polisitemia vera

Upload: jelita-sihombing

Post on 14-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Keganasan dan Kelainan pada Darah

TRANSCRIPT

Keganasan dan Kelainan pada Darah___________________________________________________________________________

PendahuluanKeganasan pada darah dengan meningkatnya jumlah eritrosit absolut dan volume darah total biasa dikenal dalam dunia medis dengan istilah polisitemia vera. Suku kata polisitemia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah) adalah suatu kelainan pada sistem mieloproliferatif dimana terbentuknya klon abnormal pada hemopoitik sel induk dengan meningkatnya sensitivitas pada growth factors yang berbeda yang menyebabkan adanya maturasi yang mengakibatkan peningkatan sel-sel.1

Biasanya pada polisitemia vera didapatkan viskositas darah yang sangat meningkat sehingga pembuluh darah yang dilalui oleh aliran darah akan melambat. Selain itu akan didapatkan volume darah yang meningkat yang mengakibatkan alur balik vena pun meningkat. Hampir seluruh tekanan darah arteri pada penderita polisitemia didapatkan normal, walaupun mungkin pada kira-kira sepertiga penderita polisitemia vera bisa didapatkan tekanan darah arteri yang meningkat. Hal ini menandakan bahwa mekanisme pengaturan tekanan darah dapat mengimbangi kenaikan viskositas darah, yang mungkin dapat menaikkan resistensi perifer serta akan meningkatkan tekanan arteri dalam batas tertentu. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan polisitemia vera.2,3

AnamnesaAnamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.Tujuan melakukan anamnesis adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosis banding. Walaupun telah banyak kemajuan dalam pemeriksaan diagnostik modern, namun anamnesis klinis masih sangat dipelukan untuk mendapatkan diagnosis yang akurat. Akan tetapi, proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial pasien.Seorang dokter biasanya akan berusaha memperoleh informasi:1. Nama, usia, tinggi, berat badan. 2. Masalah atau keluhan utama pasien dan riwayatnya. 3. Riwayat kesehatan pada masa lalu (seperti penyakit berat, operasi/pembedahan, atau penyakit yang tengah diderita oleh pasien) 4. Kelainan pada organ.5. Riwayat keluarga.6. Riwayat penyakit pada masa kanak-kanak. 7. Status social-ekonomi, pekerjaan, penggunaan obat, tembakau, alokohol.8. Penggunaan obat rutin.

Pada kasus yang kita peroleh, kita dapat menentukan anamnesis sebagai berikut :1. Keluhan Utama : Seorang pria datang dengan keluhan sakit kepala hebat sejak satu bulan lalu.2. Riwayat Penyakit SekarangSakit kepala hebat sejak 1 bulan SMRS. Selain pusing pasien juga merasa cepat lelah dan berdebar-debar. Pemeriksaan fisik: kulit wajah kemerahan, conjungtiva tidak anemis, pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Hasil lab: Hb 19g/dL.Menanyakan kepada pasien : Tanyakan sejak kapan timbulnya rasa sakit ? Tanyakan pada pasien keluhan yang dirasakan sudah berapa lama ? Bagaimana sifat nyerinya, dalam bentuk serangan atau terus menerus ? Dimana lokasi nyeri, menetap atau berpindah dan menjalar ? Apakah progresif, makin lama makin berat atau makin sering ? Adakah gejala sistemik lain, seperti demam, berdebar-debar dan lain sebagainya ?3. Riwayat Penyakit Dahulu Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami hal yang serupa ? Adakah riwayat kelainan darah ?4. Riwayat Obat-obatan Apakah pasien sedang menjalani terapi dengan antibiotik? Atau memiliki alergi dengan antibiotik tertentu ? Apakah setelah menggunakan obat, pasien bertambah baik atau semakin memburuk ?5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga Adakah riwayat kelainan darah dalam keluarga ?6. Riwayat Sosioekonomi Apakah ini menganggu kehidupan atau pekerjaannya ? Pemeriksaan FisikPemeriksaan Tanda-Tanda VitalPemeriksaan yang pertama dilakukan ketika pasien datang adalah pemeriksaan tanda-tanda vital. Untuk melihat apakah pasien datang dalam keadaan kompos mentis atau tidak, melihat apakah pasien datang tampak sakit ringan atau berat. Pada kasus yang didapatkan dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan fisik pasien sebagai berikut:Pemeriksaan fisik: Kulit wajah kemerahan, conjungtiva tidak anemis, pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Hasil lab: Hb: 19g/dL. Ht: 65%, Trombosit: 60.000, Leukosit: 28.000, Eritrosit: 6.000.000, Retikulosit: 2.5%.Pada penyakit polisitemia vera biasanya akan didapatkan kelainan fisik sebagai berikut:4

