proses menua

27
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Tujuan pembangunan tersebut dapat dicapai dengan menyelenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah mewujudkan Indonesia sehat tahun 2010. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. (Depkes RI, 2004). Aging atau penuaan berhubungan dengan adanya dua fenomena, yaitu penurunan fisiologik tubuh dan peningkatan terjadinya penyakit (Fowler, 2003). Dengan kata lain, aging adalah suatu proses fisiologis yang akan di alami oleh semua mahluk hidup (Wibowo, 2003). Definisi aging menurut American Academy of Anti-Aging Medicine (A4M) adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang berhubungan dengan aging normal disebabkan oleh disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003). Anggapan dahulu bahwa menjadi tua memang hal yang wajar, alamiah dan tidak bisa

Upload: fitri-annisa-hutasuhut

Post on 12-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lalalala

TRANSCRIPT

Page 1: Proses menua

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia

yang dilakukan secara berkelanjutan. Tujuan pembangunan tersebut dapat dicapai dengan

menyelenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan

terarah. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Visi

pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah

mewujudkan Indonesia sehat tahun 2010. Tujuan diselenggarakannya pembangunan

kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. (Depkes RI, 2004).

Aging atau penuaan berhubungan dengan adanya dua fenomena, yaitu penurunan

fisiologik tubuh dan peningkatan terjadinya penyakit (Fowler, 2003). Dengan kata

lain, aging adalah suatu proses fisiologis yang akan di alami oleh semua mahluk hidup

(Wibowo, 2003).

            Definisi aging menurut American Academy of Anti-Aging Medicine (A4M) adalah

kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang berhubungan dengan aging normal disebabkan

oleh disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran

yang tepat (Klatz, 2003). Anggapan dahulu bahwa menjadi tua memang hal yang wajar,

alamiah dan tidak bisa diintervensi, tetapi hal ini dipatahkan sejak penelitian Rudman

yang dipublikasikan bahwa menjadi tua adalah suatu penyakit yang bisa dicegah dan dalam

batas tertentu bisa disembuhkan (Djuanda, 2005).

            Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi

fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu

cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa

secara khusus pada lansia.

Page 2: Proses menua

1.2 Pernyataan Masalah

            Memahami perkembangan usia lanjut (lansia) adalah bentuk pembelajaran sekaligus

pengorbanan pada orang tua karena usia lanjut bagi sebagian orang adalah salah satu hal yang

tidak diinginkan. Ada perasaan takut, takut merepotkan anak, tak bisa mengurus diri sendiri,

jadi pemicu masalah dan banyak hal lainnya.

             Bagi setiap orang yang sedang mengalami proses perkembagan menuju usia lanjut

perlu memahami segala perubahan. Perubahan yang barangkali tidak dipahami dan tidak

disadari. Lansia akan membuat seseorang mengalami penurunan semua fungsi indera, lansia

juga akan menurunkan kemampuan motorik. Bagi orang-orang disekitarnya, yang memiliki

orangtua atau kakek dan nenek yang menapaki lansia juga perlu memahami perkembangan

mereka. Pemahaman tersebut akan sangat membantu mengurusi dan memberi perhatian lebih

pada anggota keluarga yang memasuki usia lanjut.

Oleh karena itu, menurut Havighurst (Hurlock, 1999) sebagian tugas perkembangan

usia lanjut (lansia) lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada

kehidupan orang lain. Memahami hal ini akan sangat bermanfaat untuk yang sedang

memasuki tahap perkembangan lansia. Hal itu juga akan sangat berguna bagi yang memiliki

anggota keluarga yang dalam masa lansia. Adapun tugas perkembangan tersebut antara lain:

1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan

Hal ini sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah

dilakukan di dalam maupun di luar rumah. Mereka diharapkan untuk mencari kegiatan

sebagai pengganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagaian besar waktu kala

mereka masih muda.

2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income (penghasilan) keluarga

Pada usia ini, lansia sudah memasuki masa pensiun dan tidak bekerja lagi, sehingga

pemasukan yang ada hanya berasal dari dana pensiun maupun dari pemberian anak-anak

mereka.

3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup

Sebagaian besar orang lansia perlu mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan

peristiwa kematian suami atau istri. Kejadian seperti ini lebih menjadi masalah dengan

Page 3: Proses menua

peristiwa kematian suami atau istri. Dimana kematian suami berarti berkurangnya pendapatan

dan timbul bahaya karena hidup sendiri dan melakukan perubahan dalam aturan hidup.

4. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sesuai

Pada lansia, mereka membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia mereka,

untuk menghindari kesepian akibat ditinggalkan anak yang tumbuh besar dan masa pensiun.

Walaupun begitu, tidak disarankan untuk menitipkan mereka ke panti jompo. Ini adalah

saatnya bagi orang-orang disekitarnya untuk merawat dan mengurangi rasa kesepiannya.

Membangun hubungan emosional dan sosial dengan mereka akan mengurangi rasa kesepian

yang kadang mereka rasakan.

5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan

Menyadari bahwa menurunnya kesehatan dan fungsi-fungsi fisik, pada masa lansia

mereka berusaha untuk mempertahankan dan mengatur kegiatan sehari-hari yang

berhubungan dengan kesehatan, yaitu berolahraga maupun mengatur pola makan.

6. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes

Pada lansia, individu mengalami perubahan peran. Dimana, para lansia mempunyai

pengalaman lebih daripada orang yang lebih muda, sehingga peran lansia biasanya diminta

untuk memberi pendapat, masukan ataupun kritikan, dan partisipasi lansia terhadap

kehidupan sosial. Pemberian peran tersebut akan membuat kesehatan fikir dan fisiknya akan

terjaga baik. Termasuk mengurangi percepatan kepikunan. Lansia (usia lanjut) akan dialami

oleh tiap orang. Masa itu adalah takdir yang tak bisa ditolak oleh siapapun. Oleh karena itu,

pemahaman terhadap perkembangan lansia (lanjut usia) sangat bermanfaat merawat dan

memberi perhatian pada mereka. Juga akan berguna bagi kita nanti saat memasuki masa

lansia.

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai pada mini project ini, meliputi :

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pangkalan Susu

terhadap kesehatan jiwa pada lansia sehingga dapat dilakukan bagaimana cara hidup

sehat, mencegah penyakit-penyakit degeneratif, bagaimana cara memperlakukan dan

merawat lansia, dll.

Page 4: Proses menua

1.4 Manfaat

Manfaat pada mini project ini, adalah :

1. Bagi penulis, mini project ini menjadi pengalaman yang berguna dalam menerapkan

ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelum internship.

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

tentang pentingnya memahami kesehatan pada lansia.

Page 5: Proses menua

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi lanjut usia

Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan kemampuan jaringan untuk mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. ( Wahyu, 2009)

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya

penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling

berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi 

menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan

jiwa secara khusus pada lansia.

Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang

mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut

aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial

yang menyertai kehidupan lansia. Diperkirakan Indonesia mulai tahun

1990 hingga 2023 lansia (umur 60 ke atas) akan meningkat hingga

41,4 % (geriatric and psychigeriatric workshop training for trainers,

2008) masalah yang paling banyak adalah demensia, delerium,

depresi, paranoid dan ansietas.

Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut

1.         Menyesuaikan diri terhadap ketahanan dan kesehatan yang

berkurang.

2.         Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan berkurangnya

pendapatan.

3.         Menyesuaikan diri terhadap kemungkinan ditinggalkan pasangan

hidup

Page 6: Proses menua

4.         Mempertahankan kehidupan yang memuaskan dan mencari

makna hidup.

5.         Menjaga hubungan baik dengan anak

6.         Membina hubungan dengan teman sebaya dan berperan serta

dalam organisasi sosial

2.2. Batasan Umur pada Lanjut Usia

DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut:

1.         Kelompok menjelang usia lanjut (45 - 54 tahun).

2.         Kelompok usia lanjut (55 - 64 tahun).

3.         Kelompok usia lanjut (65 tahun lebih ). (Farida, 2010)

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu:

1.         Usia lanjut : 60 - 74 tahun

2.         Usia Tua : 75 - 89 tahun

3.         Usia sangat lanjut : > 90 tahun

2.3. Penyebab Gangguan Jiwa pada Lansia

1.         Masalah keluarga

2.         Masalah interpersonal

3.         Penyakit

4.         Masalah sosial. (Farida, 2010)

2.4. Masalah Psikososial yang Muncul pada Lansia

1.         Depresi

a.        Tanda dan gejala

Page 7: Proses menua

Frekuensi tampak bertambah sesuai usia, meski laju relaps, yaitu

waktu antara dua episod depresi tampak berkurang. Frekuensi bunuh diri

juga naik tajam dengan penuaan. Namun ada bukti baik bahwa ciri

tertentu depresi, yaitu gangguan obsesional dan fobik berkurang dengan

penuaan.

