ppt case rsko

59
Laporan Kasus Kelompok 2 : Lola Fedora 2011-061-103 Yulius Dony 2011-061-105 Vania Kezia 2012-061-077 Aditya Oetomo 2012-061-078 Ian Suryadi 2012-061-079 Fujiyanto 2012-061-082 Inez Ayuwibowo S 2012-061-083 Jakarta 2013

Upload: inez-ayuwibowo

Post on 28-Dec-2015

87 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Laporan Kasus Kelompok 2 :

Lola Fedora 2011-061-103Yulius Dony 2011-061-105

Vania Kezia 2012-061-077Aditya Oetomo 2012-061-078

Ian Suryadi 2012-061-079Fujiyanto 2012-061-082Inez Ayuwibowo S 2012-061-083

Jakarta 2013

Diagnosis Sementara

F11.23 Gangguan putus obat akibat penggunaan opioida dengan keadaan ketergantungan aktif.

IDENTITAS PASIEN

• Nama : Tn. A F• Umur : 28 tahun• Jenis Kelamin : Laki-laki• Alamat : Depok• Agama : Islam• Suku Bangsa : Ambon• Pendidikan : SLTA (lulus)• Pekerjaan : Karyawan Swasta• Status Perkawinan : Sudah Menikah

RIWAYAT PSIKIATRIK

• Autoanamnesis:Pasien datang berobat karena dorongan sendiri dan kemauan diri sendiri untuk menghilangkan rasa ketergantungan opioida. Pasien merupakan pasien lama dengan riwayat ketergantungan opioid yaitu putau sejak tahun 2004 lewat intravena. Dorongan pertama kali muncul ketika ingin mencoba obat lain. Pasien memiliki riwayat penggunaan zat seperti putau, alkohol, dan ganja. Pasien pertama kali memulai mencoba rokok ketika SMA karena diajak teman-temannya. Kemudian pasien mencoba putau pertama kali saat tahun 2004 dikarenakan oleh ajakan dari kakaknya yang juga seorang pengedar sekaligus pengguna.Tidak ada rasa enak yang dirasakan pertama kali, malah sakit dan tidak nyaman. Setelah mencoba selanjutnya, pasien baru merasakan perasaan nikmat atau fly sehingga terus dipakai. Pertama kali efek withdrawal dirasakan setelah satu hari, kemudian semakin lama pasien merasakan harus menggunakan hingga 1-2 kali dalam sehari untuk menghilangkan efek withdrawal. Pasien lebih memilih menggunakan putau dibandingkan obat-obatan lain.

• Sekarang ini pasien masih terus menggunakan putau walau hanya sesekali, hal ini diakibatkan karena faktor stress dari pekerjaan yang hampir setiap malam harus dilaluinya hingga larut malam, serta tidak bisa tidur. Pasien memilih untuk berobat dan mengurangi dosis dikarenakan pasien sadar bahwa ia sudah menikah, memiliki anak, sehingga ia mau kembali ke jalan yang benar. Untuk saat ini pasien rutin datang ke RSKO untuk menerima terapi suboxone.

RIWAYAT PEMAKAIAN ZAT PSIKOAKTIFTahun pemeriksaan : 2012

No Jenis Zat Opioid(putau)

Ganja Kokain Alkohol Sedatif-Hipnotik

Halusinogen Amfetamin Tembakau

1. Sejak umur 2004 1999 - 2006 - - - SMA

2. Cara penggunaan

IV, 1bulan lalu sharing neddle

Dihisap - Minum - - - Dihisap

3. Frekuensi pemakaian dan kuantitas

1-2 x/hari, 1xper minggu - 1xper minggu - - - 1bungkus/ hari

4. Pemakaian 1 thn terakhir

Ya Tidak - Ya - - - Ya

5. Pemakaian 1 bln terakhir

Ya Tidak - Tidak - - - Ya

6. Pemakaian yang terakhir kali

1minggu yang lalu

2001 - 2 bulan lalu - - - Kemarin

7. Alasan pemakaian pertama kali

Coba-coba Coba-coba - Bergaul - - Hilangkan stress

RIWAYAT KEHIDUPAN SEKSUAL

• Pasien mengaku sempat berhubungan seksual dengan pacar, berganti-ganti pasangan sebanyak 3x, tidak menggunakan kondom. Sekarang pasien sudah menikah.

