presentasi kasus karis ny. halimah

50
Presentasi Kasus Fraktur Tertutup Intertrochanter Femur Dextra Disusun Oleh: Karis Amalia Derina NIM: 108103000030 Pembimbing: dr.Lukman Sp.OT Kepaniteraan Klinik Bedah RSUP Fatmawati Program Studi Pendidikan Dokter

Upload: karisamalia

Post on 30-Nov-2015

44 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

preskas

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Presentasi Kasus

Fraktur Tertutup Intertrochanter Femur Dextra

Disusun Oleh:

Karis Amalia Derina

NIM: 108103000030

Pembimbing:

dr.Lukman Sp.OT

Kepaniteraan Klinik Bedah

RSUP Fatmawati

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2013

Page 2: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural tulang.1 Fraktur dapat bersifat total

ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh

kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan

persarafan.2 Fraktur dapat berupa retakan, patah, atau serpihan dari korteks; sering patahan

terjadi sempurna dan bagian tulang bergeser.1 Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat

berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan

langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila

trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.1

Fraktur leher femur banyak terjadi pada usia lanjut karena faktor usia yang merupakan

akibat dari berkurangnya kepadatan tulang.1 Fraktur leher femur dibagi atas intra- (rusaknya

suplai darah ke head femur) dan extra- (suplai darah intak) capsular. Diklasifikasikan

berdasarkan anatominya. Intracapsular dibagi kedalam subcapital, transcervical dan basicervical.

Extracapsular tergantung dari fraktur pertrochanteric.1 Sering ditemukan pada pasien yang

mengkonsumsi berbagai macam obat seperti corticosteroids, thyroxine, phenytoin and frusemide.

Kebanyakan hanya berkaitan dengan trauma kecil.1

 

Page 3: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Fraktur dan Etiologi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural tulang.1 Fraktur dapat berupa retakan,

patah, atau serpihan dari korteks; sering patahan terjadi sempurna dan bagian tulang bergeser1

Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk

menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress berulang;

(3) fraktur patologis.1

A. Fraktur yang disebabkan oleh cedera1

Sebagian besar fraktur disebabkan oeh tenaga berlebihan yang tiba-tiba, dapat secara

langsung ataupun tidak langsung.

Bila terkena kekuatan langsung tulang patah pada titik kejadian; jaringan lunak juga rusak.

Pukulan langsung biasanya mematahkan tulang secara transversal dan kerusakan pada kulit

diatasnya. jika crush injury terjadi, pola faktur dapat kominutif dengan kerusakan jaringan

lunak ekstensif.

Bila terkena kekuatan tidak langsung, tulang patah jauh dari dimana tenaga dierikan;

kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi. Walaupun sebagian besar

fraktur disebabkan oleh kombinasi tenaga (perputaran, pembengkokkan, kompresi, atau

tekanan), pola x-ray menunjukkan mekanisme yang dominan:

Pemuntiran mengakibatkan fraktur spiral;

Kompresi mengakibatkan fraktur oblique pendek;

Pembengkokan mengakibatkan fraktur dengan fragmen triangular “butterfly”;

Tekanan cenderung mematahkan tulang kearah transversal; pada beberapa situasi

tulang dapat avulse menjadi fragmen kecil pada titik insersi ligament atau tendon.

Page 4: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Deskripsi diatas merupakan deskripsi untuk tulang panjang. Tulang kecil jika terkena gaya

yang cukup, akan terbelah atau hancur menjadi bentuk yang abnormal.

B. Fatigue atau stress fracture1

Fraktur ini terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek tumpuan berat berulang, seperti

pada atlet, penari, atau anggota militer yang menjalani program berat. Beban ini

menciptakan perubahan bentuk yang memicu proses normal remodeling—kombinasi dari

esorpsi tulang dan pembentukan tulang baru menurut hukum Wolff. Ketika pajanan

terjadap stress dan perubahan bentuk terjadi berulang dan dalam jangka panjang, resorpsi

terjadi lebih cepat dari pergantian tulang, mengakibatkan daerah tersebut rentan terjadi

fraktur. Masalah yang sama terjadi pada individu dengan pengobatan yang mengganggu

keseimbangan normal resorpsi dan pergantian tulang; stress fracture meningkat pada

penyakit inflamasi kronik dan pasien dengan pengobatan steroid atau methotrexate.

