preskas kejang

70
BAB I PENDAHULUAN Masalah kejang, convulsion, seizure, atau insult pada anak sering kali merupakan gejala atau keluhan utama yang menyebabkan orang tua berusaha mendapatkan pertolongan antara lain dengan membawa berobat ke tempat layanan kesehatan. Keluhan tersebut mungkin disertai dengan keluhan tambahan misalnya demam, sakit kepala, tidak nafsu makan, batuk, tidak sadar, dan lain-lain. Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus. Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bukan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya. 1

Upload: andreas-ronald

Post on 27-Dec-2015

54 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

fgg

TRANSCRIPT

Page 1: preskas kejang

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah kejang, convulsion, seizure, atau insult pada anak sering kali merupakan

gejala atau keluhan utama yang menyebabkan orang tua berusaha mendapatkan pertolongan

antara lain dengan membawa berobat ke tempat layanan kesehatan. Keluhan tersebut

mungkin disertai dengan keluhan tambahan misalnya demam, sakit kepala, tidak nafsu

makan, batuk, tidak sadar, dan lain-lain.

Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat

darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali

kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis.

Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti

sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari

penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus. Tatalaksana kejang seringkali tidak

dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat

dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu.

Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang

atau bukan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.

Kejang adalah perubahan aktivitas motorik dan atau perilaku yang bersifat bangkitan

(paroxysmal) dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktivitas listrik abnormal di dalam

otak. Kejang terdapat pada anak dengan frekuensi sampai 10%. Kejang pada anak umumnya

disebabkan oleh provokasi yang dapat berasal dari tubuh sendiri di luar otak seperti suhu

meningkat, infeksi, sinkop, trauma kepala, hipoksia, toksin, aritmia jantung, atau karena obat.

Sepertiga dari kasus kejang disebabkan oleh ayan (epilepsy) yaitu kejang yang terjadi karena

letupan pelepasan muatan listrik di sel saraf secara berulang tanpa ada provokasi. Setelah

mengalami kejang yang pertama, kemungkinan selanjutnya ialah anak tidak mengalami

kejang lagi, atau kejang pertama tersebut merupakan awal dari epilepsi.1

1

Page 2: preskas kejang

BAB II

KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS II

Nama Mahasiswa : Tezar Andrean .B Pembimbing : dr. Daniel E, Sp.A

NIM : 030. 09. 253 Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. MFF

Umur : 1 tahun 5 bulan

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 1 Februari 2013

Alamat : Jln. Otista Raya 99, Tanjung Lekong, RT 4/ 7, Kel. Bidara

Cina, Kec. Jatinegara

Pendidikan Terakhir : -

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Masuk Bangsal Tanggal : 30 Juni 2014

IDENTITAS ORANG TUA/ WALI

Ayah: Ibu :

Nama : Tn. S

Umur : 23 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMA

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Penghasilan : Rp. 1.500.000,00/ bulan

Alamat : Jln. Otista Raya 99, Tj.

Nama : Ny. N

Umur : 20 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMA

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Penghasilan : -

Alamat : Jln. Otista Raya 99, Tj.

2

Page 3: preskas kejang

Lekong, RT 4/ 7, Kel. Bidara Cina, Kec.

Jatinegara.

Lekong, RT 4/ 7, Kel. Bidara Cina,

Kec. Jati Negara

Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung

I. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan Ny. N (ibu kandung

pasien).

Lokasi : Bangsal lantai V Timur, kamar 511

Tanggal / waktu : 1 Juni 2014

Tanggal masuk : 30 Juni 2014 pukul 09. 08 WIB

Keluhan utama : Kejang sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit

Keluhan tambahan : Demam, diare

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pasien dirawat di bangsal RSUD Budhi Asih melalui UGD pada hari Senin tanggal 30

Juni 2014 dengan keluhan kejang sejak dua hari SMRS. Pasien sudah kejang 14 kali dalam

dua hari, timbul mendadak. Awalnya pasien sedang tiduran seperti biasa kemudian tiba-tiba

kejang. Kejang kelojotan, baik kaki maupun tangan, mata mendelik keatas, kurang dari dua

menit, tapi tidak disertai busa. Dalam dua hari itu, jarak antara kejang tidak menentu, kurang

lebih setengah sampai setengah sampai dua jam, atau lebih. Setelah kejang pasien selalu

menangis, tapi akhir-akhir ini pasien menjadi lemas setelah kejang. Riwayat jatuh dan

membentur daerah kepala disangkal. Ibu pasien mengaku ini bukan kali pertama anaknya

sakit seperti ini, sebelumnya pasien juga pernah mengalami kejang seperti ini sejak umur 11

bulan. Pada saat umur 11 bulan, pasien kejang serupa dengan frekuensi 3 kali dirumah dan

satu kali di UGD RSBA dalam satu hari. Dahulu kejangnya diawali demam dan diare, sempat

dirawat juga sampai sekitar 5 hari. Kemudian pulang dan mendapat obat. Pada umur satu

tahun, pasien mengalami kejang serupa lagi dengan durasi yang agak lebih lama sampai dua

menit dan frekuensinya dalam satu hari adalah dua kali dirumah dan enam kali di rumah sakit

daerah Bangka Belitung. Saat itu tidak diawali demam. Ibu pasien mengaku pada saat itu

bibir pasien sampai menjadi biru. Ibu pasien kontrol untuk kejang anaknya dan mendapatkan

obat depaken sejak pertama kali demam atau umur 11 bulan, tiga kali sehari tapi untuk

dosisnya tidak diketahui. Pasien pernah diperiksa menggunakan EEG dan MRI dan

didiagnosis epilepsi.

3

Page 4: preskas kejang

Selain kejang, pasien juga disertai demam dan diare sejak 4 hari SMRS. Demam

dirasakan timbul perlahan, dan tinggi terus menerus, turun saat diberi obat penurun panas tapi

lekas naik lagi. Timbul bintik merah disangkal, keluhan mimisan, gusi berdarah disangkal.

Nyeri sendi disangkal. Mata tidak merah ataupun berair. Keluar cairan dari telinga disangkal.

Batuk sesekali, pilek atau sesak nafas disangkal. Lidah yang berselaput (kotor di tengah

berwarna putih tapi pinggir warna merah dan terlihat bergetar sendiri) sejak sakit disangkal.

Berpergian ke tempat endemis malaria disangkal. Demam diakui berbarengan dengan diare

yang menyertai pasien.

Diare dikeluhkan sejak 4 hari SMRS juga, bersamaan dengan demam. Frekuensi

kurang lebih 10 kali dalam sehari, tiap kali sekitar seperempat gelas aqua, konsistensi cair,

ampas (+), lendir (-), darah (-), bau busuk. Nafsu makan pasien menurun, tapi masih mau

minum susu. Pasien tampak rewel dan gelisah. Sudah dibawa ke klinik umum dan mendapat

obat penurun panas dan diarenya tapi tidak ada perubahan. Saat dirumah, selain obat dari

klinik, pasien hanya diberi minum dan kompres air hangat. Pasien hanya diberi makan bubur

halus dan susu soya dan susu LLM yang disarankan bidan, tapi karena pasien tidak mau

minum susu LLM pasien diberikan susu soya. Buang air kecil (BAK) tidak ada keluhan,

diakui produksi banyak, warna kuning jernih.

B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILANMorbiditas kehamilan Tidak ada

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke bidan, imunisasi TT (+)

KELAHIRAN Tempat persalinan Praktek bidan

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinanSpontan

Penyulit : lahir lama

Masa gestasi 36 minggu

Keadaan bayi Berat lahir : 2900 gram

Panjang lahir : 49 cm

Lingkar kepala : Ibu OS tidak tahu

Langsung menangis (+)

Kemerahan (+)

Nilai APGAR : (tidak tahu)

4

Page 5: preskas kejang

Kelainan bawaan : -

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Kehamilan kurang bulan tidak disertai

kelainan yang lainnya.

C. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I : Umur 9 bulan (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

Psikomotor

Tengkurap : Umur 8 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : - (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : - (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : - (Normal: 13 bulan)

Bicara : - (Normal: 9-12 bulan)

Perkembangan pubertas

Rambut pubis : -

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Pada pasien didapatkan

keterlambatan perkembangan. Ibu pasien mengaku anaknya baru bisa tengkurap padahal

umurnya sudah mencapat satu tahun lima bulan.

D. RIWAYAT MAKANAN

Umur

(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 ASI - - -

2 – 4 ASI+PASI - - -

4 – 6 PASI + + +

6 – 8 PASI + + +

8 – 10 PASI + + +

10 -12 PASI + + +

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah

Nasi / Pengganti 3x/hari (bubur halus), sekali makan 1/2

piring

Sayur -

5

Page 6: preskas kejang

Daging -

Telur -

Ikan -

Tahu -

Tempe -

Susu (merk / takaran) Susu soya, ± 7 x/hari (botol 120 ml)

Lain – lain Biskuit

Kesimpulan riwayat makanan : Asupan makanan dinilai kurang karena kurang variasi, dan

cenderung terlalu banyak diberikan susu. Tidak ditemukan adanya kesulitan makan.

E. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )

BCG 2 bulan - -

DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Campak - - 9 bulan

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : Pasien telah mendapatkan 5 imunisasi dasar dan sesuai

jadwal yang ada.

F. RIWAYAT KELUARGA

a. Corak Reproduksi

NoTanggal lahir

(umur)

Jenis

kelaminHidup

Lahir

matiAbortus

Mati

(sebab)

Keterangan

kesehatan

1 1 Februari 2013 L V - - - Pasien

b. Riwayat Pernikahan

Ayah / Wali Ibu / Wali

Nama Tn. S Ny. N

6

Page 7: preskas kejang

Perkawinan ke- 1 1

Umur saat menikah 22 tahun 19 tahun

Pendidikan terakhir Tamat SMA Tamat SMA

Agama Islam Islam

Suku bangsa Jawa Jawa

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguinitas - -

Penyakit, bila ada - -

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat kejang dan riwayat epilepsi dalam keluarga disangkal. Riwayat darah tinggi,

kencing manis, penyakit paru, dan penyakit jantung disangkal.

Kesimpulan Riwayat Keluarga : Tidak terdapat riwayat penyakit yang sama dengan pasien.

G. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare (+) Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang

Pada usia

11 bulan,

dan

dirawat

selama 5

hari

karena

kejang

demam +

diare

Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain: (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Pasien pernah mengalami kejang

disertai demam dan diare juga pada usia 11 bulan.

7

Page 8: preskas kejang

H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya di rumah berlantai 1, dengan dua kamar, 1

kamar mandi, dan 1 dapur. Menurut pengakuan, ventilasi di rumah cukup baik,

pencahayaannya baik, sumber air bersih berasal dari air PAM, dan sumber air minum berasal

dari air galon. Diakui lingkungan sekitar rumah cukup baik, merupakan kawasan padat

penduduk.

Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Lingkungan rumah cukup baik. Tapi daerah tempat

tinggal merupakan tempat padat penduduk.

I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI

Ayah pasien saat ini bekerja sebagai wiraswasta, dengan penghasilan Rp

1.500.000,00/ bulannya. Sedangkan ibu pasien sebagai ibu rumah tangga, yang mengurus

anaknya.

Kesimpulan sosial ekonomi: dilihat dari riwayat sosial ekonomi, mungkin menjadi faktor

resiko dalam pemenuhan kebutuhan gizi selama kehamilan maupun setelah lahir yang bisa

menjadi kelainan pada otak.

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 1 Juli 2014 jam 07.00 WIB)

Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Kesan Gizi : Gizi cukup

Data Antropometr i

Berat Badan sekarang : 10,4 kg

Panjang Badan : 79 cm

Lingkar Kepala : 44 cm (Mikrosephali, terletak dibawah -2 dan +2 SD Kurva

Neillhaus)

Status Gizi

Keadaan lain : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)

- BB / U = 10,4 / 10,8 x 100 % = 96,29 % (Gizi baik)

- TB / U = 79 / 81 x 100 % = 97,53 % (Tinggi baik)

- BB / TB = 10,4/ 11 x 100 % = 94,54 % (Gizi baik)

8

Page 9: preskas kejang

Status gizi diatas berdasarkan kurva NCHS, dapat disimpulkan bahwa pasien gizi baik

dengan tinggi normal.

Tanda Vital

Tekanan Darah : - mmHg

Nadi : 76 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Nafas : 32 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2

Suhu : 37,5°C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

Status Generalis

KEPALA : Mikrosephali, ubun-ubun besar sudah menutup

RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut

WAJAH : wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut

MATA :

Visus : tidak dilakukan Ptosis : -/-

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjunctiva anemis : -/- Cekung : -/-

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Strabismus : -/+ Lensa jernih : +/+

Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor

Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+

Cekung : -/-

TELINGA :

Bentuk : normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

Liang telinga : sempit Membran timpani : sulit dinilai

Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-

Sekret : -/- Deviasi septum : -

Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : -

BIBIR : mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)

9

Page 10: preskas kejang

MULUT : trismus (-) , oral hygiene cukup baik, tidak terdapat caries pada gigi-geligi,

mukosa gusi berwarna merah muda, mukosa pipi berwarna merah muda, arcus

palatum simetris dengan mukosa palatum berwarna merah muda

LIDAH : Normoglotia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-), atrofi papil (-),

tremor (-), lidah kotor (-)

TENGGOROKAN : tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis, uvula terletak di

tengah

LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak tampak dan tidak

teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea tampak dan teraba di tengah

THORAKS :

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan

yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, tidak didapatkan adanya retraksi sela

iga, warna kulit sawo matang, sternum mendatar, tulang iga normal, ictus cordis

terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,

vocal fremitus sulit dinilai, teraba ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri,

denyut kuat

Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal

Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung

I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur

(-), gallop (-)

ABDOMEN :

Inspeksi : perut buncit, warna kulit sawo matang, tidak dijumpai adanya efloresensi

pada kulit perut, kulit keriput (-), umbilicus normal, gerak dinding perut saat

pernapasan simetris, tidak tampak bagian yang tertinggal, gerakan peristaltik (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-) hampir menyeluruh di regio abdomen, turgor kulit

baik. Hepar tidak teraba membesar. Lien tidak teraba membesar.

Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut

Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 5 x / menit

GENITALIA : tidak ditemukan adanya kelainan

KGB :

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

10

Page 11: preskas kejang

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraclavicula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

Inguinal : tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan

kaki, serta sikap badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat

ekstremitas.

MAURICE KING SCORE

0 1 2

Keadaan umum Sehat anak cengeng,

apatis dan

ngantuk

anak mengigau,

koma atau syok.

Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Ubun – ubun

besar

Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Mulut Normal Kering Kering dan

sianosis

Denyut nadi /

menit

Kuat ( < 120

kali / menit)

sedang (120 – 140

kali / menit)

lemah (> 140 kali /

menit.)

