bab ii tinjauan pustaka .1 konsep menua 2.1 ii.pdf · 2019. 9. 20. · bab ii tinjauan pustaka.1...

42
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .1 Konsep Menua 2.1.1 Pengertian Menua Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau menggantidan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahanterhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo,2010). Menurut organisasai kesehatan dunia (WHO), yang termasuk lanjutusia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas. Menurut Undang-undangNo.4 tahun 1965 pasal 1, seseorang dinyatakan sebagai orangjompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun,tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untukkeperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain(Mubarak dalam Kusuma, 2013). 2.1.2 Teori-Teori Proses Menua Menurut Stanley dalam Darmojo (2010), teori-teori proses menua terdiri dari : a. Teori Biologis 1. Teori Genetic Clock Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies- spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai di dalam intiselnya suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasitertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikanreplikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kitaitu berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertaikecelakaan lingkungan atau penyakit akhir. 2. Teori Wear and Tear 1

Upload: others

Post on 08-Feb-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    .1 Konsep Menua

    2.1.1 Pengertian Menua

    Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara

    perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau menggantidan

    mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahanterhadap infeksi

    dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo,2010). Menurut organisasai

    kesehatan dunia (WHO), yang termasuk lanjutusia adalah seseorang yang berusia

    60 tahun ke atas. Menurut Undang-undangNo.4 tahun 1965 pasal 1, seseorang

    dinyatakan sebagai orangjompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan

    mencapai umur 55 tahun,tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah

    sendiri untukkeperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang

    lain(Mubarak dalam Kusuma, 2013).

    2.1.2 Teori-Teori Proses Menua

    Menurut Stanley dalam Darmojo (2010), teori-teori proses menua terdiri dari :

    a. Teori Biologis1. Teori Genetic Clock

    Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-

    spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai di dalam intiselnya suatu jam

    genetik yang telah diputar menurut suatu replikasitertentu. Jam ini akan

    menghitung mitosis dan menghentikanreplikasi sel bila tidak diputar, jadi

    menurut konsep ini bila jam kitaitu berhenti akan meninggal dunia,

    meskipun tanpa disertaikecelakaan lingkungan atau penyakit akhir.2. Teori Wear and Tear

    1

  • 2

    Teori wear and tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwaakumulasi

    sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesisDNA, sehingga

    mendorong malfungsi organ tubuh.Radikal bebasdapat terbentuk di alam

    bebas, tidak stabilnya radikal bebasmengakibatkan oksidasi O2 bahan-

    bahan organik seperti karbohidratdan protein.Radikal ini menyebabkan

    sel-sel tidak dapat melakukanregenerasi (Maryam, 2008).3. Riwayat lingkungan

    Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya

    karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma daninfeksi) dapat

    membawa perubahan dalam proses penuaan.Walaupun faktor -faktor ini

    diketahui dapat mempercepat proses penuaan, dampak dari lingkungan

    lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama

    dalam penuaan.4. Teori Imunitas

    Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalamsistem imun

    yang berhubungan dengan penuaan.Ketika orangbertambah tua,

    pertahanan mereka terhadap organisme asingmengalami penurunan,

    sehingga mereka lebih rentan untukmenderita penyakit.Seiring dengan

    berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respon

    autoimun tubuh.

    5. Teori NeuroendokrinPenuaan terjadi oleh karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi

    hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksiyang diatur

    oleh sistem saraf.Hal ini lebih jelas ditunjukkan dalamkelenjar hipofisis,

    tiroid, adrenal, dan reproduksi.Salah satu area neurologi yang mengalami

    gangguan secarauniversal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang

    diperlukan untukmenerima, memproses dan bereaksi terhadap perintah

  • 3

    (Stanley dalam Kusuma,2013). Seluruh reflek volunter menjadi lebih

    lambat sehinggakemampuan lanjut usia untuk berespon terhadap stimulus

    akanberkurang.b. Teori Psikososiologis

    Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikapdan perilaku

    yang menyertai peningkatan usia. Teori psiko sosiologisterdiri dari( Darmojo, 2010):1. Teori Kepribadian

    Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhanpsikologis

    Separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkandengan memiliki

    tujuanya sendiri, yaitu untuk mengembangkankesadaran diri sendiri

    melalui aktivitas yang dapat merefleksikandirinya sendiri.2. Teori tugas perkembangan

    Hasil penelitian Erickson tugas perkembangan adalahaktivitas dan

    tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang padatahap-tahap spesifik

    dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yangsukses. Tugas utama lanjut

    usia adalah mampu melihat kehidupanseseorang sebagai kehidupan yang

    harus dijalani dengan integritas.3. Teori disengagement

    Teori disengagement (teori pemutusan hubungan)menggambarkan proses

    penarikan diri ini dapat diprediksi,sistematis, tidak dapat dihindari, dan

    penting untuk fungsi yang tepatdari masyarakat yang sedang tumbuh.

    Lanjut usia dikatakan akanbahagia apabila kontak sosial telah berkurang

    dan tanggung jawabtelah diambil oleh generasi yang lebih muda.4. Teori aktivitas

    Penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif. Gagasanpemenuhan

    kebutuhan seseorang harus seimbang dengan pentingnyaperasaan

    dibutuhkan oleh orang lain. Kesempatan untuk turutberperan dengan cara

    yang penuh arti bagi kehidupan seseorangyang penting bagi dirinya

    adalah suatu komponen kesejahteraanyang penting bagi lanjut usia.

  • 4

    5. Teori kontinuitasTeori kontinuitas, juga dikenal sebagai suatu teoriperkembangan,

    merupakan suatu kelanjutan dari kedua teorisebelumnya dan mencoba

    untuk menjelaskan dampak kepribadianpada kebutuhan untuk tetap aktif

    atau memisahkan diri agarmencapai kebahagiaan dan terpenuhinya

    kebutuhan di usia tua.Teori ini menekankan pada kemampuan koping

    individusebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk

    memprediksibagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri

    terhadapperubahan akibat menua. Ciri kepribadian dasar dikatakan tetap

    tidakberubah walapun usianya telah lanjut2.1.3 Perubahan Fisiologis Pada Lanjut Usia

    Perubahan fisiologis pada lanjut usia yang berkaitan dengankejadian jatuh

    diantaranya adalah perubahan sistem musculoskeletal,sistem persyarafan dan

    sistem sensoris (Lueckenotte dalam Kusuma, 2013).

    a. Perubahan MuskuloskeletalMenurut Lueckenotte (1997), tulang-tulang pada sistem skelet(rangka)

    membentuk fungsi penunjang, pelindung, gerakan tubuh danpenyimpanan

    mineral. Jaringan otot rangka melekat pada rangka danbertanggung jawab

    untuk gerakan tubuh volunter.Persendiandiklasifikasikan secara struktural

    dan fungsional.Klasifikasi struktural didasarkan pada ikatan materi tulang

    dan apakah ada rongga persendian.Klasifikasi fungsional didasarkan pada

    jumlah gerakan yangdimungkinkan pada persendian.Bila artikulasis di antara

    tambahantulang, sendi menahan tulang dan memungkinkan

    gerakan.Penurunan progesif pada massa tulang total terjadi sesuai

    prosespenuaan. Beberapa kemungkinan penyebab dari penurunan ini

    meliputiketidakaktifan fisik, perubahan hormonal, dan resorpsi tulang.

