perbedaan kadar hemoglobin pre dan post …digilib.unila.ac.id/25285/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISISPADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016
(Skripsi)
Oleh:
ASTRIANI RAHAYU
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISISPADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016
(Skripsi)
Oleh:
ASTRIANI RAHAYU
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISISPADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016
(Skripsi)
Oleh:
ASTRIANI RAHAYU
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISISPADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016
Oleh
ASTRIANI RAHAYU
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh GelarSARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISISPADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016
Oleh
ASTRIANI RAHAYU
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh GelarSARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISISPADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016
Oleh
ASTRIANI RAHAYU
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh GelarSARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
ABSTRACT
DIFFERENCES OF PRE AND POST HEMODIALYSIS HEMOGLOBINLEVEL IN CHRONIC KIDNEY DISEASE PATIENT AT RSUD DR. H.
ABDOEL MOELOEK LAMPUNG PROVINCE 2016
By
Astriani Rahayu
Background: Chronic kidney disease (CKD) is defined as a damage kidney more thanthree months, with the abnormality of structural or functional, with or without decreasingglomerulus filtration rate (GFR). On the end stage renal disease (ESRD), patient withGFR less than 15ml/min/1,73m2 is recommeded to undergo renal replacement therapy(RRT), such as hemodialysis in order to survive and have a good quality of life. Anemiais the most complication occurs in CKD patient, especially when the GFR declining lessthan 30-40ml/min/1,73m2 and occurs in 80-90% CKD patients with hemodialysis.Objective: To know the differences of pre and post hemodialysis hemoglobin level inCKD patient at RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Lampung Province 2016.Method: An analytic study with cross-sectional data which included 36 CKD patientswho undergo hemodialysis. This study uses primary data which taken from patientsundergo hemodialysis directly.Result: The average value of hemoglobin level’s pre hemodialysis is 9,3g/dl and posthemodialisis is 10,7g/dl with 91,7% of respondents’s hemoglobin have increased afterhemodialysis. Statistical T-paired test results p value=0,000 (p<0,05) with 95%CI doesn’tpassed zero.Conclusion: There is a significant difference between hemoglobin level pre and posthemodialysis in CKD patients.
Keyword : chronic kidney disease, hemodialysis, hemoglobin
ABSTRAK
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISISPADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016
Oleh
Astriani Rahayu
Latar Belakang: Chronic kidney disease (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjalyang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atautanpa penurunan gromelurus filtration rate (GFR). Pada end-stage renal disease (ESRD),GFR pasien kurang dari 15ml/menit/1,73m2 dianjurkan untuk menjalani renalreplacement therapy (RRT), seperti hemodialisis, agar dapat bertahan hidup dengankualitas baik. Anemia merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada pasienCKD, terutama ketika GFR menurun kurang dari 30-40ml/menit/1,73m2 dan terjadi pada80-90% pasien CKD yang menjalani hemodialisis.Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis padapasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun2016.Metode: Penelitian analitik dengan pendekatan pengambilan data cross-sectional yangmelibatkan 36 responden pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.Penelitian ini menggunakan data primer dimana data diambil secara langsung dari pasienyang menjalani hemodialisis.Hasil: Nilai rerata kadar hemoglobin pre hemodialisis 9,3g/dl dan post hemodialisis10,7g/dl dengan 91,7% responden mengalami peningkatan kadar hemoglobin posthemodialisis. Hasil uji statistik T-paired didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) denganIK95% tidak melewati nol.Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna kadar hemoglobin pre dan post hemodialisispada pasien gagal ginjal kronik.
Kata kunci : chronic kidney disease, hemodialisis, hemoglobin
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 9 Februari 1994 sebagai anak ketiga
dari tiga bersaudara dari Bapak Sarwono dan Ibu Erna Siswanti, S.Pd.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SDN 2 Sukarame hingga kelas 3
dan kemudian pindah ke SDN 1 Sukabumi Indah dan selesai pada tahun 2006.
Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di
SMPN 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2009. Kemudian
melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 9 Bandar Lampung dan
selesai pada tahun 2012.
Tahun 2013, penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN. Selama menjadi
mahasiwa, penulis aktif sebagai anggota BEM FK Unila dan PMPATD PAKIS
FK Unila, serta menjadi Asisten Dosen Fisiologi FK Unila.
Sebuah Persembahan kecil untuk Bapak, Ibu, Mbak, Mamas,
dan Keluarga Besarku yang Tercinta.
A Smooth Sea Never Made A Skilled Sailor
Sebuah Persembahan kecil untuk Bapak, Ibu, Mbak, Mamas,
dan Keluarga Besarku yang Tercinta.
A Smooth Sea Never Made A Skilled Sailor
Sebuah Persembahan kecil untuk Bapak, Ibu, Mbak, Mamas,
dan Keluarga Besarku yang Tercinta.
A Smooth Sea Never Made A Skilled Sailor
SANWACANA
Puji dan Syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala kemudahan dan
pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi dengan judul “Perbedaan Kadar Hemoglobin Pre dan Post Hemodialisis
pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung tahun 2016” adalah salah satu sarat untuk memperoleh gelas Sarjana
Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
3. dr. Ade Yonata, M.Mol Biol., Sp.PD dan dr. Agustyas Tjiptaningrum,
Sp.PK selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan
bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes selaku Pembimbing Kedua atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam
proses penyelesaian skripsi ini;
5. dr. Putu Ristyaning Ayu, M.Kes., Sp.PK selaku Penguji Utama pada Ujian
Skripsi atas waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;
6. Dr. dr. Asep Sukohar, S.Ked., M.Kes selaku Pembimbing Akademik atas
bimbingan, pesan dan nasehat yang telah diberikan selama ini;
7. Bapakku tercinta, Sarwono, dan Ibuku tersayang, Erna Siswanti, S.Pd, atas
segala cinta dan kasih sayang, do’a dan dukungan, serta keringat dan air
mata yang selalu tercurah untuk kesuksesan dan kebahagiaanku;
8. Mbakku, Ayu Oktarini, S.Pd dan Mamasku, Dwi Aryo Nugroho, S.Ars
yang selalu menemani dalam suka maupun duka dan memberikan
semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini;
9. Seluruh keluarga besar Sastrowidarso dan Abdul Hadi yang tiada henti
memberikan do’a dan dukungan;
10. Seluruh kepala dan staf Instansi Hemodialisa dan Laboratorium Patologi
Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung atas bantuan dan
semangat dalam menyelesaikan penelitian ini;
11. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung atas segala ilmu dan bimbingan yang kelak digunakan sebagai
bekal dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter;
12. Sahabat seperjuanganku tercinta, Ria Arisandi, Ika Yunidasari, Anita
Rahayu, Zahra Wafiyatunnisa, Hanifah Hanum, Analia, Wahidatur
Rohmah, Melly Setiawati, Nisa Arifa, Shafira Fauzia, Analia Refsi, Fitri
Wijayanti, dan Bunga Ulama yang selalu saling menguatkan dan
mengingatkan, menyediakan tangan untuk saling menopang, demi cita-cita
kesuksesan di masa depan;
13. Sahabat kecilku yang selalu kurindukan, Melfriani Amalia, Andreas Adi,
dan Dinda Putri. Terimakasih telah memberikan memori masa kecil
hingga saat ini dengan penuh kebahagiaan dan petualangan yang tak
terlupakan;
14. Sahabat pejuang skripsi “FIGHTER HD”, Ajeng Amalia, Ni Made Shanti,
Fathan Muhi Amrullah, dan Dani Kartika, yang selalu saling membantu
dan menguatkan untuk terselesainya skripsi ini;
15. Seluruh sahabat Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung, terutama Biro Fundrising, yang telah memberikan
banyak pengalaman, keseruan, dan pelajaran berharga dalam
berorganisasi;
16. Seluruh sahabat PMPATD PAKIS Rescue Team Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung yang telah memberikan banyak pengalaman dan
pelajaran berharga dalam berpetualang;
17. Seluruh sahabat Asisten Dosen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran
berharga;
18. Teman-teman angkatan 2013, CERE13ELLUMS, yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberikan makna atas
kebersamaan yang terjalin dan memberikan motivasi belajar satu sama
lain;
19. Seluruh sahabat Exclusive, terutama sahabat AnG yang selalu setia dan
kompak memberikan semangat serta dukungan dalam menggapai cita-cita
dan kesuksesan di masa depan;
20. Seluruh sahabat KKN Unila kecamatan Sumberejo, terutama desa Sidorejo
yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran berharga selama
berada di desa binaan.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Januari 2017
Penulis
Astriani Rahayu
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISI........................................................................................................... iDAFTAR TABEL ................................................................................................ iiiDAFTAR GAMBAR............................................................................................ ivDAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vDAFTAR SINGKATAN...................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 11.1. Latar Belakang Masalah................................................................................... 11.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 41.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 4
1.3.1. Tujuan Umum ...................................................................................... 41.3.2. Tujuan Khusus...................................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 51.4.1. Manfaat Teoritis ................................................................................... 51.4.2. Manfaat Praktis .................................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 72.1. Chronic Kidney Disease .................................................................................. 7
2.1.1. Definisi ................................................................................................. 72.1.2. Etiologi ................................................................................................. 82.1.3. Klasifikasi............................................................................................. 92.1.4. Patofisiologi ....................................................................................... 102.1.5. Manifestasi Klinis .............................................................................. 112.1.6. Penatalaksanaan ................................................................................. 13
