peningkatan kapasitas kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (klb),...

40
1 PENINGKATAN KAPASITAS TENAGA SURVEILANS UNTUK PENGUATAN PENEMUAN KASUS PNEUMONIA/ISPA DAN KESIAPSIAGAAN DAERAH MENGHADAPI PHEIC TAHUN 2016 I. Pendahuluan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 2349/Menkes/Per/XI/2011 tanggal 22 Nopember 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit, BTKLPP Kelas I Medan merupakan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan. BTKLPP Kelas I Medan memiliki 3 (tiga) wilayah layanan yaitu Propinsi Aceh, Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Sumatera Barat. BTKLPP Kelas I Medan merupakan salah satu unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang mempunyai tugas melaksanakan surveilans epidemiologi, kajian dan penapisan teknologi, laboratorium rujukan, kendali mutu, kalibrasi, pendidikan dan pelatihan, pengembangan model dan teknologi tepat guna, kewaspadaan dini, dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di bidang pemberantasan penyakit menular dan kesehatan lingkungan serta kesehatan matra. Untuk meningkatkan pelayanan BTKLPP Kelas I Medan ke wilayah kerjanya maka dilaksanakan Kegiatan ”Peningkatan Kapasitas Tenaga Surveilans Untuk Penguatan Penemuan Kasus Pneumonia/ISPA dan Kesiapsiagaan Daerah Menghadapi PHEIC” yang dilaksanakan di Hotel Polonia Medan. II. Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas tenaga surveilans untuk penguatan penemuan kasus Pneumonia / ISPA dan kesiapsiagaan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota di Propinsi Sumatera Utara dalam menghadapi PHEIC (Public Health Emergency of International Concern) Tahun 2016. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang salah satu/lebih organ saluran nafas, mulai hidung sampai alveoli termasuk organ adneksanya. Dari sekian banyak ISPA, yang menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah Pneumonia khususnya pada Balita dan di Indonesia ISPA adalah penyebab kedua kematian Balita. BTKLPP Kelas I Medan sebagai UPT Kementerian Kesehatan melaksanakan kegiatan Penguatan Penemuan Kasus Pneumonia/ISPA dan membantu petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara untuk dapat sigap dan siap senantiasa dalam menghadapi PHEIC dengan melatih petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se Propinsi Sumatera Utara selama 4 hari di Hotel Polonia Medan. III. Metode Pelaksanaan Pertemuan ini dilaksanakan dengan metode sebagai berikut : a. Pengarahan dan Pembukaan dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (mewakili). b. Kata sambutan dari Ketua Panitia Penyelenggara Kegiatan. c. Pemaparan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (mewakili). d. Pemaparan dari Kepala Subdit ISPA Ditjen P2P Kementerian Kesehatan. e. Pemaparan dari Kepala Bapelkes Medan. f. Pemaparan dari Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi. g. Pemaparan dari Ibu Sri Rahayu dan Ibu Atika Siregar. h. Diskusi dan tanya jawab. i. Penutupan dari Kepala BTKLPP Kelas I Medan.

Upload: trankiet

Post on 03-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

1

PENINGKATAN KAPASITAS

TENAGA SURVEILANS

UNTUK PENGUATAN

PENEMUAN KASUS

PNEUMONIA/ISPA DAN

KESIAPSIAGAAN DAERAH

MENGHADAPI PHEIC

TAHUN 2016

I. Pendahuluan

Berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor :

2349/Menkes/Per/XI/2011 tanggal 22

Nopember 2011 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik

Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian

Penyakit, BTKLPP Kelas I Medan merupakan

Unit Pelaksana Teknis di lingkungan

Kementerian Kesehatan yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada

Direktur Jenderal PP dan PL Kementerian

Kesehatan. BTKLPP Kelas I Medan memiliki 3

(tiga) wilayah layanan yaitu Propinsi Aceh,

Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi

Sumatera Barat.

BTKLPP Kelas I Medan merupakan

salah satu unit pelaksana teknis di lingkungan

Kementerian Kesehatan yang mempunyai

tugas melaksanakan surveilans epidemiologi,

kajian dan penapisan teknologi, laboratorium

rujukan, kendali mutu, kalibrasi, pendidikan

dan pelatihan, pengembangan model dan

teknologi tepat guna, kewaspadaan dini, dan

penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di

bidang pemberantasan penyakit menular dan

kesehatan lingkungan serta kesehatan matra.

Untuk meningkatkan pelayanan

BTKLPP Kelas I Medan ke wilayah kerjanya

maka dilaksanakan Kegiatan ”Peningkatan

Kapasitas Tenaga Surveilans Untuk

Penguatan Penemuan Kasus

Pneumonia/ISPA dan Kesiapsiagaan Daerah

Menghadapi PHEIC” yang dilaksanakan di

Hotel Polonia Medan.

II. Tujuan

Kegiatan ini bertujuan untuk

meningkatkan kapasitas tenaga surveilans

untuk penguatan penemuan kasus Pneumonia

/ ISPA dan kesiapsiagaan petugas Dinas

Kesehatan Kabupaten / Kota di Propinsi

Sumatera Utara dalam menghadapi PHEIC

(Public Health Emergency of International

Concern) Tahun 2016.

Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) adalah infeksi yang menyerang salah

satu/lebih organ saluran nafas, mulai hidung

sampai alveoli termasuk organ adneksanya.

Dari sekian banyak ISPA, yang menjadi

masalah kesehatan masyarakat adalah

Pneumonia khususnya pada Balita dan di

Indonesia ISPA adalah penyebab kedua

kematian Balita. BTKLPP Kelas I Medan

sebagai UPT Kementerian Kesehatan

melaksanakan kegiatan Penguatan Penemuan

Kasus Pneumonia/ISPA dan membantu

petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di

Propinsi Sumatera Utara untuk dapat sigap

dan siap senantiasa dalam menghadapi

PHEIC dengan melatih petugas Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota se Propinsi

Sumatera Utara selama 4 hari di Hotel Polonia

Medan.

III. Metode Pelaksanaan

Pertemuan ini dilaksanakan dengan

metode sebagai berikut :

a. Pengarahan dan Pembukaan dari Kepala

Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara

(mewakili).

b. Kata sambutan dari Ketua Panitia

Penyelenggara Kegiatan.

c. Pemaparan Kepala Dinas Kesehatan

Propinsi Sumatera Utara (mewakili).

d. Pemaparan dari Kepala Subdit ISPA Ditjen

P2P Kementerian Kesehatan.

e. Pemaparan dari Kepala Bapelkes Medan.

f. Pemaparan dari Kepala Seksi Surveilans

Epidemiologi.

g. Pemaparan dari Ibu Sri Rahayu dan Ibu

Atika Siregar.

h. Diskusi dan tanya jawab.

i. Penutupan dari Kepala BTKLPP Kelas I

Medan.

Page 2: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

2

IV. Narasumber dan Peserta

Narasumber Kepala Subdit P2P ISPA Ditjen

P2P Kemenkes

Narasumber pada pertemuan ini adalah:

a. Kepala Subdit. P2P ISPA Ditjen P2P

Kementerian Kesehatan, dr. Christina

Widaningrum, M.Kes.

b. Kepala Bapelkes Medan, Achmad Rifai,

SKM, M.Kes.

c. Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi,

Erlan Aritonang, S.Si, M.Si

d. Widyaiswara Ahli Pertama, Sri R Yusnita

Situmorang, S.Kep

e. Fungsional Penyuluh Kesehatan

Masyarakat Muda, Atika Arif Siregar, SKM.

Peserta pada pertemuan ini ada sejumlah 77

orang yang terdiri dari :

- Kepala Seksi SE dan Kepala Seksi PTL

- Kepala Instalasi Laboratorium Kimia,

Laboratorium Biologi BTKLPP Medan

- Staf Dinas Kesehatan dari Seluruh

Kabupaten/Kota se Propinsi Sumatera

Utara

- Staf Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

Kelas I Medan

- Panitia

V. Waktu Dan Tempat

Kegiatan diselenggarakan pada tanggal

24-27 Mei 2016 di Hotel Polonia Medan

VI. Sumber Pembiayaan

Sumber pembiayaan kegiatan ini adalah

DIPA BTKLPP Kelas I Medan TA. 2016.

VII. Topik

Topik pada pertemuan ini adalah :

melatih tenaga surveilans/pengelola ISPA di

seluruh Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera

Utara untuk penguatan penemuan kasus

Pneumonia/ISPA dan kesiapsiagaan daerah

menghadapi PHEIC.

VIII. Penanggung jawab

Penanggung jawab kegiatan ini

adalah Kepala BTKLPP Kelas I Medan.

IX. Rangkuman Hasil Kegiatan

1. Acara Pembukaan

Sambutan dari Ketua Panitia

Penyelenggara Kegiatan (Erlan Aritonang,

S.Si, M.Si) antara lain ucapan terima kasih

atas kehadiran seluruh peserta yang telah

menghadiri acara Peningkatan Tenaga

Surveilans untuk Penguatan Penemuan Kasus

Pneumonia/ISPA dan kesiapsiagaan daerah

menghadapi PHEIC Tahun 2016. Kemudian

disampaikan laporan rencana pelaksanaan

kegiatan yang berlangsung selama 4 (empat)

hari tanggal 24 - 27 Mei 2016 yang

dilaksanakan di Hotel Polonia Medan.

Selanjutnya disampaikan juga tujuan umum

pertemuan adalah untuk melatih tenaga

surveilans/pengelola ISPA di Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara

bagaimana cara menangani kasus

Pnumonia/ISPA dan melatih agar siap siaga

dalam mengahadapi PHEIC tahun 2016.

2. Pemaparan Materi

a. Ka. Subdit. ISPA Ditjen P2P Kementerian

Kesehatan, dr. Christina Widaningrum,

M.Kes. Materi yang dibawakan adalah :

- Kebijakan dan strategi IHR.

- Manajemen Emerging Infektious

Diseases (EIDs).

- Sistem Surveilans ISPA Berat

Indonesia (SIBI).

- Kebijakan Penanggulangan

Pneumonia/ISPA.

b. Kepala Bapelkes Medan, Achmad Rifai,

SKM, M.Kes. Materi yang dibawakan

adalah :

- Budaya Data.

Page 3: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

3

c. Kepala BTKLPP Kelas I Medan, Dr. Dra.

Indah Anggraini, M.Si. Materi yang

dibawakan adalah :

- Profil BTKLPP Kelas I Medan

d. Kepala Sie. Surveilans Epidemiologi, Erlan

Aritonang, S.Si, M.Si. Materi yang

dibawakan adalah :

- Surveilans Penyakit Menular

Langsung.

e. Widyaiswara Ahli Pertama, Sri R Yusnita

Situmorang, S.Kep. Materi yang dibawakan

adalah :

- BLC (Build Learning Commitment).

- Komunikasi Efektif.

f. Fungsional Penyuluh Kesehatan

Masyarakat Muda, Atika Arif Siregar, SKM.

Materi yang dibawakan adalah :

- Tatalaksana Pneumonia.

- Evaluasi dan Pelaporan ISPA.

3. Rencana Tindak Lanjut

Penandatanganan Rencana Tindak Lanjut .

Setelah selesai melakukan kegiatan

pemaparan materi dari nara sumber, seluruh

peserta sepakat untuk melakukan Rencana

Tindak Lanjut, antara lain :

a. Pengadaan logistik dari Dinas Kesehatan

Kabupaten dan Dinas Kesehatan Propinsi

dalam rangka penemuan kasus pneumonia.

b. Sosialisasi tentang tata laksana penemuan

kasus pneumonia yang di laksanakan oleh

Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten,

Dinas Kesehatan Propinsi dan BTKLPP

Medan

c. Pelacakan kasus pneumonia di wilayah

kerja dengan cara melakukan sweeping

dengan melibatkan bidan desa, kader

posyandu, dan tokoh masyarakat

d. Melakukan monev terpadu program ISPA

dan Pneumonia antara Dinas Kesehatan

Propinsi, Kabupaten/Kota dan BTKLPP

Medan ke Puskesmas

e. Merekomendasikan sistem tata laksana

standar dalam penanggulangan pneumonia

melalui pendekatan mtbs ke lintas program

di puskesmas

f. Mengadvokasikan pengambilan kebijakan

dalam penganggaran program pneumonia

dan pelacakan kasus pneumonia kepada

kepala bidang, selanjutnya ke kepala

Puskesmas

g. Melatih pengelola ISPA Puskesmas dan

Kabupaten oleh Dinas Kesehatan Propinsi

h. Melakukan penyuluhan oleh pengelola

ISPA ke seluruh desa mengenai

Pneumonia/ISPA yang melibatkan bidang

Promkes / Kesling, Bidan Desa, dan Kepala

Desa.

4. Kesimpulan

Dari hasil Kegiatan Peningkatan

Tenaga Surveilans untuk Penguatan

Penemuan Kasus Pneumonia/ISPA dan

kesiapsiagaan daerah menghadapi PHEIC

Tahun 2016 yang berlangsung selama 4

(empat) hari di Hotel Polinia Medan, dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Tenaga Surveilans Kabupaten / Kota di

Propinsi Sumatera Utara mengenal tentang

penyakit penyakit PHEIC dan mengetahui

bagaimana cara penanganan terhadap

penyakit tersebut.

b. Tenaga Surveilans Kabupaten / Kota di

Propinsi Sumatera Utara mempunyai

pengetahuan tentang peranan data sebagai

dasar kegiatan dan mempunyai

pengetahuan mengenai cara penyajian dan

analisis data hasil kegiatan secara statistik.

c. Peserta pertemuan mampu

mendeskripsikan, menganalisis dan

memvisualisasikan data menjadi informasi

sebagai bahan rekomendasi kepada

penentu kebijakan untuk mendapatkan

tindak lanjut.

d. Tenaga Surveilans Kabupaten / Kota di

Propinsi Sumatera Utara mempunyai

pengetahuan dalam pengendalian penyakit

ISPA terutama Pneumonia Balita,

Pengendalian ISPA untuk usia > 5 tahun

dan mempunyai kesiapsiagaan serta

respon terhadap pandemi influenza serta

Page 4: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

4

penyakit saluran pernafasan lain yang

berpotensi wabah serta faktor risiko ISPA.

e. Adanya koordinasi yang baik antar Dinas

Kesehatan kabupaten/kota dengan

Puskesmas dalam menangani kasus ISPA.

f. Adanya koordinasi yang baik antar

Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera

Utara dengan BTKLPP Kelas I Medan

dalam sistem pelaporan surveilans.

5. Penutup

Pertemuan ini ditutup oleh Kepala

BTKLPP Kelas I Medan pada hari Jumat, 27

Mei 2016.

Demikianlah laporan kegiatan Peningkatan

Tenaga Surveilans untuk Penguatan

Penemuan Kasus Pneumonia/ISPA dan

kesiapsiagaan daerah menghadapi PHEIC

Tahun 2016. Semoga dapat dipergunakan

untuk menambah pengetahuan, dan semoga

acara ini dapat dilaksanakan di tahun yang

akan datang untuk memperdalam

pengetahuan dan keahlian tenanga surveilans

yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Page 5: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

5

Page 6: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

6

KEGIATAN PENYEHATAN

TEMPAT PENGOLAHAN

MAKANAN (TPM)

DI KAWASAN WISATA DANAU

TOBA PARAPAT KECAMATAN

GIRSANG SIPANGAN BOLON

KABUPATEN SIMALUNGUN

TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Danau Toba memiliki wisata alam

yang luar biasa, wisata spiritual,

wisata sejarah, juga wisata arsitektur dan

kuliner. Suasana yang sejuk dan

menyegarkan, hamparan air yang jernih, serta

pemandangan yang mempesona dengan

pegunungan hijau adalah sebagian kecil saja

dari deskripsi keindahan Danau Toba yang

mengagumkan. Kini Danau Toba sudah mulai

tercemar oleh banyaknya aktifitas kehidupan

manusia seperti banyaknya keramba dan

limbah domestik bahkan limbah hotel yang

belum mempunyai pengolahan terlebih dahulu

sebelum masuk ke badan air Danau Toba

tersebut.

