prosiding risbinakes 2010 ok

29
HUBUNGAN RIWAYAT ASUPAN PROTEIN, KALSIUM DAN PHOSPOR DENGAN KEJADIAN FRAKTUR TULANG FEMUR ATAU TIBIA DI POLIKLINIK ORTOPEDI DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2010 Mahpolah, M.Kes, Rijanti A, DCN., M.Kes, Magdalena, A, M.Kes PENDAHULUAN Salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah masalah osteoporosis. Osteoporosis atau tulang keropos adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya kepadatan massa tulang yang menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah. Diperkirakan dalam kehidupan manusia resiko terjadinya fraktur >40% pada wanita dan 13% pada pria. Penyakit ini sebenarnya banyak terjadi pada masa usia lanjut, namun dapat terjadi pada usia muda (25 tahun) (1 ). Tulang mempunyai peranan sebagai tempat persediaan kalsium. Sekitar 99% kalsium terdapat dalan tulang dan gigi, 1% sisanya dalam cairan tubuh dan jaringan lunak. Agar tubuh dapat berfungsi dengan baik, maka tingkat kalsium yang konstan harus tetap terjaga di dalam plasma darah. Pada orang dewasa sehat, terjadi perputaran kalsium yaitu 500 mg kalsium masuk ke tubuh dan 500 mg yang dilepas oleh tulang setiap hari. Oleh karena itu apabila asupan kalsium tidak memadai maka tulang akan melepaskan kalsium ke dalam darah untuk memenuhi 500 mg. Hal ini diatur oleh hormone paratiroid/ PTH, dan tirokalsitonin dari kelenjar tiroid. Ketidak seimbangan antara jumlah kalsium yang diserap dan jumlah kalsium yang dilepas dalam jangka waktu yang lama, maka persediaan kalsium di dalam tulang akan menipis dan menyebabkan rendahnya massa tulang dan kepadatan tulang, 1

Upload: rijanti-abdurrachim-ii

Post on 16-Feb-2015

35 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

HUBUNGAN RIWAYAT ASUPAN

PROTEIN, KALSIUM DAN PHOSPOR

DENGAN KEJADIAN FRAKTUR

TULANG FEMUR ATAU TIBIA DI

POLIKLINIK ORTOPEDI DI RSUD ULIN

BANJARMASIN TAHUN 2010

Mahpolah, M.Kes, Rijanti A, DCN., M.Kes,

Magdalena, A, M.Kes

PENDAHULUAN

Salah satu masalah kesehatan yang

perlu mendapatkan perhatian serius

adalah masalah osteoporosis.

Osteoporosis atau tulang keropos adalah

suatu penyakit yang ditandai dengan

berkurangnya kepadatan massa tulang

yang menyebabkan tulang rapuh dan

mudah patah. Diperkirakan dalam

kehidupan manusia resiko terjadinya

fraktur >40% pada wanita dan 13% pada

pria. Penyakit ini sebenarnya banyak

terjadi pada masa usia lanjut, namun

dapat terjadi pada usia muda (25 tahun)

(1 ).

Tulang mempunyai peranan

sebagai tempat persediaan kalsium.

Sekitar 99% kalsium terdapat dalan

tulang dan gigi, 1% sisanya dalam cairan

tubuh dan jaringan lunak. Agar tubuh

dapat berfungsi dengan baik, maka

tingkat kalsium yang konstan harus tetap

terjaga di dalam plasma darah. Pada

orang dewasa sehat, terjadi perputaran

kalsium yaitu 500 mg kalsium masuk ke

tubuh dan 500 mg yang dilepas oleh

tulang setiap hari. Oleh karena itu apabila

asupan kalsium tidak memadai maka

tulang akan melepaskan kalsium ke

dalam darah untuk memenuhi 500 mg. Hal

ini diatur oleh hormone paratiroid/ PTH,

dan tirokalsitonin dari kelenjar tiroid.

Ketidak seimbangan antara jumlah kalsium

yang diserap dan jumlah kalsium yang

dilepas dalam jangka waktu yang lama,

maka persediaan kalsium di dalam tulang

akan menipis dan menyebabkan rendahnya

massa tulang dan kepadatan tulang,

sehingga meningkatkan resiko osteoporosis

( 2 ).

Penyimpanan mineral dalam tulang

akan mencapai puncaknya sekitar umur 20-

30 tahun. Pada massa ini jika massa tulang

tercapai dengan kondisi maksimal akan

dapat menghindari terjadinya osteoporosis

pada usia lanjut dan massa tulang wanita

mulai berkurang pada umur 35 tahun.

Pencapaian puncak massa tulang akan

menjadi rendah jika individu kurang

berolahraga, konsumsi kalsium

rendah,merokok dan minum alkohol.

Kepadatan tulang menyusut 1,5-1 %

pertahun hingga masa menopause dan

sepanjang 5 tahun pasca menopause laju

penyusutan tulang meningkat menjadi 3-5

% (3,4).

Berdasarkan penelitian oleh

Puslitbang Gizi dan Makanan tahun 2002 ,

rata-rata konsumsi kalsium masyarakat

Indonesia hanya 254 mg/hari, oleh karena

itu Depkes RI pada Konferensi pers Walls

MOO tahun 2007 menyatakan kebutuhan

kalsium anak usia 1-3 tahun sebanyak 500

mg , uisa 4-15 tahun sebanyak 700 mg/hari

dan orang dewasa untuk mencegah

1

Page 2: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

osteoporosis sebesar 800-1200 mg/hari

(3).

Berdasarkan data Riskesda 2007

angka kejadian fraktur tulang di

Indonesia sebesar 4,5% dan Kalimantan

Selatan sebesar 2,2%. Data Perosi 2007

didapatkan resiko osteoporosis usia 50

tahun ke atas sebesar 32.3% wanita dan

28,8% pria . Kasus osteoporosis tahun

2005 di Jakarta yaitu pada fraktur tulang

femur/paha sebanyak 14,7% dan di

Surabaya sebanyak 16,78% fraktur

panggul, 18.15% fraktur pergelangan

tangan dan 2,73% fraktur tulang

belakang.

Pada tahun 2007 di Kota

Banjarmasin pernah dilakukan survey

tingkat resiko. dengan hasil 32,1% resiko

kasus ringan, 50,8% resiko kasus sedang

dan 17,08% resiko kasus berat. Data

tersebut menggambarkan sudah ada

kecenderungan resiko terjadinya

osteoporosis pada masyarakat

Banjarmasin ( 5,6).

Sementara data konsumsi protein di

Indonesia rata-rata sebanyak 55,5 ± 26,4

gr, Kalimantan Selatan 58,7 ± 25,6 gr per

kapita perhari. Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat daya beli untuk makanan

khususnya sumber protein pada

masyarakat Kalimantan Selatan berada di

atas data nasional.

