proposal s2 ismaryati.edit

27
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya kepeminpinan dapat ditinjau dari berbagai acuan dan pendekat pendekatan perilaku dikenal studi kepemimpinan yang mendeskripsikan gaya otoriter, demokratis dan liberal juga termaksuddidalamnyajuga gaya kepemimpinan otokratis pemerasaan, otokratis bijak, konsultatif, dan part Model kepemimpinan tiga dimensi redin dikenal pada pendekatan kontigensi mengkombinasikan gaya fiktif, gaya dasar dengan gaya tidak efekti Selain itu pada pendekatan kontigensi dikenal pula model kepemimpinan situasi hersey dan Blanchard yang meliputi: gaya telling, gaya selling, gaya part dan gaya delegating . Model situasional juga termasukbagian dari gaya kepemimpinan dengan pendekatan kontigensi. Gaya kepemimpinansituasional yang terdeskripsikan menjadi: partisipasi, konsultasi,delegasi, dan instruksi merupakan gaya dasar yang menja kepemimpinan dalam pengambilan keputusan. Keempat gaya kepemimpinan situasional inidapat dipertakan ke dalam dua kelompok yang saling berlawa yaitugaya konsultatif secara diametral berhadapan dengan gaya delegatif. Demikian juga dengan gaya partisipasif secara diamental berhadapan dengan instruktif. Namun demikian,keempat gaya kepemimpinan dari model

Upload: gali-darmawan

Post on 22-Jul-2015

153 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Gaya kepeminpinan dapat ditinjau dari berbagai acuan dan pendekatan. Pada pendekatan perilaku dikenal studi kepemimpinan yang mendeskripsikan gaya otoriter, demokratis dan liberal juga termaksud didalamnya juga gaya kepemimpinan otokratis pemerasaan, otokratis bijak, konsultatif, dan partisipatif. Model kepemimpinan tiga dimensi redin dikenal pada pendekatan kontigensi yang mengkombinasikan gaya fiktif, gaya dasar dengan gaya tidak efektif. Selain itu pada pendekatan kontigensi dikenal pula model kepemimpinan situasional dari hersey dan Blanchard yang meliputi: gaya telling, gaya selling, gaya participating, dan gaya delegating. Model situasional juga termasuk bagian dari gaya kepemimpinan dengan pendekatan kontigensi. Gaya kepemimpinan situasional yang terdeskripsikan menjadi: partisipasi, konsultasi,delegasi, dan instruksi merupakan gaya dasar yang menjadi prilaku kepemimpinan dalam pengambilan keputusan. Keempat gaya kepemimpinan situasional inidapat dipertakan ke dalam dua kelompok yang saling berlawanan, yaitu gaya konsultatif secara diametral berhadapan dengan gaya delegatif. Demikian juga dengan gaya partisipasif secara diamental berhadapan dengan gaya instruktif. Namun demikian, keempat gaya kepemimpinan dari model

2

kepemimpinan dengan pendekatan kontigensi, sesuai dengan namanya sebagai gaya kepemimpinan situasional, realitasnya tidak terdapat gaya yang ajeg, dan kaku. Semuanya sangat situasional, hanya ada satu gaya yang lebih dominan dari tiga gaya lainya dari gaya kepemimpinan situasional tersebut. Kepemimpinan kepala sekolah dalam pemberdayaan sekolah tentu saja menjadi titik sentral semua pihak. Dalam konteks kepala sekolah sebagai motivator, peran itu semakin dibutuhkan. Untuk dapat menjadi motivator yang baik kepala sekolah harus mengenal betul karakteristik, visi dan wawancara para guru yang dipimpinnya. Dari proses mengenal itulah seorang kepala sekolah akan mudah menempatkan dirinya sebagai motivator, dan supervisor. Penyelenggara pembelajaran pada lembaga pendidikan formal sepanjang yang dapat diamati, belum sepenuhnya dapat melaksanakan format manajerial yang semestinya. Hal itu lebih tampak pada ketimpangan peran dari guru dalam proses pengambilan keputusan (decision making) dalam manajemen persekolahan kita. Masih saja ditemui berlanjutnya pola manajerial yang menempatkan kepala sekolah sebagai penguasa otoritas sekolah. Peran kepala sekolah dalam perspektif pendidikan secara menyeluruh, pada konteks manajemen berbasis sekolah, memang sentral. Namun, ia harus mau dan mampu berbagai (sharing) dengan bawahannya. Mampu dan mau mengambil keputusan tentang berbagai hal yang terkait dengan jabatannya sebagai kepala sekolah secara tepat dan cepat. Mengaplikasikan salah satu model pengambilan keputusan yang tersedia.

