakukan

    revisi susunan kriteria klasifikasi reumatoid artritis dalam format tradisional yang

    baru. Susunan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:4,5

    1987 Revised A.R.A. Criteria for Rheumatoid Arthritis

    1. Kaku pagi hari2. Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih3. Artritis pada persendian tangan4. Artritis simetris5. Nodul reumatoid6. Faktor reumatoid serum positif7. Perubahan gambaran radiologis

  • 8/2/2019 RA CRS

    12/26

    12

    Penderita dikatakan menderita AR jika memenuhi sekurang kurangnya kriteria 1

    sampai 4 yang diderita sekurang kurangnya 6 minggu.4,5

    Tabel 1. Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid5

    No Kriteria Definisi

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    Kaku pagi hari

    Artritis pada 3 daerah

    persendian atau lebih

    Artritis pada persendian tangan

    Artritis simetris

    Nodul reumatoid

    Faktor reumatoid serum positif

    Perubahan gambar radiologis

    Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan

    sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum

    perbaikan maksimal

    Pembengkakan jaringan lunak atau persendian

    atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada

    sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan

    yang diobservasi oleh seorang dokter

    Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu

    persendian tangan seperti tertera diatas

    Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera

    pada kriteria 2 pada kedua belah sisi (keterlibatan

    PIP, MCP atau MPT bilateral dapat diterima

    walaupun tidak mutlak bersifat simetris)

    Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau

    permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler

    yang diobservasi oleh seorang dokter

    Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid

    serum yang diperiksa dengan cara memberikan

    hasil positif kurang dari 5% kelompok koktrol

    yang diperiksa.

    Pada pemeriksaan sinar-X tangan posterior atau

    pergelangan tangan yang harus menunjukkan

    adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang

    berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan

    dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja

    tidak memenuhi persyaratan)

    II.6 Konsep Pengobatan AR

    Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan dan

    pengobatan AR yang sempurna, saat ini pengobatan pada penderita AR ditujukan

    untuk:

    4,5

  • 8/2/2019 RA CRS

    13/26

    13

    1. Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik2. Mencegah terjadinya destruksi jaringan3. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar

    tetap dalam keadaan baik.

    4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persen dian yang terlibat agarsedapat mungkin menjadi normal kembali.

    Dalam pengobatan AR umumnya selalu dibutuh kan pendekatan

    multidisipliner. Suatu team yang idealnya terdiri dari dokter, perawat, ahli

    fisioterapi, ahli terapi okupasional, pekerja sosial, ahli farmasi, ahli gizi dan ahli

    psikologi, semuanya memiliki peranan masing masing dalam pengelolaanpenderita AR baik dalam bidang edukasi maupun penatalaksanaan pengobatan

    penyakit ini. Pertemuan berkala yang teratur antara penderita dan keluarganya

    dengan team pengobatan ini umumnya akan memungkinkan penatalaksanaan

    penderita menjadi lebih baik dan juga akan meningkatkan kepatuhan penderita

    untuk berobat.

    Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus

    dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara

    penderita dan keluarganya dengan dokter atau team pengobatan yang merawatnya.

    Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara

    ketaatan penderita untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup

    lama.4,5

    II.7 Peranan Pendidikan dalam Pengobatan AR

    Penerangan tentang kemungkinan faktor etiologi, patogenesis, riwayat

    alamiah penyakit dan penatalaksanaan AR kepada penderita merupakan hal yang

    amat penting untuk dilakukan. Dengan penerangan yang baik mengenai

    penyakitnya, penderita AR diharapkan dapat melakukan kontrol atas perubahan

    emosional, motivasi dan kognitif yang terganggu akibat penyakit ini.

    Saat ini terdapat telah banyak publikasi tentang manfaat pendidikan dini

    pada penderita AR. Salah satu yang banyak dilaksanakan di Amerika Serikat dan

  • 8/2/2019 RA CRS

    14/26

    14

    Kanada adalah adalah The Arthritis Self Management Program, yang

    diperkenalkan oleh Lorig dkk. dari Stanford University. Peningkatan pengetahuan

    penderita tentang penyakitnya telah terbukti akan meningkatkan motivasinya

    untuk melakukan latihan yang dianjurkan, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri

    yang dialaminya.4,5

    II.8 TrendPengobatan AR Saat Ini

    Berbeda dengan trend pada dekade yang lalu, saat ini banyak di antara

    para ahli penyakit reumatik yang telah meninggalkan cara pengobatan tradisional

    yang menggunakan 'piramida terapeutik. Beberapa ahli bahkan menganjurkan

    untuk menggunakan pendekatan step down bridge dengan menggunakan

    kombinasi beberapa jenis DMARD yang dimulai pada saat yang dini untuk

    kemudian dihentikan secara bertahap pada saat aktivitas AR telah dapat

    terkontrol.4,5

    Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa penatalaksanaan yang efektif

    hanya dapat dicapai bila pengobatan dapat diberikan pada masa dini penyakit.