Studi epidemiologik depresi pada manula diganggu oleh kebingungan

antara depresi dan demensia. Anggota keluarga pasien demensia sering

membawa pasien dengan keluhan utama depresi tanpa adanya gangguan

mood sejati apapun. Psikiater harus mengenali kurangnya bicara,

melambatnya gait (cara berjalan), mendatarnya afek dan turunnya minat

dalam dan keterlibatan dengan aktivitas sosial dan personal, yang

semuanya menunjukkan depresi pada pasien muda, bila tanpa disforia

jelas, pertanda demensia dini pada pasien tua. Penentuan kognitif yang

akan menentukan defisit pada demensia, bila sesuai, dapat membuat

lebih jelas diagnosa demensia.

Depresi dapat terjadi bersamaan dengan demensia dan merupakan

konkomitan sering dari stadium awal penyakit Alzheimer (stadium 3-5

pada Global Deterioration Scale). Bila depresi terjadi dalam konteks

penyakit Alzheimer, gejala tersering adalah berlinang air mata, yang

sering disertai tanda awal gangguan tidur khas, kecurigaan, cemas, dan

agitasi, yang membentuk sindrom perilaku dari penyakit Alzheimer. Gejala

lain, yang mengingatkan pada depresi dalam  konteks lain, dapat terjadi

pada sindrom depresif dari penyakit Alzheimer, termasuk keluhan

somatik dan perilaku obsesif. Disforia pervasif relative jarang sekali dan

pasien Alzheimer dengan depresi sangat jarang menunjukkan perilaku

bunuh diri. Pernyataan maneristik seperti ‘saya berharap saya mati,’

sering ditemukan pada penyakit Alzheimer, tapi pernyataan itu tidak

disertai rencana bunuh diri, sikap atau tindakan kea arah itu.

Page 8: Proses menua

Berbeda dengan psikosis, depresi tampak tak pernah terjadi pada

stadium lebih lanjut dari penyakit Alzheimer, meski sering merupakan

manifestasi paling awal dari penyakit itu dan dapat mendahului gejala

kognitif sejauh banyak bulan atau tahun.

Depresi juga sering terjadi bersama infark atau cidera otak lain,

dengan atau tanpa demensia serentak. Patologi yang menimpa regio otak

frontal dipercayai khususnya terkait dengan simtomatologi afektif.

Depresi berkaitan dengan infark otak secara khas berkaitan dengan

inkontinensia emosional, yaitu episod mendadak menangis tanpa disforia

pervasive, konsisten, atau afektif.

Selain demensia dan trauma otak jelas, depresi pada manula sering

disebabkan oleh patologi fisik dengan etiologi beraneka. Misal, gangguan

elektrolit akibat diuretik saja atau bersamaan dengan obat lain dapat

menyebabkan presentasi gangguan mood, juga defisiensi vitamin B12

akibat malabsorpsi yang mungkin berkaitan dengan operasi saluran

cerna.

b.        Terapi

Penyakit depresi primer (idiopatik) pada manula bersifat serius dan dalam

banyak hal merupakan keadaaan yang mengancam nyawa. Cara terapi

yang harus diberikan prioritas meliputi antidepresan, ECT, dan MAO-

inhibitor. (Harold, 1994)

1)        Anti-depresan

Semakin luas jenisnya, semuanya berpotensi berguna bagi manula.

