pembrian obat ok

36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas tenaga medis adalah mengobati pasien. Dokter gigi sebagai tenaga medis juga perlu mengetahui tentang hal-hal yang berkaitan tentang obat, disamping tentunya cara menentukan diagnosis yang tepat. Pemilihan obat yang tepat tidak hanya jenis obat yang diberikan tetapi juga cara pemberian yang tepat agar tujuan pengobatan terlaksana dengan optimal. Pengetahuan tentang obat berkaitan erat dengan ilmu Farmakologi. Farmakologi berasal dari kata pharmacon(obat) dan logos(ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologis. Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan baik untuk menghilangkan gejala dari suatu penyakit, obat juga dapat mencegah penyakit bahkan obat juga dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi di 1

Upload: rahmawati-raa-nauval

Post on 13-Apr-2016

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bm

TRANSCRIPT

Page 1: Pembrian Obat Ok

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Salah satu tugas tenaga medis adalah mengobati pasien. Dokter gigi sebagai

tenaga medis juga perlu mengetahui tentang hal-hal yang berkaitan tentang obat,

disamping tentunya cara menentukan diagnosis yang tepat. Pemilihan obat yang

tepat tidak hanya jenis obat yang diberikan tetapi juga cara pemberian yang tepat

agar tujuan pengobatan terlaksana dengan optimal. Pengetahuan tentang obat

berkaitan erat dengan ilmu Farmakologi. Farmakologi berasal dari kata

“pharmacon” (obat) dan “logos” (ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan

sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologis.

Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting

karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan baik untuk

menghilangkan gejala dari suatu penyakit, obat juga dapat mencegah penyakit

bahkan obat juga dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi di lain pihak obat dapat

menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila penggunaannya tidak tepat. Oleh

sebab itu, penyediaan informasi obat yang benar, objektif dan lengkap akan sangat

mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik kepada

masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan keamanan

penggunaan obat.

1

Page 2: Pembrian Obat Ok

B.     Rumusan Masalah

1.  Apa saja tipe-tipe terapi pada pasien?

2. Apa saja cara pemberian obat pada pasien?

3. Apa saja cara pemberian obat yang memiliki efek sistemik?

4. Apa saja cara pemberian obat yang memiliki efek lokal?

5. Apa saja macam-macam sterilisasi yang harus dilakukan?

C.    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang tipe-tipe

terapi pada pasien serta cara-cara pemberian obat serta sterilisasi yang harus

dilakukan.

2

Page 3: Pembrian Obat Ok

BAB II

PEMBAHASAN

Terapi perawatan pasien bergantung pada keparahan, urgensi, dan prognosis

penyakit pasien tersebut. Tipe-tipe terapi perawatan pasien antara lain acute,

maintenance, supportive, palliative, empiric, dan supplemental atau replacement.1

a. Acute therapy adalah terapi untuk pasien dengan penyakit yang kritis

dimana sangat membutuhkan perawatan yang intensif.

b. Maintenance therapy adalah terapi untuk pasien dengan kondisi kronis

yang membutuhkan perawatan sementara mencegah perkembangan penyakit

yang diderita pasien.

c. Supportive therapy bukan digunakan langsung untuk mengobati penyakit

pasien melainkan untuk memonitor keadaan fisik pasien sampai diagnosis

ditemukan.

d. Palliative therapy adalah terapi untuk pasien dengan penyakit yang sudah

tidak dapat disembuhkan secara medis. Terapi ini betujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien.

e. Empiric therapy adalah terapi berdasarkan pengalaman praktikal sembari

menunggu diagnosa. Seperti contoh untuk pasien demam, operator

memberikan terapi empiris antibiotik sembari menunggu hasil pemeriksaan

kultur dan sensitif tes.

f. Supplemental atau replacement therapy adalah terapi untuk pasien yang

kehilangan bagian tubuhnya.

Setelah diagnosa ditegakkan maka terapi selanjutnya adalah terapi dengan

obat-obatan. Absorpsi obat merupakan proses masuknya obat dari tempat

pemberian obat ke dalam darah. Hal ini berhubungan dengan cara dan tempat

pemberian obat, yaitu saluran cerna (mulut hingga rektum), kulit, paru, dan otot.

