presus sc asikk
TRANSCRIPT
I.PENDAHULUAN
Sectio caesarea merupakan metode untuk melahirkan bayi melalui irisan
pada abdomen dan uterus. Asal mula nama ini tidak jelas walaupun secara luas
diyakini bahwa nama ini berasal dari nama Julius Caesar walaupun Julius Caesar
tidak dilahirkan dengan metode ini. Mungkin nama ini berasal dari peraturan yang
dahulu digunakan yaiut berdasar undang-undang Julius Caesar.
Berdasarkan Center for Disease Control and Prevention (CDC) lebih dari
700.000 orang menjalani sectio caesaria yang pertama dan 400.000 wanita
menjalani sectio caesaria berulang tiap tahun. Jumlah total sectio caesarea adalah
29% selama tahun 2004. Wanita dengan preeklampsia menunjukkan peningkatan
untuk dilakukan pengakhiran kehamilan dengan sectio caesarea, dalam satu
penelitian didapat 83% yang didiagnosis preeklampsia menjalani sectio caesarea.
Beberapa pasien yang memerlukan tindakan sectio caesarea tentunya
memerlukan penatalaksanaan anestesi. Karena bahaya yang mungkin timbul
berkaitan dengan manajemen jalan napas dan gangguan hemodinamik pada saat
intubasi maka anestesi umum dipilih bila ada kontra indikasi terhadap anestesi
reginal. Anestesi epidural digunakan pada saat pasien dengan preeklampsia berat,
meskipun anestesi spinal banyak dihindari berkaitan dengan risiko hipotensinya.
Namun dari eberapa penelitian telah menunjukkan bahwa efek anestesi spinal dan
epidural terhadap hemodinamik sama.
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sectio Caesarea
1. Definisi
Sectio caesarea adalah prosedur dimana bayi dilahirkan melalui
sayatan pada dinding perut dan rahim ibu untuk mengeluarkan satu bayi
atau lebih.2
2. Prevalensi
Angka kejadian sectio caesarea di Indonesia terus meningkat baik di
rumah sakit pendidikan maupun di rumah sakit swasta. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Basalamah dan Galuardi tahun 1993,
terhadap 64 rumah sakit di Jakarta tercatat 17.665 kelahiran, dari angka
kelahiran tersebut sebanyak 35,7 – 55,3 % melahirkan dengan sectio
caesarea. Sementara data lain dari RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
menyebutkan bahwa dari persalinan sebanyak 404 perbulan didapati 30%
persalinan dengan sectio caesarea. Dan dari persalinan sectio caesarea
tersebut sekitar 13,9 % merupakan permintaan sectio caesarea yang
dilakukan tanpa pertimbangan medis.17
3. Indikasi
Para ahli kandungan menganjurkan sectio caesarea apabila kelahiran
melalui vagina mungkin membawa risiko pada ibu dan janin. Indikasi sectio
caesarea antara lain meliputi :
1) Indikasi Medis
a) Power
Yang memungkinkan dilakukan operasi Caesar misalnya daya
mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun
lain yang mempengaruhi tenaga
b) Passanger
Diantaranya anak terlalu besar, anak dengan kelainan letak lintang,
primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan
terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal
distress syndrome.
2
c) Passage
Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius
pada jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir
yang diduga bias menular ke anak seperti herpes genitalis,
condyloma lota, condiloma acumilata, hepatitis B, dan hepatitis C.
2) Indikasi Ibu
a. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35
tahun, memiliki risiko melahirkan dengan operasi. Apalagi
pada wanita dengan usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini,
biasanya seseorang memiliki penyakit yang berisiko, misalnya
tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, dan
preeklampsia.
b. Tulang panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin
yang dapat menyebabkan ibu tidak melahirkan secara alami.
c. Riwayat SC sebelumnya
Sebenarnya, persalinan melalui sectio caesarea tidak
mempengaruhi persalinan selanjutnya harus berlangsung
secara operasi atau tidak. Apabila memang ada indikasi yang
mengharuskan dilakukannya tindakan pembedahan, seperti
bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang
tidak mau membuka, operasi bisa saja dilakukan.
d. Faktor kontraksi Rahim
Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi
(inkordinate uterine action) atau tidak elastisnya leher rahim
sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan,
menyebabkan kepala bayi tidak terdorong, tidak dapat
melewati jalan lahir dengan lancar.
3
e. Ketuban pecah dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat
menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini
membuat air ketuban merembes ke luar sehingga tinggal
sedikit atau habis.
3) Indikasi Janin
a. Fetal distress
b. Makrosemia
c. Letak sungsang
d. Faktor plasenta
e. Kelainan tali pusat
Selain itu persalinan diakhiri dengan sectio caesarea bila:19
1. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya (disproporsi
feto pelvic atau skor Zachtuchni Andros ≤ 3).
Skor Zachtuchni Andros
Parameter Nilai
0 1 2
Paritas Primi multi -
Pernah letak
sungsang
Tidak 1 kali 2 kali
TBJ > 3650 g 3649-3176 g < 3176 g
Usia
kehamilan
> 39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Station < -3 -2 -1 atau >
Pembukaan
serviks
2 cm 3 cm 4 cm
Arti nilai:
≤ 3 : persalinan perabdominam
4
4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin, bila
nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam.
>5 : dilahirkan pervaginam.
2. Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.
3. Didapatkan distosia
4. Umur kehamilan:
Prematur (EFBW=2000 gram)
Post date (umur kehamilan ≥ 42 minggu)
5. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan)
6. Riwayat persalinan yang lalu: riwayat persalinan buruk
7. Komplikasi kehamilan dan persalinan:
Hipertensi dalam persalinan
Ketuban pecah dini
4. Komplikasi
Adapun komplikasi dari sectio cesarea adalah :19
1) Infeksi
Lokasinya pada rahim dapat meluas ke organ-organ dalam panggul
disekitarnya.
2) Perdarahan
Perdarahan bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang
arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3) Tromboflebitis
Bekuan darah di kaki, organ-organ dalam panggul, yang kadang-
kadang sampai ke paru-paru
4) Luka kandung kemih
5) Ruptur uteri
Kurang kuatnya parut pada dinding uterus sehingga bias terjadi
rupture uteri pada kehamilan.
5
B. Teknik Anestesi
Perencanaan tindakan anestesi pada sectio caesarea harus senantiasa
memperhatikan keselamatan ibu maupun anak. Anestesi umum maupun
regional, termasuk anestesi spinal, epidural maupun combine spinal epidural
dapat dilakukan pada pasien yang akan menjalani sectio caesaria. Sebagian
besar operasi sectio caesarea yang dilakukan di Amerika Serikat menggunakan
anestesi regional, dan anestesi regional yang sering digunakan adalah anestesi
spinal. 1
1. Anestesi Spinal
Anestesi spinal atau blok subarachnoid adalah salah satu teknik regional
anestesi dengan cara menyuntikkan obat lokal secara langsung ke dalam
cairan serebrospinalis di dalam ruang subarachnoid pada region lumbal di
bawah lumbal 2 dan pada region sakralis di atas vertebra sakralis 1, untuk
menimbulkan atau menghilangkan sensasi dan blok motorik.11 12
2. Keuntungan
Keuntungan penggunaan anestesi spinal adalah waktu mula yang cepat, obat
yang dibutuhkan relatif lebih sediki dan menghasilkan keadaan anestesi
yang memuaskan.13
Anestesi spinal punya banyak keuntungan seperti kesederhanaan teknik,
onset yang cepat, risiko keracunan sistemik yang lebih kecil, blok anestesi
yang baik, perubahan fisiologi, pencegahan dan penanggulangan
penyulitnya telah diketahui dengan baik; analgesia dapat diandalkan;
pengaruh terhadap bayi sangat minimal, pasien sadar sehingga dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi, dan tangisan bayi yang baru
lahir merupakan kenikmatan yang ditunggu oleh seorang ibu disertai jalinan
psikologik berupa kontak mata antara ibu dengan anak. Potensi untuk
hipotensi dengan teknik ini merupakan risiko terbesar bagi ibu. 4, 5, 6
6
3. Indikasi dan Kontraindikasi 14
Indikasi Kontraindikasi
Bedah ekstrimitas bawah
Bedah panggul
Tindakan sekitar rektum
perineum
Bedah obstetrik-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
a.Absolut
Kelainan pembekuan
Koagulopati atau
mendapat terapi
koagulopati
TIK yang tinggi
Infeksi kulit pada daerah
pungsi
Fasilitas resusitasi yang
minim
b.Relatif
Infeksi sistemik
Nyeri punggung kronis
Kelainan neurologis
Distensi abdomen
Penyakit jantung
4. Komplikasi 14
Komplikasi tindakan :
a. Hipotensi berat akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan memberikan infus cairang elektrolit 1000 ml atau kooid
500 ml sebelum tindakan
b. Bradikardi terjadi akibat blok sampai T2-3. Dapat terjadi tanpa disertai
hiotensi atau hipoksia
c. Hipoventilasi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat
kendali nafas
d. Trauma saraf dan pembuluh saraf
e. Mual dan muntah
7
Komplikasi pasca tindakan
a. Nyeri tempat suntukan
b. Nyeri punggung
c. Nyeri kepala karena kebocoran liquor
d. Retensio urine
e. Meningitis
5. Obat Anestesi Spinal
Obat-obat anestesi spinal ideal yang digunakan pada pembedahan harus
memenuhi syarat-syarat berikut : 13 14
a. Blokade sensorik dan motorik yang dalam
b. Mula kerja yang cepat
c. Pemulihan blockade motorik yang cepat sesudah pembedahan sehingga
mobilisasi lebih cepat diperbaiki
d. Toleransi baik dalam dosis tinggi dengan risiko toksisitas lokal dan
sistemik yang rendah
Obat anestesi lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain,
lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi
aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat
jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi
perpindahan obat ke dasa akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat
akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat
akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan.
Bupivakain adalah obat anestetik lokal yang termasuk golongan amino
amida. Bipivakain diindikasikan pada penggunaan anestesi lokal termasuk
anestesi infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidural dan anestesi
intratekal. Bupivakain dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk
memperpanjang durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan
fentanyl untuk analgesi epidural.
Bupivakain bekerja dengan cara berikatan secara intraselular dengan
natrium dan memblok influk natrium ke dalam inti sel sehingga mencegah
terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa
nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung
8
myelin, maka bupivakain dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut
saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa propioseptif
yang mempunyai selubung myelin dan ukuran serabut saraf yang lebih
tebal.
III. LAPORAN KASUS
9
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 21 tahun
Berat badan : 56 Kg
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Mendelem 4/4 Kec. Belik Kab. Pemalang
Agama : Islam
Tanggal masuk RSMS : 7 November 2013
No. CM : 308477
B. PRIMARY SURVEY
1. A: airway clear, gipong (-), gisu (-), MP (1)
2. B: Spontan, RR : 22 x/menit, suara vesikuler +/+, Wh (-), Rh (-),
3. C: TD 110/70, N/HR 80 kali/menit tegangan dan isi cukup, S1>S2, G (-),
M (-)
4. D: BB 56 kg, S 35,8°C
C. SECONDARY SURVEY
1. Anamnesis
a. Keluhan utama : Kenceng-kenceng
b. Keluhan tambahan : mules
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluh kenceng-kenceng dan pengeluaran air ketuban (+)
HPHT 26/1/13, HPL 1/11/2013, UK 40+6 minggu, G1A0P0, R.
Menstruasi teratur/10 hari, R. Nikah 1x/ 1 tahun, R. KB -.
d. Riwayat penyakit dahulu :
o Riwayat penyakit alergi : disangkal
o Riwayat penyakit asma : disangkal
o Riwayat penyakit jantung : disangkal
o Riwayat hipertensi : disangkal
o Riwayat DM : disangkal
10
o Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
e. Riwayat penyakit keluarga :
o Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
o Riwayat penyakit DM : disangkal
o Riwayat penyakit alergi : disangkal
o Riwayat penyakit asma : disangkal
2. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Respirasi : 22 kali/menit, reguler
Nadi : 80 kali/menit, reguler, isi dan tekanan cukup.
Suhu : 35,8°C aksilar
Kepala : Mesochepal, simestris, tumor (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik
Hidung : Discharge (-) epistaksis (-) deviasi septum (-)
Mulut : Lidah kotor (-) bibir kering (-), hiperemis (-),
pembesaran tonsil (-), buka mulut 3 jari +,
mallampati 1
Gigi : Gigi ompong (-) Gigi palsu (-)
Telinga : Discharge (-) tidak ada kelainan bentuk
Leher : Simestris, trakea di tengah, pembesaran tiroid
dan kelenjar getah bening (-)
Thorax
Pulmo : Simetris kanan – kiri, Tidak ada retraksi, SD
vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
Cor : S1>S2, reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung gravid
11
Auskultasi : Djj 12, 13, 13 = 148x/menit
Perkusi : Pekak janin
Palpasi : TFU 31 cm
Extremitas
Superior : edema (-/-), sianosis (-/-)
Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-)
Akral : hangat
Vertebrae : tidak ada kelainan
3. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 7 – 11 – 2013)
Hb: 13,3
Leu: 13260
Ht: 37
Eri 4,9 juta
Trombosit: 506.000
PT: 13,1
APTT: 31,6
D. DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis prabedah : G1P0A0 21 tahun UK 40 minggu+6minggu
JTHIU presbo puki dengan KPD 14 jam
Jenis pembedahan : SCTP
Diagnosis postbedah : P1A0 post SC
E. KESIMPULAN PEMERIKSAAN FISIK
Status ASA II
F. TINDAKAN
Dilakukan : SCTP
Tanggal : 8 November 2013
G. LAPORAN ANESTESI
12
Status Anestesi
1. Persiapan Anestesi
a. Informed concent
b. Pasang infus line Ringer Laktat 20 tetes/menit
c. Puasa 6 jam sebelum operasi
2. Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis anestesi: Regional Anestesi
b. Premedikasi : Ondansentron (4 mg)
c. Medikasi : Bupivacaine
3. Teknik anestesi
a. Pasien dalam posisi duduk
b. Dilakukan injeksi anestesi spinal
c. Jumlah cairan yang masuk selama operasi : RL 500cc, HES 500
cc.
4. Pemantauan selama anestesi :
a. Mulai anestesi : 16.10
b. Mulai pembedahan : 16.15
c. Selesai operasi : 16.40
d. Selesai anestesi : 16.45
5. Cairan yang masuk durante operasi:
RL 500 cc
Hes 500 cc
Terapi cairan
Berat badan = 59 kg
Maintenence = 2cc/kgBB/jam 2x59 = 118cc/jam
Puasa, lama puasa 6 jam
Lama puasa x kebutuhan per jam 6 x 118 = 708 cc
Stress operasi (operasi besar) 6cc x 59 = 354 cc
Kebutuhan jam pertama
50% puasa + stress operasi + kebutuhan per jam
354 cc + 354 cc + 118 cc = 826 cc
Cairan yang masuk selama operasi RL 500 ml + Hes 500 ml
13
6. Pemantauan tekanan darah dan frekuensi nadi selama operasi
Pukul (WIB) Nadi (kali/menit)
16.10 : TD: 120/70, N : 90
16.25 : TD: 120/60, N : 100
16.40 : TD: 100/50, N : 100
16.45 : TD: 110/70, N : 90
7. Pemantauan post operasi
a. Pemantauan tanda vital setiap 4 jam, kemudian pengawasan per
jam selama 24 jam.
b. Lanjutkan infus RL
c. Bed rest 1x24 jam
d. Posisi tidur head up 30°
e. Boleh makan dan minum jika sudah tidak mual
H. PROGNOSA
Ad Vitam : Ad bonam
Ad Functionam : Ad bonam
Ad Sanationam : Ad bonam
IV PEMBAHASAN
14
Anestesi spinal adalah pemasukan suatu anestetika lokal ke dalam ruang
subarkhnoid untuk menghasilan blok spinal. Teknik ini telah lama digunakan
untuk sectio caesarea, dan untuk persalinan vaginal wanita normal dengan paritas
kecil. 4,5,6
Teknik ini baik sekali bagi penderita penderita yang mempunyai kelainan
paru-paru, diabetes, penyakit hati yang difus dan kegagalan fungsi ginjal,
sehubungan dengan gangguan metabolisme dan ekskresi obat-obatan 7.
Faktor yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat, dosis obat,
berat jenis obat, penyebaran obat, posisi tubuh, efek vasokonstriktor, tekanan intra
abdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien,
obesitas dan kehamilan.11 12
Pada teknik spinal, yang pertama kali di blok pada analgesi subarachnoid
yaitu serabut saraf preganglionic otonom, yang merupakan serat saraf halus (serat
saraf tipe B). Akibat denervasi simpatis ni akan terjadi penurunan tahanan
pembuluh tepi, sehingga darah tertumpuk di pembuluh darah tepi karena terjadi
dilatasi arterial, arteriol dan post-arteriol. Pada umumnya serabut preganglionik
diblok dua sampai empat segmen dikranial dermatom sensoris yang di blok. 7 8
Besarnya perubahan kardiovaskular tergantung pada banyaknya serat
simpatis yang mengalami denervasi. Bila terjadi hanya penurunan tahanan tepi
saja, akan timbul hipotensi yang ringan. Tetapi bila disertai dengan penurunan
curah jantung akan timbul hipotensi berat. 7 8
Pengaruh langsung zat analgetik lokal yang melewati sawar uri terhadap
bayi memberikan efek hipotensi pada bayi. Efek hipotensi terhadap bayi berupa
perubahan denyut jantung, keadaan gas darah, skor Apgar dan sikap neurologi
bayi. Pada pasien yang mengalami hipotensi karena analgesia subarachnoid pada
tindakan sectio cesarea, sering dijumpai bayi dengan skor Apgar yang rendah
serta interval mulai menangis yang panjang. 4 7
Hipotensi pada analgesia spinal disebabkan sympathectomy temporer,
komponen blokade midthoracic yang tidak dapa dihindari dan tidak diinginkan.
Berkurangnya venous return dan penurunan afterload menurunkan maternal mean
arterial pressure, menimbulkan nausea, kepala terasa melayang dan dysphoria,
15
dan berkurangnya perfusi uteroplacental. Jika MAP ibu dipelihara, maka gejala
pada ibu dapat dihindari dan perfusi uteroplacental tetap baik. Pada posisi pasien
terlentang terjadi kompresi parsial atau total vena kava inferior dan aorta oleh
masa uterus. Mekanisme kompensasi yang dilakukan oleh tubuh yaitu dengan
kenaikan venokonstriktor neurogenik. 4,5,6,7,8,9
Kebocoran cairan serebrospinal dari tempat pungsi meninges dianggap
merupakan factor utama timbulnya sakit kepala. Saat wanita tersebut duduk atau
berdiri volume cairan serebrospinal yang berkurang tersebut menimbulkan tarikan
pada struktur system saraf pusat yang sensitif rasa nyeri. Komplikasi yang tidak
menyenangkan ini dapat dikurangi dengan menggunakan jarum spinal ukuran
kecil dan menghindari banyak tusukan pada meninges. 3,7,8,12
Sebelum melakukan tindakan analgesia subaraknoid seharusnya dilakukan
evaluasi Minis volume darah pasien. Sebaiknya tidak melakukan teknik ini kalau
pasien dalam keadaan hipovolemia, atau keadaan yang menuurus hipovolemia
selama persalinan (misalnya plasenta previa), atau pasien yang mengalami
sindroma hipotensi terlentang yang manifestasi klinisnya terjadi saat persalinan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
1. Hidrasi akut
Hidrasi akut dengan memberikan cairan kristaloid sebanyak 1000-1500 ml
tidak menimbulkan bahaya overhidrasi; tekanan darah, denyut jantung dan
nadi dalam batas normal. Menurut Wollman pemebrian cairan kristaloid
sebanyak 1000 ml hanya menaikkan tekanan vena sentral sebanyak 2mHg
dan nilainya masih dalam batas normal. 4,6,7,9
2. Mendorong uterus ke kiri
Usaha yang digunakan untuk mempertahankan perfusi uteroplacenta
mencakup posisi miring lateral kiri. Dengan mendorong uterus ke kiri paling
sediki 100 dapat dihindari bahaya kompresi vena kafa inferior dan aorta
sehingga dapat dicegah sindroma hipotensi terlentang. 4,6,8,9
3. Pemberian oksigen
Pada akhir kehamilan akan terjadi kenaikan alveolar ventilasi oksigen
sekitar 20% atau lebih. Hal ini mengakibatkan turunnya sampai 70% untuk
mengimbangi kenaikan konsumsi pCO2 sampai 30-32 mmHg. Pada saat
16
persalinan hiperventilasi terjadi lebih hebat lagi, disebabkan rasa sakit dan
konsumsi oksigen dapat naik sampai 100%. Oleh karena itu apabila terjadi
hipoventilasi baik oleh obat-obat narkotika, anestesi umum maupun lokal,
maka akan mudah terjadi hipoksemia yang berat.4,9,10
4. Pemberian vasopressor: efedrin
Efedrin merupakan suatu simpatomimetik non katekolamin dengan
campuran aksi langsung dan tidak langsung. Efedrin meningkatkan curah
jantung, tekanan darah, dan nadi melalui stimulasi adrenergic alfa dan beta,
meningkatkan aliran darah coroner dan menimbulkan bronkodilatasi melalui
stimulasi reseptor beta 2. Efedrin mempunyai efek minimal terhadap alian
darah uterus, dieleminasi di hati dan ginjal. 4,6,7
V KESIMPULAN
17
1. Diagnosis pasien pada kasus ini adalah G1P0A0 21 tahun UK 40
minggu+6minggu JTHIU presbo puki dengan KPD 14 jam pro SCTP dengan
anestesi spinal menggunakan obat bupivacaine, ondansentron.
2. Tahapan preoperative pada pasien ini diantaranya pemeriksaan menyeluruh
keadaan pasien pre operasi, puasa 6 jam sebelum operasi. Tahapan
intraopratif diantaranya adalah anestesi regional dengan anestesi spinal
menggunakan obat bupivacaine. Tahapan postoperative dilakukan dengan
melakukan pemantauan tekanan darah dan nadi di ruangan, pemberian cairan
RL, manajemen nyeri dan muntah.
3. Anestesi regional termasuk di dalamnya anestesi spinal lebih sering dipilih
karena memiliki penanganan nyeri post operasi lebih baik, mengurangi
kejadian efek samping anestesi, dan menurunkan resiko mortalitas post
operasi. Anestesi general atau umum memiliki efek buruk pada sistem imum
yairu depresi aktivitas sumsum tulang, mengganggu kerja fagositosis
makrofag, dan menginduksi imunosupresi.
4. Sebelum melakukan tindakan analgesia subaraknoid seharusnya dilakukan
evaluasi Minis volume darah pasien. Sebaiknya tidak melakukan teknik ini
kalau pasien dalam keadaan hipovolemia, atau keadaan yang menuurus
hipovolemia selama persalinan (misalnya plasenta previa), atau pasien yang
mengalami sindroma hipotensi terlentang yang manifestasi klinisnya terjadi
saat persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Gambling, RG.Hypertensive disorders In: Chensnut DH. Obstetric anesthesia
principles and practice 3rd, ed. Philadephia: Elsevier Mosby, 2004: 795-830.
2. Owen P. 2005. Caesarean section. Didapat dai: URL:
http://www.netdoctor.co.uk. (diakses tanggal 10 November 2013)
3. Elridge. 2000. Monitoring during caesarean section. Didapat dari: URL:
http://www.nda.ox.ac.uk (diakses tanggal 3 Maret 2006).
4. Stoelting RK, Hillier SC. 2006. Pharmacology & physiology in anesthetic
practice 4th edition. United state : Lippincott William & Wilkins; 209-263
5. Miller RD. 2005. Anesthesia for obstetrics. Miller’s anesthesia 6 th edition.
United kingdom: Elsevier Churchill Livingstone; 2315-2329
6. World Halth Organizaton. 2003. Managing complications in pregnancy and
childbirth. Didapat dari : URL : http://www.who.int. 2003 (diakses tanggal 10
November 2013).
7. Oyston j. A guide to spinal anesthesia for caesarean section. Didapat dari :
URL : http://oyston.com. 2000 (diakses tanggal 10 November 2013)
8. Scott D. Spinal anesthesia and specific cardiovascular conditions. Didapat
dari: URL : http://www.manbit.com. 1997 (diakses tanggal 10 November
2013)
9. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical anesthesiology 4th
edititions. New York: the McGraw Hill company, 2006: 901-6
10. Faure EA. Anesthesia for pregnant patient. Departement of anesthesia and
critical care. University if Chicago 2002.
11. Gwinnut CL. Clinical anesthesia 2nd ed. Machester: Blackwell science Ltd
2004: 15-45.
12. Bonica JJ, Mc Donald JS. Caesarean section. Principles and practice of
obstetric anlegesia and anesthesia 2nd ed. Baltimore: William & Wilkins,
1995; 965-1003.
13. Longnecker DE. Anesthesiology. USA: McGraw-Hill Caompanies; 2008
14. Szadkowski C. Lokal and regional anesthesia. Kanonsspital: St Gallen. 2005
15. Tarkkila P. Complications associated with spinal anesthesia. Complications
of regional anesthesia. 2nd ed. 2007; p. 149-166.
19
16. Latief SA, Kartini AS, Ruswan DM. Petunjuk praktis anestesiologi. 2nd ed.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2002: 107-112.
17. Kasdu, Dini. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. 2003. Jakarta: Puspa
Swara
18. Dewi, Yusmiati. 2007. Manajemen Stress, cemas: Pengantar dari A sampai Z.
Jakarta: Edsa Mahkota. Hal: 16
19. Wiknjosastro Prawirohardjo, 2005. Ilmu kebidanan, Yogyakarta: Yayasan
Bina Pustaka
20