Pada pasien skornya: 1 (tanpa dehidrasi)

STATUS NEUROLOGIS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biseps + +

Triceps + +

Patella + +

Achiles + +

11

Page 12: preskas kejang

Refleks Patologis Kanan Kiri

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Rangsang meningeal

Kaku kuduk -

Kanan Kiri

Kerniq - -

Laseq - -

Brudzinski I - -

Brudzinski II - -

Saraf cranialis

- N. I (Olfaktorius)

Tidak dilakukan pemeriksaan

- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius)

Pupil bulat isokor 3mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+

- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens)

Gerakan bola mata baik ke segala arah, kedudukan mata kiri esotrophia

- N. V (Trigeminus)

Tidak ada gangguan sensibilitas wajah

- N. VII (Facialis)

Wajah simetris

Motorik: dapat menutup mata sempurna, dapat mengernyitkan dahi, dan dapat

tersenyum dengan baik

Sensorik: tidak ada gangguan pengecapan

- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis)

Tidak dilakukan pemeriksaan

- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)

Tidak ada gangguan menelan

12

Page 13: preskas kejang

- N. XI (Aksesorius)

Gerakan leher dan bahu tidak terganggu

- N. XII (Hipoglosus)

Gerakan lidah tidak terganggu

KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik,

lembab, pengisian kapiler < 2 detik, petechie (-)

TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-), nyeri

tekan (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

(Lab. Dari IGD pada tanggal 30 Juni 2014)

Hematologi Hasil Nilai Normal

Leukosit 7,2 ribu/ μL 6 – 17

Eritrosit 4.2 jt/ μL 3.6 - 5.2

Hemoglobin 11,5 g/ dL 10,8-12,8

Hematokrit 33 % 35-43

Trombosit 293 ribu / μL 217 – 497

MCV 79.0 fL 73 – 101

MCH 27.1 pg 23 – 31

MCHC 34.5 g/dL 26 – 34

RDW 14,9 % <14

Kimia Klinik

Metabolisme Karbohidrat

Glukosa Darah

Sewaktu

96 mg/dL 33 – 111

Elektrolit Serum

Natrium (Na) 145 mmol /L 135-155

13

Page 14: preskas kejang

Kalium 3,6 mmol/L 3,6-5,5

Chlorida 99 mmol/L 98-109

IV. RESUME

Pasien dirawat di bangsal RSUD Budhi Asih melalui UGD pada hari Senin tanggal 30

Juni 2014 dengan keluhan kejang sejak dua hari SMRS. Pasien sudah kejang 14 kali dalam

dua hari, timbul mendadak. Awalnya pasien sedang tiduran seperti biasa kemudian tiba-tiba

kejang. Kejang kelojotan, baik kaki maupun tangan, mata mendelik keatas, kurang dari dua

menit, tapi tidak disertai busa. Dalam dua hari itu, jarak antara kejang tidak menentu, kurang

lebih setengah sampai setengah sampai dua jam, atau lebih. Setelah kejang pasien selalu

menangis, tapi akhir-akhir ini pasien menjadi lemas setelah kejang. Riwayat jatuh dan

membentur daerah kepala disangkal. Ibu pasien mengaku ini bukan kali pertama anaknya

sakit seperti ini, sebelumnya pasien juga pernah mengalami kejang seperti ini sejak umur 11

bulan. Pada saat umur 11 bulan, pasien kejang serupa dengan frekuensi 3 kali dirumah dan

satu kali di UGD RSBA dalam satu hari. Dahulu kejangnya diawali demam dan diare, sempat

dirawat juga sampai sekitar 5 hari. Kemudian pulang dan mendapat obat. Pada umur satu

tahun, pasien mengalami kejang serupa lagi dengan durasi yang agak lebih lama sampai dua

menit dan frekuensinya dalam satu hari adalah dua kali dirumah dan enam kali di rumah sakit

daerah Bangka Belitung. Saat itu tidak diawali demam. Ibu pasien mengaku pada saat itu

bibir pasien sampai menjadi biru. Ibu pasien kontrol untuk kejang anaknya dan mendapatkan

obat depaken sejak pertama kali demam atau umur 11 bulan, tiga kali sehari tapi untuk

dosisnya tidak diketahui. Pasien pernah diperiksa menggunakan EEG dan MRI dan

didiagnosis epilepsi. Selain kejang, pasien juga disertai demam dan diare sejak 4 hari SMRS.

Demam dirasakan timbul perlahan, dan tinggi terus menerus, turun saat diberi obat penurun

panas tapi lekas naik lagi. Demam diakui berbarengan dengan diare yang menyertai pasien.

Diare dikeluhkan sejak 4 hari SMRS juga, bersamaan dengan demam. Frekuensi kurang lebih

10 kali dalam sehari, tiap kali sekitar seperempat gelas aqua, konsistensi cair, ampas (+),

lendir (-), darah (-), bau busuk. Pasien baru bisa tengkurap padahal sudah berumur 1 tahun 5

bulan.

14

Page 15: preskas kejang

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang. Lingkar kepala pasien 44 cm

(mikrosefali). Selain itu, kedudukan mata kiri pasien cenderung esotrogia. Dari pemeriksaan

lab didapatkan penurunan hematokrit (33 %) dan peningkatan RDW (14,9 %).

V. DIAGNOSIS BANDING

- Kejang epileptik (tonik klonik)+ GEA + Delayed Development

- Kejang demam + GEA + Delayed Development

- Ensefalitis + GEA + Delayed Development

VI. DIAGNOSIS KERJA

- Kejang epileptik (tonik klonik)+ GEA + Delayed Development

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Pemeriksaan darah : kadar kalsium, darah rutin dan elektrolit

- Pemeriksaan feses dan urin lengkap

- EEG

- Foto CT scan atau MRI

VIII. PENATALAKSANAAN

Non medika Mentosa

1. Edukasi orang tua pasien tentang penyakit pasien.

2. Observasi keadaan umum dan tanda vital

3. Diet susu LLM 8x60 cc

Medika Mentosa

- Tatalaksana IGD

- Rawat

- IVFD Kaen I B 3 cc/ kgBB/ jam

- PCT 4 x 120mg

- Tatalaksana Bangsal

- IVFD Kaen IB 3cc/kgBB/jam

- Paracetamol 120 mg jika suhu ≥ 38oC

- Depaken 3 x 1,5 cc

- Probiokid 1 x1

15

Page 16: preskas kejang

- Zinkid 1 x 1

- Cotrimoksazol syr 2 x 1

IX. PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Functionam : Dubia Ad Bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

FOLLOW-UP

Tgl S O A P

1/7/14 - Kejang (+)

1x selama

<1 menit

- Demam (+)

- Mual (+)

- BAB 5x,

warna

kuning,

ampas (+),

lendir (+)

- BAK (+)

- Nafsu

makan

turun

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: compos

mentis

TTV :

Nadi : 76 x/m

Suhu : 37,5 0 C

RR : 32 x/ m

Kepala : mikrosefali,

UUB tertutup

Mata : CA -/-, SI -/-,

cekung -

Hidung : nch -/-,

sekret -/-

Mulut :

kering - sianosis –,

oral hygiene baik

Tho : simetris, retraksi

(-)

P: SN vesikuler, rh -/-,

wh -/-

J: BJ I-II reg, m (-),

- Kejang epilepsi

- GEA tanpa

dehidrasi

- Delayed

development

- IVFD Kaen IB

3cc/kgBB/jam

- LLM 8x60cc

- Depaken 3 x

1,5 cc

- Paracetamol

120 mg bila

suhu ≥ 38oC

- Probiokid 1x1

sach

- Zinkid 1 x 1

20mg

16

Page 17: preskas kejang

gallop (-)

Abdomen : datar, bu

(+), supel

Ekstremitas : akral

hangat, CRT <2”,

Status neurologis :

KK –

Ref. Fisiologis –

Ref. Patologis –

TRM –

MK score : 1

Lab: 30/6/14

Ht 33%

2/7/14 - Kejang (-)

- Demam

sumeng2

(37,8)

- Muntah (-)

- BAB 2 x

lembek,

warna

kuning,

lendir +

- BAK

normal

- Nafsu

makan

membaik

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: compos

mentis

TTV :