    II.9 Penggunaan OAINS dalam Pengobatan AR

    Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada

    penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri

    sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi

    sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga

    memberikan efek analgesik yang sangat baik.

    OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase

    sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah hambatan

    enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan tetapi jelas bahwa

    OAINS berkerja dengan cara:4,5

    o Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal

  • 8/2/2019 RA CRS

    15/26

    15

    o Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin,

    serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).

    o Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan

    o Menghambat proliferasi seluler

    o Menetralisasi radikal oksigen

    o Menekan rasa nyeri

    Selama ini telah terbukti bahwa OAINS dapat sangat berguna dalam

    pengobatan AR, walaupun OAINS bukanlah merupakan satu satunya obat yang

    dibutuhkan dalam pengobatan AR. Hal ini di sebabkan karena golongan OAINS

    tidak memiliki khasiat yang dapat melindungi rawan sendi dan tulang dari proses

    destruksi akibat AR. Untuk mengatasi proses destruksi tersebut masih diperlukan

    obat obatan lain yang termasuk dalam golongan DMARD.4,5

    II.10 Efek Samping OAINS pada Pengobatan Penderita AR

    Semua OAINS secara potensial umumnya ber-sifat toksik. Toksisitas

    OAINS yang umum dijumpai adalah efek sampingnya pada traktus

    gastrointestinalis terutama jika OAINS digunakan bersama obat obatan lain,

    alkohol, kebiasaan merokok atau dalam keadaan stress. Usia juga merupakan

    suatu faktor risiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat

    OAINS. Pada penderita yang sensitif dapat digunakan preparat OAINS yang

    berupa suppositoria, pro drugs, enteric coated, slow release atau non-acidic.

    Akhir akhir ini juga sedang dikembangkan OAINS yang bersifat selektif terhadap

    jalur COX-2 metabolisme asam arakidonat. OAINS yang selektif terhadap jalur

    COX-2 umumnya kurang berpengaruh buruk pada mukosa lambung dibandingkan

    dengan preparat OAINS biasa.

    Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan OAINS

    antara lain adalah reaksi hiper-sensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta

    pe-nekanan sistem hematopoetik.

  • 8/2/2019 RA CRS

    16/26

    16

    Selama duapuluh tahun terakhir ini, berbagai jenis OAINS baru dari berbagai

    golongan dan cara penggunaan telah dapat diperoleh di pasaran. Dalam memilih

    suatu OAINS untuk digunakan pada seorang penderita AR, seorang dokter

    umumnya harus mempertimbangkan beberapa hal seperti: 4,5

    o Khasiat anti inflamasi

    o Efek samping obat

    o Kenyamanan / kepatuhan penderita

    o Biaya.

    Karena faktor seperti khasiat anti inflamasi, efek analgesik, beratnya efek

    samping atau biaya dari berbagai jenis OAINS saat ini umumnya masih tidak jauh

    berbeda, sejak beberapa tahun terakhir ini pilihan OAINS lebih banyak

    bergantung pada faktor kenyamanan dan kepatuhan penderita dalam

    menggunakan OAINS.

    II. 11 Penggunaan DMARD pada Penderita AR

    Pada dasarnya saat ini terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian

    DMARD pada pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian

    DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini

    didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada masa dini

    penyakit. Brook and Corbett, pada penelitiannya menemukan bahwa 90%

    penderita AR telah menunjukkan gambaran erosi secara radiologis pada dua tahun

    pertama setelah menderita penyakit. Hasil pengobatan jangka panjang yang buruk

    pada sebagian besar penelitian sangat mungkin disebabkan karena pengobatan

    baru dimulai setelah masa kritis ini dilampaui.4,5

    Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan dua atau lebih

    DMARD secara simultan atau secara siklik seperti penggunaan obat obatan

    imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan. Kecenderungan untuk

    menggunakan kombinasi DMARD dalam pengobatan AR ini timbul sejak dekade

  • 8/2/2019 RA CRS

    17/26

    17

    yang silam karena banyak diantara para ahli reumatologi beranggapan bahwa

    terapi DMARD secara sekwensial, pada jangka panjang tidak berhasil mencegah

    terjadinya kerusakan sendi yang progresif.