C. Fraktur patologis1

Fraktur dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah karena perubahan

strukturnya (seperti pada tumor) atau karena tulang sangat rapuh (misalnya pada penyakit

Paget)

Fraktur dapat disebabkan oleh trauma minor berulang dibawah ambang batas cedera yang

menyebabkan fraktur, mengakibatkan fraktur stress (fatigue fracture).2

Cedera bertenaga rendah mengakibatkan cedera jaringan lunak yang terbatas dan pola

fraktur sederhana. Tenaga yang besar mengakibatkan absorpsi energi yang lebih besar sehingga

menyebabkan trauma jaringan lunak yang lebih berat dan kominutif yang berat. Kombinasi

kedua mekanisme ini dapat terjadi.3

II.2. Klasifikasi Fraktur

Sistem universal berdasarkan anatomi memfasilitasi komunikasi dan pertukaran data di

seluruh dnia. Klasifikasi alfanumerik yang diekmbangkan oleh Muller dan koleganya diadaptasi

dan direvisi. Walaupun klasifikasi ini belum divalidasi sepenuhnya klasifikasi ini memenuhi

Page 5: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

syarat komprehensif. Pada sistem ini, digit pertama menggambarkan tulang (1= humerus,

2=radius/ulna 3=femur 4=tibia/fibula) dan bagian kedua adalah segmen (1=proksimal 2=diafisis

3=distal 4=malleolar). Terakhir menggambarkan pola fraktur (untuk diafisis: A: ekstra-artikular,

B=artikular parsial, C=artikular komplet).1

Klasifikasi fraktur terbuka Gustilo-Anderson

Fraktur terbuka dibagi berdasarkan klasifikasi Gustilo-Anderson, yang pertama kali

diajukan pada tahun 1976 dan modifikasi pada tahun 1984.4

Type 1 – The wound is usually a small, clean

puncture

through which a bone spike has protruded.

Type II – The wound is more than 1 cm long, but

there is no skin flap.

Type III – There is a large laceration, extensive

damage to skin and underlying soft tissue and, in the

most severe examples, vascular compromise.

type III A the fractured bone can be adequately covered

by soft tissue

despite the laceration.

type III B there is extensive periosteal stripping and

fracture cover is not possible without use of local or

distant flaps.

Type III C if there is an arterial injury that needs to be

repaired

Klasifikasi Nicol

Klasifikasi The American Society of Internal Fixation, yang dikembangkan oleh Mller et

al telah diterima di seluruh dunia; klasifikasi ini kemudian dimodifikasi oleh Johner dan Wruhs

dengan menambahkan mekanisme cedera, patahan, dan derajat keparahan cedera jaringan lunak.

Klasifikasi ini digunakan untuk reduksi terbuka dengan fiksasi plate and screw.2

Page 6: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Klasifikasi etiologis2

Fraktur traumatik

Yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba

Fraktur patologis

Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang

Fraktur stres

Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.

Klasifikasi klinis2

Fraktur tertutup (simple fracture)

Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

Fraktur terbuka (compound fracture)

Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui lika pada kulit dan

jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar)

Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)

Adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed union,

nonunion, infeksi tulang.

Klasifikasi radiologis2

Klasifikasi ini berdasarkan atas :

Page 7: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

1. Lokalisasi (gambar 2.1)

Diafisial

Metafisial

Intra-artikuler

Fraktur dengan dislokasi

Gambar 2.1. klasifikasi fraktur menurut lokalisasi

a. Fraktur diafisis c. Dislokasi dan fraktur

b. Fraktur metafisis d. Fraktur intra-artikule

*Dikutip dari kepustakaan 2

2. Konfigurasi (gambar 2.2)

Fraktur transversal

Faktur oblik

Fraktur spiral

Fraktur Z

Fraktur segmental

Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen

Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi

Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur

epikondilus humeri, fraktur patela

Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak

Fraktur impaksi

Page 8: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah pada fraktur

vertebra, patela, talus, kalkaneus

Fraktur epifisis

Gambar 2.2. klasifikasi fraktur sesuai konfigurasi.

