ptk - coop.docx
TRANSCRIPT
PENGGUNAAN METODE COOPERATIVE LEARNING MODEL STAD
DAPAT MENINGKATKAN KEBERSAMAAN SISWA PADA
PEMBELAJARAN SENI TARI
DI KELAS VII PADA SMP NEGERI 2 GARUT
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Kenaikan Tingkat dari Gol. IV/a ke IV/b
Oleh
Lilis Maryati, S.Pd.
NIP. 19610310 198412 2 001
SMPN 2 GARUT
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN GARUT
2014
Judul: PENGGUNAAN METODE COOPERATIVE LEARNING MODEL STAD DAPAT MENINGKATKAN KEBERSAMAAN SISWA PADA PEMBELAJARAN SENI TARI DI KELAS VII PADA SMP NEGERI 2 GARUT
Peneliti:
Lilis Maryati, S.Pd. NIP. 19610310 198412 2 001
Mengetahui,Kepala Perpustakaan,
_________________________ NIP.
Mengetahui,Kepala Sekolah,
Drs. Iden Suparno, M.Pd NIP. 19591214 198603 1 010
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan
tempat tinggal mereka, dengan kata lain lingkungan yang baik akan memberi
dampak positif pada prilaku manusia. Tetapi sebaliknya apabila lingkungan yang
kurang baik maka akan berpengaruh kurang baik pula terhadap prilaku
manusianya. Berkaitan dengan hal tersebut apabila diaplikasikan dalam proses
belajar mengajar di sekolah, peserta diarahkan ke suasana demokrasi agar potensi
siswa dapat berkembang dengan baik.
Menurut Dewey dan Thelan dalam Trianto, (2007:45) “…sekolah
dipandang sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah laku
demokrasi”.Suasana demokrasi yaitu suasana yang memungkinkan untuk
tumbuhkembangnya potensi-potensi siswa yang positif dan bermanfaat bagi
pembangunan bangsa, seperti halnya mengembangkan kreativitas siswa,
mengembangkan kemampuan berfikir, dan mengembangkan ketrampilan
berinteraksi dengan lingkungan.
Hal ini dalam pembelajaran di sekolah sangat cocok dengan pembelajaran
cooperative learning, yang mana siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil
dan untuk beberapa pertemuan mereka tetap dalam kelompoknya kemudian
mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat berkerjasama
dengan baik.Ketrampilan-ketrampilan itu di antaranya kemampuan menyelesaikan
masalah, kecakapan mengemukakan pendapat, kecakapan menyikapi pendapat
temannya, dan membantu teman yang memiliki kemampuan yang kurang.
Pada dasarnya Pembelajaran cooperative learning ini adalah untuk
menciptakan susana belajar yang lebih hidup dan nyaman. Hidup dalam
pengertian, siswa yang lebih aktif di bandingkan cuma mendengarkan penjelasan
materi dari guru.Nyaman maksudnya adalah suasana belajar yang tidak kaku
karena dengan metode ini sesama siswa lebih leluasa memberikan pendapat
ataupun pertanyaan bahkan bisa memberikan ide di bandingkan berkomunikasi
dengan gurunya.
Dari paparan di atas sangatlah jelas untuk bekerjasama perlu adanya
hubungan yang baik walaupun mereka memiliki latar belakang yang berbeda
Perbedaan di sini bisa karena jenis kelamin laki-laki atau perempuan, faktor
kemampuan pandai atau kurang pandai, faktor lingkungan keluarga, agama, suku
adat budaya dan yang lainnya. Perbedaan ini, di kelas pun ada dan ini sangat
terlihat jelas antara kelompok siswa laki-laki dan kelompok siswa perempuan dan
ada juga siswa yang mau berbaur dengan teman sesama jenisnya ada juga yang
tidak, bahkan seperti ada diskriminasi sehingga menurut peneliti metode
cooperative learning cocok untuk diterapkan agar kebersamaan lebih meningkat
di dalam pembelajaran seni budaya khususnya seni tari. Menurut peneliti jika
perbedaan-perbedaan ini dibiarkan maka akan terjadi pengelompokan-
pengelompokan yang kurang positif dan dikhawatirkan akan lahir prilaku-prilaku
yang kurang baik. Untuk itu perlu adanya pembelajaran cooperative learning.