Cara pemberian obat dibagi berdasarkan efek kegunaan, yaitu efek sistemik dan

lokal.2

3

Page 4: Pembrian Obat Ok

A. Pemberian Obat untuk Efek Sistemik

1. Per Oral

Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena

merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien.

Berbagai bentuk obat dapat diberikan secara oral baik dalam bentuk tablet, sirup,

kapsul atau puyer. Pemberian obat per oral dapat disertai dengan pemberian

setengah gelas air yang bertujuan untuk membantu absorbsi obat.3

Kelemahan dari pemberian obat per oral adalah pada aksinya yang lambat

karena tempat absorpsi utama adalah usus halus. Usus halus memiliki permukaan

absorpsi yang luas, yaitu 200 m2 (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai vili dan

mikrovili), sehingga cara ini tidak dapat dipakai pada keadaan gawat.2 Obat yang

diberikan per oral biasanya membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit sebelum

diabsorpsi dan efek puncaknya dicapai setelah 1 sampai 1,5 jam.3

Rasa dan bau obat yang tidak enak sering menganggu pasien. Cara per oral

tidak dapat dipakai pada pasien yang mengalami mual-mual, muntah, semi koma,

pasien yang akan menjalani pengisapan cairan lambung, serta pada pasien yang

mempunyai gangguan menelan.3

Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan iritasi lambung dan menyebabkan

muntah (misal garam besi dan salisilat), untuk mencegah hal ini umumnya obat

dipersiapkan dalam bentuk kasul yang diharapkan tetap utuh dalam suasana asam

di lambung dan selanjutnya hancur pada suasana netral atau basa di usus.

Pemberian obat jenis ini, bungkus kapsul tidak boleh dibuka, obat tidak boleh

dikunyah dan pasien diberi tahu untuk tidak minum antasid atau susu sekurang-

kurangnya satu jam setelah minum obat.3

Apabila obat dikemas dalam bentuk sirup, maka pemberian harus dilakukan

dengan cara yang paling nyaman khususnya untuk obat yang pahit atau rasanya

tidak enak. Pasien dapat diberi minuman dingin (es) sebelum minum sirup

tersebut, sesudah minum sirup dapat diberi minum, pencuci mulut, atau kembang

gula.3

4

Page 5: Pembrian Obat Ok

2. Sublingual

Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingual, yaitu dengan cara

meletakkan obat di bawah lidah. Pemberian obat secara sublingual hanya untuk

obat yang sangat larut dalam lemak, karena luas permukaan absorpsi kecil,

sehingga obat harus melarut dan diadsorpsi dengan sangat cepat ke dalam

pembuluh darah.2 Cara ini juga mudah dilakukan dan pasien tidak mengalami

kesakitan. Pasien diberitahu untuk tidak menelan obat karena bila ditelan, obat

menjadi tidak aktif oleh adanya proses kimiawi dengan cairan lambung. Pasien

diinstruksikan untuk membiarkan obat tetap di bawah lidah sampai obat menjadi

hancur dan terserap.3

Obat yang sering diberikan dengan cara ini adalah nitrogliserin yaitu obat

vasodilator yang mempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah. Obat ini banyak

diberikan pada pasien yang mengalami nyeri dada akibat angina pektoris. Pasien

dapat merasakan efek obat dalam waktu tiga menit dengan pemberian secara

sublingual.3

Gambar: pemberian obat secara sublingual

3. Bukal

Pemberian obat secara bukal, obat diletakkan antara gigi dengan selaput

lendir pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian secara sublingual, pasien