a. Muka penderita akan terlihat merah. Disekitar kulit muka, leher, telinga dan selaput lendir akan terlihat gambaran pembuluh darah. Pada pemeriksaan di kedua mata, konjungtiva pasien akan terlihat sangat merah karena adanya pelebaran dari pembuluh darah. Dapat terlihat adanya perubahan hiperviskositas pada fundus, termasuk vena retina yang melebar dan berkelok-kelok dan harus dicari adanya perdarahan. b. Inspeksi lidah dapat dilakukan untuk melihat apakah terdapat sianosis sentral. c.Pemeriksaan sistem kardiovaskular lebih baik dilakukan untuk memastikan apakah terdapat pembesaran jantung yang disertai bising sistolik. d. Pemeriksaan sistem pernapasan dilakukan untuk mengetahui adanya tanda penyakit paru kronik yang disertai dengan ronkhi basah. e. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari apakah terdapat pembesaran limpa (splenomegali) atau tidak. Pada penderita polisitemia vera dapat ditemukan pembesaran limpa serta pembesaran hepar. Pembesarannya bersifat keras dan tidak terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dari polisitemia vera adalah dengan melakukan uji laboratorium meliputi hal-hal sebagai berikut:51. EritrositPeningkatan lebih dari 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom normositik kecuali jika terdapat transisi ke arah metaplasia mieloid.

2. Granulosit Meningkat lebih dari setengah kasus polisitemia vera, akan meningkat berkisar antara 12 hingga 25.000 /mL hingga mencapai 60.000 /mL.

3. TrombositBerkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat meningkat lebih dari 1 juta/mL yang sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.

4. B12 serumB12 serum dapat meningkat tetapi dapat pula menurun, pada 30% kasus dan UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity ) meningkat pada 75% lebih pada kasus polisitemia vera.

5. Pemeriksaan Sumsum Tulang (SST)Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan penyakit mieloproliferatif. Sitologi SST menunjukkan peningkatan selularitas seri eritrosit, megakariosit dan mielosit. Sedangkan dari gambaran histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit yang patologis/abnormal dan sedikit fibrosis merupakan petanda patognomonik polisitemia.

6. Peningkatan hemoglobin berkisar 18-24 gr/dl.

7. Peningkatan hematokrit dapat mencapai lebih dari 60 %.

8. Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal.

9. Pemeriksaan SitogenetikPada pasien policitemia yang belum mendapat pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik dapat dijumpai kelainan mielodisplasia sindrom dengan kariotip deletion 20q, deletion 13q, trisomi 8, trisomi 9, trisomi 1q, deletion 5q atau monosomi 5, deletion 7q atau monosomi 7.

10. Serum eritropoitinPada polisitemia vera serum eritropoitin menurun atau normal sedangkan pada Polisitemia sekunder serum eritropoitin meningkat.

11. Pemeriksaan JAK2V617F Ditemukan 90% pasien polisitemia vera. Di India tahun 2006 didapatkan positif pemeriksaan JAK2V617F pada 80% pasien polisitemia vera.

Diagnosis Kerja Polisitemia vera merupakan penyakit mieloproliferatif, sehingga dapat menyulitkan dalam menegakkan diagnosis karena gambaran klinis yang hampir sama, sehingga tahun 1970 Polycythenia Vera Study Group menetapkan kriteria diagnosis berdasarkan kriteria mayor dan kriteria minor.