Diantaranya paling disukai untuk manula adalah amina sekunder,

termasuk desipramin dan nortriptilin, sebagian karena mareka kurang

menimbulkan hipotensi dari pada amina tersier. Desipramin sangat

rendah efek samping antikolinergiknya dibandingkan antidepresan lain

umumnya, ini menguntungkan karena manula diketahui kurang aktif

fungsi neurotransmitter kolinergik dan dipercaya khususnya peka

Page 9: Proses menua

terhadap efek samping antikolinergik. Nortriptilin jgua sering di anggap

obat terpilih untuk manula karena mampu dipantau jendela terapeutik

berupa kadar darah berhubungan dengan reaksi klinis. Fluoxetin dan

bupropion dapat berguna khususnya pada manula karena berefek

samping antikolenergik minimal. (Harold, 1994)

2)        ECT

Dapat menjadi terapi terpilih untuk depresi pada manula, khususnya

jika faktor jantung membatasi atau memustahilkan obat antidepresen

atau jika penolakan makan merupakan ancaman akut bahkan masalah

mengancam jiwa.Risiko ECT sangat rendah dan sering kurang dari

farmakoterapi. Setiap risiko terapi harus dipertimbangkan terhadap risiko

depresi, terhadap status mental pasien dan setiap resiko bunuh diri.

(Harold, 1994)

3)        MAOI

Aman untuk manula bila diberikan dengan kewaspadaan lazim. Pada

manula, terapi depresi akibat penyakit lain tidak berbeda jauh dari terapi

depresi idiopatik kecuali bahwa terapi gangguan yang mendasari, jika

mungkin, dapat mendahului atau mengesampingkan perlunya menterapi

gejala afektifnya secara lebih langsung. Bila depresi dan demensia terjadi

bersamaan, terapi depresi mungkin dapat atau tidak mengakibatkan

resolusi gangguan kognitif. Meski jika gangguan kognitif remisi

seluruhnya, pada sekitar separuh kasus itu, gejala dini kehilangan kognitif

akan jelas lagi dalam sekitar 2-3 tahun. (Harold, 1994)

2.         Gangguan mania dan bipolar

Angka relaps mania dan gangguan bipolar bertambah dengan usia.

Panjang rata-rata episode morbid minimal sama pada pasien tua

dibandingkan yang lebih muda. Kebanyakan kasus penyakit bipolar mulai

sebelum usia 50, kemunculan sesudah usia 65 dianggap tak lazim. Bila

Page 10: Proses menua

suatu episode manik terjadi untuk pertama kalinya sesudah usia 65, harus

dicurigai adanya patofisiologik (organik) etiologik mencolok. Kemungkinan

etiologi termasuk efek samping obat atau demensia konkomitan.

Pemakaian litium pada manula lebih berbahaya karena sering

timbulnya morbiditas berkaitan dengan usia dan perubahan faali. Litium

diekskesi oleh ren dan bersihan renal yang menurun dan / atau penyakit

renal dapat menaikkan resiko keracunan. Diuretik tiazid menurunkan

bersihan renal terhadap litium dan akibatnya pemakaian serentak obat-

obat itu dapat memerlukan penyesuaian dosis litium. Obat lain dapat juga

mengganggu bersihan litium. Litium dapat menimbulkan efek SSP yang

mungkin lebih peka bagi manula. Karena faktor-faktor ini, pemantauan

kadar serum yang lebih sering dianjurkan bagi manula. (Harold, 1994)

3.       Skizofrenia, status paranoid, dan psikosis kehidupan lanjut lain

a.        Tanda dan gejala

Pemasukan awal ke rumah sakit jiwa untuk skizofren memuncak dari

usia 25 hingga 34 dan relatif jarang sesudah usia 65. Psikosis paranoid

dari aneka etiologi umumnya timbul pada pasien tua, termasuk banyak

pasien tua tanpa riwayat psikopatologi berarti pramorbid. Defisit sensorik

tampak merupakan predisposisi terhadap psikosis paranoid pada

sebagian pasien manula.

Pada yang lainnya, CVD atau demensia berkaitan dengan munculnya

patologi. Obat atau kausa patofisiologik lain harus digali dengan hati-hati

pada semua kasus. Temuan mutakhir menunjukkan bahwa paranoid dan

psikosis delusional pada kasus tertentu mungkin menjadi sebab demensia

degeneratif primer tipe Alzheimer. Pada kasus lain, status ini mungkin

berkaitan dengan faktor serebrovaskular yang tidak selalu jelas

berdasarkan temuan klinis atau neuroimaging. Perubahan

Page 11: Proses menua

neurotransmitter berkaitan dengan penuaan dapat juga menjadi

predisposisi psikosis pada manula.

