proposal pertimbangan maintenance
TRANSCRIPT
I. Judul Penelitian
EVALUASI TINGKAT PROFITABILITAS PERUSAHAAN
BERDASARKAN KINERJA ALAT BERAT DENGAN
MEMPERTIMBANGKAN POLA KERUSAKAN DAN DOWNTIME (STUDI
KASUS PT.XY PERIODE 2008 – 2012).
II. Latar Belakang
Industri pertambangan merupakan salah satu industri komoditas yang
keberlangsungan operasionalnya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan
berbagai jenis alat berat. Alat berat dalam industri pertambangan merupakan
salah satu komponen penting yang dibutuhkan dari awal proses penambangan
dilakukan hingga proses penutupan tambang, baik dari konstruksi bangunan
maupun eksekusi mineral ataupun Batubara yang akan ditambang. Oleh
karena penggunaan alat berat dalam berbagai tahapan dalam industri
penambangan, maka suatu perusahaan dituntut untuk memperhatikan
peningkatan dan pengelolaan suatu peralatan pertambangan secara efektif
dan efisien.
Industri pertambangan merupakan industri yang sarat akan resiko,
namun juga bisa memberikan peluang besar kepada para investor untuk
mendapatkan keuntungan yang besar dan dengan modal investasi yang besar
pula. Pengadaan alat berat merupakan salah satu contohnya. Pengadaan alat
berat dalam industri pertambangan dapat dilakukan dengan beberapa
alternatif, yakni dengan membeli baru maupun bekas ataupun dengan
menyewa alat berat dari perusahaan yang menyediakan jasa penyewaan alat
berat.
Pembelian alat berat umumnya dilakukan oleh perusahaan besar yang
tentunya disertai dengan investasi yang besar pula. Jika tidak dilakukan
analisis pada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengadaan alat berat,
maka resiko akhir yang diperoleh akan berujung pada biaya, yakni kerugian
yang mungkin dialami oleh perusahaan. Pada awal pengadaan alat berat tentu
telah dilakukan analisis keuangan mengenai proyek tersebut, dari awal
pengadaan hingga habis masa dari penggunaan alat berat tersebut. Namun
perlu diketahui bahwa analisis keuangan tersebut hanya dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan sebelum dan setelah
membeli alat berat.
Tercapainya target produksi dalam penggunaan alat berat yang dimilik
oleh perusahaan tentu menjadi hal yang sangat diharapkan oleh perusahaan.
Namun perlu diketahui bahwa dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya,
alat berat terkadang memiliki berbagai kendala di lapangan yang dapat
mengurangi tingkat efektifitasnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi
untuk mengetahui seberapa besar tingkat kemampulabaan dari perusahaan
berdasarkan kinerja atau produktifitas dari alat berat yang dimiliki oleh
perusahaan, sehingga memungkinkan sebuah perusahaan untuk meningkatkan
laba setelah dilakukan evaluasi.
III. Perumusan Masalah
Besarnya investasi dalam rangka pengadaan alat berat terkadang tidak
sejalan dengan kinerja alat berat karena beberapa faktor. Sehingga perlu untuk
dilakukan analisis mengenai produktifitas alat berat sebagai parameter dalam
penilaian kinerja yang diproyeksikan dalam aliran kas perusahaan periode
2008 – 2012. Selain itu, memungkinkan adanya solusi dalam pemanfaatan dan
pengelolaan alat berat di perusahaan jika terjadi ketidaksinambungan jumlah
alat dengan profitabilitas perusahaan.
IV. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi seberapa
besar tingkat profitabilitas perusahaan berdasarkan kinerja dari sejumlah alat
berat yang dimiliki oleh perusahaan selama masanya (equipment life time)
yang akan diukur berdasarkan tingkat produktifitas alat berat tersebut.
V. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian
ini, antara lain:
a. Dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan pada industri
pertambangan dalam melaksanakan kebijakan perusahaan dalam
rangka peningkatan pendapatan perusahaan.
b. Dapat dijadikan bahan acuan bagi pihak lain dalam mengukur tingkat
kemampulabaan berdasarkan aktiva yang dimiliki.
c. Memperluas wawasan bagi peneliti secara khusus dan bagi para
pembaca secara umum.