Pada kriteria mayor :1-31. Massa eritrosit: laki-laki >36 ml/kg, perempuan > 32 ml/kg2. Saturasi Oksigen > 92 %3. Splenomegali

Pada kriteria minor :1-31. Trombositosis > 400.000 /mm32. Lekositosis > 12.000 /mm33. Aktivasi Alkali fosfatase lekosit >100 ( tanpa ada demam / infeksi )4. B 12 serum > 900 pg / ml atau UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity) > 2200 pg/ml

Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera harus didapatkan kriteria sebagai berikut:1-3a. 3 kriteria mayor, ataub. 2 kriteria mayor pertama + 2 kriteria minor

Beberapa kriteria (alkali fosfatase lekosit, B12 serum,UBBC) dianggap kurang sensitif, sehingga dilakukan revisi kriteria diagnostik polisitemia vera sebagai berikut:

Kriteria kategori A :1-3A1. Peningkatan massa eritrosit lebih dari 25 % diatas rata-rata angka normal.A2. Tidak ada penyebab polisitemia sekunder.A3. SplenomegaliA4. Petanda klon abnormal (Kariotipe abnormal).

Kriteria kategori B :1-3B1. Trombositosis : lebih dari 400.000/mm3B2. Leukositosis : lebih dari 12.000/mm3 (tidak ada infeksi).B3. Splenomegali pada pemeriksaan radio isotop atau ultrasonografiB4. Penurunan serum eritropoitin.

Diagnosis Polisitemia Vera harus didapatkan: Kategori A1 +A2 atau A3 atau A4 atau Kategori A1 + A2 dan 2 kriteria kategori B. Sejak ditemukan mutasi JAK2V617F tahun 2005, maka diusulkan pemeriksaan JAK2 sebagai kriteria diagnosis Polisitemia Vera.1-3Diagnosis BandingKemungkinan diagnosis banding dari kasus ini adalah klasifikasi dari perbedaan polisitemia itu sendiri. Yang dimana klasifikasinya adalah sebagai berikut:6a. Polisitemia Sekunder Biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah lekosit dan trombosit, pada pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit menurun (pada PV normal). Kadar alkali fosfatase normal (pada PV meningkat). Pada polisitemia sekunder biasanya didapatkan kelainan dasar penyakit seperti kelainan jantung bawaan, arterio venous shunt, penyakit paru obstruktif menahun. Penyebab lain yang jarang dijumpai seperti tumor otak, tumor ginjal, cushing sindrome, dan lain-lain. Hipoksemia biasanya disertai dengan sianosis dan clubbing. Pada polisitemia sekunder biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah leukosit dan trombosit.

b. Polisitemia RelatifTidak disertai peninggian jumlah lekosit dan trombosit. Terjadi akibat berkurangnya volume plasma karena dehidrasi atau renjatan hipovolemik, tidak terdapat peninggian jumlah leukosit dan trombosit.

c. Polisitemia Stres Biasanya ditemukan pada laki-laki dengan hipertensi yang labil. Secara klinis sukar dibedakan dengan polisitemia vera stadium awal, untuk mengetahuinya diperlukan observasi yang agak lama. Pada polisitemia stres pada riwayat penyakitnya didapatkan adanya riwayat stres emosional.

Etiologi Etiologi dari polisitemia vera masih belum diketahui secara pasti apakah disebabkan adanya rangsangan ke sumsum tulang akibat adanya hipoksia atau melalui rangsangan hormonal. Namun sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, polisitemia bisa terjadi karena adanya sebagian populasi eritrosit yang abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya. Hal ini jelas membedakannya dari eritrositosis atau polisitemia sekunder dimana eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis (wajar sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang menigkat), biasanya pada keadaan dengan saturasi oksigen arteiral rendah, atau eritropoetin tersebut meningkat secara non fisiologis (tidak wajar) pada sindrom paraneoplastik manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin.1,3

Faktor ResikoPada kategori resiko rendah biasanya didapatkan oleh usia muda dibawah umur 60 tahun dan tidak ada riwayat trombositosis dan jumlah trombosit kurang dari 150.000 / mm3. Pada kategori resiko sedang biasanya mengenai umur yang sama dengan kategori resiko rendah yaitu dibawah umur 60 tahun dan tidak ada riwayat trombositosis namun salah satu dari platelet count dapat lebih tinggi dari 150.000 / mm3 dan bisa didapatkan adanya faktor resiko kelainan jantung. Sedangkan pada kategori resiko tinggi akan mengenai usia 60 tahun ke atas atau orang tua yang positif didiagnosa polisitemia vera.