Berdasarkan data BPS tahun 2009,

tingkat konsumsi riil perkapita di Kota

Banjarmasin tahun 2007 dan 2008

mengalami kenaikan sebesar 0,79% dari

Rp 633.870,- menjadi Rp 638.870,-.

Tingkat konsumsi riil perkapita memberikan

gambaran tingkat daya beli masyarakat dan

dapat mempengaruhi derajat kesehatan .

Tingkat konsumsi pengeluaran

makan/kapita sebagai salah satu ukuran

tingkat standar hidup layak yang

dikelompokkan menjadi pengeluaran untuk

makanan dan pengeluaran non makanan.

Pada tahun 2008 pengeluaran untuk

makanan sebesar 42,85% menurun dari

tahun 2007 yaitu 49,17% (7).

Peningkatan konsumsi

pengeluaran/kapita untuk konsumsi pangan

penting sekali diperhatikan terutama

konsumsi akan sumber protein protein,

kalsium, phospor karena telah diketahui

mempunyai efek pada tulang. Pencegahan

yang dapat dilakukan melalui makanan

adalah meningkatkan konsumsi pangan

sumber protein, kalsium, dan Phospor.

Konsumsi kalsium akan efektif bila

perbandingan dengan phospor tidak lebih

dari 2:1. Selain itu perlu menghindari

makanan yang menghambat penyerapan

kalsium seperti merokok, minuman

beralkohol, kopi, oksalat (1, 2).

Beberapa peneliti menilai asupan

protein, kalsium dan phospor dengan

menggunakan metode food frekuensi

quesioner semi kuantitatif menyebutkan

bahwa asupan kalsium ada hubungannya

dengan densitas tulang. Hasil yang

diperoleh tidak berbeda dengan metode

recall 3 X 24 jam (8,9).

2

Page 3: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

Pada penilaian asupan protein,

kalsium dan phospor dengan dikontrol

faktor pengganggu, dapat mencerminkan

terpenuhinya kebutuhan kalsium dari

tubuh. Hal ini agar tidak terjadi pelepasan

kalsium tulang untuk memenuhi kalsium

darah. Bila tanpa adanya gangguan

produksi dari hormone paratiroid/ PTH,

dan tirokalsitonin oleh kelenjar tiroid

karena adanya suatu penyakit dapat

menjadi gambaran apabila terjadi

rendahnya asupan kalsium, protein dan

phospor dalam jangka waktu lama, maka

akan terjadi banyak pelepasan kalsium

tulang untuk memenuhi kalsium darah

tersebut (8,9,2).

Selain itu faktor penyerapan

kalsium dari makanan sebagai penyebab

terjadinya keropos tulang, juga sangat

dipengaruhi oleh jumlah asupan protein,

phosphor, dan vitamin D dari makanan,

serta berbagai faktor penghambat seperti

adanya oksalat, asam pitat dari sayuran

bayam dan serealia.Terlebih bagi wanita

yang akan mulai masuk masa menopause.

Akibat keropos tulang tersebut dapat

menyebabkan terjadinya fraktur pada

tulang paha (femur ) dan tulang kering

(tibia). Hal ini akan menjadi penghalang

bagi aktifitas seseorang yang masih

produktif (10).

Data dari RSUD Ulin Banjarmasin

tahun 2003-2006 kasus fraktur tulang

yang dirawat di ruang ortopedi

menduduki urutan ke 1 sampai dengan 6

dengan jumlah yang meningkat dari tahun

ketahun. Pada poli rawat jalan tahun 2006

terdapat 677 kasus nyeri tulang dan fraktur

dengan rata-rata kunjungan perhari 2

pasien .Pada tahun 2007 terjadi peningkatan

kasus nyeri tulang dan fraktur sebanyak

1326 ( 43,9%) , dengan rata-rata kunjungan

perhari 3-4 pasien. Kasus terbanyak adalah

pada kasus nyeri tulang belakang , fraktur

tibia dan femur ( 11). Penelitian Prihartini,

2006 pada 3 propinsi Sulawesi Utara,

Yogjakarta, Jawa Barat didapat juga

proporsi risiko osteoporosis karena

disebabkan asupan kalsium rendah adalah

sebesar 22.3% (12).

Berdasarkan alasan di atas, maka

peneliti ingin menilai bagaimana hubungan

riwayat protein, kalsium dan phosphor

dengan kejadian fraktur tulang femur atau

tibia di Poliklinik Ortopedi RSUD Ulin

Banjarmasin.

Adapun tujuan penelitian adalah:

Menganalisis hubungan tingkat pengeluaran

makan/ kapita, riwayat asupan protein,

kalsium dan phospor dengan kejadian fraktur

tulang tibia atau femur di Poliklinik

Orthopedi RSUD Ulin Banjarmasin Tahun

2010 dan menilai faktor resiko (OR).

METODE PENELITIAN

A. Lokasi penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

observasional dilaksanakan di poliklinik

bedah ortopedi dan poli mata RSUD Ulin

Banjarmasin

B. Waktu penelitian

3

Page 4: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Juni s.d Agustus 2010

C. Desain penelitian

Penelitian analitik dengan desain

kasus dan kontrol dengan

mengeksplorasi penyebab kejadian

fraktur tulang meliputi data identitas

diri yaitu umur, jenis kelamin dan

tingkat pengeluaran makan/kapita,

riwayat asupan protein, kalsium dan

phospor.

D. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian meliputi:

1.Formulir frekuensi makanan (FFQ

semikuantitatif)

2.Formulir data pasien

3.Kuesioner

E. Populasi dan sampel

1. Populasi adalah seluruh pasien yang

berobat di Poliklinik RSUD Ulin

Banjarmasin.

2. Sampel terdiri dari kasus dan kontrol

Kasus yaitu: penderita fraktur tulang

tibia atau femur yang berobat di

poliklinik bedah Ortopedi RSUD Ulin

Banjarmasin dengan kriteria inklusi:

- Umur produktif: 30-55 tahun.

- Bersedia sebagai subjek penelitian

Kriteria eksklusi:

- Pasien tidak menderita penyakit

ginjal kronik dengan melihat kadar

ureum, kreatinin dan cct yang

menyebabkan kalsium darah dibuang

ke jaringan lain karena ada

peningkatan phospor, pankreatitis

kronik, hipo dan hiperparatiroidisme

yang dapat mempengaruhi kadar

kalsium dalam darah rendah dan

tinggi , dan tidak menderita hemofilia

yaitu darah sulit berhenti (25).

Kriteria ini dapat dilihat dari

hasil laboratorium atau dengan

menanyakannya kepada dokter yang

merawat.