Kawasan Danaua Toba dikelilingi oleh

tujuh kabupaten/kota yang ada di Propinsi

Sumatera Utara dan salah satu Kabupaten

tersebut adalah Kabupaten Simalungun, Salah

satu penunjang wisata di kawasan danau

Toba adalah tempat-tempat umum seperti

rumah makan atau restoran, dimana

restoran/rumah makan adalah merupakan

tempat pengolahan makanan dimana dalam

menjalankan usahanya harus memiliki

persyaratan hygiene sanitasi sesuai dengan

persyaratan yang berlaku yaitu Kepmenkes

RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003, Tentang

Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan

dan Restoran.

Makanan yang sehat dan aman

merupakan salah satu faktor yang penting

untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Oleh karena itu kualitas makanan

baik secara bakteriologis, kimiawi, maupun

fisik harus selalu dipertahankan. Kualitas

makanan harus senantiasa terjamin setiap

saat, agar masyarakat sebagai pemakai

produk makanan tersebut dapat terhindar dari

penyakit/gangguan kesehatan serta

keracunan akibat makanan. Masalah sanitasi

makanan sangat penting, terutama di tempat-

tempat umum yang erat kaitannya dengan

pelayanan untuk orang banyak khususnya di

daerah kawasan wisata Danau Toba.

Untuk mencegah terjadinya keracunan

makanan dari tempat pengolahan makanan

perlu dilakukan pengawasan sanitasi tempat

pengolahan makanan dengan 6 prinsip

sanitasi yaitu pengawasan bahan makanan,

penyimpanan bahan makanan, pengolahan

bahan makanan dan penyimpanan

makanan dan penyajian makanan. Udara

sebagai komponen lingkungan yang penting

dalam perkembangan bakteri dan kuman

perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya

khususnya kualitas udara di rumah makan/

restoran harus dijaga demi terjaminnya

hygiene sanitasi makanan dan minuman yang

disediakan untuk masyarakat pengunjung

rumah makan/restoran di kawasan wisata

Danau Toba.

Bahan makanan dan makanan jadi

serta peralatan makan minum di rumah

makan/restoran juga harus sesuai dengan

Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003,

Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah

Makan dan Restoran, dimana angka kuman

pada makanan dan minuman serta pada

peralatan yang kontak langsung dengan

makanan siap saji tidak boleh mengandung

bakteri E.coli. Salah satu tugas pokok dan

fungsi BTKLPP Kelas I Medan sebagai Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian

Kesehatan dan berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan

No.2349/Menkes/SK/III/2011, Tentang

organisasi dan tata kerja UPT di bidang teknik

kesehatan lingkungan dan pengendalian

adalah melaksanakan Analisis Dampak

Kesehatan Lingkungan.

1.2. Permasalahan

a. Masih banyak rumah makan maupun

restoran belum memenuhi persyarantan

hygiene sanitasi sesuai Kepmenkes RI No.

Kepmenkes RI No.

1098/Menkes/SK/VII/2003, Tentang

Page 7: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

7

Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah

Makan Dan Restoran.

b. Masih rendahnya pengetahuan penjamah

makanan tentang hygiene sanitasi rumah

makan/restoran dan penjamah makanan

pada umumnya belum mengikuti kursus

pengolahan makanan.

c. Masih kurangnya pengawasan serta

pembinaan dari lintas sektor maupun lintas

program terhadap rumah makan/restoran.

1.3. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Meningkatkan Higiene Sanitasi

Rumah Makan dan Restoran di daerah

Parapat Kecamatan Girsang Sipangan

Bolon Kabupaten Simalungun Propinsi

Sumatera Utara.

b. Tujuan

- Untuk mengetahui tingkat mutu

hygiene sanitasi rumah makan.

- Untuk mengetahui kualitas makanan

yang disajikan rumah makan dan

restoran.

- Untuk mengetahui kualitas air minum

rumah makan dan restoran.

- Untuk mengetahui kualitas air bersih

rumah makan dan restoran.

- Untuk mengetahui tingkat kebersihan

peralatan makan minum rumah makan

dan restoran di daerah Parapat

Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Kabupaten Simalungun Propinsi

Sumatera Utara.

c. Output Kegiatan

Terpantaunya higiene sanitasi Rumah

makan dan Restoran didaerah Parapat

Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera

Utara.

1.4. METODE KEGIATAN

a. Sasaran

Sasaran dalam kegiatan penyehatan

Tempat Pengolahan Makanan adalah

Rumah makan/Restoran di daerah Parapat

Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera

Utara.

b. Cara Melakukan Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan Penyehatan

Tempat Pengelolaan Makanan melalui

Observasi Hygiene Sanitasi Rumah Makan

dan Restoran dan Uji kualitas air minum,

air bersih, makanan serta usap alat pada

piring makan dan gelas berdasarkan

Kepmenkes RI No.

1098/Menkes/SK/VII/2003, Tentang

Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah

Makan Dan Restoran.

c. Waktu & Tempat

Waktu pelaksanaan kegiatan

Penyehatan Tempat Pengelolaan

Makanan pada tanggal 18 Pebruari 2016.

Tempat pelaksanan kegiatan Penyehatan

Tempat Pengolahan Makanan yaitu :

1. Restoran Hotel Atsari

2. Rumah Makan Islam Murni

3. Rumah Makan Nikmat

4. Rumah Makan Azahra

5. Restoran Asia

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. RUMAH MAKAN

Menurut keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1098/MENKES/SK/Vll/2003 tentang

persyaratan hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran pada pasal (1) terdapat

pengertian rumah makan dan restoran.

Rumah makan adalah setiap tempat usaha

komersial yang ruang lingkup kegiatannya

menyediakan makanan dan minuman untuk

umum di tempat usahanya.

Kebersihan di rumah makan sangat

penting, mengingat salah satu fungsi dari

rumah makan yaitu sebagai tempat menjual

makanan dan dihidangkan kepada pembeli.

Sebagaimana tempat umum lainnya, rumah

makan perlu mendapat pengawasan khusus

mengenai keadaan sanitasinya. Bila tidak

maka akan menimbulkan hal-hal yang tidak

diinginkan seperti timbulnya penyakit menular.

Menurut Permenkes

No.1098/MenKes/SK/VII/2003 yang dimaksud

dengan :

a. Rumah Makan adalah setiap tempat

usaha komersial yang ruang lingkup

kegiatannya menyediakan makanan dan

Page 8: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

8

minuman untuk umum ditempat

usahanya.

b. Restoran adalah salah satu jenis usaha

jasa pangan yang bertempat disebagian

atau seluruh bangunan yang permanen di

lengkapi dengan peralatan dan

perlengkapan untuk proses pembuatan,

penyimpanan, penyajian dan penjualan

makanan dan minuman bagi umum di

tempat usahanya.

c. Peralatan adalah segala macam alat

yang digunakan untuk mengolah dan

menyajikan makanan.

d. Hygiene Sanitasi makanan adalah upaya

untuk mengendalikan faktor

makanan,orang, tempat dan

perlengkapannya yang dapat atau

mungkin dapat menimbulkan penyakit

atau gangguan kesehatan.

e. Persyaratan Hygiene Sanitasi adalah

ketentuan-ketentuan teknis yang di

tetapkan terhadap produk rumah makan

dan restoran, personel dan

perlengkapannya yang meliputi

persyaratan bakteriologis, kimia dan

fisika.

f. Fasilitas sanitasi adalah sarana fisik

bangunan dan perlengkapannya

digunakan untuk memelihara kualitas

lingkungan atau mengendalikan faktor-

faktor lingkungan fisik yang dapat

merugikan kesehatan manusia antara lain

sarana air bersih, jamban, peturasan,

saluran limbah, tempat cuci tangan, bak

sampah, kamar mandi, lemari pakaian

kerja (locker), peralatan pencegahan

terhadap lalat, tikus dan hewan lainnya

serta peralatan kebersihan.

g. Makanan jadi adalah makanan yang telah

diolah dan siap dihidangkan/disajikan

oleh rumah makan dan restoran.

h. Penjamah Makanan adalah orang yang

secara langsung berhubungan dengan

makanan dan peralatan mulai dari tahap

persiapan, pembersihan, pengolahan,

pengangkutan sampai dengan penyajian.

2.2. PRINSIP PENGOLAHAN MAKANAN

1. Tempat pengolahan makanan

Tempat pengolahan makanan adalah

tempat dimana makanan diolah, tempat

pengolahan ini sering disebut dapur. Dapur

mempunyai peranan yang penting dalam

proses pengolahan makanan, karena itu

kebersihan dapur dan lingkungan

sekitarnya harus selalu terjaga dan

diperhatikan. Dapur yang baik harus

memenuhi persyaratan sanitasi.

2. Penjamah makanan

Penjamah makanan menurut

Departemen Kesehatan RI (2006) adalah

orang yang secara langsung berhubungan

dengan makanan dan peralatan mulai dari

tahap persiapan, pembersihan,

pengolahan pengangkutan sampai

penyajian. Dalam proses pengolahan

makanan, peran dari penjamah makanan

sangatlah besar peranannya. Penjamah

makanan ini mempunyai peluang untuk

menularkan penyakit. Banyak infeksi

yang ditularkan melalui penjamah

makanan, antara lain Staphylococcus

aureus ditularkan melalui hidung dan

tenggorokan, kuman Clostridium

perfringens, Streptococcus, Salmonella

dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab

itu penjamah makanan harus selalu dalam

keadan sehat dan terampil.

3. Cara pengolahan makanan

Cara pengolahan yang baik adalah

tidak terjadinya kerusakan-kerusakan

makanan sebagai akibat cara pengolahan

yang salah dan mengikui kaidah atau

prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang

baik atau disebut GMP (good

manufacturing practice).

4. Cara pengangkutan makanan yang telah

masak

Pengangkutan makanan dari tempat

pengolahan ke tempat penyajian atau

penyimpanan perlu mendapat perhatian

agar tidak terjadi kontaminasi baik dari

serangga, debu maupun bakteri. Wadah

yang dipergunakan harus utuh, kuat dan

tidak berkarat atau bocor. Pengangkutan

untuk waktu yang lama harus diatur

suhunya dalam keadaan panas 600 C atau

tetap dingin 40 C.

5. Cara penyimpanan makanan masak

Penyimpanan makanan masak dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu tempat

penyimpanan makanan pada suhu biasa

Page 9: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

9

dan tempat penyimpanan pada suhu

dingin. Makanan yang mudah membusuk

sebaiknya disimpan pada suhu dingin yaitu

< 400C. Untuk makanan yang disajikan

lebih dari 6 jam, disimpan dalam suhu -50C

s/d -100C.

6. Cara penyajian makanan masak

Saat penyajian makanan yang perlu

diperhatikan adalah agar makanan tersebut

terhindar dari pencemaran, peralatan yang

digunakan dalam kondisi baik dan bersih,

petugas yang menyajikan harus sopan

serta senantiasa menjaga kesehatan dan

kebersihan pakaiannya. Pengawasan

sanitasi makanan merupakan kegiatan

pengamatan, pemeriksaan dan penilaian

serta memberi saran-saran dan bimbingan

pada pengelola rumah makan supaya

rumah makan yang dikelola sesuai standar

sanitasi makanan. Permasalahan yang

dihadapi saat ini adalah pengawasan yang

dilakukan hanya kunjungan rutin ke rumah

makan, formulir penangkapan data sulit

dianalisa dan pengelolaan data hasil

pengawasan belum menggunakan konsep

basis data. Permasalahan tersebut

menyebabkan aksesibilitas dan kecepatan

pengolahan data rendah, target

pengawasan yang telah ditetapkan tidak

tercapai. Sebagai contoh pada tahun 2004

target pengawasan (cakupan rumah makan

yang memenuhi standar sanitasi

makanan) sebesar 85%, namun

realisasinya hanya 70%.

2.3. Faktor - Faktor Penyebab Keracunan

Makanan

Makanan merupakan kebutuhan

pokok manusia. Makanan yang baik tentunya

harus memenuhi kandungan nutrisi serta

persyaratan kesehatan dan kebersihan.

Namun, mengapa keracunan makanan masih

sering terjadi. Suatu bahan makanan dapat

disebut sebagai makanan, apabila bahan

makanan tersebut dapat atau siap untuk

dimakan. Bahan makanan merupakan media

yang baik untuk pertumbuhan dan

perkembangan mikroorganisme sehingga

kerusakan makanan biasanya ditimbulkan

dengan mudah oleh mikroorganisme. Masalah

yang sering dihadapi akibat kerusakan

makanan adalah masalah keracunan.

Faktor-faktor yang berperan terhadap

terjadinya keracunan makanan, yaitu:

1. Faktor makanan itu sendiri

2. Bahan kimia beracun dalam makanan

3. Bahan tambahan dalam makanan

2.4. Pencemaran Makanan Secara Kimia

dan Biologis

2.4.1. Pencemaran makanan oleh bahan

kimia

Berbagai fenomena yang berhubungan

dengan keracunan makanan banyak kita

jumpai, kasus yang cukup terkenal mengenai

keracunan makanan oleh bahan kimia adalah

tragedi Minamata Diseases. Penyakit ini

pertama kali ditemukan pada orang yang

bertempat tinggal di sekitar teluk Minamata

Jepang tahun 1953, penyakit ini disebabkan

oleh senyawa Air Raksa (Hg) yang biasanya

dihasilkan oleh bahan kimia yang dipakai

dalam fungisida dan industri plastik dan

limbahnya dibuang disekitar teluk, masyarakat

yang mengkonsumsi ikan dan kerang yang

ada di pinggir teluk tersebut terpapar dalam

jangka waktu lama, yang pada akhirnya

menimbulkan penyakit. Jika seseorang

memakan makanan yang mengandung benda

asing baik organik maupun anorganik yang

bersifat racun , sehingga mengubah sifat asli

makanan tersebut dan menyebabkan penyakit

atau gangguan kesehatan bagi yang

memakannya ,hal ini disebut Food Poisoning

(keracunan makanan). Ada beberapa hal yang

menjadi penyebab timbulnya kasus keracunan

makan makanan ditinjau dari sudut kimia :

a. Makanan terkontaminasi oleh bahan-bahan

kimia

Kontaminasi karena bahan kimia

sering terjadi karena kelalaian atau

kecelakaan , seperti meleltakkan pestisida

dengan bahan makanan, kelalaian dalam

pencucian sayuran atau buah-buahan

sehingga sayur atau buah-buahan tersebut

masih mengandung sisa pestisida dan

kelalaian memasukkan bahan kimia yang

seyogyanya dipakai untuk kemasan

dimasukkan ke dalam makanan. Bahan kimia

yang terdapat dalam bahan makanan dengan

kadar yang berlebih akan bersifat toksik bagi

Page 10: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

10

manusia. Beberapa zat yang sering

menimbulkan keracunan manusia adalah :

1) Zinc, terdapat pada peralatan dapur

akan mengalami reduksi bila kontak

dengan bahan makan yang bersifat

asam.

2) Insektisida, keracunan ini terjadi karena

mengkonsumsi makanan yang masih

mengandung residu pestisida, seperti

pada syran dan buah-buahan.

3) Cadmium, keracunan ini bisa terjadi

karena Cd yang terdapat pada

peralatan dapur dengan kontak

dengan makanan yang bersifat asam.

4) Antimonium, berasal dari perlatan dapur

yang dilapisi dengan email kelabu

murahan.

b. Penggunaan Zat Aditif

Zat aditif pada bahan makanan

biasanya digunakan secara sengaja , zat

tambahan ini dapat menyebabkan makanan

lebih sedap, tampak lebih menarik, bau dan

rasa lebih sedap, dan makanan lebih tahan

lama (awet), tetapi karena makanan tersebut

dapat berbahaya bagi manusia maka disebut

zat pencemar. WHO mensyaratkan zat

tambahan itu seharusnya memenuhi kriteria

sebagai berikut : (1). Aman digunakan, (2).

Jumlahnya sekedar memenuhi kriteria

pengaruh yang diharapkan, (3). Sangkil

secara teknologi, (4). Tidak boleh digunakan

untuk menipu pemakai dan jumlah yang

dipakai haruslah minimal.

2.4.2. Pencemaran makanan secara

biologis

Makanan yang disukai manusia pada

umumnya disukai oleh mikroorganisme,

seperti virus, bakteri dan jamur yang

menyerang bahan makanan yang mentah

seperti pada sayuran, buah-buahan, susu,

daging, dan banyak makanan yang sudah

dimasak seperti nasi, roti, kue dan lauk pauk.

Makanan yang telah dihinggapi

mikroorganisme itu mengalami penguraian

sehingga dapat mengurangi nilai gizi dan

kelezatannya bahkan makanan yang telah

mengalami penguraian dapat menyebabkan

sakit bahkan kematian.