VI. Tinjauan Pustaka
Industri pertambangan merupakan suatu industri yang sarat akan resiko.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan berbagai proyeknya perlu dilakukan suatu
analisis dan evaluasi untuk mengetahui tingkat kemampuan suatu industri
pertambangan untuk menghasilkan keuntungan. Analisis dan evaluasi harus
selalu dilakukan dalam setiap proyek penambangan yang dijalankan, sehingga
kita dapat menilai tingkat keberlangsungan suatu perusahaan serta dapat
menarik minat para investor.
a. Investasi
Investasi adalah komitmen saat ini atas penggunaan sejumlah uang atau
harta dalam bentuk lain yang diharapkan dapat menghasilkan keuntungan di
masa yang akan datang (Bodie, et.al., 2011).
Secara umum, investasi terbagi dalam dua bentuk, yaitu investasi riil
dan investasi finansial. Investasi riil misalnya membeli tanah, bangunan, mesin
dan pengetahuan yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.
Sementara investasi finansial dapat berupa saham, obligasi dan kontrak-ontrak
tertulis lainnya. Dalam hal ini, suatu proyek yang diharapkan dapat
memberikan pengembalian di kemudian hari merupakan salah satu investasi
riil (Bodie, et.al., 2011).
b. Alat berat
Alat berat yaitu sarana angkut yang khusus dirancang untuk
pelaksanaan rancang bangun yang berat dan tugas konstruksi.
(www.wikipedia.com).
Alat-alat berat yang dikenal di dalam ilmu Teknik Sipil adalah alat yang
digunakan untuk membantu manusia melakukan pekerjaan pembangunan
suatu struktur. Alat berat merupakan faktor penting di dalam proyek, terutama
proyekproyek konstruksi dengan skala yang besar. Tujuan penggunaan alat-
alat berat tersebut untuk memudahkan manusia dalam mengerjakan
pekerjaannya sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih
mudah pada waktu yang relatif singkat. Alat berat yang umum dipakai di
dalam proyek konstruksi antara lain dozer, alat gali (excavator) seperti
backhoe, front shovel, clamshell; alat pengangkut seperti loader, truck dan
conveyor belt; alat pemadat tanah seperti roller dan compactor, dan lain-lain.
(Rostiyanti, 2002).
Alat berat dapat dikategorikan ke dalam beberapa klasifikasi. Secara
fungsional alat berat dibagi mejadi:
1) Alat Pengolah Lahan
Kondisi lahan proyek kadang-kadang masih merupakan lahan asli yang
harus dipersiapkan sebelum lahan tersebut mulai diolah. Jika pada lahan masih
terdapat semak atau pepohonan maka pembukaan lahan dapat dilakukan
dengan menggunakan dozer. Untuk pengangkatan lapisan tanah paling atas
menggunakan scraper. Sedangkan untuk
pembentukan permukaan supaya rata selain dozer dapat digunkaan juga
motor grader.
2) Alat Penggali
Alat penggali juga dikenal dengan istilah excavator. Beberapa alat berat
digunakan untuk menggali tanah dan batuan. Yang termasuk dalam kategori
ini adalah front shovel, backhoe, dragline, dan clamshell.
3) Alat Pengangkut Material
Crane termasuk di dalam kategori alat pengangkut material karena alat
ini dapat mengangkut material secara vertikal dan kemudian memindahkannya
secara horizontal pada jarak jangkau yang relative kecil. Untuk pengangkutan
material lepas (loose material) dengan jarak tempuh yang relatif jauh, alat
yang dapat digunakan dapat berupa belt, truck, dan wagon.
4) Alat Pemindah Material
Yang termasuk dalam kategori ini adalah alat yang biasanya tidak
digunakan sebagai alat transportasi tetapi digunakan untuk memindahkan
material dari satu alat ke alat yang lain. Loader dan dozer adalah alat
pemindah material.
5) Alat Pemadat
Jika pada suatu lahan dilakukan penimbunan maka pada lahan tersebut
perlu dilakukan pemadatan. Pemadatan juga dilakukan untuk pembuatan jalan,
baik itu jalan tanah dan jalan dengan perkerasan lentur maupun perkerasan
kaku. Yang termasuk sebagai alat pemadat adalah tamping roller, pneumatic-
tired roller, compactor dan lain-lain.