Kontrol :

- Pasien yang ada di poliklinik mata

RSUD Ulin tidak mengalami fraktur

tulang femur atau tibia.

- Tidak mempunyai penyakit hipo dan

hipertiroid, gagal ginjal kronik,

hemophilia, pankreatitik kronik.

- Kriteria yang disamakan dengan kasus

yaitu: jenis kelamin dan umur.

F. Teknik pengumpulan data

Teknik Pengumpulan data :

a. Data primer:

- Identitas responden diperoleh

dengan menggunakan

kuesioner.

- Riwayat asupan protein,

kalsium dan phospor dengan

menanyakan kebiasaan makan

kurang lebih seminggu yang

lalu sebagai gambaran

kebiasaan responden. Diambil

dengan menggunakan formulir

FFQ semikuantitatif dan

kuesioner (19).

4

Page 5: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

b. Data sekunder:

- Gambaran responden mengenai

jenis fraktur dan data klinis dengan

melihat medical record pasien.

- Data jenis fraktur dan data klinis

diperoleh dari medical record

pasien.

G. Teknik pengolahan data:

a. Data identitas responden: diolah

dengan menggunakan tabel

distribusi frekuensi.

Meliputi:

- Distribusi responden menurut

kelompk umur

- Distribusi responden menurut

jenis kelamin

- Distribusi responden menurut

tingkat pengeluaran

makan/kapita

- Data riwayat asupan makan

diolah dengan menggunakan

tabel distribusi frekuensi.

Distribusi responden menurut

riwayat asupan protein, yaitu:

Kurang : < 80% Kecukupan

protein (<40 gr)

Cukup : 80%-100% kecukupan

protein (40-55 gr)

Lebih : >100% Kecukupan

protein (>55gr)

- Distribusi responden menurut

riwayat asupan kalsium, yaitu:

Kurang : < 80% kebutuhan

kalsium (640mr)

Cukup : 80%-100% kebutuhan

kalsium (640-800 mg)

Lebih : >100% kebutuhan

kalsium (>800 mg)

-Distribusi responden menurut

riwayat asupan phospor, yaitu|:

Kurang : < 80% kebutuhan phospor

(480 mg)

Cukup : 80%-100% kebutuhan

phospor (480-600 mg)

Lebih : >100% kebutuhan

phosphor (>600 mg)

Data distribusi riwayat asupan protein,

kalsium, phospor dengan kejadian

fraktur tulang tibia atau femur.

H. Analisis Data :

ANALISI UNIVARIAT:

Untuk mendapat gambaran distribusi

frekuensi variabel independen yang beskala

ordinal yaitu umur, tingkat pengeluaran

makan/kapita, riwayat asupan protein,

kalsium dan phospor pada responden.

ANALISIS BIVARIAT:

Untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan dependen pada responden .

Uji statistik yang digunakan yaitu Uji

chi square dengan program komputer

dengan p < 0.05:

1. Untuk melihat hubungan tingkat

pengeluaran makan/kapita dengan

kejadian fraktur femur atau tibia.

5

Page 6: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

2. Untuk melihat hubungan riwayat

asupan protein dengan kejadian

fraktur femur atau tibia

3. Untuk melihat hubungan riwayat

asupan kalsium dengan kejadian

fraktur femur atau tibia

4. Untuk melihat hubungan riwayat

asupan phospor dengan kejadian

fraktur femur atau tibia.

Pada desain kasus kontrol

digunakan model regresi logistik ganda

untuk mengetahui derajat hubungan yaitu

Odd Rasio (OR) dengan membandingkan

odds pada kelompok terekspos dengan odds

kelompok tidak terekspos.

ANALISIS MULTIVARIAT:

Untuk menilai adanya interaksi

pada semua variabel independen terhadap

variabel dependen secara bersama-sama

dan menganalisis faktor resiko yaitu:

berapa seringnya terdapat paparan pada

kasus dibandingkan kontrol dengan nilai

Odd Ratio (OR) menggunakan model

regresi logistic ganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Responden

Penelitian ini dimulai pada bulan

Juni sampai dengan Juli 2010 , bertempat di

poliklinik Ortopedi dan poli mata RSUD

Ulin Banjarmasin.

Responden terdiri dari sampel dan

kontrol berjumlah 26 orang dengan

menyamakan jenis kelamin antara sampel

dan kontrol yaitu sebanyak 13 orang

perempuan dan 13 orang laki-laki. Sampel

dan kontrol diperoleh dengan memperhatikan

kriteria inklusi dan ekslusi, yaitu dengan cara

mengamati hasil laboratorium dan

menanyakan ke dokter. Hasil pemeriksaan

kadar ureum, kreatinin, T3 dan 4 semua

pasien tidak ada, karena hasil pemeriksaan

klinis dokter tidak ada mengarah pada

penyakit yang disebut dalam kriteria inklusi.

Hasil penilaian kalsium darah diperiksa ,

yaitu semua masih batas normal yaitu antara

8.8-10.6 mg, yang berarti tubuh masih dapat

mengusahakan sedemikian rupa sehingga

kadar kalsium berada dalam keadaan normal.

B. Keterbatasan penelitian.

Keterbatasan dalam penelitian ini

adalah waktu penelitian terbatas dan untuk

mencari kasus dengan fraktur bukan karena

kecelakaan atau benturan keras sulit

diperoleh, sehingga penelitian untuk kasus

diambil semua kasus fraktur femur atau tibia

yang datang ke poliklinik ortopedi dengan

tetap memperhatikan kriteria eksklusi, yaitu

tidak menderita gagal ginjal, hipertiroid,

hemolisis yaitu dengan melihat hasil

pemeriksaan kalsium darah.

Penelitian ini tidak dilakukan

pemeriksaan kalsium urin untuk dapat

mengetahui jumlah kalsium yang dapat

diabsorpsi di saluran cerna, dan menilai

bioavaibilitas absorpsi kalsium. Bila diketahui

absorpsi kurang dari pemeriksaan kadar

kalsium urin, dan kadar kalsium darah

normal, maka dapat dipastikan sudah adanya

6

Page 7: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

pelepasan kalsium dari tulang berarti

terjadi gangguan keseimbangan kalsium

dalam tubuh.

Tidak dilakukan penilaian faktor-

faktor penghambat dari absorpsi kalsium

darah, seperti oksalat dari makanan,

aktivitas fisik, vitamin Cdll.

C. Karakteristik responden

C.1. Umur dan jenis kelamin responden

Umur dan jenis kelamin responden

disamakan antara kasus dan kontrol.

Diperoleh dengan cara wawancara

menggunakan kuesioner. Jenis kelamin

kasus maupun kontrol yaitu masing-masing

Pria dan wanita sebanyak 50% dan

sebagian besar (50%) berusia di atas 40

tahun. Pada usia di atas 40 tahun

pembentukan tulang maksimal telah lewat.