Di dalam pembelajaran ini guru hanya sebagai fasilitator saja atau
memberi arahan-arahan apabila ada sesuatu yang belum dipahami oleh siswa.
Guru mengupayakan agar siswa lebih kreatif dan lebih mengenal teman
sekelompoknya atau teman sekelasnya.
Apalagi di dalam pembelajaran seni budaya, siswa bukan hanya
mempelajari bagaimana menciptakan karya seni dengan teknik dan medianya,
mempelajari irama musiknya dan gerak tarinya saja, tetapi mempelajari
bagaimana latar belakang terbentuknya karya seni tersebut, sehingga dalam
pembelajaran seni budaya perlu adanya kerja sama yang baik untuk menuangkan
pengalaman-pengalaman seni atau pemahaman-pemahaman seni yang di
milikinya.
Bagi siswa lingkungan sekolah bukan hanya tempat menuntut ilmu tetapi
juga tempat belajar berinteraksi dengan lingkungan terutama lingkungan
sosialnya, seperti belajar bergaul dengan teman sebayanya, belajar bekerjasama,
dan belajar memberi bantuan kepada temannya yang sedang kesusahan. Hal ini
berarti setelah belajar seni budaya khususnya seni tari dengan menggunakan
metode cooperative learning model STAD yang akan dipakai dalam penelitian
ini, itu tidak hanya kebersamaan siswa saja yang meningkat tetapi harus ada
perubahan sikap yang lebih baik sebagai salah satu bekal dalam hidupnya.
Apabila sejak dini siswa dikenalkan dengan sikap demokrasi,
memperkenalkan seni budaya mudah-mudahan di masa yang akan datang
kekerasan atau diskriminasi tidak akan terjadi. Itu adalah salah satu ketertarikan
peneliti mengambil topik ini dan juga menurut peneliti pembelajaran cooperative
leraning di samping banyak sekali manfaatnya juga metode ini oleh peneliti
dianggap lebih efektif untuk mengatasi permasalahan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah penggunaan metode cooperative learning model
STAD pada pembelajaran seni tari dapat meningkatkan kebersamaan siswa di
kelas VII pada SMP Negeri 2 Garut?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan kebersamaan siswa dengan menggunakan metode cooperative
learning model STAD pada pembelajaran seni tari di kelas VII pada SMP Negeri
2 Garut.
D. Hipotesis Tindakan
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan yang
bermanfaat bagi :
1. Siswa, dengan Pembelajaran seni tari dengan menggunakan metode
cooperative learning model STAD mampu menumbuhkan kebersamaan dan
sikap demokratis yang tinggi, rasa tanggung jawab yang tinggi, kecerdasan
dan wawasan yang luas terhadap seni budaya dan semangat belajar sehingga
hasil belajar akan lebih bermanfaat.
2. Sekolah, hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai dapat
menjadi bahan acuan bagi sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran seni budaya.
F. Ruang Lingkup
G. Batasan Istilah
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Metode Cooperative Learning
Metode cooperative learning adalah suatu cara atau strategi dalam
menyampaikan pelajaran yang mana siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok
kecil yang setiap kelompoknya terdiri dari empat atau enam siswa secara
heterogen baik dilihat dari berbagai segi kemampuan maupun dari jenis
kelaminnya. Tujuan dibentuknya kelompok adalah untuk memberikan kesempatan
kepada semua siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan
kegiatan belajar.
Agar kegiatan belajar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan
yang berisi pertannyaan atau tugas yang direncanakan untuk dikerjakan bersama-
sama dengan teman sekelompoknya.Selama belajar siswa tetap tinggal dalam
kelompoknya untuk beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan ketrampilan-
ketrampilan khusus agar dapat bekerja sama dalam kelompoknya, seperti menjadi
pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya,
membantu teman sekelompoknya yang lemah dan sebagainya.
Tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang di
sajikan guru, dan mereka saling membantu di antara teman sekelompoknya untuk
mencapai ketuntasan materi tersebut.Apabila ada salah satu anggota kelompok
yang belum menguasai materi pelajaran maka belajar kelompok itu dikatakan
belum selesai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ruskandi (2001:28) bahwa
pengertian cooperative yaitu “mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling
membantu satu sama lain sebagai tim”. Kerjasama dalam satu tim harus kompak
untuk itu dibutuhkan kerja sama yang baik antar anggota kelompoknya agar
tujuan dapat tercapai.
Untuk dapat belajar bekerjasama dengan baik dibutuhkan hubungan sosial
yang baik sehingga akan melahirkan sikap kebersamaan di antara kelompoknya.
Seperti dikemukakan Ibrahim dkk dalam Trianto (2007:44) “Pembelajaran ini
mempunyai efek yang berarti terhadap keragaman ras, budaya, agama, strata
sosial, kemampuan, dan ketidak mampuan”.Dari paparan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran cooperative dapat menyatukan perbedaan latar
belakang dan ini merupakan bagian dari sikap kebersamaan. Menurut Eggen dan
Kauchak dalam (Trianto,2007:42) “Pembelajaran cooperative merupakan sebuah
kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi
untuk mencapai tujuan bersama”.
Jadi pembelajaran ini merupakan sebuah usaha untuk meningkatakan
partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan
dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar
belakangnya.
Di samping itu juga pembelajaran cooperative ini dapat meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan
kemampuan berfikir kritis. Seperti apa yang dikemukakan oleh Trianto (2007:41)
”Pembelajaran cooperative muncul dari konsep bahwa siswa lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka berdiskusi dengan
temannya”. Ini berarti bahwa siswa akan lebih berani dan terbuka apabila
berdiskusi dengan teman sekelompoknya. Tidak menutup kemungkinan dalam
satu kelompok ada yang tidak paham, untuk itu guru harus selalu mengupayakan
agar siswa tetap aktif.
Pembelajaran yang bernaung pada teori konstruktivis ini, muncul dari
konsep bahwa siswa akan lebih mudah memecahkan masalah yang sulit jika
mereka saling bekerja sama dengan temannya. Sesulit apapun siswa akan merasa
lebih ringan untuk mengerjakannya dibandingkan mengerjakan sendiri karena
potensi atau kemampuan temannya berbeda-beda.
Agar tidak jenuh atau bosan dalam metode pembelajaran, model
cooperative learning mempunyai beberapa model diantaranya model STAD,
jigsaw, investigasi kelompok, berfikir berpasangan, dan penomoran berfikir
bersama. Adapun model-model pembelajaran cooperative learning adalah sbb:
1. Model STAD (Student Team Achievement Division)
Cara belajar kelompok dimana setiap kelompokmya beranggotakan 4-5
siswa yang kemudian bekerjasama untuk menyelesaikan persoalan kelompoknya
secara bersama sama. Adapun pemilihan ketua dalam kelompok itu dipilih secara
demokratis oleh peserta kelompoknya sendiri.
2. Model Tim Ahli (Jigsaw)
Cara belajar dimana setiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa yang masing-
masing kelompok memiliki tim ahli-tim ahli dan tim ahli dari beberapa kelompok
ini berkumpul untuk membahas permasalahan yang sama dan menyamakan
pemahaman kemudia mereka kembali ke kelompoknya masing-masing dan
mensosialisasikan hasil bahasannya kepada teman-teman sekelompoknya.
3. Model Investigasi Kelompok
Siswa dibagi dalam kelompok kecil, kelompok ini dapat dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat yang sama dalam topik
tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki dan melakukan
penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya menyiapkan dan
mempresentasikan laporannya di depan seluruh siswa sekelasnya.
4. Model Think Pair Share ( TPS ) atau berpikir berpasangan
Adalah jenis pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa, dimana siswa diberi suatu pertanyaan yang berkaitan dengan
pelajaran, dan siswa didorong untuk berfikir sendiri beberapa menit kemudian
guru menyuruh siswa untuk mencari pasangan dan mendiskusikannya.Selanjutnya
melanjutkan dari pasangan kepasangan sampai sekitar sebagian pasangan
mendapat kesempatan untuk melaporkan. (Arends,1997) disadur
(Tjokrodiharjo,2003).