    Sebenarnya tidak terdapat suatu batasan yang tegas mengenai kapan kita

    harus mulai menggunakan DMARD. Hal ini disebabkan karena hingga kini belum

    terdapat suatu cara yang tepat untuk dapat mengukur beratnya sinovitis atau

    destruksi tulang rawan pada penderita AR. Dengan demikian, keputusan untuk

    menggunakan DMARD pada seorang penderita AR akan sepenuhnya bergantung

    pada pertimbangan dokter yang mengobatinya. Umumnya pada penderita yang

    diagnosisnya telah dapat ditegakkan dengan pasti, OAINS harus diberikan dengansegera. Pada penderita yang tersangka menderita AR yang tidak menunjukkan

    respons terhadap OAINS yang cukup baik dalam beberapa minggu, DMARD

    dapat dimulai diberikan untuk dapat mengontrol progresivitas penyakitnya.

    Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah:4,5

    II.11.1 Klorokuin

    Klorokuin merupakan DMARD yang paling banyak digunakan di

    Indonesia. Hal ini disebabkan karena klorokuin sangat mudah didapat dengan

    biaya yang amat terjangkau sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah Indonesia

    dalam hal eradikasi penyakit malaria.

    Sebagai DMARD, klorokuin memiliki beberapa keterbatasan. Banyak

    diantara para ahli yang ber-pendapat bahwa khasiat dan efektivitas klorokuin

    agaknya lebih rendah dibandingkan dengan DMARD lainnya, walaupun

    toksisitasnya juga lebih rendah dibandingkan dari DMARD lainnya. Dari

    pengalaman penggunaan klorokuin di Indonesia diketahui bahwa sebagian

    penderita akan menghentikan penggunaan klorokuin pada suatu saat karena

    merasa bahwa obat ini kurang bermanfaat bagi penyakitnya.

    Toksisitas klorokuin sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan.

    Klorokuin dapat digunakan dengan aman jika dilakukan pemantauan yang baik

  • 8/2/2019 RA CRS

    18/26

    18

    selama penggunaannya dalam jangka waktu yang panjang. Efek samping pada

    mata, sebenarnya hanya terjadi pada sebagian kecil penderita saja. Mackenzie and

    Scherbel, pada penelitiannya telah dapat menunjukkan bahwa toksisitas klorokuin

    pada retina hanya bergantung pada dosis harian saja dan bukan dosis

    kumulatifnya. Dosis antimalaria yang dianjurkan untuk pengobatan AR adalah

    klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Pada dosis ini

    jarang sekali terjadi komplikasi penurunan ketajaman penglihatan. Efek samping

    lain yang mungkin dijumpai pada penggunaan antimalaria adalah dermatitis

    makulopapular, nausea, diare dan anemia hemolitik. Walaupun sangat jarang

    dapat pula terjadi diskrasia darah atau neuromiopati pada beberapa penderita.

    II.11.2 Sulfazalazine

    Sulfasalazine (SASP,salicyl-azo-sulfapyridine) diperkenalkan untuk

    pertama kalinya oleh Nana Svartz di Swedia pada sekitar tahun 1930. Pada

    mulanya obat ini digunakan untuk mengobati artritis inflamatif yang diduga

    disebabkan karena infeksi, akan tetapi setelah digunakan beberapa waktu,

    perhatian terhadap obat ini menurun akibat dipublikasikannya laporan Sinclair

    dan Duthie mengenai pengaruh yang kurang baik pada penggunaan obat ini di

    Inggris. Obat ini kemudian kembali menjadi populer setelah di publikasikannya

    laporan McConkey, Bird dan kawan kawan yang meneliti kembali khasiat SASP

    pada penderita AR dengan metodologi penelitian yang lebih baik.

    Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentuk enteric coated tablet

    digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg / hari, untuk kemudian ditingkatkan 500

    mg setiap minggu sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapaidengan dosis 2 g / hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari

    untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi. Jika

    sulfasalazine tidak menunjukkan khasiat yang di kehendaki dalam 3 bulan, obat

    ini dapat dihentikan dan digantikan dengan DMARD lain atau tetap digunakan

    dalam bentuk kombinasi dengan DMARD lainnya.

    Kurang lebih 20% penderita AR menghentikan pengobatan SASP karena

    mengalami nausea, mun-tah atau dispepsia. Gangguan susunan syaraf pusat

  • 8/2/2019 RA CRS

    19/26

    19

    seperti pusing atau iritabilitas dapat pula dijumpai. Neutropenia, agranulositosis

    dan pansitopenia yang reversibel telah pernah dilaporkan terjadi pada penderita

    yang mendapatkan SASP. Ruam kulit terjadi kurang lebih pada 1% sampai 5%

    dari penderita yang menggunakan SASP. Penurunan jumlah sel spermatozoa yang

    reversibel juga pernah dilaporkan walaupun belum pernah dilaporkan adanya

    pening-katan abnormalitas foetus.

    II.3 D-penicillamine

    D-penicillamine (DP) mulai meluas penggunaannya sejak tahun

    tujuhpuluhan. Walaupun demikian, karena obat ini bekerja sangat lambat, saat ini

    DP kurang disukai lagi untuk digunakan dalam pengobatan AR. Umumnya

    diperlukan waktu pengobatan kurang lebih satu tahun untuk dapat mencapai

    keadaan remisi yang adekwat, dan rentang waktu ini dianggap terlalu lama bagi

    sebagian besar penderita AR .

    Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg atau Trolovol 300 mg)

    digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan

    setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai

    dosis total 4 x 250 sampai 300 mg/hari.

    Efek samping DP antara lain adalah ruam kulit urtikarial atau

    morbilformis akibat reaksi alergi, stomatitis dan pemfigus. DP juga dapat

    menyebabkan trombositopenia, lekopenia dan agranulositosis. Pada ginjal DP

    dapat menyebabkan timbulnya proteinuria ringan yang reversible sampai pada

    suatu sindroma nefrotik. Efek samping lain yang juga dapat timbul adalah lupus

    like syndrome, polimiositis, neuritis, miastenia gravis, gangguan mengecap,

    nausea, muntah, kolestasis intrahepatik dan alopesia.

    II.11.4 Garam emas

    Auro Sodium Thiomalate (AST) intramuskular telah dianggap sebagai

    suatu gold standard bagi DMARD sejak 20 tahun terakhir ini. Khasiat obat ini

  • 8/2/2019 RA CRS

    20/26

    20

    tidak diragukan lagi, walaupun penggunaan obat ini seringkali menyertakan efek

    samping dari yang ringan sampai yang cukup berat.

    AST (Tauredon ampul 10, 20 dan 50 mg) diberikan secara intramuskular

    yang dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, disusul dengan

    dosis percobaan kedua sebesar 20 mg setelah 1 minggu kemudian. Setelah 1

    minggu, dosis penuh diberikan sebesar 50 mg / minggu selama 20 minggu. Jika

    respons penderita belum memuaskan setelah 20 minggu, pengobatan dapat

    dilanjutkan dengan pemberian dosis tambahan sebesar 50 mg setiap 2 minggu

    sampai 3 bulan. Kalau masih diperlukan AST kemudian dapat diberikan dalam

    dosis sebesar 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi yang memuaskandapat tercapai.

    Efek samping AST antara lain adalah pruritus, stomatitis, proteinuria,

    trombositopenia dan aplasia sumsum tulang. Efek samping AST agaknya terjadi

    lebih sering pada pengemban HLA- DR3A. Jika timbul efek samping yang ringan,

    dosis AST dapat dikurangi atau dihentikan untuk sementara. Jika gejala efek

    samping tersebut menghilang, AST kemudian dapat diberikan lagi dalam dosis

    yang lebih rendah.

    Ridaura (auranofin tablet 3 mg) adalah preparat garam emas oral telah

    dikenal sejak awal dekade yang lalu dan dianggap sebagai DMARD yang

    berlainan sifatnya dari AST. Walaupun obat ini terbukti berkhasiat dalam

    pengobatan AR, lebih mudah digunakan serta tidak memerlukan pemantauan yang

    ketat seperti AST, banyak para ahli yang berpendapat bahwa khasiat auranofin

    tidaklah lebih baik dibandingkan dengan AST.

