ppt case rsko .pptx

59
Laporan Kasus Kelompok 2 : Lola Fedora 2011-061-103 Yulius Dony 2011-061-105 Vania Kezia 2012-061-077 Aditya Oetomo 2012-061-078 Ian Suryadi 2012-061-079 Fujiyanto 2012-061-082 Inez Ayuwibowo S 2012-061-083 Jakarta 2013

Upload: inez-ayuwibowo

Post on 24-Nov-2015

42 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Presentasi Kasus

Laporan Kasus Kelompok 2 : Lola Fedora 2011-061-103Yulius Dony 2011-061-105Vania Kezia 2012-061-077Aditya Oetomo2012-061-078Ian Suryadi 2012-061-079Fujiyanto2012-061-082Inez Ayuwibowo S 2012-061-083

Jakarta 2013

Diagnosis Sementara F11.23 Gangguan putus obat akibat penggunaan opioida dengan keadaan ketergantungan aktif.

IDENTITAS PASIENNama: Tn. A FUmur: 28 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiAlamat: DepokAgama: IslamSuku Bangsa: AmbonPendidikan: SLTA (lulus)Pekerjaan: Karyawan SwastaStatus Perkawinan: Sudah Menikah

RIWAYAT PSIKIATRIKAutoanamnesis:Pasien datang berobat karena dorongan sendiri dan kemauan diri sendiri untuk menghilangkan rasa ketergantungan opioida. Pasien merupakan pasien lama dengan riwayat ketergantungan opioid yaitu putau sejak tahun 2004 lewat intravena. Dorongan pertama kali muncul ketika ingin mencoba obat lain. Pasien memiliki riwayat penggunaan zat seperti putau, alkohol, dan ganja. Pasien pertama kali memulai mencoba rokok ketika SMA karena diajak teman-temannya. Kemudian pasien mencoba putau pertama kali saat tahun 2004 dikarenakan oleh ajakan dari kakaknya yang juga seorang pengedar sekaligus pengguna.Tidak ada rasa enak yang dirasakan pertama kali, malah sakit dan tidak nyaman. Setelah mencoba selanjutnya, pasien baru merasakan perasaan nikmat atau fly sehingga terus dipakai. Pertama kali efek withdrawal dirasakan setelah satu hari, kemudian semakin lama pasien merasakan harus menggunakan hingga 1-2 kali dalam sehari untuk menghilangkan efek withdrawal. Pasien lebih memilih menggunakan putau dibandingkan obat-obatan lain.

Sekarang ini pasien masih terus menggunakan putau walau hanya sesekali, hal ini diakibatkan karena faktor stress dari pekerjaan yang hampir setiap malam harus dilaluinya hingga larut malam, serta tidak bisa tidur. Pasien memilih untuk berobat dan mengurangi dosis dikarenakan pasien sadar bahwa ia sudah menikah, memiliki anak, sehingga ia mau kembali ke jalan yang benar. Untuk saat ini pasien rutin datang ke RSKO untuk menerima terapi suboxone.

RIWAYAT PEMAKAIAN ZAT PSIKOAKTIFTahun pemeriksaan : 2012

NoJenis ZatOpioid(putau)GanjaKokainAlkoholSedatif-HipnotikHalusinogenAmfetaminTembakau1.Sejak umur20041999-2006---SMA2.Cara penggunaanIV, 1bulan lalu sharing neddleDihisap-Minum---Dihisap3.Frekuensi pemakaian dan kuantitas1-2 x/hari, 1xper minggu-1xper minggu---1bungkus/ hari4. Pemakaian 1 thn terakhirYaTidak-Ya---Ya5.Pemakaian 1 bln terakhirYaTidak-Tidak---Ya6.Pemakaian yang terakhir kali1minggu yang lalu2001-2 bulan lalu---Kemarin7.Alasan pemakaian pertama kaliCoba-cobaCoba-coba-Bergaul--Hilangkan stressRIWAYAT KEHIDUPAN SEKSUAL

Pasien mengaku sempat berhubungan seksual dengan pacar, berganti-ganti pasangan sebanyak 3x, tidak menggunakan kondom. Sekarang pasien sudah menikah.