dianjurkan untuk memberikan obat pada selaput lendir pipi bagian dalam sampai

obat hancur dan diabsorbsi langsung ke pembuluh darah. Kerja sama pasien

sangat penting karena biasanya pasien akan menelan yang akan menyebabkan

obat menjadi tidak efektif.3,4

5

Page 6: Pembrian Obat Ok

Cara pemberian ini jarang dilakukan dan pada saat ini hanya jenis preparat

hormon dan enzim yang menggunakan metode ini, misalnya hormon polipeptida

oksitosin pada kasus obstetrik. Hormon oksitosin mempunyai efek meningkatkan

tonus serta motilitas otot uterus dan digunakan untuk memacu kelahiran pada

kasus-kasus tertentu.3

4. Parenteral

Istilah parenteral mempunyai arti setiap jalur pemberian obat selain melalui

enteral atau saluran pencernaan. Lazimnya, istilah parenteral dikaitkan dengan

pemberian obat secara injeksi baik intradermal, subkutan, intramuskular, atau

intravena. Pemberian obat secara parenteral mempunyai aksi kerja lebih cepat

dibanding dengan secara oral. Namun, pemberian secara parenteral mempunyai

berbagai risiko yaitu merusak kulit, menyebabkan nyeri, salah tusuk, dan lebih

mahal. Demi keamanan pasien, tenaga medis harus mempunyai pengetahuan yang

memadai tentang cara pemberian obat secara parenteral termasuk cara

menyiapkan, memberikan obat, dan menggunakan teknik steril.3,4,5

Perawat harus mengetahui dan dapat menyiapkan peralatan yang benar

dalam memberikan obat secara parenteral, yaitu: alat suntik (spuit/syringe), jarum,

vial, dan ampul. Menurut bentuknya spuit mempunyai tiga bagian yaitu bagian

ujung yang berkaitan dengan jarum, bagian tabung, dan bagian pendorong obat.

Dilihat dari bahan pembuatnya spuit dapat berupa spuit kaca (jarang digunakan)

dan spui plastik (spuit disposible). Ditinjau dari penggunaanya, spuit dapat

dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu spuit standar hipodermik, spuit insulin, dan

spuit tuberkulin.3

Jarum merupakan alat pelengkap spuit. Jarum injeksi terbuat dari bahan

stainless yang mempunyai ukuran panjang dan besar yang bervariasi. Jarum

mempunyai ukuran panjang berkisar antara 1,27 sampai dengan 12,7 cm. Besar

jarum dinyatakan dengan satuan gauge antara nomor 14 sampai dengan 28 gauge.

Semakin besar ukuran gauge-nya semaki kecil diameternya. Diameter yang besar

dapat menimbulkan rasa sakit saat ditusukkan. Penggunaan ukuran jarum ini

disesuaikan dengan keadaan pasien yang meliputi umur, gemuk/kurus, jalur yang

akan dipakai, dan obat yang akan dimasukkan.3,4,5

6

Page 7: Pembrian Obat Ok

Cairan obat untuk diberikan secara parenteral biasanya dikemas dalam

ampul atau vial. Ampul biasanya terbuat dari bahan gelas. Sebagian besar bagian

leher ampul mempunyai tanda bewarna melingkar yang dapat dipatahkan. Bila

bagian leher tidak mempunyai tanda berarti bagian pangkal leher harus digergaji

dengan geraji ampul sebelum dipatahkan. Vial mempunyai ukuran yang

bervariasi. Bagian penutupnya biasanya terbuat dari plastik yang dilindungi

dengan logam.3,4,5

Vial dibuka dengan cara membuka logam tipis penyegel bagian atas vial

sehingga bagian karet akan kelihatan. Cairan obat diambil dengan cara

menusukkan jarum spuit pada karet penutup vial.3,4,5

Cara Kerja Menyiapkan Obat dari Ampul dan Vial :

1. Siapkan peralatan meliputi :

a. Vial atau ampul yang berisi cairan obat steril

b. Kapas alkohol

c. Jarum dan spuit sesuai ukuran yang dibutuhkan

d. Air steril atau normal salin bila diperlukan

e. Kassa pengusap

f. Turniket untuk injeksi intravena

g. Kartu obat atau catatan rencana pengobatan

2. Periksa dan yakinkan bahwa order pengobatan dan cara pemberiannya telah

akurat.