2.2. Hemodialisis .................................................................................................. 162.2.1. Definisi Hemodialisis ......................................................................... 162.2.2. Prinsip Hemodialisis .......................................................................... 162.2.3. Proses Hemodialisis ........................................................................... 172.2.4. Indikasi Hemodialisis ......................................................................... 192.2.5. Komplikasi Hemodialisis ................................................................... 192.2.6. Faktor yang Mempengaruhi Adekuasi Hemodialisis ......................... 202.2.7. Anemia Selama Dialisis ..................................................................... 22
2.3. Hemoglobin.................................................................................................... 242.4. Anemia Pada Chronic Kidney Disease .......................................................... 26
2.4.1. Definisi ............................................................................................... 26
ii
2.4.2. Etiologi ............................................................................................... 262.4.3. Tanda Dan Gejala............................................................................... 292.4.4. Penatalaksanaan ................................................................................. 29
2.5. Kerangka Teori .............................................................................................. 312.6. Kerangka Konsep........................................................................................... 322.7. Hipotesis ........................................................................................................ 33
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................... 343.1. Desain Penelitian ........................................................................................... 343.2. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 34
3.2.1. Waktu Penelitian ................................................................................ 343.2.2. Tempat Penelitian............................................................................... 34
3.3. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 353.3.1. Populasi .............................................................................................. 353.3.2. Sampel................................................................................................ 35
3.4. Kriteria Penelitian .......................................................................................... 363.4.1. Kriteria Inklusi ................................................................................... 363.4.2. Kriteria Ekslusi................................................................................... 36
3.5. Identifikasi Variabel....................................................................................... 363.5.1. Variabel Terikat (Dependent Variable).............................................. 363.5.2. Variabel Bebas (Independent Variable)............................................. 37
3.6. Definisi Operasional ...................................................................................... 373.7. Alat, Bahan, dan Cara Penelitian ................................................................... 37
3.7.1. Alat Penelitian .................................................................................... 373.7.2. Bahan Penelitian................................................................................. 373.7.3. Cara Kerja Alat................................................................................... 383.7.4. Cara pengambilan sampel .................................................................. 38
3.8. Alur Penelitian ............................................................................................... 393.9. Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................... 40
3.9.1. Pengolahan Data................................................................................. 403.9.2. Analisis Data ...................................................................................... 40
3.10. Etika Penelitian............................................................................................ 41
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 424.1. Hasil Penelitian .............................................................................................. 42
4.1.1. Hasil Univariat ................................................................................... 424.1.2. Hasil Bivariat...................................................................................... 44
4.2. Pembahasan.................................................................................................... 454.2.1. Analisis Univariat............................................................................... 454.2.2. Analisis Bivariat ................................................................................. 47
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 525.1. Simpulan ........................................................................................................ 525.2. Saran .............................................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 54LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kriteria CKD....................................................................................................... 7
2. Kriteria CKD (berdasarkan kerusakan fungsi / struktur ginjal yang berlangsung
>3bulan) ............................................................................................................. 8
3. Penyebab CKD yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2011. ............ 8
4. Klasifikasi CKD.................................................................................................. 9
5. Definisi operasional .......................................................................................... 37
6. Distribusi responden CKD yang menjalani hemodialisis . ............................... 42
7. Kadar Hb pre dan post hemodialisis ................................................................. 44
8. Hasil t-tes berpasangan ..................................................................................... 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Proses Hemodialisis .......................................................................................... 18
2. Kerangka Teori.................................................................................................. 32
3. Kerangka Konsep. ............................................................................................. 32
4. Alur Penelitian .................................................................................................. 39
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar kaji etik
Lampiran 2. Hasil data primer
Lampiran 3. Hasil analisis data penelitian
Lampiran 4. Lembar penjelasan dan informed consent
Lampiran 5. Lembar kriteria eksklusi
Lampiran 6. Dokumentasi penelitian
DAFTAR SINGKATAN
BB Berat Badan
CKD Chronic Kidney Disease
EPO Erytropoietin
ESA Erytropoiesis Stimulating Agents
ESRD End Stage Renal Disease
GFR Glomerular Filtration Rate
HB Hemoglobin
HD Hemodialisis
RRT Renal Replacement Therapy
SLS Sodium Lauryl Sulphate
TD Tekanan Darah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Chronic kidney disease (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang
terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR), dengan manifestasi
kelainan patologis berupa kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan. CKD juga
dapat terjadi apabila nilai GFR kurang dari 60ml/menit/1,73m2, yang
berlangsung selama lebih dari 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal
(National Kidney Foundation, 2002).
Berdasarkan nilai GFR, CKD dibagi menjadi 5 stadium. Pada stadium akhir,
end-stage renal disease (ESRD), GFR pasien kurang dari
15ml/menit/1,73m2 dianjurkan untuk menjalani renal replacement therapy
(RRT) agar dapat bertahan hidup dengan kualitas baik. Salah satu terapi
pengganti yang dilakukan adalah hemodialisis. Hemodialisis (HD)
dilakukan dengan mengalirkan darah kedalam suatu tabung ginjal buatan
(dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen terpisah yang bertujuan untuk
mengeliminasi sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan
2
keseimbangan elektrolit antara kompartemen darah dengan kompartemen
dialisat melalui membran semipermeabel (Suharjono dan Susalit, 2009; NA,
Pangabean, Lengkong, et al., 2012).
Prevalensi CKD di Amerika meningkat dari rentang tahun 1988-1994
sebesar 12% hingga tahun 1999-2004 sebesar 14% dan sedikit menurun
pada tahun 2007-2012 sebesar 13,6%. Pada tahun 2013, pasien CKD di
Indonesia sebesar 0,2%, sedangkan di Lampung sebesar 0,3%. Prevalensi
CKD meningkat seiring dengan bertambahnya umur yaitu meningkat tajam
pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%)
lebih tinggi dari perempuan (0,2%) dengan prevalensi pada masyarakat
pedesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pertani / nelayan / buruh (0,3%)
(Dinas Kesehatan Republik Indonesia, 2013; USRDS, 2015).
Prevalensi ESRD juga meningkat setiap tahunnya, di Amerika Serikat pada
tahun 2013 terdapat 659.869 pasien ESRD, yang berarti terdapat 2.034
pasien dalam sejuta penduduk. Dari total kasus, terdapat 63,9% pasien
menjalani terapi pergantian ginjal berupa hemodialisis, 6,9% dengan
peritoneal dialisis, dan 29,3% menerima transplantasi ginjal. Pada tahun
2014 di Indonesia terdapat 17.193 pasien baru dan 11.689 pasien aktif yang
menjalani hemodialisis dengan angka kematian sebesar 2.779 pasien (49%)
(IRR, 2014; USRDS, 2015).
Anemia merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien CKD,
terutama ketika GFR menurun kurang dari 30-40ml/min dan terjadi pada
80-90% pasien CKD yang menjalani hemodialis. Prevalensi anemia pada
3
pasien CKD terus meningkat dari 8,4% pada stadium 1 hingga 53,4% pada
stadium 5. Jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 10g/dL digunakan
sebagai nilai minimal, prevalensi anemia pada pasien dialisis adalah 96,2%
dan 30,8% pada pradialisis. Di Amerika, menurut data United State Renal
Data System (USRDS) 2010, angka kejadian anemia pada CKD stadium 1-4
adalah sebesar 51,8%, dan kadar Hb rata-rata pada CKD tahap akhir sebesar
9,9g/dL (USRDS, 2010; Stauffer dan Fan, 2014).
Anemia pada pasien CKD merupakan konstribusi terbesar dalam penurunan
kualitas hidup dan meningkatkan komplikasi kardiovaskular, serta
meningkatkan angka kematian. Menurut National Kidney Foundation,
anemia merupakan suatu kondisi dimana konsentrasi Hb <12g/dl pada
wanita dan <13,5g/dl pada pria. Konsentrasi Hb <13,0g/dl terjadi sekitar
20% pasien CKD dengan GFR 45-60ml/min dan sekitar 90% pada pasien
dengan GFR kurang dari 15ml/min. Faktor utama penyebab terjadinya
anemia adalah defisiensi eritropoetin (EPO) sebagai akibat kerusakan sel-
sel penghasil EPO (sel peritubuler) pada ginjal. Anemia juga dapat terjadi
selama proses hemodialisis yang disebabkan karena kehilangan darah pada
proses hemodialisis tersebut (Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000;
O’Mara, 2008; Berns, 2014).
