css - pemeriksaan neurologis

28
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS 1.) KESADARAN Seseorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Secara sederhana, tingkat kesadaran dibagi atas : Kesadaran yang normal (compos mentis), somnolen, sopor, koma ringan dan, titik. Somnolen. Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai : letargi, optundasi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menagkis rasa nyeri. Sopor (stupor). Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerak motorik untuk menagkis rangsang nyeri masih baik. Koma ringan (semi koma). Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Reflek (kornea, pupil, dsb) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban ”primitif ”. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.

Upload: denakarina

Post on 27-Jun-2015

501 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Css - Pemeriksaan Neurologis

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

1.) KESADARAN

Seseorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Secara

sederhana, tingkat kesadaran dibagi atas : Kesadaran yang normal (compos mentis),

somnolen, sopor, koma ringan dan, titik.

Somnolen. Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.

Somnolen disebut juga sebagai : letargi, optundasi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh

mudahnya penderita dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menagkis rasa

nyeri.

Sopor (stupor). Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan

rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti

suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri

penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten

dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerak motorik untuk

menagkis rangsang nyeri masih baik.

Koma ringan (semi koma). Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap

rangsang verbal. Reflek (kornea, pupil, dsb) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai

respon terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi,

merupakan jawaban ”primitif ”. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.

Koma (dalam atau komplit). Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban

sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

G.C.S

Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan Glassgow

Coma Scale yang memperhatikan tanggapan (respon) penderita terhadap rangsang dan

memberikan nilai pada respon tersebut. Tanggapan /respon penderita yang perlu

diperhatikan adalah :

a. Membuka mata

b. Respon Verbal (bicara)

c. Respon Motorik (gerakan)

Page 2: Css - Pemeriksaan Neurologis

a. Membuka Mata

Spontan

Terhadap bicara (suruh pasien mebuka mata)

Dengan rangsang nyeri (tekan pada syaraf supraorbita

atau kuku jari

Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri pasien tidak

membuka mata)

Nilai

4

3

2

1

b. Respon Verbal (bicara)

Baik dan tidak ada disorientasi

Dapat menjawab dengan kalimat yang baik, tau

dimana ia berada, waktu, hari, bulan

Kacau (”consious”)

Dapat bicara dalam kalimat, namun ada disorintasi

waktu dan tempat

Tidak tepat

Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak

merupakan kalimat dan tidak tepat

Mengerang

Tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang

Tidak ada jawaban

Nilai

5

4

3

2

1

c. Respon Motorik (Gerakan)

Menurut perintah

Misalnya, suruh : ”angkat tangan!”

Mengetahui lokasi nyeri

Berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan

jari pada supra orbita. Bila dengan rasa nyeri pasien

mengangkat tangannya sampai melewati dagu untuk

maksud menepis rangsang tersebu berarti ia dapat

mengetahui lokasi nyeri

Reaksi menghindar

Nilai

6

5

4

Page 3: Css - Pemeriksaan Neurologis

Reaksi fleksi (dekortikasi)

Berikan rangsang nyeri misalnya menekan dengan

objek keras seperti ballpen pada jari kuku. Bila

sebagai jawaban siku memfleksi terhadap reaksi

fleksi terhadap nyeri (fleksi pada pergelangan tangan

mungkin ada atau tidak ada

Reaksi ekstensi (desereberasi)

Dengan rangsang nyeri tersebut diatas terjadi

ekstensi pada siku. Ini selalu disertai fleksi spastik

pada pergelangan tangan.

Tidak ada reaksi

Sebelum memutuskan bahwa tidak ada reaksi, haus

diyakinkan bahwan rangsang nyeri cukup adekuat

diberikan.