a. Transversal

b. Oblik

c. Spiral

d. Kupu-kupu

e. Komunitif

f. Segmental

g. Depresi

*Dikutip dari kepustakaan 2

3. Menurut ekstensi (gambar 2.3)

Fraktur total

Fraktur tidak total (fraktur crack)

Fraktur buckle atau torus

Fraktur garis rambut

Fraktur green stick

Page 9: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Gambar 2.3. Beberapa gambaran radiologik konfigurasi fraktur

a. Transversal

b. Oblik

c. Segmental

d. Spiral dan segmental

e. Komunitif

f. Segmental

g. Depresi

*Dikutip dari kepustakaan 2

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya (gambar 2.4)

Tidak bergeser (undisplaced)

Bergeser (displaced)

Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :

a) Bersampingan

Page 10: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

b) Angulasi

c) Rotasi

d) Distraksi

e) Over-riding

f) Impaksi

Gambar 2.4

*Dikutip dari kepustakaan 2

II.3. Klasifikasi Fraktur Femur

Fraktur Proksimal Femur.5

Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan leher femur (gambar 3.1)

Capital : uncommon

Subcapital : common

Transcervical : uncommon

Basicervical : uncommon

Gambar 3.1

*Dikutip dari kepustakaan 5

Entracapsular fraktur termasuk trochanters (gambar 3.2)

Intertrochanteric

Subtrochanteric

Gambar 3.2

*Dikutip dari kepustakaan 5

Fraktur Leher Femur.6

Tingkat kejadian yang tinngi karena faktor usia yang merupakan akibat dari

berkurangnya kepadatan tulang

Fraktur leher femur dibagi atas intra- (rusaknya suplai darah ke head femur) dan extra-

(suplai darah intak) capsular. Diklasifikasikan berdasarkan anatominya. Intracapsular

Page 11: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

dibagi kedalam subcapital, transcervical dan basicervical. Extracapsular tergantung dari

fraktur pertrochanteric

Gambar 4.1

*Dikutip dari kepustakaan 6

Sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi berbagai macam obat seperti

corticosteroids, thyroxine, phenytoin and frusemide

Kebanyakan hanya berkaitan dengan trauma kecil

Fraktur Intracapsular diklasifikasikan

o Grade I : Incomplete, korteks inferior tidak sepenuhnya rusak

o Grade II : Complete, korteks inferior rusak, tapi trabekulum tidak angulasi

o Grade III : Slightly displaced, pola trabekular angulasi

o Grade IV : Fully displaced, grade terberat, sering kali tidak ada kontinuitas

tulang

Page 12: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Gambar 4.2

*Dikutip dari kepustakaan 6

Fraktur Pada Batang Femur.

Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup luas dan besar sehingga

dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri,

tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar,

terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan ke dalam

jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan normalnya

memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.7

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas

dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan

perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu

klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan

daerah yang patah. Dibagi menjadi : 1

1. Tertutup

2. Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah

dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya

diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.

Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.

Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang

ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

Gambaran Klinis

Page 13: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan deformitas pada tungkai

atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan mungkin datang dalam keadaan schok.

Penatalaksanaan

1. Terapi konservatif

- Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk

mengurangi spasme otot

- Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama

yang bersifat kominutif dan segmental.

- Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis

2. Terapi operatif

- Pemasangan plate and screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur

- Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup

ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur diafisis.

- Fiksasi eksternal terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected

pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat. 1

Gambar 4.3.a. Gambar 4.3.b.

Page 14: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Comminuted mid-femoral shaft fracture Femoral shaft fracture postinternal fixation.

Fraktur Distal Femur.1

Supracondylar

Nondisplaced

Displaced

Impacted

Continuited

Gambar 4.4

Condylar

Intercondylar

II.4 Gambaran Klinis Fraktur

Seluruh pasien dengan trauma bertenaga tinggi harus diperiksa dengan prinsip trauma.