6) Alat Pemroses Material
Alat ini dipakai untuk mengubah batuan dan mineral alam menjadi sutu
bentuk dan ukuran yang diinginkan. Hasil dari alat ini misalnya adalah batuan
bergradasi, semen, beton dan aspal. Yang termasuk dalam kategori alat ini
adalah crusher. Alat yang dapat mencampur material-material diatas juga
dikategorikan ke dalam alat pemroses material seperti concrete batch plant
dan asphalt mixing plant.
7) Alat Penempatan Akhir Material
Alat ini berfungsi untuk menempatkan material pada tempat yang telah
ditentukan. Di tempat atau lokasi ini mterial disebarkan secara merata dan
dipadatkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Yang termasuk di
dalam kategori ini adalah concrete spreader, asphalt paver, motor grader dan
alat pemadat.
8) Klasifikasi operasional alat berat
Alat-alat berat dalam pengoperasiannya dapat dipindahkan dari satu
tempat ke tempat lain atau tidak dapat digerakkan atau statis.
Berdasarkan pergerakannya, alat berat diklasifikasikan ke dalam
beberapa jenis, sebagai berikut:
a. Alat dengan Penggerak
Alat penggerak merupakan bagian dari alat berat yang menerjemahkan
asil dari mesin menjadi kerja. Bentuk dari alat penggerak adalah crawler atau
roda kelabang dan ban karet. Sedangkan belt merupakan alat penggerak pada
conveyor belt.
b. Alat Statis
Yang termasuk dalam kategori ini adalah tower crane, batching plant,
baik untuk beton maupun aspal serta crusher plant.
Dalam pemilihan alat berat diperlukan efisiensi dan efektifitas dalam
pengelolaan dan pelaksanaannya. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan
dalam pengunaan alat berat adalah biaya awal yakni biaya pembelian
(investasi), biaya operasi dan pemeliharaan. Pilihan ini dipengaruhi oleh besar
kecilnya ukuran proyek, tersedianya fasilitas pemeliharaan dan cashflow (aliran
kas) perusahaan. Selain itu juga, faktor ekonomi dan jadwal proyek akan
menjadi pertimbangan utama dalam mengambil keputusan tersebut. Beberapa
hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan dan penggunaan alat berat
adalah produktivitas serta usia serta penjualan.
Biaya kepemilikan alat berat terdiri dari beberapa faktor. Faktor yang
pertama adalah biaya dalam jumlah yang besar yang dikeluarkan karena
membeli alat tersebut. Jika pemilik meminjam uang dari bank untuk membeli
alat tersebut maka akan ada biaya terhadap bunga pinjaman. Faktor kedua
adalah depresiasi alat. Sejalan dengan bertambahnya umur alat maka akan
ada penurunan nilai alat. Faktor ketiga yang penting adalah pajak. Faktor
keempat adalah biaya yang harus dikeluarkan pemilik untuk membayar
asuransi alat. Dan faktor terakhir adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk
menyediakan tempat penyimpanan alat (Day, 1989 dalam Rostiyanti, 2002).
c. Evaluasi
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation,
dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang
artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu (Sudiono (2005). Anas sudiono,
Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta PT.Grafindo persada, 2001
Evaluasi adalah penilaian secara sistemik untuk menentukan atau
menilai kegunaan, keefektifan sesuatu yang didasarkan pada kriteria tertentu
dari program. Evaluasi harus memiliki tujuan yang jelas, sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan dalam program. Ada tiga elemen penting dalam evaluasi
yaitu:
(a) Kriteria/pembanding, yaitu merupakan ciri ideal dari situasi yang
diinginkan yang dapat dirumuskan melalui tujuan operasional.
(b) Bukti /kejadian, yakni kenyataan yang ada yang diperoleh dari hasil
penelitian.
(c) Penilaian (judgement) yang dibentuk dengan membandingkan kriteria
dengan kejadian. (Sutjipta, 2009).
Lebih lanjut Sutjipta (2009) mengatakan bahwa terdapat lima ciri dalam
evaluasi, sebagai berikuit:
1) Kualitas: apakah program baik atau tidak baik, kualitas isi program,
kegiatan pendidik, media yang digunakan, penampilan pelaksana
program.
2) Kesesuaian (suitability): pemenuhan kebutuhan dan harapan
masyarakat. Program tidak menyulitkan atau membebani masyarakat,
sesuai dengan tingkat teknis, sosial dan ekonomis masyarakat.