5. Numbered Head Together ( NHT ) atau penomoran berfikir bersama
Guru membagi siswa dalam setiap kelompok terdiri dari 3-5 siswa dan
kepada setiap anggota kelompok diberi penomoran 1-5 .Kem udian guru memberi
pertanyaan yang bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk
kalimat tanya. Siswa menyatukan pandangan terhadap jawaban pertanyaan itu dan
menyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim. Kemudian
guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sama
mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh
teman-teman sekelasnya.
Adapun yang nanti akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
model STAD (Student Team Achievement Division) karena kerjasama dalam
model ini efektif dan model ini sering digunakan peneliti dalam mengajar hanya
saja bentuknya konvensional yang mana siswa dibiarkan berdiskusi sendiri tanpa
bimbingan yang insentif juga terkadang diskusi itu didominasi oleh seorang siswa
saja dan siswa yang lain menyerahkan sepenuhnya kepada temannya. Dalam
pembelajaran cooperative learning model STAD ini siswa dibagi dalam
kelompok kecil yang satu kelompoknya beranggotakan empat atau lima orang
siswa. Untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru, dalam pemilihan ketua
ketua kelompoknya dibentuk oleh siswanya sendiri dan setiap siswa memiliki
tugas masing-masing.Peran guru sebagai fasilitator saja dan selama siswa bekerja
menyelesaikan tugas guru aktif membimbing.
B. Sikap Kebersamaan Siswa
Sikap adalah persepsi atau tanggapan individu dari suatu pandangan atau
pendapat yang diungkapkan melalui gerak tubuh atau mimik untuk melakukan
langkah atau tindakan sebagai reaksi terhadap suatu obyek Purwanto M. Ngalim
(1990:141) “Sikap adalah suatu perbuatan atau tingk ah laku sebagai reaksi atau
respon terhadap suatu rangsangan atau stimulus yang disertai dengan pendirian
dan perasaan orang itu”. Adapun kebersamaan berasal dari kata sama atau tidak
berbeda yang berarti tidak berlainan halnya, rupanya dan sebagainya; sama-sama,
kedua-duanya, semuanya.; bersama-sama, serta, mengikuti. Awalan ke-an adalah
pembentuk kata benda abstrak dari kata keadaan, kata kerja atau kata bilangan,
jadi kata kebersamaan adalah tidak ada perpedaan yang di permasalahkan dari
keberadaan setiap individu. Dengan pengertian lain, setiap individu menerima
kekurangan dirinya sendiri juga dapat menerima kekurangan orang lain. Jadi
siswa di sini dapat berinteraksi dan bekerjasama dengan temannya, baik yang
memiliki latar belakang yang sama maupun latar belakang yang berbeda.
Dalam kegiatan belajar penekanan terhadap sikap termasuk kedalam
kelompok afektif.Sikap-sikap tersebut diklafisikasikan dalam penerimaan, respon,
nilai (value), organisasi dan pemeranan (characteris). Jadi sikap kebersamaan
termasuk kelompok afektif, diantaranya saling membantu, menolong,
bekerjasama, menghargai, berbagi,dan mampu berinteraksi atau penyesuaian
dengan lingkungan.
Sikap adalah bagian dari kepribadian yang menurut Gagne dan Beliner
dalam (Sumantri Mulyani dan Syaodih Nana, 2006:4.27) menyatakan bahwa
“Personality is the integration of all of a person’s traits, abilit ies, motives as well
as his or her temperament, attitudes, opinions, beliefs, emotional responses,
cognitive styles, character, and moral”. Kepribadian merupakan keterpaduan
seluruh ciri-ciri individu, kemampuan motivasi sebagaimana ditampilkan dalam
temperamen, sikap, pendapat, keyakinan, respon emosional, gaya kognitif,
karakter, dan moral.
Selanjutnya Nurkancana Wayan dan Sunartana (1986:276) engemukakan
bahwa :
Sikap yang diambil oleh seseorang didasarkan atas nilai-nilai tertentu yang
didukungnya. Guru perlu mengetahui nilai-nilai tertentu yang ada pada anak, dan
perlu mengetahui bagaimana sikap anak terhadap dunia sekitarnya khususnya
sekolah. Apabila ada anak yang mempunyai sikap negatif terhadap sekolah, maka
guru perlu mencari cara-cara untuk mengembangkan nilai-nilai positif pada anak
sehingga sikap negatif akan berkembang menjadi sikap positif.