RIWAYAT PENYAKIT

Tidak ada

RIWAYAT MENGGUNAKAN JARUM SUNTIK

Riwayat menggunakan jarum suntik (+) saat bertukar pakai dengan teman-teman sesama pengguna putau

RIWAYAT BERHUBUNGAN DENGAN HUKUM

Tidak ada

STRESSOR PSIKOSOSIAL

Masalah dengan :Orang tua : ya, keluarga inti bercerai sejak pasien kelas 5 SDAnggota Keluarga Lain : kakak dari pasien merupakan pengedar putauTeman: teman-teman dari kakaknya merupakan pengguna putauPekerjaan: stress akibat bekerjaKeuangan : tidak ada

RIWAYAT GANGGUAN PSIKIATRIK

Insomnia+Paranoid-Depresi-Halusinasi visual-Ansietas-ADHD-Skizofrenia-PTSD-

KEADAAN FISIK

Keadaan umum: BaikKesadaran: Compos MentisTekanan darah: 130/70mmHgNadi: 78 x/menitPernafasan: 22 x/menitSuhu: 36,7oCTinggi badan: 162 cmBerat badan: 54 kgBentuk badan: atletisKepala dan wajah: dalam batas normal

Sistem KardiovaskularInspeksi: Ictus kordis tidak terlihatPalpasi: Ictus kordis teraba di linea midclavicularis sinistra setingi ICS VPerkusi1. Batas kanan: Linea sternalis kanan2. Batas kiri: Lateral linea midclavicularis kiri3. Batas atas: ICS IIIAuskultasi: Bunyi jantung I dan II Normal ; Murmur - ; Gallop -Sistem RespiratoriusInspeksi: Simetris dalam keadaan statis dan dinamisPalpasi: Stem fremitus kanan = kiriPerkusi: Sonor pada kedua lapangan paruAuskultasi: Vesikular di kedua lapangan paru ; Wheezing -/- ; Ronkhi -/-

Sistem GastrointestinalInspeksi: CekungPalpasi: Supel. Nyeri tekan/nyeri tekan lepas : -Hepar teraba 1 jari di bawah arcus costaeLien tidak terabaPerkusi: Timpani pada keempat kuadran abdomenSistem UrogenitalBAK: NormalNyeri berkemih: -KulitNeedle track (+) di dekat lipat siku kananKelainan khusus: tidak ada

HASIL PEMERIKSAAN PSIKIATRIK

Penampilan: Sikap & perilaku baik, cara berpakaian rapih, tampak tenangPerilaku dan aktivitas psikomotor: BaikSikap terhadap pemeriksa: Cukup kooperatif Pembicaraan: Spontan, Tidak ada gangguan berbahasaMood: EuthymAfek: SerasiKeserasian: Serasi dan perasaan pasien dapat diraba rasakanGangguan persepsiHalusinasi: -Ilusi: -Arus pikiranProduktivitas: CukupKontinuitas: Tidak terganggu

Isi pikiranPreokupasi pikiran: -Waham: -Usaha bunuh diri: -Sensorium, kognitifKesadaran: Compos mentisOrientasiwaktu: Baiktempat: Baikorang: Baiksituasi: BaikDaya ingatRecent memory: BaikImmediate memory: BaikRemote memory: Baik

Konsentrasi, perhatian: BaikPikiran abstrak: BaikPengendalian impuls: BaikInsight: Baik (derajat V)Judgement: BaikTaraf dapat dipercaya: Dapat dipercaya

HASIL PEMERIKSAANLABORATORIUMPernah dilakukan pemeriksaan HIV, namun hasil negatif. Pasien tidak mengingat dan tidak memiliki bukti pemeriksaan.RADIO-DIAGNOSTIKTidak dilakukanELEKTRO-DIAGNOSTIKTidak dilakukanPSIKOLOGISAfek: StabilPersepsi: BaikIsi pikir: Asosiasi baik

HASIL EVALUASI SOSIALTidak dilakukan

RIWAYAT PERAWATAN/PENGOBATAN/REHABILITASI SEBELUMNYASejak tanggal 14/9/2012 pasien sering datang ke rawat jalan NAPZA untuk mendapatkan suboxone

RESUMERiwayat penggunaan zat :Putau : sejak tahun 2004-2012Ganja : sejak tahun 1999Alkohol : sejak tahun 2006Tembakau : sejak usia SMA