3) Keefektifan: seberapa jauh tujuan tercapai
4) Efisiensi: penggunaan sumber daya dengan baik
5) Kegunaan (importance): kegunaan bagi masyarakat yang ikut terlibat
dalam program.
Tingkat keefektifan dari suatu evaluasi dapat dinilai berdasarkan
beberapa kriteria, sebagai berikut:
a. Memiliki tujuan evaluasi yang didefinisikan dengan jelas.
b. Pengukuran dilakukan dengan saksama menggunakan alat ukur yang
valid.
c. Evaluasi dilakukan seobyektif mungkin yaitu bebas dari penilaian yang
bersifat pribadi.
d. Kriteria yang digunakan sebagai standar harus spesifik.
e. Evaluasi harus menggunakan metode ilmiah yang pantas sehingga
memiliki nilai kepercayaan yang tinggi.
f. Evaluasi harus dapat mengukur perubahan yang terjadi.
g. Evaluasi harus bersifat praktis.
d. Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang
ditetapkan Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur
dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran
yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan
penilaian kinerja.
Kata penilaian sering diartikan dengan kata assessment. Sedangkan
kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan
dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan.
Dengan demikian penilaian kinerja perusahaan (Companies performance
assessment) mengandung makna suatu proses atau sistem penilaian mengenai
pelaksanaan kemampuan kerja suatu perusahaan (organisasi) berdasarkan
standar tertentu (Kaplan dan Norton, 1996; Lingle dan Schiemann, 1996;
Brandon & Drtina, 1997).
Penilaian kinerja mengandung tugas-tugas untuk mengukur berbagai
aktivitas tingkat organisasi sehingga menghasilkan informasi umpan balik
untuk melakukan perbaikan organisasi. Perbaikan organisasi mengandung
makna perbaikan manajemen organisasi yang meliputi: (a) perbaikan
perencanaan, (b) perbaikan proses, dan (c) perbaikan evaluasi. Hasil evaluasi
selanjutnya merupakan informasi untuk perbaikan “perencanaan-proses-
evaluasi” selanjutnya. Proses “perencanaan proses-evaluasi” harus dilakukan
secara terus-menerus (continuous process improvement) agar faktor strategik
(keunggulan bersaing) dapat tercapai. Pada perspektif penilaian kinerja yang
lebih luas, Hansen dan Mowen (1997) menyatakan sebagai berikut:
Activity performance measure exist in both financial and non financial
forms. These measures are designed to assess how well an activity was
performed and the result achieved. They are also designed to reveal if constant
improvement is being realized. Measures of activity performance center on
three major dimension: (1) efficiency, (2) quality, and (3) time.
Hal diatas menjelaskan bahwa aktivitas penilaian kinerja terdapat dua
jenis pengukuran yaitu keuangan dan non keuangan. Pengukuran ini dirancang
untuk menaksir bagaimana kinerja aktivitas dan hasil akhir yang dicapai. Ada
juga penilaian kinerja yang dirancang untuk menyingkap jika terjadi
kemandekan perbaikan yang akan dilakukan. Penilaian kinerja aktivitas pusat
dibagi kedalam tiga dimensi utama, yaitu efisiensi, kualitas dan waktu. Hal
senada juga dijelaskan oleh Kaplan dan Norton, (1996); Lingle dan Schiemann,
(1996) “pengukuran kinerja non keuangan didesain untuk menilai seberapa
baik aktivitas yang berhasil dicapai dan dipusatkan pada tiga dimensi utama
yaitu efisiensi, kualitas dan waktu”.
Menurut Dess dan Lumpkin (2003:90) ada 2 pendekatan yang digunakan
untuk menilai kinerja perusahaan. Pendekatan yang pertama adalah analisis
rasio keuangan (financial ratio analysis) dan pendekatan yang kedua dilihat
dari perspektif pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder perspective).
