review klinis pengamatan neurologis

Upload: albertus-magnus-mario-holiwono

Post on 19-Oct-2015

86 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Neuromonitoring

TRANSCRIPT

Review Klinis: Pengamatan neurologis - sebuah pembaharuan

AbstrakPasien dengan penyakit kritis sering beresiko menderita disfungsi neurologis yang diakibatkan karena kondisi neurologis primer atau kerusakan sekunder. Menentukan aspek yang terkena dan jalan terbaik dalam menangani disfungsi neurologis dapat menjadi hal yang sulit untuk dilakukan dan dipersulit dengan kurangnya informasi yang dapat ditemukan melalui pemeriksaan klinis pada pasien yang berada dalam kondisi tersebut dan karena efek terapi, terutama sedasi, pada fungsi neurologis. Metode untuk mengukur dan mengamati fungsi otak telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan sekarang memainkan peran penting dalam evaluasi dan manajemen dari pasien dengan cedera otak. Penting untuk diketahui bahwa tidak ada satu teknik yang ideal untuk seluruh pasien dan variabel-variabel berbeda perlu diamati pada pasien yang berbeda; pada banyak pasien, kombinasi dari teknik-teknik pengamatan akan diperlukan. Walaupun studi klinis mendukung kelayakan psikologis dan keabsahan biologis dari manajemen yang didasarkan pada informasi dari berbagai macam pengamatan, data yang mendukung konsep ini dari uji coba secara acak masih diperlukan.

PerkenalanSecara umum, tujuan pengamatan neurologis adalah untuk: 1) Mengidentifikasi perburukan fungsi neurologis dan kerusakan serebral sekunder yang dapat diakibatkan oleh pengobatan-pengobatan spesifik; 2) meningkatkan pemahaman patofisiologis dari penyakit serebral pada penyakit kritis; 3) menyajikan data fisiologis yang jelas untuk memandu dan menginvidualisasi terapi; 4) membantu dalam menentukan prognosis. Pada artikel ini, kami akan menggarisbawahi teknik-teknik pengamatan neurologis yang sekarang digunakan pada pasien dengan penyakit kritis dan menyarakankan bagaimana sebaiknya teknik-teknik tersebut diimplementasikan untuk membatu kita dalam menangani pasien tersebut. Kami akan memfokuskan pada teknik yang tersedia secara klinis dan tidak akan mendikusi pendekatan baru yang masih berada dalam stadium penelitian dalam perkebangannya.

Patofisiologi dari kerusakan otak akutPatofisiologi dari kerusakan otak akut kompleks dan dapat melibatkan beberapa kaskade patologis sekunder yang dapa berkontribusi untuk memperburuk kerusakan saraf (Gambar 1). Rasionalitas klinis pada pengamatan neurologis adalah untuk menyesuaikan terapi untuk patofisiologi yang bersifat spesifik-pasien dibandingkan dengan batas yang telah ditentukan sebelumnya atau target. Karena itu, merupakan hal penting untuk melihat kembali aspek dasar dari fisiologi otak untuk membantu dalam pemahaman teknik dan aplikasi dari pengamatan neurologis.

Metabolisme SerebralOtak manusia merupakan 2% dari berat tubuh, tetapi proses konsumsi energi yang diperlukan untuk memperbolehkan fungsi otak yang adekuat adalah sekitar 25% dari total pemakaian energi tubuh dan 20% dari konsumsi oksigen dari organisme tersebut. Glukosa merupakan substrat energi utama otak dan, karena penyimpanan glikogen yang rendah dalam otak, kadar glukosa otak sangat bergantung pada kadar glukosa darah. Pengangkutan glukosa dari sirkulasi sistemik ke otak merupakan proses yang diregulasi secara ketat yang dimediasi oleh membran sel terspesialisasi untuk transpor glukosa (GLUT). Studi eksperimental dan manusia menunjukkan butki dari pelepasan aliran dan peningkatan utilisasi glukosa setelah kerusakan otak akut ('hiperglikolisis serebral'). Penting untuk diketahui bahwa ini dapat terjadi jika tidak ada aliran darah otak yang rendah dan iskemia serebral dan dapat mengarah pada keadaan dimana kurangnya ketersediaan substrat energi utama (glukosa) yang disusul dengan resiko terjadinya disfungsi energi serebral [1,2]. Walaupun begitu, hiperglikolisis juga menyebabkan peningkatan penggunaan glukosa ke piruvat oleh astrosit dan konversi menjadi laktat. Laktat endogen, dilepaskan dalam ruangan ekstraseluler, dapat ditransfer, melalui transporter monokarboksilat spesifik, ke neuron (sebuah proses yang dikenal sebagai 'astrosit-neuron laktat shuttle') [3]. Laktat pada otak akan digunakan sebagai substrat energi aerob alternatif dari glukosa [4]. Studi pada pasien dengan perdarahan subaraknoid, memberikan kesan bahwa pola peningkatan hiperglikolitik laktat serebral berhubungan dengan hasil yang lebih baik [5].