Nadi : 136x/m

Suhu : 36,6 0 C

RR : 40 x/ m

Kepala : mikrosefali,

UUB tertutup,

Mata : CA -/-, SI -/-,

Hidung : nch -/-,

sekret -/-

Mulut :

kering - sianosis –,

oral hygiene baik

Tho : simetris, retraksi

(-)

P: SN vesikuler, rh -/-,

- Kejang epilepsi

- GEA tanpa

dehidrasi

- Delayed

development

- IVFD Kaen IB

3cc/kgBB/jam

- LLM 8x60cc

- Depaken 3 x

1,5 cc

- Paracetamol

120 mg bila

suhu ≥ 38oC

- Probiokid 1x1

sach

- Zinkid 1 x 1

20mg

- Cotrimoxazol

syr 2 x 1

17

Page 18: preskas kejang

wh -/-

J: BJ I-II reg, m (-),

gallop (-)

Abdomen : datar, bu

(+), supel

Ekstremitas : akral

hangat, CRT <2”,

Status neurologis :

dalam batas normal

Hasil feses: dbn

18

Page 19: preskas kejang

3/7/14

4/7/14

- Kejang (+)

2 x

- Demam (-)

- Muntah (-)

- BAB 4x,

warna

kuning,

lendir

- BAK +

- Nafsu

makan

hanya mau

susu

Demam (-),

Kejang (+)

semalam, 1x, <

5-10 detik, mual

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: compos

mentis

TTV :

Nadi : 132x/m

Suhu : 36,9 0 C

RR : 36 x/ m

Kepala : mikrosefali,

UUB tertutup,

Mata : CA -/-, SI -/-,

Hidung : nch -/-,

sekret -/-

Mulut :

kering - sianosis –,

oral hygiene baik

Tho : simetris, retraksi

(-)

P: SN vesikuler, rh -/-,

wh -/-

J: BJ I-II reg, m (-),

gallop (-)

Abdomen : datar, bu

(+), supel

Ekstremitas : akral

hangat, CRT <2”,

Status neurologis :

dalam batas normal

KU : tampak sakit

ringan

Kesadaran: compos

mentis

- Kejang epilepsi

- GEA tanpa

dehidrasi

- Delayed

development

- Kejang epilepsi

- GEA tanpa

dehidrasi

- Delayed

- IVFD Kaen IB

3cc/kgBB/jam

- LLM 8x60cc

- Depaken 3 x

1,5 cc

- Paracetamol

120 mg bila

suhu ≥ 38oC

- Probiokid 1x1

sach

- Zinkid 1 x 1

20mg

- Cotrimoxazol

syr 2 x 1

- Depaken jadi 2

cc

- IVFD Kaen IB

3cc/kgBB/jam

- LLM 8x60cc

- Depaken 3 x 2

19

Page 20: preskas kejang

5/7/14

muntah (-),

batuk pilek (-),

BAB 5x,

lembek, ampas

(+), kuning, bau

asam, BAK (+)

Demam (-),

kejang (-), mual

muntah (-),

makan (-),

maunya minum

susu, muntah

jika diberi zinc,

BAB 4 x,

TTV :

Nadi : 140x/m

Suhu : 36,5 0 C

RR : 44 x/ m

Kepala : mikrosefali,

UUB tertutup,

Mata : CA -/-, SI -/-,

Hidung : nch -/-,

sekret -/-

Mulut :

kering - sianosis –,

oral hygiene baik

Tho : simetris, retraksi

(-)

P: SN vesikuler, rh -/-,

wh -/-

J: BJ I-II reg, m (-),

gallop (-)

Abdomen : datar, bu

(+), supel

Ekstremitas : akral

hangat, CRT <2”,

Status neurologis :

dalam batas normal

KU : tampak sakit

ringan

Kesadaran: compos

mentis

TTV :

Nadi : 120x/m

Suhu : 36,8 0 C

RR : 48 x/ m

development

- Kejang epilepsi

- GEA tanpa

dehidrasi

- Delayed

development

cc

- Paracetamol

120 mg bila

suhu ≥ 38oC

- Probiokid 1x1

sach

- Zinkid 1 x 1

20mg

- Cotrimoxazol

syr 2 x 1

- Minum jadi 4 x

90 cc

- IVFD Kaen IB

3cc/kgBB/jam

- LLM 8x60cc

- Depaken 3 x 2

cc

- Paracetamol

120 mg bila

suhu ≥ 38oC

20

Page 21: preskas kejang

sedikit-sedikit,

lembek, kuning,

ampas (+), bau

asam, BAK (+)

Kepala : mikrosefali,

UUB tertutup,

Mata : CA -/-, SI -/-,

Hidung : nch -/-,

sekret -/-

Mulut :

kering - sianosis –,

oral hygiene baik

Tho : simetris, retraksi

(-)

P: SN vesikuler, rh -/-,

wh -/-

J: BJ I-II reg, m (-),

gallop (-)

Abdomen : datar, bu

(+), supel

Ekstremitas : akral

hangat, CRT <2”

Status neurologis :

dalam batas normal

- Probiokid 1x1

sach

- Zinkid 1 x 1

20mg

- Cotrimoxazol

syr 2 x 1

- Minum jadi 4 x

90 cc

Lampiran Hasil EEG (6/ 6/2014)

Rekaman dilakukan dalam keadaan tidur alami

Tampak gelombang irama dasar dengan frekuensi 5-6 spd, bervoltage sedang

Tak tampak gelombang epileptiform

Tak tampak asimetri

Photik stimulasi tak menyebabkan perubahan berarti

Selama rekaman pasien tertidur hingga stadium I-II non REM tidur

21

Page 22: preskas kejang

IMPRESSION

EEG dalam batas normal

Tak tampak gelombang epileptiform

Hasil MRI

22

Page 23: preskas kejang

23

Page 24: preskas kejang

Kesimpulan

MRI Kepala dalam batas normal

Ventrikulomegali ec brain atrofi

Tak tampak massa/ SOL maupun perdarahan/ infark

Mastoiditis bilateral

24

Page 25: preskas kejang

BAB III

ANALISA KASUS

Identitas Pasien

Dari identitas pasien, orang tua pasien memlikki pendapatan sekitar Rp 1. 500.000/

bulan. Hal ini memungkinkan saat pra lahir maupun setelah lahir, terdapat faktor resiko

kurangnya pemenuhan gizi pada pasien yang bisa menyebabkan kelainan pada otak pasien

maupun timbulnya penyakit dan penanganan yang kurang pada pasien yang bisa berefek

dalam perkembangan otak.

Apakah diagnosa pada kasus ini sudah tepat?

 Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, diagnosa kasus di atas  tepat, karena

berdasarkan :

   Anamnesa :

-  Pasien An MFF, laki-laki Usia 1 tahun 5 bulan

-  Mengalami kejang berulang sebanyak 14 kali dalam 2 hari dengan lama kurang dari

15 menit, tipe kejang tonik klonik, setelah kejang pasien menangis.

- Kejang disertai demam

- Kejang sejak umur 11 bulan sehingga dalam satu tahun lebih dari 3 kali

- 4 hari SMRS pasien mengalami mencret ± 10 x, cairan >> ampas, ± ¼ gelas aqua,

lendir (+), darah (-)

- Dari riwayat perkembangan, pasien baru bisa terngkurap padahal usianya sudah satu

tahun 5 bulan

- Sudah pernah perawatan dan didiagnosis epilepsi dan dapat obat depaken

Dari kriteria kejang pada pasien, tidak masuk dalam kriteria kejang demam

Livingstone, oleh karena itu pasien masuk dalam kategori kejang epileptik, selain itu

ada riwayat pengobatan epilepsi

Dari anamnesis berat badan lahir yang dalam batas normal, seharusnya pasien

mempunyai modal yang baik untuk tumbuh kembangnya, oleh karena itu, ada

kemungkinan sakit yang mendasari terhadap gangguan tumbuh kembangnya

25

Page 26: preskas kejang

   Pemeriksaan Fisik :

   Status Present

Data Antropometr i

Berat Badan sekarang : 10,4 kg

Panjang Badan : 79 cm

Lingkar Kepala : 44 cm (Mikrosephali, terletak dibawah -2 dan +2 SD Kurva

Neillhaus)

Status Gizi

Keadaan lain : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)

- BB / U = 10,4 / 10,8 x 100 % = 96,29 % (Gizi baik)

- TB / U = 79 / 81 x 100 % = 97,53 % (Tinggi baik)

- BB / TB = 10,4/ 11 x 100 % = 94,54 % (Gizi baik)

Status gizi diatas berdasarkan kurva NCHS, dapat disimpulkan bahwa pasien gizi baik

dengan tinggi normal.