  • 5

    Efekpenurunan tulang adalah makin lemahnya tulang: vertebra lebih

    lunakdan dapat terteka, dan tulang berbatang panjang kurang tahananterhadap

    penekukan dan menjadi lebih cenderung fraktur.Serat otot rangka berdegenerasi.Fibrosis terjadi saat kolagenmenggantikan

    otot, mempengaruhi pencapaian suplai oksigendannutrisi.Massa, tonus dan

    kekuatan otot semunya menurun, otot lebihmenonjol dari ekstremitas yang

    menjadi kecil dan lemah, dan tangankurus dan tampak bertulang.Penyusupan

    dan sklerosis pada tendon danotot mengakibatkan perlambatan respon selama

    tes reflek tendon.Menurut Pujiastuti dalam Kusuma(2013), perubahan muskuloskeletal antara

    lainpada jaringan penghubung, kartilago, tulang, otot dan sendi.1. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

    Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit,tendon, tulang,

    kartilago dan jaringan pengikat mengalamiperubahan menjadi tidak

    teratur dan penurunan hubungan padajaringan kolagen, merupakan salah

    satu alasan penurunan mobilitaspada jaringan tubuh.Sel kolagen

    mencapai puncak mekaniknyakarena penuaan, kekakuan dari kolagen

    mulai menurun.Kolagen danelastin yang merupakan jaringan ikat pada

    jaringan penghubungmengalami perubahan kualitas dan

    kuantitasnya.Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab

    turunnyafleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak

    berupanyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan

    otot,kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan

    danhambatan dalam melakukan aktivitas sehari–hari, upaya

    fisioterapiuntuk mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan

    untukmenjaga mobilitas.2. Kartilago

  • 6

    Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak danmengalami granulasi

    akhirnya permukaan sendi menjadi rata.Selanjutnya kemampuan kartilago

    untuk regenerasi berkurang dandegenerasi yang terjadi cenderung ke arah

    progresif.Proteoglikanyang merupakan komponen dasar matrik kartilago

    berkurang atauhilang secara bertahap.Sehingga jaringan fibril pada

    kolagenkehilangan kekuatanya dan akhirnya kartilago cenderung

    mengalamifibrilasi.Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat

    sepertipada tulang rusuk dan tiroid.Fungsi kartilago menjadi tidak

    efektiftidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi sebagai permukaan

    sendiyang berpelumas.Konsekuensinya kartilago pada persendianmenjadi

    rentan terhadap gesekan.Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar

    penumpuberat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah

    mengalamiperadangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan

    terganggunyaaktivitas sehari-hari..untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

    dapatdiberikan teknik perlindungan sendi.3. Tulang

    Kekurangan kepadatan tulang, setelah diobservasi adalahbagian dari

    penuaan fisiologis.Trabekula longitudinal menjadi tipistrabekula tranversal

    terabsorbsi kembali, sehingga akibat perubahanitu, jumlah tulang

    spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjaditipis. Perubahan lain

    yang terjadi adalah penurunan estrogensehingga produksi osteoklas tidak

    terkendali, penurunan penyerapankalsium dalam usus, peningkatan haversi

    sehingga tulang keropos.Berikutnya jaringan tulang secara keseluruhan

    menyebabkankekuatan dan kekakuan tulang menurun.Dampak

    berkurangnya kepadatan akan mengakibatkanosteoporosis. Osteoporosis

  • 7

    lebih lanjut mengakibatkan nyeri,deformitas, fraktur. Latihan fisik dapat

    diberikan sebagai cara untukmencegah osteoporosis.

    4. OtotPerubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi.Menurunnya

    jumlah dan ukuran serabut otot, meningkatnya jaringan penghubung dan

    jaringan lemak pada otot mengakibatkan efeknegatif. Perubahan otot pada

    penuaan antara lain menurunya jumlah serabut otot, atrofi pada beberapa

    serabut otot dan fibril menjaditidak teratur dan hipertropi pada serabut otot

    yang lain, penurunan30% massa otot, meningkatnya jaringan lemak,

    degenerasi myofibril.Dampak dari perubahan otot tersebut adalah

    menurunnya kekuatan, menurunnya fleksibilitas, meningkatnya waktu

    reaksi dan menurunnya kemampuan fungsional otot. Untuk mencegah

    perubahan lebih lanjut dapat diberikan latihan untuk mempertahankan

    mobilitas.5. Sendi

    Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan

    fasia mengalami penurunan elastis, ligamen, kartilagodan jaringan

    periartikular mengalami penurunan daya lentur danelastisitas. Terjadi

    degenerasi, erosi, kalsifikasi pada kartilago dankapsul sendi.Sendi

    kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi,

    gangguan jalan dan aktivitas keseharianlainnya. Upaya pencegahan

    kerusakan sendi antara lain memberikan teknik perlindungan sendi dalam

    beraktivitas.

    b. Perubahan Sistem Persarafan

  • 8

    Sistem neurologis, terutama otak adalah suatu faktor utama dalam penuaan.

    Neuron-neuron menjadi semakin komplek dan tumbuh, tetapineuron-neuron

    tersebut tidak dapat mengalami regenerasi. Perubahan struktural yang paling

    terlihat terjadi pada otak itu sendiri.Walaupun bagian lain dari sistem saraf

    pusat juga terpengaruh.Perubahan ukuranotak yang dipengaruhi oleh atrofi

    girus dan dilatasi sulkus dan ventrikelotak. Korteks serebral adalah daerah

    otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron.Penurunan aliran

    darah serebral dan penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan penuaan.

    Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan dan

    penyusutan neuron, dengan potensial 105 kehilangan yang diketahui pada

    usia 80 tahun. Secara fungsional terdapat suatu perlambatan reflektendon,

    terdapat kecenderungan ke arah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau

    gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya

    gerakan yang sesuai. Waktu reaksi menjadi lebih lambat, dengan penurunan

    atau hilangnya hentakan pergelangan kakidan pengurangan reflek lutut, bisep

    dan trisep terutama Karena pengurangan dendrite dan perubahan pada sinaps,

    yang memperlambat konduksi ( Stanley dalam Kusuma, 2013) Menurut Puji

    astuti (2013), lanjut usia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan

    dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan

    persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan SSP. Hal ini terjadi

    karena SSP pada lanjut usia mengalami perubahan. Berat otak pada lansia

    berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan lemah pada

    otak sehingga otak menjadi lebih ringan Akson, dendrit dan badan sel saraf

    banyak mengalami kematian, sedang yang hidup banyak mengalami

  • 9

    perubahan. Dendrit yang berfungsi untuk komunikasi antar sel mengalami

    perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel. Daya hantar

    saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan menjadi lamban. Akson

    dalam medula spinalis menurun 37%. Perubahan tersebut mengakibatkan

    penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, reflek,

    perubahan postur dan waktu reaksi. Hal itu dapat dicegah dengan latihan

    koordinasi dan keseimbangan. Menurut Stanley dalam Kusuma (2013),

    manifestasi klinis yang berhubungan dengan defisit neurologis pada klien

    lanjut usia dapat dipandang dari berbagai perspektif: fisik, fungsional, kognisi

    dan komunikasi.1. Fisik

    Dampak dari penuaan pada SPSS sukar untuk ditentukan, karena

    hubungan fungsi sistem ini dengan sistem tubuh yang lain.Dengan

    gangguan perfusi dan gangguan aliran darah serebral, lanjut usia berisiko

    lebih besar untuk mengalami kerusakan serebral. Dan metabolisme yang

    sudah diketahui. Dengan penurunan kecepatan konduksi saraf, reflek yang

    lebih lambat, dan respon yang tertunda untuk berbagai stimulus yang

    dialami maka terdapat pengurangan sensasi kinestetik.2. Fungsi

    Defisit fungsional pada gangguan neurologis berhubungan dengan

    penurunan mobilitas pada lanjut usia, yang disebabkan oleh penurunan

    kekuatan, rentang gerak dan kelenturan. Penurunan pergerakan merupakan

    akibat dari kifosis, pembesaran sendi-sendi, kesenjangan dan penurunan

    tonus otot.Atrofi dan penurunan jumlah serabut otot dengan jaringan

    fibrosa secara berangsur-angsur menggantikan jaringan otot. Dengan

    penurunan massa otot, kekuatandan pergerakan secara keseluruhan, lamjut

  • 10

    usia memperlihatkan kelemahan secara umum dihubungkan dengan

    degenerasi system ekstrapiramidal. Kekejangan dapat diakibatkan oleh

    cidera motorneuron didalam SSP. Kejang yang berat dapat mengakibatkan

    berkurangnya fleksibilitas, postur tubuh dan mobilitas fungsional juga

    nyeri sendi, kontraktur dan masalah dengan pengaturan posisi. Tendon

    dapat mengalami sklerosis dan penyusutan, yang menyebabkan penurunan

    hentakan tendon. Defisit mobilitas fungsional dan pergerakan membuat

    lanjut usia menjadi sangat rentang untuk mengalami gangguan integritas

    kulit dan jatuh.c. Perubahan Sensoris

    Banyak lanjut usia memiliki masalah sensoris yang berhubungan dengan

    perubahan normal akibat penuaan. Perubahan sensoris dan permasalahn yang

    dihasilkan merupakan faktor yang turut berperanpaling kuat dalam perubahan

    gaya hidup yang bergerak ke arah ketergantungan yang lebih besar dan

    persepsi negatif tentang kehidupan.Defisit sensoris perubahan penglihatan

    merupakan bagian daripenyesuaian berkesinambungan yang datang dalam

    kehidupan usialanjut. Perubahan penglihatan mempengaruhi pemenuhan

    AKS. Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal

    dalamproses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk melakukan

    akomodasi, konstriksi pupil akibat penuaan dan perubahan warna serta

    kekeruhan lensa mata.Perubahan penglihatan pada awalnya dimulai dengan

    terjadinya presbiopi, kehilangan kemampuan akomodatif dimulai pada

    dekade keempat kehidupan, ketika seseorang memiliki masalah dalam

    membaca huruf-huruf yang kecil. Kerusakan akomodasi mata terjadi karena

    otot – ototsiliaris menjadi lemah dan lebih kendur, dan lensa mengalami

  • 11

    sklerosis dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan

    data (penglihatan jarak dekat). Ukuran pupil menurun karena sfingter pupil

    mengalami sclerosis Miosis pupil dapat mempersempit lapang pandang dan

    mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu. Perubahan warna

    misalnya menguning dan meningkatnya kekeruhan lensa Kristal yang terjadi

    dariwaktu ke waktu dapat menimbulkan katarak. Katarak menimbulkan tanda

    dan gejala penuaan yang mengganggu penglihatan dan aktivitas setiap hari.

    Penglihatan yang kabur dan seperti terdapat selaput di atas mata adalah gejala

    umum, yang mengakibatkan kesukaran dalam mengfokuskan penglihatan dan

    membaca. selain itu lanjut usia harus didorong untuk menggunakan lampu

    yang terang dan tidak menyilaukan. Sensitivitas terhadap cahaya sering

    terjadi, menyebabkan lanjut usia sering mengedipkan mata terhadap cahaya

    terang atau ketikaberada diluar pada siang hari yang cerah.Lanjut usia

    memerlukan penggunaan cahaya pada malam hari didalam rumah dan waktu

    tambahan untuk melakukan penyesuaian penglihatan terhadap perubahan

    kekuatan penerangan ketika meninggalkan suatu lingkungan yang memiliki

    pencahayaan baik kesuatu lingkungan yang pencahayaan redup. Lanjut usia

    harus diajarkan untuk menggunakan tangan mereka sebagai pemandu pada

    pegangan tangga dan menggunakan cat yang terang pada bagian tepi anak

    tangga. (Stanley dalam Kusuma, 2013)Menurut Pujiastuti (2013), perubahan penglihatan pada lanjutusia erat

    kaitanya dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitasnya dan kaku, otot

    penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan dan

    daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. Penggunaan kacamata

    dan sistem penerangan yang baik dapat digunakan untuk mengkompensasi

  • 12

    hal tersebut. Perubahan penglihatan pada lanjut usia antara lain penglihatan

    menurun, akomodasi lensa menurun, iris mengalami arkus senilities, koroid

    memperlihatkan atrofidi sekitar discus, lensa dibutuhkan lebih banyak cahaya

    untuk melihat warna, konjungtiva menipis dan terlihat kekuningan, air mata

    menuruninfeksi dan iritasi meningkat, pupil ukuranya berbeda, kornea

    terdapat arkus senilis. Kehilangan pendengaran pada lanjut usia disebut

    presbikusis. Penyebab tidak diketahui tetapi berbagi faktor yang telah diteliti

    adalah nutrisi, faktor genetika, suara gaduh, hipertensi, stres emosional.

    Penurunan pendengaran terutama berupa sensorineural, tetapi juga dapat

    berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan presbikusis.Penurunan

    pendengaran sensorineural terjadi saat telinga bagian dalamdan komponen

    saraf tidak berfungsi dengan baik (saraf pendengaran, batang otak atau jalur

    kortikal pendengaran). Penyebab dari perubahan konduksi tidak diketahui,

    tetapi masih berkaitan dengan perubahan pada tulang di dalam telinga tengah,

    dalam bagian koklear atau di dalam tulang mastoid Dalam presbikusis, suara

    konsonan derngan nada tinggi merupakan yang pertama kali terpengaruh, dan

    perubahan dapat terjadi secara bertahap karena perubahan berlangsung

    lambat, lanjut usia mungkin tidak segera mencari bantuan yang dalam hal ini

    sangat penting sebab semakin cepat kehilangan pendengaran dapat

    Didentifikasi dan alat bantu diberikan, semakin besar kemungkinan untuk

    berhasil. Karena kehilangan pendengaran pada umunya berlangsung secara

    bertahap Dua masalah fungsional pendengaran pada populasi lanjut usia

    adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi volume suara dan

    ketidakmampuan untuk mendeteksi suara dengan nada frekuensi tinggi

  • 13

    seperti beberapa konsonan misalnya f, s, sk,sh dan perubahan – perubahan

    ini dapat terjadi pada salah satu atau kedua telinga

    2.1.4. Karakteristik usia lanjut dan permasalahannya

    a. Pertumbuhan dan Penuaan

    Setiap manusia menjalani serangkaian tahap pertumbuhan sepanjang daur

    kehidupannya yang berawal dari tahap bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa

    awal, dan diakhiri dengan dewasa akhir (lanjut usia). Menurut Carl Gustav

    Jung dalam Darmojo ( 2010 ), daur kehidupan terdiri dari dua tahap yaitu

    tahap pertama yang berlangsung sampai kira-kira 40 tahun yang terdiri atas

    bayi, kanak-kanak, remaja, dan dewasa awal; dan tahap kedua yang disebut

    tahap dewasa akhir atau tahap lanjut usia yang berlangsung sejak umur 40

    tahun hingga orang tersebut meninggal dunia.

    Proses penuaan pada seseorang adalah fenomena alamiah sebagai akibat

    bertambahnya umur, oleh karena itu fenomena ini bukanlah suatu penyakit

    melainkan suatu keadaan wajar yang bersifat universal. Menurut dr. Maria

    Sulindro dalam Darmojo ( 2010 ) (direktur medis Pasadena anti-aging,

    USA), proses penuaan tidak terjadi serta merta melainkan secara bertahap

    dan secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut:

    1. Fase I: terjadi pada saat seseorang mencapai usia 25-35 tahun. Pada masa

    ini produksi hormon mulai berkurang dan mulai terjadi kerusakan sel

    tetapi tidak memberi pengaruh pada kesehatan. Tubuh pun masih bugar

    terus.