RIWAYAT PENYAKIT

• Tidak ada

RIWAYAT MENGGUNAKAN JARUM SUNTIK

• Riwayat menggunakan jarum suntik (+) saat bertukar pakai dengan teman-teman sesama pengguna putau

RIWAYAT BERHUBUNGAN DENGAN HUKUM

• Tidak ada

STRESSOR PSIKOSOSIAL

Masalah dengan :1. Orang tua : ya, keluarga inti bercerai sejak pasien

kelas 5 SD2. Anggota Keluarga Lain : kakak dari pasien merupakan

pengedar putau3. Teman : teman-teman dari kakaknya

merupakan pengguna putau4. Pekerjaan : stress akibat bekerja5. Keuangan : tidak ada

RIWAYAT GANGGUAN PSIKIATRIK

Insomnia + Paranoid -

Depresi - Halusinasi visual -

Ansietas - ADHD -

Skizofrenia - PTSD -

KEADAAN FISIK

• Keadaan umum : Baik• Kesadaran : Compos Mentis• Tekanan darah : 130/70mmHg• Nadi : 78 x/menit• Pernafasan : 22 x/menit• Suhu : 36,7oC• Tinggi badan : 162 cm• Berat badan : 54 kg• Bentuk badan : atletis• Kepala dan wajah : dalam batas normal

• Sistem Kardiovaskular• Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat• Palpasi : Ictus kordis teraba di linea midclavicularis sinistra setingi ICS V• Perkusi

• 1. Batas kanan : Linea sternalis kanan• 2. Batas kiri : Lateral linea midclavicularis kiri• 3. Batas atas : ICS III

• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II Normal ; Murmur - ; Gallop -

• Sistem Respiratorius• Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis• Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri• Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru• Auskultasi : Vesikular di kedua lapangan paru ; Wheezing -/- ; Ronkhi -/-

• Sistem Gastrointestinal• Inspeksi : Cekung• Palpasi : Supel. Nyeri tekan/nyeri tekan lepas : -

• Hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae• Lien tidak teraba

• Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen

• Sistem Urogenital• BAK : Normal• Nyeri berkemih : -

• Kulit• Needle track (+) di dekat lipat siku kanan

• Kelainan khusus : tidak ada

HASIL PEMERIKSAAN PSIKIATRIK

• Penampilan : Sikap & perilaku baik, cara berpakaian rapih, tampak tenang

• Perilaku dan aktivitas psikomotor : Baik• Sikap terhadap pemeriksa : Cukup kooperatif • Pembicaraan : Spontan, Tidak ada gangguan berbahasa• Mood : Euthym• Afek : Serasi• Keserasian : Serasi dan perasaan pasien dapat diraba rasakan• Gangguan persepsi

• Halusinasi : -• Ilusi : -

• Arus pikiran• Produktivitas : Cukup• Kontinuitas : Tidak terganggu

• Isi pikiran• Preokupasi pikiran : -• Waham : -• Usaha bunuh diri : -

• Sensorium, kognitif• Kesadaran : Compos mentis• Orientasi

• waktu : Baik• tempat : Baik• orang : Baik• situasi : Baik

• Daya ingat• Recent memory : Baik• Immediate memory : Baik• Remote memory : Baik

• Konsentrasi, perhatian : Baik• Pikiran abstrak : Baik• Pengendalian impuls : Baik• Insight : Baik (derajat V)• Judgement : Baik• Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya

HASIL PEMERIKSAAN

• LABORATORIUMPernah dilakukan pemeriksaan HIV, namun hasil negatif. Pasien tidak mengingat dan tidak

memiliki bukti pemeriksaan.• RADIO-DIAGNOSTIK

Tidak dilakukan• ELEKTRO-DIAGNOSTIK

Tidak dilakukan• PSIKOLOGIS

• Afek : Stabil• Persepsi : Baik• Isi pikir : Asosiasi baik

• HASIL EVALUASI SOSIALTidak dilakukan

RIWAYAT PERAWATAN/PENGOBATAN/REHABILITASI SEBELUMNYA

• Sejak tanggal 14/9/2012 pasien sering datang ke rawat jalan NAPZA untuk mendapatkan suboxone

RESUME

• Riwayat penggunaan zat :• Putau : sejak tahun 2004-2012• Ganja : sejak tahun 1999• Alkohol : sejak tahun 2006• Tembakau : sejak usia SMA