Dalam analisis rasio keuangan dapat dibedakan atas 5 tipe, yaitu Short-term
solvency or liquidity, Long-term solvency measures, Asset management (or
turn over), Profitability dan Market value.
e. Analisis rasio keuangan
Setiap kegiatan bisnis yang dijalankan baik secara perorangan maupun
berkelompok bertujuan untuk mensejahterakan pemilik atau menambah nilai
perusahaan dengan laba yang maksimai Harapan untuk mendapatkan laba
perusahaan secara berkelanjutan bukanlah suatu pekerjaan yang gampang
tetapi memerlukan perhitungan yang cermat dan teliti dengan memperhatikan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perusahaan baik faktor intern
maupun faktor ekstern. Untuk memberikan pengertian yang jelas tentang apa
yang dimaksud dengan raslo profitabilitas, maka dapat dilihat dan penjelasan
dan beberapa penulis sebagai berikut: Menurut Sutrisno (2002:20) Profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan dengan semua
modal yang bekerja di dalamnya. Sejalan dengan pengertian tersebut, menurut
Atmajaya (2004:415) bahwa: Rasio Profitabilitas adalah rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Untuk menjaga eksistensinya maka manajemen perusahaan harus bisa
mengelola perusahaan dengan baik. Salah satu yang bisa dilakukan
perusahaan adalah menjaga kualitas kerja dalam perusahaan itu sendiri
(internal perusahaan), terutama dalam hal upaya peningkatan kinerja
keuangan perusahaan. Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan
perusahaan dalam upaya peningkatan kinerja perusahaan adalah aspek
pengaturan keuangan yang tertuang di dalam pengelolaan modal kerja.
Kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dengan menggunakan rasio
profitabilitas. Rasio profitabilitas digunakan sebagai sarana untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, dalam analisis ini
diperlukan suatu ukuran perbandingan untuk mengetahui profitabilitas
perusahaan. Dalam hal ini, profitabilitas perusahaan dapat diukur
menggunakan rasio: Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return On Assets
atau Return On Investment dan Return On Equity (Agus Sartono,2008: 123).
1. Gross Profit Margin
ROE= Laba KotorPENJUALAN NETTO
× 100 %
2. Net Profit Margin
ROE= LABA BERSIHPENJUALAN NETTO
× 100 %
3. Return On Assets
Return On Asset (ROA) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan aset (Kasmir,
2003). Adapun rumus ROA adalah sebagai berikut:
ROA=(EBIT )
TOTAL AKTIVA×100%
Semakin tinggi rasio ini berarti perusahaan semakin efektif dalam
memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi ROA berarti kinerja
perusahaan semakin efektif, karena tingkat kembalian akan semakin besar
(Brigham, 2001:90). Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor
kepada perusahaan. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan
perusahaan tersebut makin diminati investor, karena dapat memberikan
keuntungan (return) yang besar bagi investor. Dengan kata lain ROA akan
berpengaruh terhadap return Saham yang akan diterima oleh investor.
4. Return On Equity
Return on Equity (ROE) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengelola modal yang ada untuk mendapatkan net
income (Kasmir, 2003). Adapun rumus ROE adalah sebagai berikut:
ROE=LABA BERSIH SETELAH PAJAKTOTAL MODAL
×10 0 %
Semakin tinggi ROE maka kinerja perusahaan semakin efektif. Rasio ini
juga digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk
menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa
maupun saham preferen. Peningkatan harga saham perusahaan akan
memberikan keuntungan (return) yang tinggi pula bagi para investor. Hal ini
selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan.
Peningkatan daya tarik ini menjadikan perusahaan tersebut makin diminati
oleh investor, karena tingkat kembalian akan semakin besar. Dengan kata lain
ROE akan berpengaruh terhadap return Saham yang akan diterima oleh
investor.
f. Return On Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam
analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu
menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA
mampu mengukur kemampuan perusahaan manghasilkan keuntungan pada
masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Assets
atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang
diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang telah diubah
perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk
kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2001:90),
“Rasio laba bersih terhadap total aktiva mengukur pengembalian atas total
aktiva (ROA) setelah bunga dan pajak”. Menurut Horne dan Wachowicz
(2005:235), “ROA mengukur efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba
melalui aktiva yang tersedia; daya untuk menghasilkan laba dari modal yang
diinvestasikan”. Horne dan Wachowicz menghitung ROA dengan menggunakan
rumus laba bersih setelah pajak dibagi dengan total aktiva.