Efek :Positif :Rasa nyeri menghilang.Rasa stress berkurang

Negatif :Pasien menjadi kembung, nyeri nyeri dan pegal di sekujur tubuh bila tidak konsumsiSering merasa kesemutan terutama di anggota gerakMenjadi sedikit gelisah dan tidak bisa tidurRiwayat penyakit :Tidak adaPemeriksaan fisik : Dalam batas normal

DIAGNOSIS

Axis I: F11.23 Gejala putus obat akibat penggunaan opioida dengan keadaan ketergantungan aktifAxis II: tidak adaAxis III: tidak adaAxis IV: tidak adaAxis V: GAF scale 90-81

PROGNOSIS

Quo ad vitam: ad bonamQuo ad functionam: ad bonamQuo ad sanationam: dubia ad bonam

PENATALAKSANAANSuboxone 1x8 mg

SARAN PEMERIKSAAN Tidak ada

Tinjauan Pustaka

I. DEFINISI DAN MEKANISME KERJA OPIOID

Opioid : alamiah, semisintetik, sintetik, khasiat seperti morfin.Di dunia kedokteran sebagai obat analgesik.dibagi menjadi tiga golongan menurut asalnya:Opiod alamiah, opioid semisintetik, danopioid sintetik.

Opioid alamiah didapat dari olahan bunga popy (Papaver somniferum).Contoh : opium, morfin, dan kodein. Opioid semisintetik opium yang diolah melalui proses/ perubahan kimiawiContoh : heroin (diasetil-morfin) dan hidromorfon. Opioid sintetik merupakan golongan opioid yang dibuat di pabrik Contoh meperidin, propoksifen, levorfanol, dan lavalorfan.

Opioid bekerja pada reseptor opioida yang terdapat pada dinding reseptor pada sistem saraf pusat maupun jaringan. Reseptor ini dirangsang oleh peptida endogen, seperti endorfin, enkepalin, dan dinorfin dikeluarkan pada saat adanya rangsangan bahaya. Reseptor opioid ini dibagi menjadi empat tipe, yaitu reseptor mureseptor deltareseptor gamma, dan reseptor kappa

Reseptor mu reseptor agonis morfin, ditemukan pada batang otak dan talamus medianus. Reseptor mu dibagi menjadi dua subtipe, yaitu resptor mu-1 : menghilangkan rasa sakit supraspinal, menyebabkan euforia, dan ketenangan. reseptor mu-2 : menyebabkan depresi pernapasan, penurunan gerakan usus, dan dependensi.Reseptor delta banyak ditemukan pada otak. Reseptor delta dan kappa berperan dalam menyebabkan analgesia spinal dan supraspinal. Reseptor delta diduga berperan dalam psikomimetik dan menyebabkan efek disforik.Reseptor kappa ditemukan pada sistem limbik, batang otak, dan saraf tulang belakang, memiliki peranan dalam menyebabkan disforia, depresi pernapasan, dan efek sedasi.

Tabel II.1. Pengaruh Jenis-Jenis Opioida Terhadap Reseptor Opioida

menurut pengaruhnya terhadap reseptor opioid, dibagi menjadi: Opioida agonis : terikat dan mengaktivasi reseptor. Opioida antagonis : terikat dan tidak memberikan dampak terhadap reseptor

Pada umumnya, opioida digolongkan berdasarkan dampaknya terhadap reseptor mu. Opioida agonis kuat adalah morfin, meperidin, metadon, fentanil, dan heroin.Opioida agonis sedang adalah propoksifen dan kodein. Opioida antagonis adalah nalokson dan natrekson. Opioida agonis-antagonis adalah butofarnol, buprenorfin, dan nalbufen.

Opioida berikatan pada reseptor opioida pada susunan saraf pusat eksitasi dan meningkatkan pelepasan neurotransmitter. Efek opioida :mengurangi rasa nyeri, menenangkan, menghilangkan batuk, menimbulkan rasa mual, muntah, penyempitan pupil, penurunan suhu badan, dan menyebabkan euforia maupun disforia. perubahan sistem endokrin dengan menghambat produksi gonadotropin-releasing hormone, luteinizing hormone, dan follicle stimulating hormone gangguan menstruasi. konstipasi konstriksi otot spincther saluran kencing.