• Efek :• Positif :• Rasa nyeri menghilang.• Rasa stress berkurang

• Negatif :• Pasien menjadi kembung, nyeri – nyeri

dan pegal di sekujur tubuh bila tidak konsumsi

• Sering merasa kesemutan terutama di anggota gerak

• Menjadi sedikit gelisah dan tidak bisa tidur

• Riwayat penyakit : Tidak ada• Pemeriksaan fisik :

Dalam batas normal

DIAGNOSIS

• Axis I : F11.23 Gejala putus obat akibat penggunaan opioida dengan keadaan ketergantungan aktif

• Axis II : tidak ada• Axis III : tidak ada• Axis IV : tidak ada• Axis V : GAF scale 90-81

PROGNOSIS

• Quo ad vitam : ad bonam• Quo ad functionam : ad bonam• Quo ad sanationam : dubia ad bonam

• PENATALAKSANAAN• Suboxone 1x8 mg

• SARAN PEMERIKSAAN • Tidak ada

Tinjauan Pustaka

 I. DEFINISI DAN MEKANISME KERJA OPIOID

• Opioid : alamiah, semisintetik, sintetik, khasiat seperti morfin.• Di dunia kedokteran sebagai obat analgesik.• dibagi menjadi tiga golongan menurut asalnya:• Opiod alamiah, • opioid semisintetik, dan• opioid sintetik.

• Opioid alamiah didapat dari olahan bunga popy (Papaver somniferum).• Contoh : opium, morfin, dan kodein. • Opioid semisintetik opium yang diolah melalui proses/ perubahan

kimiawi• Contoh : heroin (diasetil-morfin) dan hidromorfon. • Opioid sintetik merupakan golongan opioid yang dibuat di pabrik • Contoh meperidin, propoksifen, levorfanol, dan lavalorfan.

• Opioid bekerja pada reseptor opioida yang terdapat pada dinding reseptor pada sistem saraf pusat maupun jaringan. • Reseptor ini dirangsang oleh peptida endogen, seperti endorfin,

enkepalin, dan dinorfin dikeluarkan pada saat adanya rangsangan bahaya. • Reseptor opioid ini dibagi menjadi empat tipe, yaitu • reseptor mu• reseptor delta• reseptor gamma, dan • reseptor kappa

• Reseptor mu reseptor agonis morfin, ditemukan pada batang otak dan talamus medianus. • Reseptor mu dibagi menjadi dua subtipe, yaitu

• resptor mu-1 : menghilangkan rasa sakit supraspinal, menyebabkan euforia, dan ketenangan.

• reseptor mu-2 : menyebabkan depresi pernapasan, penurunan gerakan usus, dan dependensi.

• Reseptor delta banyak ditemukan pada otak. • Reseptor delta dan kappa berperan dalam menyebabkan analgesia spinal dan

supraspinal. • Reseptor delta diduga berperan dalam psikomimetik dan menyebabkan efek

disforik.• Reseptor kappa ditemukan pada sistem limbik, batang otak, dan saraf tulang

belakang, memiliki peranan dalam menyebabkan disforia, depresi pernapasan, dan efek sedasi.

Tabel II.1. Pengaruh Jenis-Jenis Opioida Terhadap Reseptor Opioida

• menurut pengaruhnya terhadap reseptor opioid, dibagi menjadi: • Opioida agonis : terikat dan mengaktivasi reseptor. • Opioida antagonis : terikat dan tidak memberikan dampak terhadap reseptor

• Pada umumnya, opioida digolongkan berdasarkan dampaknya terhadap reseptor mu. • Opioida agonis kuat adalah morfin, meperidin, metadon, fentanil, dan heroin.• Opioida agonis sedang adalah propoksifen dan kodein. • Opioida antagonis adalah nalokson dan natrekson. • Opioida agonis-antagonis adalah butofarnol, buprenorfin, dan nalbufen.

• Opioida berikatan pada reseptor opioida pada susunan saraf pusat eksitasi dan meningkatkan pelepasan neurotransmitter. • Efek opioida :• mengurangi rasa nyeri, • menenangkan, • menghilangkan batuk, • menimbulkan rasa mual, muntah, • penyempitan pupil, • penurunan suhu badan, dan menyebabkan euforia maupun disforia. • perubahan sistem endokrin dengan menghambat produksi gonadotropin-

releasing hormone, luteinizing hormone, dan follicle stimulating hormone gangguan menstruasi. • konstipasi • konstriksi otot spincther saluran kencing.

• Opioida menyebabkan beberapa perubahan sistem fisiologi yang kuat pada sistem saraf pusat yang berperan dalam proses belajar, emosi, dan pengambilan keputusan.• Opioida merusak korteks prefrontal yang berperan dalam perilaku

bertujuan dan korteks singulare yang terlibat dalam pembiasaan dan ganjaran. • Opioida juga dapat menyebabkan perbesaran amigdala, berkaitan

dengan ingatan dan emosi menyebabkan pengguna opioida seringkali kembali menggunakan zat-zat opioida walaupun sudah bertahun-tahun tidak menggunakannya

II. KETERGANTUNGAN OPIOID

Ketergantungan opioda didefinisikan sebagai kumpulan gejala kognitif, perilaku, dan psikologis yang mengindikasikan adanya gangguan pengendalian terhadap penggunaan obat yang secara kontinu dilakukan walaupun sudah mengetahui efek samping dari penggunaan obat tersebut.

The American Psychiatric Association membuat suatu kriteria diagnosis yang terdiri dari sembilan gejala karakteristik.

• Diagnosis ketergantungan obat dapat ditegakkan jika setidaknya ada tiga gejala dari sembilan gejala berikut :

1. Penggunaan opioid dilakukan pada waktu yang panjang dengan dosis yang semakin lama semakin besar

2. Adanya keinginan yang kuat untuk menggunakan opioid tersebut atau pasien sudah mencoba untuk berhenti menggunakan opioida tersebut namun tidak berhasil

3. Pasien beberapa kalo melakukan tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan opioida (seperti mencuri)

4. Pasien beberapa kali mengalami gejala intoksikasi dan withdrawal ketika sedang melakukan kewajibannya.

5. Pasien menjadi lebih jarang melakukan hal lain, seperti kegiatan sosial, pekerjaan, maupun hobi.

6. Pasien tetap menggunakan opioida walaupun mengalami dampak buruk akibat penggunaan opioida tersebut

7. Adanya toleransi8. Pasien beberapa kali mengalami gejala-gejala withdrawal9. Pasien seringkali menggunakan opioida untuk menghindari gejala putus obat.

III. OVERDOSIS OPIOID

• ditandai adanya trias, yaitu koma, pint-point pupil, dan depresi pernapasan. • Untuk menegakkan diagnosis overdosis opioida pemberian

nalokson sebesar 0,4 mg sampai 0,8 mg secara intravena. • Pada overdosis opioida, koma biasanya hilang beberapa saat setelah

pemberian nalokson + gejala withdrawal.

IV. WITHDRAWAL OPIOID

• Gejala withdrawal dibagi menjadi gejala fisik dan gejala psikologi. • Gejala fisik : kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut,

rinorea, lakrimasi, piloereksi, banyak menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi, takikardia, dan disregulasi temperatur, termasuk hipotermia dan hipertermia.• Gejala psikis yang seringkali ditimbulkan oleh putus obat opioida adalah rasa

cemas, disforia, craving for opiates, rasa lelah, dan insomnia.• Muncul 7 jam sejak penggunaan terakhir, puncak 72 jam sesudah

penggunaan terakhir. • Putus obat jarang menyebabkan kematian, kecuali bila ada penyakit berat

yang menyertai penggunaan opioida.

V. JENIS-JENIS OPIOID

1. Opium/ Candu• Getah tanaman Papaver Somniferum• Getah berwarna putih : "Lates“ dibiarkan mengering sehingga berwarna

coklat kehitaman, diolah adonan mirip aspal lunak candu mentah atau candu kasar. • Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering

disalahgunakan. • Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman. • Diperjualbelikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap,

antara lain ular, tengkorak,burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. • Pemakaiannya dengan cara dihisap.

2. Morfin

• Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah, merupakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . • rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam

bentuk cairan berwarna. • Pemakaian : dihisap dan disuntikkan. • Dalam dunia kedokteran terbatas untuk menghilangkan nyeri sangat

hebat. • Dapat menyebabkan kematian pada dosis berlebihan akibat depresi

pernapasan pada batang otak

• Efek morfin • kejang abdomen• Konstipasi• wajah merah• gatal terutama pada daerah sekitar hidung• berkurangnya volume air seni akibat peningkatan hormon anti-diuretik.• gangguan hormonal gangguan menstruasi dan impotensi• merasakan mulutnya kering, badan menjadi hangat, anggota badan menjadi

berat, euforia, berkurangnya rasa depresi, merasa santai, mengantuk, dan mimpi indah. • Pada pemeriksaan fisik didapat adanya pupil yang menyempit, penurunan

tekanan darah, denyut nadi melambat, dan otot badan menjadi lemah.• Pengguna pertama kali, timbul reaksi berlawanan perasaan tidak enak,

seperti rasa cemas, ketakutan, mual, dan muntah.