3

2

1

Bila kita gunakan skala glasgow sebagai patkan untuk koma, maka koma = tidak

didapatkan respon membuka mata, bicara, dan gerakan dengan jumlah nilai = 3

2) TANDA TANDA RANGSANG MENINGEN

Keluhan dapat berupa sakit kepala, kuduk terasa kaku, photofobia (takut cahaya,

peka terhadap cahaya) dan hiperakusis (peka terhadap suara). Gejala lain yang dapat

dijumpai adalah sikap tungkai yang cenderung mengambil posisi fleksi, dan opistotonus,

yaitu kepala dikedikkan ke belakang dan punggung melengkung ke belakang sehingga

pasien berada dalam posisi ekstensi, karena terangsangnya otot-otot kuduk dan

punggung.

Page 4: Css - Pemeriksaan Neurologis

Kaku Kuduk (Nucal Rigidity)

Cara Pemeriksaan :

Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring.

Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama

penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan

tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.

Pada pasien yang pingsan (koma) kadang0kadang kaku kuduk menghilang atau

berkurang. Oleh karena itu pada keadaan ini sebaiknya penekukan kepala dilakukan

sewaktu pasien dalam keadaan ekspirasi.

Selain dari rangsang selaput otak, kaku kuduk dapat disebabkan oleh myocitis

otot kuduk, abses retrofaringeal, atau arthritis di cervical.

Tanda Laseque

Cara Pemeriksaan :

Pasien berbaring, diluruskan kedua tungkainya, kemudian satu tungkai diangkat

lurus, dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus

dalam keadaan ekstensi. Pada keadaan normal kita dapat mencapai sudut 700 sebelum

timbula rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbula rasa sakit dan tahanan sebelum kita

mencapai 700, maka disebut tanda laseque positif. Tanda laseque positif dijumpai pada

keadaan : ransang selaput otak, isialgia, dan iritasi plexus lumbosakral (missal hernia

nucleus pulposus lumbalis)

Tanda Kernig

Cara Pemeriksaan :

Penderita yang berbaring, difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai

membuat sudut 900. setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.

Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 1350, antara tungkai bawah dan

tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka

dikatakan bahwa tanda kernig positif.

Page 5: Css - Pemeriksaan Neurologis

Tanda Brudzinki I (Brudzinki’s Neck Sign)

Cara Pemeriksaan :

Dengan tangan ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita

tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi

sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda

Brudzinki I positif, maka tindakan ini menyebabkan fleksi kedua tungkai. Sebelumnya

perlu diperhatikan apakah tungkainya tidak lumpuh.

Tanda Brudzinki II (Bridzinki’s Contralateral Leg Sign)

Cara Pemeriksaan :

Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai di fleksikan pada persendian

panggul, tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi. Bila tungkai yang satu ini

ikut pula terfleksi, maka disebut tanda Brudzinki II positif. Sebelumnya juga diperhatikan

apakah terdapat kelumpuhan pada tungkai.

3) SARAF OTAK

N. I (N. Olfactorius)

Kerusakan saraf ini menyebakan hilangnya penciuman (anosmia) atau

berkurangnya penciuman (hiposmia)

Cara Pemeriksaan :

Periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat misalnya

ingus atau polip. Hal ini dapat mengurangi ketajaman penciuman. Zat pengetes yang

digunakan sebaiknya zat yang dikenal sehari-hari, misalnya kopi, teh, tembakau. Jangan

menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung (N.V) seperti menthol,

amoniak, alkohol, dan cuka. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan disuruh Ia

menciumnya. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang

hidung yang lainnya dengan tangan.

Page 6: Css - Pemeriksaan Neurologis

N. II (N. Opticus)

Cara Pemeriksaan :

Pemeriksaan Kasar :

1. Ketajaman Penglihatan (Acuity of Vision)

Dengan jalan membandingkan ketajaman penglihatan pasien dengan

pemeriksa (dalam hal ini ketajaman penglihatan pemeriksa tentulah harus

“normal, kalau tidak pemeriksa telah mengoreksinya misal dengan kaca mata).

Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh (misalnya jam dinding, dan

diminta menyatakan pukul berapa) dan membaca huruf-huruf yang ada di buku

atau Koran. Bila ketajaman mata pasien sama dengan pemeriksa maka hal ini

dianggap normal.

2. Lapangan Pandang (Visual Field/Campus Penglihatan)

Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan campus penglihatan

pemeriksa (yang dianggap normal) yaitu dengan metode konfrontasi dari Donder.

Dalam hal ini penderita disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa

dengan jarak kira-kira satu meter. Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata

kiri penderita harus ditutup. Kemudian penderita disuruh melihat terus

(memfiksasi matanya) pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu

melihat ke mata kanan penderita. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari

tangannya di bidang pertengahan antara pemeriksa dengan penderita. Gerakan

dilakukan dari arah luar ke dalam.

Jika penderita mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, maka Ia harus

memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah Iapun telah

melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan campus penglihatan, maka pemeriksa

akan lebih dulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari

semua jurusan dan masing-masing mata harus diperiksa.

Pemeriksaan Yang Teliti

1. Ketajaman Penglihatan

Dilakukan dengan menggunakan gambar Snellen. Penderita disuruh

membaca gambar Snellen ini dari jarak 6 meter, kemudian ditentukan sampai

baris mana dapat dibacanya. Bila Ia dapat membaca sampai baris paling bawah,

Page 7: Css - Pemeriksaan Neurologis

maka ketajaman penglihatannya ialah normal (6/6). Jika tidak maka visusnya

tidak normal dan hal ini dinyatakan dengan pecahan, misalnya (6/20). Ini berarti

bahwa huruf yang seharusnya dapat dibaca dari jarak 20 meter, Ia hanya dapat

membacanya dari jarak 6 meter.

Jika kemampuannya hanya sampai pada membedakan adanya gerakan,

maka visusnya ialah (1/300). Jika Ia hanya dapat membedakan antara gelap dan

terang (cahaya) maka visusnya Ialah (1/~).

2. Lapangan Pandang

Dapat dilakukan dengan menggunakan campimeter atau perimeter.

Campimeter adalah papan hitam yang diletakkan di depan penderita pada

jarak 1 atau 2 meter, dan sebagai benda penguji (tes objek) digunakan bundaran

kecil diameter 1-3 mm. Mata pasien difiksasi di tengah dan benda peguji

digerakkan dari perifer ke tengah dari segala jurusan. Kita catat tempat pasien

mulai melihat benda penguji. Perlu pula dinyatakan warna dari benda penguji,

misalnya putih, biru, hijau, atau merah ; hal ini disebabkan karena masing-masing

campus memiliki warna berbeda.

Perimeter adalah setengah lingkaran yang dapat diubah-ubah letaknya

pada bidang meridiannya. Cara pemakaiannya serta cara melaporkan keadaan

sewaktu pemeriksaan serupa dengan campimeter.

Kita mengenal bermacam-macam kelainan bentuk lapang pandang,

misalnya hemianopsia (heteronim) bitemporal atau binasal yang disebabkan oleh

lesi di chiasma optic ; hemianopsia homonim (kanan atau kiri) yang disebabkan

oleh lesi di tractus optic dan anopsia kuadran yang disebabkan oleh lesi di radiasi

optic atau korteks optic.

3. Pemeriksaan Oftalmoskopi

Biasanya yang diperhatikan adalah perubahan papil. Papil adalah tempat

serabut N. II masuk ke mata. Yang perlu diketahui adalah apakah papil normal,

mengalami atrofi (primer atau sekunder) atau sembab papil. Disamping itu perlu

pula diperhatikan bangunan lainnya yaitu makula dan retina.

Papil yang normal : bentuknya lonjong, warna jingga muda, di bagian

temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya (retina tegas), hanya di bagian

Page 8: Css - Pemeriksaan Neurologis

nasal agak kabur ; selain ietu didapatkan lekukan fisiologis (fisiologis cup).