Penelitian yang dilakukan Ulya dan Suryanto (2005) menyatakan bahwa
terdapat peningkatan kadar Hb post hemodialisis dibandingkan pre
hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Möddel et al. (2011) juga menyatakan bahwa
terjadi peningkatan bermakna kadar Hb post hemodialisis dengan rerata
4
nilai Hb pre hemodialisis sebesar 11,7g/dl dan post hemodialisis sebesar
12,2g/dl pada pasien dengan volume ultrafiltrasi yang tinggi.
Selain peningkatan kadar Hb post hemodialisis pada penelitian sebelumnya,
penelitian Amin et al. (2014) menyatakan bahwa terjadi penurunan kadar
Hb post dialisis yang dikarenakan kehilangan darah selama dialisis. Pada
penelitian ini, 60 pasien (75%) memiliki Hb post dialisis sekitar 5-11g/dl,
dan 10 pasien sekitar 11-14g/dl.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan penelitian
tentang perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien
gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah pada
penelitian ini yaitu apakah terdapat perbedaan kadar hemoglobin pre dan
post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis
pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2016.
5
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui rata-rata kadar hemoglobin pre hemodialisis pada
pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2016.
2. Mengetahui rata-rata kadar hemoglobin post hemodialisis pada
pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2016.
3. Mengetahui persentase pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016 yang
mengalami penurunan kadar hemoglobin post hemodialisis.
4. Mengetahui persentase pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016 yang
mengalami peningkatan kadar hemoglobin post hemodialisis.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.4.1. Manfaat Teoritis
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan
terkait perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada
pasien gagal ginjal kronik.
6
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan, wawasan, dan informasi tentang
perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada
pasien gagal ginjal kronik.
2. Bagi para klinisi
Menambah sumber informasi kepada para klinisi di rumah sakit
tentang perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis
pada pasien gagal ginjal kronik.
3. Bagi penelitian lain
Menambah sumber referensi dalam melakukan penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan kadar hemoglobin pre
dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Chronic Kidney Disease
2.1.1. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan
terjadi lebih dari 3 bulan. Kriteria CKD seperti yang tertulis pada
tabel 1 dan 2 (National Kidney Foundation, 2002; KDIGO, 2013).
Tabel 1. Kriteria CKD
No Kriteria CKD1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,
berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpapenurunan glomerulus filtration rate (GFR), dengan menifestasi :
- Kelainan patologis- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tespencitraan (imaging tests)
2. GFR kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atautanpa kerusakan ginjal
Sumber : National Kidney Foundation, 2002
8
Tabel 2. Kriteria CKD (berdasarkan kerusakan fungsi atau struktur ginjalyang berlangsung >3bulan).
Kriteria CKDPenanda kerusakan ginjal Albuminuria (AER ≥30mg/24jam;
ACR ≥30mg/g (≥3mg/mmol))Abnormalitas sediment urineKelainan elektrolit karena gangguantubularKelainan histologiKelainan struktural yang terdeteksi olehpencitraanRiwayat transplantasi ginjal
Penurunan GFR GFR <60ml/min/1,73m2 (GFR kategoristadium 3a-5)
Sumber : KDIGO, 2013
2.1.2. Etiologi
Etiologi CKD menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri)
tahun 2011 menyatakan bahwa penyebab CKD terbanyak adalah
ginjal hipertensi dengan insiden sebanyak 34% seperti pada tabel 3
(PERNEFRI, 2011).
Tabel 3. Penyebab CKD yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun2011.
Penyebab InsidenGinjal hipertensi 34%Nefropati diabetika 27%Glomerulopati primer 14%Nefropati obstruksi 8%Pielonefritis chronic 6%Nefropati asam urat 2%Ginjal polikistik 1%Nefropati lupus 1%Lain-lain 6%Tidak diketahui 1%Sumber : PERNEFRI, 2011
9
2.1.3. Klasifikasi
Klasifikasi derajat CKD dibuat berdasarkan GFR dengan ada atau
tidaknya kerusakan ginjal, yang dihitung dengan menggunakan
rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut (KDIGO, 2013):
GFR (ml/mnt/1,73m2)=(140-umur) × berat badan
72 × kreatinin plasma (mg/dl)∗)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 4. Klasifikasi CKD
Derajat Penjelasan
Klasifikasi berdasarkan derajatpenyakit
GFR(ml/min/1,73m2)
Kondisi yangterkait
G1 Kerusakan ginjal denganGFR normal ataumeningkat
≥90 Albuminuria,proteinuria,hematuria
G2 Kerusakan ginjal denganGFR menurun ringan
60-89 Albuminuria,proteinuria,hematuria
G3a Kerusakan ginjal denganGFR menurun ringanhingga sedang
45-59 Chronic renalinsufficiency,early renalinsufficiency
G3b Kerusakan ginjal denganGFR menurun sedanghingga berat
30-44 Chronic renalinsufficiency,early renalinsufficiency
G4 Kerusakan ginjal denganGFR menurun berat
15-29 Chronic renalinsufficiency,late renalinsufficiency,pre-ESRD
G5 Gagal ginjal <15 atau dialisis Renal failure,uremia, end-stage renaldisease (ESRD)
Sumber : Levey, Eckardt, Tsukamoto, et al., 2005; KDIGO, 2013
10
2.1.4. Patofisiologi
Sebuah ginjal berisikan sekitar 1 juta nefron, yang masing-masing
memberikan kontribusi terhadap total GFR. Dalam menghadapi
cedera ginjal (terlepas dari etiologinya), ginjal memiliki
kemampuan untuk mempertahankan GFR, meskipun terjadi
kerusakan nefron yang progresif. Adaptasi nefron ini
memungkinkan untuk dilanjutkannya clearance plasma zat terlarut
secara normal. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam
usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi
peningkatan kecepatan filtrasi zat terlarut dan reabsorpsi tubulus
dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron
menurun dibawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup
berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah
(Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000; Arora dan Batuman,
2015).
Kadar plasma dari zat-zat seperti urea dan kreatinin mulai
menunjukkan peningkatan yang bermakna ketika GFR menurun
hingga 50%. Nilai kreatinin plasma akan sekitar dua kali lipat pada
GFR <50%. Misalnya, kenaikan kreatinin plasma dari nilai dasar
0,6mg/dl menjadi 1,2mg/dl pada pasien, walaupun masih dalam
kategori dewasa, sebenarnya menunjukkan kehilangan 50% fungsi
massa nefron (Arora dan Batuman, 2015).
11
2.1.5. Manifestasi Klinis
Pasien CKD stadium 1-3 (GFR >30mL/min/1,73m²) sering tanpa
gejala (asymptomatic), tapi sudah terjadi peningkatan kadar
kreatinin serum. Umumnya, gangguan ini menjadi nyata secara
klinis pada CKD stadium 4-5 (GFR <30mL/min/1,73m²). Pasien
dengan penyakit tubulointerstitial, penyakit kistik, sindrom
nefrotik, dan kondisi lain yang terkait dengan gejala "positif"
(misalnya, poliuria, hematuria, edema) memiliki risiko untuk
meningkatkan progresifitas CKD (Arora dan Batuman, 2015).
Manifestasi uremik pada pasien CKD stadium 5 diyakini karena
akumulasi beberapa racun yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal.
Asidosis metabolik di stadium 5 dapat bermanifestasi sebagai
kekurangan energi protein, hilangnya massa otot, dan kelemahan
otot. Pengubahan garam dan penanganan air oleh ginjal pada CKD
dapat menyebabkan edema perifer dan, tidak jarang, edema paru
dan hipertensi (Arora dan Batuman, 2015).
Penyakit CKD akan menimbulkan gangguan pada berbagai organ
tubuh antara lain (Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000):
1. Gangguan cairan dan elektrolit
Hipernatremia dan hiponatremia, hiperkalemia dan
hipokalemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia,
hiperkalsemia.
12
2. Gangguan metabolik-endokrin
Hiperparatiroidisme sekunder, intoleransi karbohidrat,
hiperuresemia, hipotermia, hipertrigliseridemia, malnutrisi
kalori-protein, gangguan pertumbuhan dan perkembangan,
infertilitas dan disfungsi seksual, amenore.
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea dan vomitus, gastroenteritis, ulkus
peptikum, perdarahan gastrointestinal, hepatitis, peritonitis.
4. Gangguan kardiovaskular dan paru
Hipertensi, gagal jantung kongestif atau edema paru,
perikarditis, kardiomiopati.
5. Gangguan dermatologik
Pucat, hiperpigmentasi, pruritus, ekimosis, beku uremik.
6. Gangguan neuromuskular
Kelelahan, gangguan tidur, nyeri kepala, gangguan mental,
letargi, asteriksis, iritabilitas otot, paralisis, demensia dialisis,
miopati.
7. Gangguan hematologik dan imunologik
Anemia normokrom, normositik, anemia mikrositik,
limfositopenia, leukopenia, splenomegali, dan hipersplenisme.