    2. Fase II: pada usia 35-45 tahun, produksi hormon sudah menurun sebanyak

    25% dan tubuh pun mulai mengalami penuaan. Pada masa ini, mata mulai

  • 14

    mengalami rabun dekat sehingga perlu menggunakan kacamata berlensa

    plus, rambut mulai beruban, stamina tubuh pun berkurang.

    3. Fase III: terjadi pada usia 45 tahun ke atas. Pada masa ini produksi hormon

    sudah berkurang hingga akhirnya berhenti sama sekali. Kaum perempuan

    mengalami masa yang disebut menopause sedangkan kaum pria

    mengalami masa andropause. Pada masa ini kulit pun menjadi kering

    karena mengalami dehidrasi sehingga tubuh menjadi cepat lelah dan

    capek. Berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes, osteoporosis,

    hipertensi dan penyakit jantung koroner mulai menyerang.

    Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan

    normal yang akan dialami oleh setiap individu dan merupakan kenyataan yang

    tidak dapat Dihindari. Batasan lanjut usia (lansia) dapat ditinjau dari aspek

    biologi, sosial, dan usia atau batasan usia, yaitu:

    1. Aspek Biologi

    Lansia ditinjau dari aspek biologi adalah orang/individu yang telah menjalani

    proses penuaan (menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin

    rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat

    menyebabkan kematian). Hal ini disebabkan seiring meningkatnya usia

    terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.

    2. Aspek Sosial

    Dari sudut pandang sosial, lansia merupakan kelompok sosial tersendiri.Di

    negara Barat, lansia menduduki strata sosial di bawah kaum muda.Bagi

    masyarakat tradisional di Asia, lansia menduduki kelas sosial yang tinggi

    yang harus dihormati oleh masyarakat.

  • 15

    3. Aspek Umur

    Dari kedua aspek di atas, pendekatan umur adalah yang paling

    memungkinkan untuk mendefinisikan lansia secara tepat. Beberapa pendapat

    mengenai pengelompokkan usia lansia adalah sebagai berikut:

    a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), lanjut usia adalah tahap

    masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun ke atas

    b. UU RI No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteran Lanjut Usia menyatakan

    bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun

    keatas. WHO ( 1999 ).

    c. Departemen Kesehatan RI membuat pengelompokkan sebagai berikut:

    1. Kelompok Pertengahan Umur: kelompok usia dalam masa vertilitas

    yaitu masa persiapan usia lanjut yang menunjukkan keperkasaan fisik

    dan kematangan jiwa (45-54 tahun).

    2. Kelompok Usia Lanjut Dini: kelompok dalam masa prasenium yaitu

    kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).

    3. Kelompok Usia Lanjut: kelompok dalam masa senium (65 tahun ke

    atas)

    4. Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi: kelompok yang berusia

    lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri,

    terpencil menderita penyakit berat atau cacat.

    d. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat pengelompokan sebagai

    berikut:

    1. Usia pertengahan ( middle age ) adalah kelompok usia 45-59 tahun.

    2. Usia lanjut ( elderly ) adalah kelompok usia antara 60-74 tahun.

  • 16

    3. Usia lanjut tua ( old ) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun.

    4. Usia sangat tua ( very old ) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.

    e. Menurut Second World Assembly on Ageing (SWAA) di Madrid (8-12

    April 2002) yang menghasilkan Rencana Aksi Internasional Lanjut Usia

    (adrid International Plan of Action on Ageing), seseorang disebut sebagai

    lansia jika berumur 60 tahun ke atas (di negara berkembang) atau 65 tahun

    ke atas di negara maju.

    2.1.5. Kategori Lansia

    Berdasarkan tingkat keaktifannya, lansia dibagi menjadi tiga kategori yaitu:go

    go's yang bersifat aktif bergerak tanpa bantuan orang lain, slow go's yang bersifat

    semi Cooper dan Francis juga mengelompokkan lansia menjadi tiga bagian

    berdasarkan usia dengan penjelasan sebagai berikut : aktif, dan no go's yang

    memiliki cacat fisik dan sangat tergantung pada orang lain

    Tabel 2.1.Kategori Lansia Menurut Cooper Dan Francis

    Middle age Elderly Very oldUsia Antara usia 45-59

    tahun

    Antara usia 60-80

    tahun

    90 tahun keatas

    Kemampuan Mandiri dalam

    bergerak

    Cukup mandiri

    dalam bergerak.

    Kurang mandiri,

    memiliki

    keterbatasan gerak

    dan membutuhkan

    perawatan lebih

  • 17

    Aktivitas Inisiatif sendiri,

    santai, rekreasi,

    bersosialisasi,

    berhubungan

    dengan kesehatan

    Inisiatif sendiri

    dan kelompok,

    mulai jarang

    berpindah (duduk

    terus),

    bersosialisasi,

    berhubungan

    dengan kesehatan

    Inisiatif terbatas

    (biasanya dari orang

    yang mengurus),

    jarang berpindah,

    bersosialisasi, terapi

    ( Kusuma, 2013 )

    2.1.6. Penurunan Kondisi pada Lansia

    Secara normal, seseorang yang berada pada keadaan usia lanjut akan mengalami

    penurunan berbagai organ atau sistem tubuh, baik dari segi anatomi maupun

    fungsional. Beberapa penurunan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:

    1. Penurunan fisik, meliputi:

    a. Lansia tidak tahan terhadap temperatur yang sangat panas atau sangat

    dingin. Hal ini disebabkan oleh menurunnya fungsi pembuluh darah

    pada kulit.

    b. Dalam kemampuan visual, lansia mengalami kemunduran dalam hal

    ketajaman dan luas pandangan. Mata kurang peka dalam melihat

    cahaya dengan intensitas terlalu tinggi dan lebih sensitif terhadap

    sesuatu yang menyilaukan serta kurang mampu membedakan warna.

  • 18

    c. Dalam kemampuan pendengaran, lansia mengalami kesulitan dalam

    menangkap frekuensi percakapan yang kecil atau besar di waktu

    bersamaan

    d. Dalam kemampuan indera perasa, lansia menjadi kurang menyadari

    akan perubahan suhu, rasa dan bau.

    e. Penurunan fungsi sistem motorik (otot dan rangka), antara lain

    berkurangnya daya tumbuh dan regenerasi, kemampuan mobilitas dan

    kontrol fisik, semakin lambatnya gerakan tubuh, dan sering terjadi

    getaran otot (tremor). Jumlah otot berkurang, ukurannya menciut,

    volume otot secara keseluruhan menciut dan fungsinya menurun.

    Terjadi degenerasi pada persendian dan tulang menjadi keropos

    (osteoporosis).

    f. Kulit tubuh menjadi berkerut karena kehilangan elastisitas dan mudah

    luka apabila tergores benda yang cukup tajam. Kulit tubuh menjadi

    lebih kering dan tipis.

    g. Semakin tua usia seseorang, tingkat kecerdasan semakin menurun,

    memori berkurang, kesulitan berkonsentrasi, lambatnya kemampuan

    kognitif dan kerja saraf.

    2. Penurunan psikologis

    a. Demensia adalah suatu gangguan intelektual atau daya ingat yang

    sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun.

