prooppoossaall nddiisseemmiinaassii percepatan...
TRANSCRIPT
i
MAK: 5036.0459B
PPRROOPPOOSSAALL DDIISSEEMMIINNAASSII
PERCEPATAN PENGEMBANGAN INOVASI
TEKNOLOGI PUPUK DAN BAHAN ORGANIK
Dr. Irawan
BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2012
ii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RDHP : Percepatan Pengembangan Inovasi Teknologi Pupuk dan Bahan Organik
2. Unit Kerja : Balai Penelitian Tanah 3. Alamat Unit Kerja : Jl. Juanda No. 98 Bogor 4. Sumber Dana : DIPA/RKAKL Satker : Balai Penelitian Tanah Tahun Anggaran 2012
5. Status Penelitian : Lanjutan 6. Penanggungjawab RDHP a. Nama : Dr. Irawan, MS b. Pangkat/Golongan : Pembina/IVb c. Jabatan Fungsional : Peneliti Madya
7. Lokasi Kegiatan : Provinsi/BPTP Jambi, Sumatera Selatan,
Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Bengkulu,
Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur
8. Agroekosistem : Lahan sawah dan lahan kering 9. Tahun mulai : 2010 10. Tahun selesai : 2014 11. Output tahunan : - Produk dan teknologi unggulan Balittanah
Tersosialisasikan - Pemandu lapangan SLPTT terlatih - Umpan balik penerapan inovasi teknologi
12. Output akhir : Peningkatan produktivitas tanah dan produksi pangan, khususnya padi, jagung, dan kedelai
13. Biaya Penelitian Rp. 275.000.000,- (Dua ratus tujuh puluh lima
juta rupiah)
Koordinator Program Dr. Husnain NIP.19730910 200112 2 001 Mengetahui, Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc. NIP.19600329.198403.1.001
Penanggungjawab RDHP
Dr. Irawan, MS NIP.19581128 198303 1 002
Kepala Balai Penelitian Tanah Dr. Ir. Sri Rochayati, M.Sc. NIP.19570616 198603 2 001
iii
RINGKASAN USULAN PENELITIAN
1 Judul RDHP : Percepatan Pengembangan Inovasi Teknologi Pupuk dan Bahan Organik
2. Nama dan Alamat Unit Kerja/ Unit Pelaksana Teknis
: Balai Penelitian Tanah Jalan Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123
3. Sifat Usulan Penelitian : Lanjutan
4. Penanggungjawab : Dr. Irawan, MS
5. Justifikasi : 1. Agar program pemupukan berimbang dan penggunaan bahan organik lebih memasyarakat dan diadopsi oleh petani, maka diperlukan diseminasi berupa pelatihan, pendampingan dan monitoring pemanfaatan inovasi teknologi pupuk dan bahan organik di daerah sentra produksi pertanian pada lahan sawah dan lahan kering, khususnya lokasi SL-PTT padi, jagung, dan kedelai
2. Guna mendapatkan pupuk organik yang berkualitas, selain aspek quality control diperlukan pelatihan mengenai prinsip, manfaat dan teknik pembuatan kompos yang baik dan metode pengkayaannya
3. Balai Penelitian Tanah telah menghasilkan
perangkat uji tanah, uji pupuk, formula
pupuk anorganik, pupuk organik dan
pembenah tanah yang dapat disosialisasikan
kepada pengguna sehingga dapat digunakan
secara luas.
4. Balai Penelitian Tanah memperoleh mandat
untuk membantu meningkatkan penerapan
teknologi pengelolaan tanah, pupuk dan
bahan organik untuk meningkatkan produksi
tanaman pangan, terutama pada BPTP yang
mdenjadi binaan Badan Litbang Pertanian
6. a. Tujuan jangka pendek
:
1. Melakukan pendampingan dan pengawalan
penerapan teknologi pada lahan sawah dan
lahan kering melalui peningkatan
pengetahuan pemandu lapangan (PL) SL-PTT
mengenai pemupukan berimbang,
penggunaan perangkat uji tanah dan pupuk,
pembuatan pupuk organik, dan konservasi
tanah.
iv
b. Tujuan jangka panjang
:
2. Monitoring penerapan inovasi teknologi
pupuk dan pengelolaan bahan organik pada
lahan sawah dan lahan kering.
3. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan akses penyuluh/petugas pertanian dan
kontak tani terhadap inovasi teknologi pupuk
dan pengelolaan bahan organik, dan
mempercepat adopsi teknologi yang dapat
meningkatkan produktivitas lahan.
7. Luaran yang diharapkan a. Jangka pendek b. Jangka panjang
: :
1. Minimal 100 orang pemandu lapangan SL-
PTT atau petugas pertanian lapangan menjadi peserta pelatihan sehingga mampu menggunakan perangkat uji tanah dan pupuk secara mandiri untuk menyusun rekomendasi pemupukan, mengetahui cara-cara pembuatan pupuk organik/kompos berkualitas, memahami prinsip pemupukan berimbang, dan konservasi tanah.
2. Satu paket informasi umpan balik dari PL-SLPTT dan/atau kontak tani tentang penerapan inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan bahan organik pada lokasi kegiatan.
Para petugas pertanian lapangan, termasuk PL SL-PTT dapat mengakses inovasi teknologi pupuk, pembenah tanah dan pengelolaan bahan organik yang efektif untuk mendukung peningkatan produktivitas tanah dan tanaman.
8. Outcome : 1. Peningkatan produktivitas tanaman pangan
melalui penerapan pemupukan berimbang dan pengelolaan bahan organik pada lokasi kegiatan.
2. Peningkatan efisiensi penggunaan pupuk
9. Sasaran Akhir : Peningkatan produktivitas tanah guna mendukung program ketahanan pangan nasional
10. Lokasi penelitian : BPTP Jambi, Sumsel, Riau, Bengkulu, NTT,
Bangka Belitung, NAD, Sumsel dan NTB
11. Jangka Waktu : TA 2012
12. Sumber dana : RKA-KL 648680 (Balai Penelitian Tanah, TA 2012).
v
SUMMARY
1. Title of RDHP :
The Acceleration Technology Inovation of Fertilizer
and Organic Matter Development
2. Implementation Unit : Indonesian Soil Research Institute (ISRI)
Jl. Ir. H. Juanda No. 98 Bogor
3. Location : BPTPs under ISRI supervision
4. Objective
5. Expected Output :
a. Short term : 1.
2.
At least 100 agricultural field officers are trained
and able to using soil and fertilizer test kits, and
having an appropriate understanding on balance
fertilization, organic matter management, as well
as soil conservation measures.
Feed back information related to the application of
fertilizer and organic matter management from the
SL-PTT sites.
6. Description of
methodology
: 1.
2.
3.
Discuss and coordinate with relevant AIAT/BPTP
related to the ISRI programs or mandate in
guiding SL-PTT/denfarm activities.
Support the AIAT (BPTP) in developing programs
to guide and supervise SL-PTT/demfarm activities
by providing expertise in the field of fertilizer,
organic matter, and soil conservation, as well as
soil and fertilizer test kits and decomposers.
Monitor the application of fertilizer and organic
matter technologies in low land and upland of SL-
PTT sites.
7. Duration : Year 2012
8. Budget/Fiscal Year 2011 : Rp 275.000.000,-
9. Source of budget : RKA-KL 648680 (Indonesian Soil Research Institute (ISRI), Fiscal Year 2012.
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam proses produksi pertanian, oleh
karena itu inovasi teknologi di bidang pupuk (anorganik, organik, hayati) harus terus
dikembangkan, baik dalam pengembangan formula baru, peningkatan efektivitas maupun
peningkatan efisiensi penggunaannya. Selain pupuk, pengembangan inovasi di bidang
formulasi pembenah tanah juga sangat dibutuhkan untuk pengembangan lahan kering yang
pada umumnya mempunyai tingkat produktivitas rendah karena terkendala oleh sifat-sifat
tanah yang telah mengalami kemunduran.
Penggunaan pupuk oleh petani di lahan sawah ataupun lahan kering sejak empat
dekade terakhir diketahui belum berimbang karena berbagai hal, antara lain karena
mahalnya harga atau kelangkaan pupuk tertentu seperti KCl dan SP-36. Sebagian besar
petani padi sawah dan palawija hanya menggunakan pupuk nitrogen dalam bentuk urea
karena harganya yang murah (pupuk bersubsidi) dan pengaruhnya bisa langsung dilihat
dalam pertumbuhan vegetatif tanaman, sedangkan pupuk P dan K tidak banyak digunakan.
Akibat pengelolaan hara yang kurang tepat serta tidak digunakannya bahan organik
sebagai salah satu input, telah terjadi penurunan kadar bahan organik tanah di lahan sawah
maupun lahan kering. Hasil kajian yang dilakukan Kasno et al. (2000) menunjukkan bahwa
sekitar 65% tanah sawah di Indonesia berkadar C-organik di bawah batas kritis (< 2%), dan
hanya 35% yang berkadar C-organik > 2 %, inipun terjadi pada lahan sawah yang
bergambut. Hasil kajian Balai Penelitian Tanah menunjukkan 49,5% lahan sawah beririgasi
teknis di Kabupaten Karawang mempunyai kadar bahan organik rendah dan rendah-sedang,
30,6% lahan sawah berkadar bahan organik sedang-tinggi dan tinggi, serta sisanya (19,9%)
berkadar bahan organik sedang (Balai Penelitian Tanah, 2010). Kadar bahan organik tanah
berkorelasi positif dengan produktivitas tanaman padi sawah dimana makin rendah kadar
bahan organik makin rendah produktivitas lahan (Karama et al., 1990).
Pengembangan pertanian lahan kering saat ini kurang optimal akibat kendala biofisik
lahan dan produktivitas tanah yang rendah serta tingkat erosi tanah yang relatif tinggi.
Lahan kering di luar Jawa pada umumnya bersifat masam (pH rendah), kandungan kation
basa dan bahan organik rendah, kahat unsur hara makro khususnya P, dan di sisi lain
ketersediaan oksida Fe, Al tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Rendahnya bahan
organik tanah disebabkan laju pelapukan (perombakan dan oksidasi) bahan organik berjalan
2
cepat karena suhu udara dan curah hujan atau kelembaban tanah yang tinggi di daerah
tropis, sementara pengembalian bahan organik ke tanah relatif sedikit.
Penerapan pengelolaan hara terpadu perlu dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas lahan kering secara berkelanjutan. Pengelolaan hara terpadu mensyaratkan
penggunaan pupuk organik dan anorganik secara proposional sebagai sumber hara tanaman.
Secara kuantitatif, kandungan hara pupuk organik relatif rendah, namun keunggulan lain dari
pupuk organik dapat memperbaiki sifat kimia, fisika, dan biologi tanah serta meningkatkan
efisiensi pemupukan. Pupuk organik disamping dapat mensuplai hara makro dalam jumlah
kecil juga dapat menyediakan unsur mikro sehingga dapat mencegah kahat unsur mikro
pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan
yang kurang seimbang.
Kebutuhan hara setiap jenis tanaman sangat spesifik, tergantung produk yang
dihasilkannya. Dalam upaya untuk mencukupi nutrisi tanaman yang spesifik tersebut, telah
dibuat beberapa formula pupuk makro untuk beberapa tanaman (Setyorini et al., 2006).
Selain pupuk, pengembangan formula pembenah tanah juga terus dilakukan, sehubungan
dengan banyaknya lahan pertanian dengan kualitas tanah yang semakin menurun atau telah
mengalami degradasi. Berbagai hasil penelitian menunjukkan formulasi bahan pembenah
tanah berbahan dasar organik dan mineral telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas
lahan pertanian yang telah terdegradasi, salah satunya adalah formula pembenah tanah Beta
yang berkomposisi, antara lain kadar air 4-5%, C-organik 19-23%, dan KTK 58-70 cmol
(+)/kg (Dariah et al., 2007).
Berbagai teknologi di bidang pemupukan dan rekayasa pupuk dan pembenah tanah
tersebut perlu disebarluaskan agar diadopsi oleh petani/pengguna, oleh karena itu
diperlukan diseminasi berupa pelatihan pemupukan berimbang dan pemanfaatan bahan
organik di sentra-sentra produksi pertanian lahan sawah dan lahan kering, khususnya di
lokasi SL-PTT.
Pada TA 2011 kegiatan percepatan inovasi teknologi pupuk dan bahan organik
dilakukan di enam lokasi BPTP, yakni NAD, Sumatera Selatan, Bali, Kalimantan Barat,
Sulawesi Utara, dan Maluku Utara. Pada tahun 2012 kegiatan/RDHP ini akan dilanjutkan di
beberapa BPTP yang menjadi binaan Badan Litbang Pertanian dengan produktivitas padi
sawah masih tergolong rendah-sedang (4-5 ton GKG/ha) di tiga provinsi. Akan ditetapkan
juga tiga lokasi BPTP di luar binaan Badan Litbang Pertanian dengan produktivitas padi
sawah sangat rendah-rendah (3-4,5 ton GKG/ha). Dalam rangka melaksanakan mandat
3
tersebut Balai Penelitian Tanah akan melakukan pelatihan, menyediakan dekomposer, dan
perangkat uji tanah untuk mendukung peningkatan produksi pangan, khususnya padi,
jagung, dan kedelai, serta melakukan monitoring penerapan inovasi teknologi pupuk dan
bahan organik pada lahan sawah dan lahan kering.
1.2. Dasar Pertimbangan
Telah dihasilkan formula pupuk (anorganik, organik dan hayati) dan pembenah tanah
untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Teknologi ini perlu
diperkenalkan kepada petani/pengguna dan penyuluh pertanian agar diadopsi,
khususnya melalui pelatihan kepada para pemandu lapangan (PL) SL-PTT/Demfarm.
Alat bantu untuk menentukan dosis pupuk menggunakan PUTS untuk padi sawah dan
PUTK untuk jagung dan kedelai telah mulai digunakan dan diapresiasi oleh pengguna
pada awal tahun 2006 hingga kini. Demikian juga alat uji pupuk (PUP) sangat
diperlukan untuk melindungi petani dari peredaran pupuk palsu. Agar penggunaan alat-
alat tersebut lebih optimal dan memasyarakat, maka diperlukan sosialisasi dan pelatihan
pemanfaatannya kepada para pemandu lapangan SL-PTT tingkat provinsi (PL-2),
kabupaten/kota (PL-3), dan kontak tani andalan, sedangkan PUP diperuntukkan bagi
Tim Komisi Pupuk dan Pestisida tingkat Kabupaten/Kota.
Program pemupukan berimbang melalui pengelolaan hara terpadu yang memanfaatkan
pupuk anorganik, pupuk organik, dan pupuk hayati harus terus digalakkan. Materi
tersebut perlu disebarluaskan kepada PL-2 dan PL-3 melalui pelatihan.
Bahan dasar dan cara pembuatan kompos sangat beragam oleh karena itu kualitas atau
mutu pupuk organik yang dihasilkannya sangat bervariasi. Berkaitan dengan hal
tersebut, untuk meningkatkan kemandirian petani dalam membuat pupuk organik,
diperlukan pemahaman tentang manfaat pengomposan, kualitas atau mutu bahan dasar
kompos serta teknik pengomposan yang benar. Di sisi lain pembuatan mikroba lokal
(MOL) berbasis sumberdaya lokal (setempat) perlu dikembangkan sehingga petani bisa
membuat dekomposer secara mandiri.
Tugas dan fungsi Balittanah dalam mengembangkan produk dan teknologi pengelolaan
tanah dan pupuk untuk meningkatkan produksi pangan.
4
1.3. Tujuan
Jangka pendek:
1. Melakukan pendampingan dan pengawalan penerapan teknologi pada lokasi SL-
PTT/demfarm padi, jagung, dan kedelai melalui peningkatan keterampilan pemandu
lapangan (PL) SL-PTT mengenai penggunaan perangkat uji tanah, perangkat lunak
konservasi tanah dan air (SPLaSH/GeoSPLaSH) serta teknik pembuatan pupuk organik.
2. Monitoring penerapan inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan bahan organik serta
teknik konservasi tanah pada lokasi SL-PTT padi, jagung dan kedelai.
Jangka panjang:
Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan akses para pemandu lapangan/
penyuluh/petugas pertanian dan kontak tani andalan mengenai inovasi teknologi pupuk
dan pengelolaan bahan organik, konservasi tanah, dan mempercepat adopsi teknologi
yang dapat meningkatkan produktivitas lahan.
1.4. Keluaran yang diharapkan
Jangka pendek :
1. Minimal 100 orang pemandu lapangan SL-PTT/demfarm, kontak tani andalan dan
anggota Tim Komisi Pupuk mampu secara mandiri menggunakan perangkat uji tanah
dan pupuk, menggunakan perangkat lunak KTA, mengetahui cara-cara pembuatan
pupuk organik/kompos berkualitas, dan memahami prinsip pemupukan berimbang.
2. Satu paket informasi umpan balik dari PL-SLPTT/penyuluh dan/atau kontak tani
andalan tentang penerapan inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan bahan organik
pada lokasi SL-PTT/demfarm atau secara umum pada lahan sawah dan lahan kering.
Jangka panjang :
Para pemandu lapangan SL-PTT/demfarm dapat mengakses inovasi teknologi pupuk,
pembenah tanah, pengelolaan bahan organik, dan teknik KTA untuk mendukung
peningkatan produktivitas tanah dan tanaman pangan.
1.5. Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan yang dirancang
Teknologi inovasi pupuk dan bahan organik merupakan komponen teknologi dasar dan
pilihan yang dapat diterapkan pada lokasi SL-PTT/demfarm padi dan palawija. Penerapan
teknologi tersebut secara massal atau bersama-sama oleh petani pada satuan wilayah
5
SL-PTT diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas padi dan palawija sesuai
dengan yang ditargetkan di masing-masing daerah yang pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan petani dan mempertahankan swasembada pangan.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Sisa tanaman, hewan, atau kotoran hewan, juga sisa jutaan makhluk kecil yang
berupa bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel merupakan sumber
bahan organik yang sangat potensial bagi tanah. Apabila bahan tersebut dikelola dengan
baik, akan sangat berguna untuk perbaikan sifat fisik, kimia dan hayati tanah, dan sekaligus
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Sebelum mengalami proses perombakan
atau dekomposisi, sisa hewan dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman, karena unsur
hara terikat dalam bentuk organik yang tidak dapat diserap tanaman. Dengan adanya
dekomposisi, bahan organik akan dipecah menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana dan
menyediakan unsur hara yang berguna bagi tanaman. Pirngadi (2009) menyatakan bahwa
penggunaan bahan organik dapat meningkatkan hasil padi secara nyata (16%).
Kualitas kompos sangat tergantung dari bahan dasarnya, meskipun kandungan
haranya rendah, kompos dapat mensuplai unsur hara makro dan mikro, asam-asam organik
serta zat tumbuh tanaman. Apabila menggunakan bahan-bahan yang sulit lapuk dan
berlignin tinggi, seperti sampah kota atau limbah industri, maka kompos yang dihasilkan
kurang baik kualitasnya. Dalam upaya untuk memperbaiki kualitas nutrisi kompos, maka
dapat dilakukan penambahan bahan-bahan pengkaya yang berasal dari bahan mineral atau
bahan alami serta mikroba. Teknologi pengkayaan kompos ini perlu disosialisasikan kepada
petugas pertanian atau kontak tani agar kompos yang dihasilkan mempunyai mutu yang
baik.
Pupuk organik yang selama ini dikenal dengan nama kompos, sesuai dengan kadar C-
organik dan fungsinya di dalam tanah dibagi menjadi dua kelompok yaitu : (1) pupuk
organik, bila kandungan C-organik >12% dan berfungsi sebagai pemasok hara bagi
tanaman, dan (2) pembenah tanah bila kadar C-organik 7-12% yang ditujukan untuk
memperbaiki kesuburan tanah yang telah mengalami degradasi (Menteri Pertanian, 2006).
Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) merupakan alat untuk mengukur kadar hara P dan
K serta pH tanah yang dapat dikerjakan oleh petugas/penyuluh pertanian lapangan atau
petani andalan secara langsung di lapangan. Hasil analisis P dan K tanah dengan PUTS ini
selanjutnya digunakan sebagai dasar penyusunan rekomendasi pupuk P dan K spesifik lokasi
untuk tanaman padi sawah dengan produktivitas setara IR-64 (Setyorini et al., 2006).
7
Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) terdiri atas satu set alat dan bahan kimia untuk
analisis kadar hara tanah lahan kering yang dapat digunakan di lapangan dengan relatif
cepat, mudah, murah dan cukup akurat. PUTK ini dirancang untuk mengukur kadar P, K,
bahan organik, pH tanah dan kebutuhan kapur. PUTK dikemas dalam tas berukuran
panjang 33 cm, lebar 15,5 cm dan tinggi 17 cm. Perkiraan berat setelah diisi bahan pereaksi
sekitar + 3 kg sehingga memudahkan untuk dibawa petugas pertanian ke lapangan.
Prinsip kerja PUTS dan PUTK ini adalah mengukur hara P dan K tanah yang terdapat
dalam bentuk tersedia secara semi kuantitatif dengan metode kolorimetri (pewarnaan).
Pengukuran kadar P dan K tanah dikelompokkan menjadi tiga katagori yaitu rendah (R),
sedang (S), dan tinggi (T). Kemudian perangkat uji pupuk (PUP) mengukur kadar hara N, P,
dan K pada contoh pupuk untuk mengetahui kesesuaian antara label dan kandungan hara
pada pupuk tersebut. Pupuk palsu adalah pupuk yang kadar haranya jauh lebih kecil
daripada yang tertera di dalam labelnya.
Di tingkat lapangan masih terdapat gap pemanfaatan inovasi teknologi pertanian oleh
petani dengan apa yang dilakukan oleh peneliti pada skala percobaan lapangan. Gap atau
senjang penerapan inovasi teknologi pertanian tersebut menghasilkan gap juga pada
produktivitas tanah yang dicapai petani jika dibandingkan dengan tingkat percobaan
lapangan atau demplot. Hasil kajian Zaini et al. (2009) senjang hasil padi sawah di Banten
antara rata-rata praktek petani dengan praktek terbaik oleh petani mencapai 1,022 t/ha,
kemudian antara rata-rata petani dengan hasil tingkat percobaan mencapai 3,135 t/ha.
Hasil penelitian Balai Penelitian Tanah (2010) menunjukkan hal yang serupa. Di lokasi
demplot Pesisir Selatan (Sumbar) produktivitas padi pada tingkat teknologi petani hanya
3,15 t GKP /ha, sedangkan pada perlakuan dengan teknologi pemupukan dan pembenah
tanah mencapai 4,07 s/d 4,95 t GKP/ha. Kemudian di lokasi demplot Gianyar (Bali)
produktivitas jagung pada tingkat petani sebesar 8,95 – 9,00 t pipilan/ha masih bisa
ditingkatkan dengan perlakuan teknologi pemupukan dan pembenah tanah hingga mencapai
12,6 t pipilan/ha. Kemudian berdasarkan data statistik (BPS, 2010) produktivitas padi sawah
pada tingkat provinsi dapat dibedakan atas produktivitas sangat tinggi (lebih dari 5,5 t
GKG/ha), tinggi (5,0-5,5 t GKG/ha), sedang (4,5 – 5,0 t GKG/ha), rendah (4,0 – 4,5 t
GKG/ha), dan sangat rendah (kurang dari 4,0 t GKG/ha) sebagaimana disajikan pada
Gambar 1.
8
DKI
5,58
JATENG
5,64
BALI
5,87
JABAR
5,98
JATIM
6,02
DIY
6,27
SULUT
5,03
SULSEL
5,03
BANTEN
5,23
NTB
5,23
GORONT
5,37
MALUKU
4,52
KALTIM
4,56
SULTENG
4,61
SUMUT
4,71
SUMBAR
4,83
LAMP
4,91
SULBAR
4,92
BENGK
4,01
KALSEL
4,10
SULTRA
4,33
JAMBI
4,34
SUMSEL
4,34
NAD
4,37
KEPRI
3,08
KALTENG
3,16
BABEL
3,48
KALBAR
3,41
NTT
3,63
MALUT
3,74
PABAR
3,62
RIAU
3,75
PAPUA
3,80
Gambar 1. Klasifikasi produktivitas padi sawah berdasarkan provinsi, 2009 (warna kotak hijau adalah SLPTT Provinsi binaan Badan Litbang Pertanian)
Berdasarkan data statistik tersebut ada tujuh provinsi yang SL-PTTnya binaan Badan
Litbang Pertanian dengan produktivitas padi sawahnya tergolong rendah-sangat rendah,
yakni Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatera Selatan, NAD, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Barat, dan Riau, sedangkan produktivitas padi sawah di provinsi lainnya sudah tergolong
tinggi dan sangat tinggi, yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogjakarta,
Sulawesi Selatan, Banten, Nusa Tenggara Barat, kemudian yang tergolong sedang di Provinsi
Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Lampung.. Demikian juga
produktivitas padi di provinsi lainnya banyak yang masih rendah-sangat rendah, misalnya
NTT, Bengkulu dan Bangka Belitung.
Kondisi tersebut menunjukkan sangat diperlukannya diseminasi inovasi teknologi
pertanian kepada para petani, antara lain berupa inovasi teknologi pupuk melalui pelatihan
kepada para pemandu lapangan (PL dan LO) kegiatan SL-PTT/Demfarm, penyuluh pertanian
lapangan, dan kontak tani andalan. Sasaran kegiatan tersebut perlu difokuskan pada wilayah
atau provinsi yang produktivitas tanahnya masih relatif rendah-sangat rendah dengan
harapan akan dapat ditingkatkan dalam waktu segera.
Kegiatan diseminasi inovasi teknologi pertanian tersebut sejalan dengan isi Undang-
undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, khususnya isi Bab VI mengenai Pembinaan. Pada Pasal 35 UU tersebut
dinyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan petani
dan pihak terkait dalam rangka pemanfaatan lahan pertanian pangan berkelanjutan, meliputi
antara lain pelatihan, pemberian bimbingan, dan supervisi. Sejalan dengan itu pada Undang
9
Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan dinyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu
meningkatkan kompetensi penyuluh pertanian melalui pendidikan dan pelatihan, serta
penyediaan sarana dan prasrana yang diperlukan (Pasal 21 dan Pasal 31).
2.2. Hasil-hasil kegiatan sebelumnya
Perangkat Uji Tanah dan Pupuk (PUTS, PUTK dan PUP)
Sejak tahun 2005 hingga kini PUTS telah beredar sekitar 6.000 unit, sedangkan PUTK
yang diluncurkan pada awal 2007 telah diapresiasi oleh pengguna sekitar 500 unit.
Peralatan tersebut dipergunakan oleh petugas lapangan dinas pertanian, penyuluh pertanian,
kelompok tani dan praktisi pertanian di seluruh Indonesia. Saat ini juga telah dikembangkan
perangkat uji pupuk (PUP) yang berguna untuk melindungi petani dari peredaran pupuk
palsu. Sosialisasi dan pelatihan penggunaan PUTS, PUTK, dan PUP tersebut harus terus
dilakukan agar pemahaman para pengguna terhadap perangkat uji tanah dan pupuk
tersebut terus meningkat dan lebih baik.
Pada tahun 2010 Balai Penelitian Tanah telah mendistribusikan sebanyak 46 buah refill
PUTS, 15 set PUTK, 200 kg Mdec dan 2 kg nodulin untuk membantu BPTP binaan Balittanah
dalam melakukan pendampingan dan pengawalan penerapan teknologi pada lokasi SL-PTT di
masing-masing wilayah kerjanya. Kemudian pada tahun 2011 telah disebarluaskan perangkat
uji tanah berupa PUTS (40 unit), PUTK (12 unit) dan PUP (6 unit) serta bahan Mdec (150 kg)
dan nodulin (5 kg).
Secara ringkas jumlah perangkat uji tanah dan pupuk, Mdec dan Nodulin yang
diberikan oleh Balittanah/BBSDLP kepada BPTP di beberapa provinsi disajikan pada Tabel 1.
Data pada Tabel 1 tersebut adalah terkait dengan kegiatan RDHP Balittanah TA 2010-2011
dan Kegiatan BBSDLP Dalam Rangka Penghematan Anggaran 10% TA 2011. Selain itu ada
sekitar 937 unit PUTK yang telah disebarkan, baik pemberian gratis dari kegiatan penelitian
Balittanah, seperti petani dan/atau kelompok tani/gabungan kelompok tani, maupun dibeli
oleh berbagai instansi, seperti Badan Penyuluhan, Dinas Pertanian, BUMN, Universitas, dan
pihak swasta. Secara global jumlah PUTS yang sudah terdistribusi ke pengguna, baik
perorangan maupun institusi, baik pemerintah maupun swasta sejak tahun 2005 sampai
akhir 2011 mencapai 6.583 unit, sedangkan PUTK pada periode tahun 2006-2011 sudah
terdistribusi sebanyak 937 unit.
10
Tabel 1.Jumlah perangkat uji tanah dan pupuk, Mdec dan Nodulin yang diberikan Balittanah/BBSDLP kepada instansi BPTP di beberapa provinsi
Instansi/Lokasi PUTS PUTK PUP MDEC Nodulin (unit) (unit) (unit) (kg) (gram)
BPTP NAD 79 23 1 90 2000
BPTP Sumsel 63 21 1 101 5000
BPTP Bali 8 2 1 25
BPTP Kalbar 22 4 1 88
BPTP Sulut 13 10 1 50
BPTP Malut 6 2 1 14
BPTP Lampung 79 25
BPTP Jabar 78 25
BPTP Jateng 77 25
BPTP DIY 14 4
BPTP Jatim 72 23
BPTP Banten 27 10
BPTP NTB 37 13
BPTP Kalsel 47 17
BPTP Sulsel 52 15
Total 674 219 6 368 7000
Pelatihan inovasi teknologi pupuk dan bahan organik
Kegiatan pelatihan sudah dilakukan sejak tahun 2009 dengan lokasinya di Provinsi
Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Lampung, dan Sumatera Barat. Kemudian pada tahun 2010
kegiatan pelatihan dilakukan di BPTP NAD, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Bali,
Sulawesi Utara dan Maluku Utara. Beberapa hal yang sudah dilakukan dan dihasilkan dari
kegiatan RDHP ini, khususnya pada TA 2009, 2010, dan 2011 secara ringkas adalah sebagai
berikut:
1. Peserta pelatihan pada TA 2009 mencapai 295 orang, terdiri atas para petani kooperator
demplot pemupukan berimbang, para petani anggota Poktan dan perwakilan Gapoktan,
para penyuluh pertanian lapangan, staf lapangan Prima Tani, staf kantor desa dan staf
11
Dinas Pertanian setempat. Lokasi kegiatannya di Kabupaten Ngawi (Jatim), Subang
(Jabar), Gianyar (Bali), Pesawaran (Lampung) dan Kabupaten Pesisir Selatan (Sumatera
Barat).
2. Pada tahun 2009 juga Balai Penelitian Tanah telah memberikan masing-masing satu set
perangkat uji tanah kepada para petani melalui Pengurus Gapoktan dan BPTP di lokasi
Demplot Pemupukan Berimbang di Kabupaten Ngawi, Subang, Gianyar, Pesawaran dan
Kabupaten Pesisir Selatan.
3. Pada TA 2010 peserta pelatihan mencapai 277 orang. Berbeda dengan tahun 2009
kegiatan pelatihan tahun 2010 diperuntukkan bagi petugas lapangan pertanian, baik
sebagai PL (pemandu lapangan), LO (liaison officer), atau penyuluh pertanian yang
terlibat dalam pelaksanaan kegiatan SL-PTT. Lokasi pelaksanaan pendampingan
mencakup BPTP NAD, BPTP Sumatera Selatan, BPTP Kalimantan Barat, BPTP Sulawesi
Utara, BPTP Maluku Utara, dan BPTP Bali.
4. Materi pelatihan TA 2010 mencakup pengomposan dan pembuatan MOL, pemupukan
berimbang, penggunaan perangkat uji tanah, dan sosialisasi teknologi unggulan hasil
Balittanah.
5. Pada TA 2011 peserta pelatihan mencapai 180 orang dengan materi pelatihan
mencakup pemupukan berimbang dengan praktek penggunaan perangkat uji tanah dan
pupuk, pengelolaan bahan organik dengan praktek pembuatan kompos, dan
perencanaan teknik konservasi tanah dan pengelolaan DAS dengan praktek penggunaan
perangkat lunak (DSS) SPLaSH.
6. Umpan balik dari para peserta pelatihan terkait dengan subtansi/materi pelatihan secara
ringkas adalah: (a) kegiatan pelatihan telah menambah pengetahuan mengenai
dekomposer dan perangkat uji tanah dan pupuk bagi lebih dari 80% peserta, (b) produk
Balittanah yang diperkenalkan, seperti Mdec, Tithoganik, Beta, PUTS/PUTK, dan PUP
akan bermanfaat hingga sangat bermanfaat bagi peserta pelatihan, (c) materi pelatihan
yang diberikan termasuk mudah hingga sangat mudah untuk dimengerti oleh peserta,
dan (d) materi pelatihan yang diberikan dinilai bermanfaat hingga sangat bermanfaat
bagi peserta.
12
7. Terkait dengan bahan Mdec petugas pertanian lapangan (LO SL-PTT) dan petani
berpendapat bahwa : (a) masa kadarluarsa M-Dec terlalu cepat, (b) M-Dec belum
tersedia di toko-toko/kios pertanian sehingga keberlanjutan penggunaannya di lapangan
sulit, dan (c) proses dekomposisinya lebih cepat (kurang lebih 21 hari) jika aplikasinya
tepat.
8. Terkait dengan perangkat uji tanah berikut ini adalah umpan balik dari BPTP Kalimantan
Barat: (a) sebagian besar BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) belum memiliki PUTS/PUTK.
Kantor BPP yang sudah memiliki alat uji tanah tersebut hanya di Kabupaten Landak dan
Kubu Raya, itupun hanya 1 unit PUTS/PUTK setiap BPP, sedangkan jumlah desa
pendampingan PPL dalam 1 kecamatan tersebut cukup banyak sehingga
penggunaannya hanya dapat dilakukan di kantor BPP saja sementara itu lokasi desa
atau dusun wilayah kerja PPL untuk melakukan sampling tanah cukup jauh antara satu
desa dengan desa lainnya, dan (b) hasil rekomendasi pemupukan dengan PUTS/PUTK
adalah dalam bentuk pupuk tunggal sedangkan aplikasi pemupukan oleh petani di
lapangan dengan pupuk majemuk sehingga hasil rekomendasi pemupukan tersebut
harus dikonversi lagi ke dalam bentuk pupuk majemuk.
9. Terkait dengan pengadaan alat uji tanah oleh instansi terkait di daerah, seperti BPP atau
BP4K atau Bappeluh (Tingkat Kabupaten) menghadapi kendala sumber pendanaan.
13
III. METODOLOGI
3.1. Kerangka pemikiran
Percepatan pengembangan inovasi teknologi pupuk dan bahan organik dilakukan
melalui pendekatan: (1) pelatihan mengenai prinsip-prinsip pemupukan berimbang, jenis dan
kualitas pupuk, konservasi tanah dan air, dan percepatan pembuatan pupuk organik, (2)
penyediaan dan pelatihan penggunaan perangkat uji tanah dan pupuk, dan (3) monitoring
pemanfaatan inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan lahan pada lokasi SL-PTT. Kegiatan-
kegiatan tersebut akan dilakukan melalui kerjasama dengan BPTP/dinas teknis terkait di
lokasi yang telah ditentukan.
Lokasi kegiatan adalah provinsi yang produktivitas padi sawahnya relatif rendah-
sangat rendah, yakni kurang dari 4,5 t GKG/ha, yakni Jambi, Sumatera Selatan, NAD dan
Riau (SLPTT binaan Badan Litbang Pertanian) serta Bengkulu, Bangka Belitung, dan Nusa
Tenggara Timur. Materi pelatihan TA 2012 mencakup aspek pemupukan berimbang,
pengelolaan bahan organik, dan konservasi tanah. Secara umum akan disosialisasikan juga
berbagai produk dan teknologi unggulan Balittanah, baik berupa alat, pupuk/pembenah
tanah, software, maupun bahan kebijakan.
Peserta pelatihan pada TA 2012 secara fungsional adalah sama dengan TA 2011
yakni PL-SLPTT, tetapi secara personal akan berbeda yakni para PL-SLPTT tingkat provinsi
dan/atau kabupaten yang belum pernah memperoleh kesempatan pelatihan pada TA 2011
atau tahun-tahun sebelumnya. Penetapan peserta pelatihan menjadi kewenangan penuh
BPTP setempat dan dinas terkait di daerah.
3.2. Ruang Lingkup dan Lokasi Kegiatan
Pada TA 2012 akan dilakukan dua hal berikut:
1. Pendampingan dan pengawalan penerapan inovasi teknologi pupuk, bahan organik dan
pengelolaan lahan pada lokasi SL-PTT melalui pelatihan pemandu lapangan SL-PTT
tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Materi pelatihan meliputi aspek pemupukan,
pembuatan pupuk organik dengan menggunakan dekomposer, konservasi tanah dan air
sesuai dengan agro-ekosistemnya. Guna mendukung kegiatan tersebut akan disediakan
perangkat uji tanah dan pupuk dan dekomposer. Produk atau teknologi hasil Balittanah
tersebut dapat diaplikasikan pada areal lahan sawah dan lahan kering. Perangkat uji
pupuk (PUP) akan dikenalkan kepada Tim Komisi Pupuk dan Pestisida berkoordinasi
14
dengan Dinas Pertanian Tingkat Provinsi dan BPTP setempat. Langkah tersebut
ditujukan untuk mengurangi peluang pemalsuan pupuk di lapangan yang dapat
merugikan petani.
2. Monitoring penggunaan inovasi teknologi pupuk dan bahan organik pada lahan sawah
dan lahan kering.
Kegiatan ini akan dilaksanakan di lokasi BPTP yang kegiatan SL-PTT/Demfarmnya
menjadi binaan Badan Litbang Pertanian, yakni BPTP Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan
NAD dan BPTP yang kegiatan SL-PTT/Demfarmnya bukan binaan Badan Litbang Pertanian,
yakni Provinsi Bengkulu, Bangka Belitung, dan Nusa Tenggara Timur. Pelaksanaan kegiatan
dilakukan melalui koordinasi dengan BPTP dan Pemda setempat, serta Balit Komoditas
terkait.
3.3. Pelaksanaan Kegiatan
Bahan
bahan ATK yaitu alat tulis (pensil dan ball poin), kerta HVS, tinta printer, disket, CD,
penghapus, spidol, penggaris, dan sebagainya.
Alat uji tanah terdiri atas PUTS (150 unit), PUTK (12 unit), PUP (4 unit).
bahan pelatihan, seperti leaflet, dekomposer berupa Mdec (35 kg) dan DSA (13 liter),
bahan baku kompos, bahan baku MOL, dan lainnya.
Peralatan Pelatihan
Peralatan yang digunakan adalah LCD, komputer/laptop, PUTS, PUTK, PUP, blender,
ember plastik, cangkul, sekop, pisau lapang, dan lainnya.
Metode
Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik dan Penggunaan PUTS/PUTK
a. Pembuatan Pupuk Organik
Pembuatan pupuk organik berbahan dasar insitu dengan teknik pengomposan yang
baik dan benar memerlukan pendemontrasian/praktek di lapangan sehingga teknologi
tersebut dapat langsung dilihat, diamati dan dipelajari oleh pemandu lapangan SL-PTT,
praktisi dan pemerhati pertanian lainnya. Metode pengomposan akan diperagakan sesuai
dengan jenis dekomposer dan bahan organik yang tersedia in situ.
15
Dalam rangka mendukung kegiatan pelatihan tersebut Balittanah akan menyediakan
Mdec dan Dekomposer Super Aktif (DSA). Pembuatan mikroba lokal (MOL) juga akan
diperagakan sehingga PL SL-PTT dan petani tidak harus tergantung pada dekomposer
komersial dalam pembuatan kompos/pupuk organik.
b. Penyediaan dan pelatihan penggunaan alat uji tanah dan SPLaSH
Pada tahun 2012 Balittanah akan menyediakan perangkat uji tanah untuk mendukung
peningkatan produksi tanaman pangan. Perangkat uji tanah tersebut akan didistribusikan
kepada BPTP lokasi kegiatan, baik binaan maupun bukan binaan Badan Litbang Pertanian.
Kegiatan pelatihan terdiri atas sesi pemberian materi teori dan diskusi di kelas serta sesi
praktek di lapangan. Materi teori yang disampaikan mencakup pemahaman prinsip-prinsip
pengomposan, penerapan konservasi tanah dan air, pemupukan berimbang dan penggunaan
alat uji tanah. Pelatihan tentang konservasi tanah dan air akan dilakukan dengan
pendekatan penggunaan perangkat lunak SPLaSH.
c. Monitoring penerapan inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan bahan organik
Kegiatan monitoring terhadap pemanfaatan inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan
bahan organik akan dilakukan pada lokasi SL-PTT padi dan palawija. Dilakukan dengan
observasi lapangan dan/atau wawancara/diskusi dengan LO atau PL SL-PTT dan/atau kontak
tani. Hal-hal yang dikaji mencakup penggunaan pupuk, pengelolaan bahan organik/sisa
tanaman, dan koservasi tanah sesuai dengan agro-ekosistemnya serta tingkat
produktivitasnya.
IV. ANALISIS RISIKO PENELITIAN
16
Ada beberapa faktor yang berpeluang akan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan
kegiatan diseminasi. Analisis risiko pelaksanaan kegiatan berupa daftar risiko dan daftar
penanganannya disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 2. Daftar risiko pelaksanaan kegiatan diseminasi
No Risiko Penyebab Dampak
1 Pemotongan anggaran Kebijakan Pemerintah Anggaran berkurang
2 Perubahan prioritas Kebijakan Pemerintah Pembatalan kegiatan
3 Gangguan keamanan Instabilitas politik Pembatalan kegiatan
4 Peningkatan harga-harga Resesi ekonomi/inflasi Pengurangan kegiatan
5 Gangguan alam Bencana alam Pembatalan kegiatan
Tabel 3. Daftar risiko pelaksanaan kegiatan diseminasi
No Risiko Penyebab Penanganan Risiko
1 Pemotongan anggaran Kebijakan Pemerintah Peningkatan efisiensi
2 Perubahan prioritas Kebijakan Pemerintah Mengacu pada Renstra & Program
3 Gangguan keamanan Instabilitas politik Prioritas dan pindah lokasi
4 Peningkatan harga-harga Resesi ekonomi/inflasi Prioritas jenis kegiatan dan lokasi
5 Gangguan alam Bencana alam Pindah lokasi
17
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA
5.1. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan
Nama/NIP Jabatan Fungsional Kedudukan dalam Tim
Alokasi Waktu (OB)
Dr. Irawan, MS 1958112819830301002
Peneliti Madya Penanggung Jawab
6
Drs. Edi Santosa, MS Peneliti Madya Anggota tim 1
Dr. Edi Husen, M.Sc. Peneliti Madya Anggota tim 1
Ir. Ladyani Retno, M.Sc. Peneliti Muda Anggota tim 1
Dr. Wiwiek Hartatik Peneliti Madya Anggota tim 1
Dr. I Putu Wigena Peneliti Madya Anggota tim 1
Dr. Ir. Umi Haryati Peneliti Madya Anggota tim 1
Ir. Tagus Vadari. Peneliti Muda Anggota tim 2
Jubaedah, M.Sc./1976051120072001 Peneliti Anggota tim 6
Ir. Yusrial, M.Si. Peneliti Anggota tim 7
Ir. T. Budhiastoro Teknisi Anggota tim 4
Harry Kusnadi, SP Teknisi/Adm Anggota tim 3
Supandri/196508022000031001 Teknisi Anggota tim 6
Radiyem/195609081983031001 Teknisi Anggota tim 6
PM (Kelti BKS Tanah) Teknisi Anggota tim 2
PM (BPTP di masing-masing lokasi kegiatan)
Pengkaji/PPL Anggota tim 1
PM (Staf Dinas teknis di lokasi kegiatan)
Staf Dinas Anggota tim 1
Dr. Abdullah Abas Id. APU Nara Sumber 3
Ir. Yoyo Sulaeman, MS APU Nara Sumber 3
Catatan: BKS Tanah = Kelti Biologi dan Kesehatan Tanah, Balittanah
5.2. Jangka waktu kegiatan
Kegiatan 2012
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Penyusunan Laporan
18
5.3. Pembiayaan ( Rp)
No. Sub Pengeluaran Triwulan Total Biaya
I II III IV
1. Belanja bahan
(521211)
125.850.000
91.400.000
4.350.000
2.000.000 223.600.000
2. Honor terkait output kegiatan
3.500.000
3.500.000
3.500.000
3.500.000 14.000.000
3. Belanja sewa
2.600.000
6.500.000
2.600.000
1.300.000 13.000.000
3. Belanja perjalanan
lainnya (524119) 20.000.000 36.000.000 15.000.000 13.000.000 84.000.000
Jumlah 151.950.000 137.400.000 25.450.000 19.800.000 334.600.000
19
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2010. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta
Balai Penelitian Tanah, 2010. Laporan Tahunan. Balai Penelitian Tanah. Bogor
Dariah, A. N.L. Nurida., S.H. Tala’ohu. 2007. Aplikasi sistem olah tanah pada lahan kering beriklim kering di Lombok Timur. Hlm 291-300. dalam Prosiding Kongres Nasional IX HITI. UPN Veteran Yogyakarta, 5-7 Desember 2007.
Hartatik, W., D. Setyorini, L.R. Widowatidan S. Widati. 2005. Penelitian teknologi pengelolaan hara pada budidaya pertanian organik. Laporan Akhir 2005. Balai Penelitian Tanah Badan Litbang Pertanian.
Karama, S.S., A.R. Marzuki, dan I. Manwan. 1990. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hal:395-425.
Kasno, A., Nurjaya dan Diah Setyorini. 2003. Status C-organik lahan sawah di Indonesia. Prosiding Kongres Nasional VIII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI). Padang 21-23 Juli 2003.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI., 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI., 2006. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
Menteri Pertanian, 2006. Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah. Deptan 2006.
Pirngadi, K. 2009. Peran bahan organik dalam peningkatan produksi padi berkelanjutan mendukung ketahanan pangan nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian: 2 (1). Hal 48-64. Badan Litbang Pertanian.
Setyorini, D., D. Suriadikarta, D. Santoso, A.Kasno dan W. Suastika. 2006. Pengembangan pupuk majemuk NPK Pusri untuk tanaman pangan dan hortikultura serta pembentukan Desa Binaan Pusri. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.
Zaini, Z., U. G. Kartasasmita, dan L. Hakim. 2009. Senjang hasil dan senjang adopsi teknologi padi sawah: Kasus Propinsi Banten. Makalah dalam Prosiding Seminar Semirata BKS PTN Wilayah Barat Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 13 – 16 April 2009.