Faktor resiko dari polisitemia dapat dibedakan sebagai berikut:71. Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis.2. Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka panjang dan merokok. Akibat dari hipoksia adalah peningkatan jumlah eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah eritropoietin oleh ginjal, akan mengakibatkan peningkatan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.3. Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap CO daripada oksigen.4. Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko polisitemia pada tingkat oksigen lingkungan yang rendah.5. Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus kinase-2 atau JAK-2), jenis polisitemia familial dan keabnormalan hemoglobin juga membawa faktor resiko.Manifestasi KlinisManifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ yaitu berupa:1-31. HiperviskositasPeningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yangkemudian akan menyebabkan : Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit. Penurunan laju transport oksigen

Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.

2. Penurunan shear rate.Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan walaupun jumlah trombosit > 450.000/mm3. Perdarahan terjadi pada 10 - 30 % kasus polisitemia vera, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis dan perdarahan gastrointestinal.

3. Trombositosis (hitung trombosit > 400.000/mm3).Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada polisitemia vera tidak ada korelasi trombositosis dengan trombosis.

4. BasofiliaLima puluh persen kasus polisitemia vera datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat meningkatnya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningkatan kadar histamin.

5. SplenomegaliSplenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

6. HepatomegaliHepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

7. GoutSebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuentrasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju fitrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia.

8. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat.Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi asam folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada 30% kasus polisitemia vera karena penggunaan untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12.

9. Muka kemerah-merahan (Plethora )Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva hiperemis sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.

10. Keluhan lain yang tidak khas seperti:Cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus, perasaan panas.

11. Manifestasi perdarahan (10-20 %)Dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan viskositas darah akan menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien polisitemia vera yang tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahan waktu operasi atau trauma.1,3,5

Perjalanan Klinis Perjalanan klinis dari polisitemia vera dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:1-3a. Fase eritrositik atau fase polisitemiaFase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal.

b. Fase burn out (terbakar habis ) atau spent out (terpakai habis)Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan leukositosis biasanya menetap.

c. Fase mielofibrotikJika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieloid. Kadang-kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati,. kelenjar getah bening dan ginjal.

d. Fase terminalPada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata pasien yang diobati berkisar antara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapat pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flebotomi saja, resiko terjadinya leukimia akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien mendapat obat sitostatik seperti klorambusil.

Patogenesis Patogenesis utama berasal dari peningkatan volume darah dan pengentalan yang dihasilkan oleh eritrositosis. Bendungan yang melimpah pada semua jaringan dan alat tubuh merupakan ciri khas polisitemia vera. Hati membesar dan sering mengandung fokus-fokus metaplasi mieloid. Limpa juga agak membesar, mencapai 250 sampai 300 gram, dan sangat kenyal. Sinus-sinus limpa dipadati oleh sel darah merah, seperti juga semua pembuluh darah limpa. Pembuluh darah utama secara seragam melebar, biasanya karena pengentalan darah yang kekurangan oksigen.1,3

Akibat peningkatan kekentalan dan bendungan vaskuler, trombosis dan infark sering terjadi paling sering mengenai jantung, limpa dan ginjal. Perdarahan terjadi pada kira-kira sepertiga penderita, mungkin karena pelebaran pembuluh darah dan kelainan fungsi trombosit. Biasanya mengenai saluran pencernaan, orofaring atau otak. Meskipun dikatakan perdarahan ini kadang-kadang terjadi spontan, lebih sering terjadi setelah berbagai trauma minor ataupun tindakan bedah. Ulkus peptikum dinyatakan pada kira-kira seperlima penderita.

