bab i (preskas asma gisca)

40
BAB I PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Walaupun mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat. Prevalensi dan insidensi asma semakin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai provinsi di Indonesia. SKRT tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab morbiditas. Pada SKRT 1992, asma sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia. Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC 1

Upload: wanhesti91

Post on 11-Nov-2015

230 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

zzzzzzzzzzzzz

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Walaupun mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat.Prevalensi dan insidensi asma semakin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai provinsi di Indonesia. SKRT tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab morbiditas. Pada SKRT 1992, asma sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia. Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 menigkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7%-6,4% . Berdasakan gambaran tersebut di atas, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian dan penatalaksanaan semaksimal mungkin.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiAsma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibledimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.(5)Penyakit asma memang sulit untuk diberikan definisinya, bahkan semakin ingin dicari definisi yang ekslusif maka kita justru akan semakin jauh ari pengertian semula. Sering terjadi tumpang tindih dengan penyakit lain. Ada kecenderungan untuk menyempitkan definisi asma menjadi penyakit saluran nafas dengan obstruksi yang bersifat reversible. Dalam hal ini reversible tidak diersoalkan apakah bersifat spontan ataukah karena hasil terapi. (3)

B. EpidemiologiAsma merupakan masalah yang mendunia, yang diperkirakan terjadi pada sekitar 300 juta individu. Didapatkan bahwa prevalensi asma berkisar 1% - 18% dari populasi pada Negara-negara berbeda. Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa prevalensi asma telah meningkat pada beberapa Negara.Prevalensi asma diperngaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding anak perempuan 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak dari laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak-anak. Angka ini juga berbeda antara satu kota dengan kota yang lain di Negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%. (6)

C. EtiologiAda beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasitimbulnya serangan asma bronkhial.a. Faktor predisposisi GenetikDimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.b. Faktor presipitasi AlergenDimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhI asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. StressStress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belumbisa diobati. Lingkungan kerjaMempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Halini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Olah raga/ aktifitas jasmani yang beratSebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. (5)

D. PatofisiologiAsma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormaldalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (5).

Gambar 2. Mekanisme AsmaMekanisme Terjadinya Kelainan PernapasanBaik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang kualitas dan komposisinya sama. Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikel-partikel itu dapat terdiri dari debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur, virus, dll. Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka timbul mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar sampai ke arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam tubuh melalui reflek batuk.

Gambar 3. Bronkhiolus pada asmaPada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana: Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut Produksi kelenjar lendir yang berlebihan Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas. Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati.Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius.

Gambar 4.Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveolus terganggu suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat sensitif untuk hal ini, akibatnya adalah: muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin, bibir dan jari kuku kebiruan, gelisah dan kesadaran menurun. Pada keadaan tersebut di atas merupakan tanda bahwa penderita sudah dalam keadaan bahaya/kritis dan harus secepatnya masuk rumah sakit/minta pertolongan dokter yang terdekat .(2)

E. KlasifikasiKlasifikasi asma berdasarkan gejala klinis sebelum pengobatan:1. Intermiten:a. Gejala timbul kurang dari sekali seminggub. Eksarsebasi singkatc. Gejala nokturnal tidak lebih dari dua kali sebuland. FEV1 atau PEF 80% dari dugaane. Variabilitas PEV atau FEV1 30% (12)

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,yaitu (5):1. Ekstrinsik (alergik)Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.2. Intrinsik (non alergik)Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.3. Asma gabunganBentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Klasifikasi asma berdasarkan tingkat kontrolnya (4):CharacteristicControlled (All of the following)Partly Controlled (Any measure present in any week)Uncontrolled

Daytime symptomsNone (twice or less/week)More than twice/weekThree or more features of partly controlled asthma present in any week

Limitations of activitiesNone Any

Nocturnal symptoms/awakeningNone Any

Need for reliever/rescue treatmentNone (twice or less/week)More than twice/week

Lung function (PEF or FEV1)Normal< 80% predicted or personal best(if known)

ExacerbationsNoneOne or more/year*One in any week

F. Gejala klinisFrekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala. Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna, Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita. (8)