13
2.1.6. Penatalaksanaan
Pengobatan CKD bertujuan untuk memperlambat progresifitas dan
untuk mempersiapkan ESRD. Karena gejala CKD yang progresif
berkembang secara perlahan, terapi CKD biasanya diarahkan pada
kondisi asimtomatik yang dideteksi dengan tes laboratorium.
Artinya, penyebab utama ESRD dapat dihindari untuk beberapa
derajat dengan tindakan pencegahan primer atau konservatif seperti
diet, mengontrol berat-badan, dan olahraga. Selanjutnya, penyakit
yang mendasari terjadinya CKD seperti hipertensi dan diabetes
dapat diatasi dengan upaya pencegahan sekunder seperti kontrol
tekanan darah dan glukosa darah (Turner, Bauer, Abramowitz, et
al., 2012).
Pengobatan CKD dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama
terdiri dari penatalaksanaan konservatif yang ditujukan untuk
meredakan atau memperlambat perburukan progresif gangguan
fungsi ginjal. Pada dasarnya penatalaksanaan konservatif sangat
sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas
ekskresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu,
terapi diarahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang
terjadi. Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan
sebagai berikut (Price dan Wilson, 2005):
14
1. Pengaturan diet protein
Pembatasan asupan protein terbukti menormalkan kembali
gejala-gejala seperti anoreksia, nausea, dan vomitus dan jika
dimulai sejak dini (GFR >40-50ml/menit) dapat menahan
perburukan penyakit ginjal. Asupan protein yang dianjurkan
adalah 0,6g/kg/hari untuk pasien CKD pradialisis yang stabil
(GFR <24ml/menit) dan hingga 1g/kg/hari pada pasien CKD
dialisis teratur (Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000;
Price dan Wilson, 2005).
2. Pengaturan diet kalium
Pembatasan kalium penting bagi penderita CKD untuk
mengatasi hiperkalemia dengan cara diet rendah kalium dan
tidak mengkonsumsi obat-obatan atau makanan yang
mengandung kalium tinggi. Jumlah yang diperbolehkan dalam
diet adalah 40-80mEq/hari. Makanan atau obat-obatan yang
mengandung kalium seperti ekspektoran, kalium sitrat, sup,
pisang, dan jus buah murni (Price dan Wilson, 2005).
3. Pengaturan diet natrium dan cairan
Jumlah natrium yang dianjurkan adalah 40-90mEq/hari (1-2gr
natrium), tetapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan
secara individual pada setiap pasien untuk mempertahankan
hidrasi yang baik. Asupan natrium yang terlalu bebas dapat
menyebabkan retensi cairan, edem perifer, edem paru,
15
hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Sebaliknya, asupan
natrium yang kurang dapat menyebabkan hipovolemia,
penurunan GFR, dan perburukan fungsi ginjal (Price dan
Wilson, 2005).
Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati pada
pasien CKD. Asupan yang kurang dari optimal dapat
menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan perburukan fungsi
ginjal. Sedangkan, asupan yang terlalu bebas dapat
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan intoksikasi
cairan. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urin
dalam 24jam + 500ml mencerminkan kehilangan cairan yang
tidak disadari. Pasien dialisis diberi cairan yang mencukupi
untuk memungkinkan penambahan berat badan 2-3pons
(sekitar 0,9-1,3kg) selama pengobatan (Price dan Wilson,
2005).
Tahap kedua pengobatan CKD dimulai ketika tindakan konservatif
tidak efektif lagi memperbaiki keadaan pasien. Pada keadaan ini
telah tejadi ESRD atau gagal ginjal terminal (GFR <2ml/menit) dan
satu-satunya pengobatan yang efektif adalah hemodialisis,
peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal (Turner, Bauer,
Abramowitz, et al., 2012).
16
2.2. Hemodialisis
2.2.1. Definisi Hemodialisis
Hemodialisis adalah pembuangan elemen-elemen tertentu dari
darah dengan memanfaatkan perbedaan laju difusinya melalui
membran semipermeabel ketika disirkulasikan keluar tubuh.
Hemodialisis merupakan salah satu metode RRT yang paling
umum digunakan dalam penanganan pasien ESRD (Dorland, 2002;
NIDDK, 2014).
2.2.2. Prinsip Hemodialisis
Penggantian ginjal menggunakan dialisis bertujuan untuk
mengeluarkan zat terlarut yang tidak diinginkan melalui difusi dan
hemofiltrasi untuk mengeluarkan air yang membawa zat terlarut
yang tidak diinginkan tersebut.
1. Prinsip Dialisis
Jika darah dipisahkan dari suatu cairan dengan membran
semipermiabel, maka elektrolit dan zat lain akan berdifusi
melewati membran sampai tercapai kesetimbangan. Pada
hemodialisis, digunakan membran sintetik, sedangkan pada
dialisis peritoneal, digunakan membran peritoneal (O’Callaghan,
2006).
17
2. Prinsip Hemofiltrasi
Hemofiltrasi serupa dengan filtrasi glomerulus. Jika darah
dipompa pada tekanan hidrostatik yang lebih tinggi daripada
cairan disisi lain membran, maka air dalam darah akan dipaksa
bergerak melewati membran dengan cara ultrafiltrasi, dengan
membawa serta elektrolit dan zat terlarut lainnya (O’Callaghan,
2006).
Ultrafiltrasi merupakan proses perpindahan cairan dari
kompartemen darah ke kompartemen dialisat melalui membran
semipermeabel karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik.
Ultrafiltrasi terjadi apabila kompartemen dialisat memiliki
tekanan hidrostatik negatif dan kompartemen darah memiliki
tekanan hidrostatik positif (Kallenbach, Gutch, Stoner, et al.,
2005).
2.2.3. Proses Hemodialisis
Pada hemodialisis, darah dipompa melewati satu sisi membran
semipermeabel sementara cairan dialisat dipompa melewati dari
sisi lain dengan arah gerakan yang berlawanan. Membran biasanya
diletakkan didalam wadah sebagai lembaran yang memiliki lubang
ditengahnya. Jumlah cairan yang dikeluarkan melalui ultrafiltrasi
dikontrol dengan mengubah tekanan hidrostatik darah
dibandingkan dengan cairan dialisat (US Department of Health and
Human Services, 2009).
18
Cairan dialisat terbuat dari konstituen esensial plasma-natrium,
kalium, klorida, kalsium, magnesium, glukosa dan suatu bufer
seperti bikarbonat, asetat, atau laktat. Darah dan dialisat mencapai
kesetimbangan dikedua sisi membran. Dengan demikian,
komposisi plasma dapat dikontrol dengan mengubah komposisi
dialisat. Konsentrasi kalium dalam dialisat biasanya lebih rendah
daripada dalam plasma sehingga memacu pergerakan kalium keluar
darah. Heparin digunakan dalam sirkuit dialisis untuk mencegah
penggumpalan darah. Pada pasien yang memiliki risiko perdarahan,
prostasiklin dapat digunakan untuk hal tersebut, walaupun dapat
menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi (US Department of
Health and Human Services, 2009).
Gambar 1. Proses Hemodialisis(sumber : US Department of Health and Human Services, 2009)
19
2.2.4. Indikasi Hemodialisis
Indikasi tindakan dialisis adalah pasien ESRD dengan GFR
<15mL/menit/1,73m2, pasien dengan GFR <10mL/menit dengan
gejala uremia, atau GFR <5mL/menit/1,73m2 walau tanpa gejala.
Pada GFR <5mL/menit/1,73m2, fungsi ekskresi ginjal sudah
minimal sehingga mengakibatkan akumulasi zat toksik dalam darah
dan komplikasi yang membahayakan bila tidak dilakukan tindakan
dialisis segera (Daugirdas, Depner, Inrig, et al., 2015).
2.2.5. Komplikasi Hemodialisis
Komplikasi yang mungkin timbul pada pasien yang menjalani
hemodialisis yaitu (Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000;
O’Callaghan, 2006):
1. Hipotensi, dapat terjadi saat pergerakan darah keluar sirkulasi
menuju sirkuit dialisis.
2. Disequilibrium dialisis, sebagai akibat perubahan osmotik di
otak pada saat kadar ureum plasma berkurang. Hal ini terjadi
karena dialisis awal yang terlalu agresif. Efek yang
ditimbulkan bervariasi, mulai dari mual dan nyeri kepala
hingga kejang dan koma.
3. Nyeri kepala, dapat disebabkan oleh efek vasodilator asetat.
4. Gatal, merupakan gatal pada CKD yang dieksaserbasi oleh
pelepasan histamin akibat reaksi alergi yang lebih luas.
20
5. Kram, karena adanya pergerakan elektrolit melewati membran
otot.
6. Hipoksemia, adanya hipoventilasi yang disebabkan
pengeluaran bikarbonat atau pembentukan pirau dalam paru
akibat diinduksi oleh zat yang diaktivasi oleh membran
dialisis.