Polisitemia vera sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon sel induk darah yang abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya.1,3

Penyakit polisitemia vera juga berkaitan dengan proliferasi berlebihan prekursor eritroid, granulositik dan megakariositik. Di sini eritrositosis merupakan manifestasi primer. Konsentrasi eritropoetin dalam serum pada polisitemia vera rendah tetapi tidak menghilang. Prekursor eritroid pada pasien Polisitemia berespon terhadap eritropoetin dan mungkin hipersensitif terhadap kerja hormon ini. Sel sumsum tulang dari pasien polisitemia vera membentuk koloni prekursor eritroid dalam biakan tanpa ditambahkan eritropoetin. Fenomena ini jarang dijumpai pada penyakit lain. Banyak dari pembentukan koloni eritroid endogen pada polisitemia vera ini dihambat oleh penambahan antibodi terhadap eritropoetin, yang mengisyaratkan peningkatan kepekaan terhadap eritropoetin. Namun sebagian pembentukan sel darah merah pada polisitemia vera mungkin autonom dalam kaitannya dengan eritropoetin. Selain itu terdapat peningkatan progenitor mieloid dan megakariositik di sumsum tulang, yang mengisyaratkan bahwa panmielosis pada polisitemia vera ditandai oleh ekspansi cadangan sel prekursor.1,3

Di dalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai hematokrit. Terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma dapat mencapai > 49% pada wanita (kadar Hb > 16 mg/dL) dan > 52% pada pria (kadar Hb > 17 mg/dL), serta di dapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit > 6 juta/mL).1-3

EpidemiologiPolisitemia vera biasanya muncul pada usia pertengahan akhir yang mengenai pasien pada umur 40 hingga 60 tahun, walaupun kadang-kadang ditemukan kurang lebih 5% pada mereka yang berusia lebih muda. Angka kejadian polisitemia vera ialah 7/1.000.000 penduduk dalam setahun. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras atau bangsa dan terdapat sedikit predominansi pada laki-laki.1,3

Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan meliputi hal-hal sebagai berikut:1-3,81. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi. 2. Menghindari pembedahan efektif pada fase eritrositik atau polisitemia yang belum terkendali. 3. Menghindari pengobatan berlebihan. 4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda. 5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan : a. Trombositosis persisten di atas 800.000/mL, terutama jika disertai gejala trombosis. b. Leukositosis progresif. c. Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik. d.Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

Media pengobatan dari polisitemia vera adalah sebagai berikut:1,3,8 1. Flebotomi Indikasi flebotomi : a. Polisitemia vera fase polisitemia b. Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% (target Ht 55%) c. Polisitemia sekunder non fisiologis bergantung pada derajat penatalaksanaan terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.

Tujuan flebotomi :1,3 a. Mempertahankan Ht 42 % pada wanita dan 47 % pada pria. b. Mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate.

Prosedur flebotomi :1,3 1. 250 500 cc darah dikeluarkan dengan blood donor collection set standar setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia lebih dari 55 tahun atau penyakit vascular aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik. 2. Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah. Defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan flebotomi berulang. Gejala defisiensi besi seperti glositis, keilosis, disfagia dan astenia cepat hilang dengan pemberian preparat besi.

2. Kemoterapi Sitostatika Indikasi kemoterapi sitostatika : a. Hanya untuk polisitemia vera. b. Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 3 kali sebulan. c. Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis. d. Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antitistamin. e. Splenomegali simtomatik atau mengancam ruptur limpa.

Prosedur pemberian kemoterapi sitostatik :1,3 A. Hidroksiurea (Hydrea 500 mg/tablet) Dengan dosis 800-1200 mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kg BB/kali, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan. B. Klorambusil (Leukeran 5 mg/tablet) Dengan dosis induksi 0,1 0,2 mg/kg BB/hari selama 3 6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kg BB tiap minggu. C. Busulfan (Myleran 2 mg/tablet) Dosis 0,06 mg/kg BB/hari atau 1,8 mg/m2/hari, jika telah mencapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan. D. Interferon alfaEfektif daripada terapi lain, untuk menghindari komplikasi hematologi yang berhubungan dengan plebotomi atau terapi hidroksiurea dan dapat memperlambat perkembangan mielofibrosis. Dosis 1 juta/unit 3x seminggu.