Karena pada saat usia di atas 30 tahun

pembentukan tulang maksimal telah

berkurang (osteoblast) dan pengeluaran

kalsium tulang (osteoklas) mulai terjadi

( 1 ). Pada usia di atas 40 tahun mulai

terjadi penurunan absorpsi kalsium,

sehingga dimungkingkan sudah ada

pelepasan kalsium tulang (osteoklas) untuk

memenuhi kadar kalsium darah. Distribusi

umur responden dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan umur

Umur Kasus Kontroln % n %

<30 tahun 4 15,4 4 15,430-40 tahun

9 34,6 9 34,6

>40 tahun 13 50,0 13 50,0Total 26 100 26 100

C.2. Tabel pendidikan terakhir

Pada kelompok kasus dan kontrol

sama-sama mempunyai proporsi tingkat

pendidikan SMA serta pendidikan lanjut D3

dan Perguruan Tinggi terbanyak. Namun

pada kelompok kasus masih ada 6 orang

(23.1%) tingkat pendidikan SD. Hal ini dapat

dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Umur Kasus Kontroln % n %

SD 6 23,1 0 0SMP 5 19,2 10 38,5SMA 8 30,8 8 30,8D3 6 23,1 4 15,4PT 1 3,8 4 15,4Total 26 100 26 100

D. Jenis Pekerjaan responden

Jenis pekerjaan responden pada

sebagian besar sebagai pegawai swasta dan

PNS yaitu sebesar 76.9% pada kelompok

kasus dan 61.5% kelompok kontrol dan

selebihnya sebagai ibu rumah tangga. Sebagai

pekerja swasta dan PNS bisa dikatakan tidak

banyak melakukan aktivitas fisik secara

konsisten. Menurut Metz. Jill, 1993 jenis

pekerjaan dengan banyak aktivitas fisik yang

dilakukan secara konsisten dengan durasi >

90 menit/minggu mempunyai hubungan linear

positif dengan densitas tulang (27). Kurang

kegiatan fisik menyebabkan ekskresi kalsium

tinggi dan pembentukan tulang tidak

maksimal. Namun aktifitas fisik yang terlalu

berat pada usia menjelang menopause justru

7

Page 8: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

dapat menyebabkan penyusutan tulang

(14). Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan

Kasus Kontroln % n %

Swasta 12 461 9 34,6PNS 5 30,8 7 26,9Ibu rumah tangga

8 23,1 10 38,5

Total 26 100 26 100

E.Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga pada

sampel hampir sama berjumlah 4 dan 5

orang yaitu sebanyak 8 orang (30,8%) dan

yang beranggotakan 3 orang sebanyak 5

orang (19,2%). Pada kontrol terbanyak

beranggotakan 4 orang yaitu sebanyak 13

orang (50,0%) dan beranggotakan 5 orang

sebanyak 6 orang (23,1%). Terlihat bahwa

antara kasus dan kontrol mempunyai

hampir sama jumlah anggota keluarga yaitu

4 dan 5 orang.

F. Pengeluaran makan perkapita

Pengeluaran perkapita adalah

keadaan pengeluaran konsumsi keluarga

per bulan dibagi dengan jumlah anggota

keluarga. Tingkat konsumsi riil perkapita

tahun 2008 di Kota Banjarmasin

mengalami kenaikan sebesar 0.79% dari Rp

633.870,- menjadi Rp 638.870,-. Tingkat

konsumsi riil perkapita memberikan

gambaran tingkat daya beli masyarakat dan

dapat mempengaruhi derajat kesehatan.

Tingkat konsumsi pengeluaran/kapita

sebagai salah satu ukuran tingkat standar

hidup layak yang dikelompokkan menjadi

pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran

non makanan. Pada tahun 2008 pengeluaran

untuk makanan sebesar 42,85% (Rp 273.75,-)

menurun dari tahun 2007 yaitu 49,17% (Rp

311.673,-) (7). Hal ini menggambarkan

bahwa dengan tingkat pendapatan meningkat,

bertambah pula keperluan non pangan,

sehingga proporsi pengeluaran untuk makan

menurun. Hasil penelitian diperoleh tingkat

pengeluaran untuk makan pada kelompok

kasus rata-rata Rp 255.613,- perkapita dan

kelompok kontrol Rp 291.410,-.Hal ini

menunjukkan Rata-rata tingkat pengeluaran

untuk makan perkapita baik kasus dan kontrol

di bawah rata-rata perkapita penduduk

Banjarmasin.

G. Gambaran pola makan responden

Berdasarkan kuesioner diperoleh

bahwa pada kelompok sampel pola makan

sekarang dengan dahulu sebelum terjadi

fraktur hampir semua tidak berbeda (96,2%)

dan pada kelompok kontrol semuanya (100%)

tidak berbeda. Hampir semua responden

mempunyai pola makan sebelum dan sesudah

sakit yaitu 3 x sehari. Makanan pokok yang

sering dikonsumsi yaitu beras. Bahan

makanan lain yaitu seperti tepung terigu

untuk kue tradisional Banjar. Konsumsi

protein hewani yang sering yaitu telur , ikan

air tawar. Protein nabati yaitu tempe , tahu

dan kacang kedele. Sayuran yang sering

dikonsumsi yaitu bayam, daun singkong dll.

Mereka hampir jarang mengkonsumsi susu

atau hasil olahnya. Diharapkan sumbangan

8

Page 9: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

kalsium dapat diperoleh dari susu dan hasil

olahnya. Jenis susu yang paling dikonsumsi

yaitu susu kental manis.

H. Gambaran konsumsi tablet kalsium

responden.

Mengenai kebiasaan mengkonsumsi

tablet kalsium sebelum terjadi trauma pada

kelompok sampel yaitu sebanyak 21 orang

(80,8%) tidak pernah mengkonsumsi tablet

kalsium dan pada kelompok kontrol

semuanya tidak pernah mengkonsumsi

tablet kalsium.

Seseorang di atas usia 40 tahun

kepadatan tulang mulai berkurang,

sehingga harus mengkonsumsi kalsium

yang cukup untuk mencukupi kebutuhan

kalsium/ hari yaitu sebanyak 800 mg dan

usia di atas 50 tahun dibutuhkan kalsium

1000-1200 mg/hari agar tidak terjadi

pengambilan kalsium dari tulang untuk

memenuhi kebutuhan kalsium tubuh( 28 ).

Berdasarkan hasil penelitian

ternyata pada kelompok sampel hanya 5

orang (19,2%) yang mengkonsumsi tablet

kalsium dalam sehari dan pada kelompok

kontrol semuanya tidak mengkonsumsi

tablet kalsium dalam sehari. Hal ini

menunjukkan bahwa pengertian tentang

perlunya asupan kalsium untuk memenuhi

kebutuhan kalsium dalam sehari belum

dipahami oleh sebagian besar responden.

