proposal individu

28
Usulan Penelitian Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Krim yang Mengandung Ekstrak Rumput Laut Cokelat (Sargassum polycystum) OLEH Andisyah Putri Sekar 1206241722 KELAS MP-11 Pembimbing: Dra. Retnosari Andrajati, MS, Ph.D., Apt.

Upload: erik-baskara

Post on 08-Feb-2016

78 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

proposal

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Individu

Usulan Penelitian

Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Krim yang Mengandung Ekstrak Rumput Laut Cokelat (Sargassum polycystum)

OLEH

Andisyah Putri Sekar

1206241722

KELAS MP-11

Pembimbing:

Dra. Retnosari Andrajati, MS, Ph.D., Apt.

FAKULTAS FARMASI RUMPUN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2014

Page 2: Proposal Individu

PROPOSAL PENELITIAN MODUL METODOLOGI PENELITIAN RUMPUN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA Kampus UI Depok

A. LEMBAR UTAMA

1) Judul Penelitian

Uji Aktivitas Antioksidan Dalam Sargassum sp Dengan Menggunakan Metode DPPH dan Tiosianat.

2) Nama Peneliti

Andisyah Putri Sekar 1206241722

3) Pembimbing Penelitian

1. Nama : Dra. Retnosari Andrajati, MS, Ph.D., Apt.

2. Fakultas : Farmasi

4) Kata Kunci

Rumput Laut

Cokelat(Sargassum sp.)

Krim

Radikal Bebas Antioksidan

5) Jangka Waktu Penelitian (Bulan)

Penelitian dilakukan selama 3 bulan,yaitu dari tanggal 6 Juni - 20 Agustus

2014

6) Dana Penelitian

Rp 3.100.000,00

B. LEMBAR PERNYATAAN DAN PENGESAHAN 7) Pernyataan Peneliti

Dengan ini saya menyatakan:

Page 3: Proposal Individu

a. Penelitian dengan judul “Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Krim yang Mengandung Ekstrak Rumput Laut Cokelat (Sargassum polycystum)” merupakan penelitian orisinil bukan plagiat.

b. Sepakat untuk melakukan penelitian dengan judul “Formulasi dan Uji Stabilitas

Fisik Krim yang Mengandung Ekstrak Rumput Laut Cokelat (Sargassum

polycystum)”.

Peneliti

Andisyah Putri Sekar

Tanda Tangan Tanggal

8) Pengesahan Ketua Penanggung Jawab Modul Riset dan Pembimbing yang Bertanggung Jawab

Nama penanggung jawab modul METLIT1. Beti Ernawati Dewi S.Si., Ph.D.

2. Dewi Gayatri S.Kp., M.Kes

3. Herry Novrinda, S.K.G., M.Kes

4. dr. H. Kusdinar Achmad, MPH

5. Dra. Retnosari Andrajati, MS, Ph.D., Apt.

Tanda Tangan

Nama Pembimbing1. Dra. Retnosari Andrajati, MS, Ph.D., Apt.

Tanda Tangan

C. LEMBAR URAIAN PENELITIAN9) Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara maritime dengan luas lautan mencapai 5,8

juta km2 yang terdiri dari perairan teritorial, perairan laut 12 mil dan perairan

ZEE Indonesia.  Indonesia juga memiliki 17.504 buah pulau dengan  panjang

garis pantai 104.000 km (Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia, 2013). Hal ini menyebabkan Indonesia kaya akan keanekaragaman

hayati, salah satunya rumput laut. Sumber keanekaragaman hayati ini dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Staf Ahli Menteri

Pertanian Bidang Lingkungan, Mukti Sardjono, “Indonesia masuk dalam tiga

besar pemasok rumput laut di pasar internasional, dengan produksi nasional

pada 2012 mencapai 6,5 juta ton. karena itu pengembangan komoditas ini

Page 4: Proposal Individu

harus dioptimalkan."

Rumput laut merupakan komoditi terbesar yang dapat meningkatkan

devisa negara serta dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi di kawaan

pesisir Indonesia. Pemanfaatan rumput laut dibidang industri, baik untuk olahan

makanan, kosmetik, obat-obatan, dan bahan baku insutri, menjadikan

permintaan eksport rumput laut meningkat. Pemanfaatan rumput laut dapat

dilihat dari kandungan senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi manusia salah

satunya antioksidan yang terkandung di dalam rumput laut cokelat (Sargassum

polycystum).

Efek biologis dari antioksidan secara general telah banyak menarik

perhatian dalam beberapa tahun belakangan ini. Antioksidan merupakan

senyawa yang dapat memecah reaksi berantai radikal bebas dengan

menguraikan lemak peroksida menjadi produk akhir yang stabil. Jaringan lemak

oksidasi efektif diinhibisi oleh aksi sinergis beberapa enzim endogen seperti

superoxide dismutase dan glutathione peroxidase dan beberapa senyawa

antioksidan seperti selenium, ascorbic acid, tocopherols, β-carotene, flavonoids,

dan glutathione. Penelitian lebih lanjut menujukkan bahwa antioksidan dapat

digunakan sebagai pencegahan dalam pengobatan terapi untuk beberapa

penyakit seperti kardiovaskular, kanker, arthritis, dan penuaan. (Madhavi et al.

1995)

Antioksidan sintetik seperti BHA, BHT, PG, dan TBHQ sering digunakan

untuk mengontrol terjadinya oksidasi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan

antioksidan tersebut menyebabkan efek karsinogenik. Oleh karena itu penelitian

dan pengembangan antioksidan yang berasal dari alam sedang banyak

dilakukan sebagai alternaif pengganti antioksidan sintetik. Penelitian

menujukkan bahwa antioksidan alami memiliki antioksidatif lebih tingi daripada

antioksidan sintetis. Oleh karena itu, antioksidan alami mulai meningkat

penggunaanya dan menggantikan antioksidan sintetis. (Paiva dan Robert,

1999)

Sediaan kosmetik seperti krim untuk wajah sudah banyak dikembangkan

dalam memenuhi permintaan masyarakat dalam mengatasi permasalahan

peremajaan kulit. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyakit-penyakit pada

Page 5: Proposal Individu

kulit seperti penuaan. Wajah sangat rentan terpapar oleh senyawa-senyawa

yang dapat merusak bagian-bagian kulit seperti radikal bebas. Hal ini

menyebabkan wajah menjadi kusam dan kekurangan vitamin-vitamin yang

dapat melembutkan kulit. Oleh karena itu, banyak sediaan kosmetik yang

dikembangkan untuk membantu permasalahan peremajaan kulit. Kandungan

antioksidan di dalam sediaan krim pada wajah diharapkan dapat membantu

permasalahan peremajaan kulit. Antioksidan yang terkandung dalam rumput

laut cokelat (Sargassum polycystum) menjadi alternatif zat aktif yang dapat

membantu mencerahkan dan melembutkan kulit.

Melaui penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan

ekstrak dan serbuk dari simplisia rumput laut cokelat (Sargassum polycystum)

sebagai bahan aktif alternatif dalam sediaan krim bagi wajah yang berfungsi

mencerahkan dan melembutkan kulit. Sargassum polycystum memiliki banyak

manfaat salah satunya kandungan senyawa antioksidan yang dapat membantu

mengangkat sel kulit mati sehingga mencerahkan dan melembutkan kulit. Oleh

karena itu, peneliti menggunakan ekstrak Sargassum polycystum sebagai

bahan aktif alternatif dalam pembuatan sediaan krim untuk wajah.

10) Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Apakah ekstrak Sargassum polycystum dapat digunakan sebagai bahan

alternatif antioksidan alami yang terkandung dalam sediaan krim untuk

wajah?

b. Apakah penggunaan ekstrak Sargassum polycystum sebagai

antioksidan alami stabil penggunaanya dalam sediaan krim?

11) Tujuan Umum dan Tujuan Khusus serta Manfaat Penelitian

11.1. Tujuan11.1.1.Tujuan Umum:

Untuk membuat bahan alternatif yang berfungsi mencerahkan kulit yang

lebih murah dan efektif dari ekstrak Sargassum polycystum.

Page 6: Proposal Individu

11.1.2.Tujuan Khusus:a. Untuk mengetahui bahwa Sargassum polycystum memiliki kandungan

senyawa antioksidan alami yang tinggi dibandingkan zat aktif yang biasa

digunakan dalam sediaan krim yang berfungsi untuk mencerahkan kulit.

b. Untuk mengetahui bahwa ekstrak dari Sargassum polycystum dapat

digunakan sebagai zat aktif dan stabil penggunaannya dalam sediaan

krim

11.2. Manfaat Penelitian

11.2.1. Manfaat UmumHasil penelitian ini diharapkan mampu menciptakan salah satu satu

sediaan kosmetik, yaitu krim yang dapat mencerahkan kulit dengan

mengoptimalkan rumput laut cokelat (Sargasum polycystum) yang banyak

dibudidayakan di Indonesia dan menghasilkan sediaan yang efektif dan

murah.

11.2.2. Manfaat bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat menjadi pengalaman bagi mahasiswa atau

peneliti.

12) Tinjauan Pustaka 12.1 Sargassum polycystum

Sargassum sp merupakan genus dari alga cokelat dalam ordo Fucales.

Tidak banyak yang tahu bahwa Sargassum sp adalah salah satu jenis rumput laut

yang saat ini permintaannya cukup tinggi. Sargassum sp adalah jenis rumput laut

penghasil alginat yang cukup tinggi, sangat berbeda dengan dua jenis rumput laut

komersial yang lainnya. (Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya, 2012)

12.1.1 Taksonomi

Berikut ini adalah klasifikasi dari Sargassum sp. menurut

Atmaja et al (1996).

Kingdom : Chromalveolata

Phylum : Heterokontophyta

Page 7: Proposal Individu

Class : Phaeophyceae

Order : Fucales

Family : Sargassaceae

Genus : Sargassum

Spesies : Sargassum polycystum C. Agardh

12.1.2 Morfologi

Sargassum sp. memiliki bentuk thallus gepeng, banyak

percabangan yang menyerupai pepohonan di darat, bangun daun

melebar, lonjong seperti pedang, memiliki gelembung udara yang

umumnya soliter, batang utama bulat agak kasar, dan holdfast

(bagian yang digunakan untuk melekat) berbentuk cakram. Pinggir

daun bergerigi jarang, berombak, dan ujung melengkung atau

meruncing Sargassum biasanya dicirikan oleh tiga sifat yaitu adanya

pigmen coklat yang menutupi warna hijau, hasil fotosintesis

terhimpun dalam bentuk laminaran dan alginat serta adanya flagel.

(Anggadiredja et al, 2006).

12.1.3 Penyebaran

Penyebaran rumput laut cokelat jenis Sargassum polycystum,

yaitu P.P. Anambas, Bangka-Belitung, Natuna, Selat Sunda (Pantai

Merak, Anyer, Cilurah Sambolo, Cidatu), Kepulauan Seribu, Pantai

Bali (Tanjung Benoa), Pantai Lombok (Tj. Sirah, Kuta, Tk. Gerupuk,

Tk. Sepi), Sulawesi Utara (teluk Kwandang, P. Ruang, P.

Tagulandang, dan P. Pasige), dll. (www.oseanografi.lipi.go.id)

12.1.4 Kandungan

Sargassum polycystum mengandung alginat, vitamin C,

vitamin E (α-tocopherol), mineral, karotenoid, klorofil, florotanin,

polisakarida sulfat, asam lemak, dan asam amino (Matanjun, 2008 ;

Raghavendran, 2005). Sargassum polycystum juga mengandung

senyawa metabolit sekunder yaitu steroid/ triterpenoid (Anggadiredja,

Page 8: Proposal Individu

2009).

Hasil penelitian yang ada menunjukkan kandungan senyawa

yang dimiliki dari ekstrak Sargassum polycystum berdasarkan bobot

kering, kecuali kandungan vitamin C, memiliki kandungan protein

5,40% dan dengan rumput laut cokelat dalam rentang (3-15% bobot

kering) serta rumput laut merah dalam rentang (10-47% bobot kering)

(Arasaki and Arasaki 1983; Darcy-Vrillon 1993; Mabeau dan

Fleurence 1993). Total serat yang terkandung dalam Sargassum

polycystum sebesar (39,67%). Kandungan α-tocopherol yang

terkandung dalam Sargassum polycystum sangat tinggi dibandingkan

E. Cottonii dan C.lentilifera, yaitu (11.29 mg 100 g−1). α-tocopherol

(Vitamin E) dapat membantu untuk menginhibisi oksidasi LDL dan

prostaglandin dan transformasi tromboxan (Burtin, 2003). Alga

Phaeophyta dilaporkan banyak mengandung α-tocopherol

dibandingkan Rhodophyta dan Chlorophyta (Sánchez-Machado et al.

2002). Rumput laut jenis alga cokelat merupakan sumber alami

vitamin C dan α-tocopherol. (Matanjun et al, 2009)

α-tocopherol (mg/100g DW) 11,29+0,61c

vitamin C (mg 100 g-1 WW) 34,5+0,61a

Sumber: Journal of Nutrient content of tropical edible seaweeds,

Eucheuma

cottonii, Caulerpa lentillifera and Sargassum polycystum.

(Matanjun et al, 2009)

Gambar 4. Perbandingan kandungan senyawa yang dikandung

oleh rumput laut jenis E. Cottonii, C. Lentilfera, dan S. Polycystum

12.4.1.1.Vitamin C

Vitamin C (Asam Askorbat mengandung tidak kurang dari 99% dan

tidak lebih dari 100,5% C6H8O6. Kelarutanya larut dalam air; agak sukar larut

dalam etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzene.

Page 9: Proposal Individu

(Farmakope Indonesia Edisi IV, 1979). Vitamin C memilik manfaat yang

sangat banyak bagi tubuh, salah satunya sebagai antioksidan untuk

memerangkap radikal bebas di dalam tubuh.

12.1.4.2 Vitamin E ( Alfa Tokoferol)

Vitamin E adalah bentuk dari alfa tokoferol. Pemerian praktis tidak

larut dan tidak berasa. Kelarutannya tidak larut dalam air, larut dalam etanol,

dapat bercampur dengan eter, dengan aseton, dengan minyak abati, dan

dengan kloroform (Farmakope Indonesia Edisi IV,1979). Peran dari

metabolisme antioksidan aktivitas vitamin E bersinergis dengan vitamin C,

reduksi glutation, NADPH, transpor elektron sel protein (Baskin et al, 1997).

12.1.4.3 Karotenoid

β-karoten yang terkandung di dalam rumput laut cokelat merupakan

antioksidan alami yang dapat menangkal radikal bebas.Isomer αdan β dari

karotenoid mengandung 2 cincin sikloheksenil.Komponen ini cukup sensitif

terhadap cahaya dan oksidasi.Salah satu cara β-karoten dalam emnagkal

radikal bebas adalah dengan memerangkap radikal alkil peroxyl (R-O-O)

(Baskin et al, 1997).

12.1.5 Khasiat

Rumput laut umumnya dapat digunakan sebagai stabilisator,

pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat dan pencegah kristalisasi

dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, dan lain-lain.

Kandungan yang dimiliki oleh rumput laut jenis Sargassum polycystum

sebagai penghasil antioksidan dapat dimanfaatkan untuk beberapa sediaan

yang dapat menangkal radikal bebas di dalam tubuh. Sampat saat ini banyak

penelitian yang mengembangkan pemanfaatan rumput laut cokelat jenis

Sargassum polycystum.

12.2 Kulit

Kulit merupakan suatu organ tubuh yang terletak paling luar dan mempunyai

Page 10: Proposal Individu

luas area sekitar 1,5 mm2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Fungsi kulit

antara lain adalah sebagai organ pengatur panas, sebagai indera peraba, dll. Kulit

tediri dari tiga lapisan, yaitu epidermis yang merupakan bagian terluar kulit, lapisan

dermis yang tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening, ujung-

ujung saraf, dan lapisan jaringan dibawah kulit yang berlemak disebut hypodermis

atau jaringan adiposa (Alfred et al, 1993; Pearce, 1983).

Kulit manusia memiliki pH berkisar 4,5-6,5. Suasana asam ini disebabkan

oleh keadaan kulit yang memiliki senyawa asam amino dan asam lemak bebas

seperti asam laktat, yang merupakan ekskresi dari kelenjar sebaseus. Lapisan ini

merupakan mantel kulit yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan bakteri dan

zat kimia yang dapat merusak jaringan

Produk yang terlalu asam ataupun alkalis dapat merusak kulit sehingga kulit

tidak terlindungi. Kulit membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam untk membentuk mantel

asam kembali, pada saat itu kulit dalam keadaan sensitive. Oleh karena itu,

pembuatan formula sediaan topikal harus memperhatikan pH sediaan. (Pearce,

1983)

12.3. Radikal Bebas dan Antioksidan

Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai spesi molekul yang mempunyai

kemampuan tidak bergantung keberadaanya dan terdiri dari atom elektron yang

tidak berpasangan. Kehadiran elektron yang tidak berpasangan menjadi sifat umum

tertentu yang dimiliki radikal bebas. Banyak radikal bebas tidak stabil dan sangat

reaktif. Mereka dapat mendonorkan elektron atau menerima elektron dari molekul

lain, oleh karena itu mereka dapat bertindak sebagai oksidator dan reduktor. (Lobo

et al, 2010; Cheeseman KH dan Slater TF, 1993)

Radikal bebas menyerang makromolekul penting memimpin kerusakan sel

dan gangguan homeostatik.Target dari radikal bebas adalah seluruh molekul di

dalam tubuh.Dari semuanya lemak, asam nukleat, dan protein adalah target utama

(Lobo et al, 2010). Radikal bebas didapat dari hasil sampingan proses metabolisme

di dalam tubuh maupun paparan dari luar. Sumber radikal bebas dari luar tubuh

seperti paparan X-ray, ozon, asap rokok, polusi udara dan senyawa kimia dari

industri (Lobo et al, 2010; Bagchi K dan Puri S, 1998).

Page 11: Proposal Individu

Radikal bebas dapat memicu beberapa penyakit seperti penyakit

kardiovaskular, kanker, arthritis, dan penuaan (Madhavi et al. 1995). Oleh karena

itu, untuk menangkal radikal bebas tubuh memiliki enzim-enzim antioksidan yang

dapat mecegah dan memusnahkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh

dalam jumlah yang banyak dengan menghambat terjadinya oksidasi sel-sel yang

mengakibatkan terjadinya oksidasi di dalam tubuh.Antioksidan merupakan molekul

yang cukup stabil untuk mendonorkan elektron untuk mengikat radikal bebas dan

menetralisasikan (Lobo et al, 2010). Contoh senyawa yang bertindak sebagai

antioksidan seperti asam askorbat (Vitamin C), α-tocopherol (Vitamin E), β-karoten,

ubiquinone (koenzim Q) (Baskin et al, 1997).

Senyawa antioksidan yang terkandung dalam ekstrak Sargassum

polycystum yaitu senyawa yang terdapat pada pigmen rumput laut tersebut seperti

asam askorbat (Vitamin C), α-tocopherol (Vitamin E) dan β-karoten.

12.4. Krim

Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak

kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.Ada dua tipe krim, krim

tipe minyak-air dank rim tipe air-minyak (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995).

Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil terdiri dari dua fase yang tidak

dapat bercampur satu dengan lainnya, yaitu fase hidrofil dan lipofil.Bila fase lipofil

terdispersi dalam fase terhidrofil maka sistem ini disebut emulsi minyak di dalam air

(M/A), dan sebaliknya jika fase hidrofil terdispersi dalam fase lipofil maka emulsi ini

disebut emulsi air dalam minyak (A/M).Komponen yang terdispersi dalam suatu

emulsi dinyatakan sebagai fase terdispersi atau fase dalam.Komponen yang

mengandung cairan terdispersi dinyatakan sebagai bahan pendispersi atau fase luar

atau fase kontinyu. (Ansel, 1989)

Stabilitas fisik krim rusak, jika terganggu sistem campurannya terutama

disebabkan perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan

salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat

pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. (Farmakope Indonesia edisi IV,

1995)

Pembuatan suatu emulsi yang stabil memerlukan zat pengemulsi. Zat

Page 12: Proposal Individu

pengemulsi berfungsi menstabilkan emulsi dengan cara menempati antar

permukaan tetesan fase internal dan eksternal. Zat pengemulsi dibedakan menjadi

tiga golongan, yaitu surfaktan, koloid hidrofilik, dan zat padat yang terbagi halus.

Surfaktan dibagi menjadi empat golongan (Voigt, 1994; Ansel 1989).

1. Emulgator anionik, dalam larutan air terdisosiasi membentuk ion

negatif. Emulgator ini digunakan untuk obat yang memerlukan pH

basa. Contoh: trietanolamin stearat, natrium lauril sulfat

2. Emulgator kationik, dalam larutan air terdisosiasi membentuk ion

positif. Pengemulsi ini dipilih untuk obat yang memerlukan pH asam.

Contoh: benzalkonium klorida, setrimid, setilperidium klorida

3. Emulgator non ionic, pengemulsi ini bereaksi netral, dalam medium

air tidak membentuk ion, sehingga tidak dipengaruhi oleh elektrolit

dan netral terhadap pengaruh kimia. Emulgator non ionik dapat

bercampur dengan sebagian besar bahan obat. Contoh: tween, span,

gliseril mono stearat

4. Emulgator amfoter, adalah senyawa kimia yang menunjukkan bagin

kationik dan anionik dalam molekulnya, terionisasi dalam larutan air.

Contoh: lesitin

Agar stabilitas krim terjaga maka diperlukan bahan-bahan tambahan seperti

bahan pengawet, pengkelat, pengental, pelembab, pewarna, pewangi, antioksidan,

dan humektan. Penambahan bahan pengawet dimaksud untuk mencegh

kontaminasi mikroba selama proses pembuatan maupun selama penyimpanan dan

penggunaan. Beberapa pengawet yang umum digunakan pada sediaan krim antara

lain: asam benzoat, nipagin, nipasol, fenol, dan lain-lain (Lachman dan H. A

Lieberman, 1994; Ansel, 1989)

Pada umumnya suatu emulsi mengandung humektan atau pelembab dalam

fase air dengan tujuan untuk mencegah penguapan air dari krim dan memberikan

rasa sejuk pada pemakaian, seperti: gliserin, sorbitol, propilenglikol. (Godwin G,

1992)

Antioksidan ditambahkan untuk mencegah oksidasi komponen-komponen

senyawa organik seperti minyak-minyak tak jenuh yang dapat menyebabkan

ketengikan. Contoh antioksidan antara lain: vitamin E, butyl hidroksi toluene (BHT)

Page 13: Proposal Individu

dan butyl hidroksi anisol (BHA). (Wilkinson JB, 1982)

12.4.1 Bahan – bahan yang Terkandung Dalam Krim

Nama Bahan KeteranganAsam Stearat Asam stearat kelarutannya sangat sedikit larut dalam air; larut dalam

alkohol; benzene kloroform; aseton; karbon tetraklorida; karbon disulfide;

amil asetat dan toluene. (Merck, 1976)Stearil

Alkohol

Karakteristik stearil alkohol adalah putih lengket atau granul denga sedikit

rasa campur . Berfungsi sebagai zat pengeras . (Rowe et al, 2009)

Setil Alkohol Setil alkohol mengandung tidak kurang dari 90% C6H34O, selebihnya terdiri

dari alkohol lain yang sejenis. Kelarutannya tidak larut dalam air;larut

dalam etanol dan dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu.

(Farmakope Indonesia Edisi IV,1995)

Tween 60 Kelarutannya larut dalam air, dalam etil asetat dan dalam toluene; tidak

larut dalam minyak mineral dan minyak nabati. (Farmakope Indonesia

Edisi IV,1995)

Span 60 Span 60 merupakan ester dari sorbitan. Kelarutannya sebagian di dalam

air; tidak larut dalam kerosene, metil oleat, dan butyl stearat.

Propilenglikol Cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau, rasa sedikit manis, dan

pedas seperti gliserin. Propilen glikol dapat bercampur den

kloroform, etanol, gliserin, dan air; larut dalam 6 bagian eter, tidak

bercampur dengan minyak mineral, tetapi larut dalam beberapa minyak

esensial.

Metil Paraben Pemeriannya adalah serbuk kristal, tidak berbau, dan berwarna putih.

Nipagin sangat larut dalam etanol, eter, propilen glikol, dan air panas.

Propil

Paraben

Nipasol larut dalam aseton, etanol, metanol, propilen glikol, dan air panas.

(Wade&Weller, 1994).

Alfa Tokoferol Pemerian praktis tidak larut dan tidak berasa. Kelarutannya tidak larut

dalam air, larut dalam etanol, dapat bercampur dengan eter, dengan

aseton, dengan minyak abati, dan dengan klorofor. (Farmakope Indonesia

Page 14: Proposal Individu

Edisi IV,1995)

Dimetikon Dimetikon kelarutannya tidak larut dalam air, dalam metanol, dalam etanol

dan dalam aseton; sangat sukar larut dalam isopropanol; larut dalam

hidrokarbon terklorinasi, dalam benzene, dalam toluene, dalam xilena,

dalam eter dan dalam heksana. (Farmakope Indonesia Edisi IV,1995)

12.5 Kerangka Teori

12.5 Kerangka Konsep

13) Definisi Operasinal

13.1 Definisi Operasional

13.1.1 Stabilitas Krim

Stabilitas fisik krim memiliki banyak karakteristik seperti stabil pada suhu

kamar, suhu tinggi, suhu rendah, pH konstan, ukuran tetes terdispersi konstan,

viskositas konstan, dan tidak terjadi creaming.

Page 15: Proposal Individu

14) Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia, Depok. Prosedur penelitian ini mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan

sebelumnya. Peneliti mengacu pada jurnal penelitian dari Ermina Pakki, dkk, 2010.

Perbedaan metode formulasi pembuatan krim sebelumnya menggunakan ekstrak rumput

laut merah (Euchema spinosum) sedangkan peneliti menggunakan ekstrak rumput laut

cokelat (Sargassum polycystum)

14.1 Alat dan Bahan Yang Digunakan

14.1.1 Alat

Gelas piala, gelas ukur, labu erlenmeyer, labu tentukur, mikroskop+mikrometer,

tangas air, pengaduk elektrik, perangkat alat maserasi, perangkat uji konduktivitas

(bola lampu, kabel, sumber arus listrik), pH meter, plat tetes, rotavapor,

spektrofotometri UV-Vis, thermometer, vial, viskometer Brookfield.

14.1.2 Bahan

Air suling, asam stearat, rumput laut Sargassum polycystum, metanol teknis, metanol

pa, metil paraben, n-hexan, polisorbat, 60, propil paraben, propilenglikol, setil alkohol,

stearil alkohol, dimeticon, sorbitol 60, sudan III, 1-tokoferol.

14.2 Pembuatan Ekstrak

Sampel rumput laut Sargassum polycystum yang telah dicuci bersih, dikeringkan

dalam oven, lalu diserbukkan dan diayak dengan ayakan no. 14 mesh. Sampel kemudian

ditimbang 1800 gram dan dilakukan penyarian menggunakan metanol. Proses selanjutnya

yaitu ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut n-hexan-air. Ekstrak n-hexan yang diperoleh

kemudian dipekatkan dengan cara diangin-anginkan hingga diperoleh ekstrak kental

sebanyak 61,428 g.

14.3 Pengujian Pendahuluan Ekstrak Metanol Sargassum Polycystum

Dilakukan pengujian pendahuluan untuk menentukan golongan senyawa ekstrak

rumput laut antara lain uji saponin, flavonid, terpen, tannin, dan alkaloid

14.4 Penentuan Aktivitas Serapan UV Dari Ekstrak Rumput Laut Sargassum

Page 16: Proposal Individu

polycystum

Ekstrak rumput laut ditimbang sejumlah 50 mg kemudian dilarutkan dengan n-hexan

pada labu tentukur hingga 100 ml diperoleh konsentrasi 500 bpj (larutan stok). Kemudian

dari larutan tersebut dipipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, dan 10 ml, masing-masing

dicukupkan volumenya dengan n-hexan pada labu tentukur higga 50 ml, diperoleh 5

konsentrasi, yaitu 20 bpj, 40 bpj, 60 bpj, 80 bpj, dan 100 bpj. Masing-masing konsentrasi

diukur serapannya menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis pada panjang gelombang yang

dapat menimbulkan eritema, yaitu 290-372 nm.

14.5 Rancangan Formula

Dibuat 3 rancangan formula krim tipe M/A menggunakan ekstrak rumput laut

Sargassum polycystum dengan variasi emulgator.

Tabel. Rancangan Formula

No Bahan Konsentrsi (%)

Krim I Krim II Krim III

1 Ekstrak Rumput Laut 0,5 0,5 0,5

2 Asam Stearat 4 4 4

3 Stearil Alkohol 1 1 1

4 Setil Alkohol 2 2 2

5 Tween 60 1,85 2,77 3,7

6 Span 60 0,15 0,23 0,3

7 Propilenglikol 10 10 10

8 Metil Paraben 0,18 0,18 0,18

9 Propil Paraben 0,02 0,02 0,02

10 Alfa-Tokoferol 0,05 0,05 0,05

11 Dimeticon 1 1 1

12 Air Suling 79,25 78,25 77,25

Keterangan:

I : Krim dengan konsentrasi emulgator tween60-span 60 2%

Page 17: Proposal Individu

II : Krim dengan konsentrasi emulgator tween60-span 60 3%

III : Krim dengan konsentrasi emulgator tween60-span 60 4%

14.6 Pembuatan Krim

14.6.1 Cara Pembuatan

Menggunakan emulgator tween 60 dan span 60 konsentrasi 2%

1. Fase minyak dibuat dengan melebur berturut-turut asam stearat, setil alkohol,

stearil alkohol, span 60 (emulgator) di atas tangas air, kemudian ditambahkan

propel paraben, alfa tokoferol (suhu dipertahankan pada 70° C.

2. Fase air dibuat dengan melarutkan metil paraben dalam air yang telah

dipanaskan hingga 70° C, kemudian ditambahkan propilenglikol, trietanolamin,

dimeticon, dan tween 60 (emulgator).

3. Emulsi dibuat dengan cara menambahkan fase minyak ke dalam fase air sambil

diaduk dengan pengaduk elektrik sampai terbentuk emulsi yang homogen.

4. Ekstrak digerus dalam mortar kemudian ditambakan dasar krim sedikit demi

sedikit pada suhu 55° C - 45° C lalu diaduk dengan pengaduk elektrik sampai

homogen.

Cara yang sama dilakukan untuk emulgator tween 60 dan span 60 dengan

konsentrasi 3% dan 4%.

14.6.2 Penentuan Tipe Krim

1. Daya Hantar Listrik

Krim yang telah dibuat dimasukkan dalam gelas piala, kemudian dihubungkan

dengan rangkaian arus listrik, apabila lampu menyala maka tipe krim adalah M/A.

2. Metode Dispersi Larutan Zat Warna

Krim yang telah dibuat dimasukkan dalam vial, kemudian ditetesi beberapa tetes

larutan sudan III. Jika warna kuning kejinggaan terbentuk dalam tetesan-tetesan

kecil maka tipe krim ini adalah tipe M/A.

14.7 Evaluasi Kestabilan Krim

14.7.1 Pemerian krim

Page 18: Proposal Individu

Krim yang telah dibuat diperiksa bau dan warna sebelum dan sesudah

dilakukan penyimpanan yang dipercepat, tiap satu siklus.

14.7.2 Pengukuran pH Krim

Dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter yang meliputi: pH

basis, pH basis dengan ekstrak rumput laut, pH krim sesudah dilakukan kondisi

penyimpanan yang dipercepat.

14.7.3 Pengukuran Volume Kriming

Krim sebanyak 25 ml dimasukkan dalam gelas ukur dan dan disimpan

bergantian pada suhu 5° C dan 35° C (1 siklus). Masing-masing selama 12 jam.

Siklus ini diulangi selama 10 kali dan pengamatan volume kriming dilakukan setelah

tiap 1 siklus penyimpanan.

14.7.4 Pegukuran Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan terhadap sediaan krim yang telah dibuat

sebelum dan sesudah kondisi penyimpanan dipercepat. Kemudian krim yang telah

dibuat disimpan bergantian pada suhu 5° C dan 35° C (1 siklus). Masing-masing

selama 12 jam. Siklus ini diulangi 10 kali, pengukuran viskositas dilakukan dengan

menggunakan viscometer Brookfield pada 50 putaran per menit (rpm), menggunakan

spindle no 6.

14.7.5 Pengukuran Tetes Terdispersi

Sediaan yang telah jadi dilakukan pengukuran tetes terdispersi sebelum dan

sesudah diberi kondisi penyimpanan dipercepat setelah siklus ke sepuluh.

Pengamatan ukuran tetes terdispersi dilakukan menggunakan

mikroskop+mikrometer, setelah diperoleh perbesaran dan perbandingan skala

mikrometer okuler dan mikrometer obyektif yang sesuai maka diamati rentang ukuran

partikeltetes terdipersi.

15) Daftar Pustaka

Page 19: Proposal Individu

1. Alfred M., James S., Arthur C. (1993). Farmasi Fisik , Dasa-dasar Kimia Fisik

dalam Ilmu Farmasetik Edisi III. Terj Dari Physical Pharmacy, Physical

Chemical Prinsiples in The Pharmaceutical Sciences. Oleh Joshita. Jakarta:

Universitas Indonesia Press.

2. Anggadiredja, T., et al. (2006). Rumput Laut. Jakarta: Penerbit Penebar

Swadaya.

3. Anonim., (1976) “The Merck Index”, Merck and CO.Inc, New Jersey.U.S.A.

4. Ansel, C. Howard. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed.4,

terjemahan Farida Ibrahim. Jakarta: UI-Press, 1989: 376,380-381,489

5. Arasaki S, Arasaki T (1983) Vegetable from the sea. Japan Pub, Tokyo.

6. Aslan, L.M. (1991). Seri Budi Daya Rumput Laut. Kanisius.Yogyakarta.

7. Atmadja, W. S., Kadi, A., Sulistijo & Satari, R. (1996). Pengenalan Jenis-

Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Puslitbang Oseanologi LIPI.

8.  Bagchi K, Puri S. (1998). Free radicals and antioxidants in health and

disease. East Mediterranean Health Jr. 4: 350–60.

9. Baskin SI., Harry S. (1997). Oxidants, Antioxidants, and Free Radicals.

Washington, DC: Taylor & Francis.

10. Burtin P (2003) Nutritional value of seaweeds. Elec J Environ Agric Food

Chem 2:498–503

11. Cheeseman KH, Slater TF. ( 1993). An introduction to free radicals

chemistry. Br Med Bull. 49: 481–93.

12. Darcy-Vrillon B (1993) Nutritional aspects of the developing use of marine

macroalgae for the human food industry. Int J Food Sc Nutr 44:23–35

13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia

edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

14. Frie B, Stocker R, Ames BN. (1988). Antioxidant defences and lipid

peroxidation in human blood plasma. ProcNatlAcad Sci. 37: 569–71.

15. Godwin G. (1992). Harrys’s Cosmeticology 7th ed. London:

16. Indriani, Sumarsih. (2001). Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Rumput

Laut. Jakarta: PT. Penebar Swadaya

17. John D. Wehr, et al. (2002). Fresh Algae of North America: Ecology and

Classification (Aquatic Ecology) ed. 1. San Diego, California: Academic

Press.

18. Kementerian kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan

Page 20: Proposal Individu

Budidaya. Mengenal Sargassum sp dan Manfaatnya. Hits: 1239 | Ditulis

pada: 2012-07-05

19. Lachman L., H.A. Lieberman. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri, jilid

II, Alih bahasa Siti Suyatmi, Jakarta: UI-Press.

20. Liu T, Stern A, Roberts LJ. (1999). The isoprostanes: Novel prostanglandin-

like products of the free radical catalyzed peroxidation of arachidonic acid. J

Biomed Sci.  6: 226–35.

21. Lobo et al. (2010). Free Radicals, Antioxidants and Functional Foods; Impact

on Human Health. Pharmacogn 4(8): 118–126.

22. Mabeau S, Fleurence J (1993) Seaweed in food products: biochemical and

nutritional aspects. Trends Food Sci Technol 4:103–107

23. Madhavi, D.L., et al. (1995). Food Antioxidant , Technological, Toxilogical,

and Health Prespectives. New York-Bassel-Hongkong: Marcel dekker, Inc.

24. Matanjun P., et al. (2009). Nutrient content of tropical edible seaweeds,

Eucheuma cottonii, Caulerpa lentilifera and Sargassum polycystum. J Apply

Phycol 21: 75-80.

25. Paiva, A.R and Robert, M.R. (1999). β-Carotene and Carotenoids As

Antioxidants. Journal of the American College of Nutrition, Vol. 18,No. 5:

426-433.

26. Pakki, E., et al. (2010). Formulasi Dan Evaluasi Kestabilan Fisik Krim Ekstrak

Rumput Laut Euchema Spinosum. Universitas Hasanudin: Seminar Ilmiah

nasional Dalam Rangka Dies Natalis UNHAS ke-54.

27. Pearce E.C.. (1983). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT

Gramedia.

28.  Rock CL, Jacob RA, Bowen PE. (1996). Update of biological characteristics

of the antioxidant micronutrients - Vitamin C, Vitamin E and the

carotenoids. J Am Diet Assoc. 96: 693–702. 

29. Rowe, R.C., Sheskey, P.J. and Quinn M., E. (2009). Handbook of

Pharmaceutical Excipients. Lexi-Comp: American Pharmaceutical

Association, Inc. Page 418, 685.

30. Sánchez-Machado DI, López-Hernández J, Paseiro-Losada P (2002) High-

perfomance liquid chromatographic determination of a-tocopherol in

macroalgae. J Chromatogr A 976:227-84.

Page 21: Proposal Individu