3. Siapkan ampul atau vial yang berisi obat sesuai yang diperlukan dan

kemudian buka dengan cara sebagai berikut :

a. Untuk ampul: pegang ampul dan bila cairan obat banyak terletak di bagian

kepala, jentiklah kepala ampul atau putar ampul beberapa kali sehingga

obat akan turun ke bawah. Bila perlu bersihkan bagian leher ampul. Ambil

kassa steril letakkan diantara ampul dan ibu jari dengan jari-jari anda

kemudia patahkan leher ampul ke arah berlawanan dengan anda.

b. Untuk vial : Bila perlu campur larutan dengan memutar-mutar vial dalam

genggaman anda (buka dengan mengocok). Buka logam penyegel

kemudian disinfeksi karet vial dengan kapas alkohol 70%.

7

Page 8: Pembrian Obat Ok

4. Ambil cairan obat dengan cara sebagai berikut :

a. Untuk obat dalam ampul; sebaiknya gunakan jarum berfilter. Buka

penutup jarum kemudian secara hati-hati masukkan jarum yang terpasang

pada spuit ke dalam ampul dan hisap cairan sesuai yang dibutuhkan. Bila

spuit akan digunakan untuk injeksi, ganti jarum filter dengan jarum biasa.

b. Untuk obat dalam vial; pasang jarum berfilter pada spuit, buka penutup

jarum dan tarik pengokang spuit agar udara masuk ke tabung spuit. Secara

hati-hati tusukkan jarum di tengah karet penutup vial lalu masukkan udara.

Pertahankan jarum tidak menyentuh cairan obat hingga udara tidak

membuang gelembung. Pegang vial sejajar dengan mata lalu tarik obat

secukupnya secara hati-hati. Tarik spuit dari vial kemudian tutup jarum

dengan kap penutup lalu ganti jarum pada spuit dengan jarum biasa.

c. Bila obat berbentuk bubuk (powder), bacalah cara penggunaannya. Obat

injeksi bentuk bubuk harus dibuat dalam larutan dulu sebelum diambil.

Untuk membuat larutan obat bubuk maka sebelum dibuat larutan, hisap

udara dalam vial yang berisi obat tersebut dengan spuit (kecuali untuk obat

yang tidak diperbolehkan). Masukkan air steril atau cairan lain sesuai yang

dibutuhkan ke dalamnya, kemudian putar-putar vital sampai obat menjadi

larutan. Bila obat merupakan multidosis, beri label pada vial tersebut

tentang tanggal dicampur, banyaknya obat dalam vial dan tanda tangan

anda. Bila perlu disimpan, baca cara penyimpanannya sesuai yang

dianjurkan oleh pabrik farmasi.

d. Bila obat perlu dicampur dari beberapa vial misalnya dua vial, maka

perawat harus berupaya mencegah tercampurnya obat pada kedua vial

tersebut. Cara mencampur obat dari dua vial adalah masukkan udara

secukupnya pada vial A dan jaga jarum tidak menyentuh cairan. Lalu

cabut jarum kemudian hisap udara secukupnya lalu masukkan pada vial B.

Hisap cairan obat dari B sesuai yang diperlukan kemudian cabut spuit

tersebut. Ganti jarum kemudian tusukkan pada vial A dan hisap cairan obat

dari vial A sesuai yang diperlukan berikutnya cabut spuit dari vial A.

8

Page 9: Pembrian Obat Ok

a. Injeksi Intradermal

Injeksi intradermal atau intrakutan merupakan injeksi yang ditusukkan pada

lapisan dermis atau di bawah epidermis/permukaan kulit. Injeksi ini dilakukan

secara terbatas, karena hanya sejumlah kecil obat yang dapat dimasukkan. Cara ini

lazim digunakan untuk test tuberkulin dan test untuk mengetahui reaksi alergi

terhadap obat tertentu serta vaksinasi. Kadang-kadang cara ini digunakan pada

anastesi lokal kemudian dilanjutkan untuk injeksi pada area yang lebih dalam.