  • 19

    b. Depresi. Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam

    problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi

    tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang

    dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada

    lansia adalah kehilangan minat, berkurangnya energi (mudah lelah),

    konsentrasi dan perhatian berkurang, kurang percaya diri, sering

    merasa bersalah, pesimis, gangguan pada tidur dan gangguan nafsu

    makan.

    c. Delusi merupakan suatu kondisi dimana pikiran terdiri dari satu atau

    lebih delusi. Delusi diartikan sebagai ekspresi kepercayaan yang

    dimunculkan kedalam kehidupan nyata seperti merasa dirinya diracun

    oleh orang lain, dicintai, ditipu, merasa dirinya sakit atau disakiti.

    d. Gangguan kecemasan merupakan gangguan psikologis berupa

    ketakutan yang tidak wajar atau phobia. Kecemasan yang tersering

    pada lansia adalah tentang kematiannya.

    e. Gangguan tidur. Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering

    berhubungan dengan peningkatan kejadian gangguan tidur yang

    berupa gangguan tidur di malam hari (sering terbangun pada dini hari)

    dan sering merasa ngantuk terutama pada siang hari.

    3. Penurunan sosial

    a. Masa pensiun menyebabkan sebagian lansia sering merasa ada sesuatu

    yang hilang dari hidupnya. Beberapa perasaan yang dirasakan adalah

    sebagai berikut:

  • 20

    1. Kehilangan status atau kedudukan sosial sebelumnya, baik di

    dalam masyarakat, tempat kerja atau lingkungan.

    2. Kehilangan pertemanan baik di lingkungan masyarakat.

    3. Kehilangan gaya hidup yang biasa dijalaninya.

    b. Banyak lansia yang merasa kesepian atau merasa terisolasi dari

    lingkungan di sekitarnya, antara lain karena jarang tersedia pelayanan

    kendaraan umum khusus bagi lansia, tingginya tingkat kejahatan di

    sekitar lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.

    2.1.7. Lansia Permasalahan

    Permasalahan lansia terjadi karena secara fisik mengalami proses penuaan yang

    disertai dengan kemunduran fungsi pada sistem tubuh sehingga secara otomatis

    akan menurunkan pula keadaan psikologis dan sosial dari puncak pertumbuhan

    dan perkembangan. Permasalahan-permasalahan yang dialami oleh lansia,

    diantaranya:

    1. Kondisi mental: secara psikologis, umumnya pada usia lanjut terdapat

    penurunan baik secara kognitif maupun psikomotorik. Contohnya, penurunan

    pemahaman dalam menerima permasalahan dalam kelambanan dalam

    bertindak

    2. Keterasingan (loneliness): terjadi penurunan kemampuan pada individu

    dalam mendengar, melihat, dan aktivitas lainnya sehingga merasa tersisih

    dari masyarakat.

  • 21

    3. Post power syndrome: kondisi ini terjadi pada seseorang yang semula

    mempunyai jabatan pada masa aktif bekerja. Setelah berhenti bekerja, orang

    tersebut merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya.

    4. Masalah penyakit: selain karena proses fisiologis yang menuju ke arah

    degeneratif, juga banyak ditemukan gangguan pada usia lanjut, antara lain:

    infeksi, jantung dan pembulu darah, penyakit metabolik, osteoporosis, kurang

    gizi, penggunaan obat dan alkohol, penyakit syaraf (stroke), serta gangguan

    jiwa terutama depresi dan kecemasan.

    Permasalahan yang dialami lansia memberikan kesimpulan bahwa dengan

    keterbatasan yang dialami maka harus diciptakan suatu lingkungan yang

    dapat membantu aktivitas lansia dengan keterbatasannya.

    2.1.8. Kebutuhan Hidup Lansia

    Lansia juga mempunyai kebutuhan hidup seperti orang lain agar kesejahteraan

    hidup dapat dipertahankan. Kebutuhan hidup seperti kebutuhan makanan yang

    mengandung gizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin dan sebagainya

    diperlukan oleh lansia agar dapat mandiri. Menurut pendapat Maslow dalam teori

    Hierarki Kebutuhan, kebutuhan manusia meliputi:

    1. Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis

    seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya.

    2. Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan

    dan ketenteraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan

    jaminan hari tua, kebebasan kemandirian dan sebagainya

  • 22

    3. Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau

    berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi,

    kesenian, olah raga, kesamaan hobi dan sebagainya.

    4. Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk

    diakui akan keberadaannya.

    5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk

    mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar

    pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan

    dalam kehidupan

    2.2. Dukungan Sosial

    Dukungan sosial didefinisikan sebagai sebuah pertukaran sumber daya antara

    minimal dua individu yang dipersepsikan oleh salah satu pihak bertujuan untuk

    membantu ( Shumaker & Brownell, dalam Zimet, Dahlem, Zimet, & Farley

    dalam Kusuma, 2013 ). Definisi lain dukungan sosial yaitu persepsi kepedulian,

    kepercayaan, atau bantuan yang diterima oleh seorang individu dari individu atau

    kelompok lain (Sarafino, dalam Mitchell, 2008). Cohen (1992) membagi konsep

    dukungan sosial menjadi tiga, yaitu social networks, perceived social support,

    dan supportive behaviors. Social networks adalah struktur dari hubungan sosial,

    yaitu ada atau tidaknya, jumlah, dan tipe hubungan tersebut. Perceived social

    support adalah fungsi dari hubungan sosial, yaitu persepsi mengenai

    keberfungsian dari hubungan tersebut. Terakhir, supportive behaviors adalah

    perilaku mendukung, yaitu pemberian dan penerimaan perilaku yang bertujuan

  • 23

    untuk membantu individu dalam menghadapi perisitiwa yang dapat

    menyebabkan stres.

    Terdapat lima jenis dukungan sosial, yaitu dukungan emosional, esteem,

    instrumental, informasional, dan jaringan ( Sarafino, dalam Dowle, 2008 ).

    a. Dukungan emosional adalah empati dan kepedulian yang diekspresikan

    padaindividu lain. b. Dukungan esteem adalah penerimaan positif, dukungan, atau persetujuan

    dengan ide, atau perasaan individu lain. c. Dukungan instrumental adalah bantuan langsung dalam barang atau jasa

    kepada individu lain. d. Dukungan informasional adalah pemberian nasihat, arahan, saran, atau

    umpan balik. e. Dalam stress-buffering hypothesis, dukungan sosial berperan sebagai

    penyangga yang melindungi individu dari dampak negatif yang ditimbulkan

    oleh peristiwa yang menyebabkan stres ( Wheaton dalam Cohen, 1992 ).

    Individu dengan dukungan sosial yang kuat akan lebih mudah beradaptasi

    dengan efektif terhadap stres. Dukungan sosial juga diasosiasikan dengan

    kesehatan mental positif yang kemudian mengoptimalkan proses pengasuhan

    ( Mitchell & Tricket, dalam Crnic & Low dalam Yoon, 2013 ). Dukungan

    sosial dapat diukur menggunakan berbagai cara. Cara pertama yaitu

    menggunakan alat ukur, misalnya alat ukur The Social Network List, The

    Inventory of Social Supportive Behaviors, The Interpersonal Support

    Evaluation List (Mitchell & Tricket dalam Innayati, 2013 ), dan

    Multidimensional Scale of Perceived Social Support ( Zimet,1988 ). Teknik

    lain yaitu melalui wawancara langsung, misalnya teknik wawancara

  • 24

    dukungan sosial yang dikembangkan oleh Cochran, Larner, Riley,

    Gunnarsson, dan Henderson ( dalam Cochran & Niego, 2002 ).

    Alat ukur yang digunakan untuk mengungkap kecenderungan dukungan sosial

    dikembangkan berdasarkan teori Sarafino (2002) dengan lima bentuk dukungan

    sosial, yatu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental,

    dukungan informasi dan dukungan kelompok. Sedangkan alat ukur kebahagiaan

    dikembangkan berdasarkan teori Seligman (2013) yang terdiri dari tujuh aspek

    yaitu : emosi positif, keterlibatan atau minat, makna atau tujuan, keyakinan diri,

    optimisme, daya tahan, hubungan positif.