Opioida menyebabkan beberapa perubahan sistem fisiologi yang kuat pada sistem saraf pusat yang berperan dalam proses belajar, emosi, dan pengambilan keputusan.Opioida merusak korteks prefrontal yang berperan dalam perilaku bertujuan dan korteks singulare yang terlibat dalam pembiasaan dan ganjaran. Opioida juga dapat menyebabkan perbesaran amigdala, berkaitan dengan ingatan dan emosi menyebabkan pengguna opioida seringkali kembali menggunakan zat-zat opioida walaupun sudah bertahun-tahun tidak menggunakannya

II. KETERGANTUNGAN OPIOIDKetergantungan opioda didefinisikan sebagai kumpulan gejala kognitif, perilaku, dan psikologis yang mengindikasikan adanya gangguan pengendalian terhadap penggunaan obat yang secara kontinu dilakukan walaupun sudah mengetahui efek samping dari penggunaan obat tersebut.

The American Psychiatric Association membuat suatu kriteria diagnosis yang terdiri dari sembilan gejala karakteristik.

Diagnosis ketergantungan obat dapat ditegakkan jika setidaknya ada tiga gejala dari sembilan gejala berikut :Penggunaan opioid dilakukan pada waktu yang panjang dengan dosis yang semakin lama semakin besarAdanya keinginan yang kuat untuk menggunakan opioid tersebut atau pasien sudah mencoba untuk berhenti menggunakan opioida tersebut namun tidak berhasilPasien beberapa kalo melakukan tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan opioida (seperti mencuri)Pasien beberapa kali mengalami gejala intoksikasi dan withdrawal ketika sedang melakukan kewajibannya.Pasien menjadi lebih jarang melakukan hal lain, seperti kegiatan sosial, pekerjaan, maupun hobi.Pasien tetap menggunakan opioida walaupun mengalami dampak buruk akibat penggunaan opioida tersebutAdanya toleransiPasien beberapa kali mengalami gejala-gejala withdrawalPasien seringkali menggunakan opioida untuk menghindari gejala putus obat.

III. OVERDOSIS OPIOIDditandai adanya trias, yaitu koma, pint-point pupil, dan depresi pernapasan. Untuk menegakkan diagnosis overdosis opioida pemberian nalokson sebesar 0,4 mg sampai 0,8 mg secara intravena. Pada overdosis opioida, koma biasanya hilang beberapa saat setelah pemberian nalokson + gejala withdrawal.

IV. WITHDRAWAL OPIOIDGejala withdrawal dibagi menjadi gejala fisik dan gejala psikologi. Gejala fisik : kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea, lakrimasi, piloereksi, banyak menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi, takikardia, dan disregulasi temperatur, termasuk hipotermia dan hipertermia.Gejala psikis yang seringkali ditimbulkan oleh putus obat opioida adalah rasa cemas, disforia, craving for opiates, rasa lelah, dan insomnia.Muncul 7 jam sejak penggunaan terakhir, puncak 72 jam sesudah penggunaan terakhir. Putus obat jarang menyebabkan kematian, kecuali bila ada penyakit berat yang menyertai penggunaan opioida.

V. JENIS-JENIS OPIOID1. Opium/ CanduGetah tanaman Papaver SomniferumGetah berwarna putih : "Lates dibiarkan mengering sehingga berwarna coklat kehitaman, diolah adonan mirip aspal lunak candu mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman. Diperjualbelikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak,burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya dengan cara dihisap.

2. MorfinMorfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah, merupakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaian : dihisap dan disuntikkan. Dalam dunia kedokteran terbatas untuk menghilangkan nyeri sangat hebat. Dapat menyebabkan kematian pada dosis berlebihan akibat depresi pernapasan pada batang otak

Efek morfin kejang abdomenKonstipasiwajah merahgatal terutama pada daerah sekitar hidungberkurangnya volume air seni akibat peningkatan hormon anti-diuretik.gangguan hormonal gangguan menstruasi dan impotensimerasakan mulutnya kering, badan menjadi hangat, anggota badan menjadi berat, euforia, berkurangnya rasa depresi, merasa santai, mengantuk, dan mimpi indah. Pada pemeriksaan fisik didapat adanya pupil yang menyempit, penurunan tekanan darah, denyut nadi melambat, dan otot badan menjadi lemah.Pengguna pertama kali, timbul reaksi berlawanan perasaan tidak enak, seperti rasa cemas, ketakutan, mual, dan muntah.