7. Anemia, kehilangan darah dari prosedur hemodialisis.
2.2.6. Faktor yang Mempengaruhi Adekuasi Hemodialisis
Pencapaian adekuasi hemodialisis diperlukan untuk menilai
efektivitas tindakan hemodialisis yang dilakukan. Hemodialisis
yang adekuat akan memberikan manfaat yang besar dan
memungkinkan pasien gagal ginjal tetap bisa menjalani
aktivitasnya seperti biasa (Daugirdas, Depner, Inrig, et al., 2015).
Hemodialisis inadekuat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti bersihan ureum yang tidak optimal, waktu dialisis yang
kurang, dan kesalahan dalam pemeriksaan laboratorium. Untuk
mencapai adekuasi hemodialisis, maka besarnya dosis yang
diberikan harus memperhatikan hal-hal berikut (Pernefri, 2003;
Septiwi, 2011; Daugirdas, Depner, Inrig, et al., 2015):
1. Interdialytic Time
Waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisis yang
berkisar antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya
hemodialisis dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam
21
setiap sesi, akan tetapi di Indonesia dilakukan 2 kali/minggu
dengan durasi 4-5 jam (Gatot, 2003).
2. Time of Dialysis
Lama waktu pelaksanaan hemodialisis idealnya 10-12 jam per-
minggu. Bila hemodialisis dilakukan 2 kali/minggu maka lama
waktu tiap kali hemodialisis adalah 5-6 jam, sedangkan bila
dilakukan 3 kali/minggu maka waktu tiap kali hemodialisis
adalah 4-5 jam (Pernefri, 2003).
3. Quick of Blood (Blood flow)
Besarnya aliran darah yang dialirkan ke dalam dialiser yaitu
antara 200-600ml/menit. Pengaturan Qb 200ml/menit akan
memperoleh bersihan ureum 150ml/menit, dan peningkatan Qb
sampai 400ml/menit akan meningkatkan bersihan ureum
200ml/menit. Kecepatan aliran darah (Qb) rata-rata adalah 4
kali berat badan pasien, ditingkatkan secara bertahap selama
hemodialisis dan dimonitor setiap jam (Septiwi, 2011).
4. Quick of Dialysate (Dialysate flow)
Besarnya aliran dialisat yang menuju dan keluar dari dialiser
yang dapat mempengaruhi tingkat bersihan yang dicapai,
sehingga perlu di atur sebesar 400-800ml/menit (Daugirdas,
Depner, Inrig, et al, 2015).
22
5. Trans membrane pressure
Besarnya perbedaan tekanan hidrostatik antara kompartemen
dialisis (Pd) dan kompartemen darah (Pb) yang diperlukan agar
terjadi proses ultrafiltrasi. Nilainya tidak boleh kurang dari -50
dan Pb harus lebih besar daripada Pd (Pernefri, 2003).
6. Clearance of dialyzer
Klirens menggambarkan kemampuan dialiser untuk
membersihkan darah dari cairan dan zat terlarut, dan besarnya
klirens dipengaruhi oleh bahan, tebal, dan luasnya membran
(Septiwi, 2011).
2.2.7. Anemia Selama Dialisis
Pasien yang menjalani hemodialisis juga dapat mengalami anemia
karena kehilangan darah yang menyertai pengobatannya.
Kehilangan darah pada pasien CKD yang menerima terapi dialisis
rutin merupakan konsekuensi dari sejumlah faktor seperti
pengambilan sampel untuk pemeriksaan biokimia rutin dan
perdarahan dari situs fistula. Kehilangan darah dalam dialiser
mungkin dikarenakan beberapa penyebab seperti episode clotting
selama dialisis dan darah yang tertinggal di dialiser (NKFKDOQI,
2015; Chioini, 2016).
1. Episode clotting selama proses dialisis
Clotting merupakan salah satu komplikasi utama pada akses
jalur dialiser dan dapat menyebabkan penutupan akses
23
tersebut. Para peneliti menemukan bahwa pasien yang
memiliki episode sering mengalami tekanan darah (TD) rendah
selama dialisis dua kali lebih mungkin untuk memiliki clotted
fistula dibanding pasien dengan episode TD rendah yang
jarang (White, 2011).
2. Darah yang tertinggal di dalam dialiser
Pada akhir setiap perlakuan hemodialisis, sejumlah kecil darah
biasanya tertinggal didalam dialiser. Hal ini dapat menjadi
sumber kekurangan zat besi dari waktu ke waktu. Sehingga
dapat menimbulkan anemia (NKFKDOQI, 2015).
3. Pengambilan darah untuk kontrol biokimia
Pengambilan sampel darah pada pasien hemodialisis untuk
kontrol biokimia dan hematologi pada pasien hemodialisis
dilakukan sebelum sesi hemodialisis pertengahan minggu
dengan menggunakan jarum kering atau jarum suntik. Sampel
darah digunakan untuk memeriksa komponen-komponen
serum seperti bicarconate, potassium, phosphate, dan calcium
(Barratt, Tophan, Harris, 2008).
4. Hemolisis
Kehilangan darah karena hemolisis biasanya kecil. Hemolisis
dapat terjadi jika terdapat masalah dengan dialisat seperti
masalah suhu, kontaminasi aluminium, flouride, copper,
chlorine, atau chloramine, dan hasil dari pembentukan antibodi
24
anti-N. Kejadian antibodi anti-N meningkat secara signifikan
pada pasien reuse dialyzer. Hal ini terkait dengan jumlah
formaldehida residual dalam limbah dialisis setelah
pengolahan, yaitu, jumlah formaldehida dimana pasien yang
terkena (Suki dan Massry, 2012).
5. Kehilangan darah melalui AV fistula
Kehilangan darah akut melalui akses pembuluh darah dapat
menjadi masalah yang mengancam kehidupan terutama pada
pasien ESRD dan dialisis kronik. Kehilangan darah melalui
AV fistula dapat disebabkan oleh aneurisma, stenosis dan
kemudian ruptur, infeksi, trauma, penggunaan antikoagulan
dan antiplatelets (Saeed, Kousar, Sinnakirouchenan, et al.,
2011).
2.3. Hemoglobin
Hemoglobin (Hb), komponen utama dari sel darah merah (eritrosit),
merupakan protein terkonjugasi yang berfungsi untuk transfortasi O2 dan
CO2. Ketika telah sepenuhnya jenuh, setiap gram Hb mengikat 1,34ml O2.
Massa sel darah merah orang dewasa yang mengandung sekitar 600gr Hb,
mampu membawa 800ml O2. Molekul HbA terdiri dari dua pasang rantai
polipeptida (disebut globin) dan empat kelompok heme, mengandung atom
ferro (Fe2+). Setiap kelompok heme terletak dalam lipatan pada salah satu
rantai polipeptida. Heme bersifat reversibel, dapat bergabung dengan satu
molekul O2 dan CO2, terletak dekat permukaan molekul (Kiswari, 2014).
25
Fungsi utama Hb adalah untuk mengangkut O2 dari paru-paru, dimana
tekanan O2 tinggi, sedangkan pada jaringan tekanannya rendah. Pada
tekanan O2 100mmHg dalam kapiler paru, 95-98% Hb mengikat O2.
Dalam jaringan, dimana tekanan O2 sekitar 20mmHg mudah terjadi
pelepasan O2 dari Hb, dalam hal ini, kurang dari 30% dari O2 akan tetap
ada dalam Hb. Ketika setiap kelompok heme berikatan dengan satu
molekul O2, Hb disebut sebagai oksihemoglobin (HbO2). Ketika besi ferro
teroksidasi menjadi ferri, terbentuk methemoglobin (Hi), dan molekul
kehilangan kemampuannya untuk membawa O2 dan CO2 karena besi
dalam bentuk ferri tidak dapat mengikatnya (Isselbacher, Braunwald,
Wilson, et al., 2000; Kiswari, 2014).
Derivat hemoglobin terdiri dari (Kiswari, 2014):
1. Hemiglobin (methemoglobin)
Methemoglobin (Hi) adalah turunan dari Hb, dimana ferro teroksidasi
menjadi ferri, mengakibatkan ketidakmampuan methemoglobin untuk
mengikat O2 secara reversibel, sedangkan rantai polipeptida tidak
diubah. Hi normal yaitu mencapai 1,5%.
2. Sulfohemoglobin (SHb)
SHb merupakan campuran dari hasil oksidasi, sebagian terbentuk dari
denaturasi Hb yang terjadi selama oksidatif hemolisis.
26
3. Karboksihemoglobin (HbCO)
CO endogen diproduksi saat degradasi heme menjadi bilirubin normal
yang berpengaruh sekitar 0,5% dari HbCO di dalam darah, dan
meningkat pada anemia hemolitik.
2.4. Anemia Pada Chronic Kidney Disease
2.4.1. Definisi
Anemia merupakan manifestasi klinis penurunan sirkulasi massa
sel darah merah dan biasanya terdeteksi oleh konsentrasi Hb darah
yang rendah. National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan
anemia pada CKD merupakan suatu kondisi dimana konsentrasi Hb
<13,5g/dl pada pria dan <12,0g/dl pada wanita. Pada pasien CKD,
produksi erythropoietin (EPO) mungkin terganggu yang
menyebabkan kekurangan EPO dan kematian EPO lebih awal.