Penilaian awal termasuk ABC.1 Secondary survey harus memeriksa dada, perut, cedera yang

berhbungan dengan pelvis, juga ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah kontralateral.2

Anamnesis

Biasanya ada riwayat trauma, dikuti oleh ketidakmampuan untuk menggunakan ekstrimitas

yang cedera; usia pasien dan mekanisme trauma juga penting.1 Jika fraktur terjadi pada

trauma ringan, curigai lesi patologis. Nyeri, memar, dan pembengkakan merupakan gejala

umum namun gejala ini tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak. Deformitas

lebih mengarah kepada fraktur.1

Hal lain yang berhubungan dengan trauma: nyeri dan bengkak di tempat lain, rasa baal atau

tidak dapat menggerakkan bagian tubuh tertentu, pucat atau sianosis kulit, darah di urine,

nyeri abdomen, kesulitan bernapas atau hilangnya kesadaran sesaat.1

Page 15: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Tanda umum

Hal yang penting yaitu bukti ada tidaknya syok atau perdarahan, kerusakan yang

berhubungan dengan otak, medula spinalis atau visera dan penyabab predisposisi. 1

Tanda lokal

Pemeriksaan ekstrimitas harus terdiri dari pemeriksaan rinci mengenai vaskularsisasi

ekstrimitas, termasuk warna ekstrimitas, hangat dan perfusi, pulsasi yang teraba, CRTi

(normal <3 detik), dan oksigenasi transkutaneus serta gelombang pulsasi menggunakan pulse

oksimetri. Pemeriksaan neurologis yang rinci harus dilakukan, termasuk pemeriksaan fungsi

motorik dan sensorik.1

Kulit didaerah fraktur harus diperiksa secara teliti. Bila ditemukan robekan kulit pada

berbagai tingkat pada fraktur harus dipertimbangkan indikasi adanya kemungkinan fraktur

terbuka.1 Cedera jaringan harus ditangani secara halus. Pemeriksaan krepitasi atau

pergerakan yang abnormal tidak penting dan membuat pasien sangat nyeri; pemeriksaan

rontgen lebih baik dilakukan.1 Pada pemeriksaan fisik harus tetap diperiksa apakah ada

kerusakan pada arteri, saraf, ligament. Pendekatan sistematik selalu berguna:2

Periksa tempat cedera yang paling jelas

Periksa kerusakan arteri dan saraf

Cari cedera yang berhubungan pada daerah tersebut

Cari cedera yang berhubungan pada bagian yang lebih jauh

Look2

Pembengkakan, memar, dan deformitas dapat terlihat jelas, namun poin pentingnya adalah

apakah kulit tetap intak; jika kulit rusak dan terdapat luka terbuka, maka fraktur merupakan

fraktur terbuka. Lihat juga gambaran ekstrimitas bagian distal dan warna kulit.

Feel2

Bagian yang cedera secara halus dipalpasi untuk nyeri dan bengkak lokal. Sebagian fraktur

dapat tidak terdiagnosis jika tidak secara spesifik dinilai. Karakteristik umum dan

berhubungan dengan cedera juga harus dperiksa, walaupun pasien tidak mengeluhkan hal

Page 16: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

tersebut. Contohnya, fraktur isolasi pada fibula proksimal harus dihubungkan dengan

kemungkinan cedera ligament di pergelangan kaki. Gangguan vascular dan saraf perifer juga

harus diperiksa sebelm dan sesudah pengobatan.

Move2

Krepitus dan pergerakan abnormal dapat telihat namun tidak disarankan karena memicu

nyeri dan tersedia pemeriksaan rontgen.

X-Ray1

Pemeriksaan rontgen wajib dilakukan. Ingatlah rule of twos:

Two views—fraktur atau dislokasi dapat tidak terlihat pada satu film rontgen , sehingga

setidaknya dua posisi harus diambil.