Morfin ditemukan dalam air seni hingga 2-5 hari setelah penggunaan terakhir. Dosis lethal dari morfin adalah 200 mg.

3. Heroin

Heroin/putau semisintetik yang paling banyak disalahgunkakan. Bentuk berupa bubuk putih yang rasanya pahit. Efek yang diberikan heroin sama dengan efek yang diberikan oleh morfin, yaitu sebagai analgesik, memberikan rasa kantuk, dan euforia. Pada pengguaan pertama biasanya juga dapat menyebabkan disforia. Potensi yang diberikan oleh heroin lebih kuat dari morfin dapat menembus blood brain barrier.Dosis fatal pada penggunaan heroin adalah 200 mg. Dapat ditemukan pada air seni 1-2 hari setelah penggunaan.

Pada penggunaan heroin dan morfin biasanya dapat terjadi gejala yang mirip dengan gejala putus zat yang disebut protracted abstinence beberapa waktu kemudian. Gejala ini dibagi menjadi : gejala awal (muncul pada minggu ke-4 - ke-10) : adanya peningkatan tekanan darah dan suhu tubuh, peningkatan frekuensi pernapasan, dan perbesaran pupil mata. Fase berikutnya berlangsung 30 minggu, gejala lebih ringan. Hal ini seringkali menyebabkan perasaan tidak nyaman dan seringkali menjadi alasan mengapa pengguna opioida kembali menggunakan morfin atau heroin.

4. KodeinKodein merupakan opioida alamiah yang paling banyak digunakan dalam pengobatan. Kodein mempunyai efek analgesik yang lemah, kurang lebih sekitar 1/12 dari efek analgesik yang diberikan oleh morfin. Dalam dunia kedokteran biasanya digunakan sebagai antitusif kuat. Dosis fatal kodein adalah 800 gram. Kodein ditemukan dalam urin hingga 2 hari sesudah penggunaan terakhir.

5. Demerol

Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.

6. Metadon

Saat ini Metadon banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid.Metadon merupakan opioida sintetik yang mempunyai masa kerja lebih lama daripada morfin.

VI. TERAPI SUBTITUSI PADA PENGGUNA OPIOID1. SuboxoneTerapi suboxone adalah pengobatan opioid pertama yang disetujui oleh DATA 2000 sebagai perawatan dasar ketergantungan opiat. Suboxone dapat dibawa pulang (take home use) seperti obat-obat lainnya untuk kondisi medis tertentu.Kandungan : buprenorphine + nalokson Digunakan secara sublingual Bila disuntik, nalokson akan bekerja. Oleh karena itu, pengguna dihindari memakainya dengan cara suntikan.

Saat suboxone ditaruh dibawah lidah, sangat kecil naloxone menyebar ke pembuluh darah, jadi pasien akan merasakan efek dari buprenorphine. Biarpun naloxone disuntikkan, akan menyebabkan seseorang bergantung kepada full opioid agonist dan cepat menjadi putus zat (sakaw).

Cara Pemakaian

Suboxone dikonsumsi sublingual.Dibutuhkan waktu untuk menentukan takaran yang tepat untuk setiap klien. Awalnya, klien harus diamati setiap hari dan reaksi terhadap dosisnya dinilai. Jika klien menunjukkan gejala putus zat, takaran ditingkatkan.Dosis awal : 2-4mg, ditingkatkan 2-4mg per hari. Biasanya klien bertahan dalam terapi dan mampu menghentikan penggunaan heroin dengan takaran buprenorfin 12-24mg/hari, dengan maksimum 32mg/hari.

Buprenorfin memiliki ceiling effect setelah takaran buprenorfin tertentu dipakai, takaran yang lebih tidak menimbulkan efek yang lebih tinggi. Oleh karena ini, overdosis buprenorfin jarang terjadi, jadi dianggap lebih aman daripada metadon. Buprenorfin bertahan lebih lama dalam darah dibandingkan metadon, dosis buprenorfin dapat diberikan setiap tiga hari.KI : ibu hamil dan menyusui. dapat mengarah pada air susu ibu (ASI), dan memberi dampak buruk pada bayi yang disusui.

