pemeriksaan neurologis

17
H. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS 1. Menguji tingkat kesadaran a. secara kualitatif 1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. 2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. 3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. 4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. 6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale ) 1. Menilai respon membuka mata (E) (4) : spontan (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

Upload: sahrudin-b-sanip

Post on 04-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tentang pemeriksaan neurologis

TRANSCRIPT

H. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

1. Menguji tingkat kesadaran

a. secara kualitatif

1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab

semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,

sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-

teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,

mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi

jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap

nyeri.

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan

apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil

terhadap cahaya).

b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )

1. Menilai respon membuka mata (E)

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan

waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu

kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

3. Menilai respon motorik (M)

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi

rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat

diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal

& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…

Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan

terendah adalah 3 yaitu E1V1M1

Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan : (Compos Mentis(GCS: 15-14) /

Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) /

oma (GCS: 3))

2. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak

Adakah Peningkatan suhu tubuh, nyeri kepala, kaku kuduk, mual – muntah, kejang.

a. Pemeriksaan Kaku kuduk

b. Pemeriksaan Kernig

- Posisikan pasien untuk tidur terlentang

- Fleksikan sendi panggul tegak lurus (90°) dengan tubuh, tungkai atas dan bawah pada posisi

tegak lurus pula.

- Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut

lebih dari 135° terhadap paha.

- Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, karena nyeri

atau spasme otot hamstring / nyeri sepanjang N.Ischiadicus, sehingga panggul ikut fleksi

dan juga bila terjadi fleksi involuter pada lutut kontralateral maka dikatakan Kernig sign

positif.

c. Pemeriksaan Brudzinski

1. Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan dibawah kepala pasien

yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi ditempatkan didada pasien untuk

mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh

dada. Brudzinski I positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi

lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

2. Brudzinski II

Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut,

kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul.

3. Brudzinski III (Brudzinski’s Check Sign)

Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari pemeriksa tepat di bawah

os ozygomaticum.

4. Brudzinski IV (Brudzinski’s Symphisis Sign)

Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kebua ibu jari tangan pemeriksaan.

3. Memeriksa nervus cranialis

Nervus I , Olfaktorius (pembau )

Anjurkan klien mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-bauan dengan memejamkan mata,

gunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah.

Nervus II, Opticus (penglihatan)

Melakukan pemeriksaan visus, dapat dilakukan dengan:

a. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)

Dengan Kartu snellen, Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien

dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan

dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca

dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)

b. Pemeriksaan Penglihatan Perifer

Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan

lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks oksipitalis. Dapat dilakukan dengan:

Tes Konfrontasi, Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm, Objek yang digerakkan

harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa /

ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan

bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap

lurus ke depan dan tidak boleh melirik ke arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang

pandang pemeriksa harus normal.

c. Refleks Pupil

i. Respon cahaya langsung

Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada

cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap

cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal

pupil yang disinari akan mengecil.

ii. Respon cahaya konsensual

Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan

ukuran yang sama.

d. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)

Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan

kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina

sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti

perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus

optikus.

e. Tes warna

Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.

Nervus III, Oculomotorius

a. Ptosis

Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan

memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak

mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan

kepala ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata

secara kronik pula.

b. Gerakan bola mata

Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas

dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada

tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah

dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.

c. Pemeriksaan pupil meliputi :

i. Bentuk dan ukuran pupil

ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri

iii. Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan:

1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)

2. Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)

3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Nervus IV, Throclearis

Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral bawah, strabismus konvergen,

diplopia

Nervus V, Thrigeminus :

- Cabang optalmicus : Memeriksa refleks berkedip klien dengan menyentuhkan kapas halus

saat klien melihat ke atas

- Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah dan gigi

- Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan gigi

Nervus VI, Abdusen

Pergerakan bola mata ke lateral

Nervus VII, Facialis

Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya tidak

dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan rapat dan coba buka

dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul

(suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama

kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh)

Nervus VIII, Auditorius/vestibulokokhlearis

Memeriksa ketajaman pendengaran klien, dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan

audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi

dipakai tes Rinne dan tes Weber.

Nervus IX, Glosopharingeal

Memeriksa gerakan reflek lidah, klien diminta m engucap AH, menguji kemampuan rasa

lidah depan, dan gerakan lidah ke atas, bawah, dan samping. Pemeriksaan N. IX dan N X.

karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis

meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria. Pasien

disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat

pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak ke satu sisi

maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula

tertarik kearah sisi yang sehat.

Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik

dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi

dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan

spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi

palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini

menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai

adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes

juga rasa kecap secara rutin pada posterior lidah (N. IX)

Nervus X, Vagus

Memeriksa sensasi faring, laring, dan gerakan pita suara

Nervus XI, Accessorius

Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian

rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian

pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga

raba massa otot sternokleido mastoideus.

Nervus XII, Hypoglosal

Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara :Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar

mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak

ritmik). Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah jika

terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.

Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi

lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.

5. Memeriksa fungsi motorik

a. pengamatan

Gaya berjalan dan tingkah laku

Simetri tubuh dan extermitas

Kelumpuhan badan dab anggota gerak

b. Gerakan volunter

Yang di periksa adalah pasien atas pemeriksa, misalnya

Mengangkat kedua tangan dan bahu

Fleksi dan extensi artikulus kubiti

Mengepal dan membuka jari tangan

Mengankat kedua tungkai pada sendi panggul

Fleksi dan ekstansi artikulus genu

Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki

Gerakan jari-jari kaki

c. Palpasi

Pengukuran besar otot

Nyeri tekan

Kontraktur

Konsistensi (kekenyalan)

Konsistensi otot yang meningkat : meningitis, kelumpuhan

Konsitensi otot yanag menurun terdapat pada: kelumpuhan akibat lesi, kelumpuhan akibat

denerfasi otot

6. Memeriksa fungsi sensorik

Kepekaan saraf perifer. klien diminta memejamkan mata

a. Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan Spatel lidah yang di patahkan atau ujung

kayu aplikator kapasdigoreskan pada beberapa area kulit, Minta klien untuk bersuara pada

saat di rasakan sensasi tumpul atau tajam.

b. Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan Dua tabung tes, satu berisi air

panas dan satu air dingin, Sentuh kulit dengan tabung tersebut minta klien untuk

mengidentifikasi sensasi panas atau dingin.

c. Sentuhan ringan : dengan menggunakan Bola kapas atau lidi kapas, Beri sentuhan ringan

ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan kulit minta klien untuk bersuara

jika merasakan sensasi

d. Vibrasi/getaran : dengan garputala, Tempelkan batang garpu tala yang sedang bergetar di

bagian distal sendi interfalang darijari dan sendi interfalang dari ibu jari kaki, siku, dan

pergelangantangan. Minta klien untuk bersuara pada saat dan tempat di rasakan vibrasi.

7. Memeriksa reflek kedalaman tendon

1. Reflek fisiologis

a. Reflek bisep:

Posisi:dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan lengan untuk beristirahat di

pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari 90 derajat di siku.

Identifikasi tendon:minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa mengamati dan

meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal.

Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi

lengan setengah diketuk pada sendi siku.

Respon : fleksi lengan pada sendi siku

b. Reflek trisep :

- Posisi :dilakukan dengan pasien duduk. dengan Perlahan tarik lengan keluar dari tubuh

pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau Lengan bawah harus menjuntai ke

bawah langsung di siku

- Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit

pronasi

- Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

c. Reflek brachiradialis

- Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus beristirahat longgar di

jangkauan pasien.

- Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (Tendon melintasi sisi ibu jari pada lengan

bawah) jari-jari sekitar 10 cm proksimal pergelangan tangan. Posisi lengan fleksi pada

sendi siku dan sedikit pronasi.

- Respons: - flexi pada lengan bawah

- supinasi pada siku dan tangan

d. Reflek patella

- posisi klien: dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang

- Cara : ketukan pada tendon patella

- Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

e. Reflek achiles

- Posisi : pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian. Atau dengan berbaring

terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki di atas yang lain atau mengatur kaki

dalam posisi tipe katak.

- Identifikasi tendon:mintalah pasien untuk plantar flexi.

- Cara : ketukan hammer pada tendon achilles

- Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

2. Reflek Pathologis

Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.

a. Reflek babinski:

- Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan.

- Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya.

- Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior

- Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan pengembangan jari

kaki lainnya

b. Reflek chaddok

- Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke

anterior

- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki

lainnya.

c. Reflek schaeffer

- Menekan tendon achilles.

- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari

kaki lainnya.

d. Reflek oppenheim

- Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke distal

- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari

kaki lainnya.

e. Reflek Gordon

- menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis)

- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari

kaki lainnya.

f. Reflek gonda

- Menekan (memfleksikan) jari kaki ke-4, lalu melepaskannya dengan cepat.

- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari

kaki lainnya.