Pembuluh darah muncul di tengah, bercabang ke atas dan ke bawah ; jalannya

arteri agak lurus sedangkan vena berkelok-kelok ; perbandingan vena : arteri ialah

3:2 sampai 5:4. pemeriksaan oftalmoskopi sebaiknya dilakukan di kamar yang

gelap. Untuk memeriksa mata kanan pasien sebaiknya digunakan mata kanan

anda dan oftalmoskop dipegang dengan tangan kanan, begitu juga sebaliknya.

Pasien disuruh melihat jauh ke depan atau memfiksasi matanya pada benda yang

terletak jauh di depan. Pasien jangan menggerakkan bola mata tetapi dia boleh

mengedip. Kemudian fokuskan mata anda pada retina dengan menggunakan lensa

oftalmoskop yang sesuai bila pasien menderita kelainan refraksi. Bila menemukan

pembuluh darah ikuti sampai ketemu papil.

N. III (N. Oculomotorius)

Gangguan total pada N. III ditandai oleh :

1. m.levator palpebra lumpuh, mengakibatkan ptosis.

2. Paralisis otot m.rectus superior, m.rectus internus, m.rectus inferior, dan

m.obliqus inferior.

3. Kelumpuhan saraf parasimpatis yang mengakibatkan pupil yang lebar (midriasis)

yang tidak bereaksi dengan cahaya dan konvergensi.

Hal ini mengakibatkan sikap bola mata terlirik keluar dan ke bawah.

N. IV (N. Trochlearis)

Nervus IV mengurus m.obliqus superior. Kerja otot ini menyebabkan mata dapat

dilirikkan ke arah bawah dan nasal. Kelumpuhan N. IV menyebabkan terjadinya diplopia

bila mata dilirkkan ke arah ini.

N. VI (N. Abducens)

Nervus VI menginervasi m.rectus externus (lateralis). Kerja otot ini menyebabkan

lirik mata ke arah temporal. Jadi kelumpuhan N. VI menyebabkan terganggunya melirik

mata ke arah luar pada mata yang terlibat, yang menyebabkan diplopia horizontal.

Page 9: Css - Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan N. III, IV, dan VI.

Ptosis

Akibat kelumpuhan N. III, yaitu kelopak mata terjatuh, mata tertutup dan tidak

dapat dibuka. Hal ini disebabkan kelumpuhan m.levator palpebra.

Strabismus

Perhatikan bagaimana posisi bola mata dalam keadaan istirahat. Bila satu otot

mata lumpuh, hal ini mengakibatkan kontraksi atau tarikan yang berlebihan dari otot

antaginisnya dan mengakibatkan strabismus (juling, jereng). Pada kelumpuhan m.rectus

externus didapatkan strabismus konvergen. Pada kelumpuhan m.rectus internus

didapatkan strabismus divergen.

Exophtalmus

Perhatikan kedudukan bola mata. Apakah mata menonjol (exophtalmus) atau

seolah-olah masuk ke dalam (endophtalmus). Pada exophtalmus celah mata tampak lebih

besar sedangkan pada endophtalmus celah mata lebih kecil. Pada sindrom Horner (yang

disebabkan kerusakan serabut saraf simpatis leher) didapatkan endophtalmus.

Exophtalmus bilateral dapat dijumpai pada tirotoksikosis. Exophtalmus yang unilateral

biasanya disebabkan proses setempat.