Area yang lazim digunakan untuk injeksi intradermal adalah lengan bawah bagian

dalam, dada bagian atas dan punggung pada area skapula.3,4,5

Cara kerja :

1. Siapkan peralatan antara lain :

a) Spuit ukuran 1ml dengan kalibrasi ratusan mililiter

b) Jarum dengan ukuran sesuai kebutuhan, biasanya nomor 25, 26 atau 27

gauge, panjang ¼ sampai dengan 5/8

c) Kapas alkohol

d) Buku pengobatan dan instruksi pengobatan.

2. Beritahu pasien

3. Siapkan area yang akan diinjeksi misalnya lengan kanan atau lakukan

desinfeksi dengan kapas alkohol

4. Pegang erat lengan pasien dengan tangan kiri dan tangan satunya memegang

spuit ke arah pasien

5. Tusukkan spuit dengan sudut 15º pada epidermis kemudian teruskan sampai

dermis lalu dorong cairan obat. Obat ini akan menimbulkan tonjolan di bawah

permukaan kulit

6. Cabut spuit, usap pelan-pelan area penyuntikan dengan kapas antiseptik tanpa

memberikan masage (masage dapat menyebabkan obat masuk ke jaringan

atau keluar melalui lubang injeksi).

b. Injeksi Subkutan/sc

Injeksi subkutan diberikan dengan menusuk area di bawah kulit yaitu pada

jaringan konektif atau lemak di bawah dermis. Setiap jaringan subkutan dapat

dipakai untuk area injeksi ini. Area yang lazim adalah pada lengan atas bagian

9

Page 10: Pembrian Obat Ok

luar, paha bagian depan, perut, area skapula, ventrogluteal, dan dorsogluteal.

Injeksi tidak diberikan pada area yang nyeri saja, merah, pruritis atau edema. Pada

pemakaian injeksi subkutan jangka lama, maka injeksi perlu direncanakan untuk

diberikan secara rotasi pada area yang berbeda.3,4,5

Jenis obat yang lazim diberikan secara subkutan adalah vaksin, obat-obatan

preoperasi, narkotik, insulin, dan heparin.

Cara kerja :

1. Siapkan peralatan yang berupa :

a. Buku catatan rencana/order pengobatan.

b. Vial atau ampul berisi obat yang diberikan.

c. Spuit dan jarum steril (spuit 2 ml, jarum ukuran 25 gauge, 5/8 – ½ inci).

d. Kapas antiseptik steril.

e. Kassa steril untuk membuka ampul (bila diperlukan)

2. Masukan obat dari vial atau ampul ke dalam tabung spuit dengan cara yang

benar.

3. Beritahu pasien dan atur dalam posisi yang nyaman (jangan keliru

pasien;bantu pasien pada posisi yang mana lengan, kaki, atau perut yang akan

digunakan injeksi dapat rileks).

4. Pilih area tubuh yang tepat, kemudian usap dengan kapas antiseptik dari

tengah keluar secara melingkar sekitar 5 cm menggunakan tangan yang tidak

untuk menginjeksi.

5. Sipakan spuit, lepas kap penutup secara tegak lurus sambil menunggu

antiseptik kering dan keluarkan udara dari spuit.

6. Pegang spuit dengan salah satu tangan antara jempol dan jari-jari pada area

injeksi dengan telapak tangan menghadap ke arah samping atau atas untuk

kemiringan 45º atau dengan telapak tangan menghadap ke bawah untuk

kemiringan 45º. Gunakan tangan yang tidak memegang spuit untuk

mengangkat atau merentangkan kulit, lalu secara hati-hati dan mantap tangan

yang lain menusukan jarum. Lakukan aspirasi, bila muncul darah maka

segera cabut spuit untuk dibuang dan diganti spuit dan obat baru. Bila tidak

muncul darah, maka pelan-pelan dorong obat ke dalam jaringan.

10

Page 11: Pembrian Obat Ok

7. Cabut spuit lalu usap dan pijat pada area injeksi. Bila tempat penusukkan

mengeluarkan darah, maka tekan area tusukkan dengan kassa steril kering

sampai perdarahan berhenti.