Tanda Vital

Tekanan Darah : - mmHg

Nadi : 76 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Nafas : 32 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2

Suhu : 37,5°C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

Status Neurologis : dalam batas normal, refleks patologis (-) dan refleks fisiologis

dalam batas normal, motorik dan sensorik dalam batas normal

Tanda perangsangan selaput otak: tidak ada

dari pemeriksaan fisik didapatkan ukuran kepala mikrosefali, hal ini memungkinkan

adanya penyakit yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan otak sehingga

timbul gejala pada pasien

MRI

Ventrikulomegali ec brain atrofi

Tak tampak massa/ SOL maupun perdarahan/ infark

Mastoiditis bilateral

26

Page 27: preskas kejang

Dari hasil MRI didapatkan atrofi otak. Oleh karena itu, perlu tatalaksana khusus untuk

memaksimalkan sel saraf yang masih baik untuk optimalisasi pertumbuhan dan

perkembangan pasien sehingga tidak terus bergantung kepada orang tuanya saat dewasa

nanti.

Ditemukan juga mastoiditis bilateral. Hal ini kemungkinan bisa menjadi fokus infeksi

pada pasien yang menyebabkan kerusakan otak karena komplikasinya. Tetapi tidak

diketahui kapan onset mastoiditis pada pasien. Apakah sebelum timbulnya gejala atau

setelah gejala awal.

Apakah tatalaksana pada pasien sudah tepat?

Non medika Mentosa

4. Edukasi orang tua pasien tentang penyakit pasien.

5. Observasi keadaan umum dan tanda vital

6. Diet susu LLM 8x60 cc

Medika Mentosa

- Tatalaksana IGD

- Rawat

- IVFD Kaen I B 3 cc/ kgBB/ jam

- PCT 4 x 120mg

- Tatalaksana Bangsal

- IVFD Kaen IB 3cc/kgBB/jam

- Paracetamol 120 mg jika suhu ≥ 38oC

- Depaken 3 x 1,5 cc 2 cc

- Probiokid 1 x1

- Zinkid 1 x 1

- Cotrimoksazol syr 2 x 1

Dari gejala klinis yang ada pada pasien, menuru literatur sudah tepat. Pada pasien

diberikan kotrimoksazol sirup karena dari gejala diare yang disertai demam yang

timbul perlahan dan lendir, dimungkinan penyebabnya adalah bakteri. Diberikan susu

LLM untuk menghindari adanya penyebab diare yang lain karena intoleransi laktosa.

Diberikan antipiretik jika suhu diatas 38 derajat celsius untuk mempertahankan

mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dosis depaken dinaikkan karena pada

saat pemberian 1,5 cc masih didapatkan kejang pada pasien.

27

Page 28: preskas kejang

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG

4.1 DEFINISI

Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat

berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang

disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak.1,2

4.2 KRITERIA KEJANG

Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang,

sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang

menyerupai kejang. Perbedaan diantara keduanya adalah pada tabel berikut:3

28

Page 29: preskas kejang

4.3 KLASIFIKASI

Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis

kejang. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi

International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu dapat dilihat

pada tabel berikut:2,3,4

4.4 ETIOLOGI

Langkah selanjutnya, setelah diyakini bahwa serangan saat ini adalah kejang adalah

mencari penyebab kejang. Penentuan faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk

tatalaksana selanjutnya, karena kejang dapat diakibatkan berbagai macam etiologi. Adapun

etiologi kejang yang tersering pada anak dapat dilihat pada tabel berikut:

29

Page 30: preskas kejang

Etiologi kejang menurut usia:

1. Neonatus : Infeksi, perdarahan intrakranial, malformasi otak, asfiksia

neonatorum, hiperbilirubinemia, meabolik (hipoglikemia dan defisiensi

piridoksin), prematuritas.

2.Bayi dan Anak : Kejang demam, epilepsi, infeksi, idiopatik, gangguan elektrolit

(hiponatremia, hipernatremia dan hipokalsemia), keracunan teofilin,

alkohol, kokain, hipoglikemia, gangguan asam basa, defisiensi

piridoksin, genetik, penghentian OAE mendadak, tumor otak,

perdarahan intrakranial dan idiopatik.

3. Dewasa muda : Trauma, tumor, genetik, idiopatik, alkoholisme/ NAPZA.

4. Dewasa lanjut : CVD, metabolik, tumor, degeneratif

Secara umum penyebab kejang dapat dibagi menjadi :

Penyebab intrakranial

1. Infeksi

a. Meningitis

Menigitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput otak yang dapat

disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai oleh adanya gejala

30

Page 31: preskas kejang

spesifik dari sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, tanda rangsang

meningen, gejala peningkatan tekanan intrakranial, dan gejala defisit

neurologis. Kejang merupakan salah satu dari komplikasi meningitis.

b. Ensefalitis

Ensefalitis adalah infeksi akut yang mengenai jaringan otak dan

selaput otak, disebabkan oleh terutama oleh berbagai jenis virus, berlangsung

self-limited, dan sebagian kasus adalah berat serta berakibat fatal. Ensefalitis

jarang disebabkan oleh penyebab lain seperti mikoplasma, riketsia, parasit,

atau jamur.15

c. Abses serebri

Abses serebri jarang pada anak dan terjadi terutama pada neonatus dan

anak umur 4-8 tahun, anak laki-laki 2 – 4 kali terjadi lebih sering daripada

anak perempuan dan penyebabnya adalah emboli pada penyakit jantung

bawaan. Mikroorganisme penyebab adalah bermacam-macam termasuk

golongan streptokokus, gram (+) / (-), bakteri anaerob dan jamur. Sepertiga

dari abses otak adalah kriptogenik.

2. Injuri serebral

a. Hipoksia-Iskemia serebri (HIE)

Hipoksi menunjukkan bahwa kadar oksigen dalam arteri adalah

berkurang, sedangkan arti dari iskemia ialah aliran darah ke sel atau

jaringan/organ adalah tidak cukup untuk menjaga agar fungsi organ

berlangusng tetap normal. Gejala klinis yang muncul adala tergantung dari

tingkat keparahan dari HIE, gejala kejang sendiri muncul jika tingkat HIE

sudah mencapai tingkat berat.

b. Hematoma ekstradural ataupun subdural

c. Perdarahan intrakranial ataupun intraventrikular

d. Heatstroke (HS)

HS merupakan stadium terberat dari 6 stadium injuri panas, ditandai

dengan suhu tubuh >41oC disertai dengan disfungsi neurologik. Gejala dari

disfungsi sistem saraf pusat adalah delirium, konfusi, delusi, kejang,

halusinasi, ataksia, tremor, disartria, gejala serebrum dan saraf otak dan

kontraksi otot bersifat tonik-klonik.

3. Ensfalopati

31

Page 32: preskas kejang

a. Palsi Serebral

Palsi serebral adalah sekelompok kelainan dari perkembangan gerakan

dan postur yang mengakibatkan keterbatasan aktifitas, meliputi gangguan

yang tidak progresif yang terjadi pada perkembangan otak janin dan bayi.