(KDOQI, 2007).
2.4.2. Etiologi
Etiologi anemia pada CKD adalah multifaktorial, termasuk
defisiensi EPO, pemendekan masa hidup sel darah merah,
defisiensi besi, dan kehilangan darah dari hemodialisis.
1. Defisiensi EPO
Faktor utama penyebab terjadinya anemia pada CKD adalah
defisiensi EPO sebagai akibat kerusakan sel-sel penghasil EPO
27
(sel peritubuler) pada ginjal. EPO adalah sebuah hormon
glikoprotein yang diproduksi terutama oleh ginjal. EPO yang
akan berdiferensiasi menjadi sel darah matur berinteraksi
dengan reseptor spesifik pada permukaan sel induk eritroid.
Perkembangan sel eritroid ini melibatkan produksi sel yang
mengandung Hb. Hemoglobin pada sel darah merah berfungsi
mengangkut O2 dari paru ke jaringan dan mengangkut CO2
dalam arah yang berlawanan. Selain itu, defisiensi EPO dapat
disebabkan karena penumpukan zat yang secara normal
dikeluarkan ginjal sehingga menyebabkan sumsum tulang
membuat sel darah merah lebih sedikit dan menyebabkan
anemia (Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000).
2. Pemendekan masa hidup sel darah merah
Faktor-faktor penyebab lain anemia pada pasien CKD adalah
menurunnya rentang hidup sel darah merah dari normal 120 hari
menjadi sekitar 70 hingga 80 hari pada penderita dengan CKD.
Faktor-faktor tersebut adalah trauma sel darah merah akibat
penyakit mikrovaskular (diabetes atau hipertensi), kehilangan
darah dari prosedur hemodialisis, perdarahan gastrointestinal
dari penyakit ulkus peptikum dan angiodisplasia usus, dan stres
oksidatif yang mempersingkat kelangsungan hidup sel darah
merah (Lerma, Nissenson, Allen, 2012).
28
3. Defisiensi besi
Anemia defisiensi besi pada pasien CKD terutama disebabkan
oleh asupan nutrisi yang kurang, gangguan absorbsi, perdarahan
kronik, inflamasi atau infeksi, serta peningkatan kebutuhan besi
selama koreksi anemia dengan terapi Eritropoietin Stimulating
Agent (ESA) (Singh dan Anjay, 2014).
4. ACE inhibitor dan angiotensin receptor antagonist
Kedua golongan obat ini dapat menyebabkan penurunan
reversibel konsentrasi Hb pada pasien CKD. Mekanisme ACE
inhibitor dan angiotensin receptor blockers menurunkan Hb
dengan memblokade langsung efek proerythropoietic dari
angiotensin II pada prekursor sel darah merah, degradasi
inhibitior fisiologis hematopoiesis, dan penindasan IGF-1
(Mohanram, Zhang, Shahinfar, 2008).
5. Perdarahan Gastrointestinal (GI) bagian bawah
Anemia yang terjadi karena perdarahan GI bagian bawah
merupakan kompensasi kurangnya pasokan nutrien, seperti besi,
dan mekanisme fisiologis yang juga berkontribusi terhadap
kejadian perdarahan GI bagian bawah seperti disfungsi uremik
platelet, penggunaan heparin intermiten di dialisis, penggunaan
agen antiplatelet dan antikoagulan. Penyebab perdarahan ini
dapat disebabkan oleh angiodisplasia, divertikulosis, ca-colon,
inflammatory bowel disease, dialysis related amyloidosis,
29
ischemic colitis, hemorroid, anal fissure, dan stercoral
ulceration (Saeed, Agrawal, Greenberg, et al., 2011).
2.4.3. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala anemia pada CKD meliputi :
1. Lemah
2. Fatigue atau kelelahan
3. Sakit kepala
4. Gangguan konsentrasi
5. Pucat
6. Pusing
7. Kesulitan bernapas atau sesak napas
8. Sakit dada
(Somvanshi, Khan, Ahmad, 2012)
2.4.4. Penatalaksanaan
Penatalaksaan anemia pada CKD dapat berupa erythropoesis-
stimulating agent (ESA) untuk mempertahankan kadar hemoglobin
normal. Selama terapi ESA perlu untuk mempertahankan kadar
besi yang cukup, seperti feritin, saturasi transferin, dan tampilan sel
hipokromik pada sediaan apus darah. Terapi ESA dikatakan
berespon baik apabila terjadi peningkatan jumlah retikulosit pada
terapi pertama kali. Namun, banyak penelitian memperlihatkan
penggunaan ESA pada CKD dapat meningkatkan kejadian
kardiovaskular, seperti serangan jantung dan stroke. Oleh karna itu,
30
penggunaan ESA harus hati-hati dengan memperhatikan riwayat
penyakit pasien CKD (O’Callaghan, 2006; National Kidney
Foundation, 2007).
The National Kidney Foundation: Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (KDOQI) merekomendasikan pasien CKD
dengan anemia yang menjalani hemodialisis untuk memiliki target
Hb kisaran 11,0-12,0g/dl. Sedangkan pada pasien dialysis dan non
dialysis yang menerima terapi ESA, target Hb tidak boleh
>13,0g/dl. Hal ini didasarkan pada penelitian yang menyatakan
bahwa pasien CKD yang ditargetkan memiliki Hb >13,0g/dl tidak
menunjukkan manfaat yang bermakna untuk mencegah kejadian
kardiovaskular dan angka kematian (National Kidney Foundation,
2007).
Kadar Hb pada individu dengan CKD sering berfluktuasi diatas
atau dibawah tingkat target yang dianjurkan dalam jangka waktu
yang singkat. Efek farmakologi dan dosis ESA dapat menyebabkan
pola siklik dari kadar Hb dalam kisaran yang direkomendasikan.
Variabilitas Hb pada pasien anemia CKD dapat dikarenakan
beberapa faktor yaitu defisiensi besi, infeksi atau peradangan,
kehilangan darah atau transfusi, adekuasi dialisis dan kualitas air,
stadium CKD dan residu fungsi ginjal, tingkat vitamin, hormon
paratiroid, dan mineral seperti vitamin D, B12, atau kekurangan
folat. Variabilitias Hb lebih menonjol pada pasien yang lebih muda,
31
memiliki kadar albumin yang rendah dan serum ferritin serum yang
tinggi, atau yang memiliki perubahan nafsu makan terkait
perubahan status gizi atau inflamasi. Variabilitas Hb juga berbeda
pada pasien yang menerima suplemen zat besi (Ofsthun dan
Lazarus, 2007; Kalantar-Zadeh dan Aronoff, 2009).
Transfusi sel darah merah juga diperlukan pada pasien dengan Hb
yang turun sangat rendah. Mentrasfusikan sel darah merah ke
pembuluh darah vena pasien akan meningkatkan sejumlah O2
didalam tubuh (Somvanshi, Khan, Ahmad, 2012).
2.5. Kerangka Teori
Chronic kidney disease dapat disertai anemia dan secara progresif
menurunkan GFR. Pada pasien ESRD ditandai dengan GFR
<15ml/min/1,73m2. Anemia pada pasien CKD dapat dikarenakan beberapa
faktor seperti defisiensi EPO, pemendekan masa hidup sel darah merah,
defisiensi besi, penggunaan ACE Inhibitor dan angiotensin receptor
antagonist, dan perdarahan GI. Salah satu terapi pada ESRD berupa terapi
penggantian ginjal yaitu hemodialisis. Pada proses hemodialisis dapat
dipengaruhi oleh adekuasi hemodialisis, ultrafiltrasi dan faktor-faktor
kehilangan darah yang dapat menyebabkan perubahan kadar Hb
(Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000; KDIGO, 2013; NKFKDOQI,
2015).
32
Gambar 2. Kerangka teori.(sumber : Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000; KDIGO, 2013;
NKFKDOQI, 2015)
2.6. Kerangka Konsep
Gambar 3. Kerangka Konsep.
CKD
GFR <15ml/min/1,73m2
ESRD
Defisiensi EPO
Pemendekan masahidup eritrosit
Defisiensi besi(Fe)
Penggunaan ACEIdan angiotensin
receptorantagonist
Perdarahan GI
Anemia padaCKD
Hemodialisis
Kehilangandarah lewatAV fistula
Episodeclotting
Ultrafiltrasi
Perubahan kadar Hb
Terapi ESAAdekuasi
Hemodialisis
33
2.7. Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:
Ho: Tidak terdapat perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis
pada pasien gagal ginjal kronik.
Ha: Terdapat perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada
pasien gagal ginjal kronik.
.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan pengambilan data
cross-sectional. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer yang didapat dari pre dan post hemodialisis untuk
mengetahui kadar hemoglobin pasien dan data sekunder yang didapat dari
rekam medik untuk menentukan sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016
3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang hemodialisa, laboratorium
patologi klinik dan ruang rekam medik RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung.