8. Buang spuit pada tempat pembuangan secara benar.

9. Catat tindakan yang telah dilakukan.

10. Kaji keefektifitasan obat.

Gambar: injeksi subkutan

c.Injeksi Intramuskular/im

Injeksi intramuskular dilakukan dengan beberapa tujuan yaitu untuk

memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar dibanding obat yang diberikan

melalui subkutan. Absorbsi juga lebih cepat dibanding dengan pemberian obat

pemberian secara subkutan karena lebih banyak suplai darah di otot tubuh.

Pemberian dengan cara ini dapat pula mencegah/mengurangi iritasi obat, namun

cara ini dapat menyebabkan luka pada kulit dan rasa nyeri serta takut pada

pasien.3

Beberapa lokasi pada tubuh dapat digunakan untuk injeksi intramuskular.

Namun, yang lazim digunakan adalah deltoid, dorsogluteal, ventrogluteal, vastus

lateralis, dan rektus femoris.Area-area tersebut digunakan karena berbagai alasan

antara lain karena massa otot yang besar, vaskularisasi baik, dan jauh dari syaraf.

Dalam pelaksanaan yang harus dipertimbangkan adalah usia pasien, ukuran, dan

kondisi dari otot yang akan diinjeksi. Hal ini bertujuan untuk menghindari obat

salah masuk pada jaringan subkutan, maka pada saat menginjeksi jarum diatur

pada posisi tegak lurus 90º.3

Area Deltoid. Area ini dapat ditemukan pada lengan atas bagian luar. Area

ini jarang digunakan untuk injeksi intramuskular karena mempunyai risiko besar

11

Page 12: Pembrian Obat Ok

terhadap bahaya tertusuknya pembuluh darah, mengenai tulang atau serabut saraf.

Cara sederhana menentukan lokasi injeksi pada deltoid adalah dengan cara

meletakkan dua jari secara vertikal di bawah akromion, dengan jari yang atas di

atas akromion. Lokasi injeksi adalah tiga jari di bawah akromion.3

Area Dorsogluteal. Dalam melakukan injeksi dorsogluteal harus teliti dan

hati-hati sehingga injeksi tidak mengenai syaraf skiatik dan pembuluh darah.

Lokasi ini dapat digunakan pada orang dewasa dan anak-anak di atas usia 3 tahun,

lokasi ini tidak boleh digunakan pada anak-anak di bawah 3 tahun karena pada

kelompok usia ini otot dorsogluteal belum berkembang.3

Salah satu cara menentukan lokasi dorsogluteal adalah dengan cara

membagi area gluteal menjadi kuadran-kuadran. Area gluteal tidak hanya terbatas

pada bokong saja, tetapi memanjang ke arah krista iliaka. Area injeksi dipilih pada

area kuadran luar atas.3

Area injeksi dorsogluteal dapat pula ditentukan dengan cara menarik garis

bayangan dari spina iliaka posterior superior menuju trokanter besar. Injeksi

dilakukan pada area lateral dan superior terhadap garis bayangan. Untuk

menempatkan area ini dengan jelas, pakaian yang menutupi bokong harus dibuka

secara penuh dan pasien diatur berbaring menghadap ke bawah dalam posisi

pronasi dengan kedua tangan diatas kedua sisi tempat tidur dan kedua kaki diputar

ke ke dalam. Posisi ini akan membantu relaksasi otot gluteus dan relaksasi pasien

yang diinjeksi. Selain posisi pronasi, pasien dapat pula diatur dalam posisi miring

ke samping dengan kaki yang di atas ditekuk pada pangkal paha dan lutut serta

diletakkan di depan kaki bawah yang diatur lurus.3

Area ventrogluteal. Area ini juga disebut area area Von Hochstetter. Area

ini paling banyak dipilih untuk injeksi intramuskular karena pada area ini tidak

terdapat pembuluh drah dan saraf besar. Area ini juga jauh dari anus sehingga

tidak atau kurang terkontaminasi. Dalam melakukan injeksi pada area ini, pasien

dapat diatur dalam posisi berbaring telentang, tengkurap (pronasi), duduk atau

berbaring ke samping. Untuk mendapatkan area ini, misalnya bila pasien diatur

miring ke samping kanan, operator meletakkan telapak tangan pada trokanter

mayor dengan jari-jari menghadap ke arah kepala (perhatikan jangan sampai

keliru dengan krista iliaka superior). Jari tengah diletakkan pada pada spina iliaka