G. Diagnosis Klinisa. Gejala Diagnosis klinis dari asma sering ditandai dengan gejala-gejala seperti sesak napas yang episodik, mengi, batuk dan rasa tertekan pada dada. Gejala yang episodik setelah pajanan terhadap alergen, gejala musiman dan riwayat keluarga dengan asma juga sangat membantu diagnosis. Asma dihubungkan dengan rhinitis yang dapat terjadi secara intermiten dengan pasien tanpa gejala selama berbulan-bulan atau dapat memberat pada waktu-waktu tertentu atau asma yang persisten. Pola gejala yang sangat mendukung pada diagnosis asma diantaranya variabilitas, presipitasi oleh iritan non-spesifik, aktivitas, memberat pada malam hari, dan merespon terhadap terapi asma. Pada beberapa orang yang tersensitisasi asma dapat dieksarsebasi oleh peningkatan musiman dari aeroalergen.(9)

b. Pemeriksaan Fisik Karena gejala asma sangat beragam, pemeriksaan fisik dari sistem pernapasan dapat memberikan hasil yang normal. Temuan abnormal yang tersering adalah mengi pada auskultasi, sebuah temuan yang memberi petunjuk adanya pembatasan aliran napas. Akan tetapi pada sebagian orang dengan asma, mengi dapat tidak ada dan hanya dideteksi jika seseorang menghembuskan napas dengan kuat bahkan pada pembatasan aliran udara yang signifikan. Terkadang, pada eksarsebasi asma yang akut, mengi dapat absen karena berkurangnya aliran udara dan ventilasi yang berat. Akan tetapi pasien dengan keadaaan ini dapat mempunyai tanda-tanda fisik lainnya yang menggambarkan eksaserbasi dan beratnya asma seperti sianosis, rasa kantuk, kesulitan berbicara, takikardia, hiperinflasi dada, penggunaan otot-otot napas tambahan, dan retraksi interkosta.(9)Tanda-tanda klinis lainnya hanya mungkin muncul jika pasien diperiksa selama kekambuhan gejala. Tanda-tanda hiperinflasi berasal dari usaha pasien menarik napas dengan volume paru yang lebih besar dengan tujuan untuk meningkatkan retraksi keluar saluran napas dan menjaga terbukanya saluran napas kecil (yang menyempit akibat kombinasi kontraksi otot polos saluran napas, edema, dan hipersekresi mucus). Kombinasi dari hiperinflasi dan pembatasan aliran udara pada eksaserbasi asma sangat meningkatkan usaha kerja untuk bernapas.(4)