3

Kemampuan seseorang kepala sekolah menunjukan gaya kepemimpinan yang demokratis dan mengayomi, otokrasi atau pun situsional, serta kemampuannya mengambil keputusan dengan cepat dan tepat yang mengacu pada salah satu model pengambilan keputusan. Di satu sisi sangat bergantung kepada sejauh mana ia mempunyai pengetahuan manajerial pandidikan. Khususnya kemampuan manajerial dalam batasan manajemen pandidikan sekolah. Perbedaan gaya kepemimpinan yang diaplikasikan oleh seorang kepala sekolah diasumsikan menjadi faktor derterminan bagi peningkatan motivasi kerja guru di sekolah, yang tidak lain adalah motivasi mengajarnya. Gaya kepemimpinan seorang kepala sekolah diapresiasikan berbeda sesuai dengan persepsi setiap individu guru, karyawan dan komunitas interen sekolah. Persepsi inilah yang disinyalir menjadi faktor determinan bagi dorongan atau motivasi dalam diri seorang guru, dan karyawan lainya di sekolah. Dorongan yang ada dalam diri seseorang yang dipengaruhi pengalaman masa lampau, taraf intelegensi, kemampuan fisik, situasi lingkungan dan cita-cita hidupnya itulah yang dikenal sebagai motivasi. Bila diperhatikan ke-lima komponen motivasi tersebut secara pisikologis, menurut penulis, hal yang paling mendasar adalah pengalaman masa lampau dan cita-cita hidup. Pengalamaan yang sudah lampau adalah pengalaman yang sudah dialami sedangkan cita-cita hidup merupakan harapan masa depan (expectation of the future). Kedua kondisi yang dalam dimensi waktu ini sangat berbeda oleh faktor motivasi dihubungkn menjadi satu-kesatuan. Dalam arti bahwa motivasi seseorang sangat

4

terkait dengan pengalaman masa lampaunya dan apa yang dicita-citakannya kelak diwujudkan di masa depan. Adapun inteligensi, kemampuan fisik, dan kondisi lingkungan menjadi faktor pendukung yang menguatkan motivasi. Intelegasi dan kemampuan fisik dapat dikategorikan sebagai faktor internal, dan kondisi lingkungan sebagai faktor eksternalnya. Seseorang dapat saja kehilangan motivasi atau motivasinya rendah bila faktor-faktor di atas tidak dikelola dengan benar. Artinya, pengalaman masa lampau dan cita-cita hidup seseorang tidak akamn membuahkan motivasi bila tidak didukung oleh intelegasi, kemampuan fisik, dan lingkungan yang kondusif. Motivasi mengajar seyogyanya ada dalam diri seorang guru yang professional. Dalam arti bahwa dorongan untuk menolong, membimbing dan mengarahkan orang lain (dalam hal ini siswa) terdapat dan dikembangkan dalam pribadi seorang guru yang professional. Motivasi kerja seorang guru terindikasi dari pertolongan, bimbingan, dan arah yang diberikan kepada siswa untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan keterampilan (skill), sikap (attitude) cita-cita (ideals) penghargaan (appreciations) dan pengetahuan (knowledge). Disinilah masa lampau, intelegensi kemampuan fisik, dan cita-cita hidup seorang guru berperan, disamping faktor lingkungan yang kondusif. Inilah hakikat dari motivasi kerja seorang guru. Demikian juga motivasi kerja tenaga non-kependidikan lainya disekolah.

Motivasi kerja seorang guru ataupun seorang tenaga non-kependidikan di sekolah merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keberhasilan belajar

5

siswa di sekolah. Motivasi kerja seorang guru atau seorang non-kependidikan di sekolah secara eksternal terkait dengan persepsi mereka tentang kepemimpinan dan gaya kepemimpinan situasional kepada sekolahnya.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang diteliti dapat didentifikasikan sebagai berikut:1) Bagaimana penerapan kepemimpinan situasional di SD Negri 1 Perum Way

Halim?2) Bagaimana motivasi guru dan tenaga non-kependidikan SD Negri 1 Perum

Way halim? 3) Apakah tempat pengaruh kepemimpinan situasional kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru dan tenaga non-kependidikan SD Negri perum Way Halim ? 4) Apakah gaya kepemimpinan konsultasi kepala sekolah lebih berpengaruh bagi peningkatan motivasi kerja guru dan tenaga non-kependidikanSD Negri 1 Perum Way Halim? 5) Apakah gaya kepemimpinan instuksi kepala sekolah lebih berpengaruh bagi peningkatan motivasi kerja guru dan tenaga non-kependidikan SD Negri 1 Perum Way Halimdaripada gaya kepemimoinan partisipasi? 6) Apakah gaya kepemimpinan delegasi kepala sekolah lebih berpengaruh bagi peningkatan motivasi kerja guru dan tenaga non-kependidikan SD Negeri 1 Perum Way Halim daripada gaya kepemimpinan konsultasi?

6

1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dan mengingat persepsi guru dan tenaga non-kependidikan dapat beragam, maka masalah yang diteliti dibatasi kepada kepemimpinan situasional kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru dan tenaga non-kependidkan SD Negri 1 Perum Way Halim.

1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka perumusan masalah penelitiannya adalah sebagai berikut: 1) Bagai mana penerapan kepemimpinan situasional di SD Negri 1 Perum Way Halim ? 2) Bagai manaa motivasi kerja dari guru dan tenaga kerja non-kependidikan di SD Negri 1 Perum Way Halim? 3) Bagaimana pengaruh penerapan kepemimpinan situasional oleh kepal sekolah terhadap motivasi kerja guru dan tenaga non-kependidikan di SD Negri 1 Perum Way Halim?