Bambang Riyanto (2001:336) menyebut istilah ROA dengan Net Earning
Power Ratio (Rate of Return on Investment / ROI) yaitu kemampuan dari modal
yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan
neto. Keuntungan neto yang beliau maksud adalah keuntungan neto sesudah
pajak.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ROA atau ROI dalam
penelitian ini adalah mengukur perbandingan antara laba bersih setelah
dikurangi beban bunga dan pajak (Earning After Taxes / EAT) yang dihasilkan
dari kegiatan pokok perusahaan dengan total aktiva (assets) yang dimiliki
perusahaan untuk melakukan aktivitas perusahaan secara keseluruhan dan
dinyatakan dalam persentase.
Beberapa kelebihan dari evaluasi dengan melakukan perhitungan Return
On Assets (ROA), sebagai berikut:
1. ROA mudah dihitung dan dipahami.
2. Merupakan alat pengukur prestasi manajemen yang sensitive terhadap
setiap pengaruh keadaan keuangan perusahaan.
3. Manajemen menitikberatkan perhatiannya pada perolehan laba yang
maksimal.
4. Sebagai tolok ukur prestasi manajemen dalam memanfaatkan assets
yang dimiliki perusahaan untuk memperoleh laba.
5. Mendorong tercapainya tujuan perusahaan.
6. Sebagai alat mengevaluasi atas penerapan kebijakan-kebijakan
manajemen.
Di samping beberapa kelebihan ROA di atas, ROA juga mempunyai
kelemahan di antaranya:
(a) Kurang mendorong manajemen untuk menambah assets apabila nilai
ROA yang diharapkan ternyata terlalu tinggi.
(b) Manajemen cenderung fokus pada tujuan jangka pendek bukan pada
tujuan jangka panjang, sehingga cenderung mengambil keputusan
jangka pendek yang lebih menguntungkan tetapi berakibat negatif
dalam jangka panjangnya.
g. Faktor yang Mempengaruhi Return on Assets
Profitabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba. Return on Assets (ROA) termasuk salah satu rasio
profitabilitas. Menurut Brigham dan Houston (2001:89), rasio profitabilitas
(profitability ratio) menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas,
manajemen aktiva, dan utang terhadap hasil operasi.
1) Rasio Likuiditas
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, yang dihitung dengan membandingkan aktiva
lancar perusahaan dengan kewajiban lancar. Rasio likuiditas terdiri dari:
a) Current Ratio, yakni untuk mengetahui kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan membandingkan semua
aktiva likuid yang dimiliki perusahaan dengan kewajiban lancar.
b) Acid Test, yakni untuk mengukur kemampuan peusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar yang lebih
likuid yaitu tanpa memasukkan unsur persediaan dibagi dengan
kewajiban lancar. Menurut Brigham dan Houston (2001:79), aktiva likuid
adalah aktiva yang dapat dikonversi menjadi kas dengan cepat tanpa
harus mengurangi harga aktiva tersebut terlalu banyak.
c) Rasio Manajemen Aktiva (asset management ratio), yakni untuk
mengukur seberapa efektif perusahaan mengelola aktivanya (Brigham
dan Houston, 2001:81). Rasio manajemen aktiva terdiri dari:
(1) Inventory Turnover, mampu mengetahui frekuensi pergantian
persediaan yang masuk ke dalam perusahaan, mulai dari bahan
baku kemudian diolah dan dikeluarkan dalam bentuk produk jadi
melalui penjualan dalam satu periode.
(2) Days Sales Outstanding, mengetahui jangka waktu rata-rata
penagihan piutang menjadi kas yang berasal dari penjualan kredit
perusahaan.
(3) Fixed Assets Turnover, mengetahui keefektivan perusahaan
menggunakan aktiva tetapnya dengan membandingkan penjualan
terhadap aktiva tetap bersih.
(4) Total Assets Turnover, mengetahui keefektivan perusahaan
menggunakan seluruh aktivanya dengan membandingkan
penjualan terhadap total aktiva.
d) Rasio Manajemen Utang, yakni untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjang (utang)
perusahaan yang digunakan untuk membiayai seluruh aktivitas
perusahaan. Manajemen utang terdiri dari:
(1) Debts Ratio, mengetahui persentase dana yang disediakan oleh
kreditur.
(2) Times Interest Earned (TIE), mengukur seberapa besar laba operasi
dapat menurun sampai perusahaan tidak dapat memenuhi beban
bunga tahunan.