Kelainan motorik seringkali disertai gangguan sensasi, kognitif, komunikasi,

persepsi,dan atau perilaku dan atau kejang.

4. Tumor otak

Tumor otak terbanyak lebih dari separuh berasal dari sel saraf dalam otak dan

sisanya merupakan penyebaran dari keganasan di luar otak. Tumor dengan berbagai

cara dapat menimbulkan gangguan pada saraf, antara lain ialah walaupun kecil

keberadaannya dapat mengganggu fungsi dan hantaran rangsang di saluran saraf yang

melintasi otak. Tumor dapat menimbulkan invasi, infiltrasi, dan menempati jaringan

yang ada dan menimbulkan gangguan fungsi normal dari struktur otak yang terkait.

Penyebab ekstrakranial

1. Infeksi

a. Kejang demam

b. Tetanus

Tetanus adalah penyakit akut dengan gejala spasme disebabkan oleh

tetanospasmin, suatu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.

Tetanus biasanya berhbungan dengan luka akibat cedera benda kotor, melalui

suntikan obat yang akhir-akhir ini sering terjadi, bisa juga melalui gigitan

binatang, abses, gangren, sirkumsisi, bahkan bisa pada pembedahan karena

benang yang terkontaminasi. Trimus didapatkan pada setengah kasus yang

ada. Jika terjadi spasme pada otot-otot di pinggang, perut, panggul, dan paha

maka posisi tubuh melengkung kaku disebut opistotonus. Kejang pada tetanus

bersfiat mendadak, kontraksi tonik yang kuat pada otot-otot sehingga posisi

tangan mengepal, lengan fleksi dan aduksi, sedang anggota bawah adalah

hiperekstensi.

2. Metabolik

a. Hipokalsemia

b. Asidosis metabolik

c. Hipomagnesia

d. Hipoglikemia

32

Page 33: preskas kejang

e. Hiponatremia

3. Intoksikasi

Kasus intoksikasi yang berjumlah 2 juta per tahun, >50% adalah anak berumur

≤5 tahun, > 90% terjadi di rumah serta 77% adlah terjadi dengan cara ingesti dan

berlangung secara tidak dengan kesengajaan. Diperkirakan 50% dari kejadian

intoksikasi adalah terhadap obat-obatan dan sebagian lainnya adalah bahan kimia

yang lazim dipakai untuk keperluan rumah tangga. Trycyclic antidepressant adalah

obat yang paling banyak dipakai oleh kalangan remaja termasuk siswa sekolah

lanjutan dan dapat menimbulkan intoksikasi disertai dengan gejala kejang. Sedang

dari kelompok bahan bukan obat yang banyak dipakai untuk keperluan rumah tangga,

salah satu dari yang terbanyak adalah insektisida.1,3,5

4.5 PATOFISIOLOGI

Mekanisme tentang timbulnya kejang belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor

fisiologi ikut terlibat dalam berkembangnya gejala kejang. Kejang dapat terjadi karena

adanya sel neuron yang mampu menimbulkan letupan lepas muatan, dan gangguan pada

sistem hambatan GABA (ɣ-aminobutyric acid). Kejang dapat timbul dari daerah dengan sel

saraf yang rusak, dan di area ini mendorong timbulnya sinaps yang rentan rangsang

(hyperexcitable) yang dapat mengakibatkan kejang.

33

Page 34: preskas kejang

Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang

berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain

secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh;

1] kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan

listrik yang berlebihan;

2] berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gamma amino butirat [GABA];

atau

3] meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui

jalur eksitasi yang berulang.

Faktor genetika mempunyai peran pada 20% dari kasus epilepsi, dan pada kasus-

kasus epilepsi pada keluarga telah dapat diidentifikasi kromosom yang mempunyai hubungan

dengan epilepsi tersebut, seperti kejang benigna (20q dan 8q), kejang mioklonik juvenilis

(6p), epilepsi mioklonik progresif (21q22.3), dan lain-lain. Dari adanya data-data tersebut

makan dapat disimpulkan hipotesis terjadinya kejang ialah bahwa fungsi inhibitor dari sel

menjadi tidak berjalan akibat adanya kelainan, kemudian neuron dengan fungsi eksitasi yang

masih ada menjadi hiperfungsi.

Hipotesis lain ialah terbentuknya aberrant excitatory circuits sebagai bagian dari

mekanisme reorganisasi bila terjadi injuri. Dampak dari kejang ditentukan oleh intensitas dan

ekstensitas kontraksi otot yang mengalami kejang yang bervariasi tergantung pada jenis

kejang yaitu apakah fokal atau umum dan berapa lama kejang tersebut berlangsung.1,2,6

4.6 DIAGNOSIS

Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih pemeriksaan

penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari riwayat

perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor

pencetus atau penyebab kejang. Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang

berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau

cedera akibat kejang.

34

Page 35: preskas kejang

Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut

kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan

neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk

mencari faktor penyebab.

Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan

beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi,

dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan.

Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa

darah, elektrolit, dan hitung jenis.1,2

4.7 TATALAKSANA1,3

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada saat anak kejang posisikan secara lateral

decubitus agar sekresi dapat mengalir keluar dan posisi lidah tidak mengganggu jalan nafas.

Upayakan agar leher dalam posisi lurus untuk menjaga saluran nafas tetap terbuka. Menjaga

agar lidah tidak tergigit dengan memasang baying elastic atau yang terbungkus dengan kain

di antara rahang atas dan bawah serta menjaga anak tidak trauma dengan membaringkan di

tempat yang aman dan pakaian dilonggarkan. Membersihkan jalan nafas pasien dan memberi

dukungan ventilasis seusai dengan kebutuhan pasien. Awasi tanda vital sperti kesadaran,

suhu, tekanan darah, pernapasan, dan fungsi jantung.

Diazepam adalah pilihan utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal.

Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2

mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan

dapat diberikan diazepam rektal, dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam

rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan

lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun

atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi

dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang dapat diberikan diazepam

intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.

35

Page 36: preskas kejang

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis

awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila

kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat

intensif.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tatalaksana penghentian kejang yaitu:

0 - 5 menit:

- Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik

- Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen

- Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan

neurologi secara cepat

- Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

5 – 10 menit:

- Pemasangan akses intarvena

- Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit

- Pemberian diazepam 0,2 – 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal 0,5

mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg).

Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu – dua kali setelah 5-10

menit

- Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.

10 – 15 menit:

- Cenderung menjadi status konvulsivus

- Berikan fenitoin 15 – 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%

- Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 – 10 mg/kgbb sampai maksimum

dosis 30 mg/kgbb.

30 menit:

36

Page 37: preskas kejang

- Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg

dengan interval 10 – 15 menit.

- Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit,

gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda -tanda depresi

pernafasan.

- Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan

intensif.

KEJANG EPILEPTIK

4.1 DEFINISI

Kejang epileptik hanya merupakan suatu manifestasi dari penyakit neurologik atau

penyakit metabolisme, dengan penyebab yang bermacam-macam termasuk predisposisi

genetika, trauma kepala, stroke, tumor otak, dan lain-lain.

Pada tahun 2005 International League Against Epilepsy (ILAE) dan International

Bureau for Epilepsy (IBE) mengusulkan definisi dari epilepsi yaitu gangguan otak ditandai

37

Page 38: preskas kejang

oleh suatu predisposisi yang menimbulkan kejang epileptik disertai dengan konsekuensi

neurobiologik, kognitif, psikologik, dan sosial. Secara tradisional diagnosis epilepsi

ditegakkan bila terdapat kejang tanpa provokasi paling sedikit 2 kali dengan jarak 24 jam.1,2

4.2 EPIDEMIOLOGI

Insidens epilepsi pada anak dilaporkan dari berbagai negara dengan variasi yang luas,

sekitar 4-6 per 1000 anak, tergantung pada desain penelitian dan kelompok umur populasi. Di

Indonesia terdapat paling sedikit 700.000-1.400.000 kasus epilepsi dengan pertambahan

sebesar 70.000 kasus baru setiap tahun dan diperkirakan 40%-50% terjadi pada anak - anak.