Aliran darah serebral, pengantaran oksigen dan iskemikIskemia serebri merupakan penyebab yang sering dari kerusakan otak sekunder [6]. Pada kondisi normal, penurunan tekanan sistemik mencetuskan respon vasodilatasi aktif yang menjaga konsistensi aliran darah otak (cerebral blood flow/CBF) pada rentang yang luas dari tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressures/MAPs), yang mencegah hipoperfusi otak (autoregulasi tekanan serebri) [7]. Pada pasien dengan cedera otak, reaktivitas serebrovaskuler dapat terganggu, dan mengakibatkan penurunan tekanan arteri rata-rata atau tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/CPP) yang dapat mengakibatkan penurunan aliran darah otak dan iskemia sekunder [8].Utilisasi oksigen serebri bersifat proporsional dari hasil dari CBF dan perbedaan konsentrasi oksigen arteri-vena [9]. Mekanisme selain iskemia karena batasan perfusi (kolaps mikrovaskuler, pembengkakan endotel, edema perivaskuler) dapat meningkatkan gradien difusi dari oksigen antara darah vena dan jaringan otak (PvO2-PbtO2), mengurangi pengantaran oksigen sel, dan melemahkan kemampuan otak untuk meningkatkan fraksi ekstraksi oksigen sebagai respon dari penurunan CBF [10].

Gambar 1. Beberapa kaskase patologis yang berkontribusi dalam pencetusan kerusakan saraf setelah kerusakan otak akut. Mekanisme inisial, seperti eksitotoksisitas dan disfungsi mitokondria, menginisiasi kerusakan pada jam/menit awal; faktor lain seperti disfungsi enerdi, edema, dan inflamasi berperan pada bagian belakang proses. CBF, cerebral blood flow

Pemeriksaan neurologis pada pasien ICUPemeriksaan neurologis klinis merupakan komponen dasar pengamatan neurologis dan harus memasukkan efek dari obat-obatan sedatif, yang dapat mempengaruhi respon neurologis. Tingkat kesadaran harus menjadi yang pertama untuk dievaluasi. Pemeriksaan klinis didasarkan pada evaluasi mata dan respons motorik dari perintah verbal dan stimulasi nyeri. Kedalaman keadaan koma dapat dievaluasi dengan menggunakan skor Glasgow Coma Scale (GCS [11] atau skor Full Outline of UnResponsiveness (FOUR) [12], yang termasuk pemeriksaan cahaya pupil, refleks kornea, dan pola pernapasan. Delirium adalah keadaan fluktuatif yang ditandakan perubahan atensi, disorientasi spatio-temporal, pemikiran yang tidak terorganisasi dan perubahan kesadaran. Pasien delirium dapat mejadi hipoaktif, hiperaktif, atau keduanya secara bergantian. Confusion Assessment Method for the ICU (CAM-ICU) [13] atau ICU Delirium Screening Checklist (ICU DSC) [14] dapat digunakan untuk mengevaluasi adanya dan derajat delirium.Pemeriksaan neurologis selanjutnya adalah mengevaluasi kekakuan leher, respons motorik, refleks telapak dan tendon dalam, dan fungsi nervus kranialis. Adanya kelainan neurologis fokal menandakan perlunya pertimbangan pemeriksaan radiologis otak, yang dilakukan bersamaan dengan elektroensefalogram (EEG), jika tidak ada penyebab jelas delirium atau koma.