• Morfin ditemukan dalam air seni hingga 2-5 hari setelah penggunaan terakhir. • Dosis lethal dari morfin adalah 200 mg.

3. Heroin • Heroin/putau semisintetik yang paling banyak disalahgunkakan. • Bentuk berupa bubuk putih yang rasanya pahit. • Efek yang diberikan heroin sama dengan efek yang diberikan oleh

morfin, yaitu sebagai analgesik, memberikan rasa kantuk, dan euforia. • Pada pengguaan pertama biasanya juga dapat menyebabkan disforia. • Potensi yang diberikan oleh heroin lebih kuat dari morfin dapat

menembus blood brain barrier.• Dosis fatal pada penggunaan heroin adalah 200 mg. • Dapat ditemukan pada air seni 1-2 hari setelah penggunaan.

• Pada penggunaan heroin dan morfin biasanya dapat terjadi gejala yang mirip dengan gejala putus zat yang disebut protracted abstinence beberapa waktu kemudian. • Gejala ini dibagi menjadi :• gejala awal (muncul pada minggu ke-4 - ke-10) : adanya peningkatan tekanan

darah dan suhu tubuh, peningkatan frekuensi pernapasan, dan perbesaran pupil mata.• Fase berikutnya berlangsung ≥30 minggu, gejala lebih ringan. Hal ini

seringkali menyebabkan perasaan tidak nyaman dan seringkali menjadi alasan mengapa pengguna opioida kembali menggunakan morfin atau heroin.

4. Kodein

• Kodein merupakan opioida alamiah yang paling banyak digunakan dalam pengobatan.• Kodein mempunyai efek analgesik yang lemah, kurang lebih sekitar

1/12 dari efek analgesik yang diberikan oleh morfin. • Dalam dunia kedokteran biasanya digunakan sebagai antitusif kuat.• Dosis fatal kodein adalah 800 gram. • Kodein ditemukan dalam urin hingga 2 hari sesudah penggunaan

terakhir.

5. Demerol

• Nama lain dari Demerol adalah pethidina. • Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan.• Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.

6. Metadon

• Saat ini Metadon banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid.• Metadon merupakan opioida sintetik yang mempunyai masa kerja

lebih lama daripada morfin.

VI. TERAPI SUBTITUSI PADA PENGGUNA OPIOID1. Suboxone• Terapi suboxone adalah pengobatan opioid pertama yang disetujui

oleh DATA 2000 sebagai perawatan dasar ketergantungan opiat. Suboxone dapat dibawa pulang (take home use) seperti obat-obat lainnya untuk kondisi medis tertentu.• Kandungan : buprenorphine + nalokson • Digunakan secara sublingual • Bila disuntik, nalokson akan bekerja. Oleh karena itu, pengguna

dihindari memakainya dengan cara suntikan.

• Saat suboxone ditaruh dibawah lidah, sangat kecil naloxone menyebar ke pembuluh darah, jadi pasien akan merasakan efek dari buprenorphine. • Biarpun naloxone disuntikkan, akan menyebabkan seseorang

bergantung kepada full opioid agonist dan cepat menjadi putus zat (sakaw).

Cara Pemakaian

• Suboxone dikonsumsi sublingual.• Dibutuhkan waktu untuk menentukan takaran yang tepat untuk setiap

klien. • Awalnya, klien harus diamati setiap hari dan reaksi terhadap dosisnya

dinilai. Jika klien menunjukkan gejala putus zat, takaran ditingkatkan.• Dosis awal : 2-4mg, ditingkatkan 2-4mg per hari. • Biasanya klien bertahan dalam terapi dan mampu menghentikan

penggunaan heroin dengan takaran buprenorfin 12-24mg/hari, dengan maksimum 32mg/hari.

• Buprenorfin memiliki ceiling effect setelah takaran buprenorfin tertentu dipakai, takaran yang lebih tidak menimbulkan efek yang lebih tinggi. • Oleh karena ini, overdosis buprenorfin jarang terjadi, jadi dianggap

lebih aman daripada metadon. • Buprenorfin bertahan lebih lama dalam darah dibandingkan metadon,

dosis buprenorfin dapat diberikan setiap tiga hari.• KI : ibu hamil dan menyusui. dapat mengarah pada air susu ibu

(ASI), dan memberi dampak buruk pada bayi yang disusui.