Sehubungan dengan hal di atas peneliti akan mencoba menerapkan metode
cooperative learning untuk menumbuhkan sikap kebersamaan dalam
pembelajaran seni budaya. Kata pembelajaran menurut Gagne Briggs dan Wager
(1992:3) adalah “serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan
terjadinya proses belajar.” dan kata belajar menurut Witherington (1952:1965).
Belajar merupakan “… Change in personality, manifeshing it self as new pattern
of respond which my by skill, an attitude, a habit, an ability, on under standing”.
Belajar merupakan perubahan kepribadian yang dimanifestasikan dalam pola-pola
respon yang berupa ketrampilan sikap, kebiasaan, pengetahuan atau
pemahaman.Itu berarti bahwa hasil belajar melibatkan seluruh aspek kepribadian
baik aspek kognitif, afektif, maupun spikomotornya.
C. Pembelajaran seni budaya
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa hasil dari pembelajaran adalah
adanya perubahan sikap pada diri individu.Hal ini berarti dalam pembelajaran seni
budaya harus ada perubahan sikap yang diharapkan pada siswa untuk dapat
mengenali dan memahami makna yang terkandung di dalam seni budaya
daerahnya.
Di dalam pelajaran seni budaya ada empat cabang seni yang bisa dipelajari
di antaranya seni tari, seni musik, seni rupa, dan seni drama. Tetapi pada
kesempatan ini peneliti akan lebih menekankan kepada bagaimana pembelajaran
cooperative learning mampu meningkatkan sikap kebersamaan dalam
pembelajaran seni budaya khususnya dalam seni tari.
John Dewey dan Herberrt Thelan dalam (Trianto,2007:45) menyatakan
bahwa tingkah laku cooperative dipandang ‘sebagai dasar demokrasi, dan sekolah
dipandang sebagai labotarium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi.’
Untuk itu dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah harus
mencerminkan demokrasi.
Dalam kegiatan pembelajaran ini ada interaksi antara guru dan siswa yang
saling berhubungan dalam pengembangan aspek prilakunya dan juga dalam
mengembangkan kegiatan yang satu dengan yang lainnya, hal ini merupakan
suatu kegiatan pembelajaran yang aktif.
Dari pendapat di atas, sekali lagi peneliti meyakini bahwa melalui
pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran seni budaya dapat
meningkatkan kebersamaan yang kuat diantara mereka. Belajar secara kelompok
atau belajar bekerjasama dalam satu tim akan mempermudah dalam pencapaian
tujuan baik bagi siswanya maupun gurunya sendiri. Dalam belajar tidak hanya
merupakan kegiatan yang bersifat menambah ilmu pengetahuan saja tetapi di
dalamnya harus ada perubahan sikap atau tingkah laku.Dengan demikian
pembelajaran cooperative learning di dalamnya tersirat tentang pembelajaran
nilai-nilai kemanusiaan.Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Na Ayudhya
Art-ong Jumsai. (2009 :27) bahwa:
Tujuan dari model pembelajaran nilai-nilai terpadu adalah untuk menolong siswa
mencapai keunggulan manusiawi atau human excellence, bukan pada dimensi
fisik dan mental tetapi juga dimensi rohani. Para murid akan mempunyai karakter
yang baik dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan yakni kebenaran, kebajikan,
kedamaian, kasih sayang dan tanpa kekerasan.
Jadi melalui pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran seni
budaya siswa belajar untuk bisa berdampingan dengan teman sebayanya baik di
sekolah maupun di luar sekolah dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajar.
Beberapa pandangan yang mengemukakan pengertian belajar di antaranya
“Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungannya”. (Tabrani, 1994:70) dan “Belajar mer upakan proses
pertumbuhan yang dihasilkan oleh hubungan berkondisi antara stimulus dan
respons” (Surakhmad,1984:65). Dengan adanya perubahan tingkah laku yang
lebih baik ini akan mampu memberikan sumbangan pada pembangunan bangsa.
