7 bab ii tinjauan pustaka 2.1 definisi obesitas kata obesitas

17
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas berasal dari bahasa latin : obesus, obedere yang artinya gemuk atau kegemukan. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2015). Obesitas menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh, yang ditandai dengan peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal. Secara klinis, seseorang dinyatakan mengalami obesitas bila terdapat kelebihan berat badan sebesar 15% atau lebih dari berat badan idealnya. Dengan pengukuran yang lebih ilmiah, penentuan obesitas didasarkan pada proporsi lemak terhadap berat badan total seseorang. (Misnadiarly, 2007). Rata- rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25 30% pada wanita dan 18 23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria lebih dari 25% mengalami obesitas (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). 2.2 Remaja 2.2.1 Definisi Remaja Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Perubahan pada remaja dibagi dalam tiga tahap yaitu remaja awal (early adolescent) terjadi pada usia 12 14 tahun, pertengahan Universitas Sumatera Utara

Upload: vunhi

Post on 12-Jan-2017

226 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Obesitas

Kata obesitas berasal dari bahasa latin : obesus, obedere yang artinya

gemuk atau kegemukan. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak

abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2015).

Obesitas menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan di

dalam tubuh, yang ditandai dengan peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT)

di atas normal. Secara klinis, seseorang dinyatakan mengalami obesitas bila

terdapat kelebihan berat badan sebesar 15% atau lebih dari berat badan idealnya.

Dengan pengukuran yang lebih ilmiah, penentuan obesitas didasarkan pada

proporsi lemak terhadap berat badan total seseorang. (Misnadiarly, 2007). Rata-

rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria.

Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar

25 – 30% pada wanita dan 18 – 23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih

dari 30% dan pria lebih dari 25% mengalami obesitas (Adriani dan Wirjatmadi,

2012).

2.2 Remaja

2.2.1 Definisi Remaja

Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat

penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga

mampu bereproduksi. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa. Perubahan pada remaja dibagi dalam tiga tahap

yaitu remaja awal (early adolescent) terjadi pada usia 12 – 14 tahun, pertengahan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

8

(middle adolescent) terjadi pada usia 15 – 17 tahun, dan akhir (late adolescent)

terjadi pada usia 18 – 21 tahun. Menurut World Health Organization (WHO),

batasan remaja secara umum adalah mereka yang berusia 10 tahun sampai 19

tahun (Proverawati, 2010).

2.2.2 Permasalahan Gizi Remaja

Cukup banyak masalah yang berdampak negatif terhadap kesehatan dan

gizi remaja. Dalam beberapa hal, masalah gizi remaja merupakan kelanjutan dari

masalah gizi pada usia kanak-kanak, yaitu anemia defisiensi besi serta kelebihan

dan kekurangan berat badan. Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja

akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah

dewasa dan berusia lanjut. Pola makanan yang tidak sehat diantaranya banyak

mengonsumsi makanan yang berkalori tinggi, yang banyak mengandung gula, dan

minuman berkalori tinggi tetapi jarang sekali mengonsumsi sayuran, buah, dan

makanan berserat lainnya (Mitayani dan Sartika, 2010).

Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan

pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung

berlanjut hingga dewasa dan lansia. Ada 3 alasan mengapa remaja dikategorikan

rentan. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan

energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan ketiga

kecanduan alkohol dan obat dan disamping itu, tidak sedikit remaja yang makan

secara berlebihan dan akhirnya mengalami obesitas (Arisman, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

9

2.3 Epidemiologi Obesitas

2.3.1 Distribusi dan Frekuensi

a. Berdasarkan Orang

(1) Kelompok Umur

Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa, prevalensi gizi lebih

secara nasional pada kelompok balita di Indonesia sebesar 11,9%. Pada kelompok

umur sekolah dasar 5 – 12 tahun mencapai 18.8% terdiri dari gemuk 10,8% dan

sangat gemuk atau obesitas 8,8%. Pada kelompok remaja umur 13 – 15 tahun

sebesar 10,8%, terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5% sangat gemuk atau obesitas.

Pada kelompok umur remaja akhir usia 16 – 18 tahun, prevalensi mencapai 7,3%

terdiri dari 5,7% untuk kegemukan dan 1,6% untuk obesitas. Prevalensi pada

kelompok dewasa umur >18 tahun sangat tinggi yaitu 15,4% untuk kegemukan

dan 13,5% untuk obesitas. Hal ini menunjukkan bahwa, obesitas dapat terjadi

pada setiap kelompok umur baik anak-anak, remaja, maupun dewasa.

(2) Jenis Kelamin

Secara keseluruhan, sekitar 13% dari populasi dunia pada orang dewasa

(11% laki-laki dan 15% perempuan) yang mengalami obesitas pada tahun 2014

(WHO, 2015). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi penduduk laki-laki

dewasa yang obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7%, lebih tinggi dari tahun

2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%) sementara prevalensi obesitas perempuan

dewasa (>18 tahun) 32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5% dari

tahun 2010 (15,5%). Prevalensi gizi lebih relatif lebih tinggi pada remaja

perempuan dibanding dengan remaja laki-laki yaitu terdiri dari perempuan

sebanyak 1,5% dan laki-laki sebanyak 1,3% (Aini, 2012). Prevalensi obesitas

Universitas Sumatera Utara

Page 4: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

10

pada remaja di Minahasa adalah 26,33% yang terdiri dari 4,30% remaja laki-laki

dan 22.03% remaja perempuan (Kussoy et al, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa,

obesitas dapat terjadi baik pada laki-laki maupun pada perempuan namun

prevalensi perempuan yang obesitas lebih banyak daripada laki-laki.

a. Berdasarkan Tempat

Obesitas tidak hanya terjadi di negara-negara maju, tetapi juga terjadi di

negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi obesitas pada usia

12 – 19 tahun sebesar 20,5% pada tahun 2011 – 2012 (Ogden et al , 2013). Di

Inggris, prevalensi obesitas pada usia 11 – 15 tahun sebesar 19,9% pada tahun

2013 diantaranya obesitas pada anak laki-laki sebesar 20,4% sedangkan pada anak

perempuan sebesar 19,4% (HSE, 2015). Di Malaysia, prevalensi obesitas pada

remaja mencapai 6,6%. Di Cina, kurang lebih 10% remaja mengalami obesitas,

sedangkan di Jepang, prevalensi obesitas pada umur 6-14 tahun berkisar antara 5-

11% (Adriani dan Wijatmadi, 2012). Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil

Riskesdas 2013 prevalensi gemuk dan obesitas pada remaja umur 13 – 15 tahun

sebesar 10,8%, terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5% sangat gemuk atau obesitas.

Sebanyak 13 provinsi dengan prevalensi kegemukan diatas nasional, yaitu Jawa

Timur (8,9%), Kepulauan Riau (9,2%), DKI Jakarta (9,4%), Bengkulu (12,1%),

Sumatera Selatan (9,5%), Kalimantan Barat (9,6%), Sumatera Utara (10,9%),

Bangka Belitung (9,7%), Bali (9,7%), Kalimantan Timur (11,3%), Lampung

(11,4%), Sulawesi Utara (13,1%) dan Papua (13,8%).

b. Berdasarkan Waktu

Menurut WHO (2015), prevalensi obesitas di seluruh dunia mengalami

peningkatan lebih dari dua kali lipat antara tahun 1980 dan 2014. Pada tahun

2014, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa di seluruh dunia berusia 18 tahun ke atas

Universitas Sumatera Utara

Page 5: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

11

mengalami kelebihan berat badan. Di Amerika Serikat, prevalensi obesitas pada

usia 12 – 19 tahun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Obesitas pada

anak laki-laki mengalami peningkatan pada tahun 2009 – 2010 sebesar 19,6%

menjadi 20,3% pada tahun 2011 – 2012 dan obesitas pada anak perempuan juga

mengalami peningkatan dari 17,1% pada tahun 2009 – 2010 menjadi 20,7% pada

tahun 2011 – 2012 (Ogden et al, 2013). Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil

Riskesdas 2013 prevalensi kegemukan pada usia 13 – 15 tahun juga mengalami

peningkatan dari tahun 2010 – 2013. Pada tahun 2010, prevalensi kegemukan di

Indonesia sebesar 2,5% menjadi 10,8% pada tahun 2013.

2.3.2 Determinan

a. Jenis Kelamin

Jenis kelamin tampaknya juga ikut berperan dalam timbulnya obesitas

meskipun dapat terjadi pada kedua jenis kelamin. Di negara-negara maju, karena

merupakan masalah kesehatan masyarakat, penelitian yang berkaitan dengan

obesitas cukup banyak dilakukan. Dari survey yang dilakukan terhadap populasi

dewasa umur 20 – 74 tahun dan Amerika Serikat, dilaporkan bahwa obesitas lebih

banyak dijumpai pada kaum wanita dibanding pria (Misnadiarly,2007).

Obesitas tiga kali lebih banyak dijumpai pada wanita, keadaan ini

disebabkan metabolisme pada wanita lebih rendah (Adriani dan Wijatmadi, 2012).

b. Pendidikan Orangtua

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting

yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang

lebih tinggi, diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki

menjadi lebih baik. Pengetahuan gizi tentang gizi yang baik akan berpengaruh

terhadap kebiasaan makan keluarga karena pengetahuan gizi mempunyai peranan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

12

yang sangat penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang.

(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI, 2014).

c. Pola Makan

(1) Kecukupan Energi

Pola makan remaja akan menentukan jumlah zat-zat gizi yang diperlukan

oleh remaja untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Jumlah makanan yang

cukup sesuai dengan kebutuhan akan menyediakan zat-zat gizi yang cukup pula

bagi remaja guna menjalankan kegiatan fisik yang sangat meningkat. Pola makan

pada dasarnya merupakan variabel yang secara langsung berhubungan dengan

status gizi. Pola makan diketahui dengan banyak cara antara lain dengan menilai

asupan gizi (Hendrayati et al, 2010).

Kebutuhan energi diperlukan remaja untuk kegiatan sehari-hari maupun

untuk proses metabolisme tubuh. Pada remaja perempuan usia 13 – 15 tahun

kebutuhan energinya sebesar 2.125 kal/hari sedangkan pada remaja laki-laki usia

13 – 15 tahun kebutuhan energinya sebesar 2.475 kal/hari (Kementerian

Kesehatan RI, 2013).

Apabila ingin melakukan perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan

keadaan gizi seseorang, biasanya dilakukan perbandingan pencapaian konsumsi

zat gizi individu tersebut terhadap AKG (Supariasa, 2002).

Kecukupan energi = Konsumsi

Angka Kecukupan Energix100%

Universitas Sumatera Utara

Page 7: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

13

(2) Kebiasaan Makan Utama

Menurut Budiyanto (2004), kebiasaan makan utama diukur berdasarkan

frekuensi makan dengan mengonsumsi sejumlah makanan lengkap dalam satu

hari. Kebiasaan makan berasal dari budaya kelompok yang diajarkan kepada

anggota keluarga. Keluarga Indonesia pada umumnya makan 3 kali sehari yaitu

pada saat sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Beberapa keluarga

mengembangkan pola makan dua kali sehari yaitu makan siang dan malam.

(3) Kebiasaan Konsumsi Jajanan

Kebiasaan senang mengonsumsi jajanan membuat tubuh memperoleh

tambahan energi sehingga tanpa disadari asupan energi ke dalam tubuh melebihi

kebutuhan dan dampaknya berupa bertambahnya timbunan lemak dalam tubuh.

Kebiasaan seperti itu akan memudahkan terjadinya obesitas pada usia remaja

(Moehyi, 2003).

Jenis makanan jajanan menurut Kementerian Kesehatan RI (2011) dapat

digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :

a. Makanan sepinggan

Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan yang dapat disiapkan

di rumah terlebih dahulu atau disiapkan di tempat penjualan. Contoh makanan

sepinggan, yaitu mie instan, nasi goreng, siomay, pizza, burger, bakso, mi ayam

dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

14

b. Makanan camilan

Makanan camilan adalah makanan yang dikonsumsi diantara dua waktu

makan. Makanan camilan terdiri dari makanan camilan basah dan makanan

camilan kering. Makanan camilan basah dapat disiapkan di rumah terlebih dahulu

atau disiapkan di tempat penjualan, seperti pisang goreng, lemper, lumpia, risoles,

dan lain-lain. Makanan camilan kering umumnya diproduksi oleh industri pangan

baik industri besar, industri kecil, dan industri rumah tangga, seperti produk

ekstrusi (brondong), keripik, biskuit, kue kering, coklat dan lain-lain.

c. Minuman

Kelompok minuman yang biasanya dijual meliputi yang pertama air

minum, baik dalam kemasan maupun yang disiapkan sendiri. Kedua, minuman

ringan seperti minuman sari buah, minuman berkarbonasi, es sirup dan lain-lain.

Ketiga, minuman campur seperti es buah, es cendol, es doger, dan lain-lain.

d. Aktifitas Fisik

Ketersediaan televisi telah meningkatkan angka kejadian obesitas di

kalangan remaja. Anak-anak dan remaja menghabiskan lebih banyak waktu di

depan komputer atau perangkat video game daripada bermain di luar ruangan.

Singkatnya, olahraga kini kian berkurang, sementara nafsu memakan santapan,

terutama pangan yang berkadar lemak tinggi justru meningkat. Semua ini

berujung pada obesitas (Arisman, 2011)

Penelitian terhadap anak di Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang

sama menunjukkan bahwa mereka yang menonton TV 5 jam per hari mempunyai

Universitas Sumatera Utara

Page 9: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

15

risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang menonton TV

2 jam setiap harinya (Hidayati et al, 2006)

Keragaman dalam ukuran tubuh, komposisi tubuh dan aktivitas fisik,

kebiasaan di antara populasi dengan latar belakang geografis, budaya dan

ekonomi yang berbeda membuat aktivitas fisik sulit untuk diukur sehingga untuk

menjelaskan perbedaan dalam aktivitas fisik, FAO memperkirakan melalui

perhitungan faktorial yang dikombinasikan antara waktu yang dialokasikan untuk

kegiatan kebiasaan dan besar energi kegiatan-kegiatan. Besar energi kegiatan

dihitung sebagai kelipatan BMR per menit juga disebut sebagai Physical Activity

Ratio (PAR), dan kebutuhan energi 24 jam adalah dinyatakan sebagai kelipatan

dari BMR per 24 jam dengan menggunakan nilai PAL (James dan Schofield

dalam FAO, 2001). Berikut ini tabel estimasi standar faktorial dari total

pengeluaran energi berdasarkan FAO, 2001 :

Universitas Sumatera Utara

Page 10: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

16

Tabel 2.1 Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi

No Jenis Kegiatan Durasi (Jam)

PAR Total (PAL)

Aktivitas Ringan 1 Tidur 8 1,0 8,0 2 Perawatan Pribadi (Berpakaian, mandi) 1 2,3 2,3 3 Makan 1 1,5 1,5

4 Berangkat ke/dari sekolah (naik angkutan umum, naik becak, antar-jemput)

1 1,2 1,2

5 Duduk (belajar di sekolah, les di sekolah, les di luar sekolah, belajar di rumah)

8 1,5 12,0

6 Berjalan 1 3,2 3,2

7 Kegiatan yang dilakukan sambil duduk (main play station, main computer, main gadget)

4 1,5 6

Total 24 34,2/24= 1,42 Aktivitas Sedang

1. Tidur 8 1,0 8,0 2. Perawatan Pribadi (Berpakaian, mandi) 1 2,3 2,3 3. Makan 1 1,5 1,5

4. Duduk (belajar di sekolah, les di sekolah, les di luar sekolah, belajar di rumah)

8 1,5 12,0

5. Berjalan 1 3,2 3,2 6. Kegiatan santai (nonton TV, mengobrol) 1 1,4 1,4 7. Bermain music 1 1,5 1,5 8. Senam 1 4,1 4,1

9. Olahraga (sepak bola, futsal, basket, kasti, bola volli, renang, tenis meja, tenis lapangan, badminton, dll)

2 4,1 8,2

Total 24 42/24=1,75 Aktivitas Berat

1. Tidur 8 1,0 8,0 2. Perawatan Pribadi (Berpakaian, mandi) 1 2,3 2,3 3. Makan 1 1,5 1,5 4. Duduk (belajar di sekolah, les di sekolah,

les di luar sekolah, belajar di rumah) 8 1,5 12,0

5. Berjalan 1 4,1 4,1 6. Olahraga (sepak bola, futsal, basket, kasti,

bola volli, renang, tenis meja, tenis lapangan, badminton, dll)

3 4,1 12,3

7. Ekstrakulikuler (drumband, bela diri, menari, dll)

2 4,1 8,2

Total 24 50,3/24= 2,1

Sumber : FAO, 2001

Universitas Sumatera Utara

Page 11: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

17

Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang dalam waktu 24

jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik.

PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan dalam kkal per kilogram berat

badan dalam 24 jam. Rumus yang digunakan untuk menentukan PAL yaitu :

(FAO, 2001)

Keterangan :

PAL : Physical Activity Level

PAR : Physical Activity Ratio

Berikut ini tabel kategori aktivitas fisik standar berdasarkan nilai Physical

Activity Level (PAL).

Tabel 2.2 Kategori Aktivitas Fisik Standar Berdasarkan Nilai Physical

Activy Level (PAL)

No. Kategori aktivitas fisik berdasarkan

nilai Physical Activity Level (PAL)

Nilai PAL

1

2

3

Ringan

Sedang

Berat

1.40 – 1.69

1.70 – 1.99

2.00 – 2.40

Sumber : FAO, 2001

Berdasarkan Riskesdas (2013), aktifitas fisik dibagi menjadi dua kategori,

yaitu :

a. Kurang aktif, jika tidak melakukan aktifitas fisik sedang dan berat

b. Aktif, jika melakukan minimal aktifitas fisik sedang atau berat

𝑃𝐴𝐿 = (𝑃𝐴𝑅 𝑥 𝑎𝑙𝑜𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠)

24 𝑗𝑎𝑚

Universitas Sumatera Utara

Page 12: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

18

2.4 Pengukuran Obesitas

Ukuran yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang menderita

obesitas adalah berdasarkan berat badan dan tinggi badan, yaitu menggunakan

suatu indeks berdasarkan berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan kuadrat

dalam meter, yang disebut indeks massa tubuh (Adriani dan Wijatmadi, 2012).

BB = berat badan

TB = tinggi badan

IMT pada anak disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin anak karena

anak laki-laki dan perempuan memiliki kadar lemak tubuh yang berbeda.

Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010, Menteri

Kesehatan RI pada tahun 2011 telah mengeluarkan kategori standar antropometri

penilaian status gizi anak yang mengacu pada standar World Health Organization

(WHO) 2005. Berikut ini tabel Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Berdasarkan Indeks :

Tabel 2.3 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

Indeks Kategori

Status Gizi

Ambang Batas

(Z-Score)

Indeks Massa Tubuh menurut

Umur (IMT/U)

Anak Umur 5 – 18 Tahun

Sangat kurus <-3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD

Normal -2SD sampai dengan 1 SD

Gemuk >1SD sampai dengan 2 SD

Obesitas >2SD

Sumber :Kemenkes RI, 2011

IMT = 𝐵𝐵 (𝑘𝑔)

𝑇𝐵2 (𝑚)

Universitas Sumatera Utara

Page 13: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

19

2.5 Dampak Obesitas

2.5.1 Dampak Sosial dan Emosional

a. Percaya Diri Rendah

Anak-anak maupun remaja sering kali mengganggu atau mencela teman

mereka yang kelebihan berat badan dan seringkali mengakibatkan teman mereka

tersebut kehilangan rasa percaya diri dan meningkatkan risiko terjadinya depresi

(Misnadiarly, 2007).

b. Problem Pada Pola Tingkah Laku dan Pola Belajar

Seseorang yang kelebihan berat badan cenderung lebih sering merasa

cemas dan memiliki kemampuan bersosialisasi lebih rendah daripada seseorang

dengan berat badan normal. Hal ini akan menyebabkan orang tersebut menarik

diri dari pergaulan sosial (Misnadiarly, 2007). Obesitas pada anak maupun remaja

dapat menurunkan tingkat kecerdasan, karena aktivitas dan kreativitas menjadi

menurun dan cenderung malas (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

c. Depresi

Isolasi sosial dan rendahnya rasa percaya diri menimbulkan rasa perasaan

tidak berdaya pada sebagian remaja yang kelebihan berat badan. Bila remaja

kehilangan harapan bahwa hidup mereka akan menjadi lebih baik, pada akhirnya

mereka akan mengalami depresi. Seorang remaja yang mengalami depresi akan

kehilangan rasa tertarik pada aktivitas normal, lebih banyak tidur dari biasanya

atau sering kali menangis (Misnadiarly, 2007).

2.5.2 Dampak Klinis

Obesitas yang terjadi pada masa remaja cenderung berlanjut ke usia

dewasa dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor

Universitas Sumatera Utara

Page 14: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

20

risiko penyait degeneneratif (Arisman, 2010). Adapun penyakit degeneratif

tersebut diantaranya :

1. Diabetes tipe 2

Kelebihan massa lemak dikaitkan dengan keadaan resistensi insulin yang

berhubungan dengan diabetes mellitus. Resiko diabetes mellitus akan meningkat

secara linear sesuai dengan peningkatan IMT. Obesitas akan meningkatkan angka

kejadian diabetes mellitus 3-4 kali dibandingkan orang dengan IMT normal.

Angka penyandang diabetes meningkat seiring epidemik obesitas. Seiring dengan

peningkatan obesitas, WHO memperkirakan tahun 2030 sekitar 21,3 juta orang

Indonesia terkena diabetes (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

2. Hipertensi

Hubungan antara angka kejadian hipertensi dan berat badan meningkat

tajam sesuai dengan peningkatan berat badan. Risiko terjadinya hipertensi

meningkat 1,6 kali untuk overweight dan menjadi 2,5 – 3,2 kali untuk obesitas

(Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

3. Stroke

Angka kejadian penyakit arteri koroner menunjukkan hubungan linear

bermakna dengan IMT. Risiko terjadinya stroke untuk obesitas adalah 1,5 – 3

kali. Pola makan yang salah karena seringnya mengonsumsi fast food yang

mempunyai kandungan kolesterol tinggi juga bisa memicu terjadinya stroke usia

muda. Kolesterol tidak baik bagi kesehatan, terutama bila terjadi penyumbatan

pada pembuluh darah, dan mengenai pembuluh darah otak bisa membuat

seseorang terkena stroke. Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah

penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan (Adriani dan

Wirjatmadi, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

21

4. Kanker

Obesitas merupakan faktor risiko terhadap terjadinya penyakit kanker.

Laki – laki yang obesitas mempunyai risiko lebih besar terkena kanker usus besar

dan kanker kelenjar prostat, bila dibandingkan dengan laki – laki berbobot tubuh

normal. Adapun wanita yang obesitas berisiko tinggi terkena kanker payudara,

kanker indung telur (ovarium) dan kanker mulut rahim, terutama pada wanita

pasca menopause yaitu yang telah berhenti haidnya (Lean M, 2013).

5. Penyakit Kardiovaskuler

Seseorang yang memiliki berat badan di atas normal, bahkan memasuki

tahap obesitas akan mengalami risiko pengurangan fungsi jantung termasuk

ketidaknormalan denyut jantung. Hasil riset tim dari AS dan Italia, pimpinan Dr.

Giovanni de Simone melihat hal ini akan menjadi masalah tersendiri bagi

penderita obesitas (Lean M, 2013).

2.6 Pencegahan Obesitas

2.6.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan yaitu

strategi pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua

anak dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan pada kelompok

yang berisiko tinggi mengalami obesitas. Anak yang berisiko mengalami obesitas

adalah seorang anak yang salah satu atau kedua orangtuanya menderita obesitas

dan anak yang memiliki kelebihan berat badan semenjak masa kanak-kanak.

Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan di

Pusat Kesehatan Masyarakat (IDAI, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

22

2.6.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan dengan menghambat

timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal.

Deteksi dini obesitas dengan cara melakukan pengukuran berat badan dan tinggi

badan sehingga diperoleh nilai IMT, melakukan penilaian secara visual dan

anamnesa yang dapat dilihat dari riwayat pola konsumsi makan dan aktifitas fisik.

Upaya yang dilakukan bagi anak maupun remaja penderita obesitas diantaranya

yaitu pengaturan makanan dan melakukan aktivitas fisik (IDAI, 2014).

2.6.3 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah komorbiditas yang

dilakukan dengan menata laksana obesitas pada anak dan remaja. Prinsip tata

laksana obesitas pada anak maupun remaja berbeda dengan orang dewasa karena

faktor tumbuh kembang pada anak dan remaja harus dipertimbangkan. Tata

laksana obesitas pada anak dan remaja dilakukan dengan pengaturan diet,

peningkatan aktivitas fisik, mengubah pola hidup (modifikasi perilaku), dan

terutama melibatkan keluarga dalam proses terapi. Sulitnya mengatasi obesitas

menyebabkan kecenderungan untuk menggunakan jalan pintas, yaitu diet rendah

lemak dan kalori, diet golongan darah atau diet lainnya serta berbagai macam

obat. Penggunaan diet rendah kalori dan lemak dapat menghambat tumbuh

kembang anak maupun remaja, sedangkan diet golongan darah ataupun diet

lainnya tidak terbukti bermanfaat untuk digunakan dalam tata laksana obesitas

pada anak dan remaja (IDAI, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas

23

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Obesitas

Pola Makan :

Kecukupan Energi

Kebiasaan Makan Utama

Kebiasaan Konsumsi Jajanan

Aktivitas Fisik

Karakteristik Individu :

Umur

Jenis Kelamin

Tingkat Pendidikan Orangtua

Universitas Sumatera Utara