c. Pengukuran Fungsi Paru Diagnosis dari asma umumnya didasarkan pada keberadaan gejala-gejala yang khas. Akan tetapi, pengukuran fungsi paru, dan terutama demonstrasi dari abnormalitas fungsi paru yang reversibel, sangat membantu dalam diagnosis. Pengukuran fungsi paru dapat menyediakan penilaian beratnya pembatasan aliran udara, reversibilitasnya dan variabilitasnya, serta menegakkan diagnosis asma. Berbagai metode tersedia untuk menilai pembatasan aliran udara, akan tetapi 2 metode telah diterima secara luas, yaitu : 1. Spirometri adalah metode yang direkomendasikan untuk mengukur pembatasan aliran udara dan reversibilitas untuk menegakkan diagnosis dari asma. Pengukuran FEV1 dan FVC dilakukan selama ekspirasi paksa menggunakan spirometer. Besarnya reversibilitas pada FEV1 yang menunjukkan diagnosis asma yang umumnya diterima adalah 12% dan 200 mL dari nilai sebelum pemberian bronkokonstriksi. Untuk menilai pembatasan aliran udara yang berguna adalah menggunakan rasio FEV1 terhadap FVC. Rasio FEV1/FVC umumnya 0,75 dan 0,80 dan mungkin 0,90 pada anak-anak. Nilai yang lebih rendah dari 0,75 pada dewasa menunjukkan adanya pembatasan aliran udara.2. Kecepatan ekspirasi puncak diukur menggunakan sebuah peak flow meter (PEF meter) dan dapat berguna baik untuk diagnosis maupun memonitor asma.Pengukuran PEF sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik pasien sebelumnya menggunakan PEF meter milik pasien. Nilai terbaik sebelumnya umumnya dicapai jika pasien tidak bergejala atau sedang dalam pengobatan penuh dan bernilai sebagai nilai rujukan untuk memonitor efek dari perubahan pada pengobatan.Umumnya, PEF diukur pertama kali pada pagi hari sebelum menggunakan obat-obatan, ketika nilainya sering kali merupakan yang terendah dan terakhir pada malam hari pada saat nilainya umumnya lebih tinggi. Memonitor PEF dapat berguna untuk:1. Menegakkan diagnosis asma. Walalu spirometri merupakan metode yang lebih dipilih untuk mendokumentasikan pembatasan aliran udara, perbaikan 60L/menit (atau lebih dari 20% PEF sebelum pemberian bronkodilatator) setelah pemberian bronkodilatator atau variasi diurnal PEF lebih dari 20% (dengan pembacaan dua kali, lebih dari 10%) menunjukkan adanya asma.2. Untuk meningkatan kontrol pada asma terutama pada pasien dengan persepsi yang kurang mengenai gejala asma. Rencana penatalaksanaan asma yang mencantumkan pengawasan gejala atau PEF untuk terapi eksarsebasi menunjukkan prognosis asma yang lebih baik. Lebih mudah untuk melihat respon terapi dari diagram PEF daripada catatan harian PEF.3. Untuk mengidentifikasi penyebab lingkungan (termasuk pekerjaan) untuk gejala asma. Hal ini melibatkan pasien untuk menilai PEF sekali sehari atau beberapa kali selama periode pajanan terhadap faktor risiko yang dicurigai di rumah atau di tempat kerja, atau selama aktivitas yang dapat menyebabkan gejala dan selama periode bebas pajanan.(9)H. PengobatanAsma tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan, sehingga penderita asma dapat mencegah terjadinya sesak napas akibat serangan asma. Kurangnya pengertian mengenai cara-cara pengobatan yang benar akan mengakibatkan asma salalu kambuh. Jika pengobatannya dilakukan secara dini, benar dan teratur maka serangan asma akan dapat ditekan seminimal mungkin. Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas: 1.Pengobatan Asma Jangka Pendek 2. Pengobatan Asma Jagka Panjang1. Pengobatan Asma Jangka Pendek Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit. Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam obatnya adalah: A. Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai obat bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:-Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl

-Golongan Simpatomimetika

-Golongan Antikolinergik

Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh penderita tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya penderita memperoleh obat anti asma yang lain.

B.Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya cukup berbahaya (bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial untuk mengatasi sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga dipakai kelompok Kromolin.

C.Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk. Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang banyak. Namun tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein untuk membantu.

2. Pengobatan Asma Jangka Panjang Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini untuk pencegahan serangan asma. Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan oleh dokter yang merawat. Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).

I. Diagnosis banding Ada beerapa diagnosis banding asma (6) :1. Bronchitis kronik2. Emfisema paru3. Gagal jantung kiri akut4. Emboli paru5. Penyakit lain yang jarang : stenosis trakea, karsinoma bronkus, poliarteritis nodosa

J. Komplikasi (6)1. Pneumotoaks2. Pneumomediastinum dan emfisema sub kutis3. Atelektasis4. Aspergillosis bronkopulmoner alergik5. Gagal napas6. Bronchitis7. Fraktur iga

BAB IIIPENYAJIAN KASUS

I. ANAMNESISIdentitasNama: Ny. SJenis Kelamin: PerempuanUmur: 39 tahunAlamat: Purnawirawan, Sungai rayaAgama: IslamSuku: MelayuPekerjaan: Ibu Rumah TanggaStatus Perkawinan: MenikahNomor RM: 674913Tanggal Masuk RS: 22 Oktober 2013Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2013 pukul 13.30 WIB