Two joints—pada lengan atas atau kaki, satu tulang dapat patah dan terangulasi. Angulasi

tidak mungkin terjadi kecuali tulang lainnya juga patah, atau terdapat sendi yang

dislokasi. Sendi diatas dan diabawah fraktur harus terlihat dalam foto rontgen.

Two limbs—pada anak-aak gambaran epifisis imatur dapat menylitkan diagnosis fraktur;

foto rongten pada extrimitas yang tidak cedera dibutuhkan sebagai pembanding.

Two occasions—sebagian fraktur sulit terdeteksi sesaat setelah cedera; namun

pemeriksaan foto rontgen lainnya satu atau dua minggu setelahnya dapat memperlihatkan

lesi fraktur.

Deskripsi1

Pada diagnosis fraktur perlu diuraikan:

1. Apakah fraktur tersebut terbuka atau tertutup

2. Tulang mana yang patah, dan dimana?

3. Apakah melibatkan permukaan sendi?

4. Bagaimana bentuk patahannya?

5. Apakah stabil atau tidak stabil?

Page 17: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

II.5 PENATALAKSANAAN1

Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu Recognition berupa diagnosis dan

penilaian fraktur, Reduction, Retention dengan imobilisasi, dan Rehabilitation yaitu

mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.

Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah

reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi

awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan

definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan “ORIF”

maupun “OREF”.

Tujuan pengobatan fraktur :

a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Tehnik reposisi terdiri

dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna

atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada

pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini,

fraktur multiple, dan fraktur patologis.

b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi

sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur

unstabel serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan  sekitar.

Jenis Fiksasi :

Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation)

Gips ( plester cast)

Traksi

Jenis traksi :

Traksi Gravitasi :  U- Slab pada fraktur humerus

Page 18: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Skin traksi

Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke

posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas

Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.

Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut),  pada tibia

atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan traksi

yaitu gangguan sirkulasi darah  pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris) , sindroma

kompartemen, infeksi tempat masuknya pin.

Indikasi OREF  :

Fraktur terbuka derajat III

Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

fraktur dengan gangguan neurovaskuler

Fraktur Kominutif

Fraktur Pelvis

Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

Non Union

Trauma multiple

Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini adalah reposisi

anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

Indikasi ORIF :

a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus

dan fraktur collum femur.

b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.

Page 19: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur

Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.

d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,

misalnya : fraktur femur.

II.6 PENYEMBUHAN FRAKTUR

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :

1. Fase hematoma1

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati

kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk

hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum.

Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi

sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan

kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang

mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal1

Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi

penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi

dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus

interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat

pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak

berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi

pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada

jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler

tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa

minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada

pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah

radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis) 1

Page 20: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang

berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat

osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-

garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven

bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi

radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik) 1

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi

tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan

kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5. Fase remodeling1

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang

menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini,

perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada

tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi

tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami

peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.

Page 21: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone.

II.7 KOMPLIKASI FRAKTUR

Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri  atau akibat penanganan

fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.

a.   Komplikasi umum1

Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan

fungsi pernafasan.

Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca

trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa

peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena

dalam (DVT), tetanus atau gas gangrene

Page 22: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

b.      Komplikasi Lokal  1        

Komplikasi dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan

apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.

Pada Tulang

1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.

2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada

fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non

union

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur

terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan

berakhir dengan degenerasi.

Pada Jaringan lunak

1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.

Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan

elastik.

2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu

perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.

Pada Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut

terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh,

kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup

lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus

Pada  pembuluh darah

Page 23: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan

pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan

berhenti spontan.

Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma

atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada

pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah

tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan

torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair

untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.

Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada

tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler

sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan

gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam

otot.

Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat

menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus

yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. 

Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness

(denyut nadi hilang) dan Paralisis

Pada saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis

(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus.1

Komplikasi lanjut1

Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada

pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.

Delayed union

Page 24: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada

pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur.

Terapi  konservatif selama 6 bulan  bila  gagal dilakukan  Osteotomi. Bila lebih

20 minggu  dilakukan cancellus grafting  (12-16 minggu)

Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur

dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi

untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.

Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat

jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses

union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.

Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang

luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak

memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan

penyakit tulang (fraktur patologis).

Malunion

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.  Tindakan

refraktur atau osteotomi koreksi.

Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada

fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected

non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan

terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.

Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,

sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan

antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan

Page 25: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara

pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap.

Page 26: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

BAB III

STATUS PASIEN

III. 1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. HA

RM : 1233201

Usia : 70 tahun

JenisKelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Pamulang, Tangerang

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status : Menikah

III. 2. ANAMNESIS

Autoanamnesis dan aloanamnesis (dengan anak pasien) pada tanggal 16 Mei 2013 pukul 18.00

WIB; pasien masuk IGD pukul 11.00.

Keluhan Utama

Nyeri pada paha kanan atas sisi luar sejak 7 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati (pukul 11.0) dengan keluhan nyeri pada paha kanan atas

sisi luar sejak 7 jam SMRS. Pasien sebelumnya terjatuh saat ingin berwudhu. Saat itu pasien

Page 27: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

terpeleset jatuh ke sisi kanan. Badan sebelah kanan pasien membentur lantai. Nyeri dirasakan

pada paha kanan atas sisi luar, terus menerus, nyeri yang dirasakan sangat hebat terutama saat

digerakkan, nyeri tidak menjalar dan terlokalisir. Keluhan disertai bengak pada paha bagian atas.

Tidak ada luka pada daerah tersebut. Pasien tidak dapat berjalan. Pasien tidak mengalami

penurunan kesadaran. Keluhan mual, muntah, demam dan sakit kepala disangkal. Pasien tidak

pernah mimiliki riwayat trauma sebelumnya. Setelah jatuh pasien dibawa oleh keluarga ke RS.

Gaplek. Disana pasien dilakukan foto rontgen dan didiagnosis mengalami patah tulang paha,

dilakukan pembidaian, dan diberi obat antinyeri. Setelah itu pasien dirujuk ke RS. Fatmawati.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memili riwayat diabetes melitus sejak 5 tahun lalu. Pasien rutin minum obat

glibenklamid, namun 1 minggu terakhir pasien tidak minum obat karena obat habis dan pasien

belum kontrol. Pasien juga memili riwayat hipertensi sejak 15 tahun lalu, pasien rajin kontrol

tiap 2 minggu sekali dan selalu minum obat namun pasien tidak ingat nama obatnya.

Riwayat alergi obat dan makanan, gangguan ginjal dan hati disangkal. Riwayat gangguan

pembekuan darah dan minum obat pengencer darah disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat alergi obat dan makanan, DM, hipertensi, gangguan ginjal dan hati, serta gangguan

pembekuan darah disangkal.

Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pasien sehari-hari tidak bekerja. Pasien tidak merokok dan tidak minum minuman beralcohol.

III.3. PEMERIKSAAN FISIK

Page 28: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Keadaan Umum: tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Primary survey

A: clear

B: spontan

C:TD 140/80 N: 80x/menit CRT< 2”

D: E4M6V5

Tanda Vital :

Tekanandarah : 140/80 mmHg Nadi: 88 x/menit, regular, isicukup

Pernapasan : 16x/menit Suhu: 36.5°C

Status Generalis

Kepala : normocephali, jejas (-)

Mata : konjungtivapucat -/-, pupil bulatisokor, Ф 3mm/3mm, reflex cahayalangsung

+/+, reflex cahayatidaklangsung +/+, jejas (-)

Leher : Jejas (-), KGB dantiroid tidakteraba membesar

Thorax : Simetris kanan dan kiri, jejas (-)

Paru Inspeksi: pergerakan dada simetris kanan dan kiri

Palpasi: pergerakan dada simetris kanan dan kiri

Perkusi: sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: suara napas vesikuler, Rhonchi -/-, wheezing -/-

Jantung: bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Page 29: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Abdomen: Inspeksi: datar, jejas (-)

Palpasi: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi: shifting dullness (-)

Auskultasi: bising usus (+) normal

Ekstrimitas: Akral hangat+/+ CRT<2”

Status lokalis

Region proksimal femur dekstra

Page 30: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Look : bengkak (+), luka (-), warna kulit sama dengan sekitar, deformitas (+) pemendekan

LLD 2 cm

Feel : Nyeri tekan (+), tidak teraba hangat

NVD : Pulsasi a. poplitea teraba kuat, 84x/min, sianosis (-)

Sensorik baik

Move : ROM fleksi, abduksi, adduksi, rotasi lateral dan rotasi medial terbatas karena nyeri.