Nistagmus

Ialah gerakan bola mata bolak-balik dan ritmis. Mempunyai komponen cepat atau

lambat. Jurusan nistagmus sesuai komponen cepat. Untuk maksud ini penderita disuruh

melirik terus ke satu arah selama jangka waktu 5 atau 6 detik. Akan tetapi mata jangan

terlalu jauh dilirikkan. Jika menjumpai nistagmus harus diperiksa :

1. Jenis gerakan

2. Bidang gerakan

3. Frekuensi

4. Amplitudo

5. Arah gerakan

6. Derajatnya

7. Lamanya

Page 10: Css - Pemeriksaan Neurologis

Gerakan Mata

Pemeriksa menggerakkan jari ke semua arah, jarak jangan terlalu dekat. Kedua

bola mata pasien mengikuti gerakan jari. Perhatikan apakah pergerakan bola mata

terbatas, yang satu tertinggal dari yang lain.

Ophtalmodynamometri

Pupil

Perlu diperhatikan ialah bentuk yang bundar, tepi rata, diameter 2-4 mm, isokor.

Rangsang cahaya langsung : dipakai penlight yang terang, mata disinari langsung maka

pupil kontraksi cepat.

Refleks cahaya tak langsung

Mata yang satu disinari, pupil mata yang lain konstriksi.

Reaksi konvergensi

Pasien melihat jauh, jari pemeriksa diletakkan kira-kira 30 cm di depan mata

pasien lalu pasien disuruh melihat jari pemeriksa, maka tampak kedua mata konvergensi,

akomodasi dan kedua pupil konstriksi.

Reaksi Wemdeha :

N. V (N. Trigeminus)

Bersifat motorik dan sensorik. Bagian yang motorik menuju ke m.masseter,

m.temporalis, m.pterygoideus, sedangkan yang sensorik mempersarafi kulit wajah.

Pemeriksaan Motorik

a. Pasien disuruh menggigit lalu pemeriksa meraba m.masseter dan m.temporalis,

bandingkan kanan dan kiri.

b. Pasien membuka mulut perlahan-lahan, bila m.pterygoideus lumpuh, rahang

bawah berdeviasi ke sisi yang sehat dan mudah didorong ke sisi lumpuh.

Pemeriksaan Sensorik

1. N. Ophtalmicus

a. Refleks Kornea, limbus kornea disentuh dengan kapas maka mata akan berkedip

b. Foramen supraorbita ditekan, keadaan normal tak nyeri.

c. Dahi , diperiksa rasa raba, nyeri dan suhu, bandingkan kanan dan kiri

Page 11: Css - Pemeriksaan Neurologis

2. N. Maxilaris

a. Refleks bersin, cavum nasi bawah disentuh dengan kapas, pasien bersin.

b. Foramen Infraorbita ditekan, keadaan normal tidak nyeri.

c. Pipi, diperiksa rasa raba, nyeri dan suhu, bandingkan kanan dan kiri.

3. N. Mandibularis

a. Jaw jerk reflex, letakkan jari horizoontal pada dagu, mulut pasien terbuka sedikit

dan rileks, ketuk jari dengan palu reflex maka terjadi gerakan elevasi rahang.

b. Foramen mental ditekan, keadaan normal tidak nyeri.

c. Pipi dan rahang bawah, diperiksa rasa raba, nyeri dan suhu, bandingkan kanan

dan kiri.

Coroca Reflex????????

N. VII (N. Fascialis)

Fungsi Motorik

Dalam memeriksa fungsi motorik, perhatikanmuka penderita, apakah simetris

atau tidak. Perhatikan kerutan pada dahi, pemejaan mata, plika nasolabialis dan sudutn

mulut. Bila asimetri (dari) muka jelas, maka hal ini disebabkan oleh kelumpuhan jenis

perifer. Dalam hal inmi kerutan dahi menghilang, maa kurang dipejamkan, plika

nasolabialis mendatar dan sudut mulut menjadi lebih rendah. Pada kelumpuhan jenis

sentral (supranuklir), muka dapat simetris waktu istirahat, kelumpuhan baru nyata bila

penderita disuruh melakukan gerakan, misalnya menyeringai.

Suruh penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi.