Secara lebih spesifik, pada manula penurunan aneka sistem

neurotransmitter telah ditunjukkan secara meyakinkan. Misalnya terdapat

penurunan fungsi dopaminergik berkaitan dengan kehilangan sel

berkaitan usia pada substansia nigra, dengan atau tanpa gejala

parkinsonian jelas. Juga terdapat perubahan berkaitan usia pada fungsi

noradrenergik berkaitan dengan bukti fisik kehilangan sel di lokus

seruleus. Demikian juga, perubahan sistem neurotransmitter kolinergik

berkaitan-usia terjadi berkaitan dengan turunnya aktivitas enzim

asetiltransferase kolin. Secara keseluruhan, perubahan neurokimia SSP ini

semua mengakibatkan penetapan ulang imbangan (resetting)

neurotransmitter SSP, dan dalam banyak hal perubahan itu dapat menjadi

predisposisi bagi psikosis pada manula. (Harold, 1994)

b.        Terapi

Perubahan system neurotransmitter SSP manula tampak berperan

besar, baik dalam etiologi maupun terapi psikosis. Pada umumnya

psikosis pada manula sering bereaksi terhadap dosis obat yang jauh lebih

rendah dibandingkan psikosis pada pasien lebih muda. Manula juga jauh

lebih peka terhadap banyak efek samping obat antipsikotik dibandingkan

pasien lebih muda. (Harold, 1994)

4.         Gangguan ingatan berkaitan usia, penyakit Alzheimer, dan gangguan

demensia lain.

Perubahan kognisi adalah termasuk yang paling sering dan penting

(dalam hal morbiditas, mortalitas dan dampak terhadap anggota keluarga

dan masyarakat umumnya) daripada kondisi medis berkaitan dengan

usia. (Harold, 1994)

a.        Penyakit Alzheimer

Page 12: Proses menua

Perubahan kognisi pada penuaan normal dan pada penyakit

Alzheimer progresif terjadi dalam kesinambungan.

1).      Stadium satu : normal : tanpa bukti objektif atau subjektif penurunan

kognitif.

2).      Stadium dua : normal untuk usia : keluhan subjektif penurunan kognitif.

Umumnya klien lebih dari 65 mengeluh subjektif tak mengingat hal

seperti nama dan lokasi objek seperti halnya 5-10 tahun silam.

3).      Stadium tiga : kompatibel dengan penyakit alzheimer insipien : bukti

samar penurunan objektif dalam tugas sosial atau pekerjaan kompleks.

4).      Stadium empat : penyakit alzheimer ringan : defisit muncul jelas pada

wawancara klinis yang cermat.

5).      Stadium lima : penyakit alzheimer sedang : defisit cukup berat hingga

pasien tak lagi dapat hidup lebih lama tanpa bantuan.

6).      Stadium enam : penyakit alzheimer berat sedang : defisit cukup besar

hingga butuh bantuan dalam hal aktivitas kehidupan dasar sehari-hari.

7).      Stadium tujuh : penyakit alzheimer berat : defisit cukup berat hingga

butuh bantuan terus menerus dalam aktivitas sehari-hari.

b.        Demensia multi infark

Ini mrupakan sebab utama kedua dari demensia pada manula. Itu

paling sering terjadi bersamaan dengan penyakit Alzheimer. Studi

patologi klasik menunjukkan sekitar 50% kasus demensia yang di autopsi

berkaitan dengan penyakit Alzheimer saja, 25% dengan penyakit

Alzheimer berkaitan dengan faktor serebrovaskular, dan 15% dengan

demensia multi infark tanpa bukti neuropatologik penyakit Alzheimer.

c.         Gangguan demensia lain dan diagnosis banding demensia

Kausa demensia lain termasuk penyakit pick, penyakit creutzfeldt-

jakob, korea huntington, demensia terkait alkohol (demensia Korsakoff),

hidrosefalus tekanan normal, dan demensia akibat aneka gangguan faali.

Page 13: Proses menua

1)        Penyakit pick adalah demensia degeneratif yang sulit dibedakan secara

klinis dari penyakit alzeimer. Secara neuropatologis, itu berbeda karena

hasil pemeriksaan autopsi otak menunjukan badan pick dan bukan

karakteristik berkas neurofibrilar, plakat senil, atau degenerasi

granulovaskular dari penyakit alzeimer. Penyakit pick juga cenderung

mengenai  regio frontal otak, sedang alzeimer jauh lebih difus. Penyakit

pick berdistribusi usia lebih muda daripada alzheimer, menimbulkan jauh

lebih banyak demensia pada dekade keenam. Secara klinis, penyakit pick

tampak di tandai gambaran yang lebih ke lobus frontal daripada penyakit

alzheimer. Tak ada terapi untuk penyakit pick.