Keluhan UtamaSesak napas.Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan keluhan sesak napas 1 minggu yang lalu. Selama ini sesak yang dirasakannya hilang timbul yaitu pada saat beraktivitas dan jika terpapar debu di dalam maupun di luar rumah. Namun sejak seminggu yang lalu sesak dirasakan semakin memberat dan intensitasnya semakin sering. Pasien mempunyai riwayat post partum seminggu yang lalu secara sectio secarea. Pada saat kehamilan pasien juga mengaku sesaknya sering kambuh seiring dengan bertambahnya usia kehamilan dan hilang setelah mendapatkan terapi dari rumah sakit.riwayat merokok disangkal oleh pasien. Keluhan lain: batuk disangkal, BAK normal, BAB normal.

Riwayat Penyakit DahuluPasien mempunyai riwayat asma biasanya kambuh 1 kali dalam 1 bulan. Sering berobat ke puskesmas dan mendapatkan terapi nebulizer, selain itu juga mendapatkan obat oral namun pasien lupa nama obat yang diberikan.

Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarga yang mempunyai riwayat yang sama dengan pasien.

Riwayat Sosial EkonomiPasien adalah ibu rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas.

Kebiasaan Riwayat merokok dan minum minuman beralkohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2013

Status GeneralisKeadaan umum : tampak sesakKeadaan sakit : tampak sakit sedangKesadaran: kompos mentis, GCS : 15Tanda vital Nadi : 96 x /menit, isi cukup dengan irama teratur Tekanan darah : 120/80 mmHg Napas: 28 x/menit, teratur, kedalaman dangkal, dengan jenis pernapasan abdomino-torakal Suhu : 36,5C, aksilarKulit : warna kulit pucat, sianosis (-)Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris, dan nyeri tekan (-)Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), katarak (-/-), pterigium (-/-)Telinga : sekret (-)Hidung : sekret (-), deviasi septum (-)Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil T1/T1Leher : pembesaran limfonodi (-), deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-), bendungan JVP (-)Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat Palpasi : iktus kordis teraba di SIC 5 linea midklavikula sinistra Perkusi : tidak ada pembesaran jantung Batas kanan jantung : Batas kiri jantung : SIC 5 linea midklavikula sinistra Batas atas jantung : SIC 3 parasternal sinistra Auskultasi : bunyi jantung I/II normal, bising (-), gallop (-)Abdomen Inspeksi : bentuk normal, tidak membuncit Palpasi :nyeri luka bekas jahitan, hati tidak teraba, lien tidak teraba. Perkusi : asites (-), timpani (+) Auskultasi : -Ekstremitas: edema (-), sianosis (-), jari tabuh (-), capillary refill < 2 detik pada ekstremitas atas dan bawah, tremor (-)

Status LokalisTorak: bentuk normalParu Inspeksi : statis : simetris dinamis : gerakan paru simetris- Palpasi : pembesaran KGB (-) deviasi trakea (-) fremitus taktil tidak terdapat kelainan Perkusi : sonor di seluruh bagian dada Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+) wheezing (+/+) di kedua lapang paru

II. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan laboratorium (darah lengkap) (23 Oktober 2013)

Hemoglobin 7,7 gr/dL (normal 11,0 17,0 mg/dL)Leukosit 12.000 /uL (normal 4.000 12.000/uL)Trombosit640.000/uL (normal 150.000 400.000/uL)Hematokrit24,5% (normal 35 55%)MCV 81,5 fL (normal 80,0 100,0 fL)MCH 25,7 pg (normal 26,0 34,0 pg)MCHC 31,4 g/dL (normal 31,0 35,5g/dL)

Pada tanggal 24 Oktober 2013 dilakukan tranfusi darah packed cell 250 cc, kemudian pada tanggal 25 Oktober 2013 dilakukan pemeriksaan lagi yang hasilnya adalah :Hemoglobin 9,0 gr/dL (normal 11,0 17,0 mg/dL)Leukosit 13.300 /uL (normal 4.000 12.000/uL)Trombosit629.000/uL (normal 150.000 400.000/uL)Hematokrit29,2% (normal 35 55%)MCV 80,5 fL (normal 80,0 100,0 fL)MCH 24,8 pg (normal 26,0 34,0 pg)MCHC 30,6 g/dL (normal 31,0 35,5g/dL)

III. RESUME Anamnesis: Pasien datang dengan keluhan sesak napas saat beraktivitas dan terpapar debu di dalam maupun di luar rumah. Seminggu yang lalu sesak semakin memberat. Pasien punya riwayat post partum seminggu yang lalu (SC). Sesak sering kambuh saat kehamilan dan hilang setelah mengkonsumsi obat sesak.

Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum tampak sesak, pasien tampak sakit ringan. Konjungtiva anemis. Inspeksi gerakan paru simetris, palpasi dan perkusi tidak terdapat kelainan, pada auskultasi suara napas pokok vesikuler (+/+) dan ditemukan suara napas tambahan wheezing (+/+).

Pemeriksaan PenunjangHematologi : pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan Hb, hematokrit pasien rendah disertai dengan MCH dan MCHC yang rendah dari nilai normal, serta di temukan trombositosis, selain itu juga ditemukan adanya leukositosis pada hasil pemeriksaan yang kedua.

IV. DIAGNOSISDiagnosis kerja : Asma bronkhial eksaserbasi akut disertai dengan anemia.post partum

V. TATALAKSANANon Medikamentosa : Tirah baring Terapi oksigen Terapi cairan RL Edukasi untuk membatasi aktifitas, dan menghindari alergen yang dapat memicu terjadinya asma.

Medikamentosa : Combivent (Salbutamol + Ipratropium Bromida) nebulizer 3 x 1

VI. USULAN PEMERIKSAAN LANJUTAN : Pemeriksaan spirometri

VII. PROGNOSISAd vitam: dubia ad bonamAd functionam: dubia ad bonamAd sanactionam: dubia ad bonam

FOLLOW UP (CATATAN KEMAJUAN)23 Oktober 2013S: Sesak, badan terasa lemah dan nyeri perutO: Keadaan umum baik dan tampak sakit ringan. Kesadaran kompos mentis. TD: 120/80 mmHg, FN: 80x/menit, FP: 27x/menit, suhu 37,00 C Pemeriksaan paru : Inspeksi : statis : simetrisdinamis : gerakan paru simetrisPalpasi : tidak terdapat kelainan Perkusi : sonor di seluruh bagian dada Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (+/+)A: Asma bronkial, anemia hipokrom dan nyeri luka bekas operasi (SC)P: Combivent (Salbutamol + Ipratropium Bromida) nebulizer 3 x 1, Curvit tab 3x1

24 Oktober 2013S: Sesak berkurang, badan terasa lemah dan nyeri perut. O: Keadaan umum baik dan tampak sakit ringan. Kesadaran kompos mentis. TD: 120/80 mmHg, FN: 72x/menit, FP: 24x/menit, suhu 360 C Pemeriksaan paru : Inspeksi : statis : simetris dinamis : gerakan paru simetris Palpasi : tidak terdapat kelainan Perkusi : sonor di seluruh bagian dada Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-)A: Asma bronkial, anemia hipokrom dan nyeri luka bekas operasi (SC)P: Terapi cairan NaCl, salbutamol tab 3x1, perawatan luka operasi

25 Oktober 2013S: Sesak berkurang, nyeri perut O: Keadaan umum baik Kesadaran kompos mentis. TD: 120/80 mmHg, FN: 80x/menit, FP: 20x/menit, suhu 36,0 C Pemeriksaan paru : Inspeksi : statis : simetris dinamis : gerakan paru simetris Palpasi : tidak terdapat kelainan Perkusi : sonor di seluruh bagian dada Auskultasi : vesikuler (+,+), Wheezing (-/-)A: Asma bronkial, anemia hipokrom dan nyeri luka bekas operasi (SC)P: salbutamol tab 3x1, perawatan luka operasi