Perhatikan apakah ini dapat dilakukan, dan apakah ada asimetri. Pada

kelumpuhan jenis supranulkir sesisi, penderita dapat mengankat alis dan mengerutkan

dahinya, sebab otot ini mendapat persarafan bilateral. Pada kelumphan jenis perifer

terlihat adanya asimetri.

Suruh penderita memejamkan mata.

Bila lumpuknya berat, maka penderita tidak dapat memejamkan mata; bila

lumpuhnya ringan, maka tenaga pmejaman kurang kuat. Hal ini ndapat dinilai dengan

jalan mengangkat kelopak mata dengan tangan pemeriksa, sedangkan pasien disuruh

tetap memejamkan mata. Suruh pula pasien memejamkan matanya satu persatu. Hal ini

Page 12: Css - Pemeriksaan Neurologis

merupakan pemeriksaan yang baik bagi parese ringan. Bila terdapat parese, pnderita tidak

dapat memejamkan matanya pada sisi yang lumpuh. Perlu diingat bahwa ada juga orang

normal yang tiak dapat memejamkan matnya satu persatu.

Suruh penderita menyerinai (menunjukka gigi geligi), mencucurkan bibir,

menggmbungkan pipi).

Perhatikan apakah hal ini dapat dilakukan dan apakah ada simetri. perhatikan

sudut mulutnya. suruh penderita bersiul. penderita yang tadinya dapat bersiul menjadi

tidak mampu lagi setelah adanya kelumpuhan. pada penderita yang tidak kooperatif atau

yang menurun kesadarannya, dan tidak dapat disuruh menyeringai, dapat dibuat

menyeringai bila kepadanua diberi rangsng nyeri, yaitu dengan menekan pada sudut

rahangnya (m.masseter).

Fungsi Pengecapan

Kerusakan nervus VII, sebelum percabangan khorda timpani, dapay menyebabkan

ageusi (hilangnya pengecapan) pada 2/3 lidah bagian depan. untuk memeriksanya

penderita disuruh mnjulurkan lidah, kemudian kita taruh pada lidahnya bubk gla, kina,

asam sitrat atau garam (hal ini dilakukan secarabergiliran dan diselingai istirahat). bila

bubuk diraruh, penderita tifak boleh menarik lidahnya kedalam mulut, sebab bila lidah

ditarik ke dalam mulut, bubuk akan tersebar melalui ludah ke bagian lainnya, yaitu ke sisi

lidah lainnya atau kebagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain.

penderita disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dirasakannya dengan isyarat,

misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, 4 untuk rasa asam.

Kerusakan pada atau di atas nerus petrosus major dapat menyebabkan kurangnya

produksi air mata, dal lesi khorda timpani dapat menyebabkan kurangnya produksi ludah.

N. VIII (N. Acusticus)

Saraf ini terdiri atas dua bagian yaitu saraf kokhlearis dan saraf vertibularis. saraf

kokhlearis megurus pendengaran, dan saraf vertibularis mngurus keseimbangan.

Page 13: Css - Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan Saraf Kokhlearis

Ketajaman pendengaran. Secara kasar ketajaman pendengaran ditentukan dengan

jalan menyuruh penderita mendengar suara bisikan pada jarak tertentu dan

membandingkannya dengan orang yang normal. Perhatikan pula apakah ada perbedaan

antara telinga kanan dan teling kiri.

Tes Schwabach

Pada tes ini pendengaran penderita dibandingkan dengan teling pemeriksa yang

dianggap normal. Garpu tala dibunyikan kemudian ditempatkan di dekat telinga

penderita. Setelah penderita tidak mendengar bunyi lagi,garpu tala diletakkan di dekat

telinga pemeriksa. Bila masih terdengar, maka dikatakan bahwa Schawabach lebih

pendek utuk konduksi udara. Kemudian garputala dibunyikan lagi dan pangkalnya

ditekankan pada tulang mastoid penderita dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan

cara yang sama pada tes schwabach untuk konduksi udara.