    Sarafino dalam Yoon (2013) mengungkapkan pada dasarnya ada lima jenis

    dukungan sosial:

    a. Dukungan Emosional. Dukungan jenis ini meliputi ungkapan rasa empati, kepedulian dan perhatian

    terhadap individu. Biasanya, dukungan ini diperoleh dari pasangan atau

    keluarga, seperti memberikan pengertian terhadap masalah yang sedang

    dihadapi atau mendengarkan keluhannya. Adanya dukungan ini akan

    memberikan rasa nyaman, kepastian, perasaan memiliki dan dicintai kepada

    individu.b. Dukungan Penghargaan.

    Dukungan ini terjadi melalui ungkapan positif atau penghargaan yang positif

    pada individu, dorongan untuk maju atau persetujuan akan gagasan atau

    perasaan individu dan perbandingan yang positif individu dengan orang lain.

    Biasanya dukungan ini diberikan oleh atasan dan rekan kerja. Dukungan jenis

    ini, akan membangun perasaan berharga, kompeten dan bernilai. c. Dukungan Instrumental atau Konkrit.

  • 25

    Dukungan jenis ini meliputi bantuan secara langsung. Biasanya dukungan ini,

    lebih sering diberikan oleh teman atau rekan kerja, seperti bantuan untuk

    menyelesaikan tugas yang menumpuk atau meminjamkan uang atau lain-lain

    yang dibutuhkan individu. Menurut Jacobson & Moertono, dalam Yoon

    (2013) adanya dukungan ini, menggambarkan tersedianya barang - barang

    ( materi ) atau adanya pelayanan dari orang lain yang dapat membantu

    individu dalam menyelesaikan masalahnya. Selanjutnya hal tersebut akan

    memudahkan individu untuk dapat memenuhi tanggung jawab dalam

    menjalankan perannya sehari-hari.d. Dukungan informasi.

    Dukungan jenis ini meliputi pemberian nasehat, saran atau umpan balik

    kepada individu. Dukungan ini, biasanya diperoleh dari sahabat, rekan kerja,

    atasan atau seorang profesional seperti dokter atau psikolog. Adanya

    dukungan informasi, seperti nasehat atau saran yang diberikan oleh orang-

    orang yang pernah mengalami keadaan yang serupa akan membantu individu

    memahami situasi dan mencari alternatif pemecahan masalah atau tindakan

    yang akan diambil ( Thoits dalam Moertono dalam Yoon, 2013).e. Dukungan Jaringan Sosial.

    Dukungan jaringan dengan memberikan perasaan bahwa individu adalah

    anggota dari kelompok tertentu dan memiliki minat yang sama. Rasa

    kebersamaan dengan anggota kelompok merupakan dukungan bagi individu

    yang bersangkutan. Menurut Cohen, Wills & Cutrona ( dalam Moertono

    dalam Kusuma,2013) adanya dukungan jaringan sosial akan membantu

    individu untuk mengurangi stres yang dialami dengan cara memenuhi

    kebutuhan akan persahabatan dan kontak sosial dengan orang lain. Hal

    tersebut juga akan membantu individu untuk mengalihkan perhatiannya dari

  • 26

    kekhawatiran terhadap masalah yang dihadapinya atau dengan meningkatkan

    suasana hati yang positif.

    2.3. Konsep Kualitas Hidup

    2.3.1. Pengertian Kualitas Hidup

    Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari

    masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam

    dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya,

    tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas

    hidupnya. Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas

    hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin

    terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan

    keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan

    lingkungan.Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu

    pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto

    dalam Yoon, 2013).

    Menurut WHO (1994) kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi

    individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya

    dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup,

    harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan,

    terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat

    kebebasan, hubungan sosial dan hubungan spiritual kepada karakteristik

    lingkungan mereka. Menurut Donald dalam Kusuma (2013), Kualitas hidup

    mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial dan kesejahteraan

  • 27

    fisik seseorang juga kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-

    hari

    2.3.2. Komponen Kualitas Hidup

    Beberapa literatur menyebutkan kualitas hidup dapat diklasifikasikan kedalam

    beberapa komponen yaitu :

    1. University of Toronto (2004)

    Beberapa literatur menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam 3 bagian

    yaitu internal individu, kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungan),

    dan harapan (prestasi dan aspirasi individu).

    a. Internal individu

    Internal individu dalam kualitas hidup dibagi 3 yaitu secara fisik,

    psikologis, dan spiritual.Secara fisik yang terdiri dari kesehatan fisik,

    personal higienis, nutrisi, olahraga, pakaian, dan penampilan fisik secara

    umum.Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian

    psikologis, kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri, dan kontrol

    diri.Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi dan kepercayaan

    spiritual.

    b. Kepemilikan

    Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas

    hidup dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial.Secara fisik yang terdiri dari

    rumah, tempat kerja/sekolah, secara sosial terdiri dari tetangga/lingkungan

    dan masyarakat, keluarga, teman/rekan kerja, lingkungan dan masyarakat.

  • 28

    c. Harapan

    Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas dapat dibagi dua

    yaitu secara praktis dan secara pekerjaan.Secara praktis yaitu rumah

    tangga, pekerjaan, aktivitas sekolah atau sukarela dan pencapaian

    kebutuhan atau sosial.Secara pekerjaan yaitu aktivitas peningkatan

    pengetahuan dan kemampuan serta adaptasi terhadap perubahan dan

    penggunaan waktu santai, aktivitas relaksasi dan reduksi stres.

    SedangkanHealth Organization Quality Of Life (WHOQOL) membagi

    kualitas hidup dalam enam domain yaitu fisik, psikologis, tingkat

    kebebasan, hubungan sosial, lingkungan, spiritual, agama atau

    kepercayaan seseorang (WHO, 1998).

    1. Domain I – fisik

    WHOQOL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu:

    a. Nyeri dan ketidaknyamanan

    Aspek ini mengeksplor sensasi fisik yang tidak menyenangkan

    yang dialami individu, dan selanjutnya berubah menjadi sensasi

    yang menyedihkan dan mempengaruhi hidup individu

    tersebut.Sensasi yang tidak menyenangkan meliputi kekakuan,

    sakit, nyeri dengan durasi lama atau pendek, bahkan penyakit gatal

    juga termasuk.Diputuskan nyeri bila individu mengatakan nyeri,

    walaupun tidak ada alasan medis yang membuktikannya (WHO,

    1998).

    b. Tenaga dan lelah

  • 29

    Aspek ini mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan individu

    untuk selalu dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sebaik aktivitas

    lain seperti rekreasi. Kelelahan membuat individu tidak mampu

    mencapai kekuatan yang cukup untuk merasakan hidup yang

    sebenarnya.Kelelahan merupakan akibat dari beberapa hal seperti

    sakit, depresi, atau pekerjaan yang terlalu berat (WHO, 1998).

    c. Tidur dan istirahat

    Aspek ini fokus pada seberapa banyak tidur dan istirahat. Masalah

    tidur termasuk kesulitan untuk pergi tidur, bangun tengah malam,

    bangun di pagi hari dan tidak dapat kembali tidur dan kurang segar

    saat bangun pada pagi hari (WHO, 1998).

    Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto

    mengidentifikasikan Physical being sebagai aspek dari kesehatan fisik,

    kebersihan diri, nutrisi, olahraga, perawatan, berpakaian, dan penampilan

    fisik (Universitas Toronto, 2004).