III.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Page 31: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Pemeriksaan Radiologi

Rontgen thorax supine

Tidak tampak kelainan jantung dan paru

Rontgen femur dextra

Tampak Fraktur tertutup intertrokanter femur dextra

Page 32: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Rontgen pelvis

Tidak tampak kelainan pelvis

III.5. RESUME

Pasien wanita, 70 tahun datang dengan keluhan nyeri keluhan nyeri pada paha kanan atas sisi

luar sejak 7 jam SMRS. Pasien sebelumnya terjatuh saat ingin berwudhu. Saat itu pasien

terpeleset jatuh ke sisi kanan. Badan sebelah kanan pasien membentur lantai. Nyeri dirasakan

pada paha atas, terus menerus, nyeri yang dirasakan sangat hebat terutama saat digerakkan, nyeri

tidak menjalar dan terlokalisir. Keluhan disertai bengak pada paha bagian atas.. Pasien memiliki

riwayat diabetes melitus sejak 5 tahun lalu dan hipertensi sejak 15 tahun lalu. Pasien rutin minum

obat, namun 1 minggu terakhir pasien tidak minum obat karena obat habis dan pasien belum

kontrol.

Setelah jatuh pasien dibawa oleh keluarga ke RS. Gaplek. Disana pasien dilakukan foto rontgen

dan didiagnosis mengalami patah tulang paha, dilakukan pembidaian, dan diberi obat antinyeri.

Setelah itu pasien dirujuk ke RS. Fatmawati. Pada pemeriksaan fisik pada regio proksimal femur

dekstra didapatkan pada inspeksi bengkak (+), deformitas (+) pemendekan LLD 2 cm, pada

palpasi nyeri tekan (+), tidak teraba hangat, NVD dan sensorik baik, pada pemeriksaan

movement: ROM fleksi, abduksi, adduksi, rotasi lateral dan rotasi medial terbatas karena nyeri.

Pada rontgen femur didapatkan gambaran fraktur intertrokanter femur dextra.

Page 33: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

III.6. DIAGNOSIS KERJA

Fraktur tertutup intertrokanter femur dekstra

III.7. TATALAKSANA

Imobilisasi

Skin traksi beban 5 kg

Ketorolac 2x30 mg

Pro ORIF elektif

Konsul IPD

III.8. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Page 34: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada kasus ini, pasien mengeluhkan nyeri pada paha kanan atas sisi luar sejak 7 jam

SMRS. Paha kanan juga bengkak dan sulit digerakkan. Serta tidak dapat berjalan. Gejala ini

merupakan gejala terjadinya fraktur.

Fraktur adalah terputusnya kuntinuitas struktural tulang. Fraktur dapat berupa retakan,

patah, atau serpihan dari korteks; sering patahan terjadi sempurna dan bagian tulang bergeser.

Fraktur dapat disebabkan oleh berbagai sebab, seperti: (1) cedera; (2) stress berulang; (3)

fraktur patologis. Pada fraktur yang disebabkan oleh cedera, fraktur disebabkan oeh tenaga

berlebihan yang tiba-tiba, dapat secara langsung ataupun tidak langsung. Pada pasien ini terjadi

trauma yaitu pasien terjatuh saat ingin berwudhu. Saat itu pasien terpeleset jatuh ke sisi kanan.

Badan sebelah kanan pasien membentur lantai. Ini menunjukkan fraktur yang terjadi pada pasien

merupakan akibat dari trauma, bukan merupakan fraktur patologis. Pada pasien tidak ada luka

sehingga yang terjadi adalah fraktur tertutup.

Seluruh pasien dengan trauma harus diperiksa dengan prinsip trauma. Penilaian awal

termasuk ABC. Pada penilaian awal pasien didapatkan airway: clear, breathing: pasien bernapas

spontan, 16x/menit, circulation: nadi teraba 88 x/menit, isi cukup, akral hangat, tekanan darah

140/80. Pada secondary survey ditemukan status generalis lain dalam batas normal. Ekstrimitas

ipsilateral dan kontralateral juga harus diperiksa pada pasien trauma. Hal ini dilakukan untuk

menilai adanya fraktur lain. Pada pasien ini ditemukan kondisi ekstrimitas kontralateralnya

normal, tidak mengalami fraktur atau cedera. Tidak ditemukan kemungkinan fraktur di bagian

lain ekstrimitas ipsilateralnya.

Pada pemeriksaan status lokalis, ditemukan warna ekstrimitas tidak pucat dan tidak

sianosis, akral hangat, pulsasi teraba, CRT<2 detik. Pada pemeriksaan look, feel, move. Terdapat

bengkak (+), luka (-), warna kulit sama dengan sekitar, deformitas (+) pemendekan LLD 2 cm

Terbatasnya gerak paha akibat dari fraktur yang terjadi pada femur dekstra. Untuk memperkuat

diagnosis dilakukan foto rontgen.

Page 35: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

Dilakukan pemeriksaan foto rontgen femur dekstra AP dan lateral. Fraktur atau dislokasi

dapat tidak terlihat pada satu film rontgen, sehingga setidaknya dua posisi harus diambil. Pada

foto rontgen didapatkan fraktur tertutup intertrokanter segmental femur dekstra.

Pada diagnosis fraktur, harus juga digambarkan berbagai hal lain.. Pada pasien

ditemukan:

Fraktur tersebut merupakan fraktur tertutup

Ditemukan fraktur pada tulang femur

Tidak melibatkan permukaan sendi

Fraktur merupakan fraktur intertrokanter

Pasien merupakan wanita usia 70 tahun yang bekerja sebagai ibu rumah tangga

Pada pasien ini dilakukan skin traksi dengan beban 5 kg dan rencana internal fiksation.

Pada pasien juga dilakukan imobilisasi dan ketorolac untuk mengurangi nyeri.

Page 36: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

BAB V

KESIMPULAN

Fraktur adalah terputusnya kuntinuitas struktural tulang.

Seluruh pasien dengan trauma bertenaga tinggi harus diperiksa dengan prinsip trauma:

Penilaian awal, Pemeriksaan Glasgow Coma Scale mengindikasikan derajat keparahan

dan apakah terdapat komponen cedera kepala, dan juga Secondary survey.

Pemeriksaan lokalis bila ditemukan cedera atau trauma adalah dengan: periksa tempat

cedera yang paling jelas, periksa kerusakan arteri dan saraf, dan cari cedera yang

berhubungan pada daerah tersebut. Pada kasus ini cedera terdapat pada femur dan tidak

terdapat tanda-tanda gangguan pada arteri dan saraf yang serius.

Dalam penatalaksanaan fraktur dapat dilakukan tindakan OREF ataupun ORIF.

Page 37: Presentasi Kasus Karis Ny. Halimah

DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon L., Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9th ed. London: Hodder

Arnold; 2010.

2. Rasjad, C., Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed 1. Jakarta : PT. Yarsif Watampone; 2007.

3. Konowalchuk BK,. femur shaft fractures [online]. 2013. [cited 2013 May 03]. Available

from: http://www.emedicine.medscape.com/article/1249984

4. Schmidt AH., Musculoskeletal trauma. In: Oxford textbook of surgery. 2th Edition.

London: Oxford university press; 2002.

5. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Musculoskeletal Imaging in

Primer of Diagnostic Imaging. 4th Edition. United States: Mosby Elsevier; 2007.

6. Holmes, Erskin J., A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University; 2004.

7. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran; 2003.