1.5 Kegunaan Penelitian

7

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi

kepala sekola, khususnya kepala sekolah SD Negri 1 Perum Way Halim, antara lain:1)

Kepemimpinan seorang kepala sekolah banyak bergantung pada factor, salah satunya adalah gaya kepemimpinannya. Seorang kepala sekolah diharapkan mampu memilih gaya kepemimpinan nya. Seorang kepala sekolah

diharapkamn mampu memilih gaya kepemimpinan yang tepat guna dan dapat menopang kepemimpinannya di sekolah secara maksimum. 2) Diperolehnya gambaran mengenai gaya kepemimpinan kepala SD Negri 1Perum Way Halam dan alternative pengembangannya. 3) Diperoleh gambaran mengenai gaya kepemimpinan situasional yang dipilih kepala sekolah SD Negri 1 Perum Way Halim,khususnya bagi perkembangan motivasi kerja guru dan tenaga non-pendidikan di sekolah tersebut. 4) Dapat dipergunakan sebagai kepemimpinan kepala sekolah terhadap

pengembangan motivasi kerja guru dan tenaga non-kependidkan di sekolah secara menyeluruh.

8

BAB II KERANGKA TEORI KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

2.1 Deskripsi Teoretik Kepemimpinan Situasional Keberlangsungan dan keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya umumnya ditentukan oleh kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin organisasi tersebut. Kutipan dari Binsar Sagala, mengatakan bahwa kepala sekolah merupakan kunci bagi suatu sekolah yang baik. Hal ini berarti bahwa dengan kepemimpinan yang baik sesuai dengan kebutuhan sekolah, akan terbentuk sekolah yang baik. Mengapa? Karena dengan kepemimpinan kepala sekolah mempengaruhi, memotivasi, dan menyanggupkan guru dan tenaga non kependidikan melaksanakan tugasnya mencapai tujuan sekolah. Para peneliti mengedentifikasikan kepemimpinan berdasarkan cara pandang mereka. Menurut McShane dan Glinov, para ahli kepemimpinan telah membuat konsesus dengan mengedentifikasikan kepemimpinan sebagai; leadership is about influencing, motivating, and enabling others to contribute toward the effectiveness and success of the organizations of which they are members. Kepemimpinan adalah mempengaruhi, memotivasi dan menyangupkan orang lain untuk berkontribusi menuju efektivitas dan keberhasilan organisasinya. Artinya, pemimpin yang mampu mempengaruhi, memotivasi dan menyangupkan

bawahannya memberikan keberhasilan organisasi sekolah yang dipimpinya. Gary Yuki mengedentifikasikan kepemimpinan sebagai berikut:

9

Leadership is the process of influencing others to understand and agree about what needs to be done and how it can be done effectively, and the process of facilitating individual and collective effort to accomplish the shared objectives. Kepemimpinan adalah proses mempengruhi orang lain untuk memahami dan menyetujui apa yang dilakukan dan bagaimana melakukanya secara efektif, dan peruses memfasilitasi usaha individu dan bersama-sama untuk menyelesaikan tujuan yang sudah ditetapkan. Definisi ini menunjukkan adanya proses dalam penerapan kepemimpinan. Proses yang berlangsung dalam memimpin suatu organisasi atau sekolah adalah proses yang menghasilkan kerelaan bagi individu atau kelompok untuk melaksanakan tugasnya. Itulah sebabnya schriesheim, tolliver dan behling seperti yang dikutip oleh Kreitner dan Kinicki mengatakan, leadership is defined as a social influence process in whinch the leader seeks the voluntary participation of subordinates in an effort to reach organization objectives. Kepemimpinan adalah pengaruh sosial yang disediakan oleh pemimpin untuk mendapatkan kesukarelaan bawahan untuk terlibat berusaha mencapai tujuan organisasi. Pendekatan kepemimpinan dalam memanifestasikan kepemimpinan ditentukan oleh cara pandang kepemimpinan. Menurut McShane dan Glinove, para ahli kepemimpinan hingga saat ini menampilkan lima prespektif kepemimpinan seperti dinyatakan pada gambar -1

Competency leadership perspective

Implicit leadership Perspective of perspective leadership Transformational leadership perspective

Behavioral leadership perspective Contigency leadership perspective

10

Sesuai dengan perbedaan pola pandang yang berbeda seperti yang tergambar pada gambar di atas, maka penerapan kepemimpinan dalam mempengaruhi orang lain ditentukan oleh cara atau gaya kepemimpinannya. Menurut Newstroom dan Davis, the total Pttrern of explicit and implicit leaders actions as seen by employees is called leadership style. Menurut Newstrom dan Davis, dalam kepemimpinan otokratik-partisipatif, direktif-partisipatif, otokratif-konsultatif dan lainya. Dan

menurut Ed Kur sebagian dikutip oleh Newstrom dan Davis mengatakan, a continuum of leadership styles exists, ranging from strongly positive to strongly negative. Pernyataan ini ada banyak gaya kepemimpinan dan masing-masing gaya kepemimpinan memiliki kutub positif-negatif, sehingga keberhasilan pemimpin dalam mempengaruhi orang lain tergantung kepada bagaimana seseorang menerapkan kepemimpinanya dalam mengombinasikan gaya kepemimpinan yang ada. Memahami pola pandang tentang kepemimpinan dan cara pemimpin dalam memanifestasikan kepemimpinannya dalam gaya kepemimpinan, diyakini bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi dengan yang akan dipimpin dan lingkungannya. Hal ini didukung oleh Kreines dengan mengatakan; leadership in other words, is the ultimate manifestation of adaptive