2)        Penyakit creutzfeldt-jakob adalah kondisi yang langka menimpa sekitar

satu per sejuta orang bervariasi dan akut. Seringkali penyakit ini

dibedakan dari penyakit alzhemier yang mungkin lebih cepat

perjalannanya atau berdasarkan patologi neural, vokal dan terlokaliasasi.

3)        Korea-huntington dapat tampil dengan ganguan demensia sebelum

munculnmya patologi koreiform.

4)        Hidrosefalus tekanan normal ditandai oleh gangguan berjalan

inkontinensi uri, temuan neuro radiologi dan timbulnya relatif dini.

5)        Demensia akibat gangguan faali beragam. Temuan positif dari salah satu

studi ini harus di interpretasi oleh klinisi mereka mungkin menunjukan

suatu etiologi primer demensia yang mungkin dapat diobati, mereka

mungkin pertanda tambahan rudapaksa dalam konteks demenseia

degeneratif. (Harold, 1994)

E.        Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan

jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak

sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia.

Page 14: Proses menua

Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat

mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

1.    Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi

adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple

pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin

keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara

umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia

mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat

menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun

sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan

ketergantungan kepada orang lain.

Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang

sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan

kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada

usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir

fisiknya.Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan

baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

2.    Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali

berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung,

gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai

operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan

kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-

obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer. Faktor

psikologis yang menyertai lansia antara lain :

a.             Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada

lansia

Page 15: Proses menua

b.             Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat

oleh tradisi dan budaya.

c.              Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.

d.             Pasangan hidup telah meninggal.

e.             Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan

jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan sebagainya.

3.    Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami

penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses

belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain

sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.

Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang

berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,

koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga

mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan

kepribadian lansia.

4.    Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.

Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati

hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering

diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan

penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri.

Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari

model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

Makin meningkatnya jumlah manula dalam masyarakat telah

melahirkan sejumlah penelitian psikologis tentang kemampuan orang

lanjut usia. Penelitian ini telah mengukuhkan bahwa orang lanjut usia

Page 16: Proses menua

cenderung lebih lamban dalam pemahaman mental dan kurang mampu

melakukan tugas-tugas yang menuntut ia mempelajari hal-hal baru.

F.         Gangguan Jiwa pada Usia Lanjut

1.    Delirium.

Merupakan Sindrom Otak Organik (SOO), yang ditandai dengan

fluktuasi kesadaran, apatis, somnolen, spoor, koma, sensitif, gangguan

proses berpikir. Konsentrasi pada lanjut usia akan mengalami

kebingungan dan persepsi halusinasi visual (pada umumnya). Psikomotor

akan mengikuti gangguan berpikir dan halusinasi

2.    Psikosa pada lansia

Gejala gejala : awalnya idea of reference, waham, terkadang

sebagai penyerta demensia, premorbid, schizofrenia

3.    Abuse pada lansia

Tindakan yang disengaja atau kelalaian terhadap lansia baik dalam

bentuk malnutrisi, fisik/tenaga atau luka fisik, psikologis oleh orang lain

yang disebabkan adanya kegagalan pemberian asuhan nutrisi, pakaian,

pengawasan, pelayanan medis, rehabilitasi, dan perlindungan yang

dibutuhkan.

Abuse, suatu tindakan kekerasan yang disengaja seperti kekerasan

fisik, mental dan psikologi, serta jenis penyiksaan lainnya yang tidak

dibenarkan

Neglect, suatu keadaan di ana lansia yang tidak mampu untuk

memenuhi kebutuhan sendiri tidak mendapatkan bantuan dari keluarga

maupun pemberi asuhan (caregiver)

Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan sebagai berikut

a.         primer : pendekatan kepada komunitas/lingkunganpeberi dukungan pada

lansia, memperkuat koping individu dan keluarga, pola sehat lingkungan,

melihat tanda-tanda risiko tinggi.