Teknik MonitoringTekanan IntrakranialPeningkatan tekanan intrakranial (Intracranial Pressure/ICP; >20mmHg) dikaitkan dengan peningkatan mortalitas setelah kerusakan otak akut traumatik [15]. Pedoman terbaru dari Brain Trauma Foundation [16] mengajurkan (bukti level II) bahwa ICP sebaiknya diamati pada seluruh pasien dengan kerusakan otak akut traumatik berat (skor GCS 3 sampai 8 setelah resusitasi) dan CT scan kepala yang abnormal yang dapat diselamatkan.Pengamatan ICP juga digunakan sebagai pada kelainan neurologis non-traumatik, seperti perdarahan subaraknoid, dan pada tingkat yang lebih sempit pada tumor otak, infarksi, perdarahan intraserebral, dan infeksi. Setelah perdarahan subaraknoid, drainase ekstraventrikel direkomendasikan pada pasien dengan skor World Federation of Neurological Societies (WFNS) yang tinggi atau hidrosefalus akut [17], untuk mengamati ICP dan drainase cairan serebrospinal (Cerebrospinal Fluid/CSF) untuk pengontrolan ICP. Pada perdarahan intrakranial spontan, pengamatan ICP biasanya digunakan, tetapi pedoman terbaru [18] menyarankan bahwa pada pasien dengan skor GCS P2>P3), tetapi berubah bila tekanan meningkat, dengan peningkatan pada komponen P2 dibandingkan dengan komponen P1 (Gambar 2); amplitudo nadi ICP (perbedaan antara nilai sistol dan diastol) juga biasanya meningkat [19]. Walaupun begitu, fitur ini bergantung pada CPP dan properti fisik sistem pengamatan, dan harus digunakan dengan hati-hati.

Gambar 2. Kurva tekanan intrakranial pada kondisi kompliansi yang berkurang. Informasi penting mengenai mekanisme penyangga tekanan intrakranial dapat dilihat dalam bentuk kurva: saat seluruh komponen normal, puncak dari tekanan intrakranial sangat jelas (panel kiri), sistem intrakranial berfungsi normal dan penambahan kecil pada volume dapat dikompensasi. Namun, saat adanya pola predominansi P2 (panel kanan), maka sistem intrakranial memiliki kompliasi rendah dan kemampuan kompensasi berkurang.

Walaupun evaluasi ICP non-invasif dapat dilakukan dengan doppler transkranial (TCD)-derived pulsatility index [20] atau sonografi nervus optik [21], metode untuk mengamati ICP secara kontinyu masih bersifat infasif. Alat intra-ventrikel telah lama dianggap sebagai 'gold standard'; tetapi pengamatan tekanan intraparenkim memberikan pengukuran tekanan yang sebanding [22]. Satelit intraventrikuler biasanya berguna jika drainase CSF diperlukan.Manajemen ICP juga perlu memasukkan CPP dalam perhitungannya (Gambar 3). Terapi untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang juga dapat menurunkan tekanan arteri dan CPP (sebagai contoh, barbiturat) memerlukan titrasi hati-hati untuk menjaga perfusi serebral yang adekuat.

Aliran Darah SerebriPengukuran langsung dan kotinyu dari CBF regional telah dapat dilakukan dengan mengunakan satelit difusi panas (TDP; Hemedex Cambridge, Massaachusetts, USA) yang dimasukkan ke parenkim otak. Sensor yang berada pada ujung memberikan pengukuran kuantitatif mengenai volume dari jaringan yang mengelilingi sensor. Teknik TDP ini menunjukkan hasil yang serupa dengan CBF yang diukur dengan menggunakan xenon-CT [23].Penempatan yang tepat dan stabil dari satelit CBF regional dengan baut tengkorak sangat penting dan CT-scan perlu dilakukan untuk memeriksa penempatan yang tepat. Perhitungan yang tepat dari CBF regional menggunakan TDP bergantung pada tersedianya temperatur stabil dan dapat berubah pada kondisi hipertermi atau fluktuasi cepat pada temperatur pasien.Pada pasien dengan perdarahan subaraknoid, Muench dkk [24] menggunakan pengamatan TDP untuk memandu terapi medis pada iskemis serebral yang tertunda, dan membuktikan bahwa peningkatan tekanan darah dengan menggunakan vasopressor adalah satu-satunya intervensi yang dapat memperbaiki CBF dan PbtO2; hipervolemia dan hemodilusi hanya memiliki efek marginal pada efek maksimumnya. Karena itu, penggunaan augmentasi normovolemik dan MAP/CPP semaking meningkat dibanding terapi 'triple-H' pada pasien-pasien ini. Pengamatan TDP dapat juga memandu menajemen CPP setelah kerusakan otak traumatik [25]. Data TDP sekarang terbatas pada studi kecil dengan konsentrasi tunggal dan percobaan yang lebih besar masih diperlukan untuk mengkonfirmasi validitas dan penggunaan teknik ini.

Doppler Transkranial (Transcranial Doppler/TCD)Pengukuran langsung aliran darah pada arteri otak amat penting pada setiap kasus kerusakan otak. Dengan menggunakan satelit ultrasound, kecepatan aliran (dibanding aliran itu sendiri) dapat diukur pada arteri utama pada dasar otak. TCD mengkombinasikan antara ultrasound dan prinsip doppler untuk menggambarkan aliran eritrosit pada arteri serebral basal. Pada beberapa dari 10% pasien, insonasi transtemporal tidak dapat dilakukan karena halangan anatomis. Saat resistensi serebrovaskuler meningkat, dimana kecepatan diastolik berkurang, mengarah kepada peningkatan yang jelas indeks nadi (rasio antara aliran sistol dan diastol dibanding aliran diastol). Karena alasan inilah TCD sering digunakan untuk mengamati waktu terjadinya vasospasme setelah perdarahan subaraknoid [26]. Walaupun begitu, interpretasi yang benar terhadap indeks nadi bersifat kompleks, karena ia bergantung bukan hanya pada resistensi serebrovaskuler, tetapi juga pada beberapa variabel sistemik dan serebral [27].TCD juga telah digunakan untuk mengetahui autoregulasi serebrovaskuler pada pasien dengan kerusakan otak traumatik dan perdarahan subaraknoid [7]. Respons kecepatan aliran kepada perubahan CPP spontan atau terinduksi (dengan vasopressor) dapat menkuantifikasi keadaan autoregulasi tekanan statis; autoregulasi diestimasi dengan menggunakan TCD pada arteri serebral media yang berhubungan dengan autoregulasi yang dipelajari dengan menggunakan tomografi emisi positron pada pasien dengan kerusakan ota traumatik [28].Keuntungan utama dari TCD adalah karena ia bersifat non-invasif dan dapat dilakukan di samping tempat tidur. Walaupun begitu, kualitas sinyal TCD dapat beragam bergantung pada orang yang menggunakannya dan interpretasi tepat memerlukan latihan. Sinyal TCD juga dapat bervariasi bergantung pada suhu, tekanan karbon dioksida pada arteri (PaCO2 dan, pada sebagian kasus, korelasi dengan pengukuran CBF aktual kurang memuaskan [29].

Gambar 3. Tekanan intrakranial (ICP), tekanan arteri rata-rata (MAP), dan tekanan perfusi serebral (CPP) pada pasien dengan kerusakan otak traumatik yang menjalani bronkoskopi dibawah anestesi umum dengan pelumpuh otot. ICP meningkat ke 45 mmHg dan CPP berkurang bersamaan ke 40 mmHg. Bronkoskopi dihentikan, sedasi lanjutan diberikan, dan hiperventilasi manual diberikan secara singkat. ICP dan CPP kembali ke keadaan normal.

MikrosikulasiAlterasi mikrosirkulasi memainkan peran penting pada patogenesis dari disfungsi organ. Sel endotel otak membantu pengaturan diameter dan permeabilitas pembuluh darah [30], berkontribusi pada sambungan aliran ke metabolisme [31]. Sayangnya, masih belum mungkin mikrosirkulasi otak divisualisasikan pada praktik klinis tanpa adanya pemaparan langsung pada korteks serebri setelah kraniektomi dan data mengenai abnormalitas mikrosirkulasi pada manusia masih terbatas.Evaluasi langsung dari mikrosirkulasi dapat dilakukan dengan menggunakan pencitraan sidestream lapangan gelap dan mikroskopi intravital [32]. Metode ini memperbolehkan observasi kontinyu dan in vitro dari mikrosirkulasi pada resolusi tinggi dan juga evaluasi dari ukuran pembuluh darah, jumlah, konsentrasi, dan alran. Walaupun mikroskopi intravital masih dianggap sebagai gold standard, ia tidak sesuai untuk digunakan pada manusia. Teknik sidestream lapangan gelap dapat diaplikasikan pada area korteks yang terekspos saat kraniektomi dilakukan, tetapi perlu perhatian khusus dalam membatasi tekanan yang diberikan untuk meminimalisir risiko terjadinya infeksi [33]. Pada pasien dengan stroke yang berasal dari oklusi arteri serebri media yang menjalani kraniektomi dekompresi, densitas dan aliran mikrosirkulasi otak telah diubah secara signifikan bila dibandikan dengan pasien kontrol [34]. Serupa dengan berubahnya reaktivitas mikrovaskuler yang ditemukan pada pasien dengan perdarahan subaraknoid [35].

Pengamatan Oksigenasi Jaringan OtakBeberapa teknik dapat digunakan untuk mengukur oksigenasi otak, dan yang paling sering digunakan di ICU adalah oksimetri bulbus vena jugularis dan pengukuran langsung PbtO2. Spektroskopi near infra-red juga telah digunakan untuk tujuan ini.

Oksimetri bulbus vena jugularisTeknik ini membutuhkan penempatan kateter pada bulbus jugular. Perbedaan konsentrasi oksigen antara arteri dan jugular (AJDO2) bersifat proporsional pada CBF dan konsumsi oksigen (cerebral metabolic rate for oxygen/CMRO2) dan sering digunakan utuk mengukur perfusi yang adekuat secara global. Penempatan yang tepat dari satelit pada bulbus jugularis sangat penting karena darah yang berasal dari struktur ekstraserebral seperti leher dan wajah dapar mengkontaminasi porsi bawah vena jugularis.Pada kebanyakan kondisi dimana saturasi hemoglobin arteri konstan, pengukuran saturasi oksigen hanya dilakukan pada vena jugularis (SjO2). Pengukuran ini dapat dilakukan dengan pengambilan sampel berkala atau secara kontinyu menggunakan satelit fiber optik. Nilai normal untuk SjO2 pada pasien tanpa kerusakan otak adalah sekitar 57% (95% confidence interval antara 52% ke 62%) [36]. Pada beberapa jam setelah trauma, SjO2 yang rendah telah dideteksi, terlebih pada kasus yang paling parah [37]. Desaturasi SjO2 yang berat dan sering dikaitkan dengan prognosis buruk pada pasien dengan kerusakan otak traumatik [38].Karena anatomi dari sirkulasi sereral, SjO2 adalah indikasi rata-rata dan volume yang tinggi dari otak perlu berada dalam kondisi underperfusi untuk mendeteksi adanta abnormalitas. Duapertiga dari darah yang mengalir pada setiap vena jugularis berasal dari ipsilateral dan sepertiga dari hemisfer kontralateral [39]; karena hal inilah dapat terjadi ketidakcocokan area fokal antara aliran/metabolisme dan dapat terlewati pada pengukuran global ini [40]. Juga dapat ditemukan perbedaan SjO2 pada vena jugularis satu dengan yang lainnya [41]. Walaupun ada keterbatasan-keterbaasan ini, pengambilan SjO2 secara berkala merupakan metode yang murah dan mudah untuk mengestimasi adekuasi aliran dan metabolisme, terutama saat adanya manipulasi CBF, sebagai contoh-saat menggunakan hiperventilasi.

Pengukuran langsung PbtO2Pengamatan langsung PbtO2 adalah teknik yang paling sering digunakan di ICU untuk mengetahui oksigenasi otak. Penempatan satelit sangat penting: biasanya dimasukkan pada substantia alba, dan pembacaan bergantung pada jarak penempatan dengan daerah yang patologis di intrakranial [42]. Sebagai contoh, jika penempatannya dekat dengan daerah kontusi, nilai pembacaan dapat berkurang dan hal ini perlu dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tindakan. Saat PbtO2 berada dalam substantia alba yang normal pada CT scan, maka pembacaan, walaupun sersifat lokal, memberikan estimasi yang masuk akal mengenai oksigenasi otak.PbtO2 bukanlah pengganti untuk iskemik dan CBF, karena ia bervariasi bukan hanya dengan CBF (dan faktor yang mengaturnya seperti, CO2 dan MAP) tetapi juga dengan perubahan tekanan oksigen arteri (PaO2) dan faktor lainnya. Karena itu, PbtO2 lebih berfungsi sebagai penanda keseimbangan antara suplai oksigen regional dan konsumsi oksigen sel [9].Pengamatan PbtO2 setelah divalidasi dengan pengamatan SjO2 fibertropik, CT scan yang ditingkatkan dengan xenon, dan SPECT. Nilai ambang sedikit bervariasi bergantung pada tipe monitor PbtO2 yang digunakan, tetapi nilai