11

capacity. Dalam hal ini, cara seseorang memimpin ditentukan oleh kemampuan pemimpin beradaptasi dan keadaan yang akan dipimpinnya. Mempertimbangkan pandangan kreines dan ragam pola pandang terhadap kepemimpinan, McShane dan Glinov mengatakan; One of the most popular contingency theories among trainers is the situational leadership model, developed by paul hersey and ken Blanchard. The model suggests that effective leaders vary their style with the readiness of followers. Readinerss refers to the employees or work teams ability and willingness to accomplish a specific task. Pernyataan ini menunjukkan bahwa dari berbagai pola pandang terhadap kepemimpinan yang banyak dikembangkan saat ini adalah kepemimpinan kontingensi. Model kepemimpinan kontingensi yang paling populer adalah kepemimpinan situasional yang menekankan bahwa efektivitas seseorang pemimpin ditentukan oleh berbagai gaya kepemimpinan dan kesiapan bawahan. Kesiapan dalam hal ini adalah kemampuan dan kesukarelaan individu atau kelompok untuk melakukan tugasnya. Hersey dan Blanchard mengatakan bahwa; According to situational leadership, there is no one best way to influence people. Which leadership style a person should use with individuals or groups depends on the readinees level of people the leader is attempting to influence the behavior of an employee, your supervisor, an associate, a friend, a relative, or a group. Sesuai dengan konsep kepemimpinan situasional, tidak ada satu cara yang terbaik untuk mempengaruhi orang. Gaya kepemimpinan yang mana yang seseorang harus gunakan terhadap individu atau kelompok tegantung pada tingkat kesiapan orang/ bawahan yang perilakunya akan dipengaruhi, apakah untuk mempengaruhi atasan,

12

pekerja, teman kerja, sahabat, keluarga atau sebuah kelompok. Dalam hal ini, keberhasilan seorang pemimpin dalam kepemimpinanya tergantung kepada bagaimana seorang pemimpin dalam menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda pada situasi yang sama terhadap orang yang berbeda dalam suatu kelompok atau individu, atau berbeda situasi terhadap orang yang berbeda dalam satu kelompok atau individu. Menurut hersey dan Blanchard ; Readiness in situational leadership is defined as the extent to wich a follower has the ability and willingness to accomplish a specific task. People tend to be at different levels of readiness depending on the task they are asked to do. Kesiapan dalam kepemimpinan situasional diidentifikasikan oleh sejauhmana seorang bawahan memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Orang cenderung memiliki perbedaan tingkat kesiapan, tergantung pada tugas yang diminta untuk dilakukan. Hal ini berarti bahwa kesiapan ditentukan oleh kadar kemampuan dan kesediaan. Hersey dan Blanchard mengatakan; Ability is the knowledge, experience, and skill that an individual or group brings to a particular task or activity . While willingness is the extent to which an individual or group has the confidence, commitment, and motivation to accomplish a specific task. Sehubungan dengan kesiapan bawahan Hersey mengelompokan gaya

kepemimpinan situasional ke dalam empat kelompok yaitu pendelegasian, partisipasi, menjual, dan mengatakan. Keempat gaya kepemimpinan ini digambarkan dalam sumbu X dan Y, dimana pada sumbu X terdapat perilaku tugas (task behavior) dan pada sumbu Y terdapat perilaku hubungan (relationship

13

behavior). Dengan mengetahui kekuatan dan kelebihan bawahan, maka kepemimpinan akan efektif karena pemimpin mudah mengarahkan bawahan. Sutisna menegaskan bahwa kepemimpinan akan efektif bila memberikan arah kepada usaha dari semua personil dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Demikian juga kutipan internet mengatakan, bahwa para pemimpin akan mengadaptasikan gaya kepemimpinan kepada bawahan atau pengikutnya yang sudah matang, didasarkan atas kesiapan dan kemauan mereka untuk meningkatkan kopetensi dan motivasi kerjanya. Sebagaimana diketahui terdapat empat jenis gaya kepemimpinan situasional yang cocok dengan empat kombinasi kondisi kesiapan dan kemauan bawahan. Kepala sekolah adalah pemimpin di sekolah, ia adalah kunci keberhasilan sekolah. Roe fan Drake, sebagaimana dikutip oleh Sagala, mengatakan bahwa tugas utama kepala sekolah adalah tugas administrative dan instruksional yang menurut Wiles dan Bondi, kepemimpinan administrative berkaitan dengan proses partisipasi dan pendelegasian kekuasaan, dan kepemimpinan instruksional berkaitan dengan tugas kepemimpinan pengajaran yang tidak dapat di delegasikan kepada wakil kepala sekolah atau guru. Dalam hal ini, pelayanan prima dari kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah hanya dapat diperoleh bila tugas kepemimpinan administrasi dan instruksi dapat dilaksanakan seimbang. Uraian rinci tentang tugas kepemimpinan sekolah dikemukakan oleh Permadi dalam Syafaruddin dengan mengatakan bahwa ada tujuan layanan prima kepala sekolah yaitu: (1) sekolah memiliki visi, strategi, misi dan target mutu yang ingin dicapai; (2) menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib; (3) menciptakan sekolah