35
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Pada penelitian ini, populasi targetnya adalah pasien ESRD di
Provinsi Lampung dan populasi terjangkaunya adalah pasien ESRD
yang melakukan hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2016.
3.3.2. Sampel
Pada penelitian ini, penghitungan sampel menggunakan rumus
analitik komparatif numerik berpasangan sebagai berikut:
1 = 2 = ( + )1 − 2Keterangan :
Zα : kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis satu
arah, sehingga Zα = 1,64
Zβ : deviat baku beta, kesalahan tipe II ditetapkan sebesar
10%, maka Zβ = 1,28
S : simpang baku dari selisih nilai antar kelompok yaitu
1,8g/dl (kepustakaan)
X1 – X2 : selisih minimal rerata yang dianggap bermakna = 0,9g/dl
(Dahlan, 2012).
Hasil perhitungan :
1 = 2 = (1,64+1,28)1,80,9 2 = 34
36
Berdasarkan hasil perhitungan, maka jumlah sampel minimal yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 34 sampel. Untuk
mencegah drop out, maka peneliti menambahkan jumlah sampel
sebesar 10% sehingga total keseluruhan sampel yang digunakan
adalah 38 sampel. Cara pengambilan sampel ini menggunakan
teknik consecutive sampling.
3.4. Kriteria Penelitian
3.4.1. Kriteria Inklusi
a. Pasien ESRD yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
b. Bersedia menjadi responden penelitian dengan
menandatangani informed-consent.
3.4.2. Kriteria Ekslusi
a. Pasien yang mengalami perdarahan akut saat hemodialisis.
b. Pasien dengan leukemia / limfoma hodgkin / limfoma non-
hodgkin / mieloma multipel.
3.5. Identifikasi Variabel
3.5.1. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat dari penelitian ini adalah kadar hemoglobin (pre
dan post hemodialisis).
37
3.5.2. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas dari penelitian ini adalah pasien hemodialisis.
3.6. Definisi Operasional
Tabel 5. Definisi operasional
No Variabel DefinisiOperasional
Cara Ukur Alat Ukur HasilUkur
Skala
1 KadarHemoglobin
Kadar hemoglobinyang diukursebelum dansesudahhemodialisis
Cyanide freehemoglobinspectrophotometry
AutomatedHematology
Analyzer
g/dl Numerik
2 Pasienhemodialisis
Pasien yangterbuktimerupakan pasiengagal ginjal kronikyang terlihat darihasil pemeriksaanGFR di rekammedis danmenjalanihemodialisis
GFR = (140-umur)x berat badan *) /72 x kreatininplasma
*) pada perempuandikalikan 0,85
KimiaAnalyzer,
Timbangan
<15mL/menit/1,73
m2
Numerik
3.7. Alat, Bahan, dan Cara Penelitian
3.7.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik, alat
tulis, spuit 3 cc, tabung EDTA, handscoon, plester, dan automated
hematology analyzer.
3.7.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah darah vena
pasien sebanyak 3 cc.
38
3.7.3. Cara Kerja Alat
Prinsip kerja untuk mengukur kadar Hb pada alat automated
hematology analyzer adalah cyanide free hemoglobin
spectrophotometry. Reagen cyanide-free sodium lauryl sulphate
(SLS) digunakan untuk melisiskan sel darah merah dan sel darah
putih pada sampel darah. Reaksi kimia dimulai dengan mengubah
globin dan kemudian mengoksidasi group heme. Kemudian SLS’
hidrophilic groups mengikat kelompok heme dan membentuk
formasi yang lebih stabil yaitu SLS-hemoglobin (SLS-HGB)
(Sysmex UK, 2016).
Light emeting diode mengirimkan cahaya monokromatik dan
bergerak melalui cahaya campuran yang diabsorbsi oleh kompleks
SLS-HGB. Absorbansi diukur dengan fotosensor dan dibandingkan
dengan konsentrasi Hb sampel. Metode absorpsi fotometrik
biasanya dipengaruhi oleh kekeruhan sampel itu sendiri. Dalam
sampel darah, kekeruhan dapat disebabkan karena lipemia atau
leukositosis. Dengan metode SLS-HGB gangguan ini dapat
diminimalkan dengan efek dari reagen (Sysmex UK, 2016).
3.7.4. Cara pengambilan sampel
Pengambilan sampel darah dari responden dilakukan dua kali, yaitu
sebelum dan sesudah proses hemodialisis dengan cara berikut:
1. Melakukan informed-consent kepada responden
2. Cuci tangan dan menggunakan handscoon
39
3. Aspirasi darah sebanyak 3 cc melalui selang yang terhubung
dari badan ke dialiser
4. Memasukkan sampel darah ke dalam tabung
5. Menuliskan identitas responden pada tabung
6. Mengirimkan sampel darah ke laboratorium patologi klinik
3.8. Alur Penelitian
Gambar 4. Alur Penelitian
1. Tahap persiapan Pembuatan proposal
Pencatatan data pasienyang terdiagnosis ESRD direkam medis
2. Tahap pelaksanaan
Pengisian informedconsent
Pengambilan darah pasiensebanyak 3 cc (pre danpost hemodialisis)
Pengolahan spesimendengan dimasukkan kehematology analyzer dilaboratorium patologiklinik
Pembacaan hasilpemeriksaan hemoglobin
Melakukan input data
Analisis data spesifik
3. Tahap pengolahan data
40
3.9. Pengolahan dan Analisis Data
3.9.1. Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan
diolah menggunakan software statistik. Kemudian, proses
pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari
beberapa langkah (Notoatmodjo, 2010):
1. Editing, untuk melakukan pengecekan apakah semua data
pemeriksaan sudah lengkap, jelas, relevan, dan kuisioner.
2. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang
dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok
untuk keperluan analisis.
3. Entry, merupakan suatu kegiatan memasukkan data ke dalam
komputer.
4. Cleaning, pengecekan ulang data dari setiap sumber data atau
responden untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan kemudian dilakukan koreksi.
3.9.2. Analisis Data
Data penelitian dimasukkan kedalam komputer dan dilakukan
analisis data. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan Hb pre dan post hemodialisis pada
pasien gagal ginjal kronik. Terdapat dua analisis data yang
digunakan pada penelitian ini, yaitu:
41
a. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian. Bentuk
analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data
numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, nilai minum dan
maksimum dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis
ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari
tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).
b. Analisis Bivariat
Hasil analisis univariat yang menggambarkan karakteristik atau
distribusi setiap varibel dapat dilanjutkan dengan analisis
bivariat. Perbandingan hubungan antara kedua kelompok diuji
dengan Uji-T untuk kelompok berpasangan pada sebaran data
berdistribusi normal. Namun jika sebaran data tidak terdistribusi
normal, digunakan analisis statistik non parametrik uji
Wilcoxon. Dalam penelitian ini, jumlah sampel adalah sebesar
38 sampel, sehingga uji normalitas data menggunakan Uji
Saphiro-Wilk (Notoatmodjo, 2010; Dahlan, 2012).
3.10. Etika Penelitian
Penelitian ini telah diajukan kepada Komite Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan disetujui dengan Nomor
Surat: 046/UN26.8/DL/2016.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian perbedaan kadar hemoglobin pre dan post
hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2016, didapat simpulan sebagai berikut:
1. Pada pemeriksaan kadar hemoglobin pre hemodialisis didapatkan rerata
sebesar 9,3g/dl dan termasuk dalam rentang dibawah nilai normal kadar
hemoglobin.
2. Pada pemeriksaan kadar hemoglobin post hemodialisis didapatkan rerata
10,7g/dl dan termasuk dalam rentang dibawah nilai normal kadar
hemoglobin.
3. Pada pasien CKD yang mengalami peningkatan kadar hemoglobin post
hemodialisis sebesar 91,7%.
4. Pada pasien CKD yang mengalami penurunan kadar hemoglobin post
hemodialisis sebesar 8,3%.
5. Terdapat perbedaan rerata kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis.
53
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar:
1. Penelitian selanjutnya terkait anemia pada pasien hemodialisa dilakukan
dengan sampel yang lebih besar.
2. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian terkait faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin pasien CKD yang
menjalani hemodialisis.
3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian kohort
prospektif terkait kadar hemoglobin pasien CKD yang menjalani
hemodialisis.
4. Tatalaksana anemia dan pencegahan anemia pada pasien CKD perlu terus
ditingkatkan sebagai bagian dari tatalaksana komprehensif pasien CKD.
DAFTAR PUSTAKA
Amin N, Mahmood RT, Asad MJ, Zafar M, Raja AM. 2014. Evaluating Urea andCreatinine Levels in Chronic Renal Failure Pre and Post Dialysis : AProspective Study. J Cardiovasc. Dis. 2(2):2–5.
Agarwal R, Kelley K, Light RP. 2008. Diagnostic Utility of Blood VolumeMonitoring in Hemodialysis Patients. Am J Kidney Dis. 51:242–54.