• Interaksi Obat• Interaksi buprenorfin dengan Atazanavir dan Sawuinavir (ARV)

meningkatkan tingkat buprenorfin dalam darah• Penggunaan buprenorfin bersamaan dengan jenis benzodiazepin

dapat menyebabkan henti napas.

2. Methadone

• Methadone (Metadon) mempunyai khasiat sebagai suatu analgetik dan euforia karena bekerja pada reseptor opioid mu (µ) yang mirip dengan ikatan agonis opioid mu (µ) yang lain, misalnya morfin. • Merupakan agonis parsial opioid sintetik yang kuat • Metadon juga dapat diberikan secara oral, parenteral maupun rektal,

meskipun secara rektal tidak lazim dilakukan.• Penyerapan paling baik : per oral

• Efek Metadon mirip morfin dan opioid lainnya analgetik, sedatif, depresi pernapasan, dan euforia. • Efek lainnya : • menurunkan tekanan darah, • konstriksi pupil, • efek pada saluran cerna, yaitu memperlambat pengosongan lambung karena

mengurangi motilitas, • meningkatkan tonus sfingter pilori, dan meningkatkan tonus sfingter Oddi

yang berakibat spasme dari saluran empedu.

• Efek samping metadon antara lain : • gangguan tidur, • mual-muntah, • konstipasi, • mulut kering, • berkeringat, vasodilatasi dan gatal-gatal, • menstruasi tidak teratur, • ginekomastia dan disfungsi seksual pada pria, • serta retensi cairan dan penambahan berat badan.

Farmakodinamik

• Onset ±30 menit. Konsentrasi puncak dicapai setelah 3-4 jam. • Rata-rata waktu paruh metadon adalah 24 jam. • Metadon mencapai kadar tetap dalam tubuh setelah penggunaan 3-10 hari. • Setelah stabilisasi dicapai, variasi konsentrasi metadon dalam darah tidak

terlalu besar dan supresi gejala putus obat lebih mudah dicapai.• Metadon banyak diikat oleh protein plasma dalam jaringan seluruh tubuh. • Dapat ditemukan dalam darah, otak, dan jaringan lain, seperti ginjal, limpa,

hati, serta paru-paru. • Konsentrasi metadon dalam jaringan tersebut lebih tinggi daripada dalam

darah, menyebabkan terjadinya akumulasi metadon dalam badan cukup lama bila seseorang berhenti menggunakan metadon.

Dosis dan pemakaian

• Dosis awal : 15-30 mg. • Edukasi dan konseling sangat menentukan pada terapi awal metadon,

karena dosis yang belum pas dan adanya efek samping serta intoksikasi. • Penambahan dosis dilakukan perlahan. Bila dosis metadon pasien

sudah stabil dan sekurang-kurangnya 2 bulan terapi, pasien berhak mendapatkan THD (take home dose) dengan syarat.

• Detoks (tapering off obat metadon) dilakukan secara perlahan dan bertahap. • Dilakukan bila :• Pasien/klien sudah dalam keadaan stabil• Minimal 6 bulan pasien/klien dalam keadaan bebas heroin • Pasien/klien dalam kondisi stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan rumah

Kriteria Inklusi dan Eksklusi terapi metadon

• Kriteria inklusi :• usia 18 tahun atau lebih. Bila kurang dari 18 tahun harus mendapat second

opinion dari profesional medis lain• Ketergantungan opioid dalam jangka waktu 6 bulan terakhir• Sudah pernah mencoba berhenti menggunakan opioid minimal satu kali

• Kriteria eksklusi :• Pasien/klien dengan penyakit fisik yang berat • Psikosis yang jelas• Retardasi mental yang jelas

3. Naltrekson

• Merupakan antagonis murni. • Cepat diserap secara oral dan mencapai kadar puncak dalam plasma dalam 1 jam. • Bersifat long acting :

• dosis single oral 50 mg dapat memblok efek dari heroin sebesar 25 mg selama 24 jam • dosis 150 mg memblok efek heroin selama 3 hari.

• Naltrekson tidak dapat digunakan saat pertama kali mencari pengobatan• Saat penggunaan naltrekson dimulai, pasien tidak craving dan berhenti

menggunakan opiate akibat blokade efek euforigenik dari opiat oleh naltrekson. • Penggunaan naltrekson dalam jangka waktu panjang kurang diminati oleh pasien

dan mengalami angka kegagalan yang tinggi.