26 Oktober 2013 S: tidak sesak dan tidak nyeri perut O: Keadaan umum baik Kesadaran kompos mentis. TD: 120/90 mmHg, FN: 82x/menit, FP: 24x/menit, suhu 36,0 C Pemeriksaan paru : Inspeksi : statis : simetris dinamis : gerakan paru simetris Palpasi : tidak terdapat kelainan Perkusi : sonor di seluruh bagian dada Auskultasi : vesikuler (+,+), Wheezing (-/-)A: pasien terlihat membaik P: Pasien sudah diperbolehkan pulang

BAB IVPEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang awalnya hanya dirasakan hilang timbul dan muncul saat beraktivitas, terpapar debu yang kadang timbul hanya 1 kali dalam 1 bulan, namun sejak 1 minggu yang lalu sesak dirasakan semakin memberat dan intensitasnya semakin sering. Seminggu yang lalu pasien baru saja melahirkan secara sectio secarea, jika pasien melakukan aktivitas sedikit saja dan terhirup debu sesak kembali dirasakan. Namun sebelumnya pada saat kehamilan pasien juga sering mengeluhkan sesak napas, semakin besar umur kehamilannnya maka sesak dirasakan semakin sering yang hilang setelah mendapatkan terapi nebulizer di rumah sakit atau di puskesmas. Selain itu pasien juga mendapatkan obat oral namun lupa nama obat yang diberikan. Pasien mengaku mempunyai riwayat asma sejak muda, riwayat merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien. Dari riwayat pasien dengan melihat gajala sesak yang muncul saat beraktivitas atau jika terpapar debu serta didukung oleh riwayat pasien yang mempunyai asma sejak muda kemungkinan sekarang pasien sedang mengalami asma bronkial eksaserbasi akut, apalagi pasien menyangkal riwayat merokok yang dapat menyingkirkan PPOK sebagai diagnosis bandingnya. Selain itu dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa paru dalam keadaan normal jika dilihat secara statis maupun dinamis, tidak ditemukan kelainan pada saat palpasi dan perkusi, hanya saja pada auskultasi ditemukan adanya suara napas tambahan berupa wheezing yang ditemukan di kedua lapang paru. Suara wheezing merupakan suara napas yang khas pada pasien penderita asma bronkial.Pemerikaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap yang ditemukan adanya penurunan dari nilai hemoglobin, hematokrit, MCH, trombositosis, serta leukosit yang sedikit meningkat pada hasil pemeriksaan darah yang kedua. Penurunan nilai hemoglobin (Hb), hematokrit, serta nilai MCH dapat mengarahkan kita bahwa pasien ini mengalami anemia hipokrom yang kemungkinan disebabkan oleh banyaknya kehilangan darah pada saat proses persalinannya. Anemia biasa terjadi pada ibu post partum yang didefinisikan sebagai kadar Hb yang kurang dari 10 gr/dL. Kemungkinan pada psien ini selain sesak yang disebabkan oleh asmanya yang kambuh, sesak juga diperberat oleh anemia yang terjadi. Selain itu juga terjadi peningkatan jumlah trombosit atau trombositosis dan leukositosis. Trombositosis dapat disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder, faktor primer jika tidak diketahui penyebabnya atau tidak ada faktor pemicunya, sedangkan faktor sekunder dapat terjadi akibat adanya infeksi akut atau adanya perdarahan, hal ini juga didukung oleh jumlah leukosit yang melebihi normal yang mungkin menandakan adanya infeksi pada pasien ini. Pasien mengeluhkan adanya nyeri bekas luka operasi, kemungkinan infeksi yang terjadi disebabkan oleh bekas luka operasi sectio secarea pasca melahirkan. Pemeriksaan penunjang tambahan yang dianjurkan adalah pemeriksaan spirometri yang merupakan pemeriksaan faal paru standar untuk menilai obstruksi jalan napas, reversibilitasdan variabilitas. Penatalaksanaan yang dilakukan untuk pasien ini adalah dengan pemberian terapi combivent nebulizer pada saat eksasrbasi kemudian dilakukan transfusi darah PRC 250 cc.

BAB VKesimpulan

1. Pasien menderita asma bronkial eksaserbasi akut disertai dengan anemia post partum.2. Penanganan pasien dengan pemberian combivent nebulizer dan transfusi darah PRC.

24