Tes Rinne

Pada pemeriksaan ini dibandingkan konduksi tulang dengan konduksi udara. Pada

telinga normal, konduksi udara lebih baik daripada konduksi tulang (Rinne positif). Pada

tuli konduktif, konduksi tulang lebih baik baik daripada konduksi udara (Rinne negatif).

Sedangkan pada tuli perspektif, konduksi udara lebih baik daripada konduksi tulang

namun berkurang bila dibandingkan dengan normal.

Tes Webber

Garputala yang dibunyikan ditekankan pangkalnya pada dahi penderita tepat

dipertengahan. Penderita disuruh mendengarkan bunyinya dan menentukan pada telinga

mana bunyi terdengar lebih keras. Pada orang normal, bunyi sama kerasnya pada kedua

telinga. Pada tuli saraf, bunyi lebih keras pada telinga yang sehat dan pada tuli konduktif,

bunyi lebih keras terdengar pada telinga yang tuli. Kita katakan tes weber berlateralisasi

ke kanan bila bunyi terdengar lebih keras di telinga kanan dan sebaliknya.

Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa tuli perseptif, pendengaran berkurang,

Rinne positif dan Weber berlateralisasi ke telinga yang sehat. Pada tuli konduktiif,

pendengaran berkurang, Rinne nenegatif dan Webber berlateralisasi ke telinga yang tuli.

Page 14: Css - Pemeriksaan Neurologis

Saraf Vestibularis

Saraf vestibularis berperan dalam mempertahankan keseimbangan pada tiap

macam sikap, koordinasi gerakan badan dan anggota gerak. Sistem vestibular juga

berperan dalam refleks okuler, fiksasi dan gerakan terkonjugasi dari kepala dan mata

yang memungkinkan seseorang memfiksasi pandangannya pada benda yang diam bila

kepala dan badannya bergerak. Gangguan saraf vestibularis dapat menyebabkan vertigo,

kehilangan keseimbangan, nistagmus, dan salah tunjuk.

Pemeriksaan Saraf Vestibularis

Manuver Nylen-Barany atau Manuver Hallpike

Nistagmus dan vertigo dibangkitkan dengan menyuruh penderita duduk di tempat

tidur, kemudian direbahkan sampai kepalanya tergantung di pinggir dengan sudut sekitar

30 derajat di bawah garis horizontal. Selanjutnya kepala ditolehkan ke kiri. Tes kemudian

diulangi dengan kepala melihat lurus dan diulangi lagi dengan kepala melihat ke kana.

Selama pemeriksaan, mata penderita tetap terbuka agar pemeriksa dapat melihat

sekiranya muncul nistagmus. Tanyakan kepada penderita apakah telah muncul perasaan

berputar (vertigo) seperti yang pernah dialaminya. Pada lesi perifer, biasanya vertigo

yang dirasakan lebih berat bila dibandingkan dengan lesi sentral.

Page 15: Css - Pemeriksaan Neurologis

7.) KOORDINASI

Intensio tremor

Tremor yang timbul bila melakukan gerakan volunter (degan kemauan) dan

menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya. Tremor intensi dapat pula diperiksa

dengan jalan menyuruh pasien mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada benda

tersebut makin jelas tremor pada tangannya.

Test telunjuk hidung

Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan lengannya kesamping, kemudian ia

disuruh menyentuh hidubgnya dengan telunjuk. Pada lesi sereberal telunjuk tidak sampai

di hidung tetapi melewatinya dan sampai di pipi. Bila jari mendekati hidung terlihat

tremor (tremor intensi) atau pasien disuruh menunjuk telunjuk pemeriksa, kemudian

menunjuk hidungnya, berulang-ulang.

Tes tumit – lutut

Penderita berbaring dengan kedua tungkai diluruskan, kemudian ia dusuruh

menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain. Tumit ini tidak tepat mengenai lutut.