(3) Fixed Charge Coverage Ratio, hampir serupa dengan rasio TIE,
namun mengakui bahwa banyak aktiva perusahaan yang dilease
dan harus melakukan pembayaran dana pelunasan.
Berdasarkan uraian di atas, maka Inventory Turnover dan Days Sales
Outstanding termasuk rasio manajemen aktiva dan Debts Ratio termasuk
manajemen utang. ROA termasuk rasio profitabilitas, oleh karena itu ROA juga
dipengaruhi faktor-faktor tersebut.
2) Inventory Turnover
Inventory atau persediaan adalah sesuatu barang yang dibeli untuk
kemudian diolah menjadi barang lain atau langsung dijual kembali sesuai
dengan jenis perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh terhadap neraca
atau laporan posisi keuangan maupun laporan laba rugi. Jumlah dan
persentase persediaan setiap perusahaan berbeda-beda. Al Haryono Jusup
(2005:99) mengemukakan bahwa persediaan seringkali merupakan bagian
yang sangat besar dari keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan.
Besar persediaaan umumnya dipengaruhi oleh harapan-harapan akan volume
penjualan dan tingkat harga di masa datang. Harapan dapat menjual lebih
banyak atau harga jual akan meningkat, mendorong perusahaan untuk
memperbanyak persediaan barang (Djarwanto, 1996:135).
Inventory Turnover adalah tingkat perputaran persediaan pada suatu
perusahaan yang ditunjukkan melalui perbandingan antara penjualan dengan
persediaan dalam satu periode. Inventory Turnover dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
Inventory Turnover= PenjualanPersediaan
3) Days Sales Outstanding
Piutang merupakan hak untuk menagih sejumlah uang dari penjual
kepada pembeli yang timbul karena adanya suatu transaksi (Al Haryono Yusup,
2005:52). Dengan kata lain, piutang ini menunjukkan tuntutan pada pihak luar
perusahaan yang diharapkan akan diselesaikan dengan penerimaan jumlah
uang tunai setelah tanggal transaksi penjualan sesuai syarat yang telah
disepakati sebelumnya. Piutang usaha umumnya berjangka waktu kurang dari
satu tahun. “Periode penagihan rata-rata (average collection period = ACP)
atau Days Sales Outstanding (DSO), digunakan untuk menaksir piutang usaha,
dan dihitung dengan membagi piutang usaha dengan rata-rata penjualan
harian untuk menentukan jumlah hari penjualan dalam piutang usaha. “Jadi
ACP (average collection period) atau DSO (Days Sales Outstanding)
menunjukkan jangka waktu rata-rata yang harus ditunggu perusahaan setelah
melakukan penjualan sebelum menerima kas, yang merupakan periode
penagihan rata-rata” (Brigham dan Houston, 2001:82).
Agnes Sawir (2001:16) menjelaskan bahwa rasio Average Collection
Period ini mengukur efisiensi pengelolaan piutang perusahaan, rata-rata jangka
waktu penagihan adalah rata-rata jangka waktu lamanya perusahaan harus
menunggu pembayaran setelah melakukan penjualan. Hanafi dan Halim
(2003:78) mengemukakan bahwa rata-rata umur piutang melihat berapa lama
yang diperlukan untuk melunasi piutang (merubah piutang menjadi kas).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Days Sales
Outstanding adalah jangka waktu rata-rata perusahaan menerima pelunasan
piutang dari konsumen setelah melakukan penjualan secara kredit yang
dinyatakan dalam satuan hari. Besar kecilnya Days Sales Outstanding
berdampak pada modal perusahaan yang tertanam dalam piutang. Days Sales
Outstanding dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
DSO= Piutang ×360penjualan tahunan
Jangka penagihan piutang yang rendah pada tingkat penjualan tertentu
mengakibatkan semakin besar dana kelebihan yang tertanam pada piutang
usaha, karena itu lebih baik ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif
yang dinilai dapat menambah laba perusahaan.
4) Debts Ratio
Setiap perusahaan pasti tidak akan lepas dari hutang, baik hutang
jangka pendek maupun panjang. Hutang yang dilakukan perusahaan bertujuan
untuk memperoleh dana. Dana yang telah dikumpulkan kemudian dibelanjakan
untuk memenuhi kebutuhan perusahaan. Akan tetapi untuk menentukan
proporsi utang yang sesuai kebutuhan perusahaan memang sangat sulit.
“Utang merupakan pengorbanan-pengorbanan ekonomik (economic
sacrifices) untuk menyerahkan aktiva atau jasa kepada entitas lain di masa
yang akan datang” (Slamet Sugiri, Bogat A. Riyono, dan Zuni Barokah,
2001:15).
Menurut Djarwanto (1996:29), “Hutang merupakan kewajiban
perusahaan kepada pihak lain untuk membayar sejumlah uang atau jasa pada
tanggal tertentu”. Para kreditur sebelum mengambil keputusan memberi atau
menolak permintaan kredit dari perusahaan, perlu menganalisis laporan
keuangan perusahaan yang bersangkutan. Hasil analisis digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya dan juga
membayar beban bunga dari hutang tersebut.
Agnes Sawir (2001:11) mengemukakan debts ratio atau rasio utang
memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan
yang dimiliki.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan Debts Ratio adalah
perbandingan antara total hutang terhadap total aktiva. Para kreditur perlu
mengetahui bahwa kredit yang diberikan itu mendapat jaminan yang cukup
dari aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan. “Prospek pengembalian yang
tinggi sangat diinginkan oleh investor, tetapi mereka enggan menghadapi
risiko” (Brigham dan Houston, 2001:86). Secara sistematis, Debts Ratio dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
DR=Total HutangTotal Aktiva
×100 %
“Semakin tinggi hasil persentasenya, cenderung semakin besar risiko
keuangannya bagi kreditur maupun pemegang saham” (Agnes Sawir,
2001:13). Semakin tinggi persentase Debts Ratio maka hal tersebut akan
berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena
sebagian keuntungan yang diperoleh digunakan untuk membayar pinjaman
pokok dan bunga pinjaman yang tentunya juga tinggi.
VII. Metode Penelitian
Di dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggabungkan antara
teori dengan data-data lapangan. Sehingga dari keduanya didapat pendekatan
penyelesaian masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu:
1. Studi Literatur, yakni dengan melakukan kajian pustaka mengenai
informasi penunjang yang diperoleh dari instansi terkait serta literatur-
literatur ilmiah yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang
dibahas dalam skripsi ini.
2. Penelitian di lapangan, yakni metode pengumpulan data di lapangan
dengan cara:
a. Survey atau observasi, yaitu metode yang dilakukan dimana penulis
melakukan pengamatan secara langsung dari perusahaan.
b. Wawancara (interview), dilakukan dengan cara tanya jawab secara
langsung dengan pihak yang berkepentingan dalam perusahaan untuk
mendapatkan data yang diperlukan.
3. Pengolahan data, yakni dengan melakukan beberapa perhitungan
mengenai rasio keuangan untuk evaluasi dan efisiensi untuk kemudian
disajikan dalam bentuk grafik-grafik atau rangkaian perhitungan dalam
penyelesaian masalah yang ada.
4. Analisa hasil pengelompokkan data
Dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif guna memperoleh
kesimpulan sementara. Selanjutnya kesimpulan sementara ini akan
diolah lebih lanjut dalam bagian pembahasan.
5. Kesimpulan
Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data yang
telah dilakukan dengan permasalahan yang diteliti.
VIII. Jadwal Kegiatan
BULAN
NO
.KEGIATAN Bulan Ke-I Bulan Ke-II Bulan Ke-III
I II III IV I II III IV I II III IV
1.Observasi
Lapangan
2. Studi Literatur
3. Pengambilan data
4. Pengolahan Data
5. Pembuatan draft
IX. Daftar Pustaka
Warga, Poetri Mustika. 2006. Kebangkrutan untuk menilai kinerja Keuangan
serta kelangsungan pada Pt. Mayora indah tbk beserta Anak perusahaan
(periode 2001-2005). Jakarta: Skripsi Manajemen.
Istiqlaliyah, Nida. 2007. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dalam Pengambilan
Keputusan Menyewa Alat Berat Pada Perusahaan Konstruksi di surabaya.
Surabaya: Tesis Bidang Keahlian Manajemen Proyek Konstruksi.
Brigham, Eugene F.dan Joul F Houston.2010. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.
Twersky, Fay and Karen Lindblom. 2012. Evaluation Principles And Practice. The William And Flora Hewlett Foundation: