preskas asma
TRANSCRIPT
MAKALAH PRESENTASI KASUS
ASMA PERSISTEN SERANGAN BERAT
Oleh:
dr. Adyanti Indriastuti
Pembimbing:
dr. Tifa Lindasari
Narasumber:
dr. Renno Hidayat, SpA
PROGRAM DOKTER INTERNSHIP
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADARUDIN
TANJUNG, MEI 2013
BAB IILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AF
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 09 November 2008
Alamat : Mantuil RT 002 kelurahan mantuil, Kecamatan Muara harus
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pembayaran : Umum
IDENTITAS ORANG TUA PASIEN
Ayah: Nama : Tn. W
Usia : 27 tahun
Pekerjaan : Tukang Bangunan
Pendidikan : SMP
Perkawinan ke : 1
Ibu: Nama : Ny. M
Usia : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Perkawinan ke : 1
ANAMNESIS (Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien)
KELUHAN UTAMA
Sesak napas yang memberat sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 6 bulan Sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS), pasien mulai sering mengalami batuk
yang berulang. Batuk berdahak disertai dengan dahak encer berwarna agak keputihan. Batuk
yang dialami pasien hilang timbul, timbul biasanya pada waktu malam hari sekitar jam 12
1
malam saat udara lebih dingin, jika pasien makan makanan yang terlalu manis atau minum air
dingin, dan jika pasien terkena dengan serpihan dari kulit padi (sejak 6 bulan ini pasien baru
pindah rumah yang berlokasi di depan pabrik padi). Jika batuk timbul, biasanya akan segera
disertai sesak napas dengan nafas berbunyi “ngik-ngik”. Sesak napas yang dialami pasien
akan menghilang dengan pemberian inhalasi yang diberikan oleh dokter di Puskesmas Kelua,
namun ibu pasien tidak pernah mengetahui nama obat yang diberikan pada saat inhalasi.
Pasien sempat beberapa kali di rawat di Puskesmas Kelua karena sesak napas yang tidak
membaik dengan sekali pemberian inhalasi. Setelah dilakukan pemeriksaan dan perawatan,
pasien dinyatakan mengalami serangan asma oleh dokter di Puskesmas Kelua. Setelah pulang
perawat dari Puskesmas Kelua, pasien tidak memiliki obat-obatan rutin yang harus diminum.
Selama 6 bulan ini setiap satu minggu sekali pasien selalu mengalami serangan asma. Pasien
juga rutin berbobat ke Puskesmas Kelua untuk dilakukan inhalasi serta perawatan untuk
meringankan serangan asma yang dialaminya.
Sejak 1 hari SMRS, pasien kembali mengalami batuk berdahak berwarna keputihan
disertai dengan sesak napas dengan suara ngik-ngik. keluhan ini timbul saat pasien sedang
tidur malam sehingga mengganggu tidur pasien. Ibu pasien membawa ke Puskesmas kelua,
pasien dinyatakan mengalami serangan asma dan dilakukan inhalasi, namum setelah
dilakukan inhalasi pertama keluhan belum membaik sepenuhnya sehingga pasien harus di
rawat di Puskesmas Kelua untuk ditatalaksana lebih lanjut.
Sejak 2 jam SMRS, pasien kembali mengalami serangan asma di Puskesmas kelua
dan sudah kembali dilakukan inhalasi namum keluhan sesak napas tidak membaik. Pasien
kemudian segera dirujuk ke RS Badarudin. Dalam perjalanan pasien tampak mulai lemas,
kebiruan pada bibir, dan pucat pada area wajah. Keluhan pilek, demam, dan riwayat tersedak
disangkal. Riwayat kontak dengan keluarga yang mengalami penyakit Tuberkulosis Paru (+)
yaitu nenek pasien pada saat pasien berusia 7 bulan, namum nenek pasien sudah menjalankan
pengobatan selama 6 bulan dan telah dinyatakan sembuh oleh dokter. Sebelumnya pasien
tidak mengalami bersin-bersin, tidak ada keluar cairan dari telinga atau nyeri telinga, tidak
ada keluhan buang air besar maupun buang air kecil. Pasien sering mengalami batuk-batuk
pada 6 bulan terakhir ini namum hilang timbul, timbul jika ada faktor pencetusnya saja
seperti udara dingin, minuman manis dan dingin, terdapat penurunan nafsu makan jika
keluhan batuk muncul sehingga terjadi penurunan berat badan pada pasien selama 6 bulan
terakhir ini, namum ibu pasien tidak ingat berapa kilogram penurunan berat badan yang
terjadi pasien.
