prm obesitas

60
BAB I PENDAHULUAN Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif. (Saifuddin, AB, 2006) Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup. (Saifuddin, AB, 2006) 1

Upload: kurnia-sari-syaiful

Post on 15-Feb-2015

105 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

obgyn

TRANSCRIPT

Page 1: Prm Obesitas

BAB I

PENDAHULUAN

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang

masih kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang

baku masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan

konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu

maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian

perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian

akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus

tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada

pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.(Saifuddin, AB,

2006)

Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera

bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus

menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu

akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya

infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD

kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru

dan berat badan janin yang cukup. (Saifuddin, AB, 2006)

Obesitas merupakan masalah kesehatan dengan ruang lingkup

yang luas, karena orang dewasa dengan obesitas mengalami

pertumbuhan yang cepat. Prevalensi kelebihan berat badan, usia

reproduksi (25-44 tahun) perempuan di Amerika Serikat bervariasi antara

30-40%. Obesitas telah menantang dokter kandungan selama beberapa

dekade karena orang obesitas akan meningkatkan risiko medis berupa

komplikasi seperti diabetes, hipertensi, penyakit hati dan kandung

empedu, osteoarthritis, dan kanker. Ibu hamil dengan obesitas memiliki

prevalensi yang lebih tinggi mengalami diabetes dalam kehamilan,

1

Page 2: Prm Obesitas

preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat dan lain-lain. Obesitas

mempersulit manajemen persalinan karena terbukti berhubungan dengan

dengan makrosomia, distosia bahu, cephalopelvic disproporsi, persalinan

yang lama dan tingginya kejadian seksio sesaria. Hal ini juga terkait

dengan lamanya proses persalinan karena kontraktilitas otot uterus

merupakan penentu utama dari kemajuan persalinan. Peningkatan

prevalensi persalinan lama dan inersia uteri membutuhkan induksi dengan

oksitosin karena wanita obesitas akan mengalami penurunan kontraktilitas

uterus. Obesitas pada wanita hamil memiliki kecenderungan bawaan

untuk memiliki kontraksi yang lemah sehingga menyebabkan gangguan

kontraksi uterus. (Catalin SB, 2004)

Berikut ini akan diajukan suatu kasus pada waktu masuk rumah

sakit dengan diagnosa G1P0A0H0 gravid aterm + PRM 2 jam + obesitas,

Janin hidup, tunggal, intra uterin letak kepala H I-II. Setelah dilakukan

observasi dan penilaian 4 jam kemudian dilakukan drip induksi. Setelah

selesai drip induksi kolf I tidak ada kemajuan persalinan. Drip induksi

gagal, dilakukan SCTPP lahir anak laki-laki secara SCTPP dengan berat

badan 3738 gram, panjang badan 51 cm, dan A/S: 8/9.

2

Page 3: Prm Obesitas

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. Linda Enliana Suami : Bujang Rusdi

Umur : 30 tahun Umur : 41 tahun

Pendidikan : SLTA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Buruh

Alamat : jl. Raya Padang Pasaman

bawah Lubuk Basung.

MR : 72 46 63

Anamnesa :

Seorang pasien wanita 30 tahun masuk KB IGD RSUP Dr. M.Djamil

Padang, tanggal 16 Januari 2011 jam 01.00 WIB dengan keluhan keluar

air-air yang banyak dari kemaluan sejak 2 jam yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 2 jam yang lalu,

membasahi 1 helai kain sarung, berwarna jernih, berbau amis.

Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari tidak ada.

Keluar lendir campur darah dari kemaluan tidak ada.

Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada.

Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu.

HPHT : lupa TP : sulit ditentukan

Gerak anak dirasakan sejak 4 bulan yang lalu

RHM : mual (-), muntah (-), pendarahan (-)

PNC : kontrol ke Bidan

RHT : mual (-), muntah (-), pendarahan (-)

3

Page 4: Prm Obesitas

Riwayat menstruasi : Menarche usia 13 tahun, siklus teratur 1 x

sebulan, lamanya 4-5 hari, banyaknya 2–3 x ganti duk/hari, nyeri

haid (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, dan

hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular,

dan kejiwaan.

Riwayat perkawinan: 1x tahun 2009

Riwayat kehamilan / abortus / persalinan: 1/0/0

1. Sekarang

Riwayat kontrasepsi : tidak ada

Riwayat imunisasi : tidak ada

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Komposmentis kooperatif.

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 18 x/menit

Suhu : 37C

Tinggi Badan : 153 cm

Berat Badan : 92 Kg BMI = 39,2

Mata : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, tiroid tidak membesar

4

Page 5: Prm Obesitas

Thorak :

Paru : Inspeksi : simetris kanan = kiri

Palpasi : fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler normal, Rh -/-, Wh -/-

Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS

RIC V

Perkusi : batas-batas jantung dalam batas

normal

Auskultasi : irama jantung teratur, Bising (-)

Abdomen : Status Obstetrikus

Genitalia : Status Obstetrikus

Ekstremitas : Edema -/-, RF +/+, RP -/-

Status Obstetrikus:

Muka : Cloasma gravidarum (+)

Mamae : Membesar, tegang, A/P hiperpigmentasi, colostrum (+)

Abdomen :

Inspeksi : tampak membuncit sesuai usia kehamilan aterm,

L/M hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), sikatrik (-)

Palpasi :

L1 : FUT teraba 3 jari bawah procesus xypoideus

Teraba massa besar, lunak, noduler

L2 : Tahanan terbesar dan bagian-bagian kecil janin

sulit dinilai

L 3 : Teraba massa keras, terfiksir

L 4 : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP

TFU : 36 cm TBA : 3565 gram His: (-)

Perkusi : Timpani

5

Page 6: Prm Obesitas

Auskultasi : bising usus (+) normal, DJJ = 148 x / menit

Genitalia : Inspeksi : V/U tenang

Inspekulo :

Vagina : tumor (-), laserasi (-), fluxus (+), tampak cairan jernih

menumpuk di fornix posterior, lakmus tes (+).

Portio : NP, ukuran sebesar jempol tangan dewasa, tumor (-),

laserasi (-), fluxus (+), tampak cairan jernih

merembes dari canalis cervicalis, OUE tertutup,

lakmus tes (+).

VT : Pembukaan 1 jari sempit PS=4

Portio tebal 1,5 cm, medial, lunak.

Ketuban sulit dinilai

Teraba kepala H I-II

UPD : Pomontorium sulit dinilai

Linea inominata sulit dinilai

Os sacrum cekung

Dinding samping panggul lurus

Spina ischiadica tidak menonjol

Os coccygeus mudah digerakkan

Arcus pubis > 90 0

UPL : DIT dapat dilalui 1 tinju dewasa

Kesan Panggul luas

Diagnosa :

G1P0A0H0 gravid aterm + PRM 2 jam + obesitas

Janin hidup, tunggal, intra uterin letak kepala H I-II

Sikap :

Kontrol KU, VS, DJJ, His

Nilai 4 jam lagi (05.00 wib)

Antibiotik Ampicillin 2 gr (IV)

6

Page 7: Prm Obesitas

Rencana :

Partus pervaginam

Hasil laboratorium :

Hb : 11,4 gr % Trombosit : 272.000/mm3

Leukosit : 13.700/mm3 Hematokrit : 35 %

GDS : 116 mg/dl

Jam 05. 00 WIB

A : nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-), gerak anak (+).

PF : KU Kes TD Nd Nfs T His DJJ RPM

Sdg CMC 120/80 88x/m 18x/m 370C (-) 141x/mnt (+)

Genitalia : I : Vulva/Uretra tenang PS = 4

VT : pembukaan 1 jari sempit

Portio tebal 1,5 cm, medial, lunak

Ketuban sulit dinilai

Teraba kepala H I-II

Diagnosa :

G1P0A0H0 gravid aterm + PRM + obesitas

Janin hidup tunggal intrauterine letak kepala H I-II

Sikap :

Drip induksi

Rencana :

Partus pervaginam

Lapor konsulen jaga Dr. Hj. Ermawati SpOG-K Acc drip induksi

7

Page 8: Prm Obesitas

Jam 05.00 WIB

Dilakukan drip induksi dengan 5 IU oksitosin dalam 500 cc RL dimulai 10

tetes/menit, dinaikkan 5 tetes/menit setiap 30 menit sampai his adekuat

(max 60 tetes/menit)

Jam Σ tetesan TD nadi nafas His BJA

05.00 10 120/80 90 22 - 146

05.15 10 110/80 94 20 - 152

05.30 15 110/70 90 22 - 148

05.45 15 110/70 94 20 - 144

06.00 20 120/80 88 22 - 150

06.15 20 130/70 78 20 - 142

06.30 25 110/80 90 20 - 140

06.45 25 110/70 88 20 - 142

07.00 30 120/70 84 21 - 150

07.15 30 120/80 84 21 - 152

07.30 35 110/80 82 20 - 148

07.45 35 110/70 86 22 - 144

08.00 40 110/80 88 22 - 142

08.15 40 120/80 86 20 - 146

08.30 45 110/70 84 20 - 144

08.45 45 120/80 84 21 5-6/10-15’/L 140

09.00 50 120/70 78 22 5-6/10-15’/L 142

09.15 50 110/80 90 20 5-6/10-15’/L 150

JAM 09.15 WIB

Selesai drip induksi kolf I

A : nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+), gerak anak (+).

PF : KU Kes TD Nd Nfs T His DJJ

Sdg CMC 120/90 90x/m 20x/m 370C 5-6/10-15’/L 138x/mnt

8

Page 9: Prm Obesitas

Genitalia : I : Vulva/Uretra tenang

VT : pembukaan 1 jari sempit

Portio tebal 1,5 cm, medial, lunak

Ketuban sulit dinilai

Teraba kepala H I-II

Diagnosa :

G1P0A0H0 gravid aterm + PRM + selesai drip induksi kolf I + gagal drip +

obesitas

Janin hidup tunggal intrauterine letak kepala H I-II

Sikap :

Kontrol KU, VS, DJJ, His

Lapor OK dan konsul anestesi

Siapkan darah PMI

Informed consent

Rencana : SC cito

Lapor konsulen jaga Dr. Hj. Yusrawati, SpOG-K Acc SC

Jam 11.30 WIB

Lahir seorang bayi Laki-laki (♂) secara SCTPP dengan :

Berat badan : 3738 gram

Panjang badan : 51 cm

A/S : 8/9

Plasenta lahir dengan sedikit tarikan ringan pada tali pusat, lengkap, 1

buah, berat 500 gram, ukuran ± 17x17x3 cm. Panjang tali pusat 50

cm, insersio parasentralis. Perdarahan selama tindakan ± 150 cc.

9

Page 10: Prm Obesitas

Diagnosa :

P1A0H1 post SCTPP ai. Gagal drip

Anak – Ibu dalam perawatan

Sikap :

Awasi paska tindakan

Perawatan post operasi di RR:

1. Kontrol KU, VS, PPV

2. Pasien tidur terlentang dalam 24 jam post tindakan dengan 1

bantal.

3. IVFD RL : D 5% = 3:1 28 tetes/mnt

4. Drip Syntocinon : methergin = 1:1 28 tetes/mnt

5. Antibiotik Ceftriaxone 2x1gr

6. Pronalges supp (k/p)

7. Cek Hb post tindakan jika Hb < 10 gr % transfusi

8. Bila BU (+) / flatus (+) boleh minum sedikit-sedikit

Labor post operasi:

Hb : 10,6 gr % Trombosit : 264.000/mm3

Leukosit : 12.400/mm3 Hematokrit : 32 %

GDS : 92 mg/dl

FOLLOW UP

Tanggal 17 Januari 2011, Jam 07.00 WIB

A : demam (-), flatus (+).

PF : KU Kes TD Nd Nfs T

Sdg CMC 120/80 84x/m 20x/m 36,90C

Mata : conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

10

Page 11: Prm Obesitas

Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit, luka tertutup verban

Palpasi : fundus uteri 2 jari dibawah pusat, kontraksi

baik, NT(-), NL(-), DM (-).

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Genitalia : Inspeksi Vulva/uretra tenang, PPV (-), lokhia (+)

Diagnosa :

P1A0H1 post SCTPP ai. PRM gagal drip, nifas hari ke I

Anak-ibu baik

Sikap :

Kontrol KU, VS, PPV

Mobilisasi bertahap

Diet TKTP

Vulva higiene

Pindah KR

Terapi :

Ceftriaxone 2 x 1gram (IV)

Antalgin 3 x 500 mg

Benovit C 1 x 1 tablet

Tanggal 18 Januari 2011, Jam 07.00 WIB

A : demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri abdomen (+), BAK (+).

PF : KU Kes TD Nd Nfs T

Sdg CMC 120/80 88x/m 22x/m 37,1

Mata : conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit, luka tertutup verban

Palpasi : fundus uteri 2 jari dibawah pusat, kontraksi

baik, NT(-), NL(-), DM (-).

11

Page 12: Prm Obesitas

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Genitalia : Inspeksi Vulva/uretra tenang, PPV (-), lokhia (+)

Diagnosa :

P1A0H1 post SCTPP ai. PRM gagal drip, nifas hari ke II

Anak-ibu baik

Sikap :

Kontrol KU, VS, PPV

Mobilisasi bertahap

Diet TKTP

Vulva higiene

Terapi :

Ceftriaxone 2 x 1gram (IV)

Antalgin 3 x 500 mg

Benovit C 1 x 1 tablet

Tanggal 19 Januari 2011, Jam 07.00 WIB

A : demam (-), BAK (+), BAB (-), ASI (+).

PF : KU Kes TD Nd Nfs T

Sdg CMC 120/70 80x/m 20x/m 37

Mata : conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit, luka tertutup verban

Palpasi : fundus uteri 3 jari dibawah pusat, kontraksi

baik, NT(-), NL(-), DM (-).

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Genitalia : Inspeksi Vulva/uretra tenang, PPV (-), lokhia (+)

12

Page 13: Prm Obesitas

Diagnosa :

P1A0H1 post SCTPP ai. PRM gagal drip, nifas hari ke III

Anak-ibu baik

Sikap :

Kontrol KU, VS, PPV

Mobilisasi bertahap

Diet TKTP

Vulva higiene

Terapi :

Ceftriaxone 2 x 1gram (IV)

Antalgin 3 x 500 mg

Benovit C 1 x 1 tablet

Tanggal 20 Januari 2011, Jam 07.00 WIB

A : demam (-), BAK (+), BAB (-), ASI (+).

PF : KU Kes TD Nd Nfs T

Sdg CMC 130/90 84x/m 20x/m 37

Mata : conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit, luka tertutup verban

Palpasi : fundus uteri 3 jari dibawah pusat, kontraksi baik,

luka operasi kering, NT(-), NL(-), DM (-).

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Genitalia : Inspeksi Vulva/uretra tenang, PPV (-), Lokhia (+)

Diagnosa :

P1A0H1 post SCTPP ai. PRM gagal drip, nifas hari ke IV

Anak-ibu baik

13

Page 14: Prm Obesitas

Sikap :

Kontrol KU, VS, PPV

Mobilisasi bertahap

Diet TKTP

Vulva higiene

Terapi :

Amoxicillin 3 x 500 mg

Antalgin 3 x 500 mg

Benovit C 1 x 1 tablet

Tanggal 21 Januari 2011, Jam 07.00 WIB

A : demam (-), BAK (+), BAB (-), ASI (+).

PF : KU Kes TD Nd Nfs T

Sdg CMC 120/80 84x/m 22x/m 37

Mata : conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit, luka tertutup verban

Palpasi : fundus uteri 3 jari dibawah pusat, kontraksi

baik, luka operasi kering, NT(-), NL(-), DM (-).

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Genitalia : Inspeksi Vulva/uretra tenang, PPV (-), lokhia (+)

Diagnosa :

P1A0H1 post SCTPP ai. PRM gagal drip, nifas hari ke V

Anak-ibu baik

Sikap :

Kontrol KU, VS, PPV

Mobilisasi bertahap

14

Page 15: Prm Obesitas

Diet TKTP

Vulva higiene

Terapi :

Amoxicillin 3 x 500 mg

Antalgin 3 x 500 mg

Benovit C 1 x 1 tablet

Rencana : boleh pulang

15

Page 16: Prm Obesitas

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. OBESITAS

1. Definisi

Obesitas adalah suatu keadaan dimana terdapat penimbunan

lemak yang berlebihan didalam tubuh. Sejumlah sistem telah digunakan

untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan obesitas. Indeks massa

tubuh (BMI), juga dikenal sebagai Indeks Quetelet. BMI dihitung sebagai

berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter persegi

(kg/m2). BMI dihitung nilai-nilai yang tersedia dalam berbagai grafik dan

bentuk grafis, seperti yang ditunjukkan pada Grafik 1. (Cunningham FG et al, 2010)

Grafik 1. Perkiraan Indeks Massa Tubuh (BMI) (Dikutip dari: Cunningham FG et al, 2010)

16

Page 17: Prm Obesitas

Rekomendasi untuk penambahan berat badan selama masa

kehamilan, yang didasarkan pada BMI wanita sebelum hamil seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 1. Deposisi lemak lebih besar pada wanita dengan

BMI tinggi. Kinoshita dan Itoh (2006) mempelajari perubahan distribusi

regional lemak pada semua kehamilan menggunakan sonografi. Mereka

menemukan bahwa selama trimester ketiga terjadi peningkatan terutama

pada lemak visceral. Meskipun hal ini tidak baik bagi pertumbuhan dan

perkembangan janin. Sehingga dianjurkan wanita gemuk tidak boleh

mengalami penurunan berat badan selama kehamilan tetapi harus

membatasi berat badan sampai 20 pound. Hampir semua komplikasi

secara signifikan meningkat pada wanita yang BMI di atas normal. (Cunningham

FG et al, 2010)

Tabel 1. Peningkatan Berat Badan Wanita Hamil Berdasarkan BMI (Body Mass Index) (Dikutip dari: Cunningham FG et al, 2010)

17

Page 18: Prm Obesitas

Tabel 2. Peningkatan Berat Badan Wanita Hamil Berdasarkan BMI (Body Mass Index) Menurut WHO. (Dikutip dari: Zachariah M, Acharya U. 2007)

2. Prevalensi

Prevalensi obesitas telah meningkat di negara maju,

kelebihan berat badan pada ibu hamil merupakan hal yang umum terjadi.

Di Amerika Serikat, angka kejadian obesitas pada ibu hamil berkisar

antara 18,5-38,3% menurut rumus BMI. Kelebihan berat badan sebelum

hamil merupakan salah satu kehamilan dengan resiko tinggi pada kasus

obstetrik. (Florence GD, 2000)

3. Komplikasi

Semua pasien dengan obesitas memiliki peningkatan risiko

gestational diabetes dan preeklamsia. Deep vena trombosis dan

komplikasinya yang meliputi kematian ibu terlihat lebih sering pada pasien

obesitas. Obesitas dikaitkan dengan kemungkinan peningkatan

dari induksi persalinan dan melahirkan secara seksio sesaria. Obesitas

adalah faktor risiko spesifik untuk terjadinya komplikasi seperti perdarahan

selama operasi, infeksi luka pasca operasi, aspirasi dan emboli paru.(Miller C,

2001)

18

Page 19: Prm Obesitas

Tabel 3. Komplikasi Obstetri Pada Wanita Hamil Dengan Obesitas (Dikutip dari: Suneet P, 2003)

Tabel 4. Hubungan Body Mass Index (BMI) Sebelum Hamil DenganKondisi Kehamilan Pada Ibu Dan Janin. (Dikutip dari: Miller C, 2001)

19

Page 20: Prm Obesitas

Tabel 5. Prevalensi PROM Pada Wanita Hamil Berdasarkan BMI Sebelum Hamil (Dikutip dari: Miller C, 2001)

4. Persalinan pervaginam pada wanita hamil dengan obesitas

Selama proses persalinan akan terjadi beberapa kondisi yang

dapat terjadi pada wanita hamil dengan obesitas: (Florence GD, et al, 2000)

Kegagalan dalam kemajuan persalinan karena gangguan kontraksi

uterus

Adanya distosia bahu karena macrosomia

Kesulitan pemantauan jantung bayi

Peningkatan risiko gagalnya persalinan pervaginam pada bekas

SC.

Peningkatan resiko seksio sesaria emergensi.

Peningkatan risiko komplikasi yang berhubungan dengan

tindakan seksio sesaria.

Obesitas pada wanita hamil mempunyai risiko yang besar untuk

persalinan dengan SC karena pada persalinan normal akan ditemukan

keterlambatan pada kala I fase aktif, serta peningkatan deposisi jaringan

lunak di panggul ibu dan bayi yang lebih besar. Peningkatan risiko operasi

SC pada wanita hamil yang obesitas lebih besar dari pada wanita dengan

20

Page 21: Prm Obesitas

berat badan normal dan berat badan bayi normal. Persalinan pervaginam

wanita hamil yang obesitas meningkatkan risiko kala I fase aktif yang

lambat. Miometrium pada wanita gemuk mempunyai kekuatan dan

frekuensi yang kurang serta adanya penurunan refluks [Ca2+]

dibandingkan dengan berat badan wanita hamil yang normal. (Zhang J, et al, 2006)

Body mass index (BMI) dan hiperkolesterolemia adalah suatu hal

yang perlu diketahui. Kolesterol, adalah komponen yang penting dalam

membran sel, berperan penting dalam mengontrol kontraktilitas otot polos.

Beberapa komponen sistem sinyal selular penting untuk transduksi sinyal

otot polos telah ditemukan di daerah yang kaya kolesterol dari membran

sel. Secara khusus, estrogen dan oksitosin reseptor pada membran

miometrium dilokalisasi dan keberhasilan tersebut dimodulasi oleh kole

sterol. Adanya perubahan pada [Ca2+] yang berperan dalam perubahan

kontraktilitas. Pada penelitian ditemukan bahwa kontraktilitas miometrium

berkurang pada wanita gemuk karena kelebihan berat badan dan obesitas

menyebabkan keterlambatan kemajuan persalinan sebelum pembukaan 7

cm dan peningkatan resiko tindakan SC. Fisiologis dari kegemukan bisa

menghambat kontraktilitas miometrium. (Zhang J, et al, 2006)

Gambar 1. Kekuatan Kontraksi Miometrium Dan Kadar Kalsium (Dikutip dari: Zhang J, et al, 2006)

21

Page 22: Prm Obesitas

Kekuatan kontraksi miometrium dan Ca2 + diteliti pada perempuan

dengan rencana SC elektif (gambar 1). Amplitudo dan frekuensi kontraksi

dari underweight (uw), BMI <19,9 kg/m2, normal (n), BMI 20-24,9 kg/m2,

kelebihan berat badan (ow), BMI 25-29,9 kg/m2, obesitas (ob), BMI> 30

kg/m2. Tanda bintang statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan

dari grup berat badan normal. (Zhang J, et al, 2006)

Ibu obesitas dan hiperkolesterolemia memiliki kolesterol tinggi,

LDL yang sangat rendah, trigliserida plasma yang sangat rendah serta

(VLDL- C) dengan konsentrasi yang jauh lebih tinggi serta HDL yang

rendah pada wanita obesitas daripada wanita hamil dengan berat badan

normal. Kenaikan VLDL-C berhubungan dengan meningkatnya ratio

kolesterol bebas (fosfolipid) serta adanya perubahan pada viskositas

membran dan fluiditas membran sel. Penurunan fluiditas membran dapat

mempengaruhi fungsi dari komponen membran integral, seperti

translokasi Ca2 + dari ruang ekstraseluler ke sitoplasma selama siklus

kontraksi-relaksasi otot miometrium. Kolesterol juga penting untuk

komponen lipid yang berperan dalam memodulasi fungsi reseptor,

membantu kontraktilitas. Tingginya kadar kolesterol pada wanita gemuk

mungkin mempengaruhi efektivitas kontraksi uterus. (Zhang J, et al, 2006)

Hambatan kontraktilitas didasarkan pada perubahan biokimia yang

disebabkan oleh obesitas. Sebagai contoh, leptin, merupakan suatu

protein yang berperan dalam metabolisme sel serta berfungsi regulasi dan

diproduksi dalam jumlah yang meningkat pada wanita gemuk. Moynihan

et al menunjukkan bahwa leptin sangat menghambat kontraktilitas

miometrium in vitro. Kolesterol, juga meningkat pada obesitas, hal ini juga

berefek menghambat aktivitas miometrium dan aktifitas kalsium.

Sehingga disimpulkan obesitas yang dapat mengganggu kemajuan

persalinan dengan menghasilkan pola-pola disfungsional pada dilatasi

cervik. Mekanisme efek seperti itu mungkin dimediasi melalui kontraktilitas

uterus yang berkurang dalam fase aktif persalinan, sehingga peningkatan

22

Page 23: Prm Obesitas

kadar leptin, kolesterol, atau zat-zat metabolik lainnya pada wanita

dengan obesitas akan mengganggu kontraktilitas otot uterus. (Zhang J, et al, 2006)

B. KETUBAN PECAH DINI (KPD)

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion tediri atas amnion

dan korion yang sangat erat ikatanya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel

seperti sel epitel, sel mesenkim dan sel trofoblas yang terkait erat dalam

matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan

melindungi janin terhadap infeksi.(Soetomo S, 2009)

Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses

persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput

ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia

kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan

prematur. Dalam keadaan normal 8-10 % perempuan hamil aterm akan

mengalami ketuban pecah dini. (Soetomo S, 2009)

Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1 % kehamilan.

Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia

yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion, korion dan

apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap

stimulasi seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan

memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin dan protein hormon

yang merangsang aktivitas “ matrix degrading enzym”.(Soetomo S, 2009)

1. Mekanisme Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh

kontraksi uterus oleh peregangan yang berulang. Selaput ketuban pecah

karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang

menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh

selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan

degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan

23

Page 24: Prm Obesitas

katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan

menyebabkan selaput ketuban pecah.

Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah:

Berkurangnya asam askorbat sebagai komponen kolagen

Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat

pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP)

yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.

Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1

mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan

membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang

persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan

MMP, cenderung terjadi Ketuban pecah dini.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester

ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput

ketuban adanya hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi

uterus dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan

biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm

merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur

disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang

menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada

polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta.(Soetomo S, 2009)

Predisposisi ketuban pecah dini / persalinan preterm:

1. Kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)

2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 - 4x

3. Tindakan sanggama : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika

higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi.

24

Page 25: Prm Obesitas

4. Perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester

kedua/ketiga (20x)

5. Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)

6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)

7. Cervix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25%

8. Flora vagina abnormal : risiko 2-3x

9. Fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)

10.Kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi

misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi

persalinan preterm.

2. Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada

usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,

persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,

meningkatnya insiden seksio sesaria ataupun gagalnya persalinan normal. (Soetomo S, 2009)

3. Penilaian Klinik

Tentukan pecahnya selaput ketuban. Ditentukan dengan adanya

cairan ketuban di vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan

sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau

mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat di lakukan dengan tes

lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru, membantu dalam

menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, kelainan

janin.

Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.

Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi yaitu: bila suhu

tubuh ibu ≥ 38 0C, air ketuban yang keruh dan berbau. Pemeriksaan

air ketuban dengan tes LEA (Leukosit Esterase) yaitu leukosit darah

25

Page 26: Prm Obesitas

> 15.000/mm3. Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami

infeksi intrauterin.

Tentukan tanda-tanda in partu. Tentukan adanya kontraksi yang

teratur, periksa dalam dilakukan, bila akan dilakukan penanganan

aktif (terminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik. ( Saifuddin, AB, 2006)

4. Penatalaksanaan

A. Konservatif

Rawat di Rumah Sakit

Berikan antibiotik ( ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila alergi

ampisilin ) dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari.

Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban

masih keluar,atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada

infeksi, tes busa negatif: berikan dexametason, observasi tanda-

tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan

37 minggu.

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada

infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), dexametason, dan induksi

sesudah 24 jam.

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan

lakukan induksi.

Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi

intrauterin).

Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu

kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar

lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg

sehari dosis tunggal selama 2 hari, dexametason IM 5 mg setiap 6

jam sebanyak 4 kali.

26

Page 27: Prm Obesitas

B. Aktif

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal

seksio sesaria. Dapat juga diberikan misoprostol 50 ug intravaginal

tiap 6 jam maksimal 4 kali.

Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan

persalinan diakhiri:

a) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian

induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio

sesaria.

b) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam. (Saifuddin, AB, 2006)

5. Prognosis

Sangat variatif bergantung maturitas paru dan ada atau tidaknya

infeksi, pada usia kehamilan < 32 minggu semakin muda kelahiran

semakin buruk prognosisnya. (moloek FA, 2003)

C. INDUKSI PERSALINAN

Induksi adalah memberikan rangsangan berupa kontraksi sebelum

adanya tanda-tanda persalinan, dengan atau tanpa pecahnya ketuban.

Menurut Pusat Statistik Kesehatan Nasional, insidensi induksi persalinan

di Amerika Serikat lebih dari 2 x lipat dari 9,5 % pada tahun 1991-22,5 %

pada tahun 2006 (Martin dan rekan, 2009). Cara Induksi persalinan dapat

dilakukan dengan: (Cunningham, FG et al, 2010)

a). Secara Medis

Infus oksitosin

Prostaglandin

Cairan hipertonik intra uteri

27

Page 28: Prm Obesitas

b). Secara manipulatif

Amniotomi

Melepas selaput ketuban dan bagian bawah rahim ( stripping of

the membrane)

Pemakaian rangsangan listrik

Rangsangan pada papilla mammae

1. Indikasi Induksi Persalinan

Induksi diberikan ketika manfaat untuk ibu atau janin lebih besar

daripada melanjutkan kehamilan. Indikasi termasuk kondisi langsung,

seperti: (Cunningham, FG et al, 2010)

a. Janin

Ketuban pecah dini dengan chorioamnionitis

Janin mati

Kehamilan postterm

b. Ibu

Preeklampsia berat

Hipertensi dalam kehamilan

Kehamilan postterm

Hipertensi kronis

Diabetes mellitus

2. Kontra Indikasi Induksi Persalinan

Kontra indikasi untuk induksi sama dengan persalinan spontan.

Faktor dari janin meliputi: (Cunningham, FG et al, 2010)

Macrosomia

Kehamilan multifetal

Hidrosefalus berat

Malpresentasi dan malposisi

28

Page 29: Prm Obesitas

Beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan jenis sayatan di

uterus sebelumnya

Gangguan anatomi panggul

Plasenta yang abnormal: insufisiensi plasenta dan plasenta previa

Grande multipara

Distensi rahim yang berlebihan

Kondisi seperti infeksi herpes atau kanker serviks

3. Syarat-Syarat Drip Induksi (Cunningham, FG et al, 2010)

Kehamilan aterm

Ukuran panggul normal

Tak ada CPD

Janin dalam presentasi kepala

Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai

membuka)

4. Risiko

Risikonya meningkatkan angka komplikasi kehamilan dengan

persalinan yang diinduksi yang berakhir dengan persalinan secara

perabdominal, chorioamnionitis dan atonia uteri. (Cunningham, FG et al, 2010)

5. Keberhasilan Induksi Persalinan

Beberapa faktor yang meningkatkan keberhasilan induksi

persalinan adalah:

Multiparitas

Indeks massa tubuh (BMI) <30

Serviks yang matang

Berat badan janin < 3500 gram

Para penulis menyimpulkan bahwa dengan membutuhkan minimal

12 jam stimulasi uterus dengan oksitosin setelah ketuban pecah, pada

29

Page 30: Prm Obesitas

nulliparas masuk fase laten pada 6 jam berikutnya dan 9 jam masuk fase

aktif dan partus pervaginam. Simon dan Grobman (2005) melaporkan

bahwa hanya 2 % dari persalinan nulliparas mencapai fase aktif sebelum

persalinan dengan seksio sesaria. (Cunningham, FG et al, 2010)

6. Pematangan Serviks

Kondisi serviks yang matang penting untuk keberhasilan suatu

induksi persalinan. Salah satu metode kuantitatif digunakan untuk

memprediksi keberhasilan induksi persalinan adalah dengan skor Bishop

dengan angka 9 kemungkinan tinggi untuk keberhasilan induksi.

Kebanyakan praktisi akan menganggap bahwa seorang perempuan

dengan dilatasi serviks 2 cm, penipisan 80 %, medial dengan kepala janin

berada di Hodge 1 memiliki keberhasilan dalam induksi persalinan. Skor

Bishop 4 atau kurang kemungkinan kondisi serviks tidak mendukung

suatu persalinan pervaginam sehingga merupakan indikasi untuk

pematangan serviks. (Cunningham, FG et al, 2010)

Tabel 6. Penilaian Serviks Menurut Bishop (Dikutip dari : Cunningham FG et al, 2010 )

Skor 0 1 2 3Pembukaan serviks (cm)

0 1 - 2 3 – 4 5 – 6

Pendataran serviks (%)

0 – 30 40 - 50 60 – 70 80

Penurunan kepala di ukur dari bidang hodge III (cm)

- 3 - 2 - 1/0 +1 / +2

Konsistensi serviks Kaku sedang Lunak

Posisi serviks ke belakang searah sumbu jalan lahir

kearah depan

Pada banyak kasus, pasien terlalu sering memiliki indikasi untuk

induksi tapi dengan serviks yang tidak menguntungkan. Sebagai

30

Page 31: Prm Obesitas

favorability atau penurunan skor Bishop, ada tingkat induksi semakin tidak

berhasil. Dengan demikian, penelitian banyak yang diarahkan ke berbagai

teknik untuk "mematangkan" serviks sebelum timbulnya kontraksi uterus.

Dalam banyak kasus, teknik yang digunakan untuk meningkatkan

favorability juga merangsang kontraksi uterus. Dengan demikian, mereka

dapat digunakan untuk induksi persalinan. Metode yang digunakan untuk

pematangan serviks meliputi persiapan farmakologis dan berbagai bentuk

distensi serviks mekanik. (Cunningham, FG et al, 2010)

7. Penilaian Kesiapan Miometrium

Miometrium yang mengelilingi kavum uteri sangat dekat dengan

desidua maternal dan secara topografi dipisahkan kedalam fundus, korpus

dan isthmus. Selama fase aktif persalinan, fundus uteri aktif berkontraksi

sedangkan segmen bawah rahim mengalami relaksasi ke arah serviks

dan terus menipis. Bukti perbedaan topografi miometrium manusia tidak

hanya sebatas perubahan fisik selama persalinan. (Terzidou Vasou, 2007)

Konsentrasi reseptor oksitosin miometrium terus meningkat dan hal

ini menggambarkan peningkatan sensitivitas terhadap rangsangan

oksitosin. Ikatan dari oksitosin pada reseptornya merangsang kontraksi

uterus melalui aktivasi pospolipase C yang pada akhirnya memobilisasi

kalsium intrasel. Pengaruh tambahan pada kontraktilitas mungkin

diperantarai melalui reseptor oksitosin desidua yang merangsang produksi

prostanoid intrauterus.

Peningkatan reseptor oksitosin miometrium sejalan dengan

peningkatan jumlah dan luas permukaan protein gap junction. Sama

seperti pada sel otot lain, sinyal selular yang mengontrol kontraksi dan

relaksasi miometrium secara efektif dihantarkan diantara sel-sel melalui

saluran penghubung interselular. Komunikasi antar sel miometrium

berlangsung melalui gap junction. Jumlah optimal gap junction dipercaya

penting untuk sinkronisasi kelistrikan miometrium dan koordinasi

kontraksi.(Cunningham, 2010) Induksi dengan oksitosin akan menghasilkan

31

Page 32: Prm Obesitas

kontraksi yang efektif bila reseptor oksitosin miometriumnya sudah cukup

serta ada gap junction untuk koordinasi kontraksi.

Rangsangan papilla mammae dapat dipakai untuk mengetahui

adanya reseptor oksitosin. Kontraksi yang timbul setelah rangsangan

papillae mammae menunjukkan kesiapan miometrium untuk memasuki

persalinan.(Serudji Joserizal, 1993)

8. Induksi Persalinan Dengan Oksitosin

Pada kebanyakan kasus, pematangan serviks sebelum induksi dan

induksi persalinan merupakan hal yang biasa. Sering kali, seperti

dijelaskan di atas, "pematangan" juga akan merangsang persalinan. Jika

tidak, bagaimanapun, induksi atau augmentasi dapat dilanjutkan dengan

infus oksitosin yang diencerkan dalam cairan infus. (Cunningham, FG et al, 2010)

Oksitosin sintetik adalah salah satu obat yang paling umum

digunakan di Amerika Serikat. Ini adalah pertama kalinya disintesis

hormon polipeptida, mendapat prestasi tahun 1955 berupa hadiah Nobel

Kimia(du Vigneaud dan rekan kerja, 1953). Obat ini dapat digunakan

untuk induksi atau tambahan untuk proses persalinan. Dengan

menggunakan oksitosin, dokter kandungan dan ginekolog di American

College (1999a) merekomendasikan untuk memantau denyut jantung

janin dan kontraksi untuk setiap kehamilan berisiko tinggi. Kontraksi dapat

dipantau baik dengan palpasi atau melalui sarana elektronik pencatatan

aktivitas uterus. Satu hal yang penting bahwa dengan palpasi adalah

tekanan kontraksi tidak dapat diukur secara akurat. (Cunningham, FG et al, 2010)

9. Teknik Pemberian Oksitosin Intravena

Tujuan dari induksi atau augmentasi adalah untuk mempengaruhi

aktivitas uterus yang cukup untuk menghasilkan perubahan serviks dan

penurunan janin. Secara umum, oksitosin harus dihentikan jika jumlah

kontraksi berlanjut dengan frekuensi yang > 5 x dalam waktu 10 menit

atau 7 x dalam waktu 15 menit atau dengan pola denyut jantung janin

32

Page 33: Prm Obesitas

yang tidak baik. Penghentian oksitosin hampir selalu cepat menurunkan

frekuensi kontraksi. Bila oksitosin dihentikan, konsentrasi dalam plasma

akan turun cepat karena waktu paruhnya sekitar 5 menit. Seitchik dan

rekan kerja (1984) menemukan bahwa kontrak uterus dalam waktu 3 - 5

menit awal infus oksitosin dengan konsentrasi yang cukup di plasma

dicapai dalam 40 menit. Respon yang sangat bervariasi dan tergantung

pada. (Cunningham, FG et al, 2010)

Kondisi uterus dan cerviks

Usia kehamilan

Perbedaan kondisi biologis

10. Dosis Oksitosin

Satu ampulnya mengandung 10 unit yang diencerkan dalam 1000

ml cairan kristaloid yang terpasang dengan infus. Ada jenis lain yang khas

yaitu yang mengandung 10-20 unit atau 10.000-20.000 mU dicampurkan

kedalaman 1000 ml larutan RL. Hasil campuran ini dalam konsentrasi

oksitosin 10 atau 20 mU/ml. (Cunningham, FG et al, 2010)

Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang, protokol

induksi persalinan menggunakan 5 IU oksitosin dalam 500 ml ringer laktat

mulai 6 mIU/menit dinaikkan 3 mIU/menit setiap 30 menit sampai his

adekuat.

Tabel 7. Variasi Dosis Oksitosin Rendah Sampai Tinggi Pada Induksi Persalinan (Dikutip dari : Cunningham FG et al, 2010 )

Regimen Dosis Awal Peningkatan Dosis 9 Interval

33

Page 34: Prm Obesitas

(Mu/Menit) (Mu/Menit) (Menit)Dosis rendah

0,5-1,5 1 15-40

2 4, 8, 12, 16, 20, 25, 30

15

Dosis tinggi 4 4 154,5 4,5 15-306 6a 20-40b

a: Dengan hiperstimulasi dan sesudah infus oksitosin dihentikan dan dimulai dengan ½ dari dosis sebelumnya dan meningkat setiap 3 mU/menit.

b: Hiperstimulasi pada interval yang pendek

BAB IV

DISKUSI

34

Page 35: Prm Obesitas

Telah diajukan suatu kasus pada waktu masuk rumah sakit dengan

diagnosa G1P0A0H0 gravid aterm + PRM 2 jam + obesitas, Janin hidup,

tunggal, intra uterin letak kepala H I-II. Permasalahan pada pasien ini

adalah :

1. Apakah pilihan persalinan pada pasien ini sudah tepat ?

2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat ?

Diagnosis KPD (PRM) pada pasien ini ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis diketahui pasien

mengeluh keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 2 jam sebelum

masuk RS, yang membasahi sehelai kain sarung dengan warna jernih dan

bau amis yang merupakan bau khas air ketuban tanpa adanya tanda-

tanda inpartu berupa nyeri pinggang menjalar keari-ari ( his ) dan

keluarnya lendir campur darah dari kemaluan ( bloody show ). Ini sesuai

dengan definisi KPD yaitu pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-

tanda inpartu.(Soetomo S, 2009)

Pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi

intrauterine. Ini ditandai dengan suhu tubuh yang normal, tidak ada

takikardi ibu dan janin, frekuensi bunyi jantung yang masih dalam batas

normal dan teratur ( tidak ada fetal distress ) dan juga tidak adanya sekret

vagina yang berbau. Ditunjang hasil laboratorium dengan leukosit yang

normal. Namun pasien tetap diberikan antibiotik spektrum luas untuk

profilaksis. Setelah melahirkan pasien ini dilanjutkan dengan pemberian

antibiotik injeksi dan oral. Tindakan pemberian profilaksis ini masih

menjadi kontroversi dan hingga saat ini belum ada penelitian untuk menilai

keuntungan tindakan ini. POGI dalam Standar Pelayanan Medik Obstetri

dan Ginekologi untuk pasien PRM dengan tindakan konservatif

menganjurkan pemberian antibiotika bila ketuban sudah pecah > 6 jam,

tetapi pada pasien ini antibiotik diberikan pada ketuban yang sudah pecah

2 jam dengan Ampicilin 2 gram (IV). Pada pasien ini pemberian antibiotik

35

Page 36: Prm Obesitas

walaupun tidak tepat kita tetap berikan karena tingginya angka infeksi

nosokomial diruang persalinan dan perawatan menurut SMF Obstetri dan

Ginekologi Rs Dr. M. Djamil Padang.

Dalam buku acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal, antibiotika dosis tinggi diberikan apabila ditemukan tanda-tanda

infeksi. ( Saifuddin, AB, 2006)

Pada pemeriksaan fisik dengan inspekulo didapatkan adanya

cairan yang menumpuk di fornik posterior vagina dengan test lakmus

positif (merubah warna lakmus merah menjadi biru) yang menunjukkan

cairan ini memiliki pH > 7, sesuai dengan karakter cairan ketuban dan

terlihat cairan jernih merembes dari canalis cervicalis. ( Saifuddin, A.B, 2006)

Setelah point diagnostik KPD didapatkan, dilakukan pemeriksaan

dalam (Vaginal toucher / VT) untuk menilai keadaan pelvik yang sangat

menentukan dalam pengelolaan pasien selanjutnya.

Setelah diagnosa KPD ditegakkan maka hal yang paling penting

diketahui secara pasti adalah usia kehamilan, karena sangat menentukan

dalam pilihan terapi. Pada pasien ini usia kehamilan tidak dapat dihitung

berdasarkan rumus Naegle, karena HPHT lupa. Gravida aterm ditetapkan

berdasarkan lamanya tidak haid, mulanya dirasakan gerak anak, tinggi

fundus uteri. Diagnosis ketuban pecah dini pada pasien ini sudah tepat,

berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Setelah diagnosa dan penatalaksanaan ditegakkan, maka untuk

kepentingan akademis diperlukan pemikiran untuk mencari penyebab dari

KPD ini. Walaupun secara teori penyebab dari KPD ini masih belum

diketahui, namun ada beberapa faktor resiko yang mungkin ada pada

pasien ini. Seperti sosioekonomi yang rendah yang kita kaitkan dengan

infeksi bakteri atau Sexual Transmitted Disease/STD dan infeksi traktus

urinarius yang masih memerlukan pembuktian dengan mengkultur sekret

vagina dan kultur urin untuk mencari ada tidaknya sumber infeksi yang

36

Page 37: Prm Obesitas

menjadi faktor resiko terjadinya KPD.(Parry S, 1998) Namun pada pasien ini

tidak dilakukan. Etiologi ketuban pecah dini pada pasien ini belum dapat

ditentukan.

Pada pasien ini terdapat faktor resiko untuk terjadinya suatu KPD

dengan TB = 153 cm dan BB = 92 kg didapatkan BMI = 39,9.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Miller C tahun 2001

dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara BMI sebelum hamil dengan

angka kejadian KPD intrapartum dengan persentase 7,9 % pada wanita

obesitas. (Miller C, 2001) Penghitungan BMI pada pasien ini kurang tepat,

karena penghitungan BMI seharusnya dilakukan dengan berat badan

sebelum hamil, sehingga dapat dinilai peningkatan berat badan selama

hamil yang masih dalam batas normal. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1

dan 2. Pasien ini didiagnosa dengan obesitas berdasarkan BMI kemudian

dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu, untuk menyingkirkan adanya

DM dalam kehamilan. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil

GDS normal, walaupun seharusnya dilanjutkan dengan pemeriksaan

yang lebih akurat yaitu gula darah 2 jam pp tapi tidak dapat dilakukan

pemeriksaan karena pasien tidak dalam persiapan yaitu minimal 6 jam

sebelum di ambil darah untuk pemeriksaan gula darah 2 jam pp. Setelah

dilakukan tindakan SCTPP, pasien dan bayi dilakukan pemeriksaan GDS

ulang yang hasilnya masih dalam batas normal.

Sesuai dengan protap bagian obstetri dan ginekologi maka rencana

penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan menunggu munculnya

tanda-tanda inpartu sampai 6 jam sejak pecahnya ketuban. Setelah

ditunggu selama 4 jam, pada pasien ini tidak terdapat tanda – tanda

inpartu. Pada pemeriksaan rangsangan papilla mammae didapatkan hasil

yang positif. Rangsangan papilla mammae dapat dipakai untuk

mengetahui adanya reseptor oksitosin. Kontraksi yang timbul setelah

rangsangan papillae mammae menunjukkan kesiapan miometrium untuk

memasuki persalinan.

37

Page 38: Prm Obesitas

Penanganan selanjutnya dilakukan drip induksi dengan

terpenuhinya syarat-syarat suatu tindakan induksi persalinan yaitu

kehamilan aterm, ukuran panggul normal, tidak ada CPD, janin dalam

presentasi kepala, Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar

medial dan sudah mulai membuka).( Saifuddin, A.B, 2006, Cunningham FG et al, 2010)

Pada pemeriksaan dalam didapatkan pelvik score 4, rangsangan

papilla mammae positif sehingga kemungkinan keberhasilan drip induksi

lebih besar. Drip induksi dilakukan dengan pemberian oksitosin 5 IU

dalam 500 cc RL dimulai dengan 10 tetes/menit dan dinaikkan 5 tetes/30

menit sampai his ade kuat (maximal 60/menit). (Cunningham, 2010) Setelah drip

induksi kolf pertama selesai didapatkan tanda-tanda inpartu dari

anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan his 5-6/10-15’/L. Pada

pemeriksaan vagina toucher didapatkan pembukaan 1 jari sempit, portio

tebal 1,5 cm, medial, lunak, ketuban sulit dinilai dan teraba kepala H I-II.

Drip induksi dinyatakan gagal karena tidak didapatkannya his yang

adekuat sehingga tidak ada kemajuan persalinan. Penatalaksanaan pada

pasien ini kurang tepat karena seharusnya dilakukan drip induksi sampai

60 tetes /menit sehingga setelah memasuki tetesan ke 60 masih belum

didapatkan his yang ade kuat, kita bisa menyatakan gagal drip induksi.

Beberapa faktor yang meningkatkan keberhasilan induksi

persalinan adalah multiparitas, indeks massa tubuh (BMI) <30, serviks

yang matang dan berat badan janin < 3500 gram. (Cunningham, FG et al, 2010) Pada

pasien ini kegagalan drip induksi didukung oleh faktor nuliparitas, BMI

39,2 (obesitas) dan taksiran berat janin 3565 gram. Persalinan

pervaginam pada wanita hamil dengan obesitas menpunyai resiko akan

terjadi kegagalan dalam kemajuan persalinan karena gangguan kontraksi

uterus. (Florence GD, et al, 2000) Miometrium pada wanita gemuk mempunyai

kekuatan dan frekuensi yang kurang serta adanya penurunan refluks

[Ca2+] dibandingkan dengan berat badan wanita hamil yang normal.

Hambatan kontraktilitas didasarkan pada perubahan biokimia yang

38

Page 39: Prm Obesitas

disebabkan oleh obesitas. Sebagai contoh, leptin, merupakan suatu

protein yang berperan dalam metabolisme sel serta berfungsi regulasi dan

diproduksi dalam jumlah yang meningkat pada wanita gemuk. Moynihan

et al menunjukkan bahwa leptin sangat menghambat kontraktilitas

miometrium in vitro. Kolesterol, juga meningkat pada obesitas terutama

VLDL-C dan kolesterol bebas (fosfolipid) sehingga ratio meningkat, hal ini

berefek pada hambaant aktivitas miometrium dan aktifitas kalsium.

Sehingga disimpulkan obesitas yang dapat mengganggu kemajuan

persalinan (Zhang J, et al, 2006)

Setelah dinyatakan gagal drip induksi maka penatalaksanaan

selanjutnya dilakukan SCTPP, lahir bayi Laki-laki (♂) dengan berat badan

3738 gram, panjang badan 51 cm, A/S 8/9. Plasenta lahir dengan sedikit

tarikan ringan pada tali pusat, lengkap, 1 buah, berat 500 gram, ukuran

± 17x17x3 cm. Panjang tali pusat 50 cm, insersio parasentralis.

Perdarahan selama tindakan ± 150 cc.

Setelah dilakukan perawatan nifas pada ibu berupa mobilisasi

bertahap dengan prinsip mobilisasi sedini mungkin, perawatan luka

operasi dan payudara, vulva higiene dan diet TKTP ternyata tidak

ditemukan adanya komplikasi nifas sehingga pasien dapat dipulangkan

pada hari kelima.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

39

Page 40: Prm Obesitas

1. Kesimpulan

a. Penatalaksanaan pasien ini sudah sesuai dengan kepustakaan dan

protap bagian Obstertri dan Ginekologi RSU Dr. M. Djamil Padang.

b. Penatalaksanaan pasien ini sudah tepat tetapi perlu pertimbangan

status BMI pada pasien ini sebelum dilakukan drip induksi.

c. Drip induksi gagal pada pasien ini disebabkan oleh: nuliparitas, BMI

39,2 (obesitas) dan taksiran berat janin 3565 gram.

2. Saran

a. Diperlukan penanganan yang komprehensif terhadap kasus

ketuban pecah dini dengan obesitas untuk mencegah atau

meminimalisir komplikasi yang ditimbulkannya.

b. Penghitungan BMI berdasarkan berat badan sebelum hamil

sehingga dapat diketahui peningkatan berat badan selama hamil.

DAFTAR PUSTAKA

40

Page 41: Prm Obesitas

Addo VN. Body Mass Index, Weight Gain During Pregnancy And Obstetric Outcomes. In: Ghana Medical Journal. Department Of Obstetrics And Gynaecology, University Of Science And Technology. Ghana. 2010.

Catalin SB, et al. Intrauterine Pressure During the Second Stage of Labor in Obese Women. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Published by Lippincott Williams & Wilkins. vol. 103, no. 2, February 2004.

Cunningham, Normal Labour and Delivery; Williams Obstetrics, 23th

edition. Appleton & Lange New York, 2010.

Farah N, et al. Maternal Morbid Obesity and Obstetric Outcomes. In: obes Facts. UCD School of Medicine and Medical Science, Coombe Women and Infants University Hospital, Dublin, Ireland. 2009.Article in press - uncorrected proof

Florence GD, et al. Obesity and pregnancy: complications and cost. American Journal Clinical Nutrition.USA. 2000;71.

Handaya, Ketuban Pecah Prematur, Ilmu Kedokteran Fetomaternal, edisi pertama, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi, Surabaya, 2004, hal 392-3.

Iwona J, et al. Pregnancy and labour course in women with prepregnancy overweight and obesity. In; Archives of Perinatal Medicine. The Chair and Clinic of Obsterics, Gynecological Diseases and Oncological Gynecology. Bydgoszcz UMK (Nicolaus Copernicus University). Toruń. 2010.

Islam A, Khan NA, Ehsan A. Complications of raised BMI in pregnancy. Professor Med J. Military Hospital, Rawalpindi. 2010;17(3):498-504.

Miller C, et al. Pre-Pregnancy Body Mass Index: Associations with Pregnancy Outcomes and Adverse Maternal Health Conditions. Florida Department of Health,Tallahassee, Florida. 2001.

Moloek FA, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi, Indonesia, 2003.

Parry S, Strauss JF. Premature Rupture of The Fetal Membrane. NEJM, publikasi 15 Maret 1998. vol 338:663-670; diakses tanggal 1 Januari 2011 dari http://www.bmj.com .

41

Page 42: Prm Obesitas

Sunnet P. Obesity in pregnancy: Risks and interventions by gestational stage. In: Obstretric management. University of Pittsburgh Medical Center St. Margaret, Pittsburgh. 2003.

Soetomo S: Ketuban Pecah Dini: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat Cetakan Keempat, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2009.

Saifuddin, AB : Ketuban Pecah Dini : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, edisi pertama 2000, JNPKKR-POGI-Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2006.

Serudji Joserizal, Thesis : Prediksi Hasil Induksi Persalinan Dengan Drip Oksitosin Berdasarkan Tes Rangsangan Papillae Mammae. Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi – FK Unand/RSUP Dr. M. Djamil Padang, 1993. 

Sugiyama T, et al. Management of Obesity in Pregnancy. Current Women’s Health Reviews. Department of Obstetrics and Gynecology, Mie University Graduate School of Medicine, Mie, Japan. 2009.

Sohinee B, et al. Effect of Body Mass Index on pregnancy outcomes in nulliparous women delivering singleton babies. BMC Public Health. Edinburgh. 2007.

Terzidou Vasso, Biochemical And Endocrinological Preparation For Parturition. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynecology, 2007, Vol 21, No 5, 729-756.

Vahratian A, et al. Maternal Prepregnancy Overweight and Obesity and the Pattern of Labor Progression in Term Nulliparous Women. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Published by Lippincott Williams & Wilkins. 2004.

Verdiales M, et al. The effect of maternal obesity on the course of labor. In: journal Perinatology Medicine.Departments of Obstetrics and Gynecology, Jamaica Hospital Medical Center and the Weill Cornell Medical College, New York City, USA, 2009.

Yu CKH, et al. Obesity in pregnancy. Department of Obstetrics and Gynaecology and b Department of Metabolic Medicine, Imperial College School of Medicine at St Mary’s Hospital, London, UK, 2006.

42

Page 43: Prm Obesitas

Zachariah M, Acharya U. Obesity and infertility. J R Coll Physicians Behind the Medical Headlines. Royal College of Physicians of Edinburgh. 2007. 37:321–324.

Zhang J, et al. Poor uterine contractility in obese women. a Department of Physiology, University of Liverpool, Liverpool UK. November 2006.

43