2.5. Upaya pengawasan hygiene sanitasi

rumah makan dan restoran

Berdasarkan Permenkes

N0.1098/MenKes/SK/VII/2003 meliputi :

a. Ketentuan umum kriteria rumah

makan dan restoran

b. Tata cara penyelenggaraan rumah

makan meliputi prosedur dan syarat

yang harus dipenuhi untuk

memperoleh izin penyelenggaraan

rumah makan dan restoran

c. Penetapan tingkat mutu makanan

meliputi tata cara pengujian mutu

dan penetapan tingkat mutu rumah

makan dan restoran.

d. Persyaratan hygiene sanitasi rumah

makan meliputi beberapa hal yang

harus diperhatikan oleh pengelola

rumah makan /restoran yaitu :

Persyaratan lokasi dan bangunan

Persyaratan fasilitas sanitasi

Persyaratan dapur, rumah makan

dan gudang makanan

Persyaratan bahan makanan dan

makanan jadi

Persyaratan pengolahan

makanan

Persyaratan penyimpanan bahan

makanan dan makanan jadi

Persyaratan penyajiaan makanan

jadi

Persyaratan peralatan yang

digunakan

e. Pembinaan dan pengawasan rumah

makan yang berisi tentang tata cara

pemeriksaan, penilaian dan

pemberian sertifikat laik hygiene

sanitasi boga.

f. Sanksi yang mengatur tingkatan

hukuman bagi rumah makan yang

tidak mengikuti peraturan yang telah

ditetapkan.

2.6. Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah

Makan dan Restoran Berdasarkan

Permenkes RI No. 1098/ MenKes/ SK/

VII/2009

Adapun pedoman persyaratan

hygiene sanitasi rumah makan/restoran

berdasarkan Permenkes

Page 11: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

11

No.1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah sebagai

berikut :

1. Lokasi dan Bangunan

a. Lokasi rumah makan/restoran yang

memenuhi syarat adalah tidak berada

pada arah angin dari sumber

pencemaran debu, asap, bau dan

cemaran lainnya ; serta tidak berada

pada jarak < 100 meter dari sumber

pencemaran debu, asap, bau dan

cemaran lainnya.

b. Bangunan rumah makan/restoran

yang memenuhi syarat adalah

terpisah dengan tempat tinggal

termasuk tempat tidur ;

kokoh/kuat/permanen ; rapat

serangga ; dan rapat tikus.

c. Pembagian ruang rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah terdiri dari dapur dan

ruang makan; ada toilet/jamban; ada

gudang bahan makanan; ada ruang

karyawan; ada ruang administrasi;

serta ada gudang peralatan.

d. Lantai rumah makan/restoran yang

memenuhi syarat adalah harus bersih;

kedap air; tidak licin; rata; kering; dan

konus.

e. Dinding rumah makan/restoran yang

memenuhi syarat adalah kedap air;

rata; dan bersih.

f. Ventilasi rumah makan/restoran yang

memenuhi syarat adalah tersedia dan

berfungsi dengan baik; menghilangkan

bau tak enak; serta cukup menjamin

rasa nyaman.

g. Pencahayaan/penerangan rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah tersebar secara merata

disetiap ruangan; intensitas cahaya

10fc; dan tidak menyilaukan.

h. Atap rumah makan/restoran yang

memenuhi syarat adalah tidak menjadi

sarang tikus dan serangga; tidak

bocor; dan cukup landai.

i. Langit-langit rumah makan/restoran

yang memenuhi syarat adalah tinggi

minimal 2,4 meter; rata dan bersih;

serta tidak terdapat lubang-lubang.

j. Pintu rumah makan/restoran yang

memenuhi syarat adalah rapat

serangga dan tikus; menutup dengan

baik dan membuka arah luar; serta

terbuat dari bahan yang kuat dan

mudah dibersihkan.

2. Fasilitas Sanitasi

a. Air bersih rumah makan/restoran yang

memenuhi syarat adalah jumlah

mencukupi ; tidak berbau, tidak berasa

dan tidak berwarna ; angka kuman

tidak melebihi nilai ambang batas; dan

kadar bahan kimia tidak melebihi nilai

ambang batas.

b. Pembuangan air limbah rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah air limbah mengalir

dengan lancar; terdapat grease trap;

saluran kedap air; dan saluran tertutup.

c. Toilet rumah makan/restoran yang

memenuhi syarat adalah bersih;

letaknya tidak berhubungan langsung

dengan dapur atau ruang makan;

tersedia air bersih yang cukup;

tersedia sabun dan alat pengering;

serta toilet untuk pria terpisah dengan

wanita.

d. Tempat sampah rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah sampah diangkut tiap 24

jam; disetiap ruang penghasil sampah

tersedia tempat sampah; dibuat dari

bahan kedap air dan mempunyai tutup;

serta kapasitas tempat sampah

terangkat oleh seorang petugas

sampah.

e. Tempat cuci tangan rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah tersedia air cuci tangan

yang mencukupi; tersedia

sabun/deterjent dan alat pengering/lap;

jumlahnya cukup untuk pengunjung

dan karyawan.

f. Tempat mencuci peralatan rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah tersedia air dingin yang

cukup memadai; tersedia air panas

yang cukup memadai; terbuat dari

bahan yang kuat, aman dan halus;

serta terdiri dari tiga bilik/bak pencuci.

g. Tempat pencuci bahan makanan

rumah makan/restoran yang

Page 12: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

12

memenuhi syarat adalah tersedia air

pencuci yang cukup; terbuat dari

bahan yang kuat, aman dan halus;

serta air pencuci yang dipakai

mengandung larutan cuci hama.

h. Locker karyawan rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah tersedia locker

karyawan dari bahan yang kuat,

mudah dibersihkan dan mempunyai

tutup rapat; jumlahnya cukup; letak

locker dalam ruangan tersendiri; dan

locker untuk karyawan pria terpisah

dengan locker untuk wanita.

i. Peralatan pencegah masuknya

serangga dan tikus rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah setiap ventilasi dipasang

kawat kasa serangga; setiap lubang

ventilasi dipasang terali tikus;

persilangan pipa dan dinding tertutup

rapat; dan tempat tendon air

mempunyai tutup dan bebas jentik

nyamuk.

3. Dapur, ruang makan dan gudang bahan

makanan

a. Dapur rumah makan/restoran yang

memenuhi syarat adalah bersih; ada

fasilitas penyimpanan makanan

(kulkas, freezer); tersedia fasilitas

penyimpanan makanan panas

(thermos panas, kompor panas,

heater); ukuran dapur cukup memadai;

ada cungkup dan cerobong asap; dan

terpasang tulisan pesan-pesan

hygiene bagi penjamah/karyawan.

b. Ruang makan rumah makan/restoran

yang memenuhi syarat adalah

perlengkapan ruang makan selalu

bersih; ukuran ruang makan minimal

0,85 m2 per kursi tamu; pintu masuk

buka tutup otomatis; tersedia fasilitas

cuci tangan yang memenuhi estetika;

dan tempat peragaan makanan jadi

tertutup.

c. Gudang bahan makanan rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah tidak terdapat bahan

lain selain bahan makanan; tersedia

rak-rak penempatan bahan makanan

sesuai dengan ketentuan; kapasitas

gudang cukup memadai; dan rapat

serangga dan tikus.

4. Bahan makanan dan makanan jadi

a. Bahan makanan rumah makan/restoran

yang memenuhi syarat adalah kondisi fisik

bahan makanan dalam keadaan baik;

angka kuman dan bahan kimia bahan

makanan memenuhi persyaratan yang

ditentukan; bahan makanan berasal dari

sumber resmi; dan bahan makanan

kemasan terdaftar pada Departemen

Kesehatan RI.

b. Makanan jadi rumah makan/restoran yang

memenuhi syarat adalah kondisi fisik

makanan jadi dalam keadaan baik; angka

kuman dan bahan kimia makanan jadi

memenuhi persyaratan yang ditentukan;

dan makanan jadi kemasan tidak ada

tanda-tanda kerusakan dan terdaftar pada

Departemen Kesehatan RI.

5. Pengelolaan Makanan

Proses pengolahan dirumah

makan/restoran yang memenuhi syarat adalah

tenaga pengolah memakai pakaian kerja

dengan benar dan cara kerja yang bersih;

pengambilan makanan jadi menggunakan alat

yang khusus; dan menggunakan peralatan

dengan benar.

6. Tempat penyimpanan bahan makanan

dan makanan jadi

a. Penyimpanan bahan makanan rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah suhu dan kelembaban

penyimpanan sesuai dengan

persyaratan jenis makanan; ketebalan

penyimpanan sesuai dengan

persyaratan jenis makanan;

penempatannya terpisah dengan

makanan jadi; tempatnya bersih dan

terpelihara; serta disimpan dalam

aturan sejenis dan disusun dalam rak-

rak.

b. Ruang makan rumah makan/restoran

yang memenuhi syarat adalah suhu

dan waktu penyimpanan sesuai

dengan persyaratan jenis makanan

jadi; dan cara penyimpanan tertutup.

Page 13: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

13

7. Penyajian Makanan

Cara penyajian di rumah

makan/restoran yang memenuhi syarat adalah

suhu penyajian makanan hangat tidak kurang

dari 60°C; pewadahan dan penjamah

makanan jadi menggunakan alat yang bersih;

cara membawa dan menyajikan makanan

dengan tertutup; dan penyajian makanan

harus pada tempat yang bersih.

8. Peralatan

Ketentuan peralatan rumah

makan/restoran yang memenuhi syarat adalah

cara pencucian, pengeringan dan

penyimpanan peralatan memenuhi

persyaratan agar selalu dalam keadaan bersih

sebelum digunakan; peralatan dalam keadaan

baik dan utuh; peralatan makan dan minum

tidak boleh mengandung angka kuman yang

melebihi nilai ambang batas yang ditentukan;

permukaan alat yang kontak langsung dengan

makanan tidak ada sudut mati dan halus; dan

peralatan yang kontak langsung dengan

makanan tidak mengandung zat beracun.

9. Tenaga Kerja

a. Pengetahuan/sertifikat hygiene

sanitasi makanan rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah pemilik/pengusaha

pernah mengikuti kursus/temu karya;

supervisor pernah mengikuti kursus ;

semua atau salah seorang penjamah

makanan pernah mengikuti kursus.

b. Pakaian kerja di rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah bersih; tersedia pakaian

kerja seragam 2 stel atau lebih;

penggunaan khusus waktu kerja saja;

lengkap dan rapi.

c. Pemeriksaan kesehatan di rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah karyawan/penjamah 6

bulan sekali check up kesehatan;

pernah divaksinasi chotypha; check up

penyakit khusus; bila sakit tidak

bekerja dan berobat ke dokter; serta

memiliki buku kesehatan karyawan.

d. Personal hygiene di rumah

makan/restoran yang memenuhi

syarat adalah setiap

karyawan/penjamah makanan

berperilaku bersih dan berpakaian rapi;

setiap mau kerja cuci tangan; menutup

mulut dengan sapu tangan bila batuk-

batuk atau bersih; serta menggunakan

alat yang sesuai dan bersih bila

mengambil makanan.

2.7. Penilaian

Batas laik hygiene sanitasi rumah

makan dan restoran adalah bila jumlah skore

variable ≥ 700.

2.7.1. Pedoman pengujian dan penetapan

tingkat mutu hygiene sanitasi

rumah makan dan restoran

A. Skore untuk penetapan tingkat mutu

hygiene sanitasi rumah makan dan

restoran yaitu :

- Tingkat mutu C dengan skore : 700 –

800

- Tingkat mutu B dengan skore : 801 –

900

- Tingkat mutu A dengan skore : 901 –

10000

B. Setiap rumah makan dan restoran yang

memenuhi tingkat mutu sesuai dengan

skore yang diperoleh diberikan tanda

plakat tingkat mutu sebagai berikut :

- Tingkat mutu A dengan latar

belakang putih dan huruf hijau

- Tingkat mutu B dengan latar

belakang cream dan huruf hijau

- Tingkat mutu C dengan latar

belakang hijau dan huruf putih

III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Umum

Peta Kabupaten Simalungun Prop.Sumut

Page 14: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

14

Kabupaten Simalungun terletak antara

2,36° – 3,18° LU dan 98,32° – 99,35° BT,

berada pada ketinggian 20 – 1.400 m diatas

permukaan laut.

Dengan batas wilayah sbb :

Arah Timur Kabupaten Asahan

Arah Barat Kabupaten Karo

Arah Utara Kab.Serdang Bedagai

Arah Selatan Kabupaten Samosir

Keadaan iklim Kabupaten Simalungun

bertemperatur sedang, suhu tertinggi terdapat

pada bulan Juli dengan rata-rata 26,4°C. Rata

– rata suhu udara tertinggi pertahun adalah

29,3°C dan terendah 20,6°C. Kelembaban

udara rata-rata perbulan 84,2% dengan

kelembaban tertinggi terjadi pada bulan

Desember yaitu 87,42% dengan penguapan

rata-rata 3,35mm/hari.

3.2. Penyakit Terbanyak di Kabupaten

Simalungun

Berdasarkan data dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Simalungun adalah

sebagai berikut :

1. ISPA

2. Diare

3. Darah Tinggi

4. Penyakit Lain pada Saluran Penafasan

5. Reumatik

6. Gastritis

7. Dysentri

8. Kecelakaan dan Ruda paksa

9. Penyakit Kulit Infeksi

10. Bronchitis

Dari 10 penyakit terbesar diatas dapat

dilihat bahwa jenis penyakit menular dan

berpotensi wabah yang disebabkan rendahnya

kualitas sanitasi dasar seperti ISPA, Diare,

Penyakit Lain pada Saluran Penafasan,

Dysentri dan Bronchitis masih dominan di

Kabupaten Simalungun.

3.3. Gambaran Restoran/Rumah Makan di

wilayah Parapat Kab. Simalungun

1. Restoran Hotel Atsari

Restoran Hotel Atsari merupakan

restoran yang berada di Hotel Atsari yang

lokasinya dijalan Marihat Parapat dengan

nama pengusaha Mike Sinaga dengan jumlah

karyawan 7 (tujuh) orang terdiri dari 3 orang

penjamah makanan dan 4 orang sebagai

pelayan/melayani pengunjung rumah makan.

2. Rumah Makan Islam Murni

Rumah Makan Islam Murni

merupakan restoran yang berada di Hotel

Nikita yang berlokasi dijalan Haranggaol Tiga

Raja Parapat 55 dengan nama pengusaha

Zanhuri dengan jumlah karyawan 6 orang

terdiri dari 2 orang penjamah makanan dan 4

orang sebagai pelayan/melayani pengunjung

restoran,izin usaha nomor

503/05/SIPH/KPPT/BKI/VII/2001.

3. Rumah Makan Nikmat

Rumah Makan Nikmat merupakan

rumah makan umum yang berlokasi di jalan

Haranggaol dengan nama pengusaha Muliady

dengan jumlah karyawan 4 orang terdiri dari 2

orang penjamah makanan dan 2 orang

sebagai pelayan pengunjung restoran/rumah

makan, izin usaha nomor 503/I/SIPRM/KPPT-

BKI/XI/2011.

4. Rumah Makan Azahra

Rumah Makan Azahra merupakan

rumah makan umum yang berlokasi dijalan

Sisinggamaraja Parapat dengan nama

pegusaha Lutmanul Hakim jumlah karyawan 5

orang terdiri dari 2 orang penjamah makanan

dan 3 orang sebagai pelayan pengunjung

restoran/rumah makan.

5. Restoran Asia

Restoran Asia merupakan

restoran/rumah makan umum yang berlokasi

dijalan Parapat dengan nama pengusaha

Kosineng jumlah karyawan 3 orang terdiri dari

1 orang penjamah makanan dan 2 orang

sebagai pelayan.

3.4. Hasil Penilaian Hygiene Sanitasi

Restoran/Rumah Makan

Hasil penilaian hygiene Sanitasi 5 (lima)

restoran/rumah makan didaerah Parapat

Kab.Simalungun dengan penilaian beberapa

unsur variabel yaitu: lokasi, bangunan, fasilitas

sanitasi, dapur, ruang makan, gudang, bahan

makanan dan makanan jadi, tempat

penyimpanan makanan, penyajian makanan,

Page 15: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

15

peralatan serta tenaga kerja. Masing-masing

variabel memiliki bobot dan besar nilai sesuai

Kepmenkes 1098/Menkes/SK/VII/2003.

Adapun hasil penilaian hygiene

sanitasi restoran/rumah makan di Daerah

Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Kab.Simalungun adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Penilaian Restoran/Rumah

Makan di Kab.Simalungun

No

Nama

Restora

n/RM

Skor

Baku

Mutu

Jumlah Ket

MS TMS

1. Hotel

Atsari 835 ≥ 700 √ -

2. Islam

Murni 611,5 ≥ 700 - √

3. Nikmat 683 ≥ 700 - √

4. Azzahra 628,5 ≥ 700 - √

5. Restora

n Asia 675 ≥ 700 - √

Jumlah 1 4 5

Keterangan :

Ms = Memenuhi syarat

Tms = Tidak memenuhi syarat

Berdasarkan Kepmenkes 1098/

Menkes/ SK/ VII/2003 Tentang Persyaratan

Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran

bahwa hasil penilaian hygiene sanitasi dari 5

(lima) restoran/rumah makan di Kabupaten

Simalungun hanya 1 (satu) yang memenuhi

syarat (TM) dan 4 (empat) yang belum

memenuhi syarat kesehatan.

Beberapa variabel yang perlu dibenahi untuk

mencegah timbulnya penyakit akibat sanitasi

yang buruk yaitu :

1. Toilet

Pada umumnya keadaan toilet di 5

(lima) rumah makan/restoran tidak tersedia

alat pengering, toilet untuk pria tidak terpisah

dengan wanita. Berdasarkan Kepmenkes RI

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran bahwa letaknya tidak

berhubungan langsung (terpisah) dengan

dapur, ruang persiapan makanan, ruang tamu

dan gudang makanan, harus tersedia jamban,

peturasan dan bak air, toilet untuk wanita

terpisah dengan toilet untuk pria, toilet untuk

tenaga kerja terpisah dengan toilet untuk

pengunjung, toilet dibersihkan dengan

detergent dan alat pengering, tersedia cermin,

tempat sampah, tempat abu rokok serta

sabun, lantai dibuat kedap air, tidak licin,

mudah dibersihkan dan

kelandaiannya/kemiringannya cukup.

2. Tempat Sampah

Tempat sampah telah tersedia di 5

(lima) rumah makan/restoran tapi pada saat

observasi masih ada beberapa rumah makan

tempat sampahnya tidak mempunyai tutup,

tempat sampah yang tidak saniter dapat

memberikan peluang bagi serangga lalat

,kecoak serta vektor penular penyakit (tikus)

untuk bersarang dan berkembang biak di

lokasi tempat pembuangan sampah, kondisi

ini mendukung penyebaran mikroba penyebab

penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat,

kecoa dan tikus serta dapat mengkontaminasi

peralatan, bahan makanan dan makanan jadi

yang ada dan berdasarkan Kepmenkes RI

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran bahwa tempat sampah rumah

makan/restoran yang memenuhi syarat adalah

sampah diangkut tiap 24 jam ; disetiap ruang

penghasil sampah tersedia tempat sampah ;

dibuat dari bahan kedap air dan mempunyai

tutup ; serta kapasitas tempat sampah

terangkat oleh seorang petugas sampah.

3. Tempat cuci tangan

Pada saat observasi dan inspeksi

sanitasi di 5 (lima) rumah makan/restoran

telah tersedia tempat cuci tangan yang

diletakkan di meja makan dan wastapel tetapi

pada umumnya belum disediakan alat

pengering/lap berdasarkan KepMenKes RI

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran bahwa disetia rumah makan

harus menyediakan temapt cuci tangan,

tempat cuci tangan dilengkapi dengan

sabun/sabun cair dan alat pengering, fasilitas

cuci tangan ditempatkan sedemikian rupa

sehingga mudah dicapai oleh tamu atau

karyawan, fasilitas cuci tangan dilengkapi

dengan air yang mengalir, bak penampungan

yang permukaannya halus, mudah dibersihkan

dan limbahnya dialirkan ke saluran

pembuangan yang tertutup, jumlah tempat

Page 16: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

16

cuci tangan untuk tamu disesuaikan dengan

kapasitas tempat duduk sebagai berikut :

4. Tempat mencuci peralatan

Tempat mencuci peralatan yang

tersedia pada 5 (lima) rumah makan/restoran

konstruksinya telah permanen tetapi masih

ada beberapa rumah makan tempat

pencucinya masih dua bak/bilik saja

berdasarkan KepMenKes RI

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran bahwa tempat mencuci peralatan

terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak

berkarat dan mudah dibersihkan, air untuk

keperluan pencucian dilengkapi dengan air

panas dengan suhu 40°C - 80°C dan air

dingin yang bertekanan 15 psi (1,2 kg/cm2),

tempat pencucian peralatan dihubungkan

dengan saluran pembuangan air limbah dan

bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 (tiga)

bilik/bak pencuci yaitu untuk mengguyur,

menyabun dan membilas.

5. Tempat pencuci bahan makanan

Pada saat inspeksi sanitasi tempat

pencuci bahan makanan pada 5(lima) rumah

makan/restoran telah tersedia air yang cukup

hanya saja pada air mencuci bahan makana

tidak memakai larutan cuci hama gunanya

agar bahan makanan lebih hygienis

berdasarkan KepMenKes RI

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran bahwa Tempat pencuci bahan

makanan rumah makan/restoran yang

memenuhi syarat adalah tersedia air pencuci

yang cukup ; terbuat dari bahan yang kuat,

aman dan halus ; serta air pencuci yang

dipakai mengandung larutan cuci hama.

6. Gudang bahan makanan

Masih ada beberapa rumah makan

belum menyediakan gudang bahan makanan

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan no

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran rumah makan harus

menyediakan gudang bahan Makanan

dengan jumlah bahan makanan yang disimpan

disesuaikan dengan ukuran gudang, di

gudang bahan makanan tidak boleh untuk

menyimpan bahan lain selain makanan,

pencahayaan gudang minimal 4 foot candle

pada bidang setinggi lutut, gudang dilengkapi

dengan rak-rak tempat penyimpan makanan,

dilengkapi dengan ventilasiyang menjamin

sirkulasi udara dan harus dilengkapi dengan

pelindung serangga dan tikus

7. Locker karyawan

Dari 5(lima) rumah makan/restoran

untuk locker karyawan masih ada yang tidak

tersedia walaupun tersedia masih ada belum

memadai dan belum terpisah antara pria dan

wanita berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan no 1098/MENKES/SK/VI/2003

tentang Persyaratan hygiene sanitasi rumah

makan dan restoran bahwa penyimpanan

pakaian (Locker) Karyawan terbuat dari bahan

yang kuat, aman, mudah dibersihkan dan

tertutup rapat, jumlah locker disesuaikan

dengan jumlah karyawan, locker ditempatkan

diruangan yang terpisah dengan dapur dan

gudang, locker untuk pria dan wanita dibuat

terpisah.

8. Dapur

Pada saat observasi kondisi dapur

pada 5 (lima) rumah makan/restoran

kondisinya dalam keadaan bersih,ukuran

dapur cukup memadai hanya saja belum

terpasang tulisan pesan- pesan hygienis untuk

penjamah/karyawan berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan no

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran bahwa luas dapur sekurang-

kurangnya 40 % dari ruang makan atau 27%

dari luas bangunan seluruhnya, permukaan

lantai dibuat cukup landai dan mudah

dibersihkan, permukaan langit-langit harus

menutup seluruh atap ruangan dapur,

berwarna terang dan mudah dibersihkan,

Kapasitas tempat

duduk (orang)

Jumlah tempat cuci

tangan (buah)

1 – 60 1

61 – 120 2

121 – 200 3

Setiap

penambahan 150

orang ditambah 1

buah

Page 17: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

17

tungku dapur dilengkapi dengan sungkup asap

(hood), alat perangkap asap, cerobong asap,

saringan serta pengumpul lemak, Intensitas

pencahayaan alam maupun buatan minimal

10 foot candle dan harus dipasang tulisan “

Cucilah tangan anda sebelum menjamah

makanan dan peral.

9. Tenaga Kerja

Untuk tenaga kerja ke 5 (lima) rumah

makan/restoran pada umumnya penjamah

makanannya belum pernah mengikuti kursus

tentang hygiene sanitasi makanan begitu juga

dengan superviser maupun pengusahanya

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan no

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran bahwa setiap pengusaha dan

penjamah makanan harus mengikuti kursus

tentang hygiene sanitasi makanan dan setiap

penjamah makanan harus telah memiliki

sertifikat penjamah makanan. Penjamah

makanan harus memperhatikan personal

hygiene, karena karyawan yang rendah

hygiene perorangan akan menjadi media

transmisi mikroorganisme ke dalam makanan.

Adapun hygiene perorangan yang perlu

diperhatikan :Kebersihan pancaindera,

kebersihan kulit, kebersihan tangan,

kebersihan rambut, kebersihan pakaian kerja

serta kebersihan secara umum.

10. Pemeriksaan Kesehatan

Pada umumnya ke 5 (lima) rumah

makan/restoran untuk karyawan telah

dilakukan check up untuk penyakit tertentu

tetapi pada umumnya belum pernah

divaksinasi chotypha/thypoid, dan

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan no

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran bahwa karyawan/penjamah

seharusnya 6 bulan sekali check up

kesehatan, divaksinasi chotypha/thypoid bila

sakit tidak bekerja dan berobat ke dokter dan

memiliki buku kesehatan karyawan.

3.5. Hasil Analisa Uji Sampel air di

Laboratorium BTKLPP Medan

3.5.1. Hasil Analisa Uji Laboratorium

Terhadap Kualitas Air Minum

Air minum yang digunakan pada 5

(lima) rumah makan bersumber dari air PDAM,

Berdasarkan hasil uji sampel air minum dari

laboratorium yang telah dianalisa

menunjukkan dari 5 (lima) sampel yang

diperiksa untuk pemeriksaan fisika & kimia

memenuhi syarat kesehatan sedangkan untuk

pemeriksaan Mikrobiologi dari 5 (lima) sampel

4(empat) yang tidak memenuhi kesehatan

dimana parameter mikrobiologi (Total Coliform)

melebihi baku mutu yang ditetapkan

berdasarkan Permenkes

No.492/MENKES/PER/IX/1990 Tentang

Persyaratan Kualitas Air Minum. Untuk

parameter mikrobiologi Total Coliform dan E.

Coli baku mutunya 0/100 ml.

Bila dalam sumber air ditemukan

bakteri Coli fecal maka hal ini dapat menjadi

indikasi bahwa air tersebut telah mengalami

pencemaran oleh feses manusia atau hewan-

hewan berdarah panas (Pelezar, 2005).

Pencemaran bakteri fecal dapat menyebabkan

berbagai infeksi, antara lain diare, infeksi pada

saluran kencing dan meningitis. Beberapa

penyakit yang dapat ditularkan oleh media air

antara lain :

1. Penyakit Kulit

2. Penyakit Diare

3. Penyakit Kecacingan

4. Penyakit Demam Berdarah

5. Penyakit Malaria.

Untuk menghindari dampak negatif

bagi kesehatan dari kualitas air yang sudah

terkontaminasi oleh parameter mikrobiologi

sebaiknya air bersih tersebut terlebih dahulu

dimasak pada suhu 100˚C agar kuman

kumannya mati dan perlu dilakukan

pengolahan dan memelihara fasilitas produksi

secara berkala.

3.5.2. Hasil analisa uji Laboratorium

terhadap pemeriksaan kualitas air

bersih

Air bersih yang digunakan pada 5

(lima) rumah makan bersumber dari air PDAM

dan sumur bor, Berdasarkan hasil uji sampel

air bersih dari laboratorium yang telah

dianalisa menunjukan dari 5(lima) sampel

yang diperiksa untuk pemeriksaan fisika

memenuhi syarat kesehatan, untuk

pemeriksaan kimia dari 5(lima) sampel air

bersih ada 4(empat) yang tidak memenuhi

syarat kesehatan dimana paramaeter

Page 18: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

18

Kromium val.6,Nitrat & Deterjen hasilnya

diatas baku mutu yang ditetapkan begitu juga

dengan pemeriksaan Mikrobiologi tidak

memenuhi syarat kesehatan dimana

parameter mikrobiologi (Total Coliform)

melebihi baku mutu yang ditetapkan

berdasarkan Permenkes No.416/ MENKES/

PER/ IX/1990 Tentang Persyaratan Kualitas

Air Bersih. Karena beberapa parameter kimia

dan total Coliform telah melewati baku mutu

sebaiknya perlu dilakukan pengolahan seperti

pengendapan, koagulasi-flokulasi,penyaringan

dan desinfeksi.

3.5.3. Hasil analisa uji Laboratorium

terhadap pemeriksaan Mikrobiologi

Alat

Untuk hasil penilaian pemeriksaan

kualitas mikrobiologi makanan dari 5 (lima)

rumah makan di daerah Parapat Kabupaten

Simalungun semua hasilnya memenuhi syarat

kesehatan berdasarkan KepMenkes RI. No.

1098 Tahun 2003, Tentang Persyaratan

Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran.

3.5.4. Hasil analisa uji Laboratorium

terhadap pemeriksaan Mikrobiologi

Makanan

Untuk hasil penilaian pemeriksaan

kualitas mikrobiologi makanan di 5 (lima)

rumah makan daerah Parapat Kabupaten

Simalungun bahwa semua hasilnya telah

memenuhi syarat berdasarkan KepMenkes RI.

No. 1098 Tahun 2003, Tentang Persyaratan

Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil inspeksi sanitasi dari 5(lima)

rumah makan ada 4(empat) rumah

makan yang belum memenuhi syarat

tidak Laik karena hasil skore

dibawah 700 berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan no

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah

makan dan restoran.

2. Hasil pemeriksaan kualitas air

minum untuk parameter fisika &

kimia memenuhi syarat kesehatan

hanya mikrobiologi parameter total

koliform belum memenuhi syarat

kesehatan berdasarkan Permenkes

492/Menkes/PER/IV/2010 Tentang

persyaratan kualitas air minum.

3. Hasil pemeriksaan kualitas air

bersih untuk fisika memenuhi syarat

kesehatan, untuk kimia parameter

kromium val.6, nitrat & deterjen

belum memenuhi syarat kesehatan

serta mikrobiologi parameter total

koliform belum memenuhi

persyaratan sebagai air bersih

berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor.

416/Menkes/PER/IX/1990 Tentang

Persyaratan Kualitas Air Bersih.

4. Hasil uji mikrobiologi alat yaitu piring,

gelas, sendok telah memenuhi

persyaratan kesehatan berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan no

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah

makan dan restoran.

5. Hasil uji mikrobiologi Makanan

Minuman memenuhi persyaratan

kesehatan berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan no

1098/MENKES/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah

makan dan restoran.

B. Saran

1. Kepada Pemilik/Penanggung jawab

Rumah Makan

- Harus lebih meningkatkan

Hygiene sanitasi dan

melengkapi/memperbaiki hygiene

sanitasi restoran/rumah

makannya berdasarkan

Kepmenkes 1098/Menkes

/SK/VI/2003 tentang Persyaratan

hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran.

- Karyawan/penjamah

restoran/rumah makan harus

lebih memperhatikan Hygiene

sanitasi.

2. Kepada Dinas Kesehatan setempat

- Agar melakukan inspeksi sanitasi

secara rutin (min 6 bulan sekali)

terhadap restoran/rumah makan

Page 19: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

19

- untuk menghindari adanya

kejadian yang tidak diingini

sehingga kelayakan rumah

makan diberbagai tempat umum

dapat terpantau.

- Memfasilitasi wadah

pelatihan/kursus penjamah

makanan maupun kepada

pengusaha untuk menambah

wawasan pengetahuan

khususnya mengenai hygiene

sanitasi makanan.

- Melakukan tes kesehatan enam

bulan sekali bagi setiap

karyawan/pelayan di Rumah

Makan yang bertujuan supaya

makanan dan minuman yang

disajikan ke pengunjung benar

benar hygiene/bersih terhindar

dari berbagai zat pencemar.

- Agar memberikan/mengeluarkan

sertifikat kelaikan hygiene

sanitasi rumah makan dan

restoral yang memenuhi syarat

kesehatan.

- Bagi restoran/rumah makan yang

tidak memenuhi peraturan yang

berlaku agar diberikan sangsi

administrasi dapat berupa

teguran lisan,teguran tertulis

samapi dengan pencabutan

sertifikat laik hygiene sanitasi

rumah makan dan restoran.

DAFTAR PUSTAKA

__________ KepMenKes

1098/Menkes/SK/VI/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah

makan dan restoran.

__________ Persyaratan Kualitas Air

Bersih, Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

416/Menkes/PER/IV/2010, Departemen

Kesehatan ,1990.

__________ Persyaratan Kualitas Air

Minum, Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor :

492/Menkes/PER/ IV/2010,

Departemen Kesehatan ,2010.

Page 20: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

20

Dokumentasi Kegiatan

Page 21: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

21

PERANAN SANITASI DI

PONDOK PESANTREN DALAM

PENCEGAHAN PENYAKIT

SCABIES PADA SANTRI

Oleh : Rencana Ginting, SKM

I. Latar Belakang

Pada era globalisasi ini, tingkat

komunitas pondok pesantren (ponpes) di

Indonesia sangat pesat terlebih pesantren

yang berbasis modern, dimana pesantren

tersebut mempunyai kurikulum berbasis

salafiyah dan negeri. Pesantren modern ini

hampir sama kualitasnya dibanding instansi

pendidikan negeri lainnya seperti SMA, SMP,

SMK maupun sejajarannya. Dalam hal ini,

karena kualitas pesantren sama dengan

instansi pendidikan lainnya sehingga kuantitas

santri juga meningkat pesat. Tetapi

peningkatan kuantitas tersebut menimbulkan

permasalahan dibidang kesehatan yaitu

masalah yang berkaitan dengan sanitasi

lingkungan.

Sanitasi lingkungan adalah status

kesehatan suatu lingkungan yang mencakup

perumahan, pembuangan kotoran,

penyediaan air bersih dan sebagainya

(Notoadmojo, 2003). Sanitasi pondok

pesantren pada dasarnya adalah usaha

masyarakat yang menitikberatkan pada

pengawasan terhadap struktur fisik, dimana

orang menggunakannya sebagai tempat

berlindung yang mempengaruhi derajat

kesehatan manusia. Sarana tersebut antara

lain adalah ventilasi, suhu, kelembaban,

kepadatan hunian, penerangan alami,

kontruksi bangunan, sarana pembuangan

sampah, sarana pembuangan kotoran

manusia, dan penyediaan air bersih (Azwar,

1990).

Kondisi sanitasi tersebut sangat

berkaitan dengan angka kuman penyakit

berbasis lingkungan yang menular diantaranya

penyakit kulit. Kulit merupakan bagian tubuh

manusia yang cukup sensitif terhadap

berbagai macam penyakit. Penyakit kulit bisa

disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya

faktor lingkungan dan kebiasaan hidup sehari

hari. Lingkungan yang sehat dan bersih akan

memberi efek yang baik bagi kulit. Demikian

pula sebaliknya, lingkungan yang kotor akan

menjadi sumber munculnya berbagai macam

penyakit (Faulkner, 2008). Menurut Dwi (2008),

penyakit yang dapat berkembang pada

keadaan lingkungan yang padat penduduk

dan personal hygiene yang buruk antara lain;

diare, disentri, penyakit kecacingan,

poliomyelitis, hepatitis A, kolera, thypoid,

leptospirosis, malaria, Demam Berdarah

Dengue (DBD), dan skabies. Menurut

Cakmoki (2007), skabies (gudik) adalah

penyakit kulit menular yang disebabkan oleh

Sarcoptes scabei varian hominis (sejenis kutu,

tungau), ditandai dengan keluhan gatal,

terutama pada malam hari dan ditularkan

melalui kontak langsung atau tidak langsung

melalui bekas alas tidur atau pakaian. Menurut

Kenneth dalam Kartika (2008), laporan kasus

penyakit skabies di berbagai belahan dunia

masih sering ditemukan pada lingkungan

padat penduduk, status ekonomi rendah,

tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas

hygiene pribadi yang kurang baik. Penularan

skabies terjadi ketika orang-orang tidur

bersama disatu tempat tidur yang sama di

lingkungan rumah tinggal, sekolah-sekolah

yang menyediakan fasilitas asrama dan

pemondokan, serta fasilitas-fasilitas kesehatan

yang dipakai oleh masyarakat luas. Oleh

karena itu, pemenuhan sarana sanitasi di

pesantren sangat mutlak diperlukan.

Menjadikan lingkungan yang bersih, nyaman

Page 22: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

22

dan bebas dari sumber penular penyakit

seperti penularan penyakit skabies.

II. Pondok Pesantren (Ponpes)

Pondok pesantren, selain dikenal

sebagai wahana tempat belajar santri dan

santriwati dalam mendalami ilmu agama Islam,

namun ponpes selama ini sering ditemukan

masalah dari aspek sanitasi. Berbagai

penyakit berbasis lingkungan yang umum

sering menjadi masalah di Ponpes seperti

kudis, diare, ISPA, disebabkan oleh

lingkungan yang kurang sehat di Pondok

Pesantren (Ponpes). Bahkan ada gurauan

dikalangan santri dan kyai bahwa belum sah

jika seorang santri yang mondok disebuah

ponpes jika belum terserang penyakit kudis

(scabies).

Pesantren adalah suatu tempat yang

tersedia untuk para santri dalam menerima

pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus

tempat berkumpul dan tempat tinggalnya

(Qomar, 2007). Image yang selama ini

berkembang di masyarakat bahwa pondok

pesantren merupakan empat kumuh, kondisi

lingkungannya tidak sehat, dan pola

kehidupan yang ditunjukkan oleh santrinya

sering kali kotor, lusuh dan sama sekali tidak

menunjang pola hidup yang sehat.

Penyakit yang sering ditemukan di

pondok pesantren karena anak pesantren

gemar sekali pinjam-meminjam pakaian,

handuk, sarung bahkan bantal, guling dan

kasurnya kepada sesamanya, sehingga

disinilah kunci akrabnya penyakit ini dengan

dunia pesantren adalah SCABIES

(Handri,2008). Scabies adalah penyakit

zoonosis yang menyerang kulit, mudah

menular dari manusia ke manusia, dari hewan

ke manusia atau sebaliknya, dapat menyerang

semua ras dan golongan di seluruh dunia

yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite)

Sarcoptesscabiei (Buchart, 1997; Rosendal

1997).

Kondisi seperti ini sangat

memungkinkan terjadinya penularan penyakit

skabies kepada orang lain apabila para santri

dan pengelolanya tidak sadar akan pentingnya

menjaga kebersihan baik kebersihan

lingkungan maupun personal hygiene.

Sebagai salah satu upaya dalam

menanggulangi penyebaran penyakit skabies

salah satunya adalah dengan cara

memberikan pendidikan kesehatan dan

informasi tentang penyakit ini.

Pendidikan kesehatan adalah suatu

kegiatan atau usaha menyampaikan pesan

kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau

individu. Dengan harapan bahwa dengan

adanya pesan tersebut, maka masyarakat,

kelompok atau individu dapat memperoleh

pengetahuan tentang kesehatan yang lebih

baik. Dan pada akhirnya pengetahuan

tersebut diharapkan dapat berpengaruh

terhadap perilaku. Dimana tujuan dari

pendidikan kesehatan ini adalah agar

masyarakat, kelompok atau individu dapat

berperilaku sesuai dengan nilai-nilai

kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Pendidikan

kesehatan merupakan salah satu tindakan

keperawatan yang mempunyai peranan yang

penting dalam memberikan pengetahuan

praktis kepada masyarakat. Keberhasilan

penderita dalam mencegah penularan

penyakit skabies pada orang lain sangat

ditentukan oleh kepatuhan dan keteraturan

dalam menjaga kebersihan diri. Oleh karena

itu selama pengobatan dan perawatan

diperlukan tingkat perilaku yang baik dari

penderita. Perilaku penderita skabies dalam

upaya mencegah prognosis yang lebih buruk

dipengaruhi oleh sikap dan pengetahuannya

tentang penyakit ini.

Pengetahuan dan perilaku penderita

yang buruk akan menyebabkan kegagalan

dalam tindakan penanggulangan penyakit

scabies (Notoatmodjo,2008). Apabila skabies

tidak segera mendapat pengobatan dalam

beberapa minggu maka akan timbul adanya

dermatitis yang diakibatkan karena garukan.

Rasa gatal yang ditimbulkan terutama pada

waktu malam hari, secara tidak langsung akan

mengganggu kelangsungan hidup para santri

terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur,

sehingga kegiatan yang akan dilakukan pada

siang hari seperti dalam proses belajar akan

ikut terganggu. Selain itu, setelah penderita

sembuh akibat garukan tersebut akan

meninggalkan bercak hitam yang dapat

mengakibatkan rasa percaya diri menjadi

kurang, seperti merasa malu, cemas, takut

Page 23: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

23

dijauhi teman dan sebagainya (Kenneth dalam

Kartika, 2008).

Adapun peraturan pemerintah tentang

kesehatan lingkungan yaitu Undang-Undang

RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang

dimulai dari menimbang terdiri dari 5 dasar

pertimbangan perlunya dibentuk undang-

undang kesehatan yaitu pertama; kesehatan

adalah hak asasi dan salah satu unsur

kesejahteraan, kedua; prinsip kegiatan

kesehatan yang non diskriminatif, partisipatif

dan berkelanjutan, ketiga; kesehatan adalah

investasi, keempat; pembangunan kesehatan

adalah tanggung jawab pemerintah dan

masyarakat, dan yang kelima adalah bahwa

Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun

1992 sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan, tuntutan dan kebutuhan

hukum dalam masyarakat.

Dalam hal ini, salah satu manfaat

menambah pengetahuan dalam upaya

meningkatkan personal hygiene masing-

masing individu dalam rangka untuk

mencegah timbulnya penyakit skabies dimana

hygiene itu sendiri adalah usaha kesehatan

preventif atau pencegahan penyakit yang

menitik beratkan kegiatannya baik pada usaha

kesehatan perorangan maupun kepada usaha

kesehatan lingkungan fisik dimana orang

berada.(Soebagio Reksosoebroto,1990).

III. Upaya Menghindari Penyakit Scabies

Sebagaimana sanitasi rumah, sanitasi

Ponpes pada dasarnya adalah usaha

kesehatan masyarakat yang menitik beratkan

pada pengawasan terhadap struktur fisik,

dimana orang menggunakannya sebagai

tempat berlindung yang mempengaruhi derajat

kesehatan manusia. Sarana sanitasi tersebut

antara lain ventilasi, suhu, kelembaban,

kepadatan hunian, penerangan alami,

konstruksi bangunan, sarana pembuangan

sampah, sarana pembuangan kotoran

manusia, dan penyediaan air bersih (Azwar,

1990). Kondisi sanitasi pada Ponpes akan

sangat berkaitan dengan angka kesakitan

penyakit menular berbasis lingkungan.

Beberapa masalah sanitasi sangat umum di

ponpes dapat kita sebut antara lain

keterbatasan sarana sanitasi dan perilaku

santri yang belum ber PHBS. Dengan

demikian hal-hal yang harus diperhatikan dan

aspek yang harus dipenuhi seperti hal berikut

ini:

a. Ventilasi dan Kelembaban Udara

Lubang penghawaan pada

bangunan ponpes harus dapat menjamin

pergantian udara didalam kamar/ruang

dengan baik. Luas lubang penghawaan

yang dipersyaratkan antara 5% - 15%

dari luas lantai dan berada pada

ketinggian minimal 2.10 meter dari lantai.

Bila lubang penghawaan tidak menjamin

adanya pergantian udara dengan baik

harus dilengkapi dengan penghawaan

mekanis. Dari aspek kelembaban udara

ruang, dipersyaratkan ruangan

mempunyai tingkat kelembaban udara

dengan kriteria Buruk jika tingkat

kelembaban >90%, kriteria Baik (65-90%).

Kelembaban sangat berkaitan dengan

ventilasi. Tingkat kelembaban yang tidak

memenuhi syarat ditambah dengan

perilaku tidak sehat, misalnya dengan

penempatan yang tidak tepat pada

berbagai barang dan baju, handuk,

sarung yang tidak tertata rapi, serta

kepadatan hunian ruangan ikut berperan

dalam penularan penyakit berbasis

lingkungan seperti Scabies (memudahkan

tungau penyebab/Sarcoptes scabiei

berpindah dari reservoir ke barang

sekitarnya hingga mencapai pejamu baru.

b. Dapur & Fasilitas Pengelolaan Makanan

Syarat bangunan dapur

berdasarkan aspek sanitasi, ruang dapur

harus menggunakan pintu yang dapat

membuka dan menutup sendiri atau

harus dilengkapi dengan pegangan yang

mudah dibersihkan. Dapur pada ponpes

mempergunakan minyak tanah sebagai

bahan bakar, dengan kondisi dapur kotor

dan didominasi warna hitam oleh karena

asap. Namun dari aspek pencahayaan

dan ventilasi telah memenuhi syarat,

dengan sebagian sisi dapur merupakan

ruang terbuka.

c. Kepadatan penghuni

Tingkat kepadatan penghuni di

Ponpes lokasi observasi cenderung padat

Page 24: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

24

namun masih dalam batas toleransi

persyaratan. Perbandingan jumlah

tempat tidur dengan luas lantai minimal 3

m2/tempat tidur (1.5 m x 2 m). Namun

struktur tempat tidur santri tidak berada

dalam bed tersendiri, namun berada di

lantai dengan menggunakan alas

berbentuk tikar. Kepadatan hunian

merupakan syarat mutlak untuk

kesehatan rumah pemondokan termasuk

ponpes, karena dengan kepadatan

hunian yang tinggi terutama pada kamar

tidur memudahkan penularan berbagai

penyakit secara kontak dari satu santri

kepada santri lainnya.

d. Fasilitas Sanitasi

Termasuk dalam aspek kesehatan

fasilitas sanitasi, sebuah pondok

pesantren harus memenuhi persyaratan

antara lain meliputi penyediaan air

minum serta toilet dan kamar mandi.

Fasilitas sanitasi mempunyai kriteria

persyaratan sebagai berikut :

Kualitas : Tersedianya air

bersih yang memenuhi syarat

kesehatan

Kuantitas : Tersedia air bersih

minimal 60 lt/tt/hr

Kontinuitas : Air minum dan air

bersih tersedia pada setiap tempat

kegiatan yang membutuhkan secara

berkesinambungan

e. Pengelolaan sampah.

Tempat sampah terbuat dari

bahan yang kuat, tahan karat,

permukaan bagian dalam rata/licin.

Tempat sampah dikosongkan setiap 1 x

24 jam atau apabila 2/3 bagian telah

terisi penuh. Jumlah dan volume tempat

sampah disesuaikan dengan perkiraan

volume sampah yang dihasilkan oleh

setiap kegiatan. Tempat sampah harus

disediakan minimal 1 buah untuk setiap

radius 10 meter dan setiap jarak 20 meter

pada ruang tunggu dan ruang terbuka.

Tersedia tempat pembuangan sampah

sementara yang mudah dikosongkan,

tidak terbuat dari beton permanen,

terletak di lokasi yang mudah dijangkau

kendaraan pengangkut sampah dan

harus dikosongkan sekurang-kurangnya

3x24 jam. Pengelolaan sampah di ponpes

ini cukup baik dengan memanfaatkan

ruang terbuka pondok untuk menimbun

sampah, sementara tempat

sampah/container tersedia diberbagai

sudut Pondok.

f. Pengelolaan Air Limbah.

Ponpes harus memiliki sistem

pengelolaan air limbah sendiri yang

memenuhi persyaratan teknis apabila

belum ada atau tidak terjangkau oleh

sistem pengolahan air limbah perkotaan.

Saluran pembuangan air limbah (SPAL)

di Ponpes tidak mengalir lancar, dengan

bentuk SPAL tidak tertutup dibanyak

tempat, sehingga air limbah menggenang

di tempat terbuka. Keadaan ini

berpotensi sebagai tempat berkembang

biak vektor dan bernilai negatif dari

aspek estetika.

IV. Kesimpulan

Scabies adalah penyakit zoonosis

yang menyerang kulit, mudah menular dari

manusia ke manusia, dari hewan ke manusia

atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras

dan golongan di seluruh dunia yang

disebabkan oleh tungau (kutu atau mite)

Sarcoptesscabiei (Buchart, 1997; Rosendal

1997).

Kondisi seperti ini sangat memungkinkan

terjadinya penularan penyakit skabies kepada

orang lain apabila para santri dan

pengelolanya tidak sadar akan pentingnya

menjaga kebersihan baik kebersihan

lingkungan maupun personal hygiene.

Sebagai salah satu upaya dalam

menanggulangi penyebaran penyakit skabies

salah satunya adalah dengan cara

memberikan pendidikan kesehatan tentang

penyakit ini.

Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan

atau usaha menyampaikan pesan kesehatan

kepada masyarakat, kelompok atau individu.

Dengan harapan bahwa dengan adanya

pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok

atau individu dapat memperoleh pengetahuan

tentang kesehatan yang lebih baik. Dan pada

Page 25: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

25

akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan

dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dimana

tujuan dari pendidikan kesehatan ini adalah

agar masyarakat, kelompok atau individu

dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai

kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Pendidikan

kesehatan merupakan salah satu tindakan

keperawatan yang mempunyai peranan yang

penting dalam memberikan pengetahuan

praktis kepada masyarakat. Keberhasilan

penderita dalam mencegah penularan

penyakit skabies pada orang lain sangat

ditentukan oleh kepatuhan dan keteraturan

dalam menjaga kebersihan diri. Oleh karena

itu selama pengobatan dan perawatan

diperlukan tingkat perilaku yang baik dari

penderita. Perilaku penderita skabies dalam

upaya mencegah prognosis yang lebih buruk

dipengaruhi oleh sikap dan pengetahuannya

tentang penyakit ini.

Dalam hal ini, salah satu manfaat

menambah pengetahuan dalam upaya

meningkatkan personal hygiene masing-

masing individu dalam rangka untuk

mencegah timbulnya penyakit skabies dimana

hygiene itu sendiri adalah usaha kesehatan

preventif atau pencegahan penyakit yang

menitik beratkan kegiatannya baik pada usaha

kesehatan perorangan maupun kepada usaha

kesehatan lingkungan fisik dimana orang

berada.(Soebagio Reksosoebroto,1990). Oleh

karena itu fasilitas sanitasi sangat penting

peranannya dalam upaya penanggulangan

penyakit scabies bagi Santri di Pondok

Pesantren, dengan kata lain mutlak harus di

penuhi dan diperhatikan sesuai dengan

peraturan yang berlaku yaitu di antaranya :

1. Ventilasi dan Kelembaban Udara yang

baik.

2. Dapur dan Fasilitas Pengelolaan makanan

yang memenuhi syarat.

3. Kepadatan penghuni harus sesuai dengan

besar ruangan.

4. Fasilitas Sanitasi sangat mutlak yang

harus dipenuhi seperti air bersih dan

air minum.

5. Pengelolaan sampah harus dijalankan

sesuai dengan aturan sehingga tidak

menggangu estetika.

6. Pengelolaan Air Limbah harus sesuai

dengan peraturan yaitu mengalir

dengan lancar dan tertutup serta tidak

mencemari air tanah.

Daftar Pustaka

1. http://inspeksisanitasi.blogspot.co.id/2010/0

3/seri-ponpes-dan-masalah-

sanitasinya.html

2. https://id.scribd.com/doc/241183207/Penila

ian-Hygiene-Sanitasi-Pondok-Pesantren

3. http://inspeksisanitasi.blogspot.co.id/2009/0

4/inspeksi-sanitasi-ponpes.html

4. http://evahaphap.blogspot.co.id/2011/06/up

aya-sanitasi-lingkungan-di-pondok.html

5. http://2.bp.blogspot.com/-

FhrO1BLqH3o/VP0Xlbh5vcI/AAAAAAAAAd

s/MTbiFPFqvcs/s1600/scabies-what-is-

causes.jpg

Page 26: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

26

TINEA BARBAE,

MENGENAL LEBIH DEKAT

Oleh : Nenny Tripena, SKM

A. Pengertian Tinea barbae

Tinea barbae adalah infeksi

dermatofita di daerah jenggot pada muka dan

leher dan hanya terbatas pada laki-laki

dewasa. Jamur pada janggut ini juga dikenal

sebagai tinea sycosis dan umumnya juga

sering disebut sebagai barber’s itch. Penyakit

ini terutama terjadi pada orang-orang di

bidang agrikultural, khususnya pada orang-

orang yang kontak dengan binatang di sawah.

Daerah yang sering terkena biasanya di

daerah leher atau wajah. Lesinya memiliki dua

tipe: tipe superfisial ringan yang menyerupai

tinea corporis, dan tipe folikulitis pustul yang

parah dan dalam, serta satu tipe lagi yang

cukup jarang, yaitu tipe sirsinata.

B. Epidemiologi

Tinea barbae secara definisi hanya

ditemukan pada laki-laki. Kebanyakan

ditularkan melalui cukuran jenggot yang sudah

terkontaminasi sebelumnya. Dengan

meningkatkan kebersihan diri akan

menurunkan insiden terjadinya Tinea barbae.

Umumnya, Tinea barbae cukup jarang, tetapi

lebih sering pada daerah tropis yang dicirikan

dengan kelembaban dan temperature yang

tinggi. Hampir semua yang menderita tinea

barbae adalah laki-laki karena dermatofita

menginfeksi di rambut dan folikel rambut dari

jenggot dan mustache. Infeksi dermatofita

pada perempuan dan anak-anak didiagnosis

sebagai tinea faciei. Dahulu, infeksi sering

ditularkan oleh tukang cukur karena tidak

adanya alat cukur yang hanya digunakan satu

kali. Sekarang alat cukur sebagai sumber

infeksi mulai dihilangkan dan definisi lama dari

tinea barbae, “barber’s itch”, mulai dilupakan.

Pada daerah pedesaan, kucing, kuda, dan

anjing adalah penyebab utama dari infeksi.

Maka dari itu, Tinea barbae sekarang lebih

difokuskan pada orang-orang yang terpapar

dengan kucing, kuda, anjing, dan

penularannya kebanyakan ditemukan di

daerah pedesaan diantara petani dengan

petani atau antar pekerja kebun.

C. Etiologi

Tinea barbae umumnya paling sering

disebabkan oleh organisme dermatofita

zoofilik, T. mentagrophytes dan T. verrucosum,

dan yang cukup jarang, M. canis. Diantara

organisme antrofilik, T. megninii, T.

schoenleinii, dan T. violaceum mungkin hanya

menyebabkan tinea barbae di daerah endemik.

Sedangkan T. rubrum juga dapat menjadi

penyebab Tinea barbae walapun jarang.

Karena seringnya Tinea barbae dihadapi,

Tinea barbae sekarang sangat jarang terjadi.

Kebanyakan infeksi ini ditemukan di tempat

cukur ketika laki-laki sering mencukur dan

memotong jenggotnya dengan alat cukur yang

sama yang dipakai pelanggan sebelumnya.

Dengan diperkenalkannya desinfeksi untuk

alat cukur dan penggunaan alat cukur di

rumah yang aman, kejadian penyakit ini dapat

dikurangi. Sekarang, kebanyakan infeksi ini

didapat dari binatang. Infeksi tinea barbae

lebih sering di daerah pedesaan dan

organisme tersebut biasanya didapat dari

hewan-hewan yang terinfeksi dermatofita

zoofilik

Sebagai tambahan, keparahan dari

reaksi host lebih besar ketika rambut terlibat.

Kombinasi dari kedua faktor ini mungkin

menjelaskan reaksi keparahan yang ekstrim

yang terlihat pada pasien-pasien dengan tinea

barbae. Organisme yang paling sering terlibat

adalah T. mentagrophytes dan T. verrucosum,

baik yang didapat dari sapi. T.

mentagrophytes juga didapat dari kuda dan

anjing. M. canis merupakan penyebab yang

jarang pada tinea barbae. Pada area endemik

dari T. schoenleinii dan T. violaceum, mereka

sering terlibat pada penyakit ini, meskipun

mereka adalah jamur antrofilik. Mereka dapat

menyebabkan infeksi yang parah, mungkin

karena adanya keterlibatan rambut dan folikel.

T. rubrum adalah penyebab yang jarang dari

tinea barbae dan mungkin merupakan infeksi

yang didapat dari bagian-bagian tubuh yang

lain atau ditularkan melalui garukan pada

daerah yang dicukur dari pencukuran yang

tidak bersih. Spesies yang terbatas secara

georafis, T. megninii, jarang diisolasi dari

infeksi janggut yang ditularkan di daerah

endemiknya. Organisme ini tidak ditemukan di

beberapa daerah, tetapi dapat ditemukan di

Page 27: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

27

Portugal, Sardinia, Sisilia, Afrika (sebagai T.

Kuryangei) meskipun jarang ditemukan di

bagian eropa lainnya.

D. Histopatologi

Reaksi seluler terhadap tinea barbae

sama dengan yang diproduksi pada tinea

capitis. Jamur memasuki korteks proksimal

dimana kutikulanya belum matang . Mereka

kemudian menjajah korteks keratin proksimal

dan menghasilkan septate hifa yang

mengubah secara bertahap ke arthrospores

seperti yang dilakukan ke atas oleh rambut

tumbuh . Pada tingkat infundibular , korteks

rambut hampir sepenuhnya digantikan oleh

spora dan membengkak , menghambat keluar

lebih lanjut dari rambut yang tumbuh dan

menyebabkan rambut sudah lemah untuk

kumparan di dalam infundibulum , membentuk

titik hitam . Rambut daerah yang terkena

menjadi rapuh sifatnya dan tidak mengkilat,

tampak reaksi radang pada folikel berupa

kemerahan, edema, kadang -kadang ada

pustula. Pada batang dan folikel rambut

terkadang tampak organisme, tetapi jarang

pada lesi yang lebih dalam. Pada keadaan

kronik terlihat nanah, sel raksasa dan infiltrasi

sel-sel radang kronik. Pada satu pasien yang

mengalami infeksi selama lebih dari 20 tahun ,

ada perubahan sugestif infeksi ulang siklik dari

folikel yang sama yang mungkin berkontribusi

terhadap kronisitas infeksi .

E. Tipe Klinis

Tinea barbae biasanya menimbulkan

lesi yang unilateral dan lebih sering melibatkan

area jenggot daripada kumis atau bibir atas.

Gejalanya mempunyai 3 tipe klinis. Tipe klinis

dari penyakit ini terbagi menjadi tipe inflamasi/

deep berupa lesi supuratif yang dalam serta

bernodul, tipe superficial berupa patch yang

sebagian tanpa rambut, berkrusta dan di

superficial dengan folikulitis dan tipe sirsinata.

1. Tipe inflamasi/deep

Tipe ini biasanya disebabkan oleh T.

mentagrophytes dan T.verrucosum. Tinea

barbae tipe inflamasi dianalogkan dengan tipe

kerion pada tinea kapitis. Tipe deep

berkembang dengan lambat dan

menghasilkan nodul yang menebal dan

bengkak seperti kerion. Lesi yang timbul

berbentuk nodul dan seperti rawa disertai

krusta seropurulen. Bengkak pada tipe ini

biasanya konfluen dan berbetuk infiltrasi

difusa seperti rawa dengan abses. Kulit yang

terkena meradang, rambut-rambut menjadi

hilang, dan pus mungkin muncul melalui

folikel sisa yang terbuka. Rambut-rambut di

daerah ini tidak mengkilat, rapuh, dan mudah

diepilasi untuk mendemonstrasikan sebuah

massa purulen di sekitar akarnya. Pustulasi

perifolikel dapat bergabung membentuk

saluran sinus dan kumpulan pus seperti abses,

yang akhirnya menjadi lesi alopecia.

Umumnya lesi ini hanya terbatas pada satu

bagian muka atau leher pada laki-laki.

Tinea barbae tipe inflamasi disebabkan oleh

infeksi T. Mentagrophytes var.granulosum

2. Tipe superfisial

Tipe superfisial dicirikan dengan

folikulitis pustula yang tidak terlalu meradang

dan mungkin dihubungkan dengan T.

violaceum atau T. Rubrum. Tipe Superfisial

dari tinea barbae menyerupai lesi pada tinea

corporis. Ada lesi berbentuk lingkaran dengan

tepi vesikopustul. Reaksi host terhadap

penyakit ini tidak terlalu perah, meskipun

alopecia mungkin timbul di pusat lesi.

Tipe ini disebabkan oleh lebih sedikit

peradangan antropofil, bentuk tinea barbae ini

sangat menyerupai folikulitis bakteri, dengan

eritema difusa ringan dan papul folikular dan

pustul. Rambut yang kusam dan rapuh

membentuk infeksi endotriks dengan T.

violaceum sebagai etiologi yang lebih sering

daripada T. rubrum. Rambut yang terinfeksi

biasanya mudah dicabut. Yang jarang, E.

floccosuin mungkin menyebabkan lesi

verrukosa yang menyebar yang dikenal

sebagai epidermofitosis verrukosa.

Page 28: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

28

Tinea barbae superfisialis; papul folikel dan

pustul sering salah didiagnosis dengan

folikulitis staphylococcus aureus.

3. Tipe sirsinata

Tipe ini sangat mirip dengan tinea

sirsinata dari kulit glabrous, tinea barbae

sirsinata menunjukkan batas vesikopustular

yang aktif dan menyebar dengan lingkaran

pusat dan rambut yang jarang-jarang pada

daerah tersebut.

Tinea Barbae tipe sirsinata; memiliki tepi yang

ditutupi papul dan vesikel kecil serta bersisik.

F. Gejala Klinis

Infeksi sering berawal pada leher atau

dagu, tetapi gejala klinis dari Tinea Barbae

tergantung pada patogen penyebab. Kadang-

kadang dermatofitosis dapat berkembang

tanpa lesi khusus, tetapi selalu dengan rasa

gatal.

Tinea yang disebabkan oleh

dermatofita zoofilik lebih parah karena reaksi

inflamasi yang terjadi disebabkan oleh jamur

yang lebih kuat. Dagu, pipi, dan leher sering

terinfeksi. Umumnya infeksi ini menyebabkan

nodul yang inflamasi atau nodul-nodul dengan

pustul mulitpel dan aliran sinus pada

permukaannya. Rambut dapat rontok dan

patah, eksudat, pus dan krusta menutupi

permukaan kulit (kerion celsi). Rambut mudah

dicabut dan tidak sakit. Kadang-kadang

muncul bersamaan dengan limfadenopati

regional, sedangkan demam dan malaise

cukup jarang terjadi.

Ada gejala-gejala yang sangat jauh

berbeda satu sama lain. Dua variasi gejala

klinis utama dibedakan. Tipe tanpa inflamasi

yang disebabkan oleh dermatofita antrofilik

diawali dengan patch datar dan eritema

dengan tepi yang meninggi. Patch bersisik

mungkin ditutupi papul-papul, pustule atau

krusta. Rambut patah di dekat kulit dan dapat

menyumbat folikel rambut. Patch kulit mungkin

soliter tetapi dapat juga multiple dan mungkin

berbentuk annular. Patch dapat bertahan

hingga bertahun-tahun dan mungkin

membesar. Kadang-kadang, morfologi

klinisnya menyerupai folikulitis bakteri,

khususnya ketika folikel pustula telah

berkembang dan hilangnya rambut telah

terlihat. Lesi pustula dengan rambut yang

hilang menunjukkan varian kronik dari infeksi

jamur ini yang menyerupai sikosis (folikulitis

pustula dari janggut). Dengan demikian,

penyakit itu disebut sycosiform tinea barbae.

Tipe dalam atau pustul dari tinea

barbae dicirikan dengan adanya folikel yang

berpustul dan dalam yang membentuk nodul-

nodul, seperti lesi kerion yang ditemukan pada

Tinea capitis. Lesi pustula ini diawali mikotik

yang sesungguhnya dan pus sangat penuh

pada artrokonidia jamur. Reaksi yang terjadi

bisa benar-benar parah dimana kebanyakan

rambut menjadi patah dilanjutkan resolusi dari

penyakit ini. Alopecia dan bekas luka mungkin

menetap. Lesi terlhat seperti rawa dan

membengkak. Rambut-rambut ini ketika

diepilasi akan terlihat memiliki sejenis pus,

massa putih pada akar rambut dan

mengelilingi jaringan di sekitarnya. Aliran sinus

meningkat dan merusak jaringan sekitar.

Sedikit tekanan akan membangkitkan

ekstrusksi dari material purulen. Lesi ini

mungkin soliter dan kebanyakan sering

ditemukan pada daerah maksila. Kadang-

kadang keseluruhan area jenggot terkena dan

indurasi verukosa ungu kemerahan yang

banyak juga terbentuk. Pembesaran kelenjar

getah bening regional, demam ringan, dan

malaise mungkin muncul bersamaan pada

Page 29: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

29

infeksi yang parah, khususnya yang

disebabkan oleh T. verrucosum. Bibir atas

biasanya terhindar dari tinea barbae, sangat

kontras jika dibandingkan dengan infeksi

bakteri sycosis vulgaris.

G. Diagnosis

Dalam diagnosis biasanya material

yang terkumpul biasanya terdiri dari rambut

yang diepilasi dan massa pustula. Ketika plak-

plak pada superfisial dan tanpa pustul,

pemeriksaan material terbaik adalah dengan

mengambilnya dari tepi. Pemeriksaan

langsung dengan potassium hidroksida 20%

dengan tambahan dimetil sulfoksida akan

memberikan hasil yang cepat, tetapi

diperlukan orang yang berpengalaman untuk

melakukannya. Preparat KOH untuk

mengidentifikasi hifa adalah diagnosis untuk

infeksi T. verrucosum. Menyayat tepi lesi yang

aktif atau dengan memakai rambut untuk

diteliti sebaiknya dilakukan. Teknik ini memiliki

sensitifitas 88% dan spesifisitas 95%. Lampu

wood akan memastikan kasus-kasus yang

jarang seperti pada infeksi

microsporum.Pewarnaan tambahan, seperti

pewarnaan Swartz-Lamkin, Parker blue-black

ink atau chlorazol black E, kadang-kadang

akan sangat berguna. Spesimen tersebut

diperiksa dengan mikroskop cahaya dan

hasilnya tergantung pada jamur penyebab

yang diperksa yang akan menunjukkan tipe

hifa khusunya masing-masing dan/ atau

artokonidia.Sedangkan untuk pengerjaan

kultur dapat memakan waktu sekitar 3-4

minggu dan biasanya ditampilkan pada agar

Saboraud dengan cycloheximide dan

kloramfenikol ditambahkan untuk menghambat

pertumbuhan dari bakteri dan jamur non-

dermatofitik. Identifikasi jamur didasarkan

pada morfologi dan mikroskopik dari koloni.

Identifikasi pathogen menyediakan informasi

tentang sumber dari infeksi dan menolong

dalam menyeleksi pengobatan yang tepat.

Diagnosa banding

Diagnosis banding pada tinea barbae

dapat berdasarkan kemiripan gejala klinisnya

dengan penyakit lain maupun melalui

organisme penyebab. Banyaknya morfologi

dari lesi Tinea Barbae adalah alasan utama

luasnya kelainan kulit lain yang dapat

menyerupai infeksi jamur. Penyakit-penyakit

ini seperti folikulitis bakteri, dermatitis atopik,

dermatitis kontak dan dermatitis seboroik

dapat menyerupai tinea barbae.

Diagnosis banding yang terpenting

adalah sikosis barbae dan epiteliomata Sikosis

barbae biasanya lebih menyebar, lebih kronis

dan menginfeksi daerah yang sering terkena

tekanan, meskipun reaksi inflamasi tidak

begitu intens, rambut-rambut yang terinfeksi

tidak hilang dan tidak sakit saat dicabut. Area

kecil dari tinea barbae biasanya menyerupai

epiteliomata sel basal, tetapi kesalahan

diagnosis tidak akan terjadi bila diagnosis

banding tersebut dapat diingat.

Jamur lain, seperti ragi dan jamur hifa

dapat menyebabkan infeksi lokal di area

dengan lesi yang sama, khususnya pada

pasien yang baru lahir atau imunokompromis.

Kadang-kadang infeksi dermatofitik dapat

meniru penyakit lain, seperti lupus

eritematosus atau rosacea.Riwayat kontak

dengan hewan bersamaan dengan munculnya

lesi pustul yang meradang dan parah yang

disebabkan oleh T. verrucosum atau T.

mentagrophytes var. mentagrophytes

menunjukan diagnosis dari tinea barbae.

Folikel yang tidak mengkilat, pustul, rapuh,

rambut yang mudah diepilasi dan adanya tepi-

tepi perifer yang menyebar secara aktif

menyusun gambaran klasik dari penyakit ini.

Agen penyebabnya adalah M. canis, dengan

florosensi dari rambut ini di bawah lampu

wood akan terlihat agen penyebabnya.

Spesies Trichiphyton tidak menunjukkan

florosens di bawah lampu wood. Preparat

jamur yang telah ditetesi potassium hidroksida

bisa menunjukkan adanya elemen jamur dan

membedakan penyakit ini dari sycosis vulgaris.

Bentuk jamur yang lebih ringan, lebih sedikit

menyebabkan nyeri dan sakit daripada

pioderma yang disebabkan stafilokokus.

Infeksi dari dermatofita mungkin melibatkan

bulu mata, tetapi tidak mengenai konjugtiva.

Infeksi bulu mata tanpa melibatkan bagian lain

dapat ditemukan, biasanya pada anak-anak,

dan M. canis merupakan penyebab yang

paling sering. Kondisi lain yang dapat

menyerupai Tinea barbae yaitu dermatitis

Page 30: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

30

kontak, iododerma, bromoderma, kista, akne,

aktinomikosis, dan sifilis pustula.

H. Pengobatan

Pengobatan untuk tinea barbae sama

dengan pengobatan pada tinea capitis.13

Terapi oral antimikosis diperlukan. Beberapa

penelitian dan pengalaman sendiri

menunjukkan antijamur topikal tidak cukup

untuk mengontrol lesi dari tinea barbae secara

menyeluruh. Dengan demikian pada

kebanyakan kasus sangat direkomendasikan

kombinasi antara pengobatan sistemik dan

topikal antimikosis. Ketika mengenai rambut-

rambut, pencukuran atau depilasi sebaiknya

diambil sebagai pertimbangan.

Dahulu, epilasi manual atau x-ray

bersama dengan kompres menggunakan

kompres permanganat (1:4000) atau larutan

vleminckx (1:33) pernah dilakukan. Tetapi

tidak ada dari regimen ini yang sekarang

diindikasikan untuk mengobati tinea barbae,

khususnya epilasi x-ray. Merkuri amonia (5%),

quinolor, desenex, sopronol, atau asterol

kadang-kadang digunakan untuk megobati lesi

itu. Beberapa dari obat di atas mungkin sangat

berguna pada kasus resisten sebagai

tambahn untuk pengobatan griseofulvin.

Memangkas dan mencukur area jenggot juga

sangat direkomendasikan. Sepanjang

diberikan bersama-sama kompres hangat dan

dilakukan pembersihan sisa-sisa dari jaringan

yang sakit.

Kompres hangat digunakan untuk

menyingkirkan krusta dan debris sebagai

pengobatan tidak spesifik, biasanya dapat

dilakukan. Sekarang ini terbinafine 250 mg

digunakan sehari sekali untuk periode paling

sedikit selama 4 minggu, tergantung pada

pilihan pengobatannya. Pada beberapa kasus

penggunaaan griseofulvin pada dosis paling

sedikit 20 mg/kg/hari (terapi berlangsung lebih

dari 8 minggu) mungkin dapat

dipertimbangkan.

Griseofulvin mungkin sangat berguna

untuk pengobatan Tinea barbae, khususnya

untuk tipe kronik. Hilangnya rasa sakit, tidak

nyaman, dan malaise secara cepat, bersama

dengan kegagalan untuk mengembangkan lesi

satelit dan resolusi lebih cepat dari penyakit ini,

telah dilaporkan setelah pengobatan dari

infeksi T. verrucosum yang parah. Dosis

griseofulvin adalah 500mg per hari dibagi

menjadi dua sediaan. Pengobatan sebaiknya

dilanjutkan selama dua atau tiga minggu

seiring hilangnya gejala-gejala klinis.

Itrakonazol 100mg/ hari selama 4-6

minggu dapat sangat efektif. Telah dipastikan

oleh Maeda dkk. yang telah mengobati secara

efektif dengan itrakonazol 100mg/ hari

(selama 2 bulan terapi) pada seorang petani

yang terinfeksi Trichophyton verrucosum.

Sebagai pengobatan topikal bisanya

digunakan 2 kelompok antijamur, yaitu azol

dan alilamin. Meskipun rekomendasi

pengobatan umum sudah ada untuk pasien

tinea barbae, tetap penting diingat bahwa

sering pada pasien-pasien tersebut, regimen

pengobatan, khusunya periode pengobatan,

sebaiknya ditentukan berdasarkan masing-

masing pasien tersebut berdasarkan pada

gejala klinis dan penilaian laboratoriumnya.

Eliminasi dari sumber infeksi, khususnya yang

kontak dengan hewan yang terinfeksi akan

menjadi sangat penting untuk hasil akhir dari

pengobatan ini. Lebih lanjut lagi, pengobatan

infeksi jamur lainnya seperti tinea pedis dan

onikomikosi sangat penting, karena

kemungkinan terjadinya autoinokulasi pada

janggut.

I. Pencegahan

Orang meningkatkan risiko

mendapatkan infeksi jamur ketika kulit mereka

tetap basah untuk waktu yang lama. Jamur

tumbuh dengan cepat di area yang hangat dan

lembab. Pakaian, ubin kamar mandi, dan dek

kolam renang adalah tempat umum bagi jamur

untuk tumbuh.

Pencegahan dapat dilakukan dengan

menjaga kebersihan tubuh terutama di daerah

dagu. Sebaiknya jenggot dicukur bersih dan

dilap dengan handuk agar benar benar kering

sehingga tidak menyebabkan daerah dagu

atau leher menjadi lembab . kemudian jaga

juga kebersihan lingkungan disekitar untuk

menghindari penyebaran jamur penyebab

tinea barbae.

J. Prognosis

Karena kebanyakan kasus dari tinea

barbae adalah tipe peradangan, resolusi

Page 31: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

31

secara spontan biasanya terjadi. Durasi dari

infeksi bervariasi tergantung organisme yang

terlibat. Karena T. verrucosum dan T.

mentagrophytes var. Mentagrophytes

kebanyakan merupakan organisme yang

virulen, infeksi yang terjadi umumnya sembuh

dalam dua sampai tiga minggu. Infeksi kronik

dapat berlangsung lebih dari dua bulan dan T.

rubrum atau T. violaceum jarang menjadi

penyebabnya.

K. Kesimpulan

Tinea Barbae adalah infeksi

dermatofitosis superfisialis yang jarang terjadi.

Infeksi ini hanya terbatas pada daerah yang

berjanggut, yaitu pipi, dagu dan leher. Hampir

seluruh penderitanya adalah laki-laki dewasa.

Penyakit ini dapat disebabkan berbagai

organisme jamur, sehingga penyakit ini

memiliki tiga tipe klinis, yaitu tipe inflamasi

(deep), tipe superficial, dan tipe sirsinata.

Masing-masing tipe memberikan gambaran

klinis yang cukup berbeda. Untuk

mendiagnosis penyakit ini diperlukan aspek

klinis dan pemeriksaan penunjang yang tepat

seperti pemeriksaan mikroskopik dengan KOH,

maupun pemeriksaan biakan hingga

histopatologi. Kadang-kadang penyakit ini sulit

dibedakan dengan sycosis barbae. Terapi

tinea barbae terbukti efektif bila dilakukan

dengan kombinasi terapi sistemik dan terapi

topikal. Lama pengobatan tergantung kondisi

penderita masing-masing dan jenis jamur yang

menginfeksinya.

L. Saran

Penyakit kulit adalah penyakit yang

sangat banyak ditemukan di kalangan

masyarakat. Oleh karna itu kami sebagai

penulis menyarankan pembaca untuk

mencegah terjadinya penyakit kulit ini dengan

cara menjaga higiene dan sanitasi yang

dimulai dari diri kita sendiri. Serta menjaga

lingkungan kita agar tetap bersih sehingga

mempersulit jamur berkembang biak

dilingkungan kita agar kita tidak terinfeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Shrum JP, Millikan LE, Bataineh O.

Superficial fungal infections in the tropics.

Dermatol Clin 1994; 12: 687-93.

2. Djuanda A. 1993. Ilmu penyakit kulit dan

kelamin edisi 2. Jakarta : Fakultas

kedokteran Universitas Indonesia

3. Siregar, SP,KK(K). 2005. Penyakit jamur

kulit edisi 2. Jakarta ; EGC.

4. Wisnu, I Made, dkk. 2005. Penyakit Kulit

yang Umum diIndonesia.Jakarta; PT

Medical multi Media.

5. http://dokterrizy.blogspot.com/2011/05/infek

si-jamur-pada-kulit.html

6. Bonifaz A, Ramirez-Tamayo T, Saul A.

Tinea Barbae (tinea sycosis): experience

with nine cases. J Dermatol 2003; 30, 898-

903.

Page 32: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

32

PERAN TEKNOLOGI DALAM

BIDANG KESEHATAN

Oleh : Basaria Hutabarat, SKM, M.Kes

A. PENDAHULUAN

Peran ilmu pengetahuan dan teknologi

dalam kehidupan manusia saat ini

menimbulkan berbagai kegoncangan dan efek

samping negatif di samping tentunya, ada juga

sisi positifnya ( Giden dkk, 2001). Perlahan

tapi pasti, tujuan mulia ilmu pengetahuan dan

teknologi dalam membantu memenuhi

kebutuhan hidup manusia, mulai mengalami

pergeseran. Teknologi yang sejatinya

hanyalah sarana dan alat bagi manusia dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya, berubah

menjadi sesuatu yang diagungkan. Padahal,

seharusnya ilmu dan teknologi hanya sebagai

alat dalam kehidupan, bukan sebagai

gantungan atau andalan dalam kehidupan

(Giden dkk, 2001). Ada kecenderungan

manusia modern mengagung-agungkan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Dalam

pandangan manusia modern, ilmu

pengetahuan dan teknologi adalah, segala-

galanya. Seolah-olah, di tangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kesejahteraan

manusia masa depan akan digantungkan

(Jujun, S, 2001). Akibatnya, ilmu pengetahuan

dan teknologi (Iptek) menjadi bumerang bagi

manusia sebagai senjata makan tuan.

Penggunaan iptek yang salah dan tidak

terkendali, teknologi hanya menciptakan

alienasi atau merasa terasing, humanisasi,

dan konsumerisme dalam kehidupan manusia.

Iptek bukan lagi merupakan sarana yang

membantu manusia mencapai tujuan hidupnya.

Tetapi, iptek menciptakan tujuan hidup itu

sendiri (Jujun.S, 2001). Dalam keadaan

seperti itu, manusia terasing dari dirinya

sendiri dan dari nilai kepribadiannya, karena ia

menjadi tawanan sistem yang melingkari

kehidupan (Jujun.S, 2001)

Teknologi Informasi di Bidang

Kesehatan memiliki peran yang sangat

signifikan untuk menolong jiwa manusia serta

riset-riset di bidang kedokteran. Teknologi

Informasi digunakan untuk menganalisis organ

tubuh manusia bagian dalam yang sulit dilihat,

untuk mendiagnosa penyakit, menemukan

obat yang tepat untuk mengobati penyakit dan

masih banyak lagi. Pemanfaatan Teknologi

Informasi sangat membantu orang-orang

yang bergerak di bidang kesehatan,

setidaknya membantu dalam menangani para

pasien sehingga meningkatkan kesehatan

masyarakat. Adanya Teknologi Informasi

dimanfaatkan Dokter dan Perawat untuk

memudahkan mereka memonitor kesehatan

pasien, monitor detak jantung, aliran darah,

memeriksa organ dalam pasien dengan sinar

X. Dengan teknologi modern bisa memonitor,

bahkan menggantikan fungsi organ dalam

seperti Jantung, Paru-paru dan Ginjal. Itu

merupakan teknologi kesehatan yang

digabungkan dengan teknologi Informasi dan

Komputer (Nisa C,2012)

Teknologi-teknologi yang sudah di

kembangkan di bidang Kesehatan diantaranya

adalah berupa :

Sistem CAT (Computerized Axial

Tomography ) merupakan alat yang

Page 33: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

33

digunakan untuk menggambar struktur

bagian otak dan mengambil gambar

seluruh organ tubuh yang tidak bergerak

dengan menggunakan sinar-X. Sedangkan

untuk seluruh organ yang bergerak

menggunakan sistem DSR (Dynamic

Spatial Reconstructor ) yang digunakan

melihat gambar dari berbagai sudut organ

tubuh. CAT dan DSR biasa dikenal CT

Scan.

SPECT (Single Photon Emission Computer

Tomography )

merupakan sistem komputer yang

menggunakan gas radioaktif untuk

mendeteksi partikel-partikel tubuh yang

ditampilkan dalam bentuk gambar. Bentuk

lain adalah PET (Positron Emission

Tomography ) juga merupakan sistem

komputer yang menampilkan gambar

menggunakan isotop

radioaktif. Pengembangan PET-SCAN

ini tidak hanya dapat mendeteksi kanker,

tetapi juga digunakan pada bidang-bidang

kedokteran lainnya. Dengan

berkembangnya teknologi di bidang

kesehatan sangatlah membantu mereka

yang bergerak di bidang kesehatan untuk

melakukan pekerjaan. Mereka bisa dengan

cepat menangani para pasien, bisa

mendiaknosis penyakit yang mereka derita,

dan kemungkinan salah diagnos yang

mungkin sudah sering terjadi di dalam

bidang kedokteran yang memakan banyak

jiwa bisa berkurang. Pemanfaatan

Teknologi Informasi ini semakin

mendukung peningkatan kualitas kerja di

bidang kedokteran, karena semakin

canggihnya teknologi maka akan semakin

mudah kita mendapatkan pelayanan

dengan kualitas yang baik.

(quamilanadia.wordpress.com, 2016).

Selain itu Nuclear Magnetic

Resonance merupakan teknik mendiagnosis

dengan cara memagnetikkan nucleus (pusat

atom) dari atom hidrogen. Saat ini telah ada

temuan baru yaitu komputer DNA, yang

mampu mendiagnosis penyakit sekaligus

memberi obat. Komputer DNA ultra kecil

mampu mendiagnosis dan mengobati kanker

tertentu (Kompasiana.com, 2016).

Peranan lainnya Teknologi Informasi

Dalam Kesehatan adalah sebagai:

1. Sistem informasi yang digunakan untuk

mencatat rekaman medis pasien secara

elektronis.

2. Untuk mencari informasi tentang pasien,

pengunjung dapat berinteraksi secara

langsung dengan terminal yang

disediakan untuk keperluan itu. Dengan

mengetikkan nama, sistem informasi

akan segera menyajikan informasi

tentang pasien yang memenuhi kriteria

pencarian.

3. Peralatan yang mampu memotret bagian

dalam tubuh seseorang tanpa harus

dilakukan pembedahan misalnya CT

Scan.

4. Mycin yang digunakan untuk membantu

juru medis mendiagnosis penyakit darah

yang cepat menular dan kemudian dapat

memberikan saran berupa penggunaan

antibiotik yang sesuai (system pakar

adalah perangkat lunak yang ditujukan

untuk meniru keahlian seseorang dalam

bidang tertentu).

5. Sistem berbasis kartu cerdas (smart card)

digunakan juru medis untuk mengetahui

riwayat penyakit pasien yang datang ke

rumah sakit karena dalam kartu tersebut

para juru medis dapat mengetahui riwayat

penyakit pasien.

6. Informasi dari komputer tiga dimensi

untuk menunjukkan letak tumor dalam

tubuh pasien.

7. Jasa pelayanan kesehatan teknologi

informasi berguna untuk memberikan

Page 34: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

34

pelayana terpadu dari pendaftaran pasien

sampai kepada system penagihan yang

dilihat melalui internet. 8. Alat-alat kedokteran yang menggunakan

aplikasi komputer, salah satunya adalah

USG (Ultra sonografi). USG adalah suatu

alat dalam dunia kedokteran yang

memanfaatkan gelombang ultrasonik,

yaitu gelombang suara yang memiliki

frekuensi yang tinggi (250 kHz – 2000

kHz) yang kemudian hasilnya ditampilkan

dalam layar monitor

9. Teknologi Nir kabel Pemanfaatan jaringan

computer dalam dunia medis sebenarnya

sudah dirintis sejak hampir 40 tahun yang

lalu. Saat ini, jaringan nir kabel menjadi

primadona karena pengguna tetap

tersambung ke dalam jaringan tanpa

terhambat mobilitasnya oleh kabel.

Melalui jaringan nir kabel, dokter dapat

selalu terkoneksi ke dalam database

pasien tanpa harus terganggun

mobilitasnya.

10. Pencarian, Peletakan dan Informasi Obat-

obatan. Penggunaan Biosensor.

Biosensor merupakan suatu alat

Instrumen elektronik yang bekerja untuk

mendektesi sampel biokimia. Contoh

paling sederhana adalah alat uji diabetes

(Triwahyuni, 2012)

Teknologi Informasi dan Komunikasi

akan berperan besar dalam meningkatkan

layanan kesehatan warga dunia menyediakan

layanan Medical Record Service yang

telah melibatkan puluhan ribu pasien di rumah

sakit. Rekam medis yang terkumpul digunakan

untuk memberikan layanan melalui aplikasi

terbaru. Setiap data pasien dalam rekam

medis, seperti resep obat, jenis alergi, riwayat

kesehatan, dan sebagainya semuanya

itu dilindungi dengan mempergunakan

password.

B. Manfaat Teknologi Bidang Kesehatan

Adapun manfaat teknologi dalam

bidang kesehatan, diantaranya mempermudah

Dokter dan Perawat dalam memonitor

kesehatan pasien, monitor detak jantung

pasien lewat monitor komputer, aliran darah

dan memeriksa organ dalam pasien dengan

sinar X. (Wikipedia.com, 2016)

C. Perkembangan Kesehatan di Indonesia

Standar dan mutu layanan kesehatan

di Indonesia belum menggembirakan dan

masih tertinggal bila dibandingkan dengan

negara lain. Perhatian negara terhadap

standar fasilitas kesehatan bagi penyedia jasa

kesehatan dan pengaruhnya terhadap hasil

perawatan pasien juga masih kurang. Untuk

membenahi sistem kesehatan nasional secara

progresif dibutuhkan solusi cerdas

berupa layanan elektronik kesehatan atau

biasa disebut dengan istilah e-Health. Yang

merupakan solusi enterprise di bidang

kesehatan karena melibatkan berbagai pihak,

mulai dari masyarakat luas, Rumah Sakit,

Puskesmas, Perguruan Tinggi, hingga

produsen obat dan industri farmasi. Selain itu

keterpaduan dan integrasi antara e-Health

dengan SIAK ( Sistem Informasi dan

Administrasi Kependudukan ), baik dalam

lingkup nasional, regional dan daerah sangat

membantu optimalisasi sistem kesehatan

rakyat dimasa mendatang.

Kelebihan rekam medis elektronik

antara lain memungkinkan akses yang

simultan dari lokasi berbeda, mengurangi

kesalahan interpretasi data, penyajian yang

variatif, mempercepat pembuatan keputusan,

dan membantu analisis data. Kondisinya

bertambah sempurna jika disertai kapasitas

penyimpanan multimedia sangat besar untuk

foto rontgen, rekaman suara, diagram,

laporan patologi, dan lain-lain. Aplikasi e-

Health melahirkan lompatan yang luar biasa

dalam sektor kesehatan seperti: Surveilans

Epidemiologis (Nisa C,2012)

D. Manfaat Telemedicine

Surveilans Epidemiologis merupakan

kumpulan data penyakit yang diobservasi

untuk mengetahui tren dan mendeteksi

perubahan kejadian penyakit tersebut secara

dini. Pola dan distribusi penyakit juga mudah

diamati berdasarkan area geografis, usia,

komunitas, dan sebagainya. Prosedur

pengumpulan data secara manual dapat

digantikan dengan digitalisasi yang lebih cepat,

akurat dan hemat biaya. Apalagi jika jarak

lokasi kejadian dan tempat pengumpulan data

sangat berjauhan. Lompatan luar biasa

lainnya adalah mengenai Telemedicine.

Page 35: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

35

Telemedicine merupakan

pemanfaatan TIK untuk memberikan informasi

dan pelayanan kesehatan atau kedokteran

dari suatu lokasi ke lokasi lainnya.

Telemedicine bisa diartikan sebagai akses

cepat untuk memberikan keahlian medis

secara jarak jauh. Sehingga tidak tergantung

dimana posisi pasien itu berada. Dalam

kondisi gawat darurat atau bencana alam,

fungsi Telemedicine menjadi sangat penting

karena dapat mempercepat tindakan medis.

Data medis seperti foto resolusi tinggi, gambar

radiografi, rekaman suara, rekam medis

pasien, konferensi video kesehatan juga dapat

ditransfer ke lokasi lain yang berjauhan.

Pelayanan kesehatan interaktif tersebut juga

dapat menggunakan media audio visual untuk

konsultasi, diagnosis dan pengobatan,

termasuk proses pendidikan dan latihan

kepada penyedia kesehatan dan masyarakat

luas. Telemedicine melahirkan sub-aplikasi

seperti teleradiologi, teledermatologi,

telepatologi, telefarmasi dan sebagainya (Nisa

C,2012).

Selain itu dengan e-Health

mekanisme sistem resep obat secara online

juga bisa dilakukan. Dalam hal ini pasien

hanya berurusan dengan institusi pelayanan

kesehatan. Sedangkan resep obat akan diatur

secara otomatis. Mulai dari persedian obat

sampai dengan pembayaran oleh pihak

asuransi kesehatan. Mekanisme diatas juga

bisa mengeleminir tindakan mafia obat dan

memudahkan kontrol pemerintah dan publik

dalam hal harga dan distribusi obat-obatan.

Komputer Era globalisasi dan era

informasi yang akhir-akhir ini mulai masuk ke

Indonesia telah membuat tuntutan-tuntutan

baru di segala sektor. Tidak terkecuali dalam

sektor pelayanan kesehatan, era globalisasi

dan informasi seakan telah membuat standar

baru yang harus dipenuhi oleh seluruh pemain

di sektor kesehatan. Hal tersebut telah

membuat dunia keperawatan di Indonesia

menjadi tertantang untuk terus

mengembangkan kualitas pelayanan

keperawatan yang berbasis teknologi

informasi. Namun hambatan hambatan yang

dihadapi oleh keperawatan di Indonesia,

diantaranya adalah keterbatasan Sumber

Daya Manusia yang menguasai bidang

keperawatan dan teknologi informasi secara

terpadu, masih minimnya infrastruktur untuk

menerapkan sistem informasi di dunia

pelayanan, dan masih rendahnya minat para

perawat di bidang teknologi informasi

keperawatan.

E. Pelayanan Medis

Pelayanan yang bersifat medis

khususnya di pelayanan keperawatan

mengalami perkembangan teknologi informasi

yang sangat membantu dalam proses

keperawatan dimulai dari pemasukan data

secara digital ke dalam komputer yang dapat

memudahkan pengkajian

selanjutnya, intervensi apa yang sesuai

dengan diagnosis yan sudah ditegakkan

sebelumnya, hingga hasil keluaran apa yang

diharapkan oleh perawat setelah klien

menerima asuhan keperawatan, dan semua

proses tersebut tentunya harus sesuai dengan

NANDA, NIC, dan NOC yang

sebelumnya telah dimasukkan ke dalam

database program aplikasi yang digunakan.

Namun ada hal yang perlu dipahami oleh

semua tenaga kesehatan yang menggunakan

teknologi informasi yaitu semua teknologi yang

berkembang dengan pesat ini hanyalah

sebuah alat bantu yang tidak ada gunanya

tanpa intelektualitas dari penggunanya dalam

hal ini adalah perawat dengan

segala pengetahuannya tentang ilmu

keperawatan. Keperawatan yang selama ini

dirasa masih rancu, akan memberikan

manfaat lebih lanjut sistem kompensasi,

penjadwalan, evaluasi efektifitas intervensi

sampai kepada upaya identifikasi error dalam

manajemen keperawatan. Sistem ini

mempermudah perawat memonitor pasien dan

segera dapat memasukkan data terkini dan

intervensi apa yang telah dilakukan ke dalam

komputer yang sudah tersedia di setiap

bangsal sehingga akan mengurangi kesalahan

dalam dokumentasi dan evaluasi hasil

tindakan keperawatan yang sudah dilakukan

( KB Tech, 2012).

F. Pelayanan Non Medis

Pelayanan yang bersifat non-medis

pun dengan adanya perkembangan teknologi

informasi seperti sekarang semakin terbantu

Page 36: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

36

dalam menyediakan sebuah bentuk pelayanan

yang semakin efisien dan efektif, dimana para

calon pasien rumah sakit yang pernah berobat

atau dirawat di RS tidak perlu lagi menunggu

dalam waktu yang cukup lama saat

mendaftarkan diri karena proses administrasi

yang masih terdokumentasi secara manual di

atas kertas dan membutuhkan waktu yang

cukup lama mencari data pasien yang sudah

tersimpan, ataupun setelah sekian lama

mencari dan tidak ditemukan akhirnya klien

tersebut diharuskan mendaftar ulang kembali

dan hal ini jelas menurunkan efisiensi RS

dalam hal penggunaan kertas yang tentunya

membutuhkan biaya. Bandingkan bila setiap

pasien didaftarkan secara digital dan semua

data mengenai pasien dimasukkan ke dalam

komputer sehingga ketika data-data tersebut

dibutuhkan kembali dapat diambil dengan

waktu yang relatif singkat dan akurat.

PENUTUP

Teknologi dalam kesehatan

mempunyai peran yang sangat

penting,terutama dalam memberikan kualitas

atau mutu pelayanan kesehatan di Rumah

Sakit. Seiring dengan perkembangan

teknologi dan informasi seakan telah membuat

standar baru yang harus di penuhi.

Pemerintah atau lembaga kesehatan

hendaknya segera membenahi standar dan

mutu layanan kesehatan di Indonesia, karena

bila di bandingkan dengan negara lain ini

masih sangat tertinggal. Untuk membenahi hal

tersebut maka harus di butuhkan solusi cerdas.

DAFTAR PUSTAKA

Anthony Giddens, Runaway World:

Bagaimana Globalisasi Merombak

Kehidupan Kita, terj. Andry

Kristiawan S. dan Yustina Koen S.

(Jakarta: Gramedia, 2001).

Choirun Nisa, Yunita “Peran Teknologi Dalam

Bidang Kesehatan, 2012”

http://www.kompasiana.com/, diakses 21 juli

2016

https://quamilanadia.wordpress.com, diakses

22 Juli 2016.

http://www.Wikipedia.com/ diakses 21 juli

2016

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, hlm. 231,

tahun 2001.

KB Tech, Navy BA PK 102- Microsoft Internet

Explorer.Peranan Komputer Dalam

Dunia Kesehatan dan Pengobatan

rikie-lebang. Peran TI dalam Dunia

Kedokteran. Written By KB Tech,2012

Triwahyuni, Penggunaan Teknologi Informasi_

Teknologi Komputer HAPPY together

HAPPY forever-Microsoft Internet

Explorer. USG ( ULTRA

SONOGRAPHY )

http://www.cancer.gov/images/cdr/live/CDR753

850.jpg, diakses pada 22 Juli 2016.

http://www.iambiomed.com/equipments/pet5.jp

g, diakses 22 Juli 2016.

https://www.computer.org/cms/Computer.org/dl/

mags/pc/2015/01/figures/mpc2015010

0541.gif, diakses 22 Juli 2016.

Page 37: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

37

SERBA-SERBI

1. Kegiatan review persiapan dan kelengkapan dokumen Wilayah Bebas Korupsi (WBK)

pada tanggal 24 Juni 2016 oleh Tim pendamping WBK /WBBM 2 dari Direktorat Jenderal

P2P Kementerian Kesehatan RI

Pemaparan dan arahan dari Tim pendamping WBK/WBBM

Page 38: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

38

Pembinaan dari Tim pendamping WBK/WBBM dalam melihat kelengkapan dokumen

Page 39: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

39

2. Sosialisasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) tanggal 9 Juni 2016 di BTKL PP

Kelas I Medan yang disampaikan oleh Tim BPKP

Page 40: PENINGKATAN KAPASITAS Kegiatan ini bertujuan untuk … · penanggulangan kejadian luar biasa (KLB), di ... - Kebijakan dan strategi IHR. Manajemen Emerging Infektious Diseases (EIDs)

40

3. Sosialisasi Internal WBK/WBBM oleh pejabat structural di BTKL PP Kelas I Medan tanggal

27 Mei 2016