bab i emerging

25
BAB I PENDAHULUAN Terjadinya kemajuan yang luar biasa dalam perkembangan bidang penelitian dan teknologi kesehatan tidak diiringi dengan penurunan tingkat kesakitan yang terjadi di seluruh dunia. Kejadian ini diketahui berkaitan dengan munculnya penyakit infeksi baru (emerging disease) maupun munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging disease). Emerging disease merupakan wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir. Re- emerging disease merupakan wabah penyakit menular yang muncul kembali setelah penurunan yang signifikan dalam insiden di masa lampau. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya kedua penyakit tersebut, antara lain Evolusi dari microbial agent (variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi ), perubahan iklim dan lingkungan, perubahan perilaku manusia ( penggunaan pestisida, penggunaan obat antimikrobial ), perkembangan industri dan ekonomi, maupun perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu (travel diseases). Adanya tindakan deteksi dini dan penatalaksanaan emerging dan re-emerging disease dirasakan sangatlah penting. WHO telah merekomendasikan sistem peringatan dini (early warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistem surveillance untuk emerging dan re-emerging disease khususnya untuk wabah

Upload: pratama-aditya-biantoro

Post on 15-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

emerging

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Emerging

BAB IPENDAHULUAN

Terjadinya kemajuan yang luar biasa dalam perkembangan bidang penelitian dan teknologi

kesehatan tidak diiringi dengan penurunan tingkat kesakitan yang terjadi di seluruh dunia.

Kejadian ini diketahui berkaitan dengan munculnya penyakit infeksi baru (emerging disease)

maupun munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging disease).

     Emerging disease merupakan wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya

atau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade

terakhir. Re-emerging disease merupakan wabah penyakit menular yang muncul kembali

setelah penurunan yang signifikan dalam insiden di masa lampau. Terdapat beberapa faktor

yang mempengaruhi munculnya kedua penyakit tersebut, antara lain Evolusi dari microbial

agent (variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi ), perubahan iklim dan lingkungan,

perubahan perilaku manusia ( penggunaan pestisida, penggunaan obat antimikrobial ),

perkembangan industri dan ekonomi, maupun perpindahan secara massal yang membawa

serta wabah penyakit tertentu (travel diseases).

Adanya tindakan deteksi dini dan penatalaksanaan emerging dan re-emerging disease

dirasakan sangatlah penting. WHO telah merekomendasikan sistem peringatan dini (early

warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistem surveillance untuk emerging dan

re-emerging disease khususnya untuk wabah penyakit pandemik. Sistem surveillance

merupakan proses pengumpulan, analisis dan interpretasi dari hasil data terkait kesehatan

yang dilakukan secara terus- menerus dan sistematis yang akan digunakan sebagai rencana

penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi dalam praktek kesehatan masyakarat

dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan kualitas kesehatan(Center for

Disease Control and Prevention/CDC).

Page 2: BAB I Emerging

BAB IIEMERGING DAN RE-EMERGING DISEASE

ALUR LAPORAN KEWASPADAAN

1. Laporan Kejadian Luar Biasa (W1) Dilaporkan Dalam Waktu 1 x 24 jam

Merupakan salah satu laporan kewaspadaan yang dibuat oleh unit kesehatan, segera

setelah mengetahui adanya KLB penyakit tertentu/keracunan makanan. Laporan ini

digunakan untuk melaporkan KLB atau wabah, sebagai laporan peringatan dini kepada

pihak-pihak yang menerima laporan akan adanya KLB penyakit tertentu di suatu wilayah

tertentu. Laporan KLB ini harus memperhatikan asas dini, cepat, dapat dipercaya dan

bertanggung jawab yang dapat dilakukan dengan lisan atau tertulis

Laporan KLB (W1) ini harus diikuti dengan laporan Hasil Penyidikan KLB dan Rencana

Penanggulangannya.

Unit kesehatan yang membuat laporan KLB (W1) adalah Puskesmas, Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dan Provinsi, dengan berpedoman pada format Laporan KLB (W1).

Formulir Laporan KLB (W1) adalah sama untuk Puskesmas, Kab/Kota dan Propinsi,

dengan Kode berbeda. Berisi nama daerah KLB (desa, kecamatan, kabupaten/kota dan

nama puskesmas), jumlah penderita dan meninggal pada saat laporan, nama penyakit, dan

langkah-langkah yang sedang dilakukan. Satu formulir W1 berlaku untuk 1 jenis penyakit

saja.

Bantuan Penyelidikan dan penanggulangan

Penyelidikan dan penanggulangan

Alur laporan

Penyelidikan epidemiologi dan

penanggulanangan KLB

Masyarakat

Dusun/RT/RW

Desa/kelurahan PUSKESMAS

Puskesmas pembantu/bidan desa

Camat Dinas KesehatanRumah Sakit, Instansi lain (Stasiun, Perush)

Page 3: BAB I Emerging

ALUR LAPORAN KLB (W1)

Laporan KLB Puskesmas (W1PU) :

Laporan KLB Puskesmas (W1Pu) dibuat oleh Puskesmas kepada camat dan Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota

Laporan KLB Rumah Sakit (KD/RS) :

Laporan adanya penyakit KLB di RS dibuat oleh Rumah sakit dikirim ke Puskesmas dan

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Laporan KLB Kabupaten/Kota (W1Ka) :

Laporan KLB Kabupaten/Kota (W1Ka) dibuat oleh dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Kepada Bupati/Walikota dan Dinas Kesehatan Propinsi.

Laporan KLB Propinsi (W1Pr):

Laporan KLB Propinsi (W1Pr) dibuat oleh Dinas Kesehatan Propinsi kepada Gubernur

dan Departemen Kesehatan, ub. Direktorat Jenderal yang menangani KLB Penyakit

(Dirjen PPM&PL)

Camat

Puskesmas

Rumah sakit

Dinas Kesehatan kab/kota

Dinas Kesehatan

Propinsi

Bupati/walikotaGubernurMenteri Kesehatan (Dirjen PPM&PL)

Page 4: BAB I Emerging

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Cholera adalah penyakit infeksi saluran usus yang bersifat akut dan

disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae. Bakteri ini masuk kedalam tubuh host secara

per oral umumnya melalui makanan atau minuman yang tercemar.

Cholera dapat menular sebagai penyakit yang bersifat epidemik. Meskipun sudah

banyak penelitian berskala besar dilakukan, namun penyakit ini tetap menjadi suatu

tantangan bagi dunia kesehatan. Dalam situasi adanya

wabah/epidemi, feces penderita merupakan sumber infeksi. Cholera dapat

menyebar dengan cepat di tempat-tempat yang tidak mempunyai penanganan

pembuangan kotoran/sewage dan sumber air yang tidak memadai.

3.2 Klasifikasi

Kingdom : Bacteria Phylum

: Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Order : Vibrionales

Family : Vibrionaceae

Genus : Vibrio

Spesies : Vibrio cholerae

3.3 Morfologi

Vibrio cholerae termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang bengkok seperti

koma dengan ukuran panjang 2–4 µm. Pada isolasi, Koch menamakannya

“kommabacillus”, tetapi bila biakan diperpanjang, kuman ini bisa menjadi batang yang

lurus.

Page 5: BAB I Emerging

Kuman ini dapat bergerak sangat aktif karena mempunyai 1 buah flagella polar

yang halus (monotrikh). Kuman ini tidak membentuk spora. Pada kultur dijumpai

koloni yang cembung ( convex ), halus dan bulat yang keruh (opaque) dan bergranul

bila disinari.

Gambar 1. Lihat lampiran

Vibrio cholerae dan sebagian vibrio lainnya tumbuh dengan baik pada suhu

37°C pada berbagai perbenihan. Vibrio cholerae tumb uh dengan baik pada agar

tiosulfat–sitrat–empedu–sukrosa (TCBS). Selain itu, organisme ini juga mempunyai ciri

khas yaitu tumbuh pada pH yang sangat tinggi (8,5 – 9,5) dan dengan cepat dibunuh

oleh asam.

3.4 Etiologi

Cholera pada manusia disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae. Bakteri ini

merupakan salah satus pesies dari genus Vibrio yang merupakan famili

Vibrionaceae. Genus Vibrio terdiri lebih dari 30 spesies yang biasanya ditemukan pada

lingkungan perairan. Vibrio yang pathogen terhadap manusia adalah Vibrio cholerae,

Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio vulnificus. Hampir semua genus Vibrio

menghasilkan enzim Oxydase dan memberikan hasil uji Indol yang positif. Genus

Vibrio terdiri dari non-halophilic yang tidak memerlukan garam dalam

pertumbuhannya, diantaranya adalah Vibrio cholera dan halophilic yang

memerlukan garam dalam pertumbuhannya, diantaranya adalah Vibrio

parahaemolyticus dan Vibrio vulnificus.

Vibrio cholerae merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek

dengan ukuran sekitar 0,5 µm x 1,5-3 µm. Bakteri ini tampak berbentuk seperti tanda

koma pada awal isolasi, oleh karena itu Robert Koch sempat memberi nama bakteri

tersebut sebagai Komabacillus.

Pada biakan tua, bakteri ini akan tampak berbentuk batang lurus mirip dengan

bakteri enterik Gram negatif . Vibrio cholera bersifat motil, aktif bergerak dengan

menggunakan flagella tunggal yang terletak di salah satu ujungnya.

Page 6: BAB I Emerging

Vibrio cholerae merupakan bakteri fakultatif anaerob yang mempunyai suhu

optimum pertumbuhan sekitar 18°C-37°C. Sistim metaboli smenya adalah respiratif

maupun fermentatif. Bakteri ini tumbuh baik pada media sederhana yang

mengandung sumber karbohidrat , bahan- bahan anorganik nitrogen, sulfur,

phosphor dan berbagai macam mineral. Tingkat keasaman /pH optimum untuk

pertumbuhannya adalah 7,0 tetapi bakteri ini toleran pada pH alkalis sampai 9,0 . Olleh

karena itu pH alkalis ini dijadikan dasar untuk membuat media isolasi Vibrio cholerae.

Pada tingkat keasaman /pH acid ≤6,0 bakteri ini akan mati. Sebagai media seletif

untuk bakteri ini adalah TTGA/Tellurite Taurocholate Gelatin Agar atau

TCBS/Thiosulfate Citrate Bile Sucrose Agar. Vibrio cholera umumnya

memfermentasi sucrosa dan manosa tetapi tidak memfermentasi arabinosa.

Antigen penting untuk serologic typing terhadap Vibrio cholera adalah

antigen O atau Somatic antigen. Hingga saat ini tercatat lebih dari 130 serogrup O.

Serogrup O1 terdiri dari biotype el tor dan cholerae yang menyebabkan classic

epidemic cholerae. Biotype el tor berbeda dengan biotype cholera/classic karena

kemampuannya menghasilkan hemolisin dan kepekaannya terhadap polymixin B, el tor

menghasilkan hemolisin danresisten terhadap polymixin B sedangkan cholerae/classic

tidak menghasilkan hemolisin serta sensitif terhadap polymixin B. Kedua biotype tersebut

secara serologis terdiri dari serotype Ogawa, Inaba dan Hikojima. Serogrup non O1

menyebabkan diare yang lebih ringan pada manusia. Semua strain Vibrio cholerae

mempunyai antigen H/flagellar yang sama.

Antigen O dari Vibrio cholera merupakan bagian dari LPS/lipopolysacharide, yaitu

komponen dari dinding selnya.

3.5 Epidemologi

Biotype el tor maupun biotype cholerae keduanya dapat menyebabkan wabah

pada manusia. Semenjak tahun 1817 telah tercatat 7 pandemi dan sampai pandemic ke 7

dimana sudah ditemukan pengobatan yang cukup efektif, masih saja menimbulkan

tingkat kematian yang tinggi. Pada tahun 1947 di Mesir terjadi epidemi yang

menewaskan 22.000 diantara 33.000 penderitanya. Di Amerika

Page 7: BAB I Emerging

10

Serikat terjadi kematian 150.000 orang akibat cholera pada pandemi ke dua pada tahun

1832-1849, selanjutnya pada pandemi tahun 1866 terjadi kematian 50.000 orang. Pada

pandemi ke lima dan ke enam tercatat disebabkan oleh biotype cholerae sedangkan

pada pandemi ke tujuh tercatat disebabkan oleh biotype el tor. Sejak 1982 di Bangladesh

terjadi peningkatan hasil isolasi dari biotype cholera.

Pada tahun 1973 biotype cholerae/classic tercatat di Bangladesh dan menyebar ke

Indonesia, Timur Jauh dan Afrika . Pada tahun 1991 mencapai Amerika Selatan yaitu

Peru yang merupakan terjadinya epidemi pertama pada abad dua puluh. Sampai

dengan Desember 1993 terjadi epidemi di seluruh wilayah Amerika latin kecuali

Uruguay dengan jumlah kematian 7000 dari 820.000 kasus. Semenjak 1993 kasus

penyakit ini di Barat menurun dan saat ini kasus ini kebanyakan terjadi di Afrika dan Asia.

Infeksi cholera umumnya ditularkan melalui kontaminasi bakteri Vibrio

cholera pada air atau makanan misalnya makanan yang tidak dimasak atau buah– buahan.

Sebagai sumber kontaminasi bakteri ini adalah feces dari penderita atau feces dari

carrier, selain itu kontaminasi dapat terjadi secara alamiah melalui sumber air

mengingat bahwa bakteri ini adalah bakteri yang mempunyai habitat di perairan. Cholera

secara karakteristik merupakan penyakit pada masyarakat yang bermasalah dengan

standar kesehatan lingkungan yang tidak memadai, pemakaian sumber

air bersama misalnya tandon air, sungai atau dengan kata lain fasilitas mandi, cuci dan

kakus bersama. Pada tahun 1992 terjadi kasus cholera di Madras, India dan pada

pertengahan Januari 1993 isolat yang serupa ditemukan di Bangladesh dan secara cepat

meluas ke arah utara mengikuti arah aliran sungai serta menimbulkan pandemi baru.

Pada tahun 2002 diperkirakan terjadi 30.000 kasus di Dhaka, Bangladesh. Strain baru ini

ternyata tidak mengaglutinasi semua antisera dalam serogrup O dan hanya dapat diuji

dengan serogrup baru yaitu O139 Bengal, tetapi secara fisiologis maupun biokimiawi

lebih menyerupai Vibrio cholerae O1el tor. Strain Vibrio cholera O139 ini dapat

ditemukan bersama-sama

Page 8: BAB I Emerging

11

dengan amoeba, copepoda dan zooplankton yang mungkin bertindak sebagai

reservoir bakteri ini.

3.6 Patogenesis

Page 9: BAB I Emerging

12

Dalam keadaan ilmiah, Vibrio cholerae hanya pathogen terhadap manusia.

Seseorang yang memiliki asam lambung yang normal memerlukan menelan

sebanyak 1010 atau lebih Vibrio cholerae dalam air agar dapat menginfeksi, sebab kuman

ini sangat sensitive terhadap suasana asam. Faktor penentu patogenitas dari

Vibrio cholera adalah kemampuannya memproduksi enterotoxin dan

perlekatan (adheren).

a. Enterotoksin

Enterotoksin adalah suatu protein,dengan berat molekul 84.000 dalton tahan panas

tetapi tidak tahan asam. Resisten terhadap tripsin tetapi dirusak oleh protease.

Toksin kolera mengandung dua sub unit yaitu B (binding) dan A (active). Sub unit B

mengandung lima polipeptida, diman masing- masing molekul memiliki aktivitas ADP

ribosyltransferase dan menyebabkan transfer ADP ribose dari NAD ke sebuah guanosine

triphospate, binding protein yang mengatur aktivitas adenilat siklase yang menakibatkan

Page 10: BAB I Emerging

13

produksi cAMP yang menghambat absorpsi NaCl dan merangsang ekskresi klorida, yang

menyebabkan hilangnya air,NaCl, Kalium dan Bikarbonat.

b. Perlekatan ( adheren )

Vibrio cholerae tidak bersifat invasive, kuman ini tidak masuk dalam aliran darah tetapi

tetap berada dalam saluran usus. Vibrio cholerae yang virulen harus menempel

pada mikrovili permukaan sel epitel usus baru menimbulkan keadaan patogen. Disana

mereka melepaskan toksin kolera (enterotoksin). Toksin kolera diserap di permukaan

gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan klorida dan menghambat

absorpsi natrium. Akibatnya kehilangan banyak cairan dan elektrolit. Secara histology,

usus tetap normal.

Page 11: BAB I Emerging

14

3.7 Gambaran Klinis

Ada beberapa perbedaan pada manifest klinis kolera baik mengenai sifat maupun

berat gejala. Terdapat perbedaan antara kasus individual maupun pada gejala pada

kejadian endemic. Masa inkubasi kolera berlangsung antara 16-72 jam. Gejala klinis

dapat bervariasi mulai dari asimptomatik sampai gejala klinis berupa dehidrasi berat.

Infeksi terbanyak bersifat diare ringan dan umumnya pasien tidak memerlukan

perawatan.

Manifestasi klinis yang khas ditandai dengan diare yang encer da berlimpah tanpa

didahului rasa mulas maupun tenesmus. Dalam waktu singkat tinja yang semula berbau

feses dan berwarna berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) berbau

manos menusuk. Cairan yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan

mengeluarkan gumpalan- gumpalan putih. Cairan inin akan berkali- kali keluar dari

anus pasien dalam jumlah besar. Muntah timbul kemudian setelah diare dan

berlangsung tanpa didalui mual. Kejang otot dapat menyusul. Baik dalam bentuk

fibrilasi atau fasikulasi, maupun kejang klonik yang mengganggu. Teriakan atau rintihan

pasien dapat disangka sebagai teriakan nyeri kolik. Kejang ini disebabkan karena

berkurangnya kalsium dan klorida pada sambungan neuromuscular.

Gambar 2. Lihat lampiran

Gejala dan tanda pada kolera terjadi akibat kehilangan cairan dan elektrolit serta

asidosis. Pasien berada dalam keadaan lunglai, namun kesadarannya relative baik

dibandingkan dengan berat penyakitnya. Koma baru akan terjadi pada saat-saat terakhir.

pada kurang lebih 10% bayi dan anak- anak dapat dijumpai kejang sentral dan stupor,

yang disebabkan hipoglikemia. Tanda- tanda dehidrasi tamapak jelas, nadi berdenyut

cepat, nafas menjadi cepat,suara serak seperti bebek manila, turgor kulit menurun

(kelopak mata cekung memberi kesan hidung mancung dan tipis, tulang pipi yang

menonjol) mulut menyeringai karena bibir kering,perut cekung tanpa ada steifung

maupun kontur usus, suara peristaltic usus

Page 12: BAB I Emerging

15

bila ada jarang sekali. Jari- jari tangan dan kaki tampak kurus denganlipatan- lipatan

kulit. Diare akan bertahan 5 hari pada pasien yang tidak diobati.

3.8 Diagnosa Laboratorium

Diagnosa ditegakkan dengan mengisolasi Vibrio cholerae dari serogrup O1 atau

O139 dari feces penderita. Bila fasilitas laboratorium tidak tersedia, medium transport

misalnya Cary-Blair dapat digunakan untuk membawa atau menyimpan specimen yang

berupa rectal swab/apus dubur penderita.

Diagnosa klinis presumptif secara cepat dapat dilakukan dengan

pemeriksaan mikroskopis memakai dark-field microscope untuk melihat gerakan dari

bakteri yang khas seperti bintang jatuh ”shooting stars”. Untukkeperluan

epidemiologis diagnosa presumptive dibuat berdasarkan adanya kenaikan titer

antitoksin dan antibody spesifik yang bermakna. Di daerah non-endemis, bakteri yang

diisolasi dari kasus yang dicurigai sebaiknya dikonfirmasikan dengan pemeriksaan

biokimiawi dan pemeriksaan serologis yang tepat serta dilakukan uji kemampuannya

untuk menghasilkan choleragen. Pada saat terjadi wabah, sekali telah dilakukan

konfirmasi laboratorium dan uji sensitivitas antibiotika, maka terhadap semua kasus

yang lain tidak perlu lagi dilakukan uji laboratorium.

Mula–mula specimen yang berupa feces penderita diinokulasi pada

APW/Alkaline Pepton Water, pada media ini nantinya Vibrio cholerae akan tumbuh secara

cepat dan terakumulasi di bagian permukaan media setelah diinkubasi selama 3-6

jam. Selanjutnya inokulum diinokulasi pada media TCBS, pada medium ini Vibrio

cholera akan tumbuh sebagai koloni yang berwarna kuning dan memfermentasi sucrose.

Selanjutnya dilakukan uji oxydase dan aglutinasi.

3.9 Pengobatan

Pada dasarnya ada 3 macam cara pengobatan terhadap penderita Cholera yaitu

terapi rehidrasi yang agresif, pemberian antibiotika yang tepat serta pengobatan

untuk komplikasi bila ada. Rehidrasi dapat dilakukan per oral maupun

Page 13: BAB I Emerging

16

intra vena tergantung kebutuhan dan hal ini ditujukan untuk memperbaiki

kekurangan cairan dan elektrolit pada penderita. Untuk memperbaiki dehidrasi, acidosis

dan hipokalemia pada penderita dengan dehidrasi ringan hingga sedang cukup diberikan

larutan rehidrasi secara per oral/oralit yang mengandung glukosa 20g/l atau sukrosa 40g/l

atau air tajin 50g/l, NaCl 3½ g/l, KCl 1½ g/l, dan trisodium sitrat dihidrat 2.9 g/l atau

NaHCO3 2½g/l. Oralit formula baru yang disahkan WHO Expert Committee pada Juni

2002 mengandung glukosa 75mmol/l, NaCl 75 mmol/l, KCL 20 mmol/l, trisodium

sitrat dihidrat 10mmol/l dengan total osmolaritas 245mOsm/l. Cairan ini diberikan lebih

dari 4-6 jam agar jumlah cairan yang diberikan dapat mengganti cairan yang

diperkirakan hilang yaitu 5% dari Berat Badan untuk dehidrasi ringan dan 7% Berat

Badan untuk dehidrasi sedang. Pada penderita dengan kehilangan cairan yang berlangsung

terus dapat diberikan cairan rehidrasi per oral selama lebih dari 4 jam sebanyak 1½ kali

dari volume cairan diare yang hilang.

Penderita yang mengalami shock sebaiknya diberikan rehidrasi cepat secara

intravena dengan larutan multielektrolit seimbang yang mengandung kira- kira 130mEq/l

Na+, 25-48 mEq/l bikarbonat, asetat atau ion laktat, dan 10-15mEq/l K+. Larutan yang

bermanfaat antara lain Ringer’s lactate. Larutan pengobatan diare dari WHO yang

terdiri dari 4g NaCl, 1g KCl, 6½g Natrium Asetat dan 8g glukosa/l, atau larutan Dacca

yang terdiri dari 5g NaCl, 4g NaHCO3, dan 1g KCl/l dapat dibuat di tempat pada keadaan

darurat.

Antibiotika yang tepat dapat memperpendek lamanya diare, mengurangi volume

larutan rehidrasi dan memperpendek ekskresi bakteri melalui feces. Antibiotika

Tetrasiklin 500 mg 4 x per hari pada usia dewasa atau 12,5 mg /kg Berat Badan 4x per

hari selama 3 hari. Dengan adanya strain yang resisten maka perlu informasi tentang

sensitivitas dari strain local terhadap beberapa antibitiotika terlebih dahulu. Sebagai obat

alternatif dapat diberikan Trimethoprim 320mg dan 1600 sulfamethoxazol 2 x per hari

untuk dewasa atau Trimethoprim 8mg/kg Berat

Page 14: BAB I Emerging

17

Badan dan 40mg/kg Berat Badan sehari dibagi dalam 2 dosis untuk anak anak

selama 3 hari. Selain itu dapat dipakai Furazolidon, erytromisin atau siprofloksasin.

3.10 Pencegahan dan Pengendalian

Secara primer pencegahan terhadap cholera adalah dengan cara perbaikan hygiene

pribadi dan masyarakat yang ditunjang dengan penyediaan sistim pembuangan kotoran

/ feces yang memenuhi syarat serta penyediaan air bersih yang memadai. Penderita harus

secepatnya mendapatkan pengobatan dan benda–benda yang tercemar muntahan atau tinja

penderita harus didisinfeksi.

Pemberian imunisasi aktif dengan vaksin mati whole cell per enteral kurang

bermanfaat untuk penanggulangan wabah ataupun kontak, karena vaksin ini hanya

memberikan perlindungan parsial sekitar 50% dalam jangka waktu yang pendek sekitar 3-

6 bulan di daerah endemis tinggi dan tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi

asimptomatik, oleh karena itu pemberian imunisasi ini tidak direkomendasikan. Dua macam

vaksin oral yaitu CVD103-HgR atau SSV1 sedang dipertimbangkan untuk digunakan dalam

upaya pemberantasan cholera sebagai upaya tambahan terutama dalam situasi darurat

seperti pada bencana alam di kalangan pengungsi. Uji lapangan berskala besar telah

dilakukan di Mozambique pada tahun 2003-2004.

Page 15: BAB I Emerging

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Sack DA, Sack RB, Nair GB, Siddique AK. Cholera. Lancet 2004.

2. Wier E, Haider S. Cholera outbreaks continue. JAMC 2004; 170: 1092.

3. Viret JF, Dietrich G, Favre D. Biosafety aspects of the recombinant live oral

Vibrio cholerae vaccine strain CVD 103-HgR. Vaccine 2004; 22: 2457- 69.

4. Jawetz. E , Melnick & Adelberg. Microbiologi Kedokteran edisi 20 EGC.

Jakarta. 1996. 256 –259.

5. Greenwood D et al. Medical Microbiology 17thEd. Churchill Livingstone.

2007. hal 309-312.

6. Joklik WK et al. Zinsser Microbiology. 20thEd. Appleton & Lange. 1996. hal

566-570.

7. Chin J. Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Edisi 17. Infomedika. hal

118-129

Page 16: BAB I Emerging

19

LAMPIRAN

Gambaran 1. Morfologi Vibrio Cholera

Gambar 2. perjalanan kuman Vibrio cholerae di dalam tubuh manusia