Arora P, Batuman V. 2015. Chronic Kidney Disease. Medscape. [internet].[Diakses tanggal 19 Mei 2016]. Tersedia dari:http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview#a3
Australian Institute of Health and Welfare. 2009. Australia’s welfare 2009.Canberra: AIHW.
Barratt J, Topham P, Harris KPG. 2008. Oxford Desk Reference: Nephrology.Oxford University Press. [internet]. [Diakses tanggal 27 Mei 2016].Tersediadari: https://books.google.com/books?id=VWwLYYTfGcEC&pgis=1
Berns JS. 2014. Hematologic Complications of Chronic Kidney Disease:Erythrocytes and Platelets. Chronic Renal Disease. 266–76.
Castilo NGP, Rivero AJA, Macia M, Getino MA. 2012. Should We AdjustErythropoiesis-Stimulating Agent Dosage To Postdialysis HemoglobinLevels ? A Pilot Study. BMC Nephrology. 13(60):2–7.
Chioini RL. 2016. Anemia And Kidney Disease. Rockwell Med. [internet].[Diakses tanggal 7 September 2016]. Tersedia dari:http://www.rockwellmed.com/therapeutic-anemia-kidney-disease.htm.
Dahlan MS. 2012. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian BidangKedokteran Dan Kesehatan 2nd Ed. Jakarta: Sagung Seto.
55
Daugirdas JT, Depner TA, Inrig J, Mehrotro R, Rocco MV, Suri RS, et al. 2015.KDOQI Clinical Practice Guideline For Hemodialysis Adequacy: 2015Update. Am J Kidney Dis. 66(5):884–930.
Dinas Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.Riskesdas.111–6.
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland 29th ed. Jakarta: EGC.
Galbusera M, Remuzzi G, Boccardo P. 2008. Treatment of Bleeding in DialysisPatients. Seminars in Dialysis. 22(3):279–86.
Gatot D. 2003. Rasio Reduksi Ureum Dializer 0,90; 2,10 dan 2 Dializer Seri 0,90Dengan 1,20.USU Digital Library. 1–17.
Geller AB, Devita MV, Marku-podvorica J, Rosenstock JL, Panagopoulos. 2010.Increase in Post-Dialysis Hemoglobin Can Be Out of Proportion andUnrelated to Ultrafiltration. Dialysis and Transplantation. 39(2):57–62.
IRR. 2014. 7 Th Report of Indonesian Renal Registry. 2014.1–36.
Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. 2000.Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam 13th ed. A. H. Asdie, ed.Jakarta: EGC.
Kalantar-Zadeh K, Aronoff GR. 2009. Hemoglobin Variability in Anemia ofChronic Kidney Disease. JASN. 20(3):479–87.
KDIGO. 2013. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline For The Evaluation andManagement of Chronic Kidney Disease. Kidney Inter., Suppl. 3(1):4–9.
KDOQI. 2007. KDOQI Clinical Practice Guideline and Clinical PracticeRecommendations For Anemia in Chronic Kidney Disease: 2007 Update OfHemoglobin Target. Am J Kidney Dis. 50(3):471–530.
Kiswari R. 2014. Hematologi dan Transfusi 1st Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Lerma EV, Nissenson AR. 2012. Nephrology Secrets 3rd ed. United State OfAmerica: Elsevier Mosby.
56
Levey AS, Eckardt KU, Tsukamoto Y, Levin A, Coresh J, Rossert J, et al. 2005.Definition and Classification of Chronic Kidney Disease: A PositionStatement From Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO).Kidney inter., Suppl. 67(6):2089–100.
Möddel M. Schwarzkopf A, Meffert G, Sachs M, Park KI, Zurich, et al. 2011. TheAssociation Between Ultrafiltration Volume and Change of The Pre AndPost Dialysis Hemoglobin Levels in Maintenance Hemodialysis Patients.Hirslanden.1
Mohanram A, Zhang Z, Shahinfar S. 2008. The Effect of Losartan on HemoglobinConcentration and Renal Outcome in Diabetic Nephropathy Of Type 2Diabetes. Kidney. 73(5):630–6.
Movilli E, Pertica N, Camerini C, Cancarini GC, Brunori G, Scolari F, et al. 2002.Pre-Dialysis Versus Post-Dialysis Hematocrit Evaluation DuringErythopoietin Therapy. Am J Kidney Dis. 39:850-53
NA L, Panggabean SH, Lengkong J, Christine I. 2012. Kecemasan Pada PenderitaPenyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RS UniversitasKristen Indonesia. MMI. 46:6–11.
National Kidney Foundation. 2002. K/DOQI Clinical Practice Guidelines ForChronic Kidney Disease: Evaluation, Clasification and Stratification. Am JKidney Dis. 39:1-266.
National Kidney Foundation. 2007. KDOQI clinical Practice Guideline AndClinical Practice Recommendations For Anemia in Chronic KidneyDisease: 2007 Update of Hemoglobin Target. Am J Kidney Dis. 50(3):471–530.
NIDDK. 2014. High Blood Pressure and Kidney Disease. NKUDIC.1–12.
Nissenson AR, Fine RN. Handbook of Dialysis Therapy, 4th ed. Philadelpia:Saunders Elsevier. 548-95
NKFKDOQI. 2015. Iron Needs in Dialysis - The National Kidney Foundation.National kidney foundation. [internet]. [Diakses tanggal 27 Mei 2016].Tersedia dari: https://www.kidney.org/atoz/content/ironDialysis
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
57
O’Callaghan CA. 2006. At A Glance Sistem Ginjal 2nd ed. Jakarta: PenerbitErlangga.
O’Mara NB, 2008. Anemia in Patients With Chronic Kidney Disease. DiabetesSpectr. 21(1):12–9.
Ofsthun N, Lazarus J. 2007. Impact of The Change in Cms Billing Rules ForErythropoietin On Hemoglobin Outcomes in Dialysis Patients. Blood Purif.25:31–5.
PERNEFRI. 2011. 4 th Report of Indonesian Renal Registry 2011
Pernefri. 2003. Konsensus Dialisis Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Jakarta.
Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit6th ed. H. Hartanto. ed. Jakarta: EGC.
Saeed F, Kousar N, Sinnakirouchenan R, Ramalingan V, Johnson PB, Holley JL.2011. Blood Loss Through Av Fistula: A Case Report and LiteratureReview. Int J Nephrol. 2011:350870.
Saeed F, Agrawal N, Greenberg E, Holley JL. 2011. Lower GastrointestinalBleeding in Chronic Hemodialysis Patients. Int J Nephrol. 2011:272535.
Septiwi C. 2011. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan KualitasHidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. Dr.MargonoSoekarjo Purwokerto. Universitas Indonesia.
Singh AK, Anjay. 2014. Anemia of Chronic Kidney Disease. JCM. 21(3):181–95.
Smeltzer S, Bare B. 2008. Buku Ajar Medikal Bedah 8th ed. Jakarta: EGC.
Somvanshi S, Khan NZ, Ahmad M. 2012. Anemia In Chronic Kidney DiseasePatients. Clinical Queries: Nephrology. 1(3):198–204.
Stauffer ME, Fan T. 2014. Prevalence of Anemia in Chronic Kidney Disease InThe United States. PLoS ONE. 9(1):2–5.
Suharjono, Susalit E. 2009. Hemodialisis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 1050–2.
58
Suki WN, Massry SG. 2012. Therapy of Renal Diseases and Related Disorders2nd ed. London: Springer Science and Business Media.
Sysmex UK. 2016. Haematology Measurement Technologies. [internet]. [Diaksestanggal 1 Juni 2016]. Tersedia dari:http://www.sysmex.co.uk/education/knowledge-centre/measurement-technologies/haematology-measurement-technologies.html.
Turner JM, Bauer C, Abramowitz MK, Melamed ML, Hostetter TH. 2012.Treatment of Chronic Kidney Disease. ISN. 81(4):351–62.
Ulya I, Suryanto. 2005. Perbedaan Kadar Hb Pra Dan Post Hemodialisa padaPenderita Gagal Ginjal Kronis Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 1–16.
US Department of Health and Human Services. 2009. Treatment Methods forKidney Failure : Hemodialysis. NIDDK. 1–11.
USRDS. 2010. Atlas of End-Stage Renal Disease in the United States. Annualdata report. 1–21.
USRDS. 2015. Chapter 1 : CKD in The General Population. USRDS Annual DataReport. 1:13–24.
USRDS. 2015. Chapter 1: Incidence, Prevalence, Patient Characteristics, andTreatment Modalities. USRDS Annual Data Report. 2:139–58.
White T. 2011. Low Blood Pressure During Dialysis Increases Risk Of Clots,According To Stanford-Led Study | News Center | Stanford Medicine.JASN. [internet]. [Diakses tanggal 27 Mei 2016]. Tersedia dari:http://med.stanford.edu/news/all-news/2011/07/low-blood-pressure-during-dialysis-increases-risk-of-clots-according-to-stanford-led-study.html