Terlihat pasien mengadakan fleksi lutut yang berlebihan sehingga tumit melampaui lutut

dan sampai di paha.

Ataksi (gangguan koordinasi gerakan)

Gangguan gerakan adalah berkurangnya kerjasama antar otot. Pada orang normal

bila ia mengedik kebelakang, pada waktu yang bersamaan ia akan memfleksikan lutut

atau tungkai untuk menjaga keseimbangan. Akan tetapi pada penderita gangguan

sereberal, saat mengedikkian badannya ke belakang, ia selalu menegangkan tungkainya,

sehingga ia berada dalam bahaya akan jatuh.

Dysathri

Untuk dapat mengucapkan kata sebaik-baiknya sehingga bahasa yang didengar

dapat ditangkap dengan jelas dan tiap suku kata dapat terdengar secara terperinci, maka

mulut, lidah, bibir, palatum mole, pita suara serta otot-otot pernapasan harus melakukan

gerakan tangkas secara sempurna. Bila salah satu gerakan tersebut terganggu, timbullah

cara berbahasa (verbal) yang kurang jelas. Penderita dengan disartria bila disuruh untuk

mengucapkan suatu kalimat maka akan terdengar kalimat yang tidak jelas.Disartria

Page 16: Css - Pemeriksaan Neurologis

disebut juga gangguan artikulasi atau gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan

tegas, namun tidak ada gangguan pada penggunaan tata bahasa.

8.) SARAF VEGETATIF

Miksi

Kandung kemih dan uretra menerima persarafan simpatis dan parasimpatis.

Parasimpatis mengaktifkan otot detrusor sedangkan simpatis menghambatnya. Penuhnya

kandung kencing terasa karena lintasan asenden menyalurkan impuls yang dicetuskan

oleh ujung-ujung serabut aferent akibat teregangnya otot detrusor. Tibanya impuls

tersebut di korteks serebri akan menimbulkan kesadaran akan penuhnya kandung kemih.

Terputusnya lintasan impuls tersebut akan menghilangkan refleks berkemih yang

sewajarnya akan timbal bila kandung kemih penuh (sensory paralytic bladder). Lama

kelamaan akan timbul inkontinensia urin.

Pada penderita dengan lesi di medulla spinalis diatas konus medullaris, kandung

kemih dapat dikosongkan dengan jalan perangsangan terhadap daerah di sekitar os pubis

dan lipatan inguinal (kandung kemih automatik). Bila lesi terletak di konus medullaris,

maka pengosongan kandung kemih harus dilakukan dengan penekanan suprapubik

(kandung kemih atonik).

Defekasi

Defekasi seperti halnya miksi merupakan fungsi otonom. Pada defekasi, kegiatan

susunan parasimpatik membangkitkan kontraksi otot polos sigmoid dan rektum serta

relaksasi otot sfingter internus. Refleks anal dibangkitkan dengan cara berikut : jari

telunjuk demasukkan ke dalam anus penderita, bila terasa ada jeratan pada jari telunjuk,

maka refleks sfingter internus adalah positif. Bila refleks hilang, maka jari tidak

mendapat tahanan, dan dengan mudah dimasukkan ke dalam anus. Defekasi adalah

kegiatan voluntar untuk mengosongkan rektum dan sigmoid yang dapat dibagi dalam dua

tahap, yaitu didorongnya tinja sampai ke rektum yang berlangsung secara involuntar. Bila

rektum penuh, maka akan timbul kesadaran untuk defekasi. Pada tahap kedua, semua

kigiatan berlangsung voluntar, sfingter dilonggarkan dan otot perut berkontraksi untuk

meningkatkan tekanan intra abdominal.

Page 17: Css - Pemeriksaan Neurologis

9) REFLEX-REFLEX

Refleks adalah jawaban terhadap suatu perangsangan.

Occolocephatic

Lengan

Bisep