Sedangkan rata-rata konsumsi kalsium

dalam sehari pada orang Indonesia masih

jauh di bawah kebutuhan yaitu 254 mg/hari

( 3 ).

I. Gambaran riwayat konsumsi protein

responden.

Berdasarkan hasil penilaian rata-rata

asupan protein dengan metode food frekuensi

semi kuantitatif, diperoleh bahwa rata-rata

konsumsi protein pada kasus adalah 54.2 gr

lebih rendah dari data konsumsi protein untuk

Kalimantan Selatan yaitu 58.7 gr.

Berdasarkan tingkat konsumsi protein

diperoleh sebanyak 8 orang (30,8%) masih

kurang dan masing-masing 9 orang (34,6%)

masuk dalam kategori cukup dan lebih. Hal

ini menunjukkan bahwa konsumsi protein

total masih ada yang kurang dari kecukupan

yang dianjurkan ( rata-rata 55 gram /hari).

Bahan makanan hewani yang sering

dikonsumsi adalah ikan air tawar dan telur.

Untuk protein nabati rata-rata yang sering

dikonsumsi sebanyak 26,3 gr lebih sedikit

dari jumlah hewani yang dikonsumsi rata-rata

yaitu 27,8 gram. Hal ini dapat dilihat pada

tabel 4.

Tabel 4. Distribusi responden

berdasarkan konsumsi protein

Konsumsi protein

Kasus Kontroln % N %

Kurang 8 30,8 8 30,8Cukup 9 34,6 8 30,8 Lebih 9 34,6 10 38,5Total 26 100 26 100

Peranan protein dalam

menyumbangkan kalsium dari makanan

sangat penting. Berdasarkan penelitian

bahwa konsumsi protein yang berlebih dari

sumber hewani dapat membawa suasana asam

sehingga menyebabkan kalsium banyak

terbuang di urin (17). 9

Page 10: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

Pada kelompok kontrol konsumsi

protein sebanyak 10 orang (38,5%)

termasuk konsumsi protein lebih ,

sedangkan masing-masing 8 orang (30,8%)

masuk kategori kurang dan cukup. Rata-

rata konsumsi protein hewani sebanyak

26.19 gr dan nabati 23.98 gr. Pada

kelompok kontrol proporsi konsumsi

protein lebih masih lebih besar

dibandingkan kelompok kasus. Konsumsi

protein yang tinggi khususnya hewani dapat

menyebabkan meningkatnya ekskresi

kalsium di urin.

J. Gambaran konsumsi kalsium

responden

Gambaran konsumsi kalsium

responden baik kelompok kasus dan

kontrol masing-masing sebanyak 25 orang

(96.2%) masuk kategori konsumsi kalsium

kurang. Jumlah kalsium yang dikonsumsi

dalam sehari masih di bawah 80%

kebutuhan kalsium (< 640 mg). Hal ini

dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan konsumsi kalsium

Mereka mempunyai pola kebiasaan

makan sangat rendah sumber kalsium

seperti susu. Kelompok kasus dan kontrol

sering mengkonsumsi sejumlah lauk

hewani, seperti daging, ikan namun jumlah

yang dikonsumsi belum mencukupi

kalsium yang dianjurkan. Susu sebagai

sumber kalsium belum mencukupi secara

kualitas dan kuantitas baik pada kasus

ataupun kontrol. Jenis susu yang banyak

dikonsumsi adalah susu kental manis dan

jumlah yang dikonsumsi tidak cukup untuk

memenuhi jumlah kalsium yang dibutuhkan.

Kebiasaan mengkonsumsi kalsium

dari makanan sebelum terjadi fraktur antara

kasus dan kontrol tidak berbeda secara

proporsi, hal ini menggambarkan pola makan

sumber kalsium masyarakat yang berobat di

RSUD Ulin Banjarmasin sama.

K. Gambaran riwayat konsumsi Phospat

responden

Gambaran riwayat konsumsi phospor

pada kasus sebanyak 11 orang (42.3%)

termasuk katergori kurang, 5 orang (19.2%)

masuk kategori cukup dan 10 orang (38.5%)

masuk kategori lebih. Pada kelompok kontrol

sebanyak 12 orang (46.2%) masuk dalam

kategori kurang, dan 7 orang (26.9%) masing-

masing masuk kategori cukup dan lebih.

Konsumsi phosfor banyak terdapat pada

protein hewani. Hal ini dapat dilihat pada

tabel 6 .

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan konsumsi phospor

Konsumsi Phospor

Kasus Kontroln % n %

Kurang 11 42.3 12 46.2Cukup 5 19.2 7 26.9Lebih 10 38.5 7 26.9Total 26 100 26 100

Pada tabel di atas terlihat bahwa pada

kelompok kasus proporsi konsumsi phospor

lebih ( > 480 mg /hari) yaitu 38.5% lebih

Konsumsi kalsium

Kasus Kontroln % n %

Kurang 25 96.2 25 96.2Cukup 0 0 1 3.8Lebih 1 3.8 0 0Total 26 100 26 100

10

Page 11: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

besar dari kontrol yaitu 26.9% Sementara

proporsi konsumsi phospor kurang ( <480

mg) pada kasus dan kontrol hampir sama

yaitu 42.3% dam 46.2%.

Menurt Altmasir, 2003 bahwa

phospor sangat membantu dalam

pembentukan tulang bersama kalsium dan

mempengaruhi absorpsi kalsium (1). Rasio

Kalsium dan phospor yang dikonsumsi

perhari sangat membantu absorsi Kalsium.

Rasio kalsium dan phospor yang tepat

untuk membantu konsumsi kalsium adalah

1-2:1 . Apabila rasio absorpsi kalsium dan

phospor kurang atau lebih dari rasio yang

dianjurkan, maka absorpsi kalsium akan

terganggu. Bila dilihat dari konsumsi

masing-masing kalsium dan phospor, pada

kelompok kasus proporsi konsumsi kalsium

kurang mempunyai proporsi yang besar

(96.2%) sedangkan konsumsi phospor pada

kasus ada yang lebih. , jadi kemungkinan

rasio kalsium dan phospor nilainya <1-2:1.

Hal ini memungkinkan terjadi gangguan

absorpsi kalsium. Sementara pada kontrol

keadaan konsumsi kalsium kurang juga

tinggi dan proporsi konsumsi phospor

kurang, lebih tinggi dari kasus dan ada

konsumsi phospor lebih (26.9%). sehingga

walau kecenderungan gangguan absorpi

kalsium juga ada namun kejadiannya lebih

rendah dari pada kasus.