Sebagian besar epilepsi bersifat idiopatik, tetapi sering juga disertai gangguan neurologi

seperti retardasi mental, palsi serebral, dan sebagainya yang disebabkan kelainan pada

susunan saraf pusat.

Penelitian dari Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah

Denpasar selama Januari 2007-Desember 2010. Data yang dikumpulkan adalah umur, jenis

kelamin, status gizi, gambaran klinis epilepsi, penyakit neurologis penyerta, status tumbuh

kembang, riwayat kejang demam, riwayat epilepsi keluarga, gambaran EEG dan pencitraan

kepala. Ditemukan 276 kasus epilepsi, dengan insidens 5,3%. Sebagian besar laki-laki

(56,9%), terbanyak (42%) umur 1–5 tahun dan onset tersering umur <1 tahun (46%) kasus.

Diagnosis epilepsi umum tonikklonik (62%), dan sindrom epilepsi yang ditemukan spasme

infantil 6,9% kasus. Sebagian besar tumbuh kembang normal (75%), riwayat kejang demam

sebelumnya 10,1% kasus dan riwayat epilepsi keluarga 13% kasus. Pemeriksaan EEG

pertama ditemukan abnormal 42,4% kasus dan pada CT scan kepala ditemukan kelainan pada

51,4 % kasus.10

4.3 KLASIFIKASI

38

Page 39: preskas kejang

Klasifikasi Internasional Bangkitan Epilepsi yaitu :2,4,11

I. Bangkitan Parsial

A. Bangkitan Parsial Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

1. Dengan gejala motorik

2. Dengan gejala sensorik

3. Dengan gejala otonomik

4. Dengan gejala psikik

B. Bangkitan Parsial Kompleks (dengan gangguan kesadaran)

1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran

a. Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

b. Dengan automatisme

2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan

39

Page 40: preskas kejang

a. Dengan gangguan kesadaran saja

b. Dengan automatisme

C. Bangkitan Umum Sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik )

1. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum

2. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum

3. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial

4. kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum

II. Bangkitan Umum (konvulsi atau non-konvulsi)

1. Bangkitan lena

2. Bangkitan mioklonik

3. Bangkitan tonik

4. Bangkitan atonik

5. Bangkitan klonik

6. Bangkitan tonik-klonik

III. Bangkitan Epileptik yang tidak tergolongkan

4.4 ETIOLOGI

Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 3 kelompok :

1. Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui meliputi ± 50% dari penderita

epilepsi anak umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3

tahun. Biasanya tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dan juga tidak bodoh.

Umumnya faktor genetik lebih berperan pada epilepsi idiopatik. Dengan berkembangnya

ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih kelompok ini

makin kecil.

40

Page 41: preskas kejang

2. Epilepsi simptomatik dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan

intrakranial maupun ekstrakranial. Penyebab intrakranial misalnya anomali kongenital,

trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak, jaringan parut.

Penyebab yang bermula ekstrakranial dan kemudian juga mengganggu fungsi otak

misalnya gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan metabolism (hipoglikemia,

hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan

hidrasi.

3. Epilepsi kriptogenik dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk

disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran

klinik sesuai dengan ensefalopati difus.12

4.5 DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk

bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform

pada EEG. Epilepsi merupakan diagnosis klinis, pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan

neurofisiologi yang diperlukan untuk melihat adanya fokus epileptogenik, menentukan

sindrom epilepsi tertentu, evaluasi pengobatan, dan menentukan prognosis. Pemeriksaan

pencitraan (neuroimaging) yang paling terpilih adalah magnetic resonance imaging (MRI)

untuk melihat adanya fokus epilepsi dan kelainan struktural otak lainnya yang mungkin

menjadi penyebab epilepsi.

Pemeriksaan fisis umum dan neurologis dilakukan pemeriksaan yang meliputi

pemeriksaan secara pediatris dan neurologis. Diperiksa keadaan umum, tanda-tanda vital,

kepala, jantung, paru, perut, hati dan limpa, anggota gerak dan sebagainya. Hal yang perlu

diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,

misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinusitis, gangguan kongenital, gangguan

neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau obat terlarang dan kanker.

Pada pemeriksaan neurologis diperhatikan kesadaran, kecakapan, motoris dan mental,

tingkah laku, berbagai gejala proses intrakranium, fundus okuli, penglihatan, pendengaran,

saraf otak lain, sistem motorik (kelumpuhan, trofik, tonus, gerakan tidak terkendali,

koordinasi, ataksia), sistem sensorik (parastesia, hipestesia, anastesia), refleks fisiologis dan

patologis. Pemeriksaan laboratorium dapat juga dilakukkan (pemeriksaan darah, meliputi

41

Page 42: preskas kejang

hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit dan apusan darah tepi, elektrolit, kadar gula,

fungsi hati, fungsi ginjal) dan pemeriksaan cairan serebrospinal, bila dicurigai adanya infeksi

SSP.10

4.6 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan primer pada penderita epilepsi bertujuan agar kualitas hidup optimal

untuk pasien sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental

yang dimilikinya dapat tercapai. Tujuan tersebut hanya akan dicapai melalui beberapa upaya

yang diolah serta diterapkan secara holistik antara lain adalah menghentikan bangkitan,

mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka

kesakitan dan kematian serta mencegah timbulnya efek samping obat anti epilepsi.

Terapi dapat dibagi dalam 2 golongan :

1. Terapi kausal

Terapi kausal dapat dilakukan pada epilepsi simptomatik yang sebabnya dapat ditemukan,

misalnya :

- Infeksi SSP dan selaputnya, diberikan antibiotic atau obat-obat lain yang dapat

memberantas penyebabnya

- Pada neoplasma dan perdarahan di dalam rongga intrakranium mungkin diperlukan

tindakan operatif

- Pada gangguan peredaran darah otak pemberian oksigen mungkin dapat membantu

mengatasi keadaan hipoksia yang terjadi.

2. Terapi medikamentosa anti kejang

Prinsip terapi farmakologik pasien epilepsi anak pada umumnya sama dengan prinsip

terapi farmakologik pasien dewasa yaitu:

1. Obat-obat anti epilepsi mulai diberikan bila:

- Diagnosis epilepsi telah ditegakkan

- Pasien, terutama keluarga pasien telah menerima penjelasan tentang tujuan

pengobatan

42

Page 43: preskas kejang

- Pasien maupun keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping

obat anti epilepsi yang akan timbul.

2. Terapi dimulai dengan monoterapi.

3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai mencapai dosis

efektif.

4. Bila dengan pemberian dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol bangkitan,

maka perlu ditambahkan obat anti epilepsi kedua. Bila obat anti epilepsi telah mencapai

kadar terapi maka obat anti epilepsi pertama diturunkan perlahan-lahan (tapering off).

5. Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi

dengan penggunaan dosis maksimal kedua obat anti epilepsi pertama.

6. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila:

• Dijumpai fokus epilepsi yang luas pada EEG

• Pada pemeriksaan CT scan atau MRI dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan,

misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis herpes

• Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan

otak

• Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)

• Riwayat bangkitan simptomatik

• Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP

• Bangkitan pertama berupa status epileptikus.

7. Efek samping obat-obat anti epilepsi perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan

interaksi farmakokinetik antar obat anti epilepsi.

Obat-obatan Epilepsi

a. Golongan Hidantoin

Fenitoin

43

Page 44: preskas kejang

Merupakan golongan hidantoin yang sering dipakai. Kerja obat ini antara lain

penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak.