Interaksi ObatInteraksi buprenorfin dengan Atazanavir dan Sawuinavir (ARV) meningkatkan tingkat buprenorfin dalam darahPenggunaan buprenorfin bersamaan dengan jenis benzodiazepin dapat menyebabkan henti napas.

2. Methadone

Methadone (Metadon) mempunyai khasiat sebagai suatu analgetik dan euforia karena bekerja pada reseptor opioid mu () yang mirip dengan ikatan agonis opioid mu () yang lain, misalnya morfin. Merupakan agonis parsial opioid sintetik yang kuat Metadon juga dapat diberikan secara oral, parenteral maupun rektal, meskipun secara rektal tidak lazim dilakukan.Penyerapan paling baik : per oral

Efek Metadon mirip morfin dan opioid lainnya analgetik, sedatif, depresi pernapasan, dan euforia. Efek lainnya : menurunkan tekanan darah, konstriksi pupil, efek pada saluran cerna, yaitu memperlambat pengosongan lambung karena mengurangi motilitas, meningkatkan tonus sfingter pilori, dan meningkatkan tonus sfingter Oddi yang berakibat spasme dari saluran empedu.

Efek samping metadon antara lain : gangguan tidur, mual-muntah, konstipasi, mulut kering, berkeringat, vasodilatasi dan gatal-gatal, menstruasi tidak teratur, ginekomastia dan disfungsi seksual pada pria, serta retensi cairan dan penambahan berat badan.

Farmakodinamik

Onset 30 menit. Konsentrasi puncak dicapai setelah 3-4 jam. Rata-rata waktu paruh metadon adalah 24 jam. Metadon mencapai kadar tetap dalam tubuh setelah penggunaan 3-10 hari. Setelah stabilisasi dicapai, variasi konsentrasi metadon dalam darah tidak terlalu besar dan supresi gejala putus obat lebih mudah dicapai.Metadon banyak diikat oleh protein plasma dalam jaringan seluruh tubuh. Dapat ditemukan dalam darah, otak, dan jaringan lain, seperti ginjal, limpa, hati, serta paru-paru. Konsentrasi metadon dalam jaringan tersebut lebih tinggi daripada dalam darah, menyebabkan terjadinya akumulasi metadon dalam badan cukup lama bila seseorang berhenti menggunakan metadon.

Dosis dan pemakaian

Dosis awal : 15-30 mg. Edukasi dan konseling sangat menentukan pada terapi awal metadon, karena dosis yang belum pas dan adanya efek samping serta intoksikasi. Penambahan dosis dilakukan perlahan. Bila dosis metadon pasien sudah stabil dan sekurang-kurangnya 2 bulan terapi, pasien berhak mendapatkan THD (take home dose) dengan syarat.

Detoks (tapering off obat metadon) dilakukan secara perlahan dan bertahap. Dilakukan bila :Pasien/klien sudah dalam keadaan stabilMinimal 6 bulan pasien/klien dalam keadaan bebas heroin Pasien/klien dalam kondisi stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan rumah

Kriteria Inklusi dan Eksklusi terapi metadon

Kriteria inklusi :usia 18 tahun atau lebih. Bila kurang dari 18 tahun harus mendapat second opinion dari profesional medis lainKetergantungan opioid dalam jangka waktu 6 bulan terakhirSudah pernah mencoba berhenti menggunakan opioid minimal satu kaliKriteria eksklusi :Pasien/klien dengan penyakit fisik yang berat Psikosis yang jelasRetardasi mental yang jelas

3. Naltrekson

Merupakan antagonis murni. Cepat diserap secara oral dan mencapai kadar puncak dalam plasma dalam 1 jam. Bersifat long acting : dosis single oral 50 mg dapat memblok efek dari heroin sebesar 25 mg selama 24 jam dosis 150 mg memblok efek heroin selama 3 hari.Naltrekson tidak dapat digunakan saat pertama kali mencari pengobatanSaat penggunaan naltrekson dimulai, pasien tidak craving dan berhenti menggunakan opiate akibat blokade efek euforigenik dari opiat oleh naltrekson. Penggunaan naltrekson dalam jangka waktu panjang kurang diminati oleh pasien dan mengalami angka kegagalan yang tinggi.