L. Hubungan tingkat pengeluaran

makan dengan kejadian fraktur

Tingkat pengeluaran perkapita

untuk makan ternyata antara kasus dan

kontrol sama yaitu di bawah rata-rata untuk

tingkat Kalimantan Selatan. Sehingga

menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan

untuk makan yang baik khususnya sumber

kalsium seperti susu dan hasil olahnya masih

belum tercapai. Dan bila dilihat dari latar

belakang pekerjaan rata-rata keluarga

mempunyai pekerjaan di swasta atau pegawai

negeri sipil, dengan tingkat pendapatan

menengah. Rendahnya pengeluaran untuk

makan dimungkinkan bahwa kebutuhan selain

makan masih lebih diutamakan sehingga

kebutuhan untuk pemenuhan makanan tinggi

kalsium tidak terlalu diperhatikan. Terlihat

dari mereka jarang mengkonsumsi bahan

makanan olah dari susu, seperti keju, ice

cream, yoghurt dll) dan mereka lebih

mengutamakan sumber protein yang berasal

dari hewani seperti ikan, telur dll.

M. Hubungan riwayat konsumsi protein

dengan kejadian fraktur.

Rata-rata riwayat konsumsi protein

pada kasus dan kontrol adalah 54,2 gram dan

50,1 gr pada kontrol . Data tersebut

menunjukkan rata-rata konsumsi protein pada

responden sudah di atas 80% rata-rata

kecukupan protein yaitu 44 gr dan lebih

rendah dari rata-rata untuk Kalimantan

Selatan (58.7 gr). Baik kasus maupun pada

kontrol lebih banyak mengkonsumsi sumber

hewani dari pada sumber nabati. Pola

konsumsi orang Kalimantan Selatan lebih

banyak mengkonsumsi sumber lauk hewani

yaitu ikan air tawar dibandingkan dengan

konsumsi nabati seperti halnya tempe, tahu

11

Page 12: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

atau kacang-kacangan. Hal ini berbeda

dengan penelitian Shellyana, 2008 dimana

konsumsi protein pada pasien fraktur tulang

hanya sebanyak 23,2 gr/hari. Hal ini jauh di

bawah angka kecukupan ( 29 ).

Konsumsi protein yang tinggi dari

hewani membuat resiko pengeluaran

kalsium urin meningkat karena pada

suasana asam dapat meningkatkan ekskresi

kalsium melalui urin, sehingga

keseimbangan kalsium dalam tubuh

menjadi negatif. Selain itu sumber protein

baik hewani ataupun nabati juga tinggi

kandungan phospornya seperti daging dan

ikan. Jumlah konsumsi phospor yang tinggi

bila melebihi rasio kalsium banding

phospor yaitu 1-2:1 akan menghambat pula

absorpsi kalsium dari makanan ( 14 ). Hal

ini sesuai penelitian dari Meikawati

Wulandari dkk, .yaitu bahwa asupan

protein berhubungan dengan kepadatan

tulang dengan r=0.315 dan p = 0.004 ( 30 ).

Hubungan konsumsi protein dengan

kejadian fraktur pada responden didapatkan

dan OR=0,85 (CI 95%:0,26-2,79) berarti

tidak ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara asupan protein dengan

kejadian fraktur tulang dengan derajat

kekuatan lemah . Pada kelompok kontrol

proporsi konsumsi protein dengan kategori

lebih mempunya proporsi lebih besar dari

pada kelompok kasus yaitu kontrol 38,5%

dan kasus 34,6%. Pada kelompok kontrol

rata-rata konsumsi protein hewani lebih

besar dari protein nabati yaitu 26,19 gr dan

23,98 gram. Sedangkan pada kelompok

kasus konsumsi protein hewani lebih besar

sedikit dari konsumsi protein nabati yaitu

27.88 gr dan 26.33 gr . Menurut Sellmeyer

Deborah dkk., tahun 2001 bahwa tingginya

rasio asupan protein hewani dan nabati dapat

mempercepat resiko terjadinya fraktur tulang

pinggang ( 24 ) dan Beasley Jeannette, 2010

ada hubungan asupan protein nabati rendah

menyebabkan kurangnya densitas tulang

( 34). Penelitian Kestetter Jane E, dkk, 2003

dan Metz Jill A, 1993 diet tinggi protein

menyebabkan juga hiperkalsiuria (22). Hal ini

pada responden tidak ada perbedaan antara

kedua kelompok tersebut, karena sama-sama

proporsi konsumsi protein lebih mempunyai

proporsi yang hampir sama dan juga

konsumsi protein nabati sama-sama lebih

sedikit daripada konsumsi protein hewani.

Namun kemungkinan sudah ada peningkatan

absorpsi kalsium dari tulang untuk memenuhi

kadar kalsium yang kemungkinan menurun

akibat tingginya proporsi protein hewani dan

nabati pada kedua kelompok. Bila diperiksa

kalsium urin akan nampak tingkat ekskresi

kalsium urin akibat tingginya rasio protein

hewani terhadap nabati.

Selain itu pada kasus ada beberapa

responden yang juga mengkonsumsi tablet

kalsium, dan kelompok kontrol semuanya

tidak mengkonsumsi tablet kalsium. Hal ini

dimungkinkan sebagai salah satu penyebab

juga ada faktor-fakor lain yang juga

menyebabkan tidak ada hubungan yang

bermakna yaitu antra lain: faktor berat

ringannya aktivitas ,adanya faktor

12

Page 13: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

penghambat absorpsi kalsium seperti

oksalat, asam fitat dan obat-obatan,

konsumsi natrium, Indeks Massa Tubuh dll

( 1, 30). Berbeda dengan penelitan oleh

Muller Ronald G, James R Cherham

yaitu ada hubungan intake protein hewani

yang rendah (p=0.01) dan intake protein

nabati tinggi (p=0.02) dengan kejadian

fraktur tulang (21).

N. Hubungan Riwayat Asupan Kalsium

dengan Kejadian Fraktur.

Riwayat asupan kalsium sangat

menentukan kepadatan tulang seseorang

untuk mencegah terjadinya fraktur karena

osteoporosis. Kekurangan kalsium pada

masa pertumbuhan dapat menyebabkan

gangguan pertumbuhan. Dan pada orang

dewasa usia 50 tahun ke atas, sering terjadi

kehilangan kalsium dari tulang. Hal ini

karena semakin tua kemampuan untuk

menyerap kalsium akan menurun, karena

semakin tua enzim laktase untuk mencerna

susu semakin berkurang ( 1). Kebanyakan

kalsium hanya terserap setengah dari

kalsium yang ada dalam makanan yang

dikonsumsi. Ditambah pula pada usia

semakin tua asupan kalsium juga sedikit.