14

yang memiliki kepemimpinan yang kuat; (4) adanya harapan yang ditinggal dari personal sekolah untuk berprestasi; (5) adanya pengembangan staf sekolah secara terus-menerus sesuatu tuntuan iptek; (6) adanya plaksanaan evaluasi yang berkelanjutan terhadap berbagai aspek pengajaran dan administrasi serta pemanfaatan hasilnya untuk perbaikan mutu, dan (7) adanya komunikasi dan

didukung intensif dari orang tua dan masyarakat. Sedangkan Wahjosumidjo mengatakan bahwa setidaknya harus ada kosentrasi pada 5 (lima) hal mendasar yang menjadi tugas dan tanggungjawab seorang kepala sekolah yaitu: (1) program pengjaran (2) kesiswaan (3) para guru, tenaga fungsional yang lain dan tenaga administrasi (4) saran dan fasilitas sekolah; dan (5) hubungan atau kerjasama antara sekolah dengan masyarakat. Dalam tugas dan fungsi kepala sekolah ini telah terkandung tugas kepala sekolah sebagai pemimpin administrasi dan instruksi. Bardasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan situasional adalah pengaruh pimpinan kepada bawahan melalui pengkombinasian tuntutan dan arah (perilaku berorietasi tugas ) dan dukungan emosi-emosi (perilaku berorientasi hubungan) dengan mempertimbangkan kesiapan bawahan dalam melaksanakan pekerjaan, fungsi dan tujuan. Indikator kepemimpinan situasional adalah pendelegasian (bawahan mampu dan rela/ nyaman), partisipasi (bawahan tidak mampu tetapi rela/nyaman), rela/nyaman). dan instruksi (bawahan tidak mampu dan tidak

2.2 Motivasi Kerja

15

Setiap orang memiliki alasan mengapa ia melakukan pekerjaan atau melakukan sesuatu kegiatan. Alasan ini merupakan pendorong bagi seseorang untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan. Dalam bahasa latin menurut Kreiter dan Kinicki, pendorong adalah movere, yang secara lengkap menyatakan, the trem motivation derives from latin word movere, meaning to move. Dalam hal ini seseorang mau melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan disebabkan adanya dorongan atau motivasi dalam dirinya. Jika motivasi kerja merupakan pendorong untuk bekerja, maka faktor-faktor apa yang membuat seseorang bekerja dan melakukan pekerjaannya, Maslow memperkenalkan teori kebutuhan manusia Self Actualization Needs Esteem Needs Social needs Security needs Psyological needs Gambar Maslow the hirarchy of human needs. Maslow mengatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan dasar yang terdiri dari kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosianal, kebutuhan pengakuan dan kebutuhan aktualisasi diri.

16

Keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia di atas, membuat seseorang terdorong untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hayness mengatakan, its long been established that unfulfilled wants, needs, and desires motivate people to seek their fulfillment. Persyaratan ini merupakan bahwa telah lama diketahui bahwa orang termotivasi untuk memenuhi keinginan,kebutuhan, dan kerinduannya. Dengan perkataan lain, seseorang bekerja didorong oleh pemenuhan keinginan, kebutuhan dan kerinduan yang belum terpenuhi. Dalam lingkungan pekerjaan kebutuhan ini dapat dibagi menjadi dua katagori besar yaitu: pertama, kebutuhan dasar untuk makanan, perlindungan, berteduh pada masa ini dan masa yang akan datang. Katagori kedua menunjuk kepada kebutuhan tingkat tinggi yang mencakup perlakuan yang adil, pengakuan, pencapaian, status dan kekuasaan. Robbins dan Jude mengatakan, motivation as the processes that account for an individuals intensity, direction, and persistence of effort toward attaning a goal. Motivasi adalah proses yang berhubungan dengan intensitas, arah dan ketetapan usaha individu untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini jika terpenuhi kebutuhan, keinginan dan kerinduan seseorang, maka ia akan memiliki intensitas, arah dan ketetapan dukungan/ usaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut Philip A. Rudolph dan Brian H. Kleiner seperti yang dikutip oleh Certo mengatakan motivasi adalah keadaan di dalam diri seseorang yang menyebabkan seorang individu berperilaku dalam suatu cara yang menjamin penyelesaian beberapa tujuan.

17

Dalam konteks bekerja, R. Kanfer seperti yang dikutip oleh George dan Jones mengatakan, work motivation can be defined as the psychological forces within a person that determine the direction of a persons behavior in an organization, effort level, and persistence in the face of obstacles. Motivasi kerja dapat didefinisikan sebagai kekuatan pisikologi di dalam diri seorang yang menentukan arah perilaku seaeorang dalam organisasi, tingkat usaha, dan ketahanan dalam menghadapi masalah. Dalam hal ini, motivasi kerja sebagai pendorong yang mengarahkan perilaku, usaha dan ketahanan seseorang untuk mengatasi masalah. Motivasi secara operasional dapat didefinisikan sebagai suatu kekuatan dari dalam diri seseorang yang mengarahkan kepada tujuan diri dan organisasinya. Adapun faktor-faktor yang mendeterminasi motivasi adalah: a) ketertarikan akan pekerjaan yang digeluti, b) lingkungan kerja yang baik, c) apresiasi yang sepenuhnya atau sutu pekerjaan, d) keamanan kerja, e) kondisi pekerjaan yang baik, f) promosi dan pertumbuhan di dalam organisasi kerja, g) rasa memiliki atas segala sesuatu yang terkait dengan organisasi daan pekerjaan, h) loyalitas personal bagi para pekerja, i) disiplin, dan j) simpati dan empati untuk menolong persoalan yang dihadapi pekerja secara personal. Seiring dengan perbedaan motif seorang untuk bekerja, Gatewood, Taylor dan Farrel mengatakan, motivational factors relate to the contet of the work and include achievement. They promote high level of performance. Faktor-faktor motivasi berkaitan dengan isi pekerjaan dan termasuk pencapaian, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, keterlibatan, tanggungjawab, dan kemajuan. Mereka mendorong kinerja yang tinggi. Dalam hal ini, selain faktor motivasi kerja yang lain, aspek yang mendorong kinerja yang tinggi adalah isi pekerjaan dan termasuk

18

pencapaian, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, keterlibatan , tanggungjawab, dan kemajuan. Secara lengkap Handy C.B. yang dikutip oleh J. Millins menguraikan motivasi kerja dengan mengatakan, given the complex and variable nature of needs and expectations, he following is a simplistic but useful, broad three-fold classification as a starting point for reviewing the motivation to work. Berdasarkan kerumitan dan karakteristik variable kebutuhan dan pengharapan, semua faktor yang mempengruhi motivasi kerja disusun dalam bentuk sederhana yang terbagi dalam tiga klasifikasi sebagai titik awas untuk mengevaluasi motivasi kerja. Dikelompokkan aspek pendorong yang ada dalam diri seseorang menjadi tiga kelompok yaitu imbalan ekonomi, kepuasan intrinsik, dan hubungan sosial. Imbalan ekonomi mencakup gaji, tunjangan, hak pension, material dan barang, dan keamanan. Ini berkaitan dengan orientasi kerja yang berkaitan dengan sesuatu hal. Kepuasan intrinsik diperoleh dari pekerjaan itu sendiri, minat terhadap pekerjaan, pertumbuhan dan perkembangan individu. Ini adalah orientasi individu untuk bekerja dan peduli terhadap dirinya. Selanjutnya Millin mengatakan, social relationships, such as fiendships, group working, and desire for affiliation, status and dependency. This is a relational orientation to work and concerned with other people. Hubungan sosial meliputi persahabatan, kelompok kerja, keinginan untuk berafiliasi, status dan ketergantungan. Ini suatu orientasi hubungan dalam

pekerjaan sehubungan dengan orang lain. Guru dan karyawan sekolah adalah anggota organisasi sekolah yang merupakan bawahan kepada sekolah. Dalam melaksanakan tugasnya, sama seperti orang lain,

19

memiliki motif yang relative sama, yaitu untuk mendapatkan imbalan ekonomi, kepuasan instrinsik dan hubungan sosial. Dalam menghadapi tugasnya untuk melayani siswa dan orangtua bahkan semua stakeholder sekolah mereka menghadapi berbagai masalah. Jika mereka memiliki motivasi kerja yang rendah, maka usaha mereka untuk mengatasi masalah yang ada makin rendah dan akibatnya berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan sekolah. Guru sebagai pengajar membutuhkan motivasi untuk melaksanakan tugasnya. Tugas utama seorang guru adalah mengajar. Arifin dalam Syah

mengedentifikasikan mengajar sebagai, suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Tyson dan Carol mengatakan bahwa mengajar ialah a way working whit students.. a process of interaction the teacher does something to student; the students do something in return. Sedangkan nasution berpendapat bahwa mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi peroses belajar. Dari tiga pengertian tentang

mengajar didapati bahwa dalam mengajar, guru melakukan interaksi dengan murid, menyampaikan materi pembelajaran, menerima dan menanggapi pernyataan siswa, mengembangkan bahan ajar agar mudah dipahami siswa, serta mengatur dan mengorganisasikan lingkungan kelas. Dalam pelaksanaan tugas sebagai guru, tentunya menghadapi berbagai masalah, baik dalam mengelola materi pembelajaran, maupun dalam mengelola kelas. Demikian juga tenaga non kependidikan di sekolah, mereka sebagai sumberdaya

20

manusia yang mendukung pelaksanaan tugas

pembelajar di sekolah. Juga

menghadapi berbagai masalah. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa motivasi kerja merupakan pengarah, pendorong dan yang mempertahankan usaha seseorang untuk mencapai tujuan, maka guru dan tenaga kependidikan lainya, juga memiliki motivasi kerja untuk mengatasi berbagai masalah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekolah sehingga siswa dapat mengguasai materi pembelajaran sebagaimana ditargetkan, terutama dalam mencapai target ujian nasional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan psikologis di dalam diri seseorang yang berasal pemenuhan aspek ekonomi, kepuasan instrisik dan hubungan sosial yang menentukan arah dari prilaku seseorang dalam organisasi, tingkat usaha, dan ketahanan dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan. Indikator motivasi kerja adalah pemenuhan kebutuhan aspek ekonomi, kepuasan instrisik dan kebutuhan hubungan sosial.

2.3 Kepemimpinan Situasional Terhadap Motivasi Kerja Salah satu fungsi pemimpin adalah menjaga semangat kerja bawahannya agar dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Seorang pemimpin dikatakan telah

memimpin dengan baik jika ia mengerti betul kondisi kerja bawahannya, baik fisik maupun psikis, serta menyediakan dukungan sesuai dengan kebutuhan bawahannya. Dengan cara demikian, guru dan tenaga non kependidikan yang ada di sekolah akan bersemangat melakukan tugas mereka. Kepala sekolah yang merespons bawahan dan memberikan dukungan yang akan mendapat respons yang baik pula dari guru dan tenaga non kependididkan yang di

21

pimpinnya. Owem seperti yang dikutip oleh Binsar Sagala, mengatakan bahwa untuk merespons kepemimpinan kepala sekolah, guru dapat memilih untuk bekerja secara bersemangat melebihi tuntutan minimum. Dalam hal ini, kepemimpinan dapat meningkatkan motivasi kerja guru dan tenaga non kependidikan di sekolah.

2.4 Penelitian yang Relevan Melelui penelurusan pustaka tidak ditemukan studi penelitian-penelitian yang peneliti lakukan. Namun penelitian tentang salah satu dari variabel yang di sini sudah banyak dilakukan orang. Peters(1988); Reich(1987) Sundstrom, Demeuse, dan futrell(1990) melaporkan bahwa dalam suatu organisasi sekolah sebagaimana organisasi jenis lainya pemikiran mengenai keefektifan kelompok terkait erat dengan produktivitas organisasi. Ini merupakan hasil riset bertahun-tahun dan berdasarkan pengalaman praktis. Pengembangan efektivitas kerja kelompok atau tim sekarang dipahami menjadi suatu kolompok atau tim sekarang dipahami menjadi satu komponen esensial bagi kesuksesan suatu organisasi. Penelitian lain dilakukan oleh Lubis mengenai motivasi berprestasi. Hasil temuanya menunjukan hubungan antar pribadi guru, dan perestasi guru tentang peleksanaan supervise dengan motivasi berprestasi menunjuk pada nilai R (koevisien korelasi multiple) sebesar 0,64. Hubungan antar pribadi sesama guru memberikan kontribusi sebesar 28% terhadap motivasi berpretasi kerjanya. Sedangkan persepsi tentang plaksanaan supervise memberikan kontribusi kepada motivasi berprestasi kerjanya sebesar 17%.

22

Sementara itu, Irsan lewat tesisnya mengenai etos kerja sampai pada temuan bahwa kontribusi kepuasan kerja dan persepsi tentang kepemimpinankepala sekolah secara murnidengan mengontrol salah satu variable bebas tersebut terhadap etos kerja guru, masing-masing sebesar 25,07% dan 25%. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat etos kerja guru dapat diprediksi atau dideterminasikan oleh kepuasan kerja dan persepsi guru tentang kepemimpinan seorang kepala sekolah.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan dan menguji informasi tentang penerapan kepemimpinan situasional kepala sekolah, motivasi kerja karyawan (guru dan tenaga non kependidikan ), dan mengkaji apakah kepemimpinan situasional mempengaruhi motivasi kerja keryawan (guru dan tenaga non-kependidikan) sekolah dasar (SD) Negri 1 Perumnas Way Halim Bandar Lampung.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

23

Penelitian ini dilakukan di SD Negri 1 Perumnas Way Halim Bandar Lampung pada bulan Febuari - Maret 2011

3.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Teknik analisis dilaksanakan dengan bantuan analisis kuantitatif.

3.4 Sumber Data Data penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengisian instrument penelitian oleh guru dan tenaga non kependidikan dan wawancara terhadap kepala sekolah dan responden SD Negri 1 Perumnas Way Halim Bandar Lampung. Dari literature tentang SD Negri 1 Perumnas Way Halim Bandar Lampung.

3.5 Teknik Analisis Data Teknik analisis data menggunakan analisis kuantitatif data yang diperoleh dari responden melalui instrument penelitian. Dalam mendiskripsikan data, digunakan rentang kesenjangan skor, dan frekuensi skor di bawah skor rata-rata butir untuk motivasi kerja. Sedangkan analisis pengaruh kepemimpinan situasional terhadap motivasi kerja dilakukan dengan analisis frekuensi keterkaitan butir kepemimpinan situasional dengan motivasi kerja.