Page 17: Proses menua

b.         sekunder : diskusi,komunikasi yang efektif dengan keluarga

c.         tersier : tidak menoleransi kekerasan, mengharagai dan peduli pada

anggota keluarga, memprioritaskan kepada keamanan, tulus secara utuh

dan pendayagunaan. (Farida, 2010)

4.    Gangguan demensia

Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat

keluarga, dan jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia

terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi

gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness,

wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan

tidur, dan waham.

5.    Gangguan depresi

Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah

menurunnya konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun

pagi terlalu cepat dan sering terbangun(multiple awakenings), nafsu

makan menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada

tubuh.

6.    Gangguan kecemasan

Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-

kompulsif, gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut,

dan gangguan stres pasca trauma.

Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat

daripada yang lebih muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan

mulai muncul pada masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa

dapat muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.

Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus

diperhitungkan pengaruh biopsikososial yang menghasilkan gangguan.

Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan.

Page 18: Proses menua

G.       Pendekatan Perawatan Lanjut Usia

1.    Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan,

kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya,

perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bias di

capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau

ditekan progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut

usia dapat dibagi atas dua bagian yaitu:

a.         Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu

bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-

hari masih mampu melakukan sendiri.

b.         Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan

fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui

dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama tentang hal-hal yang

berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan

kesehatannya.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah

timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila

keberhasilan kurang mendapat perhatian.

Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat

mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan

infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan

bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan

badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi

tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindahdari tempat

tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting meskipun tidak selalu

keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan

memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan

pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat

Page 19: Proses menua

dan intensif, misalnya gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma,

intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan secermat

mungkin.

Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah

memperhatikan atau membantu para klien lanjut usia untuk bernafas

dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap

tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk,

merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan

menukar pakaian, mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan

kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien

lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus disegah

dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak

badan yang berlebihan.

Seorang perawat harus mampu memotivasi para klien lanjut usia agar

mau dan menerima makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan

mengunyah sering dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk

mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan agak

lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu

bervariasi dan bergizi, makanan yang serasi dan suasana yang

menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada penyakit

tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet

yang dianjurkan.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah

timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi bisa saja timbul bila

kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu, kebersihan

badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu

mendapat perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi

kesehatan klien lanjut usia.

Page 20: Proses menua

Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus

dilakukan kepada klien lanjut usia yang diduga menderita penyakit

tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan, misalnya:

batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan

kesehatan, jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya,

kemudian mengkomunikasikan dengan mereka tentang cara

pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia

membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan

yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah

dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dsb. Sentuhan

(misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.

2.    Pendekatan psikis

Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan

pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan

sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang asing,

sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang

akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam

memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima

berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat

harus selalu memegang prinsip ” Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan

service.

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta

kasih sayang dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan

perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana yang

aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam

batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.

Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut

usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa , rendah diri,

Page 21: Proses menua

rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan

yang dideritanya.

Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena

bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini

meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa

yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan

kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk

tiduran diwaktu siang, dan pergeseran libido.

Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang

membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila

lupa melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan

dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.

Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka

terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan –lahan

dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah

pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak

menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini

mereka puas dan bahagia.

3.    Pendekatan sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah

satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk

berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan

sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan

bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang

membutuhkan orang lain.

Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para

lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal

jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur

terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang

Page 22: Proses menua

dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau

kekhawatiran, dan rasa kecemasan.

Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut

usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak

dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai

hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas

yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial

bagi lanjut usia di Panti Werda.

4.    Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin

dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnua dalam

kedaan sakit atau mendeteksi kematian.

Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang

menghadapi kematian, DR. Tony styobuhi mengemukakan bahwa maut

sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh

berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman

selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan

keluatga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap

klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari

kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan

yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat

meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih

ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu

menghantui pikiran lanjut usia.

Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau

kepercayaan seseorang merupakan factor yang penting sekali. Pada

waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapangkan

dada klien lanjut usia.

Page 23: Proses menua

Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan

hanya terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan

pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.

Daftar Pustaka

Kaplan, Harold I & Benjamin J. Sadock. 1994. Buku Saku Psikiatri Klinik. Jakarta: Binapura Aksara.

Kusumawati, Farida & Yudi Hartono. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Maramis, W.F. 1994. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba

Medika.Purwaningsih, Wahyu & Ina Karlina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.

Yogyakartaa : Nuha Medika