    2. Domain II – Psikologis

    WHOQOL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu :

    a. Perasaan positif

    Aspek ini menguji seberapa banyak pengalaman perasaan positif

    individu dari kesukaan, keseimbangan, kedamaian, kegembiraan,

    harapan, kesenangan dan kenikmatan dari hal-hal baik dalam

    hidup. Pandangan individu, dan perasaan pada masa depan

    merupakan bagian penting dari segi ini (WHO, 1998).

    b. Berpikir, belajar, ingatan dan konsentrasi

  • 30

    Aspek ini mengeksplor pandangan individu terhadap pemikiran,

    pembelajaran, ingatan, konsentrasi dan kemampuannya dalam

    membuat keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan

    kejelasan individu memberikan gagasan (WHO, 1998).

    c. Harga diri

    Aspek ini menguji apa yang individu rasakan tentang diri mereka

    sendiri. Hal ini bisa saja memiliki jarak dari perasaan positif

    sampai perasaan yang ekstrim negatif tentang diri mereka

    sendiri.Perasaan seseorang dari harga sebagai individu

    dieksplor.Aspek dari harga diri fokus dengan perasaan individu

    dari kekuatan diri, kepuasan dengan diri dan kendali diri (WHO,

    1998).

    d. Gambaran diri dan penampilan

    Aspek ini menguji pandangan individu dengan tubuhnya.Apakah

    penampilan tubuh kelihatan positif atau negatif.Fokus pada

    kepuasan individu dengan penampilan dan akibat yang dimilikinya

    pada konsep diri. Hal ini termasuk perluasan dimana apabila ada

    bagian tubuh yang cacat akan bisa dikoreksi misalnya dengan

    berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan dan sebagainya

    (WHO, 1998).

    e. Perasaan negatif

    Aspek ini fokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan

    negatif individu, termasuk patah semangat, perasaan berdosa,

    kesedihan, keputusasaan, kegelisahan, kecemasan, dan kurang

  • 31

    bahagia dalam hidup.Segi ini termasuk pertimbangan dari seberapa

    menyedihkan perasaan negatif dan akibatnya pada fungsi

    keseharian individu (WHO, 1998).

    Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto

    mengidentifikasikan Psychological being sebagai aspek dari kesehatan

    psikologis dan penyesuaian seseorang, pengertian, perasaan, dan perhatian

    pada evaluasi diri, dan kontrol diri (Universitas Toronto, 2004).

    3. Domain III – Tingkat kebebasan

    WHOQOL membagi domain tingkat kebebasan pada empat bagian,

    yaitu:

    a. Pergerakan

    Aspek ini menguji pandangan individu terhadap kemampuannya

    untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bergerak di sekitar

    rumah, bergerak di sekitar tempat kerja, atau ke dan dari pelayanan

    transportasi (WHO, 1998).

    b. Aktivitas hidup sehari-hari

    Aspek ini mengeksplor kemampuan individu untuk melakukan

    aktivitas sehari – hari.Hal ini termasuk perawatan diri dan

    perhatian yang tepat pada kepemilikan. Tingkatan dimana individu

    tergantung pada yang lain untuk membantunya dalam aktivitas

    kesehariannya juga berakibat pada kualitas hidupnya (WHO,

    1998).

    c. Ketergantungan pada pengobatan atau perlakuan

  • 32

    Aspek ini menguji ketergantungan individu pada medis atau

    pengobatan alternatif (seperti akupuntur dan obat herbal ) untuk

    mendukung fisik dan kesejahteraan psikologisnya. Pengobatan pada

    beberapa kasus dapat berakibat negatif pada kualitas hidup individu

    (seperti efek samping dari kemoterapi )pada saat yang samapada kasus

    lain menambah kualitas hidup individu (seperti pasien kanker yang

    menggunakan pembunuh nyeri) (WHO, 1998).

    d. Kapasitas pekerjaan

    Aspek ini menguji penggunaan energi individu untuk

    bekerja.Bekerja didefenisikan sebagai aktivitas besar dimana

    individu disibukkan.Aktivitas besar termasuk pekerjaan dengan

    upah, pekerjaan tanpa upah, pekerjaan sukarela untuk masyarakat,

    belajar dengan waktu penuh, merawat anak dan tugas rumah

    tangga (WHO, 1998).

    4. Domain IV – Hubungan sosial

    WHOQOL membagi domain hubungan sosial pada tiga bagian, yaitu :

    a. Hubungan perorangan

    Aspek ini menguji tingkatan perasaan individu pada persahabatan,

    cinta, dan dukungan dari hubungan yang dekat dalam

    kehidupannya. Aspek ini termasuk pada kemampuan dan

    kesempatan untuk mencintai, dicintai dan lebih dekat dengan orang

    lain secara emosi dan fisik. Tingkatan dimana individu merasa

    mereka bisa berbagi pengalaman baik senang maupun sedih

    dengan orang yang dicintai. (WHO, 1998).

  • 33

    b. Dukungan sosial

    Aspek ini menguji apa yang individu rasakan pada tanggung

    jawab, dukungan, dan tersedianya bantuan dari keluarga dan

    teman. Aspek ini fokus pada seberapa banyak yang individu

    rasakan pada dukungan keluarga dan teman, faktanya pada

    tingkatan mana individu tergantung pada dukungan pada saat sulit

    (WHO, 1998).

    c. Aktivitas seksual

    Aspek ini fokus pada dorongan dan hasrat pada seks, dan tingkatan

    dimana individu dapat mengekspresikan dan senang dengan hasrat

    seksual yang tepat (WHO, 1998).

    Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto

    mengidentifikasikan Social belonging sebagai hubungan dengan

    lingkungan sosial dan termasuk perasaan dari penerimaan yang dekat,

    keluarga, teman, rekan kerja, dan tetangga serta masyarakat (Universitas

    Toronto, 2004).

    5. Domain V – Lingkungan

    WHOQOL membagi domain lingkungan pada delapan bagian, yaitu:

    a. Keamanan fisik dan keamanan

    Aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari kejahatan

    fisik. Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa sumber

    seperti tekanan orang lain atau politik. Aspek ini berhubungan

    langsung dengan perasaan kebebasan individu (WHO, 1998 ).

    b. Lingkungan rumah

  • 34

    Aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal

    (tempat berlindung dan menjaga barang – barang).Kualitas sebuah

    rumah dapat dinilai pada kenyamanan, tempat teraman individu

    untuk tinggal (WHO, 1998).

    c. Sumber penghasilan

    Aspek ini mengeksplor pandangan individu pada sumber

    penghasilan (dan sumber penghasilan dari tempat lain). Fokusnya

    pada apakah individu dapat mengahasilkan atau tidak dimana

    berakibat pada kualitas hidup (WHO, 1998).

    d. Kesehatan dan perhatian sosial,ketersediaan dan kualitas

    Aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan

    perhatian sosial pada kedekatan sekitar.Dekat berarti berapa lama

    waktu yang diperlukan untuk mendapatkan bantuan (WHO, 1998).

    e. Kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan

    Aspek ini menguji kesempatan individu dan keinginan untuk

    mempelajari keterampilan baru, mendapatkan pengetahuan baru,

    dan peka pada apa yang terjadi. Termasuk program pendidikan

    formal, atau pembelajaran orang dewasa atau aktivitas pada waktu

    luang, baik dalam kelompok atau sendiri (WHO, 1998).Unit

    Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto mengidentifikasikan

    Growth becoming sebagai kegiatan perbaikan atau pemeliharaan

    pengetahuan dan keterampilan (Universitas Toronto, 2004).

    f. Patisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang

  • 35

    Aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan

    keinginan untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan dan

    relaksasi (WHO, 1998). Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas

    Toronto mengidentifikasikan Leisure becoming sebagai aktivitas

    yang menimbulkan relaksasi dan penurunan stress.Disini termasuk

    permainan kartu, pembicaraan dengan tetangga, dan kunjungan

    keluarga, atau aktivitas dengan durasi yang lama seperti liburan

    (Universitas Toronto, 2004).

    g. Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim)

    Aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya.Hal ini

    mencakup kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan

    dimana pelayanan ini dapat meningkatkan atau memperburuk

    kualitas hidup (WHO, 1998).

    h. Transportasi

    Aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah untuk

    menemukan dan menggunakan pelayanan transportasi (WHO,

    1998).