Melalui pembelajaran seni budaya dapat dijadikan alat atau media untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadikan manusia berbudaya dan memiliki
keseimbangan akal pikiran dan perasaan.Sesuai dengan pendapat Kamaril
(2001:1) dalam makalahnya mengajukan konsep, bahwa; “Peran pendidikan seni
yang bersifat multidimensional, multilingual, dan multicultural pada dasarnya
dapat dimanfaatkan untuk pembentukan kepribadian manusia secara utuh”.
Sekaitan dengan kutipan di atas, kiranya pendidikan seni memiliki peran
untuk nenumbuhkembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa.Seperti fisik,
perseptual, daya pikir emosional, kreativitas, sosial dan etika. Dengan
menggunakan metode cooperative learning, banyak sekali temuan-temuan yang
mereka dapatkan baik kepribadiannya, wawasannya, latar belakangnya, atau
keberaniannya yang dijadikan sebagai pembelajaran untuk bisa belajar bekerja
sama, saling memahami, saling membantu untuk menjadi kelompok belajar yang
terbaik.
Dalam hal ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana caranya
untuk menciptakan dan mengatur suasana yang memungkinkan siswa melakukan
kegiatan-kegiatan belajar, sehingga akan lahir sikap kebersamaan, saling
menghargai, saling membantu, saling menerima kekurangan diri atau orang lain
dan kompak untuk membuat pagelaran tari di kelas sebagai wujud dari kerja sama
yang baik dan bukan pagelaran saja pameran kelas juga bisa dilaksanakan
bersama-sama dalam satu kelas dan satu waktu.
Untuk itu perlu adanya persiapan dalam mengajar agar suasana belajar
yang diharapkan dapat tercapai, karena tidak semua siswa berminat pada satu
cabang seni yang sama. Begitu juga kemampuan siswa dalam belajar berbeda
beda. Ada yang mampu belajar melalui penglihatan atau pengamatan, melalui
pendengaran, membaca, ada juga mampu belajar apabila melakukan eksperimen
sendiri.Dalam hal ini siswa dituntut untuk mampu berkarya tetapi tidak semua
siswa mampu membuat sebuah karya seni karena kemampuan dan bakat siswa
yang berbeda.Ada siswa yang mampu menari, menyanyi, main musik, berakting,
membuat karya seni rupa tetapi ada juga yang hanya mampu menjadi apresiator
aktif, mengemukakan pendapat dalam hal ini adalah mampu mengamati karya
seni yang dituangkan baik melalui tulisan maupun lisan.
Untuk itu peneliti mencoba memberi materi ini secara terpadu yang mana dalam
pembelajarannya mampu menampung semua kemampuan siswa, sehingga siswa
dalam belajar merasa tidak dipaksakan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil
pelajaran seni tari sebagai bahan penelitiannya karena menurut peneliti seni tari
sangat kental dengan kerja sama dan hubungan sosial dalam kelompoknya sangat
terlihat jelas.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Waktu Penelitian
Tempat penulis melaksanakan penelitian ini adalah SMP Negeri 2 Garut.
Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian karena di lokasi tersebut peneliti
merupakan guru pengajar mata pelajaran seni rupa di kelas VII.
2. Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran
2012/2013 dalam waktu 3 bulan mulai bulan April sampai Juni 2013.
3. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini subjek yang digunakan adalah seluruh siswa kelas VII SMP
Negeri 2 Garut Kabupaten Aceh Utara tahun pelajaran 2010/2011, yang berjumlah
30 siswa terdiri dari 14 siswa putra dan 16 siswa putri. Mengingat populasi yang
jumlahnya tidak terlalu banyak, maka dalam penelitian ini tidak mengambil
sampel sebagai wakil dari populasi, namun peneliti menjadikan seluruh siswa
kelas VII SMP Negeri 2 Garut sebagai subjek penelitian.
B. Data Dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi, catatan lapangan, dan tes
yang dilakukan terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 2 Garut berkaitan dengan
pemahaman peserta didik mengenai mata pelajaran seni budaya setelah digunakan
metode cooperative learning model STAD. Sumber data dalam penelitian ini
adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 2 Garut
C. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ada ini ada empat tahapan yang perlu
diperhatikan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi seperti yang
dikemukaakan Lewin, Kemmis dan Mc. Taggart dalam Zuriah Nurul (2003:73)
mengemukakan “penelitian tindakan dipandang sebagai suatu siklus spiral terdiri
atas komponen perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi yang selanjutnya
mungkin diikuti dengan siklus-siklus spiral berikutnya”.