2
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat bersin-bersin atau pilek berulang sebelumnya, mata sering terasa gatal dan sering
mengucek mata disangkal. Riwayat gatal-gatal di kulit di lipat siku atau lipat lutut disangkal.
Tidak ada alergi makanan atau obat pada pasien, namun saat pasien usia 1,5 tahun pernah
mengalami diare saat baru diberikan susu formula. Tidak ada riwayat penyakit paru selain
asma sebelumnya. Tidak ada batuk kronis sebelumnya. Pasien memiliki riwayat perawatan
beberapa kali di Puskesmas Kelua karena serangan asma.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Ibu pasien menderita penyakit asma dan alergi terhadap ikan laut (timbul gatal-gatal pada
kulit). Ayah pasien alergi terhadap daging (timbul gatal-gatal pada kulit). Nenek pasien
pernah mengalami penyakit Tuberkulosis Paru namum sudah menjalani pengobatan di
Puskesmas selama 6 bulan dan telah dinyatakan sembuh oleh dokter.
RIWAYAT KEHAMILAN
Selama masa kehamilan, ibu pasien selalu memeriksakan kandungannya setiap bulan ke
bidan. Selama masa kehamilan, ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan atau jamu, tidak
penah mengalami keputihan ataupun demam.
RIWAYAT KELAHIRAN
Pasien adalah anak tunggal, lahir sesar dengan dokter di RS Amuntai karena dirujuk dari
bidan di Tanjung dikarenakan saat sedang proses peraslinan ibu pasien mengalami serangan
asma. Pasien lahir dengan usia kehamilan cukup bulan (9 bulan lebih 3 hari), berat lahir 3000
gram, panjang lahir 47 cm, lingkar kepala saat lahir ibu pasien tidak ingat. Saat lahir pasien
langsung menangis, tidak kuning, dan apgar score ibu pasien tidak ingat berapa.
RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
Pasien setiap bulan rutin ke Posyandu hingga sekarang. Menurut ibu pasien, setiap ke
Posyandu anaknya selalu dikatakan memiliki berat badan dan tinggi badan yang sesuai
dengan pertumbuhan di usia anak seumurnya. Untuk perkembangan pasien juga dikatakan
baik oleh ibunya. Pasien bisa duduk usia ± 6 bulan, bisa berdiri usia ± 9 bulan, sudah bisa
berjalan usia 1 tahun, dan saat ini sudah bisa berlari dan bermain dengan leluasa. pasien
sudah mulai berbicara lancer saat usia 2 tahun dan saat ini pasien sudah bisa berbicara dan
kata-kata pasien dapat dimengerti.
3
RIWAYAT IMUNISASI
Pasien dikatakan telah mendapat imunisasi dasar lengkap di Puskesmas sesuai dengan jadwal
menurut usianya. Imunisasi yang didapatkan ada yang disuntik di lengan, di paha, dan ditetes
di mulut. Ibu pasien tidak bisa mengingat dengan tepat di bulan keberapa saja imunisasi-
imunisasi tersebut diberikan, namun dikatakan sesuai dengan buku imunisasi dan selalu
dicatat oleh petugas Puksesmas.
RIWAYAT NUTRISI
Pasien mendapatkan ASI sampai usia sekitar 1,5 tahun. Selama 6 bulan pertama pasien
mendapat ASI eksklusif. Setelah usia 6 bulan pasien mulai diberikan bubur susu. Saat usia 1
tahun pasien sudah makan nasi tim. Di usia 1,5 tahun sampai saat ini pasien sudah makan
makanan keluarga. Ibu pasien pernah mencoba memberi susu formula SGM saat usia 1,5
tahun, namum tidak dilanjutkan oleh ibu pasien karena saat diberikan susu formula pasien
mengalami diare dan dikatakan alergi oleh dokter di Puskesmas. Sehari-hari pasien makan 3
kali dengan lauk nasi dan telur/ikan/daging ayam/daging sapi, sayur dan buah hanya sedikit.
Pasien umumnya makan habis, namun kurang suka makan sayur dan buah.
RIWAYAT SOSIAL
Pasien tinggal bertiga dengan kedua orang tuanya. Ayah pasien bekerja sebagai tukang
bagunan dan ibu pasien seorang ibu rumah tangga. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya.
Tidak ada perokok di keluarga pasien. Pembiayaan pasien dengan biaya mandiri (umum).
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit berat dengan sianosis sentral
Kesadaran : letargi
Berat badan : 13,5 kg
Tinggi badan : 97 cm
Keadaan gizi : BB/TB: (13,5/15,5) x 100% = 87 % (kesan gizi kurang)
Frekuensi nadi : 125 x/menit
Frekuensi napas : 45 x/menit
Suhu tubuh : 36,9oC
Kepala : normocephal, tidak ada deformitas, UUB sudah menutup
Rambut : persebaran rambut rata, warna hitam
4
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, bagian bawah mata tidak
cekung atau tampak gelap
Telinga : daun telinga normal, liang telinga tidak tampak sekret
Hidung : deviasi septum (-), hipertrofi konka (-), tidak ada napas cuping hidung.
Tenggorokan : Tonsil (T1/T1), faring tidak hiperemis, uvula di tengah.
Bibir : Sianotis, tidak kering
Mulut : oral higiene baik, mukosa basah
Lidah : tidak tampak geographic tongue
Leher : KGB tidak teraba membesar
Paru
Inspeksi : tampak simetris saat statis dan dinamis, terdapat retraksi interkosta (+),
retraksi suprasternal (+), dan tarikan didin dada bagian bawah ke dalam (+).
Auskultasi : vesikuler/vesikuler dengan ekspirasi memanjang, rhonki -/-, wheezing +/+
saat fase inspirasi dan ekspirasi
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen
Inspeksi : perut datar, tidak tampak venektasi
Palpasi : hepar dan limpa tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Anggota gerak : akral hangat, CRT<3 detik, tidak ada edema, tidak ada clubbing finger
Neurologi : kesan tidak ada paresis atau defisit neurologis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (21/04/13)
Nama TesHasil
Nilai Normal21/04/13
Darah RutinSat O2 68 L > 95 %Hb 11,5 11,5-13,5 g/dLHt 34,2 34-40 %Eritrosit 4,37 3,95-5,26 x 106 /uLMCV 78,3 75-87 fLMCH 26,2 24-30 pg
5
MCHC 33,5 31-37 %Trombosit 303.000 150.000-400.000 /mm3
Leukosit 14600 H 5.000-14.500 /mm3
Basofil 0 0-1Eosinofil 2 1-5Neutrofil 58 25-60Limfosit 26 25-50Monosit 1 1-6RDW-CV 13,5 11,5-14,5 %
Foto Waters
Tampak tulang-tulang intak
Sinus frontalis tidak tampak
Tidak tampak perselubungan pada sinus maksilaris maupun etmoidalis
Kesan: Tidak tampak tanda-tanda sinusitis
DIAGNOSIS KERJA
Asma persisten serangan berat
TATALAKSANA IGD
02 sungkup 6 liter per menit
Inhalasi combivent 1 ampul + NaCl 0,9% 2 cc
IVDF D5 ½ Ns 50 tetes per menit
Injeksi Dexamethasone 2 mg
Aminofilin bolus 80 mg diberikan dalam 20 menit
RENCANA TATALAKSANA LANJUTAN
O2 nasal kanul 2 liter per menit
Inhalasi combivent ½ ampul + NaCl 0,9% 2 cc setiap 6 jam
IVFD D5 ½ Ns 50 tetes per menit
Injeksi Dexamethasone 3x2 mg (IV)
Aminofilin dosis rumatan 13,5mg/jam 150 mg/6 cc drip diberikan dalam 10 jam
Cefotaxime 3x350 mg (IV)
Ambroxol 3x1 cth (oral)
Pasien dipuasakan sampai sesak napas teratasi
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
6
Ad Sanactionam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad bonam
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asma merupakan kondisi inflamasi kronik di jalan napas yang mengakibatkan
obstruksi jalan napas episodik.1 Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronis
saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T,
dan dihubungkan dengan hiperresponsif jalan napas yang mengakibatkan episode mengi,
sesak napas, rasa terhimpit di dada, dan batuk yang berulang. Pada anak berusia kurang dari 5
tahun, gejala klinis dari asma bervariasi dan tidak spesifik.2,3
Epidemiologi
Berdasarkan data yang ada, sebanyak 12,1% anak di Amerika didiagnosis mengalami
asma. Prevalensi asma mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu. Selain itu, asma
juga merupakan penyebab yang umum dari kunjungan ke unit gawat darurat, perawatan di
rumah sakit, dan alasan anak tidak hadir di sekolah. Sekitar 80% penderita asma dilaporkan
mengalami serangan pertama dibawah usia 6 tahun. Namun, hanya minoritas dari anak-anak
tersebut yang mengalami asma persisten hingga akhir masa kanak-kanaknya.1
Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan asma.2,3 Faktor genetik dan
lingkungan merupakan beberapa diantaranya. Pada faktor genetik, didapatkan bahwa bila
salah satu orang tua menderita asma, maka kemungkinan memiliki anak yang menderita asma
adalah 25%, dan bila kedua orang tua menderita asma, kemungkinan tersebut meningkat
menjadi 50%. Asma pada orang tua laki-laki merupakan prediktor yang kuat untuk asma
diturunkan ke anak.3
Faktor resiko lain yang dikaitkan dengan asma adalah:
Aeroalergen sensitisasi terhadap aeroalergen, merupakan faktor resiko penting
yang dikaitkan dengan asma. Beberapa aeroalergen yang penting berhubungan dengan
asma adalah tungau debu rumah, companion animal allergens (hewan peliharaan),
kecoa, dan jamur.
Diet ibu selama kehamilan dan menyusui
Polutan ibu yang merokok selama masa kehamilan dan pajanan terhadap asap
tembakau di awal kehidupan dihubungkan dengan resiko yang lebih besar terhadap
8
terjadinya mengi pada anak dan penurunan fungsi paru di masa depan. Polusi udara di
luar ruangan yang dikaitkan dengan lalu lintas juga dikaitkan dengan pemicu mengi
pada tiga tahun pertama kehidupan.
Mikroba dan produknya infeksi virus merupakan yang tersering.
Patofisiologi dan Patogenesis
Fungsi saluran napas mengalami peningkatan selama masa pertumbuhan dan
mencapai puncaknya pada usia 20 tahun. Secara anatomis dan fisiologis, terdapat beberapa
hal yang memudahkan terjadinya obstruksi saluran napas bawah pada bayi dan anak.
Diameter saluran napas anak dibawah 5 tahun relatif lebih kecil dibandingkan orang dewasa,
sehingga lebih mudah terjadi obstruksi. Edema atau hipersekresi akan memperberat obstruksi
yang terjadi pada saluran napas dengan diameter kecil ini. Dinding dada pada bayi yang
kurang kaku juga mempercepat penutupan saluran napas. Tulang rawan trakea dan bronkus
yang kurang kaku mempermudah terjadinya kolaps saat ekspirasi. Otot bronkus dan cabang
bronkus masih sedikit sehingga bronkodilator tidak memberi hasil yang diharapkan. Kelenjar
mukosa yang lebih banyak mengakibatkan hipersekresi dan memperberat obstruksi.3
Obstruksi saluran napas dipengaruhi berbagai proses. Pada jalan napas yang kecil,
aliran udara diatur oleh otot polos yang mengelilingi lumen. Infiltrat inflamatori dapat
mengisi jalan napas dan menyebabkan gangguan pada lumen. Produksi mukus yang
berlebihan dan edema jaringan sekitar juga dapat menyebabkan obstruksi. Pada asma,
hiperreaktivitas bronkus merupakan dasar terjadinya asma bronkial. Pada kondisi ini terdapat
peningkatan respon bronkus dan penurunan ambang rangsang konstriksi bronkus terhadap
berbagai rangsangan dan menimbulkan reaksi inflamasi. Derajat hiperreaktivitas bronkus
berkaitan dengan intensitas faktor pencetus untuk menimbulkan serangan asma.1,3
Jaringan pada saluran napas penderita asma mengalami peningkatan jumlah sel mast,
eosinofil teraktivasi, dan limfosit T helper teraktivasi. Limfosit T helper memproduksi sitokin
proalergik proninflamatori dan kemokin untuk memediasi proses inflamasi. Hipersensitivitas
otot polos jalan napas pada pajanan iritan seperti udara dingin, udara kering, aroma yang kuat
dan partikel dalam asap juga menyebabkan inflamasi jalan napas. Pada inflamasi jalan napas,
terdapat perubahan seperti penebalan membran basa, deposisi kolagen subepitelial, dan
hipertrofi dan hiperplasia otot polos dan kelenjar mukus.1,3
Pada pajanan alergen ditemukan dua fase dari obstruksi saluran napas, yang dikenal
dengan early phase (respon asma cepat) dan late phase (respon asma lambat). Respon asma
cepat terjadi dalam 15-30 menit dan didapatkan bronkokonstriksi. Kondisi ini dapat
9
berlangsung selama 1-2 jam. Mediator inflamasi yang dilepaskan adalah histamin, ECF
(eosinophil chemotactic factor), NCF (neutrophil chemotactic factor), dan lainnya yang
menyebabkan spasme otot polos bronkus, inflamasi, edema, hipersekresi, dan peningkatan
eosinofil dan neutrofil. Fase ini dapat dicegah dengan inhalasi bronkodilator beta agonis.
Respon asma lambat terjadi dalam 4-8 jam sesudah pajanan alergen dan dapat berlangsung
selama 12-48 jam atau hingga beberapa minggu. Respon ini merupakan akibat aktivasi
eosinofil dan pelepasan mediator oleh sel mast atau basofil. Fase ini dapat dicegan dengan
pemberian agen antiinflamasi seperti glukokortikoid.1,3
Faktor Pencetus
Beberapa faktor yang dapat mencetuskan serangan asma adalah pajanan terhadap
alergen, infeksi saluran napas, ketegangan emosi, latihan jasmani, dan faktor lain seperti
bahan iritan, asap rokok, refluks gastroesofagus, obat dan bahan kimia, dan hormon. Interaksi
dari berbagai faktor pencetus tersebut dapat memperkuat mekanisme terjadinya serangan
asma.3
Diagnosis
Diagnosis asma pada anak, khususnya yang berusia dibawah 5 tahun bukan hal yang
mudah. Diagnosis umumnya ditegakkan atas dasar pola dari gejala yang dialami, riwayat
keluarga, dan temuan pada pemeriksaan fisik.1,2
Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditanyakan gejala yang mengindikasikan diagnosis asma,
seperti mengi, batuk, sesak napas, dan gejala nokturnal. Mengi merupakan gejala yang paling
umum pada anak berusia ≤ 5 tahun. Mengi merupakan continuous high-pitched sound, dapat
terjadi saat tidur, saat beraktivitas, tertawa, atau menangis. Batuk pada asma umumnya
berulang dan/atau persisten. Batuk nokturnal atau dengan olahraga, tertawa, atau menangis
tanpa disertai infeksi saluran napas mendukung diagnosis asma. Sesak napas yang terjadi saat
berolahraga dan berulang meningkatkan kemungkinan adanya asma. Riwayat asma di
keluarga khususnya first degree relatives dan/atau adanya atopi pada anak, seperti dermatitis
atopi, alergi makanan, rinitis alergi, juga membuat diagnosis asma semakin mungkin.1-3
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisik pada anak dengan asma dapat normal dan dapat abnormal. Temuan
abnormal yang dapat dijumpai adalah suara mengi pada auskultari dada. Selain itu dapat pula
10
dicari adanya kondisi komorbid lainnya seperti rinokonjungtivitis alergi, rinosinusitis, dan
dermatitis atopik.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan yang dapat mendiagnosis asma secara pasti pada anak berusia
≤ 5 tahun. Pemeriksaan atopi dengan uji cukit kulit pada infant kurang dapat diandalkan
dalam mengkonfirmasi atopi. Foto polos thoraks dapat digunakan untuk mengeksklusi
abnormalitas struktural pada jalan napas dan infeksi pada paru. Pemeriksaan fungsi paru dan
pemeriksaan fisiologis lainnya tidak begitu berperan pada diagnosis asma anak berusia ≤ 5
tahun karena belum mampunya anak untuk melakukan manuver ekspiratori.2
Diagnosis Banding
Gambar 1. Diagnosis banding asma pada anak berusia ≤5 tahun.2
Klasifikasi
Tabel 1. Pembagian derajat asma pada anak.3
Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru
Asma episodik jarang (asma ringan)
Asma episodik sering (asma sedang)
Asma persisten (asma berat)
11
Frekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan SeringLama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang
tahun tidak ada remisi)
Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya beratDiantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malamTidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat tergangguPemeriksaan fisis di luar serangan
Normal (tidak ditemukan kelainan)
Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)
Sangat terganggu, tidak pernah normal
Obat pengendali (anti inflamasi)
Tidak perlu Perlu, non steroid Perlu, steroid
Uji faal paru di luar serangan
PEF/PEV1 >80% PEF/PEV1 60-80% PEF/PEV1 <60%
Variabilitas faal paru (bila ada serangan)
Variabilitas <20% Variabilitas 20-30% Variabilitas >30%
Tabel 2. Penilaian derajat serangan asma.3
12
Tatalaksana
Tujuan tatalaksana asma pada anak secara umum:3
Pasien dapat menjalani aktivitas normal, termasuk bermain dan berolahraga
Sesedikit mungkin absen sekolah
Gejala tidak timbul siang atau malam hari
Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (PEFR) yang mencolok
Kebutuhan obat seminimal mungkin
13
Parameter klinis, fungsi paru, laboratorium
Ringan Sedang Berat Ancaman henti napas
Aktivitas Berjalan Berbicara IstirahatBayi :Menangis keras
Bayi :Tangis pendek dan lemah
Bayi :Berhenti makan
Bicara Kalimat Penggal kalimat
Kata-kata
Kesadaran Mungkin teragitasi
Biasanya teragitasi
Biasanya teragitasi
Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataMengi Sedang, hanya
pada akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspirasi + inspirasi
Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop
Sulit/tidak terdengar
Otot bantu napas Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradoks torakoabdominal
Retraksi Dangkal, retraksi interkostal
Sedang, ditambah retraksi suprasternal
Dalam, ditambah napas cuping hidung
Dangkal / hilang
Laju napas Meningkat Meningkat Meningkat MenurunLaju nadi Normal Takikardia Takikardia BradikardiaPulsus paradoksus
Tidak ada 10-20 mmHg >20mmHg Tidak ada (kelelahan otot napas)
PEFR atau FEV1 (%nilai dugaan / %nilai terbaik)Pra bonkodilatorPasca bronkodilator
>60%>80%
40-60%60-80%
<40%<60%
SaO2 % >95% 91-95% ≤ 90%PaO2 Normal >60 mmHg <60 mmHgPaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
Efek obat dapat dicegah seminimal mungkin, terutama yang menghambat tumbuh
kembang
Pada kondisi dimana terjadi serangan asma, tujuan dari tatalaksana serangan adalah:3
Meredakan penyempitan jalan napas secepat mungkin
Mengurangi hipoksemia
Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
Rencanakan tatalaksana untuk mencegah kekambuhan
Tatalaksana serangan asma disesuaikan dengan berat ringannya serangan (sesuai
kriteria pada tabel 2).
Tabel 3. Penilaian awal pada serangan asma pada anak.2
14
Gambar 2. Alur tatalaksana serangan asma pada anak.3
Tatalaksana awal yang diberikan adalah beta agonis secara nebulisasi, dapat
ditambahkan NaCl 0,9% dan/atau mukolitik, dapat diulang 2 kali dengan jarak 20 menit, pada
pemberian kedua dapat ditambahkan prednison oral 1mg/kg/kali dan O2.3
Tabel 4. Indikasi rujukan ke rumah sakit.2
15
Tabel 5. Tatalaksana pada serangan asma berat pada anak.2
Tabel 6. Pendekatan dalam penanganan asma.1
16
Selain dari tatalaksana farmakologis, diperlukan edukasi yang tepat pada orang tua dari anak
dengan asma. Penjelasan dasar meliputi asma dan faktor yang mempengaruhi, teknik inhalasi
yang benar dan ketaatan menjalani terapi, penjelasan mengenai cara mengenali control asma
yang tidak baik dan pengobatan yang diberikan jika hal tersebut terjadi. Penanganan asma
yang tepat pada anak sangat dipengaruhi oleh komunikasi dan edukasi yang tepat antara
dokter dan orangtua pasien.2
17
BAB IIIPEMBAHASAN
Pada anak laki-laki AF berusia 4 tahun 6 bulan pada ilustrasi kasus di atas ditegakkan
diagnosis asma atas dasar adanya keluhan batuk berdahak yang berulang, terutama terjadi
pada malam hari, jika makan makanan manis, dan minum air dingin. Batuk berdahak sedikit
berwarna putih, batuk disertai dengan sesak napas yang berbunyi “ngik-ngik”. Tidak ada
riwayat bersin atau pilek berulang sebelumnya. Terdapat riwayat alergi yaitu pasien
mengalami diare terhadap susu formula. Terdapat riwayat alergi pada kedua orang tua pasien
yaotu asma dan dermatitis alergi. Tidak ada riwayat penyakit paru sebelumnya pada pasien
maupun pada keluarga pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan pada frekuensi
napas dan frekuensi nadi pasien, pada pemeriksaan paru ditemukan adanya retraksi sela iga,
retraksi suprasternal, dan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam, pada auskultasi paru
didapatkan ekspirasi memanjang dan terdengar suara wheezing pada kedua lapang paru saat
fase inspirasi dan ekspirasi. Pasien memiliki riwayat serangan asma berulang dan keluhan
membaik dengan pemberian inhalasi.
Kondisi ini dirasakan oleh pasien 1x/minggu, beberapa kali serangan asma yang
dialami oleh pasien membaik dengan pemberian 2-3 kali inhalasi dan dilakukan rawat inap di
Puskesmas. Diantara serangan, pasien sering mengalami gejala batuk berdahak yang biasa
muncul pada saat malam hari sehingga mengganggu kualitas dari tidur pasien dan juga dalam
aktivitas sehari-hari pasien sehingga dimasukkan dalam kriteria asma persisten. Pada saat
serangan, pasien datang ke IGD dalam keadaan tampak sakit berat dengan kesadaran letargi
dan disertai sianosis pada pasien. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya frekuensi nadi
dan napas yang meningkat (nadi: 125 x/menit, napas: 45 x/menit), terdapat penggunaan otot
bantu napas, retraksi pada sela iga, retraksi suprasternal, dan tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam. Pada auskultasi juga didapatkan wheezing pada saat fase inspirasi dan
ekspirasi. Pada pemeriksaan saturasi O2 didapatkan 68%. Dari kondisi pada pasien tersebut
maka dapat dditegakkan diagnosis serangan asma berat.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium dengan hasil terdapat
peningkatan pada leukosit yaitu 14.600 menunjukan adanya proses infeksi bakteri yang
terjadi pada pasien. Selain itu, dilakukan juga pemeriksaan foto waters dengan hadil
pemeriksaan dalam batas normal yang dapat menyingkirkan penyakit sinuistis pada pasien.
Pada pasien belum pernah dilakukan pemeriksaan spirometri maupun pemeriksaan alergi
dengan uji cukit kulit. Dari kepustakaan yang ada, pemeriksaan ini sulit dilakukan untuk anak
18
usia dibawah 6 tahun sehingga tidak dapat diandalkan dalam penegakan diagnosis asma pada
pasien, sehingga tidak dilakukannya pemeriksaan ini karena dinilai tidak mempengaruhi
penegakan diagnosis pada pasien.
Untuk tatalaksana di IGD diberikan 02 sungkup 6 liter per menit, Inhalasi combivent
1 ampul + NaCl 0,9% 2 cc, IVDF D5 ½ Ns 50 tetes per menit, Injeksi Dexamethasone 2 mg,
dan Aminofilin bolus 80 mg diberikan dalam 20 menit. Untuk rencana tatalaksana lanjutan
yang diberikan kepada pasien yaitu pemberian O2 dengan Nasal Kanul sebanyak 2 liter per
menit, inhalasi combivent ½ ampul + NaCl 0,9% 2cc setiap 6 jam, cairan D5 ½ NS 50 tetes
per menit, dexamethasone 3x2g IV, aminofilin drip 150 mg per setiap 10 jam, antibiotik
cefotaxime 3x350 mg IV, ambroxol sirup 3x1 cth, dan pasien untuk awal dipuasakan sampai
keluhan sesak napas teratasi. Jika dinilai dari alur tatalaksana yang ada, pada serangan
sedang/berat dilakukan nebulisasi dengan beta agonis, diberi steroid, dan oksigen. Pemberian
oksigen pada pasien sudah sesuai dengan alur tatalaksana yang ada, yaitu oksigen diberikan
pada semua anak asma yang mengalami kesulitan bernapas yang menggangu bebicara,
makan, dan minum. Inhalasi pada pasien yang diberikan adalah combivent yang merupakan
albuterol (beta 2 adrenergic bronkodilator) dan ipratropium (antikolinergik). Pada alur
tatalaksana seharusnya diberikan beta agonis saja, namun pada pasien sebelumnya sudah
dilakukan inhalasi di puskesmas (ibu tidak tahu nama obatnya) dan kembali sesak lagi. Hal
ini dipikirkan menjadi alasan pemilihan combivent sebagai terapi pada pasien. Pasien juga
diberikan aminofilin drip dengan dosis 13.5 mg/ jam karena setelah 3 kali pemberian inhalasi
combivent dengan jarak 20 menit belum tampak adanya perbaikan klinis maupun pada
pemeriksaan fisik. Pada pasien diberikan steroid IV karena keterbatas pasien pada konsumsi
obat oral pada awal tatalaksana. Dosis dexametason anak pada edema jalan napas adalah 0,5-
2 mg/kg/hari dibagi 4 kali perhari IV atau IM pasien berat 13.5 kg dosis: 6-27 mg/hari.
Pasien mendapat dexamethasone dengan dosis 3x2mg = 6 mg/hari. Pasien diberikan cairan
tambahan yaitu D5 ½ NS 50 tetes permenit untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan dan
glukosa karena pada awal penatalaksanaan pasien akan dipuasakan sampai keluhan sesak
napas teratasi dengan baik. Untuk menyembuhkan keluhan batuk berdahak pada pasien
diberikan obat ambroxol sirup dengan dosis 3x1 cth. Pada pasien diberikan juga antibiotik
yaitu cefotaxime dengan dosis 3x350 IV karena pasien memiliki riwayat batuk pilek berulang
sehingga memiliki risiko tinggi untuk terjadinya infeksi, selain itu dari hasil labotorium
didapatkan jumlah leukosit yang meningkat yaitu 14.600 sebagai tandanya adanya infeksi
bakteri yang terjadi pada pasien.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Liu AH, Spahn JD, Leung DYM. Childhood asthma. In: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, editors. Nelson textbook of pediatrics. 17th Edition. Philadelphia: Saunders
Elsevier. 2004.
2. Global Initiative for Asthma. Global strategy for the diagnosis and management of
asthma in children 5 years and younger. 2010.
3. Santosa H. Asma Bronkial. Dalam: Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N, editor. Buku ajar
alergi-imunologi anak. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2008.
20