Indikasi : epilepsi umum khususnya grandma tipe tidur, epilepsi fokal dan dapat juga

untuk epilepsi lobus temporalis

Dosis : dewasa 300-600 mg/hari, anak 4-8 mg/hari, maksimal 300 mg/hari

b. Golongan barbiturate

Fenobarbital

Merupakan golongan barbiturate yang bekerja lama (long acting). Kerjanya membatasi

penjalaran aktivitas serangan dengan menaikkan ambang rangsang Indikasi : epilepsi

umum khusus epilepsi grandmal tipe sadar, epilepsi fokal

Dosis : dewasa 200 mg/hari, anak 3-5 mg/kgBB/hari

c. Golongan benzodiazepine

Diazepam

Dikenal sebagai obat penenang, tetapi merupakan obat pilihan utama status epileptik

Dosis : dewasa 2-10 mg im/iv, dapat diulang setiap 4 jam. Anak >5 tahun 5-10 mg im/iv,

anak 1 bulan-5 tahun 0,2-2 mg im/iv

d. Golongan suksinimid

Etosuksimid

Indikasi : epilepsi petit mal murni

Dosis : 20-30 mg.kgBB/hari

e. Golongan anti epilepsi lainnya

- Sodium valproat

Indikasi : epilepsi petit mal murni, dapat pula untuk epilepsi mempunyai cara kerja

menstabilkan keluar masuknya natrium pada sel otak

Dosis : sehari total 8-30 mg/kgBB

44

Page 45: preskas kejang

- Karbamazepin

Indikasi : epilepsi lobus temporalis dengan epilepsi grandmal

Dosis : dewasa 800-1200 mg/hari

Pemakaian Obat Anti Epilepsi pada Anak

Penderita epilepsi cenderung untuk mengalami serangan kejang secara spontan, tanpa

faktor provokasi yang kuat atau yang nyata. Timbulnya bangkitan kejang yang tidak dapat

diprediksi pada penderita epilepsi selain menyebabkan kerusakan pada otak, dapat pula

menimbulkan cedera atau kecelakaan. Kenyataan inilah yang membuat pentingnya pemberian

antikonvulsan pada pasien epilepsi. Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan

mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan

anti epilepsi sebab jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain. Terdapat dua

mekanisme anti epilepsi yang penting yaitu:

1) Mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam focus

epileptik

2) Mencegah letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi,

Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan terakhir ini.

Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik

otak, terutama yang mempengaruhi sistem inhibisi yang melibatkan GABA dalam

mekanisme kerja berbagai antiepilepsi.

Akhir-akhir ini karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam

pengobatan epilepsi; karbamazepin untuk bangitan parsial sederhana maupun kompleks,

sedangkan asam valproat terutama untuk bangkitan lena maupun bangkitan kombinasi lena

dengan bangkitan tonik klonik.

Penghentian Obat Anti Epilepsi

Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam menghentikan terapi obat antiepilepsi, yaitu:

1) Syarat umum untuk menghentikan pemberian obat antiepilepsi :

45

Page 46: preskas kejang

- Pasien menjalani terapi secara teratur dan telah bebas dari bangkitan selama minimal

dua tahun

- Gambaran EEG normal

- Dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam

jangka waktu 3-6 bulan

- Penghentian dimulai dari satu obat antiepilepsi yang bukan utama.

2) Kekambuhan setelah penghentian obat antiepilepsi

Kekambuhan setelah penghentian obat antiepilepsi akan lebih besar kemungkinannya pada

keadaan sebagai berikut:

- Semakin tua usia

- Epilepsi simptomatik

- Gambaran EEG yang abnormal

- Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan

- Tergantung banyak sindrom epilepsi yang diderita; sangat jarang pada sindrom

epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-temporal, 5-25% pada

epilepsi lena masa kanak-kanak, 25-75% epilepsi parsial kriptogenik/simptomatik, 85-

95% pada epilepsi mioklonik pada anak.

- Penggunaan lebih dari satu obat antiepilepsi

- Masih mendapatkan satu atau lebih bangitan setelah memulai terapi

- Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.

Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan

selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali makagunakan dosis

efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis obat anti terapi), kemudian dievaluasi

kembali.12,13,14

4.7 PROGNOSIS

Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas dari serangan paling sedikit 2

tahun dan bisa lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan, pasien tidak

mengalami serangan epilepsi lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30%

pasien tidak mengalami remisi meskipun minum obat dengan teratur. Sesudah remisi,

kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat pada epilepsi tonik-klonik dan

46

Page 47: preskas kejang

epilepsi parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah

remisi.13

47

Page 48: preskas kejang

BAB V

KESIMPULAN

Masalah kejang, convulsion, seizure, atau insult pada anak sering kali merupakan

gejala atau keluhan utama yang menyebabkan orang tua berusaha mendapatkan pertolongan

antara lain dengan membawa berobat ke tempat layanan kesehatan.

Pada saat pasien datang dengan keluhan kejang, maka kita harus memilah apakah

kejang tersebut dikarenakan infeksi atau non infeksi. Apabila dikarenakan non infeksi, maka

harus dicari apakah terdapat kelainan metabolik, kelainan elektrolit, keganasan atau epilepsi.

Hal yang terpenting dalam kejang sendiri adalah tatalaksana kejang saat kejang itu sendiri

terjadi dan pencarian etiologi serta tatalaksana etiologinya. Untuk semua tatalaksana awal

kejang adalah sama sesuai dengan algoritme yang ada, yang berbeda adalah pada saat

penatalaksanaan etiologinya.

48

Page 49: preskas kejang

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Widagdo. Tatalaksana masalah penyakit anak dengan kejang. Jakarta: Sagung Seto.

2011. P. 4-8; 31-42; 47-58.

2. Johnston MV. Seizures in childhood. In: Behrman RE, Kliegman RM, and Jenson

HB, editors. Nelson textbook of pediatric. 17th ed. India: Elsevier. 2004. p. 1993-

2009.

3. UNDIP. Kejang pada anak. Available at:

http://eprints.undip.ac.id/29064/2/Bab_2.pdf. Accessed on June 19th, 2014.

4. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. 8th ed. Jakarta: Erlangga. 2008. p. 79-88; 122-33.

5. Raftery AT, Lim E, and Ostor AJ. Differential diagnosis. UK: Elsevier. 2010. p.80-3.

6. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi Konsep klinis proses-proses

penyakit, Volume 2 Edisi 6. Jakarta: ECG, 2006.p.1157-66.

7. Pusponegoro H., Widodo D., Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2006.p.1-2.

8. Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada

Anak.Sari Pediatri 2010; 12(3): 142-9.

9. Baumann R., Duffner P. Treatment of Children with Simple Febrile Seizures. The

AAP Practice parameter. Pediatr Neurol 2000; 23: 11-17.

10. Suwarba IGNM. Insidens dan Karakteristik Klinis Epilepsi pada Anak. Sari Pediatri

2011; 13(2): 123-8.

11. Octaviana F. Epilepsi. Medicinus. Vol 21 Desember 2008. FKUI.

12. Pudjiaji, Antonius. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat: Kejang. Jakarta: Badan

Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2013. p. 31-8.

13. Lazuardi S. Buku Ajar Neurologi Anak. In: Soetomenggolo T, Ismael S, editors.

Pengobatan Epilepsi. Jakarta: BP IDAI; 2000. p. 237-38.

14. Widagdo. Masalah dan tatalaksana penyakit anak dengan demam. Jakarta: Sagung

Seto. 2012. p. 90-9.

49

Page 50: preskas kejang

15. Tidy C. Encephalitis and Meningoencephalitis. Available at.

http://www.patient.co.uk. Accessed on June 20th, 2014.

50