Adapun prosedur penelitian adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan
Dalam rencana tindakan peneliti menetapkan desain pembelajaran dengan
menggunakan metode cooperative learning dengan model STAD. Menyusun
strategi penyampaian dan pengelolaan pembelajaran yang merupakan bahan
intervensi yang meliputi merancang dan menyusun bahan ajar, merancang rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan merancang evaluasi.Menyusun metode dan
alat pengambil data yang terdiri dari pedoman observasi.Menyusun perencanaan
teknik pengelolaan data yang didasarkan pada model analisis data kualitatif.
2. Pelaksanaan
Peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP sambil
mengamati dan mencatat semua data yang diperlukan yang telah tertulis dalam
pedoman penelitian. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengenali,
mendokumentasikan semua unsur (baik proses maupun hasil) perubahan-
perubahan yang terjadi baik sebagai akibat dari tindakan maupun sebagai efek
sampingnya.
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai setiap
kelompoknya dan memotivasi siswa untuk selalu bekerja dalam satu tim agar
mampu bersaing dengan kelompok lain.
Untuk siklus pertama pada pertemuan pertama dan kedua siswa dibagi
dalam kelompok kecil yaitu 4-5 orang secara heterogen baik dari segi kemampuan
maupun jenis kelaminnya.Setiap diakhir pertemuan siswa presentasi atau
mendemonstrasikan hasil kerjasamanya. Apabila dalam siklus pertama masih
belum mencapai tujuan maka peneliti akan memperbaiki kembali pada siklus-
siklus berikutnya yang dibagi dalam dalam beberapa pertemuan hingga diperoleh
hasil sesuai dengan yang diharapkan.
3. Pengamatan (Observing);
Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan format-format pengamatan
yang telah dibuat sebelumnya. Pengamatan dalam penelitian ini dilakukan oleh
guru yang melaksanakan PTK untuk mengamati apa yang dilakukan siswa selama
proses belajar mengajar berlangsung, mencatat kebersamaan siswa dalam
pembelajaran seni budaya melalui pembelajaran seni tari dan pengamatan juga
dilakukan oleh guru lain yang sama-sama mengajar pelajaran seni budaya untuk
mengamati apa saja yang dilakukan guru dan bagaimana proses
pembelajaranmnya sesuai tidak dengan apa yang tertulis dalam RPP.
4. Refleksi (Reflecting);
Kagiatan ini dikenal dengan peristiwa perenungan. Peneliti mengingat
kembali kejadian-kejadian apa saja yang terjadi ketika tindakan berlangsung, dan
seluruh siswa diaktifkan dalam kegiatan ini, yaitu diajak untuk mengingat kembali
peristiwa atau kejadian yang telah terjadi disaat pembelajaran berlangsung pada
waktu itu, dan meminta pendapat apa saja yang dirasakan pada proses
berlangsungnya pembelajaran tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki
siklus selanjutnya, dan dalam kegiatan ini guru mengevaluasi apakah tindakan
yang telah dilakukan itu sudah sesuai dengan perencanaan atau belum dan
menganalisis temuan-temuan yang ada pada waktu itu.
Keempat tahapan tersebut merupakan unsur yang membentuk sebuah siklus dan
hasil dari siklus tersebut dibuat laporan sebagai kesimpulan dari hasil siklus
pertama untuk dibuat siklus keduanya yang merupakan perbaikan dari hasil siklus
pertama.
D. Teknik Pengumpulan data
Sesuai dengan bentuk penelitian, maka teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Observasi
Peneliti mencatat semua informasi yang berkaitan dengan masalah yang
diajukan dengan mencatat bentuk tingkah laku siswa, seperti mencatat bagaimana
siswa merespon pelajaran seni budaya dengan metode cooperative
learning,mencatat perkembangan sikap siswa selama pembelajaran seni budaya
dilaksanakan, dan mencatat kegiatan guru. Observasi yang peneliti pilih adalah
observasi berstruktur yaitu variabel tingkah laku atau sikap yang akan diteliti
ditulis dalam sebuah daftar yang nanti akan diisi dengan membubuhkan tanda cek
list (V) pada daftar yang telah disediakan dan mencatat frekwensi pada pedoman
observasi.