    Auranofin sangat berguna bagi penderita AR yang menunjukkan efek

    samping terhadap AST. Auranofin diberikan dalam dosis 2 x 3 mg sehari. Efek

    samping proteinuria dan trombositopenia lebih jarang dijumpai dibandingkan dari

    penggunaan AST. Pada awal penggunaan auranofin, banyak penderita yang

    mengalami diare, yang dapat diatasi dengan menurun- kan dosis pemeliharaan

    yang digunakan.

  • 8/2/2019 RA CRS

    21/26

    21

    II.11.5 Methotrexate

    Methotrexate (MTX) adalah suatu sitostatika golongan antagonis asam

    folat yang banyak digunakan sejak 15 tahun yang lalu. Obat ini sangat mudah

    digunakan dan rentang waktu yang dibutuhkan untuk dapat mulai bekerja relatif

    lebih pendek (3 - 4 bulan) jika dibandingkan dengan DMARD yang lain. Dalam

    pengobatan penyakit keganasan, MTX bekerja dengan menghambat sintesis

    thymidine sehingga menyebab-kan hambatan pada sintesis DNA dan proliferasi

    selular. Apakah mekanisme ini juga bekerja dalam penggunaannya sebagai

    DMARD belum diketahui dengan pasti.

    Pemberian MTX umumnya dimulai dalam dosis 7.5 mg (5 mg untuk orang

    tua) setiap minggu. Walaupun dosis efektif MTX sangat bervariasi, sebagian besar

    penderita sudah akan merasakan manfaatnya dalam 2 sampai 4 bulan setelah

    pengobatan. Jika tidak terjadi kemajuan dalam 3 sampai 4 bulan maka dosis MTX

    harus segera ditingkatkan.

    Efek samping MTX dalam dosis rendah seperti yang digunakan dalam

    pengobatan AR umumnya jarang dijumpai akan tetapi juga dapat timbul berupa

    kerentanan terhadap infeksi, nausea, vomitus, diare, stomatitis, intoleransi

    gastrointestinal, gangguan fungsi hati, alopesia, aspermia atau leukopenia. Efek

    samping ini biasanya dapat diatasi dengan mengurangi dosis atau menghentikan

    pemberian MTX. Kelainan hati dapat dicegah dengan tidak menggunakan MTX

    pada penderita AR yang obese, diabetik, peminum alkohol atau penderita yang

    sebelumnya telah memiliki kelainan hati.

    Pada penderita AR yang menunjukkan respons yang baik terhadap MTX,

    pemberian asam folinat (Leucovorin) dapat mengurangi beratnya efek samping

    yang terjadi. Leucovorin diberikan dalam dosis 6 sampai 15 mg/m2

    luas

    permukaan badan setiap 6 jam selama 72 jam jika terdapat efek samping MTX

    yang dapat membahayakan penderita.

    Walaupun penggunaan MTX memberikan harapan yang baik dalam

    pengobatan AR, akan tetapi seperti halnya penggunaan sitostatika lain, MTX

  • 8/2/2019 RA CRS

    22/26

    22

    sebaiknya hanya diberikan kepada penderita AR yang progresif dan gagal di

    kontrol dengan DMARD standard lainnya.

    II.11.5 Cyclosporin - A

    Cyclosporin - A (CS-A), adalah suatu undeca-peptida siklik yang di isolasi

    dari jamur Tolypocladium inflatum Gams pada tahun 1972. Dalam dosis rendah,

    CS-A telah terbukti khasiatnya sebagai DMARD dalam mengobati penderita AR.

    Pengobatan dengan CS-A terbukti dapat menghambat progresivitas erosi dan

    kerusakan sendi. Kendala utama penggunaan obat ini adalah sifat nefrotoksik

    yang sangat bergantung pada dosis yang digunakan. Gangguan fungsi ginjal ini

    dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kreatinin serum atau hipertensi.

    Efek samping lain CS-A adalah gangguan fungsi hati, hipertrofi gingiva,

    hipertrikosis, rasa terbakar pada ekstremitas dan perasaan lelah.

    Dosis awal CS-A yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah 2,5

    mg/KgBB/hari yang diberikan terbagi dalam 2 dosis setiap 12 jam. Dosis dapat

    ditingkatkan sebesar 25% dosis awal setelah 6 minggu hingga mencapai 4

    mg/KgBB/hari sehingga sehingga tercapai kadar CS-A serum sebesar 74 - 150

    ng/ml atau jika kadar kreatinin serum meningkat mencapai lebih dari 50% nilai

    basal. Dosis peme-liharaan rata rata berkisar antara 4 mg/KgBB/hari. Dalam dosis

    tersebut ternyata terjadi perbaikan yang bermakna dalam beberapa outcome yang

    diukur.

    II.12 Bridging Therapy dalam Pengobatan AR

    Bridging therapy adalah pemberian glukokortikoid dalam dosis rendah

    (setara dengan prednison 5 sampai 7,5 mg/hari) sebagai dosis tunggal pada pagi

    hari. Walaupun pemberian glukokortikoid dosis rendah tidak menimbulkan

    perubahan yang bermakna kadar dan irama kortisol plasma atau growth hormone,

    pemberian glukokortikoid dosis rendah ini akan sangat berguna untuk mengurangi

    keluhan penderita sebelum DMARD yang diberikan dapat bekerja.4,5

  • 8/2/2019 RA CRS

    23/26

    23

    II.13 Pengobatan AR Eksperimental

    Selain dari cara pengobatan di atas, terdapat pula beberapa cara lain yang

    dapat dipakai untuk mengobati penderita AR, akan tetapi karena belum dilakukan

    uji klinik mengenai khasiat dan efektivitas dari modalitas tersebut, cara

    pengobatan tersebut masih bersifat eksperimental dan belum digunakan secara

    luas dalam pengobatan AR. Pengobatan eksperimental AR ini antara lain meliputi

    penggunaan plasmaferesis, thalidomide, J-interferon, inhibitor IL-1 dan antibodi

    monoclonal.4,5

    II.14 Peranan Dietetik dalam Pengobatan AR

    AR adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dan bukan suatu

    penyakit metabolik. Walaupun beberapa jenis modifikasi dietetik, antara lain yang

    terakhir berupa suplementasi asam lemak omega 3 seperti asam eikosapentanoat

    pernah dicoba dalam beberapa penelitian, ternyata hasilnya tidak begitu

    meyakinkan. Dengan demikian hingga saat ini sebagian besar para ahli

    berpendapat bahwa selain untuk mencapai berat badan ideal, agaknya modifikasi

    dietetik saat ini belum jelas kegunaannya dalam merubah riwayat alamiah

    penyakit ini.4,5

    II.15 Prognosis

    Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi

    penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis

    reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar

    penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama

    sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis

    polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis reumatoid yang

    progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada

    setiap eksaserbasi.6

  • 8/2/2019 RA CRS

    24/26

    24

    BAB III

    ANALISA KASUS

    Studi kasus, Ny. H usia 55 tahun datang dengan keluhan Nyeri pada kedua

    tangan dan kedua kaki 6 bulan terakhir. Diagnosis rematoid artritis pada pasien

    ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

    Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri pada kedua tangan dan kedua

    kaki. Pasien mengeluh nyeri pada kedua tangan, pada jari-jari tangan kanan dan

    kiri hingga pergelangan tangan, serta kedua kaki dari ujung jari hingga ke tumit

    sejak 6 bulan terakhir. Nyeri dirasakan pasien terutama pada pagi hari setelah

    bangun tidur. Setelah bangun tidur pagi hari pasien membutuhkan waktu 30

    menit untuk merelakskan jari-jari kedua tangan dan jari-jari kedua kaki hingga ke

    tumit. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan pembengkakan ataupun bentuk

    deformitas.

    Penegakkan diagnosis rematoid artritis dilakukan atas dasar 1987 Revised

    A.R.A. Criteria for Rheumatoid Arthritis 1987 : Kaku pagi hari, artritis pada 3

    daerah persendian atau lebih, artritis pada persendian tangan, artritis simetris,

    nodul reumatoid, faktor reumatoid serum positif, perubahan gambaran radiologis.

    Penderita dikatakan menderita AR jika memenuhi sekurang kurangnya kriteria 1

    sampai 4 yang diderita sekurang kurangnya 6 minggu. Pada pasien ini ditemukan

    kriteria 1 sampai 4 yaitu :

    1. Kaku pagi hari2. Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih

  • 8/2/2019 RA CRS

    25/26

    25

    3. Artritis pada persendian tangan4. Artritis simetris

    Diagnosis banding pada kasus ini adalah gout dan osteoatrhititis.

    Diagnosis banding gout dapat disingkirkan karena pada anamnesis pasien

    mengaku mengkonsumsi makanan apapun tidak mempengaruhi nyeri pada sendi-

    sendinya dan pada pemeriksaan penunjang uric acid normal dengan kadar 5,0

    mg/dl.

    Pada pasien ini disarankan untuk dilakukan pemeriksaan radiologi dan

    pemeriksaan faktor reumatoid serum sebagai diagnosis pastinya.

    Tindakan preventif pada pasien ini : menjaga kesehatan tubuh,

    mengkonsumsi diet yang kaya buah serta sayuran dan kurang mengandung

    produk daging serta lemak.

    Tindakan Promotif pada pasien ini : monitor berat badan, minum obat

    yang teratur, evaluasi / kontrol ulang kepada dokter, terapi fisik dengan fisioterapi

    Tindakan Kuratif : OAINS : Ibuprofen 3 x 1 tablet/hr, Prednison 1 x 1

    tablet/hr, diazepam 1 x 1 tablet/hr, kalk 3 x 1 tablet/hr, Vitamin Bcomp.1 x 1

    tablet/hr.

  • 8/2/2019 RA CRS

    26/26

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Rematoid artritis. Diunduh dari :http://cpddokter.com/home/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&i

    d=151(16 April 2012).

    2. Arthritis Reumatoid. Diunduh dari :http://www.pharosindonesia.com/component/content/article/53-

    beritakesehatan/313-rematoid.pdf(16 April 2012)

    3. Artitis rematoid. Diunduh dari : http://www.naturindonesia.com/artikel-berbagai-penyakit-degeneratif/449-artritis-reumatoid-.html (16 April

    2012)4. Artritis rematoid. Diunduh dari :

    http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/05/biomarker-

    rheumatoid.html(16 April 2012)

    5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jilid IV. Jakarta : Pusat Penerbitan

    Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006.

    6. Reumatoid arthritis. Diunduh dari :http://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiol

    ogi_Pemeriksaan_Penunjang_Prognosis?&show_interstitial=1&u=%2Fjou

    rnal%2Fitem(17 April 2012)

    http://cpddokter.com/home/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=151http://cpddokter.com/home/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=151http://cpddokter.com/home/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=151http://www.pharosindonesia.com/component/content/article/53-beritakesehatan/313-rematoid.pdfhttp://www.pharosindonesia.com/component/content/article/53-beritakesehatan/313-rematoid.pdfhttp://www.pharosindonesia.com/component/content/article/53-beritakesehatan/313-rematoid.pdfhttp://www.naturindonesia.com/artikel-berbagai-penyakit-degeneratif/449-artritis-reumatoid-.html%20(16http://www.naturindonesia.com/artikel-berbagai-penyakit-degeneratif/449-artritis-reumatoid-.html%20(16http://www.naturindonesia.com/artikel-berbagai-penyakit-degeneratif/449-artritis-reumatoid-.html%20(16http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/05/biomarker-rheumatoid.htmlhttp://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/05/biomarker-rheumatoid.htmlhttp://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/05/biomarker-rheumatoid.htmlhttp://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiologi_Pemeriksaan_Penunjang_Prognosis?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitemhttp://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiologi_Pemeriksaan_Penunjang_Prognosis?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitemhttp://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiologi_Pemeriksaan_Penunjang_Prognosis?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitemhttp://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiologi_Pemeriksaan_Penunjang_Prognosis?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitemhttp://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiologi_Pemeriksaan_Penunjang_Prognosis?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitemhttp://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiologi_Pemeriksaan_Penunjang_Prognosis?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitemhttp://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiologi_Pemeriksaan_Penunjang_Prognosis?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitemhttp://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/05/biomarker-rheumatoid.htmlhttp://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/05/biomarker-rheumatoid.htmlhttp://www.naturindonesia.com/artikel-berbagai-penyakit-degeneratif/449-artritis-reumatoid-.html%20(16http://www.naturindonesia.com/artikel-berbagai-penyakit-degeneratif/449-artritis-reumatoid-.html%20(16http://www.pharosindonesia.com/component/content/article/53-beritakesehatan/313-rematoid.pdfhttp://www.pharosindonesia.com/component/content/article/53-beritakesehatan/313-rematoid.pdfhttp://cpddokter.com/home/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=151http://cpddokter.com/home/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=151