Hasil uji statistik Pearson chi-square

diperoleh p p=0,368 (>0,05) dan OR= 0 (CI

95%:0,06-16,95) berarti tidak ada

hubungan yang bermakna antara riwayat

konsumsi kalsium dengan kejadian fraktur

tulang femur dan tibia dengan derajat

hubungan yang lemah. Pada kelompok

kasus maupun kontrol proporsi asupan

kalsium dengan katergori kurang menduduki

proporsi paling besar yaitu semua sebesar 25

orang (96,2%). Rata-rata konsumsi kalsium

perhari pada kelompok kasus dan kontrol

masih lebih rendah dari angka kecupan

kalsium yang dianjurkan , yaitu 331,5 gr pada

kasus dan 270,6 gr pada kontrol. Angka

kecukupan kalsium yang dianjurkan adalah

640-800 mg/hari. Hal ini terlihat dari

kebiasaan responden dalam mengkonsumsi

makanan sumber kalsium dengan frekwensi

dan jumlah yang kurang yaitu seperti

mengkonsumsi sumber kalsium seperti susu

dan hasil olahnya. Jenis susu yang sering

dikonsumsi responden adalah susu kental

manis sementara hasil olah dari susu mereka

hampir tidak pernah mengkonsumsi seperti

keju, yoghurt dll.

Hasil uji statistik di atas sesuai dengan

penelitian Susanti Eka, I.D.P.Pramantara,

Retno Pangastuti, tahun.2006 mengenai

hubungan asupan kalsium dengan kejadian

osteoporosis pada pria di Kecamatan Duren

Sawit, Jakarta Timur yaitu tidak ada

hubungan yang bermakna antara asupan

kalsium dengan densitas massa tulang

(P>0.05)(31) dan sesuai juga dengan

penelitian Owusu William, dkk, 2003 bahwa

konsumsi lebih dari 2.5 gelas/hari (600 ml)

dibandingkan dengan konsumsi susu perhari

240 ml atau kurang mempunyai RR

1.06(95% CI = 0.69-1.62) dengan p=0.82).

Ada faktor lain yang harus dikendalikan

seperti umur, status merokok, IMT, aktivitas

fisik, konsumsi alkohol( 32 ).

13

Page 14: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

O. Hubungan Riwayat Asupan Phospor

dengan Kejadian Fraktur.

Phospor sangat diperlukan dalam

proses pembentukan tulang bersama dengan

kalsium dengan rasio kalsium : phospor 1-

2:1. Bila lebih dari rasio tersebut maka akan

menghambat absorpsi kalsium. Pada

penelitian ini berdasarkan uji statistik tidak

terdapat hubungan bermakna antara riwayat

asupan phospor dengan kejadian fraktur

tulang dengan kekuatan hubungan yang

lemah yaitu p = 0,636 (p>0,05) dan OR=

1,696 (CI 95%:0,525-5,48). Proporsi

asupan phospor dengan kategori kurang

pada kasus dan kontrol lebih besar dari

proporsi konsumsi phospor kategori lebih .

Namun dalam hal ini proporsi konsumsi

phospor kategori lebih pada kasus lebih

besar dari kontrol , sehingga hal ini

menunjukkan sudah terjadi adanya

hambatan dalam absorpsi kalsium pada

kasus.Namun karena tidak dilakukan

pemeriksaan kalsium urin, maka tidak

diketahui berapa yang diabsorpsi oleh

tubuh. Pada kondisi absorpsi kalsium

kurang, tubuh berusaha untuk selalu

memenuhi kebutuhan kalsium dalam darah.

Dan apabila terjadi gangguan absorpsi

kalsium dalam tubuh akibat perbandingan

yang tinggi akan phospor, hormon

paratiroid mengatur pelepasan kalsium dari

tulang , sehingga lama kelamaan tulang

akan rapuh karena pengurangan kalsium

tulang(1, 33).

Rata-rata asupan phospor per hari

pada kasus adalah 571,150 mg dan pada

kontrol sebanyak 519,577 mg dan rata-rata

konsumsi kalsium pada kasus dan kontrol

yaitu 331.5 mg dan 270.6 mg. Konsumsi

phospor masih lebih besar dari 80% AKG

yaitu 480 mg/hari. Bila dibandingkan dengan

rata-rata asupan kalsium sehari pada kasus

dan kontrol, ternyata pada kedua kelompok

tersebut asupan phospor perhari lebih besar

dari asupan kalsium perhari, berarti rasio

kalsium dan phospor 1:>1. Hal ini walaupun

tidak ada hubungan secara bermakna antara

konsumsi phospor dengan kejadian fraktur,

namun kemungkinan sudah terjadi gangguan

absorpsi kalsium sebagai dampak dari rasio

yang tidak sesuai tersebut. Namun dalam

penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan

kalsium dalam urin untuk menggambarkan

jumlah kalsium yang diabsoprsi. Menurut

Altmatsier , 2003 bahwa jumlah kalsium yang

diekskresi melalui urin mencerminkan jumlah

kalsium yang diabsorpsi (1).

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Responden berjenis kelamin pria dan

wanita masing-masing sebanyak 50% dan

berusia di atas 40 tahun serta

berpendidikan sebagian besar lulus SMA.

2. Tingkat pengeluaran untuk makan pada

kelompok kasus rata-rata Rp 255.613,-

perkapita dan kelompok kontrol Rp

291.410,-. di bawah rata-rata perkapita

penduduk Banjarmasin.

14

Page 15: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

3. Baik kasus maupun pada kontrol lebih

banyak mengkonsumsi sumber hewani

dari pada sumber nabati

4. Baik kelompok kasus dan kontrol

sebanyak masing-masing 25 orang

(96.2%) kurang mengkonsumsi

kalsium.

5. Pada kedua kelompok asupan phospor

perhari lebih besar dari asupan kalsium

perhari, berarti rasio kalsium dan

phospor 1:>1

6. Tidak ada hubungan yang bermakna

antara asupan protein dengan kejadian

fraktur tulang dengan p =0,946 (>0,05)

dan OR=0,85 (CI 95%:0,26-2,79).

7. Tidak ada hubungan yang bermakna

antara riwayat konsumsi kalsium

dengan kejadian fraktur tulang femur

dan tibia dengan p=0,368 (>0,05) dan

OR= 0 (CI 95%:0,06-16,95)

8. Tidak terdapat hubungan bermakna

antara riwayat asupan phospor dengan

kejadian fraktur tulang dengan p =

0,636 (p>0,05) dan OR= 1,696 (CI

95%:0,525-5,48).

9. Tidak dapat dilakukan perhitungan

interaksi karena analisis bivariat antara

variabel tingkat pengeluaran, riwayat

konsumsi protein, kalsium dan phospor

tidak ada yang bermakna secara

statistik.