Adapun pedoman observasi yang digunakan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.4Pedoman Observasi
Kebersamaan Siswa Dalam Pembelajaran Seni Tari
No IndikatorFrekuensi
BS B C K KS
1
2
3
4
5
Saling membantu dan menolong.
Saling bekerjasama
Saling menghargai
Saling berbagi
Berbaur dengan teman sekelompoknya.
Jumlah skor
Skor maksimum
% Pencapaian
Kriteria keberhasilan
Keterangan indikator :
1. Saling membantu atau menolong :
- Membantu temannya memakaikan properti tari.
- Membantu temannya yang belum mengusai gerak tari
2. Saling bekerjasama :
- Diskusi dalam pembagian tugas kelompok untuk penampilan tari.
- Menanggapi ide atau pertannyaan teman tentang gerak tari yang belum
dikuasai dan mendiskusikannya.
3. Saling menghargai :
- Menghargai atau memberi pujian pada kelompok lain yang sedang
mendemonstrasikan hasil latihan menari.
- Menanggapi atau memberi pujian pada teman sekelompoknya atas temuan-
temuan gerak tari
4. Saling berbagi :
- Saling mengajarkan gerak tari yang belum dikuasai
- Memberi kesempatan pada temannya untuk mengemukakan pendapat, ide,
atau mendemonstrasikan gerakan tari yang ditemukannya.
5. Berbaur dengan teman sekelompoknya :
- Memberi jawaban atas pertannyaan temannya.
- Memberi bantuan pada teman yang meminta bantuan
- Menanyakan kepada teman atas persoalan yang belum dimengerti tentang tari.
Keterangan : BS : Baik sekali (skor 5)
B : Baik (skor 4)
C : Cukup (skor 3)
K : Kurang (skor 2)
KS : Kurang sekali (skor 1)
2. Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah tulisan tentang kejadian-kejadian selama proses
pembelajaran berlangsung, berguna untuk pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif.
E. Teknik Analisis Data
Teknik ini merupakan bagian yang penting dalam sebuah penelitian. Hal
ini dilakukan untuk menguji kebenaran informasi dan memberi gambaran yang
jelas akan sebuah penelitian. Untuk mengukur sikap kebersamaan siswa dalam
pembelajaran seni budaya dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitatif di dapatkan dari hasil observasi sedangkan kualitatif digunakan untuk
mendeskripasikan hasil pengamatan dalam proses belajar mengajar. Tes yang
dipakai dalam tes sikap ini menggunakan skala sikap model likert.Zuriah Nurul
(2001:140) “…Dalam skala sikap obyek sosial berlaku sebagai obyek sikap.Skala
sikap berisi pernyataan-pernyataan sikap (attitude statement)”.
Pernyataan sikap terdiri atas dua macam yaitu pernyataan favorabel
(mendukung atau memihak pada obyek sikap) dan pernyataanyang tidak favorable
(tidak mendukung obyek sikap).
Kriteria penskorannya :
Dikatakan baik sekali = 5 Dikatakan cukup = 3
Dikatakan baik = 4 Dikatakan kurang = 2
Dikatakan kurang sekali = 1
(Sumber : Ridwan, 2004:87-88)
Kriteria Interprestasi skor
0% - 20% = Sangat lemah
21% - 40% = Lemah
41% - 60% = Cukup
61% - 80% = Kuat
81% - 100% = Sangat kuat
Adapun data kuantitatif dengan persentase digunakan untuk menjelaskan
data-data kualitatif.
P = Fo/N X 100
Keterangan :
Fo : Frekuensi observer yang memilih alternative
N : Jumlah siswa
100 : Bilangan tetap
P : Persentase yang dicari
(Sumber : Nana Sujana, 1989 : 130-131)
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Selintas tentang SettingB. Uraian Penelitian Secara UmumC. Penjelasan Per SiklusD. Proses Menganalisis DataE. Pembahasan Penelitian
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KesimpulanB. Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN