penatalaksanaan
DESCRIPTION
lesiTRANSCRIPT
Penatalaksanaan
Untuk stomatitis aftosa rekuren, penatalaksanaannya dibagi ke dalam dua tahap: 1. Pengendalian
faktor predisposisi, 2. Pengobatan simtomatis dan perawatan suportif.
Pengendalian faktor predisposisi
Faktor predisposisi dapat diketahui dengan cara mengumpulkan informasi tentang: faktor genetik
yang kemungkinan berperan, trauma yang terlibat, faktor hormonal yang berperan, juga kondisi stres
dan faktor imunologi. Dari faktor sistemik perlu juga diperhatikan usia penderita, dalam usia
pertengahan atau lansia. Pada lansia kemungkinan adanya keterlibatan kondisi sistemik lebih besar bila
dibandingkan pasien di usia pertengahan. Dari faktor lokal perlu diperhatikan adanya trauma ataupun
faktor lain yang dapat mengiritasi mukosa, seperti tepi gigi, karies ataupun tambalan yang tajam. Perlu
dihindari makanan yang tajam dan merangsang. Juga perlu diperhatikan untuk memperbaiki kondisi oral
hygiene (Lamey dan Lewis, 1991; Regezi dkk,2008).
Biasanya, peningkatan frekuensi lesi akan membuat pasien datang untuk memeriksakan diri. Pada
umumnya pasien terlihat sehat, tetapi perlu pemeriksaan hematologi untuk penderita lansia (Cawson
dan Odell, 2008).
Pengobatan simtomatik
Tujuan dari pengobatan simtomatik yang dilakukan adalah: untuk mengurangi rasa nyeri,
mempersingkat perjalanan lesi, dan memperpanjang interval bagi kemunculan lesi.
Obat yang dapat digunakan antara lain: anestetikum (benzocaine 4% dalam borax glycerine), obat
kumur antibiotika (chlorhexidine gluconate 0,2%, larutan tetrasiklin 2%), anti inflamasi dan anti udema
(sodium hyaluronat), obat muko-adhesive dan anti inflamasi (bentuk kumur atau gel), kortikosteroid
topikal (triamcinolone in orabase).
Kortikosteroid tidak mempercepat penyembuhan lesi, tetapi dapat mengurangi rasa sakit pada
peradangan yang ada. Sedangkan pada triamcinolone in orabase, kortikosteroid dicampur dengan media
orabase yang dapat membuatnya melekat pada mukosa mulut yang selalu basah. Jika pengolesan obat
ini dilakukan dengan tepat, maka orabase akan menyerap cairan dan membentuk gel adesif yang dapat
bertahan melekat pada mukosa mulut selama satu jam atau lebih. Namun, pengolesan pada erosi/ulser
agak sedikit sulit untuk dilakukan. Gel yang terjadi akan membentuk lapisan pelindung di atas ulkus,
sehingga pasien akan merasa lebih nyaman. Kortikosteroid akan dilepaskan secara perlahan. Selain itu
obat ini juga memiliki sifat anti inflamasi.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan di Inggris dan Amerika Serikat, obat kumur tetrasiklin secara
bermakna dapat menurunkan frekuensi dan keparahan stomatitis aftosa. Isi kapsul tetrasiklin (250 mg)
dilarutkan dalam 15 mL air matang, ditahan selama 2 – 3 menit dalam mulut, dikumur tiga kali sehari.
Pada beberapa pasien, penggunaan selama 3 hari dapat meredakan stomatitis aftosa rekuren (Cawson
dan Odell, 2008).
Obat kumur chlorhexidine 0,2% juga dapat digunakan untuk meredakan durasi dan
ketidaknyamanan pada stomatitis aftosa. Cara penggunaannya adalah tiga kali sehari sesudah makan,
ditahan dalam mulut selama minimal 1 menit
Kadang pemberian vitamin B-12 atau asam folat sudah cukup untuk meredakan stomatitis aftosa
frekuren.
Perawatan suportif
Untuk perawatan suportif dapat dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat kumur salin
hangat dan anjuran untuk beristirahat dengan cukup.
Terapi biasanya dilakukan secara empiris dan paliatif. Namun demikian, tidak ada satu obatpun yang
dapat benar-benar menghilangkan lesi dengan sempurna. Penderita perlu diberi tahu bahwa kelainan
tersebut tidak dapat diobati, tetapi dapat diredakan dan biasanya dapat sembuh sendiri.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengobatan lesi ini adalah:
- Sifat lesi ringan / parah dan lamanya berlangsung
- Ukuran lesi kecil / besar / kombinasi
- Dengan meningkatnya usia, keparahan lesi berkurang/bertambah, frekuensi meningkat
- Tidak ada terapi definitif untuk stomatitis aftosa rekuren
- Terapi bersifat simtomatik dan berbeda untuk setiap individu.
Dalam menentukan strategi penatalaksanaan, maka stomatitis aftosa rekuren diklasifikasikan ke dalam
tiga tipe, yaitu: Tipe A, tipe B, tipe C.
Tipe A
Berlangsung hanya beberapa hari
Timbul 2 – 3 kali dalam satu tahun
Rasa nyeri masih dapat ditolerir
Apa pemicunya, ini yang ditanggulangi dulu
Operator perlu mengidentifikasi:
Apa saja perawatan yang sudah pernah dijalani, efektif atau tidak?
Bila efektif dan aman dilanjutkan
Tipe B
Timbul setiap bulan
Lesi bertahan 3 – 10 hari
Pada tipe ini:
Lesi sangat nyeri, sehingga menyebabkan diet normal berubah, kondisi oral hygiene juga
berubah
Bila pemicunya dapat ditemukan (OH, stress, trauma, diet), maka pengobatan dapat didiskusikan
dengan pasien
Bila ada gejala prodromal (kesemutan) ditanggulangi dulu
Tipe C
Lesi sangat nyeri
Lesi bersifat kronis, satu lesi belum sembuh, sudah timbul lagi lesi baru
Lesi tipe ini sebaiknya dirujuk ke dokter gigi spesialis penyakit mulut, dan diperlukan kerjasama
dengan spesialis lain tergantung dari gejala yang timbul
Obat yang digunakan:
- Kortikosteroid topikal yang poten
- Kortikosteroid sistemik
Ringkasan
Stomatitis aftosa rekuren merupakan jenis stomatitis yang paling sering ditemukan
Etiologi yang pasti tidak diketahui
Faktor predisposisinya banyak
Rasa nyeri merupakan ciri khasnya
Gambaran klinisnya bervariasi
Pengobatan dilakukan secara simtomatik
Daftar Pustaka:Cawson, R.A. dan Odell, E.W. 2008. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. Ed. ke-7. Curchill-Livingstone, Edinburgh. Hal. 220 - 224.
Lamey, P.J. dan Lewis, M.A.O. 1991. Oral Medicine in Practice. BDJ Publisher, London. Hal. 5 – 7.
Neville, B.W., Damm, D.D. dan White, D.H. 1999. Color Atlas of Clinical Oral Pathology. Ed ke-2. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. Hal. 138 – 147, 188 – 191.
Regezi, J.A., Sciubba, J.J. dan Jordan, R.C. 2008. Oral Pathology. Clinical Pathologic Correlations. Ed ke-5. Saunders – Elsevier, St. Louis. Hal. 35 – 39.
Sook Bin Woo dan Greenberg, M.S. 2008. Ulcerative, Vesicular and Bullous Lesions. Dalam Burket’s Oral Medicine. M.S. Greenberg, M. Glick dan J.A. Ship, editor. BC Decker, Hamilton. Hal. 57 – 60.
II.2 Penanganan Stomatitis
Pada umumnya stomatitis dapat sembuh dengan sendirinya, kecuali stomatitis yang
disebabkan jamur karena harus diobati dengan obat anti jamur. Biasanya butuh waktu
penyembuhan sekitar seminggu. Jika tak diobati, bisa berkelanjutan. Walaupun tidak sampai
menyebar ke seluruh tubuh dan hanya disekitar mulut, akan tetapi stomatitis yang diakibatkan
oleh jamur segera diobati. Sebab jika jamur ikut tertelan, sangat mungkin terjadi diare.11,13
Pengobatan untuk menyembuhkan stomatitis secara umum ada dua, yaitu :13
- Dengan menghilangkan penyebabnya seperti anemia, avitaminosis (kekurangan vitamin
dan mineral) dan infeksi berat.
- Dengan menghindarkan penyebab seperti kebiasaan merokok, bumbu masak yang
merangsang, makan makanan panas, serta selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut.
Pengobatan secara local di mulut biasanya dengan memakai obat-obatan yang diminum
atau yang dikumur sehingga mengurangi keluhan penderita. Ada sifat unik dari jaringa mulut
yang memudahkan proses penyembuhan stomatitis tetapi juga rentan untuk kambuh kembali
yakni banyaknya pembuluh darah. Sering terkena trauma/ perlukaan, dan terdapat sel-sel yang
daya regenerasinya cepat.13
Dengan mengetahui penyebabnya, diharapkan kita dapat menghindari timbulnya
stomatitis ini, diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta mengkonsumsi nutrisi
yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. Juga selain itu, menghindari
stres. Namun bila ternyata stomatitis timbul, maka dapat mencoba denga kumur-kumur air garam
dan pergi ke dokter gigi untuk meminta obat yang tepat. Hal tersebut untuk menghindari kita dari
mengkonsumsi obat yang salah.13
Pengobatan sebaiknya diberika berdasarkan faktor penyebabnya. Dengan tujuan
menghindari efek samping dai obat tersebut, apakah obat tersebut bersifat karsinogenik, atau
merangsang kanker13.
Apabila telah diberi obat dan berkumur dengan obat kumur, anak tidak juga sembuh,
maka harus dicari penyebab lain. Mungkin karena jumlah kuman bertambah, dosis pemakaian
obat kurang, atau akibat mengunyah terjadi lagi trauma baru di lidah. Bisa juga lantaran daya
tahan tubuh anak memang randah atau karena kebersihan mulut dan gigi tidak terjaga.13
Selain cara penanganan stomatitis yang telah dibahas diatas ada beberapa bentuk
penanganan lain yaitu sebagai berikut :13
- Sebelum tidur, daerah yang mengalami stomatitis diolesi kenalog (sejenis salep untuk
sariawan) ditambah minum suplemen vitamin C cair.
- Olesi bagian yang terkena stomatitis dengan madu, namun hati-hati dalam mengkonsumsi
madu, karena jika kelebihan madu dapat menyebabkan panas dalam.
- Timbulnya sariawan bisa jadi karena pertanda akan sakit flu, oleh karena itu disarankan
mengkonsumsi vitamin C 1000mg agar tidak terkena sakit flu.
- Gunakan pasta gigi yang dapat meringankan sariawan.
- Perbanyaklah minum jus tomat, karena dapat mengurangi pembesaran dari stomatitis dan
mengurangi gejala klinisnya.
- Minum the bunga teratai/chyrantenum, teh ini juga sangat efektif untuk mengobati panas
dalam.
- Hindari gejala stres dan kecapekan, karena dapat menimbulkan dan memperparah gejala
stomatitis.
- Gejala stomatitis dapat juga dihilangkan dengan berkumur air rebusan daun saga.
- Minumlah air kacang hijau setiap pagi. Kacang hijaunya tidak direbus tapi hanya diseduh
dengan air panas sampai airnya warna hijau baru diminum ditambah denga gula sedikit
agar rasanya lebih enak.
- Gunakan obat-obatan yang dapat meredakan gejala stomatitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2010. Sariawan dan Stomatitis. Diakses dari
http://kesehatangigi.blogspot.com/208/01/sariawanstomstitis.html pada tanggal 10 Juli 2011.
2. Suwondo. 2010. Mengenali Sariawan. Diakses dari
http://www.tabloid-wanita-indonesia.com/929/sehat.htm pada tanggal 10 Juli 2011.
3. Anis,Suarni. 2010. Sariawan Kecil tapi Menyengsarakan. Diakses dari
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1611761-sariawan-kecil-tapi-menyengsarakan/ pada
tanggal 10 Juli 2011.
4. Hartono,Rudi. 2010. Jenis-jenis Stomatitis. Diakses dari
http://www.wawasandigital.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=17224&Itemid=32 pada tanggal 10 Juli 2011.
5. Policetyawati,Tridara. Mengenal Lebih dekat Sariawan. Diakses dari
http://www.republika.co.id/cetak_berita.asp?id=236166&kat_id=105&edisi=Cetak pada tanggal
10 Juli 2011.
6. Uttiek. 2010. Sariawan. Diakses dari http://mail-archive.com/[email protected]
majalah.com/msg03970.html pada tanggal 10 Juli 2011.
7. Cawson,R.A,et al. 2002, cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine, 7th
edition,New York,Churchill Living Stone,13:192-193
8. Departemen Kesehatan. 2010. Data Tingkat Kejadian Stomatitis. Diakses dari
www.bmf.litbang.depkes.go.id/index.php?option=content&task=view&id=130<emid=53 pada
tanggal 10 juli 2011.
9. Anonim. 2010. Penyebab Terjadinya Stomatitis. Diakses dari www.smokingcard.info/?
jdl=adt&bid=17 pada tanggal 10 Juli 2011.
10. Greenberg MS,Michael Glick. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. 10th
ed.Philadelpia: BC Decker Inc: 2003.pp.63-64
11. Lewis, M.A.o dan Lamey,P-J. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut.Editor: Alih Wirawan. Jakarta :
1998.pp.48-49
12. Neville, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd
Ed.Philadelpia: WB Saunders Company: 1991.pp.287
13. Causon RA, Odell EW, Porter S. Causons Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine.7th
ed.Edinburgh: Churchill Livingstone : 2002.pp.192-193
14. Creswell, W.J. 1994. Research Design. United Kingdom: Sage Publication, Inc.
15. Hall, C.S, & G. Lindzey. 2005. Psikologi Kepribadian 2 : Teori-teori Holistik. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
16. Mangunsong, F. 1998. Psikologi dan Pendidikan anak Luar Biasa. Jakarta : LPSP3 Universitas
Indonesia
17. Mappiare, A.1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional Mason, Heather., & Stephen
McCall. 1999. Visual Impairment, Access to Education for
18. Children and Young People. GB: David Fulton Publishers. PERDAMI. 2002. Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta : Penerbit C.V Sagung Seto
19. Somantri, T. Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Penerbit P.T Refika Aditama
20. Sunanto, J. 2005. Mengembangkan Potensi Anak Berkelainan Penglihatan. Jakarta : Depdiknas-
Dikti
21. Jayakusuma,Ardian. 2008. Tingkat Kejadian Stomatitis pada Anak Usia Sekolah Dasar dan
Penyebabnya Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Hasanuddin.