    6. Domain VI – Spiritual/ agama/ kepercayaan seseorang

    Aspek ini menguji kepercayaan individu dan bagaimana dampaknya

    pada kualitas hidup. Hal ini bisa membantu individu untuk

    mengkoping kesulitan hidupnya, memberi kekuatan pada pengalaman,

    aspek ini ditujukan pada individu dengan perbedaan agama (Buddha,

    Kristen, Hindu, dan Islam), sebaiknya individu dengan kepercayaan

    individu dan kepercayaan spiritual yang tidak sesuai dengan orientasi

  • 36

    agama (WHO, 1998) Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup

    Universitas Toronto mengidentifikasikan Spiritual being sebagai

    refleksi nilai diri, standar diri dari tingkah laku, dan kepercayaan

    spiritual dimana terhubung atau tidak dengan pengaturan kepercayaan

    (Universitas Toronto, 2004

    2.3.3. Keaslian Penelitian

    N

    o

    Judul Artikel,

    Penulis, Tahun

    Metode (Desain, Sampel,

    Variabel, Instrumen,

    Hasil Penelitian

  • 37

    Analisis)1 Jurnal Human Care

    Volume 1.No.1

    Tahun.Adriani,

    Khairul Abbas.2016

    Penelitian ini menggunakan

    metode deskriptif analitik

    dengan desain cross sectional

    yaitu suatu penelitian yang

    bertujuan untuk mempelajari

    dinamika hubungan antara

    faktor-faktor risiko dengan

    efek, dengan cara

    pendekatan, observasi atau

    pengumpulan data sekaligus

    pada suatu saat.

    Penelitian ini dilakukan di

    Lapas Kota Payakumbuh

    pada tanggal 26 Februari-5

    Maret 2016.Instrumen

    penelitian terdiri dari angket

    tentang kondisi psikologis,

    dukungan keluarga,

    dukungan spritual,dan

    motivasi

    Hasil uji statistik

    diperoleh nilai

    p=0,039, maka

    dapat disimpulkan

    ada hubungan

    motivasi dengan

    kondisi psikologis

    remaja pengguna

    narkoba di Lapas

    Kota Payakumbuh

    tahun 2016.Dari

    hasil analisa

    diperoleh nilai

    OR=6,300, artinya

    responden yang

    melakukan

    dukungan keluarga

    yang baik

    mempunyai nilai

    peluang 6,300 kali

    mengalami kondisi

    psikologis

    adaptifdibandingka

    n dengan responden

  • 38

    yang memiliki

    dukungan keluarga

    buruk2 Hubungan Dukungan

    Sosial Dengan

    Kualitas Hidup Pada

    Penduduk Di

    Kelurahan Kinilow

    Kecamatan Tomohon

    Utara Kota

    Tomohon.Lidya

    Ferawati Sampe,

    Grace D. Kandou,

    Sekplin A.S. Sekeon.

    2017

    Jenis penelitian ini

    merupakan studi

    observasional dengan

    rancangan penelitian cross

    sectional yang dilaksanakan

    di Kelurahan Kinilow,

    kecamatan Tomohon Utara,

    Kota Tomohon pada bulan

    April sampai Juli tahun 2017.

    Populasi dalam penelitian ini

    adalah penduduk berusia ≥ 17

    tahun dan teknik

    pengambilan sampel yaitu

    multistage random sampling

    dengan jumlah sampel

    sebanyak 96 responden.

    Instrumen dalam penelitian

    ini adalah kuesioner yang

    berisi karakteristik

    responden, kuesioner EQ-5D

    (Euro Quality of Life – 5

    Dimention) serta kuesioner

    Hasil uji chi square

    antara dukungan

    sosial dengan

    kualitas hidup yang

    ada pada tabel 4

    diketahui bahwa

    responden yang

    memiliki kualitas

    hidup baik dengan

    memiliki dukungan

    sosial

    baikberjumlah 60

    (85,7%) responden

    dan responden yang

    memiliki kualitas

    hidup baik serta

    memiliki dukungan

    sosial kurang

    berjumlah 2 (7,7)

    responden.

    Responden yang

    memiliki kualitas

  • 39

    dukungan sosial. Uji statistik

    yang digunakan adalah uji chi

    square (CI = 95% dan α =

    0,05)

    hidup baik

    3 Dukungan Sosial

    Keluarga Sebagai

    Upaya Pencegahan

    Sres Pada Lansia

    Dengan Andropause

    Di Desa

    GebangWilayah

    Kerja Puskesmas

    Patrang Kabupaten

    Jember. Nurfika

    Asmaningrum, Dodi

    Wijaya, Chandra Aji

    Permana. 2016

    Jenis penelitian yang

    digunakan adalah penelitian

    deskriptif analitik dengan

    pendekatan cross sectional.

    Populasi dalam penelitian

    adalah semua lansia laki-laki

    dengan usia di atas 60 tahun

    di Gebang wilayah kerja

    Puskesmas Patrang yang

    berjumlah 1026 orang.

    Teknik sampling

    menggunakan teknik

    purposive sampling. Sampel

    penelitian berjumlah 88

    orang lansia laki-laki yang

    mengalami masa andropause.

    Analisis data menggunakan

    uji statistik chi-square

    Hasil penelitian

    menunjukkan

    dukungan sosial

    keluarga yang baik

    lebih banyak

    mengalami stres

    ringan dari pada

    keluarga yang

    dukungan sosial

    tidak baik. Hasil uji

    chi-square

    didapatkan p value

    = 0,000 dengan

    taraf signifikan

    sebesar 0,05, dapat

    disimpulkan bahwa

    terdapat hubungan

    antara dukungan

    sosial keluarga

    dengan tingkat stres

    pada lansia

  • 40

    andropause4 Hubungan Antara

    Dukungan Sosial

    Dengan Kualitas

    Hidup Lansia Di

    Desa Cebon Sleman

    YogyakartaTahun.

    2015. Ririh Bayun A.

    2015

    Penelitian ini menggunakan

    jenis penelitian deskriptif

    kuantitatif dan pendekatan

    cross

    sectional. Populasi dalam

    penelitian ini adalah lansia

    yang berada di Desa

    Cebongan SlemanYogyakarta

    . Teknik sampel yang

    digunakan adalah random

    sampling. Analisa yang

    digunakanadalah pearson

    product moment

    Hasil: Karakteristik

    lansia di Desa

    Cebongan Sleman

    sebagian besar

    berumur 60-70

    tahun yaitu

    sebanyak 107

    responden dan

    berjenis kelamin

    laki-laki yaitu

    sebanyak 84

    responden.

    Dukungansosial

    yang diberikan pada

    lansia di Desa

    Cebongan Sleman

    yaitu rata-rata 3,87

    dan SD

    sebesar0,329.

    Kualitas hidup pada

    lansia di Desa

    Cebongan Sleman

    yaitu rata-rata

    sebesar kualitas

  • 41

    fisik65.31, kualitas

    psikologi 62.47,

    kualitas social

    70.14, Kualitas

    lingkugan 65.48,

    Kualitaskomulatif

    65.85 dan SD

    11,531.Hasil uji

    pearson product

    diperoleh p-value

    sebesar

    0,000

  • 42