ptk-p-nashruddin.doc

Upload: rizki-meliasari

Post on 10-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

2

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Konteks Penelitian

Kemampuan menjelaskan ciri-ciri perilaku dendam dan munafik, memberikan contoh perilaku dendam dan munafik serta mengidentifikasi sebuah perilaku apakah termasuk kategori dendam dan munafik merupakan kemampuan yang masih sulit dikuasai oleh peserta didik khususnya di kelas VIII a SMP N 1 Mojoanyar. Hal ini nampak selama penilaian proses maupun dalam ulangan harian pada materi ini. Seringkali peserta didik dalam memberikan contoh terlihat sangat normatif dan kurang menyentuh pada kasus atau peristiwa kehidupan secara riil.

Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran peserta didik kurang diajak untuk melihat fenomena kehidupan social sebagai cerminan perilaku dendam dan munafik yang betul-betul riil. Oleh karena itu perlu adanya strategi pembelajaran yang lebih mampu mengajak peserta didik agar memiliki kemampuan analisis, berpikir abstrak, spasial, simbolik dan meaningfully melalui pengamatan kehidupan dan perilaku social dengan cara mengajak mereka membaca berita-berita di koran terkait dengan perilaku dendam dan munafik. Disamping itu anak dilatih untuk memiliki kecerdasan intra-pribadi dan antar pribadi.

Dengan mengamati fenomena dan peristiwa sehari-hari yang diberitakan di media koran, kemudian peserta didik diajak untuk membahas peristiwa tersebut dengan menganalisa peristiwa yang terjadi, mengemukakan dampak negatifnya, diharapkan peserta didik memiliki pemahaman yang lebih tinggi tentang arti penting menghindari perilaku dendam dan munafik.

1.2. Fokus Penelitian

PTK mengangkat permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses Peningkatan Kemampuan Peserta Didik dalam Memahami Arti Penting Menghindari Perilaku Dendam dan Munafik Melalui Pemanfaatan Koran sebagai Sumber Belajar Di Kelas 8A SMPN 1 Mojoanyar Mojokerto2. Bagaimana hasil Peningkatan Kemampuan Peserta Didik dalam Memahami Arti Penting Menghindari Perilaku Dendam dan Munafik Melalui Pemanfaatan Koran sebagai Sumber Belajar Di Kelas 8A SMPN 1 Mojoanyar Mojokerto1.3. Tujuan Penelitian Tindakan

PTK memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses Peningkatan Kemampuan Peserta Didik dalam Memahami Arti Penting Menghindari Perilaku Dendam dan Munafik Melalui Pemanfaatan Koran sebagai Sumber Belajar Di Kelas 8A SMPN 1 Mojoanyar Mojokerto2. Untuk mengetahui bagaimana hasil Peningkatan Kemampuan Peserta Didik dalam Memahami Arti Penting Menghindari Perilaku Dendam dan Munafik Melalui Pemanfaatan Koran sebagai Sumber Belajar Di Kelas 8A SMPN 1 Mojoanyar Mojokerto1.4. Manfaat Penelitian

PTK memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Menghasilkan laporan-laporan PTK yang bisa dijadikan sebagai panduan dalam meningkatkan mutu pembelajaran pada materi yang sejenis

2. Menumbuhkan kebiasaan, budaya, dan tradisi meneliti dan menulis artikel ilmiah di kalangan guru3. Menumbuhkan kerja sama antar guru dalam memecahkan permasalahan-permasalahan kependidikan di lingkungan sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan1.5. Asumsi

Dengan memanfaatkan Koran sebagai sumber belajar, diharapkan peserta didik memiliki kemampuan memahami arti penting menghindari perilaku dendam dan munafik. Hal ini dikarenakan selama mengamati berita-berita di Koran peserta didik diajak untuk menganalisa dan mengkritisi serta mengambil nilai yang terkandung dalam sebuah peristiwa. Dengan demikian peserta didik akan menyadari bahwa perilaku dendam dan munafik memiliki dampak negatif yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat dan berkehidupan.

1.6. Penegasan Istilan

Koran adalah media informasi cetak. Koran memuat berbagai hal mulai dari karya ilmiah sampai berbagai peristiwa yang terjadi di masyarakat. Baik peristiwa di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, hiburan, dan sebagainya.

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi yang dapat dikaji dalam bentuk konsep, pikiran, gagasan, atau berbagai benda hasil budaya maupun alam yang dpt dipergunakan sebagai obyek kajian.

Kepedulian adalah suatu sikap untuk mau membuka diri, baik yang berbentuk empati maupun simpati.

Masalah-masalah akhlak dalam hal ini adalah segala peristiwa yang mencerminkan bahwa pelaku utama memiliki akhlak tercela.BAB 2KAJIAN PUSTAKA

2.1. Metode Pembelajaran Humanisme-PluralismeSecara jujur harus diakui bahwa pendidikan agama Islam pada sekolah-sekolah di Indonesia, dalam pelaksanaannya menunjukkkan berbagai permasalahan yang kurang menyenangkan. Pendidikan agama Islam lebih ditekankan pada hubungan formalitas antara hamba dan Tuhannya. Pada waktu yang bersamaan, Islam diajarkan lebih pada tingkat hafalan (padahal Islam penuh dengan nilai-nilai yang harus dipraktekkan). Singkat kata, metode pembelajaran agama Islam di negeri kita, khususnya berkaitan dengan aplikasi nilai-nilai Islam pada tataran praksis kurang mendapat penggarapan. Sehingga, tolak ukur keberhasilan pendidikan agama Islam di Indonesia juga masih bersifat formalistik dan verbalistik.

Selain itu Metode pembelajarannya bersifat konvensional yang saat ini banyak diterapkan di sekolah lebih menekankan pada pengayaan pengetahuan (kognitif pada tingkat yang rendah) dan pada pembentukan sikap (afektif) serta pembiasaan (psiko-motorik). Sehingga pendidikan agama Islam yang bertujuan untuk membentuk siswa yang memiliki pengetahuan tentang ajaran agama Islam serta mampu mengaplikasikan dalam bentuk akhlak mulia belum dapat digapai. (Salamah: Hasil Penelitian Tesis 2004).

Untuk menjawab kelemahan-kelamahan pendidikan Agama Islam saat, salah satunya dengan mencari metode pembelajaran alternative inovatif dan kreatif yang berbasis pada nilai-nilai humanisme dan plurasisme.

Model pembelajaran Humanisme ini sebenarnyalah merupakan pendidikan keseluruhan (holistic education), karena di dalam proses pendidikan itu tidak terdapat bagian kesadaran manusia yang terabaikan, tidak ada aspek kehidupan manusia yang tidak ditangani. Dengan memahami karakteristik eksistensi manusia secara keseluruhan maka seorang pendidik akan lebih mudah menggali metode-metode pengajaran yang lebih sesuai dengan psikologi anak didik.

Dalam rangka mencapai sasaran tujuan pembelajaran sistem human education ini Marry Johson (1973) mengajukan agar guru-guru memerankan dirinya terhadap hal-hal sebagai berikut : Pertama, Guru harus berusaha untuk memberikan kesempatan kepada murid agar dapat melakukan eksplorasi dan mengembangkan kesadaran atau identitas dirinya serta melibatkan perkembangan konsep dirinya, Kedua, Peranan guru harus komitmen terhadap prinsip pendidikan yang memperhatikan faktor emosi, motivasi, dan minat siswa yang akan dapat mempercepat penguasaan bahan pelajaran dan terintergrasi secara pribadi, Ketiga, Perhatian guru harus diarahkan kepada upaya mengembangkan isi pelajaran agar sesuai dengan kebutuhan minat siswa sendiri, oleh sebab itu siswa hendaknya diberi kebebasan dan tanggung jawab memilih dan menentukan menganai apa, bagaimana dan kapan mempelajarinya, keempat, arah dan tujuan penampilan guru adalah berusaha untuk memelihara perasaan pribadi siswa yang efektif, karena siswa dianggap akan dapat mengendalikan sendiri dalam belajarnya serta akan mempu menggunakan cara belajar yang paling efektif dan efesien dan Keliman, guru harus berusaha agar para siswa mampu mengadaptasikan dirinya terhadap berbagai perubahan, khususnya dengen memberikan bantuan yang dibutuhkan siswa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam belajar.

Pembelajaran berdasarkan teori Nilai Kemanusiaan ini cocok diterapkan untuk materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian,hati nurani, perubahan sikap,dan analisis terhadap fenomena sosialseperti pendidikan agama Islam. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola fikir,prilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani,tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan,norma,disiplin / etika yang berlaku.

Sedangkan pada metode pembalajaran pluralisme menurut Burhanuddin Muhtadi bahwa yang mesti guru lakukan adalah sebagai berikut : Pertama, Metode dialog yang mampu mengajak siswa untuk berpikir kritis sekaligus mampu menyimpulkan sendiri bahwa agama apapun yang diturunkan Tuhan ke bumi justru ditujukan untuk menyebarkan kabar perdamaian ke seluruh manusia. Pada 6 tahun pertama, materi keimanan, ibadah, Al-Quran dan akhlak memang tidak bisa dinafikan. Namun, para pengampu PAI diharapkan mampu memodifikasi metode penyampaian agar materi yang ada tidak membuat siswa bosan karena melulu berputar-putar pada pembahasan sekitar itu. Kedua, para guru mata pelajaran PAI juga diharapkan dapat jeli memilah dan memilih materi yang dirasa menunjang munculnya sikap toleran. Wawasan inklusivistik mutlak diperlukan dengan melakukan penataran dan dialog agama-agama kepada guru-guru agama. Apalagi bagi siswa SLP, materi tentang muamalah, syariah dan tarikh (sejarah) hendaknya disampaikan secara kontekstual, tidak anakronistik dan semaksimal mungkin mengangkat fakta sejarah yang terabaikan yang seringkali justru menyimpan monumen hidup bukti betapa inklusif dan tolerannya Islam. Bagi siswa SLP, bekal keagamaan yang menunjang kiprahnya nanti dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara mutlak diadakan dengan memaksimalisasi model dialog dan penalaran kritis dan bersifat historis. Sekadar contoh soal penghormatan rumah ibadah. Guru agama bisa menjelaskan bahwa masjid dan rumah ibadah agama lainnya bukan sekadar bangunan fisik semata. Ada nilai-nilai sakral yang menaungi rumah ibadah, sehingga keberadaannya secara fisik non-fisik menyimbolkan sesuatu yang kaya makna. Harus ditekankan kepada anak didik, merusak atau membakar rumah ibadah agama lain tidak saja membuat fisiknya hancur, tapi juga melukai perasaan orang yang mengagungkan sakralitas rumah ibadah tersebut. Inilah yang menyebabkan masalah penghormatan rumah ibadah menjadi isu peka dan sensitif menyangkut hubungan antarumat beragama. Ketiga, seyogyanya guru Agama Islam dalam mengajar lebih menekankan bukti historis yang mendukung argumen penghormatan rumah ibadah. Petuah Nabi Muhammad Saw yang melarang perusakan rumah ibadah agama lain meski di saat perang sekalipunmisalnya, dijalankan secara konsisten oleh sahabat beliau, Khalifah Umar ra. Risalah masuknya Islam di kota Yerussalem yang sebelumnya didahului kesepakatan perdamaian antara Umar ra dengan penduduk setempat yang mayoritas beragama Kristen. Salah satu poin yang disepakati adalah semua gereja umat Kristiani tidak boleh diduduki dan dirusak. Bahkan setelah itu, Umar dengan didampingi Patriarch Sofronius langsung menuju ke Gereja Makam Suci, tempat yang diyakini Umar sebagai mi'raj Nabi Muhammad SAW. Ketika waktu shalat tiba, Sofronius mempersilakan Umar shalat di tempat itu juga (gereja). Dengan nada halus, Umar menolaknya sembari berkata, "Kalau saya shalat di sini, maka pengikut-pengikut saya akan menganggap hal itu sebagai alasan untuk mengambil tempat ini dari tangan orang-orang Kristen. Sekelumit kisah nyata (true story) ini jelas menyiratkan pesan berharga bahwa penghormatan terhadap rumah ibadah agama lain bukan saja menyangkut "kode etik" hubungan antarumat beragama, tapi juga merupakan ajaran agama.Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama harus lebih meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dengan intensif dalam pelaksanaan pengajaran agama di sekolah. Upaya merevitalisasi dan memodernisasi pendidikan agama islam tentu saja harus sejalan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional.

Paling tidak, hal ini bisa dilakukan melalui beberapa terobosan. Pertama, menghapus dikotomi dan diskriminasi terhadap pendidikan agama yang selama ini dipandang sebagai pelengkap dari kurikukum sistem pendidikan nasional. Kedua, diperlukan adanya pola pendidikan dengan terobosan kurikulum terpadu yang memadukan antara pendekatan sains, agama, dan nilai kebangsaan. Dengan begitu, upaya penanaman nilai agama, moral, dan nilai kebangsaan pada anak didik dapat mencapai sasaran pembelajaran.

Ketiga dan yang tak kalah penting lagi adalah upaya peningkatan kualifikasi, profesionalitas guru agama. Pola perekrutan guru agama yang selama ini lebih yang menitikberatkan pada segi kemampuan kognitif perlu tinjau ulang, dengan lebih kemampuan efektif dan psikomotor, yaitu seorang calon guru harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengembangkan dirinya, sementara guru-guru agama islam yang sekarang sedang melaksanakan tugas untuk secara kontinu pengembangan profesionlisme guru melalui program pembinaan pre-service serta program in-service.

Sudah saatnya kita lebih memperhatikan lebih memperhatikan pendidikan agamakhususnya pengajaran agama Islam di sekolah. Pendidikan harus diletakkan pada tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat dan umat Islam, sehingga kodrat dan iradat Allah, bahwa manusia adalah makhluk merdeka, kreatif dan inovatif akan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya, yaitu menjungjung nilai-nilai humanisme dan pluralisme. 2.2. Model Pembelajaran Aktif

Belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum, yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor.

Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Salah satunya yang sangat populer adalah model pelatihan kepemimpinan ESQ ala Ari Ginanjar.

Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan keterampilan, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal diatas menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan. Ada beberapa model pemebelajaran afektif. Merujuk pada pemikiran Nana Syaodih Sukmadinata (2005) akan dikemukakan beberapa model pembelajaran afektif yang populer dan banyak digunakan.1. Model KonsiderasiManusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan, dan sibuk dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi (consideration model) siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul, bekerja sama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain.

Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi: (1) menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi, (2) meminta siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, (3) siswa menuliskan responsnya masing-masing, (4) siswa menganalisis respons siswa lain, (5) mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya, (6) meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri.

2. Model pembentukan rasional Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut. Model pembentukan rasional (rational building model) bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai.

Langkah-langkah pembelajaran rasional: (1) menigidentifikasi situasi dimana ada ketidakserasian atu penyimpangan tindakan, (2) menghimpun informasi tambahan, (3) menganalisis situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atu ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam masyarakat, (4) mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya, (5) mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuen-ketentuan legal dalam masyarakat.

3. Klarifikasi nilai Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak. Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan model ini bertujuan, agar para siwa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkan dan merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai.

Langkah-langkah pembelajaran klasifikasi nilai: (1) pemilihan: para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya, (2) mengharagai pemilihan: siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-mempertegas pilihannya, (3) berbuat: siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya, mengulanginya pada hal lainnya.

4. Pengembangan moral kognitifPerkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi atau reorganisasi kognitif, yang yang berlangsung secara berangsur melalui tahap pra-konvensi, konvensi dan pasca konvensi. Model ini bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampauan mempertimbangkan nilai moral secara kognitif.

Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif: (1) menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau pertentangan nilai, (2) siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai moral tertentu, (3) siswa diminta mendiskusikan/ menganalisis kebaikan dan kejelekannya, (4) siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik, (5) siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.

5. Model nondirektifPara siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendaknya menghargai potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator/konselor dalam pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya.

Langkah-langkah pembelajaran nondirekif: (1) menciptakan sesuatu yang permisif melalui ekspresi bebas, (2) pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-masalah yang dihadapinya,guru menerima dan memberikan klarifikasi, (3) pengembangan pemahaman (insight), siswa mendiskusikan masalah, guru memberrikan dorongan, (4) perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan menentukan keputusan, guru memberikan klarifikasi, (5) integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif.

2.3. Type BelajarDalam suatu proses pendidikan metode merupakan hal yang penting, terutama dalam proses belajar mengajar, karena kegiatan belajar mengajar akan menjadi lebih bermakna, efektif, dan efisien serta mencapai sasaran yang tepat terhadap tujuan yang telah ditetapkan apabila didukung oleh metode yang baik. Dan sebaliknya tanpa didukung dengan metode yang baik dapat dipastikan tujuan belajar mengajar tidak akan tercapai dengan baik dan maksimal.Metode yang terkait dengan belajar mengajar adalah metode mengajar. Metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh pengajar untuk mengajarkan satuan mata pelajaran dengan memusatkan pada ke seluruh proses atau situasi belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditempkan. Metode mengajar merupakan prosedur tata cara yang digunakan untuk menyajikan isi pengajamn guns membantu siswa belajar. Sebagai kegiatan membantu siswa belajar, maka metode mengajar harus berpedoman pada kaidah-kaidah belajar siswa aktif, sehingga perhatian utama ditujukan kepada siswa yang belajar.Guru mempunyai kebebasan dalam menentukan dan memilih metode mengajar yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan dan situasi kondisi pelajar serta sarana dan prasarana yang dimiliki. Hal yang harus diperhatikan adalah sifat dan karakter siswa yang bermacam-macam. Adapun tipe-tipe siswa antara lain :a. Tipe siswa yang visualDalam tipe ini siswa belajar dengan cara mengandalkan aktivitas belajarnya kepada materi pelajaran yang dilihatnya. Di sini yang memegang peranan penting dalam cara belajar adalah mata atau penglihatannya (visual). Bila pendidik kurang. mengaktifkan alat indra matanya, siswa yang demikian tidak berhasil dalam proses belajar karena satu-satunya alat indra yang aktif dan dominan dalam dirinya adalah mata. Bagi peserta didik tipe ini, gerbang pengetahuannya adalah mata. Oleh karena itu baginya alat peraga sangat penting artinya untuk membantunya dalam penyerapan materi yang disampaikan kepadanya. Prinsip belajar demikian sesuai dengan teori psikologi global yaitu pandangen siswa yang lebih dulu berfungsi adalah secara menyeluruh dalam proses mengenali lingkungannya, termasuk juga materi pelajaran yang disajikan oleh pendidiknya. Untuk pemilihan media pendidikan yang tepat untuk tipe siswa ini sangat membantu mereka menyemp matar yang disajikan. Dalam tipe ini penampilan guru sangat berarti bagi mereka. Mungkin bagi siswa yang bertipe visual ini materi pendidikan yang diberikan lebih bermakna apabila, mereka diajak ke objek-objek yang sesuai dengan pelajaran mereka dan diperlihatkan secara nyata materi yang disampaikan.b. Tipe siswa yang auditif

Untuk tipe ini siswa belajar dengan cara mengandalkan kesuksesan belajarnya kepada alat pendengaran yaitu telinga. Bagi siswa yang bertipe ini materi yang disajikan kepadanya lebih cepat diserapnya bila disajikan secara lisan. Untuk itu pendidik dituntut untuk dapat memeriksa alat pendengaran siswa secara berkala. Semua ini dilakukan agar jangan sampai ada siswa yang pendengarannya kurang berfungsi, baik sebelah atau kedua-duanya. Bagi guru dapat melihat siswa yang bersangkutan lewat reaksinya ketika mendengar ucapan gurunya. Kalau ada ciri-ciri siswa menggunakan bagian telapak tangannya ke telinga untuk jelasnya penerimaan suara maka hal ini merupakan tanda bahwa ia perlu mendapat perhatian gurunya. Atau yang bersangkutan akan menampakkan kepalanya secara khusus ketika mendengar sajian lisan gurunya. Guru harus memahami dan mengamati betul bagamana cara siswa belajar.

c Tipe siswa yang taktil Taktil berarti rabaan atau sentuhan. Dalam tipe ini siswa belajar dengan cara mengandalkan penyerapan hasil pendidikan melalui alat peraba yaitu tangan dan kulit atau bagian luar tubuh. Melalui alat rabanya ini ia sangat cekatan mempraktekkan hasil pendidikan yang diterimanya. Misalnya bila ia disuruh mengatur ruang kelas, menentukan buah-buahan yang busuk atau rusak walaupun ia tak melihat dengan baik. Tapi dengan sentuhan tangannya ia segera akan mengetahui benda yang dirabanya. Siswa dengan tipe ini memiliki tangan yang peka untuk memba ataupun menyentuh.d.Tipe siswa olfaktorisDalam tipe ini siswa belajar dengan cara mengandalkan alat indera penciumam la akan cepat sekali bereaksi pada saat ada materi pelajaran yang menggunakan penciuman seperti bau air atau cairan dibanding dengan teman-temannya yang tidak bertipe seperti dia. Tipe siswa ini akan sangat cepat menyesuaikan dirinya dengan suasana bau lingkungan. Mungkin siswa yang demikian akan baik sekah apabila bekerja di laboratorium yang menggunakan materi bau-bauan. Seperti untuk mengetahui adanya gas dan pipa yang bocor, makanan atau minuman yang sudah basi dan tidak enak dimakan lagi karena baunya itu.

e. Tipe siswa gustative

Dalam tipe gustatif ( gustation = kemampuan mencicipi ) ini adalah mereka yang mencirikan belajarnya dengan lebih mengandalkan pada kecapan lidah. Mereka akan lebih cepat memahami apa yang dipelajarinya melalui indera kecapnya untuk mengetahui berbagai rasa (asam, manis, pahit, dan lain-lain).

f.Tipe siswa campuran (kombinatif) Siswa yang bertipe ini dalam hal kefungsionalan, alat inderanya adalah yang terbanyak di dalam setiap kelas. Artinya seseorang siswa dapat dan mampu mengikuti pelajaran dengan menggunakan lebih dan satu alat inderanya. la dapat menggunakan mata dan telinganya sekaligus ketika belajar, seperti pendidik memperagakan sesuatu sambil menjelaskannya.Maka siswa yang bertipe ini akan lebih Memudahkan bagi pendidik dalam menyampaikan pelajaran.Ada lima faktor yang dapat membantu pengajar dalam menentukan metode yang akan digunakan antara lain :

Tujuan pengajaran Sifat bahan pengajaran Sifat peserta didik Perlengkapan dan fasilitas sekolah Motivasi pengajar dan pelajar

Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal selain faktor di atas, dalam pemilihan metode juga harus disesuaikan dengan keadaan siswa yang diajarnya. Guru harus mengetahui tipe-tipe siswa yang menjadi anak didiknya sehingga dia tidak keliru memilih metode.Disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi hal tersebut di atas, diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang matang sebelum menentukan satu atau lebih metode mengajar. Dalam hubungan ini, Raka Joni ( 1983: 17 ) mengetengahkan kriteria yang dapat dipergunakan untuk memilih metode yang tepat guna. Faktor-faktor utama yang dipertimbangkan di dalam menetapkan metode mengajar antara lain :

Tujuan yang hendak dicapai dari proses pembelajaran yang dilaksanakan yang diwujudkan dalam bentuk tujuan instruksional atau pengiring. Perbedaan karakteristik siswa yang dihadapi. Hakekat materi yang akan disampaikan Selain faktor internal dalam menentukan metode belajar, kadang juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi penentuan pilihan metode mengajar antara lain :

Tersedianya sarana dan prasarana. Besar kelas.

Berdasarkan pendapat Lardizabal et al (1978:25 ), metode mengajar dinyatakan tepat guna apabila metode tersebut :1. Dalam penerapannya memanfatkan kaidah-kaidah belajar yang telah ada.2. Mampu mendayagunakan aktivitas siswa.

3.Dalam penerapannya perlu mempertimbangkan berbagai perbedaan individual yang ada.

4. Dapat merangsang berfikir siswa.

5. Dapat memberi kesempatan tumbuh dan berkembang bagi siswa.

Sesudah kita jabarkan secara rinci apa yang dimaksud dengan metode di atas, maka akan kita artikan mengenai audio visual di mana pengertian audio visual itu sandiri menurut Soemirat adalah :

Metode pangajaran dengan menggunakan alat atau sarana untuk memperlancar proses belajar mengajar dalam hal ini menggunakan media televisi dan VCD yang bisa memacu siswa agar bisa berinteraksi secara Verbal, mengenai tujuan atau sarana yang sudah tertentu melalui cara tukar informasi (information sharing), pengalaman sendiri (self maintenance) atau pemecahan masalah (problem solving).Dari uraian di atas dapat juga dinyatakan bahwa metode Pengajaran dengan pemanfaatan media audio visual adalah suatu cara penyampaian terhadap bahan pelajaran tertentu dengan melalui pemanfaatan media yang bisa memperlihatkan suara dan juga gambar. Yang merupakan metode pengajaran untuk meningkatkan prestasi siswa dalam penulis Bahasa Indonesia dan untuk memacu Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).Jadi dapat disimpulkan bahwa media ialah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan (alat, metode, dan teknik) yang dapat mendorong terjadinya proses belajar mengajar pada diri seseorang untuk dapat lebih efektif dan efisien dalam proses pencapaian tujuan yang diharapkan. Atau bisa juga dianikan alat atau apa saja yang dipergunakan oleh guru untuk membantu memperlancar dalam proses pembelajaran pada anak didik sehingga mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan2.4. Tujuan Penggunaan Media

Pada saat kegiatan belajar mengajar, kelas merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar mengajar. Di dalam kelas, seseorang atau siswa dapat berkomonikasi dan berinteraksi dengan guru dan juga teman lainnya. Di sini akan terjadi proses pertukaran wacana, pengalaman, ide-ide kreatif dan sebagainya.Selama proses komunikasi berlangsung, sering ditemukan beberapa bentuk penyimpangan dari tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan. Hal demikian apabila terus berkelanjutan dapat mengakibatkan proses komunikasi yang dilakukan menjadi tidak efektif dan juga tidak efisien. Beberapa hal yang menjadi faktor terjadinya penyimpangan di antaranya yaitu : ketidakpastian siswa, kurangnya minat dan gairah belajar, suasana belajar yang tidak kondusit dan sebagainya.Terjadinya penyimpangan dalam proses belajar mengajar tidak boleh terus dibiarkan dan berlarut-larut. Jika terjadi penyimpangan haruslah segera diatasi. Salah satunya dengan menggunakan media pendidikan dalam proses belajar mengajar. Hal ini dilakukan sebagai pemberi stimulus (informasi lengkap), atau dengan kata lain digunakan untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Dalam kepentingan-kepentingan tertentu media dapat berfungsi sebagai pengatur langkah-langkah kemajuan, dan memberikan umpan balik antara kedua belah pihak (guru dan siswa).Media audio visual memiliki banyak fungsi. Selain fungsi di atas, peranan media yang berupa audio visual mempunyai fungsi pokok sebagai berikut :

Memberikan dasar-dasar yang bersifat konkrit dalam berfikir, sehingga dapat menghindarkan pengertian abstrak (verbalisms). Menghadapkan anak didik pada pengalaman nyata yang mungkin tidak mudah diperoleh dengan cara lain, sehingga menumbuhkan kegiatan untuk berusaha sandiri (self activity). Memberikan peluang pada anak didik untuk berinteraksi langsung antara sesamanya dan lingkungan. Mampu membangkitkan motivasi dan merangsang keinginan untuk selalu meningkatkan belajar.

Faktor guru juga mempunyai arti yang cukup signifikan dalam proses belajar mengajar selain kehadiran media. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa guru, materi, dan media merupakan tiga komponen yang sama-sama menentukan dalam proses belajar mengajar. Dengan kolaborasi yang mantap antara ketiga komponen tersebut dapat dipastikan bahwa problematika pendidikan yang selama ini membayangi para insan pendidikan dapat diminimalisir.Manfaat penggunaan media dapat dirasakan oleh beberapa pihak, di antaranya guru, siswa, dan pihak lain yang terkait. Dengan penggunaan media yang bervariasi secara tidak langsung dapat menambah perbendaharaan pengalaman belajar siswa. Semakin bervariasinya media yang digunakan dapat dipastikan semakin banyak pula alat indera siswa yang diaktifkan secara optimal.Adapun secara umum tujuan penggunaan media pengajaran secara rinci dalam proses belajar mengajar di sekolah antara lain :

Mencegah timbulnya verbalisms. Menambah motif belajar. Menarik perhatian anak, sehingga anak lebih aktif Meringankan beban guru. Mengakrabkan hubungan guru dengan anak. Waktu belajar lebih efektif2.4. Macam-macam Media

Media pendidikan dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok berdasarkan pada kriteria, tertentu, misalnya : media elektronik den media non elektronik. Media elektronik adalah semua, media yang dalam pemanfaatannya menggunakan tenaga listrik. Sedangkan media yang tidak menggunakan tenaga listrik biasa, disebut dengan media non elektronik.Beberapa jenis media yang digunakan untuk proses pengajaran, adalah sebagai berikut :

a. Media Visual

Media ini adalah media yang dapat dilihat atau diindera dengan mata, yaitu meliputi : Surat, majalah, koran, poster, chart, apanduk, dan sebagainya.b. Media Audio

Adalah media yang menyampaikan pesan yang dapat diterima dengan indera pendengar atau pesan yang dapat didengar. Media jenis ini antara lain radio, tape recorder, telepon, dan sebagainya.

c. Media Audio Visual

Adalah media yang dapat memproyeksikan suatu keadaan menjadi sesuatu yang lebih jelas, lebih besar yang dapat dilihat dari jauh secara serempak oleh banyak orang, sehingga efisien. Masuk dalam kelompok media ini adalah : slide, stripe, overhead proyektor, dan televisi.2.5.Media Audio Visual (Televisi) sebagai Media PengajaranTelevisi sesungguhnya dapat dimanfaatkan pula secara efektif untuk tujuan-tujuan pendidikan atau pengajaran secara luas selain berfungsi sebagai penyampai informasi dan hiburan, televisi. Misalnya seperti dalam salah satu tayangan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang menyajikan materi-materi pengajaran di sekolah dan juga ada beberapa tayangan yang berhubungan dengan pendidikan dan juga sekarang banyak televisi yang menayangkan program pendidikan. Televisi sebagai media yang relatif sudah dikenal masyarakat luas ini sangat efektif dalam upaya menunjang penyampaian informasi pendidikan di sekolah.Dalam penyampaian pelajaran terkait dengan materi bidang studi PPKn, televisi dapat menyajikan acara-acara tentang suatu nilai, norma atau etika yang sesuai dengan Pancasila dalam bentuk drama atau sinetron yang lebih menarik perhatian anak. Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan media televisi dibanding dengan media lain yaitu :

a. Dapat menarik perhatian anak.

b. Realistis dan obyektif

c. Dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar.

d. Menyebarkan informasi yang aktual.2.6. Prestasi BelajarUsaha siswa selama mengikuti pelajaran baik berupa nilai tes hasil belajar setiap semester maupun nilai harian adalah prestasi / hasil belajar. Nilai tersebut biasanya dinyatakan dengan angka atau huruf sekaligus memberi petunjuk tentang tingkat kemampuan seorang siswa.

Hasil belajar / prestasi siswa ini dapat dilihat dalam report ataupun nilai harian. Hal ini juga dapat dilihat setelah kepadanya diberikan sejumlah soal dalam bentuk tes, sebab dengan adanya tes itu dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap bahan pelajaran yang telah diikuti sebelumnya.2.7.Pendidikan Nilai Moral dan Akhlaq4. Pengertian tentang nilai-nilai moral Pancasila.

a. Pengertian Nilai.

Adapun pengertian nilai itu sendiri menurut Robert MZ Lawang (1984/1985;13) menyebutkan bahwa, nilai adalah : Gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, yang berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial dan orang yang memiliki nilai itu

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa menilai berarti menimbang yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu untuk selanjutnya mengambil keputusan.Keputusan nilai dapat mengatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik dan sebagainya.

Menurut Notonegoro dalam buku pokok Pendidikan Pancasila (1984: 11) membagi nilai menjadi tiga yaitu :

1. Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.2. Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktifitas.3. Nilai Kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.

Berdasarkan ketiga macara nilai di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Nilai material secara relatif lebih mudah diukur dengan alat-alat pengukur, misalnya dengan alat pengukur berat (gram atau kilogram), alat pengukur panjang (centimeter atau meter), alat pengukur luas (meter persegi), alat pengukur isi (liter) dan sebagainya. Nilai vital berhubungan dengan kepuasan seseorang atas penggunaan sesuatu berdasarkan kegiatan dan aktifitas. Sedangkan nilai kerohanian tidak dapat diukur dengan alat ukur di atas, tetapi diukur dengan Budi Nurani Manusia karena itu lebih sulit dilakukan. Hal ini terlebih lagi apabila dipermasalahkan apakah ada perwujudan budi nurani yang universal.

Nilai kerohanian dibedakan menjadi empat macara, yaitu :

a. Nilai kebenaran / kenyataan, yang bersumber pada unsur akal manusia (rasio, budi, cipta).b. Nilai keindahan, yang bersumber pada unsur rasa manusia (aesthetic)c.Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak / kemauan manusia (will, karsa, ethic)d. Nilai religius yang merupakan nilai kebutuhan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.Terlepas dari kenyataan bahwa orang-orang yang dengan sabar berbuat lain pada kesadaran nilai dengan alasan yang lain pula. Bagi manusia nilai dijadikan landasan atau motivasi dalam segala perbuatan. Dalam bidang pelaksanaan, nilai-nilai itu di jabarkan dalam bentuk norma atau ukuran (normative) sehingga merupakan suatu perintah atau keharusan, anjuran atau merupakan larangan, tidak dinginkan atau celaan. Segala sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran, keindahan, kebaikan dan sebagainya diperintahkan atau dianjurkan.b. Pengertian moral

Menurut pendapat S. Z. S. Pangeran Alhaj (1994/1995:13) Moral adalah ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan. Moral berasal dan mos (mores) yang berarti kesusilaan, tabiat, kelakuan.Apabila, seorang individu dalam kehidjupannya memiliki tingkah laku yang mentaati kaidah yang berlaku dalam masyarakat, disebut baik secara moral dan jika sebaliknya disebut buruk secara moral atau tidak bermoral. Akan tetapi tidak semua nilai merupakan nilai moral.Menurut Pancasila terdapat rangkaian nilai-nilai, kita mengenal 45 butir nilai-nilai moral Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila, Pancasila, itu adalah nilai-nilai moral karena apabila nilai-nilai itu dilaksanakan, maka harkat manusia menjadi baik dan bermutu.2.8. Membaca Sebagai Kegiatan Belajar

Sekurang-kurangnya terdapat tiga dimensi pengembangan minat dan kegemaran membaca yang perlu dipertimbangkan yaitu:

1. Dimensi edukatif pedagogik

Dimensi ini menekankan tindak-tindak motivasional apa yang dilakukan para guru di kelas, untuk semua bidang studi yang akhirnya para siswa tertarik dan memiliki minat

terhadap kegiatan membaca untuk tujuan apa saja. Paradigma pengajaran saat ini adalah

berpusat pada anak didik, maka pengembangan minat baca hendaknya dimulai dari

aktivitas belajar sehari-hari di kelas.

2. Dimensi sosio kultural

Dimensi ini mengandung makna bahwa minat baca siswa dapat digalakkan berdasarkan hubungan-hubungan sosial dan kebiasaan anak didik sebagai anggota masyarakat. Misalnya dalam masyarakat paternalistik, orang tua atau pemimpin selalu menjadi panutan. Dalam hal ini jika yang dijadikan panutan memiliki minat baca maka dapat diprediksi bahwa anak juga dengan sendirinya terbawa situasi tersebut, artinya anak akan memiliki sikap dan kegemaran membaca.

3. Dimensi perkembangan psikologis

Anak usia sekolah pada jenjang SD/SMP/SMU merupakan usia anak praremaja. Tahap pertengahan masa anak-anak didominasi dengan fungsi pengamatan, fungsi rasa ingin tahu yang cukup kuat. Pada masa ini perlu dipertimbangkan secara sungguh-sungguh dalam upaya memotivasi kegemaran membaca siswa. Pengamatan membaca yang jitu biasanya melalui ilustrasi gambar. Penalaran intelektual mudah dirangsang melalui diskripsi yang dikotomis, argumentasi yang menggugah.

Peran perpustakaan sangat sentral dalam membina dan menumbuhkan kesadaran

membaca. Kegiatan membaca tidak bisa dilepaskan dari keberadaan dan tersedianya bahan

bacaan yang memadai baik dalam segi jumlah maupun dalam kualitas bacaan. Pada aspek

lain minat baca senantiasa perlu dikembangkan. Di lingkungan anak usia sekolah usaha

pengembangan minat baca dapat dilakukan dengan prinsip jenjang dan pikat. Prinsip

pertama perlu adanya usaha untuk memikat pengguna untuk mulai menyenangi kegiatan

membaca. Prinsip kedua perlu ada upaya untuk mengkondisikan perlunya penyediaan

meteri bacaan yang sesuai dengan perkembangan anak yang dapat memperkuat minat baca

anak, yang senantiasa terus mendorong anak untuk maju menuju pada kegiatan membaca

yang berkualitas. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kegemaran membaca

siswa melalui perpustakaan adalah:

a. Menyediakan bahan bacaan yang diminati siswa, yang sesuai dengan keragaman tingkat perkembangan anak. b. Menjadikan perpustakaan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa melalui penataan yang bagus, dengan pelayanan yang ramah, c. Membuat promosi dan kegiatan pengembangan minat dan kegemaran membaca dengan memanfaatkan perpustakaan sekolah, d. Memberikan tugas tambahan kepada siswa di luar kelas. Pemberian tugas tambahan ini tentunya berkaitan dengan terbatasnya jam pelajaran di dalam kelas. Oleh sebab itu guru sebaiknya senantiasa mendorong siswa untuk lebih banyak membaca di luar jam-jam sekolah (di rumah). Tugas membaca dapat dipantau dengan membuat laporan, resensi buku, atau membuat laporan garis besar isi buku yang telah dibacanya (sinopsis) dengan memanfaatkan bacaan yang tersedia di perpustakaan, 9/10 e. Tersedianya waktu bagi siswa untuk berkunjung ke perpustakaan baik secara perseorangan maupun klasikal yang sekaligus merupakan jam belajar di perpustakaan. f. Mengintegrasikan perpustakaan dalam kegiatan belajar mengajar.2.8. Pembelajaran Berbasis Mencari Informasi

Kegiatan utama dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran berbasis mencari informasi adalah mengajukan dan melakukan analogi. Dengan begitu, agar peserta didik mampu mengajukan dan melakukan analogi (analogi langsung dan personal) maka guru perlu terlebih dahulu memberi pemahaman kepada peserta didik mengenai materi yang sedang dibahas. Teknik penyajian pembelajaran berbasis mencari informasi ini merupakan salah satu bagian dari model pembelajaran mandiri. Langkah-

langkah pendekatan ini meliputi; pemberian tugas mencari informasi, identifikasi dan penyebutan contoh-contoh data yang relevan dengan topik yang sedang dibahas, mengelompokkan contoh-contoh berdasarkan karakteristik yang dimilikinya, dan mengembangkan kategori atau nama untuk kelompok-kelompok itu. Tujuan dari teknik ini adalah mendorong peserta didik agar mampu mengembangkan sistem konseptual tentang bagaimana cara mencari informasi. Pembelajaran diambil dari terjemahan kata "Instructional". Seringkali orang membedakan kata pembelajaran ini dengan "pengajaran", akan tetapi tidak jarang pula orang memberikan pengertian yang sama untuk kedua kata tersebut. Kata pembelajaran dan kata pengajaran dapat dibedakan pengertiannya. Kalau kata pengajaran hanya ada di dalam konteks guru-murid di kelas formal, sedangkan kata pembelajaran tidak hanya ada dalam konteks guru-murid di kelas formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan belajar mengajar yang tak dihadiri oleh guru secara fisik di dalam kata pembelajaran ditekankan pada kegiatan belajar siswa melalui usaha-usaha yang terencana dalam mengaktualisasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar. Dengan definisi seperti ini, kata pengajaran lingkupnya lebih sempit dibanding kata pembelajaran. Di pihak lain ada yang berpandangan bahwa kata pembelajaran dan kata pengajaran pada hakekatnya sama, yaitu suatu proses interaksi antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan yang

telah ditentukan. Kedua pandangan tersebut dapat digunakan, yang terpenting adalah interaksi yang terjadi antara guru dan siswa itu harus adil, yakni adanya komunikasi yang timbal balik di antara keduanya, baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui media. Siswa jangan selalu dianggap sebagai subjek belajar yang tidak tahu apa-apa. Ia memiliki latar belakang, minat, dan kebutuhan, serta kemampuan yang berbeda. Peranan guru tidak hanya terbatas sebagai pengajar (penyampai ilmu pengetahuan), tetapi juga sebagai pembimbing, pengembang, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Setelah guru mempelajari kurikulum yang berlaku, selanjutnya membuat suatu desain pembelajaran dengan mempertimbangkan kemampuan awal siswa (entering behavior), tujuan yang hendak dicapai, teori belajar dan pembelajaran, karakteristik bahan yang akan diajarkan, metode dan media atau sumber belajar yang akan digunakan, dan unsur-unsur lainnya sebagai penunjang. Setelah desain dibuat, kemudian KBM atau pembelajaran dilakukan. Dalam hal ini ada dua kegiatan utama, yaitu guru

bertindak mengajar dan siswa bertindak belajar. Kedua kegiatan tersebut berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.

Pada akhirnya implementasi pembelajaran itu akan menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil ini akan memberikan dampak bagi guru dan siswa. Bagi guru sebagai dampak pembelajaran (instructional effect) berupa hasil yang dapat diukur sebagai data hasil belajar siswa (angka/nilai) dan berupa masukan bagi pengembangan pembelajaran selanjutnya. Sedangkan bagi siswa sebagai dampak pengiring (nurturent effect) berupa terapan pengetahuan dan atau kemampuan di bidang lain sebagai suatu transfer belajar yang akan membantu perkembangan mereka mencapai keutuhan dan kemandirian. Jadi, ciri utama dari kegiatan pembelajaran adalah adanya interaksi. lnteraksi yang terjadi antara si belajar dengan lingkungan belajarnya, baik itu dengan guru, teman-temannya, tutor, media pembelajaran, dan atau sumber-sumber belajar yang lain. Sedangkan ciri-ciri lainnya dari pembelajaran ini berkaitan dengan komponen-komponen pembelajaran itu sendiri. Dimana di dalam pembelajaran akan terdapat komponen-komponen sebagai berikut; tujuan, materi/bahan ajar, metode dan media, evaluasi, anak didik/ siswa, dan adanya pendidik/guru Di samping itu, modifikasi dilakukan pula terhadap tahap-tahap pembelajarannya yaitu melakukan penggabungan terhadap tahap pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuah menjadi satu tahap. Alasannya karena tahap-tahap tersebut saling mengait.BAB 3METODE PENELITIAN3.1.Perencanaan1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di tempat penulis bertugas yaitu SMP Negeri 1 Mojoanyar, Desa Jabon, Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto, telepon 0321 3944172. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VIIIa yang jumlahnya 32 orang

3. Waktu penelitian

Secara keseluruhan penelitian ini dilaksanakan selama 8 minggu yakni tanggal 1 Maret 2012 sampai dengan tanggal 27 Maret 2012 Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012

4. Materi PembelajaranPenerapan penelitian tindakan ini pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dengan materi KD Menghindari Perilaku Tercela, yaitu dendam dan munafik.

5. Koran sebagai Sumber BelajarPembelajaran ini bertujuan agar peserta didik mampu menampilkan contoh-contoh kongkrit dan realistis tentang perilaku tercela. Pembelajaran yang akan diteliti adalah pembelajaran yang menggunakan koran sebagai sumber belajar.

Setelah mendapatkan bekal pengetahuan dan pemahaman tentang perilaku-perilaku tercela, yaitu dendam dan munafik, peserta didik diajak untuk mencari dan menelaah berita-berita yang dimuat di koran yang didalamnya terkandung perilaku dendam dan munafik.

Secara berkelompok peserta diberi kesempatan untuk mencari dan mempelajari berita-berita yang termuat di koran. Selanjutnya peserta didik diminta untuk melaporkan berita yang dimaksud dengan cara:

a. Mencantumkan nama koran dan tanggal terbit

b. Menyebutkan nama tokoh yang ada dalam berita

c. Menyebutkan sifat tokoh

d. Menceritakan secara singkat berita terkait

e. Memberikan refleksi dan pendapat kelompok tentang sifat tokoh dalam berita

f. Mengungkapkan pendirian kelompok terhadap berita dan tokoh tersebut

Dari langkah tersebut, diharapkan peserta didik memiliki kepedulian terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat yang termuat di koran, memiliki kemampuan dalam menelaah sebuah berita dan mengambil pelajaran yang terkandung di dalamnya, serta memiliki kebiasaan untuk gemar membaca koran sebagai sumber belajar.6. Instrumen PenilaianInstrumen penilaian yang digunakan adalah lembar pengamatan, lembar penilaian diri, pre tes dan post test, serta angket.

7. Proses PenelitianProses pelaksanakan penelitian dilakukan selama dua siklus. Masing-masing siklus dilakukan selama 4 jam pelajaran (2 kali pertemuan). Pada 2 jam pertama, peserta didik secara berkelompok diajak untuk membaca, mencari dan menelaah berita-berita di koran yang mengandung nilai/sifat dendam dan munafik. Pada 2 jam ke dua, masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.

3.2. Sasaran Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui kepedulian terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat yang termuat di koran, memiliki kemampuan dalam menelaah sebuah berita dan mengambil pelajaran yang terkandung di dalamnya, serta memiliki kebiasaan untuk gemar membaca koran sebagai sumber belajar dengan indikator sebagai berikut:8. Kondisi Awal

SMP Negeri 1 Mojoanyar terletak di desa Jabon yang merupakan masyarakat urban. Kehidupan soaial dan keagamaan berada pada masa peralihan antara masyarakat agraris dan industrial. Hal ini berdampak pada pola kehidupan sosial dan ekonomi yang belum stabil. Sebagai masyarakat agraris dan industrial, biasanya kehidupan masyarakat cenderung lebih stabil, memiliki aktifitas dan rutinitas yang konstan. Hal ini disebabkan oleh aktifitas ekonomi yang lebih stabil. Masyarakat hanya disibukkan dengan aktifitas pertanian atau industrial. Sebaliknya, masyarakat urban berada di masa peralihan, lahan pertanian semakin menyempit, sedangkan lapangan kerja industrial juga masih belum siap. Sementara tuntutan gaya hidup modern menjadi sesuatu yang diidamkan. Hal ini menyebabkan instabilitas dalam aktifitas dan finansial.

Kondisi ini berpengaruh terhadap aktifitas ekonomi, kesempatan pendidikan dan pengembangan wawasan, serta aktifitas keagamaan. Tidak seimbangnya antara kemampuan ekonomi akibat instabilitas sumber ekonomi dengan tuntutan kehidupan modern, belum stabilnya aktifitas ekonomi, menyebabkan taraf ekonomi menjadi rendah sementara aktifitas ekonomis sangat tinggi. Dalam arti, masyarakat sangat sibuk dengan pekerjaan tapi hasilnya sangat rendah secara ekonomis. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan pendidikan dan pengembangan wawasan serta aktifitas keagamaan menjadi rendah. Di tengah masyarakat yang demikian inilah peserta didik SMPN 1 Mojoanyar tumbuh dan berkembang.

Kondisi awal siswa bisa dirumuskan sebagai berikut:a.Kemampuan menjelaskan pengertian dendam dan munafik 72 %

b. Kemampuan memberikan contoh kongkrit dendam dan munafik 52 %

c. Kemampuan menyebutkan sebuah peristiwa yang terjadi di masyarakat yang mengandung perilaku dendam dan munafik 40 %

d.Ketertarikan pada berita-berita tentang peristiwa yang terjadi di masyarakat 55 %

e.Kemampuan menjelaskan peristiwa yang terjadi yang dimuat di koran 60 %

f.Kemampuan untuk menelaah dan mengambil pelajaran dari berita yang dibaca di koran 45 %

g.Kemampuan mengambil sikap atas peristiwa yang terjadi dalam berita yang dibaca di koran 60 %

h.Frekuensi membaca koran 30 %

9. Kondisi Siklus 1a.Kemampuan menjelaskan pengertian dendam dan munafik 83 %

b. Kemampuan memberikan contoh kongkrit dendam dan munafik 62 %

c. Kemampuan menyebutkan sebuah peristiwa yang terjadi di masyarakat yang mengandung perilaku dendam dan munafik 75 %

d.Ketertarikan pada berita-berita tentang peristiwa yang terjadi di masyarakat 73 %

e.Kemampuan menjelaskan peristiwa yang terjadi yang dimuat di koran 68 %

f.Kemampuan untuk menelaah dan mengambil pelajaran dari berita yang dibaca di koran 65 %

g.Kemampuan mengambil sikap atas peristiwa yang terjadi dalam berita yang dibaca di koran 75 %

h.Frekuensi membaca koran 40 %

10. Kondisi Siklus 2a.Kemampuan menjelaskan pengertian dendam dan munafik 90 %

b. Kemampuan memberikan contoh kongkrit dendam dan munafik 80 %

c. Kemampuan menyebutkan sebuah peristiwa yang terjadi di masyarakat yang mengandung perilaku dendam dan munafik 85 %

d.Ketertarikan pada berita-berita tentang peristiwa yang terjadi di masyarakat 90 %

e.Kemampuan menjelaskan peristiwa yang terjadi yang dimuat di koran 85 %

f.Kemampuan untuk menelaah dan mengambil pelajaran dari berita yang dibaca di koran 80 %

g.Kemampuan mengambil sikap atas peristiwa yang terjadi dalam berita yang dibaca di koran 85 %

h.Frekuensi membaca koran 50 %

3.3. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti akan mengambil 2 siklus. Siklus kegiatan pelaksanaan tindakan kelas dapat digambarkan sebagai berikut

Garmbar 1 : Siklus Kegiatan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas

1. Rencana Tindakan Siklus 1

Perencanaan1) Mengidentifikasi masalah dan menetapkan alternatif pemecahan masalah.

2) Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam PBM.

3) Menentukan materi pokok pembelajaran.

4) Mengembangkan skenario pembelajaran

5) Menyusun pre test dan postest

6) Menyiapkan sumber dan media pembelajaran termasuk property simulasi sosial

7) Mengembangkan format observasi pembelajaran

8) Menyusun format penilaian diri

Tindakan

b. Pertemuan pertama (2 x 40 menit)

1) Mengadakan pretes untuk menjajagi kemampuan awal siswa2) Memberikan pengantar materi tentang dendam dan munafik

3) Pengelompokan siswa ke dalam 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa4) Menjelaskan tugas yang akan dilaksankan oleh setiap kelompok berupa membaca koran, mencari berita yang relevan, menelaah berita, mendiskusikan dan mengambil sikap kelompok atas berita tersebut5) Membagikan koran sebagai sumber belajar6) Selama kegiatan kelompok, guru melakukan pengamatan terhadap jalannya permainan dan mencatat semua kejadian kedalam anecdotal record.7) Guru memberikan komentar, pengarahan dan tanya jawab dengan siswa8) Siswa dan guru membuat kesimpulan

b. Pertemuan kedua (2 x 40 menit)

1) Guru mengingatkan siswa tugas kelompok yang telah dikerjakan pada pertemuan sebelumnya2) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya3) Kelompok lain menanggapi4) Guru mengadakan penilaian

5) Guru memberikan penjelasan

6) Siswa dan guru menyimpulkan

7) Siswa mengisi lembar penilaian diri dan postes\

8) Guru dan Siswa mengambil kesimpulan akhir

PengamatanHal-hal yang diamati observer dalam melaksanakan tindakan yaitu :

1) Sikap siswa ketika mendengarkan penjelasan guru,

2) Suasana kelas saat peserta didik bekerja kelompok3) Antusiasme peserta didik dalam mencari dan menelaah berita di koran.4) Aktifitas peserta didik dalam bekerja kelompok5) Gejala-gejala positif maupun negatif yang muncul pada saat tindakan

Refleksi

Pada tahap ini guru bersama guru menganalisis perubahan yang terjadi pada peserta didik dan suasana kelas dan hal-hal yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Peserta didik juga diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan memberi masukan tentang apa yang dialami untuk penyempurnaan tindakan berikutnya.

Dari hasil lembar observasi, angket, wawancara, pretes dan postes serta skala sikap dilihat apakah tindakan yang dilakukan guru menghasilkan perubahan yang signifikan, yaitu dilihat pada perilaku peserta didik di dalam belajar apakah lebih aktif, komunikatif, antusias dan merasa senang sehingga peserta didik termotivasi untuk serius belajar. Di samping apakah terdapat perubahan perilaku positif siswa dalam menangapi berita-berita yang ada di koran setelah adanya tindakan yang diberikan. Selain itu dilihat pada hasil tes yang diikuti peserta didik apakah telah mencapai hasil belajar yang optimal.

Apabila pada siklus I belum mencapai indikator sesuai yang diharapkan atau belum bisa mengatasi masalah maka perlu dilanjutkan dalam kegiatan penelitian pada siklus II, demikian pula bila terjadi pada siklus II tersebut belum mampu menunjukkan hasil maksimal, dilanjutkan penelitian pada siklus III dan seterusnya sampai diperoleh kemajuan yang signifikan dalam pemecahan masalah. 2. Rencana Tindakan Siklus 2

Melaksanakan program tindakan 2 sebagai berikut: Dalam siklus 2 langkah-langkah tindakan yang diterapkan sama dengan yang ada di siklus 1. Yang membedakan adalah pada siklus kedua, sebelum simulasi dimulai para peserta didik mempelajari materi pelajaran yang menjadi bagian pembahasannya agar peserta didik dapat belajar lebih bermakna dan mengkontruksi sendiri (Kontstruktivisme sebagai filosofi). Tujuan dari tindakan ini adalah untuk lebih meningkatkan kemampuan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Siswa akan lebih banyak bertanya, menyanggah, mengemukakan ide, ataupun menyetujui ide teman.

Pengamatan

Mengumpulkan data dari tindakan siklus 2

Refleksi

Melakukan evaluasi tindakan siklus 2.3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat atau fasilitas yang dipergunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya mudah dan hasilnya baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto,1998:151). Menurut bentuknya, instrumen dibedakan menjadi dua yaitu bentuk tes dan nontes. Bentuk tes dapat berupa tes subjektif dan tes objektif Sedangkan bentuk nontes dapat berupa skala bertingkat, daftar cocok, wawancara, angket observasi, kuesioner, dan lain-lain. (Arikunto,1998:52-87).

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah:

a. Lembar Observasi

1) Catatan penelitian berupa catatan tentang kejadian-kejadian atau perubahan- perubahan yang dijumpai ketika tindakan berlangsung

2) Lembar observasi tentang tindakan guru.

3) Lembar observasi tentang motivasi siswa

4) Lembar observasi tentang kegiatan pembelajaran menggunakan metode simulasi sosial b. Angket: Angket tentang perasaan siswa dengan pembelajaran menggunakan metode simulasi sosial c. Soal tes: Soal tes tertulis berupa pre tes dan postes disusun peneliti dalam bentuk soal pilihan ganda.d. Skala sikap: skala sikap disusun peneliti dalam bentuk pertanyaan mengenai sikap siswa dan pilihan jawaban disediakan, siswa cukup memberi tanda centang ( ) pada jawaban yang telah disediakan.(terlampir)e. Dokumentasi : Untuk mengambil data nilai-nilai PAI siswa kelas VIII A dan foto-foto pelaksanaan tindakan3.5. Data dan Teknik Pengumpulan Data.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer yaitu berupa hasil observasi langsung terhadap aktivitas siswa dalam diskusi. Untuk memperoleh data tersebut di atas, diperlukan teknik pengumpulan data yang tepat. Dengan memperhatikan judul penelitian dan instrumen penelitian, dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data nontes. Berikut ini, beberapa teknik dan alat yang diperlukan, antara lain:3.5.1. Pedoman pengamatan

Pedoman pengamatan ini sangat diperlukan untuk mengamati proses pembelajaran yang sedang berlangsung, kinerja kelas, kinarja guru, dan kinerja siswa. Bentuk pedoman pengamatan dapat berupa lembar pengamatan yang sudah dengan rinci menampilkan aspek- aspek dari proses yang harus diamati, dan tinggal membubuhkan tanda cek atau menuliskan secara ringkas informasi mengenai proses.(Ghony,Djunaidi,2008:92)

3.5.2. Tes.Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang tingkat kemampuan penguasaan materi pelajaran PAI sebelum dan sesudah proses pembelajaran dilaksanakan. Tes sebagai instrumen pengumpul data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pertama, tes buatan guru yang disusun oleh guru dengan prosedur tertentu, dan kedua, tes terstandar yaitu tes yang biasanya sudah tersedia di suatu lembaga testing yang sudah terjamin keampuhannya (Arikunto, Suharsimi: 1999).

Untuk dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam mengamati dan menelaah berita di koran, terlebih dahulu siswa harus memahami materi tentang kerja keras, tekun, ulet, dan teliti. Oleh karena itu, pada awal siklus I guru memberikan tes tertulis buatan guru untuk menjajagi kompetensi siswa terhadap materi yang akan dibahas (pre tes). Dan pada akhir setiap siklus guru memberikan tes tertulis buatan guru untuk mengukur kemampuan siswa secara individual (pos tes). Setelah itu siswa diberi tes skala sikap untuk mengetahui perubahan yang nampak setelah pemakaian tindakan.3.5.3. Catatan Lapangan dan Anecdotal Records

Kedua alat ini untuk mencatat informasi kualitatif yang terjadi terkait tindakan. Hal- hal yang dicatat sangat banyak macamnya, misalnya perilaku spesifik yang dapat menjadi petunjuk adanya permasalahan atau penunjuk untuk langkah berikutnya. Catatan kualitatif juga dapat dipakai untuk menunjukkan kecenderungan perubahan yang bersifat positif dan negative. .(Ghony,Djunaidi,2008:92)3.5.4. Angket dan wawancara

Dua hal ini hampir sama berupa sejumlah pertanyaan yang harus diisi oleh responden, hanya berbeda dalam penyampaiannya, kalau secara lisan disebut pedoman wawancara, dan bila secara tertulis disebut angket. .(Ghony,Djunaidi,2008:93)

Persyaratan wawancara, antara lain:

1) Bersikap simpatik, menarik dan perhatian terhadap pendengar, tanpa mengambil bagian aktif dalam wawancara.

2) Bersifat netral terhadap suatu masalah

3) Harus reflex

4) Gunakan kata- kata:Pendapatmu sangat penting bagiku, yang ingin saya ketahui adalah apa yang kamu pikirkan, ini bukan ujian dan bukan jawaban tunggal.

3.5.5. Dokumentasi.Menurut Suharsimi Arikunto, metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, ledger, agenda dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian.( Suharsimi Arikunto: 1993) Penerapan teknik dokumentasi ini diarahkan pada data-data tertulis berupa dokumentasi nilai-nilai PAI dan foto-foto pelaksanaan tindakan kelas.3.6. Indikator Keberhasilan

Indikator untuk mengetahui keberhasilan penilitian ini ditetapkan sebagai berikut.

3.6.1. Sekurang-kurangnya 75% siswa mempunyai motivasi dalam mencari, menelaah dan menanggapi berita di koran tentang sifat kerja keras, tekun, ulet, dan teliti.3.6.2. Guru peneliti dapat merancang pembelajaran dengan menggunakan koran sebagai sumber belajar dalam memotivasi peserta didik agar mampu mencari, menelaah dan menanggapi berita di koran tentang sifat kerja keras, tekun, ulet, dan teliti.3.6.3. Pemanfaatan waktu yang maksimal dalam proses pembelajaran dengan memanfaatkan waktu untuk menganalisis kegiatan pembelajaran dan tingkah laku siswa dalam proses PBM3.6.4. Peningkatan aktifitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan mengerjakan tugas-tugas,3.7. Teknik Analisis DataData yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif yang digunakan untuk (i) mendeskripsikan hasil yang dicapai siswa; (ii) mendeskripsikan kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran; (iii) menganalisis hasil wawancara dan angket siswa dan diakhiri dengan suatu kesimpulan dari hasil analisis data tersebut.BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANPenelitian Tindakan kelas (PTK) dengan judul Peningkatan Kemampuan Peserta Didik dalam Memahami Arti Penting Menghindari Perilaku Dendam dan Munafik Melalui Pemanfaatan Koran sebagai Sumber Belajar Di Kelas 8A SMPN 1 Mojoanyar Mojokerto yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2012 sampai dengan tanggal 24 Maret 2012 dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut:4.1. Pelaksanaan Tindakan

Penelitian tindakan siklus I dilaksanakan tanggal 7 Maret 2012. Jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran 32 anak. Materi pelajaran yang dipilih Standar Kompetensi Akhlak: Menghndari Perilaku Tercela dengan Kompetensi Dasar: Menghindari Perilaku tercela dendam dan munafik. Kompetensi Dasar ini merupakan Kompetensi Dasar kedua dari tiga kompetensi. Pengambilan KD kedua dengan alasan bahwa pada Kompetensi Dasar inilah esensi materi yang sebenarnya. Kemampuan siswa untuk bisa menampilkan perilaku terpuji merupakan esensi materi. Pada KD ini siswa dituntut memiliki kemampuan dalam menelaah sebuah perilaku untuk kemudian menentukannya sebagai sebuah pilihan dalam bersikap. KD ini juga menjadi indikator yang menentukan sekaligus tolok ukur keberhasilan pada KD pertama.

Sebelum melaksanakan proses pembelajaran, terlebih dahulu peneliti melaksanakan perencanaan sebagai berikut; (1) Merumuskan Rencana Pembelajaran untuk Kompetensi Dasar kedua; Menampilkan contoh perilaku kerja keras, tekun, ulet dan teliti. Terdiri atas dua kali pertemuan masing-masing 2 jam pelajaran. Pertemuan pertama berisi penugasan secara kelompok, pertemuan kedua berisi presentasi hasil kerja kelompok. (2) Perangkat pembelajaran yang disiapkan berupa Program Semester. Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian, Rencana Pembelajaran, Program Pengayaan dan Program Remedial, Buku Nilai dan Buku Jurnal Guru.(3) Sumber belajar yang digunakan adalah koran.(4) Alat penilaian yang digunakan adalah lembar observasi/pengamatan dan angket sikap minat dan motivasi belajar masingmasing berisi pernyataan atau pertanyaan, Lembar penilaian diri, dan soal pre test dan post test. Adapun pelaksanaan proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan siklus pertamaSiklus 1

a. Pertemuan pertama (2 x 40 menit)

Mengadakan pretes untuk menjajagi kemampuan awal siswa Memberikan pengantar materi tentang dendam dan munafik

Pengelompokan siswa ke dalam 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa Menjelaskan tugas yang akan dilaksankan oleh setiap kelompok berupa membaca koran, mencari berita yang relevan, menelaah berita, mendiskusikan dan mengambil sikap kelompok atas berita tersebut Membagikan koran sebagai sumber belajar Selama kegiatan kelompok, guru melakukan pengamatan terhadap jalannya permainan dan mencatat semua kejadian kedalam anecdotal record. Guru memberikan komentar, pengarahan dan tanya jawab dengan siswa Siswa dan guru membuat kesimpulan

b. Pertemuan kedua (2 x 40 menit)

Guru mengingatkan siswa tugas kelompok yang telah dikerjakan pada pertemuan sebelumnya Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya Kelompok lain menanggapi Guru mengadakan penilaian

Guru memberikan penjelasan

Siswa dan guru menyimpulkan

Siswa mengisi lembar penilaian diri dan postes\

Guru dan Siswa mengambil kesimpulan akhir

2. RefleksiPada siklus pertama, ada beberapa kekurangan dalam penerapan metode sehingga hasil yang diharapkan kurang maksimal. Kekurangan tersebut antara lain: (1) Siswa masih kurang mampu mengambil inti sebuah berita, mungkin karena hal itu adalah pengalaman baru bagi mereka; (2) Jumlah koran yang disediakan kurang cukup untuk mengantisipasi ketersediaan berita yang diharapkan; (3) Siswa kurang bisa komunikatif di dalam berdiskusi dikarenakan kemampuan siswa dalam menelaah sebuah berita masih belum maksimal; (4) Suasana diskusi dalam simulasi tidak menghasilkan tanggapan- tanggapan kritis dari temannya, hanya didominasi oleh siswa- siswa yang tergolong pandai saja padahal penulis menghendaki suasana hidup dan masing- masing peserta saling menyanggah dan mau mengungkapkan pendapatnya.

Dari hasil refleksi tadi, ada beberapa tindakan yang peneliti lakukan pada siklus kedua, yaitu:a. Guru memberikan penjelasan tentang bagaimana cara mengambil sebuah inti dari berita yang dibaca.

b.Jumlah koran yang disediakan ditambah guna semakin menambah kemungkinan adanya berita yang diinginkan

c. Sebelum pelajaran dimulai, terlebih dahulu peserta didik mempelajari materi pelajaran yang menjadi bagian pembahasannya agar peserta didik dapat belajar lebih lebih bermakna dan mengkontruksi sendiri (Kontstruktivisme sebagai filosofi). d.Guru lebih memotivasi agar semua siswa memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat.

3. Pelaksanaan siklus keduaSiklus 2b. Pertemuan pertama (2 x 40 menit)

1) Mengadakan pretes untuk menjajagi kemampuan awal siswa2) Memberikan pengantar materi tentang sifat dendam dan munafik3) Pengelompokan siswa ke dalam 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa

4) Menjelaskan tugas yang akan dilaksankan oleh setiap kelompok berupa membaca koran, mencari berita yang relevan, menelaah berita, mendiskusikan dan mengambil sikap kelompok atas berita tersebut5) Guru memberikan penjelasan tentang cara mengambil inti sebuah cerita

6) Membagikan koran sebagai sumber belajar dalam jumlah yang lebih banyak

7) Selama kegiatan kelompok, guru melakukan pengamatan terhadap jalannya permainan dan mencatat semua kejadian kedalam anecdotal record.

8) Guru memberikan komentar, pengarahan dan tanya jawab dengan siswa selama siswa berdiskusi dengan memberikan porsi lebih kepada siswa yang terlihat kurang aktif untuk lebih banyak berbicara9) Siswa dan guru membuat kesimpulan

b. Pertemuan kedua (2 x 40 menit)

Guru mengingatkan siswa tugas kelompok yang telah dikerjakan pada pertemuan sebelumnya Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya Kelompok lain menanggapi Guru memberikan kesempatan lebih terutama kepada siswa yang terlihat pasif

Guru mengadakan penilaian

Guru memberikan penjelasan

Siswa dan guru menyimpulkan Siswa mengisi lembar penilaian diri dan postes

Guru dan Siswa mengambil kesimpulan akhir

4.2. Hasil Penelitian

1. Hasil Pembelajaran Ranah Kognitif

Sebelum diterapkan koran sebagai sumber belajar, peneliti mengadakan pre-test tentang tema perilaku terpuji (kerja keras, tekun, ulet, dan teliti) yang akan dipelajari. Begitu pula setelah selesai kegiatan tersebut diadakan post test. Berikut ini hasil skor pre & post test dari kelas IX/d (untuk lebih lengkapnya lihat lampiran 3 dan 4)

Tabel 2.

Nilai rata- rata pre tes dan post test pemahaman siswa

SiklusJumlah siswa hadirMean Pre testMean Post testSkor terendah pre/postSkor tertinggi pre/post

Pertama32607945/7580/90

Kedua32688965/7585/95

Dari tabel diatas diketahui bahwa rata- rata pre test pada siklus pertama 60 sedangkan rata- rata post test adalah 79. Berarti setelah dilakukan tindakan, pemahaman siswa naik 19 %. Sedangkan pada siklus kedua, rata- rata pre test menurun dari post test siklus pertama, yaitu 68, sedangkan rata- rata post test pada siklus kedua adalah 83. Berarti setelah dilakukan tindakan pada siklus kedua, kemampuan siswa meningkat 21 %. 2. Hasil Pembelajaran Ranah Afektif

Belajar merupakan perubahan perilaku seseorang melalui latihan dan pengalaman, motivasi akan memberi hasil yang lebih baik terhadap perbuatan yang dilakukan seseorang. Hasil belajar dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap da ketrampilan, perubahan yang lebih baik dari sebelumnya, misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dan dari tidak santun menjadi santun (Martinis Yamin, 2007:168)

Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena peserta didik akan belajar dengan sungguh- sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Menurut Howard (1968). Setiap guru sebaiknya memiliki rasa ingin tahu, mengapa dan bagaimana anak belajar dan menyesuaikan dirinya dengan kondisi belajar dalam lingkungannya.

Dalam hal ini, temuan yang bisa diambil adalah bahwa anak memerlukan fasilitas dan motivasi dalam mengembangkan nilai-nilai moral dan akhlak, diantaranya adalah melalui pemberian kesempatan untuk menelaah fenomena sosial dengan media koran, serta memberikan kesempatan serta motivasi dalam mengungkapkan pendapat tentang fenomena sosial tersebut.BAB 5PENUTUP

5.1. SIMPULANPTK mengangkat permasalahan sebagai berikut:

3. Pemanfaatan Koran sebagai Sumber Belajar mampu meningkatkan Kemampuan Peserta Didik dalam Memahami Arti Penting enghindari Perilaku Dendam dan munafik Di Kelas 8A SMPN 1 Mojoanyar Mojokerto4. Pemanfaatan Koran sebagai Sumber Belajar mampu meningkatkan hasil belajar dalam Memahami Arti Penting Menghindari Perilaku Dendam dan Munafik Di Kelas 8A SMPN 1 Mojoanyar Mojokerto5.2. SARAN Sebagai saran yang bisa disempaikan dalam penelitian ini adalah agar:

1. Menjadikan koran sebagai salah satu sumber belajar dalam upaya memberikan kesadaran akan arti penting menghindari perilaku dendam dan munafik.2. Menjadikan koran sebagai salah satu sumber belajar dalam meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menganalisa masalah masalah akhlak yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

FOTO FOTO PENELITIAN