24

3.6 Teknik Pengumpulan Data Data penelitian dikumpulkan instrument penelitian. Instrument penelitian terdiri dari kuesioner. Instrument penelitian disusun berdasarkan definisi konseptual, definisi operasional dan kisi-kisi penelitian. Instrument Penelitian Kepemimpinan Situasional

Definisi Konseptual Kepemimpinan situasional adalah pengaruh pimpinan kepada bawahan melalui pengkombinasian tuntunan dan arahan (prilaku berorientasi tugas) dan dukungan emosi-sosial (prilaku berorientasi hubungan) dengan mempertimbangkan kesiapan bawahan dalam melaksanakan pekerjaan. kepemimpinan situasional adalah Fungsi dan tujuan. Indikator (bawahan mampu dan

pendelegasian

rela/nyaman), konsultatif (bawahan tidak tetapi rela/nyaman) ,dan intruksi (bawahan tidak mampu dan tidak rela/nyaman). Definisi Oprasional Kepemimpinan situasional adalah pengaruh pimpinan kepada bawahan yang dinyatakan melalui skor tanggapan responden terhadap instrument penelitian yang mengukur indicator pendelegasian (bawahan mampu dan rela/ nyaman), partisipasif 9bawahan mampu tetapi tidak rela/ nyaman), konsultatif (bawahan tidak mampu tetapi rela/ nyaman), dan instruksi (bawahan tidak mampu dan rela/ nyaman).

25

Kisi-kisi instrument penelitian Table 1. kisi- kisi instrument kepemimpinan situasional Kepemimpinan situasional saat bawahan Pendelegasian (mampu dan rela/ senang) Partisipasi (mampu tetapi tidak rela/ tidak senang) Konsultasi(tidak mampu namun rela/senang) Instruksi (tidak mampu namun tidak rela/ tidak senang) Kalibrasi Tiap butir instrument penelitian dilengkapi dengan alternatif jawaban dalam bentuk sematik differens yang terdiri dari 10 angka di antara dua kutub esktrim, tidak pernah shering. Responden diminta untuk memberikan tanggapannya dengan member tanda kurung terhadap angka yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya, dan member tanda X terhadap angka yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Dalam hal ini tiap butir pernyataan responden memberikan dua tanggapan. Tanda kurung (dilingkari) untuk menggambarkan realitas, dan tanda x untuk menggambarkan harapan yang diinginkan. Uji Validitas Dan Realibitas Dari uji vadilitas terhadap instrument penelitian tentang kepemimpinan situasional, didapati sebanyak 24 butir yang sahih dari 27 butir yang diujicobakan, dengan koefisien realibitas, = 0,99. Instrument Penelitian Motivasi Kerja Definisi Konseptual Butir 1,2,3,4 5,6,7,8,9 10,11,12,13,14,15,16,17,18, 19,20,21,22,23,24

26

Motivasi kerja adalah dorongan psikologis di dalam diri seseorang yang berasal pemenuhan aspek ekonomi, kepuasan intrinsik dan hubungan sosial yang menentukan arah dari perilaku seseorang dalam organisasi, tingkat usaha, dan ketahanan dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan. Indikator motivasi kerja adalah pemenuhan kebutuhan aspek ekonomi, kepuasan intrinsik dan kebutuhan hubungan sosial. Definisi Oprasional Motivasi kerja adalah doronganpsikologis di dalam diri seseorang yang dinyatakan melalui jawaban responden terhadap instrument penelitian yang mengukur indikator pemenuhan kebutuhan aspek ekonomi, kepuasan instrisik dan kebutuhan hubungan sosial. Kisi-Kisi Motivasi Kerja Table 2. Kisi-Kisi Instrument Motivasi Kerja NNo 1 2 Indikator Pemenuhan kebutuhan ekonomi (tunjangan, material dan barang, dan kemasan) Pemenuhan kepuasan intrinsic (pekerjaan itu sendiri, minat terhadap pekerjaan, tanggungjawab, pengakuan, pencapaian, pertumbuhan dan perkembangan. Pemenuhan kebutuhan hubungan social (persahabatan,afiliasi, status, dan ketergantungan) Butir 1,3 3,4,5,6,7,8,9

3

10,11,12,13

Kalibrasi

27

Tiap butir instrument penelitian dilengkapi dengan alternative pilihan yang dapat dipilih responden untuk menggambarkan fakta yang ada sesuai dengan yang dimimnta dalam butir pernyataan yang tersedia. Uji Validitas dan Reabilitas Dari uji validitas terhadap instrument penelitian motivasi krja, didapati sebanyak 13 butir yang sahih dari 14 butir yang diujicobakan, dengan koefisiien reabilitasa, = 1,04. Kuesioner Pengaruh Kepemimpinan Situasional terhadap Motivasi Kerja Kuesioner pengaruh kepemimpinan situasional terhadap motivasi kerja disusun dengan menyaring butir pernyataan kepemimpinan dan motivasi kerja, yang dipasangkan dalam satu matriks pengaruh kepemimpinan situasional terhadap motivasi kerja