Pemberian obat dihentikan jika hematokrit :1,3 a. Pada pria 47% dan memberikannya lagi jika > 52% b. Pada wanita 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.

3. Fosfor Radioaktif ( P32 )1-3 Sebelum pemberian terapi ini sebaiknya dilakukan plebotomi hingga hematrokit normal. P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3 mCi/m2 secara iv, apabila diberikan peroral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama : - Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. - Tidak mendapatkan hasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama. 4. Kemoterapi biologi ( Sitokin )1,3,8 Tujuan pengobatan terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit > 800.000/mm3). Produk biologi yang digunakan Interferon alfa (Intron A 3 dan 5 juta IU, Roveron A 3 dan 9 juta IU) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m2/ subkutan atau IM 3 kali seminggu. Kebanyakan klinisi mengkombinasikan dengan sitostatik siklofosfamid (Cytoxan 25 mg dan 50 mg/tablet) dengan dosis 100 mg/m2/hari, selama 10 14 hari atau target telah tercapai (hitung trombosit < 800.000 / mm3) kemudian dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 100 mg/m2 1-2 kali seminggu.

5. Pengobatan Suportif1,3,8a. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-300 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperlihatkan fungsi ginjal. b. Pruritus ini disebabkan oleh adanya proliferasi sel mast dan basofil atau pelepasan prostaglandin dan serotonin. Terapinya dapat diberikan antihistamin jika keluhan ini muncul selepas diterapi dengan plebotomi. c. Gastritis atau Ulkus peptikum dapat diberikan sebagai penghambat reseptor H2. d. Trombositosis dan disfungsi trombosit dapat diberikan dosis rendah aspirin (40-100 mg perhari) untuk mencegah terjadinya trombosis.

Terapi polisitemia vera yang direkomendasikan :1,3,81. Plebotomi untuk mempertahankan hematokrit < 45%.2. Aspirin dosis rendah (jika tidak ada kontra indikasi)3.Terapi faktor resiko trombosis secara agresif (perokok hipertensi hiperkolesterolemia, obesitas)4. Pertimbangkan sitoreduksi jika :(i) Pasien tidak toleransi dengan plebotomi(ii) Trombositosis(iii) Spenomegali progresif5. Pilihan terapi sitoreduksi :(i) Umur < 40 tahun Interferon (ii) Umur > 40 tahun Hidroksiurea

Pembedahan pada pasien polisitemia vera dibedakan menjadi:1,3

A. Pembedahan DaruratPembedahan pada pasien polisitemia vera sebaiknya ditunda atau dihindari. Dalam keadaan darurat, dilakukan plebotomi agresif dengan prinsip isovolemik dengan mengganti plasma yang terbuang dengan plasmafusin 4% atau cairan plasma ekspander lainnya, bukan cairan isotonis / garam fisiologis, suatu prosedur yang merupakan tindakan penyelamatan hidup. Splenektomi sangat berbahaya untuk dilakukan pada semua fase polisitemia, dan harus dihindari karena dalam perjalanan penyakitnya jika terjadi fibrosis sumsum tulang organ inilah yang diharapkan sebagai pengganti.

B. Pembedahan BerencanaPembedahaan berencana dapat dilakukan setelah pasien terkendali. Lebih dari 75% pasien dengan polisitemia vera tidak terkendali atau belum diobati akan mengalami perdarahan atau komplikasi trombosis pada pembedahan. Diperkirakan sepertiga dari pasien tersebut akan meninggal. Angka komplikasi akan menurun jika eritrositosis sudah dikendalikan sebelum pembedahan.The European Collaboration on Low dose Aspirin in Polycythemia Vera (ECLAP) merekomendasikan penggunaan aspirin dosis rendah untuk semua pasien polisitemia vera kecuali pada pasien yang ada riwayat perdarahan. Diagnosa awal dan penggunaan aspirin dan sitoreduksi menurunkan insiden tromboisis.

KomplikasiKomplikasi dari polisitemia vera dapat mengakibatkan hal-hal seperti:1-3,9a. Trombosis Terjadi disebabkan oleh karena hiperviskositas, arteriosklerosis dan trombositosis. b. Perdarahan Disebabkan karena regangan pembuluh darah akibat adanya hipervolemia dan gangguan fungsi trombosit.c. Gagal jantungDisebabkan karena beban jantung terlalu berat akibat dari hipervolemia, hiperviskositas, hipertusi dan kemungkinan infark miokard akibat trombosis.

d. Leukemia mieloblastikSering terjadi pada pasien yang diberikan terapi dengan radioterapi atau fosfor radioaktif.e. Mielofibrosis Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dapat kemoterapi intensif.f. Gout dan nefrolitiasis Disebabkan karena tingginya kadar asam urat dalam tubuh.

PrognosisPolisitemia adalah penyakit kronis dan bila tanpa pengobatan kelangsungan hidup penderita rata-rata 18 bulan. Dengan plebotomi kelangsungan hidup 14 tahun, dengan terapi P32 kelangsungan hidup 12 tahun dan 9 tahun pada penderita dengan terapi klorambusil.

Penyebab utama morbiditi dan mortaliti adalah : 1,3,91. Trombosis, dilaporkan pada 15-60 % pasien, tergantung pada pengendalian penyakit tersebut dan 10-40 % penyebab utama kematian.

2. Kompilkasi perdarahan timbul 15-35 % pada pasien polisitemia vera dan 6- 30% menyebabkan kematian.

3. Terdapat 3-10 % pasien polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan pansitopenia.

4. Polisitemia vera dapat berkembang menjadi leukemia akut dan sindrom mielodisplasia pada 1,5 % pasien dengan pengobatan hanya plebotomi. Peningkatan resiko tranformasi 13,5 % dalam 5 tahun dengan pengobatan Klorambusil dan 10,2 % dalam 6-10 tahun pada pasien dengan terapi P32. Terdapat juga 6% dalam 15 tahun resiko terjadinya tranformasi pada pasien dengan pengobatan Hidroksiurea. Insiden leukemia akut meningkat pada pasien yang mendapat P32 atau kemoterapi dengan Khlorambusil.

KesimpulanMelalui tinjauan pustaka diatas telah dipaparkan apa yang menimbulkan keluhan pada pasien tersebut. Diambil hipotesis bahwa pasien tersebut menderita keganasan kelainan darah yang dikenal dengan polisitemia vera. Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, differential diagnosis, working diagnosis, etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis, tinjauan pustaka ini mencoba untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi sehingga pasien datang dengan keluhan tersebut.Daftar Pustaka 1. Prenggono MD. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Polisitemia vera. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2007.h.692-5.2. George TI. Polycythemia Vera. In: Chronic myeloproliferative syndromes. Wintrobes Atlas of Clinical Hematology;2007.p.104-8.3. Supandiman I, Sumahtri R. Pedoman diagnosis dan terapi hematologi onkologi medik. Dalam: Polisitemia vera. Jakarta: EGC;2003.h.83-90.4. Mazza, Joseph J. Classification. In: Myeloproliferative diseases. Manual of Clinical Hematology;2002.p.93-8.5. Hillman, Robert S, Kenneth A. Polycythemia. Hematology in Clinical Practice;2005.p.1-25.6. Stuart BJ, Viera AJ. Polycythemia Vera. In: Polycythemia primary and secondary. Practical Diagnosis of Hematologyc Disorders;2000.p.221-7. 7. Tefferi A. Polycthemia Vera. In: Comprehensive review and clinical recommendations. Mayo Clin Proc;2003.p.78,174-194.8. Campbell PJ, Green AR. Management of polycythemia vera and essential thrombocythemia. Washington: American Society of Hematology;2005.p.201-8.9. Shimoda K. Myeloproliferative disorders. In: Education book. Thailand: The XXXIInd World Congress of The International Society of Hematology;2008.p.283-5.

2Keganasan dan Kelainan pada Darah