B. Saran

1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan kadar

kalsium dalam urin untuk mengetahui

jumlah kalsium yang dapat diabsorpsi.

2. Menambah variabel lain untuk dapat

memastikan penyebab terjadinya fraktur

tulang femur dan tibia, seperti:

a. asupan serat

b. adanya oksalat

c. aktivitas fisik

d. kebiasaan merokok

e. kebiasaan minum kopi

f. Melakukan penilaian kalsium dalam

urin. dengan kasus fraktur femur atau

tibia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier, Sunita (2002). Mineral

dalam Prinsip Gizi. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka,.

2. Anonim. Gaya hidup

http://www.keluarga sehat .com.

Diakses tanggal 8-11 -2007.

3. Anonim. Tanya Jawab dengan Dokter

Ahli Osteoporosis.

www.medicastore.com.2006Diakses

tanggal 22-1-2008.

4. Apriadji Wied Harry, 2001. Nanas

Cukup Ampuh Memerangi Keropos

Tulang. Sedap Sekejap Edisi 2/II-

Pebruari 2001.

5. HTA Indonesia, 2005. Penggunaan

Bone Densitometry pada Osteoporosis,

halaman 1.

6. Data Penelitian Produk Susu Anlene.

Tahun 2007.

7. BPS,2008. Index Pembangunan

Manusia kota Banjarmasin tahun 2008.

8. Francis etal, 1997. A Comparison of

Bone Density and Dietary intake in

15

Page 16: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

Postmenopausal Women who are

Receiving and not Receiving

Hormone Replacement Therapy.

Journal of the American Dietetic

Association volume 97, Issue 9, 1

September 1997, p. A64.

9. Jensen Keith, etal. Development of a

food frequency questionnaire to

estimate calcium intake of Asian,

Hispanic and Shite Youth. Journal of

the American Dietetic Association,

Volume 104, Issue 5, May 2004,

p.762-769.

10. Satalic Zvonimir, et al. Short food

frequency questionnaire can

discriminate inadequate an adequate

calcium intake in Croatian

postmenopausal women. Nutrition

Research 27 (2007), 543-547.

11. RSUD Ulin Banjarmasin. Laporan

tahunan Kunjungan Rawat Jalan

2006-2007.

12. Prihartini Sri, 2007. Faktor

Determinan Risiko Osteoporosis di

Tiga Propinsi di Indonesia. Http://

www.p3gizi.litbang.depkes.go.id/.

Diakses tanggal 17-2-2010.

13. HTA Indonesia, 2005. Penggunaan

Bone Densitometry pada

Osteoporosis. Hal 4.

14. Ardy, 2010. Keseimbangan Kalsium

penting untuk cegah

Osteoporosis.Http://

www.p3gizi.litbang.depkes.go.id/.

Diakses tanggal 20-1-2010.

15. Astawan Made, 2009. Tulang tidak

hanya butuh Kalsium.

www.medicastore.com.2006. Diakses

tanggal 13-8-2010.

16. Depkes RI, 2005. Angka Kecukupan

Gizi Rata-rata yang dianjurkan.

17. Medicastore, 2008. Penyebab

Osteoporosis dan faktor Resiko

osteoporosis. www.medicastore.com..

Diakses tanggal 22-1-2008.

18. Anonim, 2008. Nyeri Tulang pada

Penyakit Ginjal. http://www.keluarga

sehat .com. Diakses tanggal 4-2-3008.

19. Supariasa, 2002. Penilaian Status Gizi.

Penerbit Buku Kedokteran.

20. Munger Ronald, et.al, Prospective study

of dietary protein intake and risk of hip

fracture in postmenopausal women.

American Journal Clinical Nutrition

1999: USA.

21. Morin Patricia Fracois Hermann, Patrick

Amman. A Rapid Self Administered

food frequency questionnaire for the

evaluation of dieteaty protein intake.

Clinical Nutrition vol.24, Issue 5,

October 2005, p.768-774.

22. Kestetter Jane E et.al, Low protein

intake: the Impact on calsium and bone

homeostasis in Humans. The Journal of

Nutrition. Di akses tanggal 3 April

2010.

23. Spenser H et.al, Do protein and

phosphours cause calsium loss?

Prospective study of dietary protein

intake and risk of hip fracture in

16

Page 17: Prosiding Risbinakes 2010 Ok

postmenopausal women. American

Journal Clinical Nutrition 1999: USA.

24. E. Deborah Sellmeyer et.al. A high

ratio of dietary animal to vegetable

protein increases the rate of bone loss

and the risk of fracture in

postmenopausal women. American J

Clinical Nutrition 2001: 73; 118-22.

25. Gibson Rosalind, 1993. Nutritional

Assesment a Laboratory Manual.

Oxford University Press.

26 Lemeshow Stanley, 1990. Besar

Sampel dalam Penelitian. Gadjah

Mada University Press: Jogjakarta.

27. Metz. Jill, John JB Anderson and

Philip N. Intake of Calcium,

Phosporus and protein, and physical

activity level are related to radial

Bone Mass in young adult women.

American Journal Clinical Nutrition

1993: 58; 537-42.

28. Anonim. Tulang tak hanya butuh

kalsium. Nutrition Thur, 13-8-2009.

29. Shellyana, 2008. Gambaran asupan

protein, vitamin D, kalsium, phospor

serta perbandingan kalsium dan

phospor pada penderita nyeri tulang

dan fraktur pasien rawat jalan

poliklinik Ortopedi RSUD Ulin

Banjarmasin 2008. skripsi

30. Meikawati Wulandari, S, Fatimah

Muis, SA. Nugraheni. Faktor yang

berhubungan dengan kepadatan tulang

remaja (studi di SMAN 3 Semarang).

Program Magistern Gizi Masyarakat

Universitas Diponegoro. Thesis.

31.Susanti Eka, IDP. Pramantara Retno

Pangastututi.Asupan Kalsium, vitamin

D, Kafein, merokok, Indeks Massa

Tubuh dan hubungannya dengan

kejadian osteoporosis pada pria di

kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.

32. Feskanich Diane, Walter C, Willet dan

Graham A Colditz. Calsium, vitamin D,

milk consumption, and is prospective

study among post menopause women.

American Journal of Clinical Nutrition

2003 Vol 77, n0.2; 504-511.

33. Medicastore. Penyebab osteoporosis dan

factor risiko osteoporosis. .www.osteo .

Diakses tanggal 22-1-2008.

34. Beasley Jeannette M. Beasley, 2010. Is

Protein Intake Associated with Bone

Mineral Density in Young Women.

American Journal Clinical Nutrition

91:1311-1316, May 2010.

17