12

Page 13: Pembrian Obat Ok

anterior superior dan direntangkan menjauh membentuk suatu area berbentuk

huruf V. Jarum injeksi ditusukkan di tengah-tengah area ini.3

Area vastus lateralis. Area ini terletak antara sisi median anterior dan sisi

midlateral paha. Otot vastus lateralis biasanya tebal dan tumbuh secara baik pada

orang dewasa dan anak-anak. Bila melakukan injeksi pada bayi, disarankan

menggunakan area ini karena pada area ini tidak terdapat serabut saraf dan

pembuluh darah besar. Area injeksi disarankan pada sepertiga bagian yang tengah.

Area ini ditentukan dengan cara membagi area antara trokanter mayor sampai

dengan kondila femur lateral menjadi tiga bagian lalu pilih area tengah untuk

lokasi injeksi. Untuk melakukan injeksi ini, pasien dapat diatur miring atau duduk.

Cara kerja injeksi intramuskular :3.4.5

1. Pastikan tentang adanya order pengobatan

2. Siapkan peralatan yang terdiri dari :

a. Kartu pengobatan/rencana order pengobatan

b. Obat steril dalam ampul atau vial

c. Spuit beserta jarum stteril (ukuran tergantung dengan yang diperlukan)

d. Kapas pengusap dalam larutan antiseptik

e. Kaca steril (bila diperlukan untuk membentuk ampul).

3. Siapkan obat dengan mengambil obat dari ampul atau vial sesuai dengan

jumlah yang dikehendaki (baca pada cara kerja menyiapkan obat dari vial

atau ampul).

4. Yakinkan bahwa pasien benar dan beritahu pasien tentang tindakan yang akan

dilakukan, kemudian bantu mengatur posisi yang aman.

5. Buka pakaian, selimut atau kain yang menutupi area yang akan diinjeksi.

6. Tentukan lokasi penyuntikan, pilihlah area yang bebas dari lesi, nyeri tekan,

bengkak dan radang. Bersihkan kulit dengan pengusap antiseptik secara

melingkar dari dalam ke luar.

7. Siapkan spuit yang sudah berisi obat buka penutup jarumnya dengan hati-

hati, dan keluarkan udara dalam spuit.

8. Gunakan tangan yang tidak memegang spuit untuk membentangkan kulit

pada area yang akan ditusuk, pegang spuit antara jempol dan jari-jari

kemudian tusukkan jarum secara tegak lurus pada sudut 90º.

13

Page 14: Pembrian Obat Ok

9. Lakukan aspirasi untuk mengecek apakah jarum tidak mengenai pembuluh

darah dengan cara menarik pengokang. Bila terhisap darah maka akan segera

cabut spuit, buang dan ganti yang baru. Bila tidak terhisap darah, maka

perlahan-lahan masukkan obat dengan cara mendorong pengokang spuit.

10. Bila obat sudah masuk semua maka segera cabut spuit dan lakukan masage

pada area penusukan.

11. Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang nyaman.

12. Buang spuit pada tempat yang disediakan, bereskan peralatan.

13. Observasi keadaan pasien dan catat tindakan.

d.Injeksi Intravena/iv

Jalur vena dipakai khususnya untuk tujuan agar obat yang diberikan dapat

beraksi dengan cepat misalnya pada situasi gawat darurat, obat dimasukkan ke

dalam vena sehingga obat langsung masuk sistem sirkulasi yang menyebabkan

obat dapat berreaksi lebih cepat dibanding dengan cara enteral atau parenteral

yang lain yang memerlukan waktu absorbsi.3

Pemberian obat intravena dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada

pasien yang tidak dipasang infus, obat diinjeksikan langsung pada vena. Bila cara

ini yang digunakan, maka biasanya dicari vena besar yaitu vena basilika atau vena

sefalika pada lengan. Pada pasien yang dipasang infus, obat dapat diberikan

melalui botol infus atau melaui karet pada selang infus yang dibuat untuk

memasukkan obat.3

Perawat harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang memadai

untuk memasukkan obat melaui vena, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam

pelaksanaan atau menyebabkan berbagai masalah yang fatal bagi pasien misalnya

terjadi emboli udara. Perawat juga harus mampu mencari vena yang tepat untuk

penusukan. Jangan lakukan penusukan sebelum yakin mendapatkan vena yang

mudah ditusuk. Pengulungan tusukan dapat menyebabkan rasa sakit dan rasa takut

pada pasien.3

Pasien yang terpasang infus sering mendapat order obat yang dimasukkan

secara intravena. Pada pasien ini, perawat tidak perlu membuat tusukan baru lagi,

tetapi dapat memasukkan obat melalui karet pada pipa infus yang dirancang untuk

14

Page 15: Pembrian Obat Ok

memasukkan obat atau melalui botol infus. Perawat harus memerhatikan teknik

aseptik dalam melakukan tindakan ini, yaitu dengan mengusap tempat yang akan

ditusuk dengan kapas antiseptik. Klem infus dimatikan selama obat dimasukkan

dan bila sudah selesai, kecepatan tetesan diatur kembali. Setiap penambahan obat

melalui pipa atau botol infus, buat label pada botol infus, angkat dan goyangkan

botol agar obat dapat campur, observasi keadaan pasien dan catat tindakan anda

pada buku catatan pengobatan atau status kesehatan pasien.3,4,5

Cara kerja memberikan obat intravena :

1.Pastikan tentang adanya order pengobatan.

2.Siapkan peralatan yang terdiri dari :

a. Kartu pengobatan/rencana order pengobatan

b. Spuit steril yang berisi obat steril

c. Kapas pengusap dalam larutan antiseptik

d. Turniket

3.Yakinkan bahwa pasien benar dan beritahu pasien tentang tindakan yang akan

dilakukan, kemudian bantu mengatur posisi yang nyaman.

4.Tentukan dan cari vena yang akan ditusuk (misalnya vena basilika dan vena

sefalika, buka kain yang menutupi vena.

5.Bila vena sudah ditemukan misal vena basilika, atur lengan lurus dan pasang

turniket misal vena benar-benar dapat dilihat dan diraba kemudian bersihkan

dengan kapas pengusap antiseptik.

6.Siapkan spuit yang sudah berisi obat. Bila dalam tabung masih terdapat udara,

maka udara harus dikeluarkan.

7.Pelan tusukkan jarum ke dalam vena dengan posisi jarum sejajar dengan vena.

Untuk mencegah vena tidak bergeser tangan yang tidak memegang spuit

dapat digunakan untuk untuk menahan vena sampai jarum masuk vena.

8.Lakukan aspirasi dengan cara menarik pengokang spuit. Bila terhisap darah,

lepas turniket dan dorong obat pelan-pelan ke dalam vena.

9.Setelah obat masuk semua, segera cabut spuit dan buang di tempat pembuangan

sesuai prosedur.

10.Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang nyaman.

11.Observasi keadaan pasien dan catat tindakan.

15

Page 16: Pembrian Obat Ok

Gambar: Ilustrasi pemberian obat secara parenteral

5. Per Rektal

Pemberian obat secara rektal dapat dipakai baik untuk mendapatkan suatu

efek lokal maupun sistemik. Obat-obat yang diabsorpsi melalui rektum masuk ke

sirkulasi sistemik tanpa melalui hepar (misalnya progesteron dan testosteron).6

Alasan lain memberikan obat per rektal adalah untuk menghindari efek

iritasi obat pada lambung. Cara ini juga dapat digunakan untuk penderita yang

tidak sadar, muntah-muntah atau penderita yang tidak bisa menelan pil. Absorpsi

obat memalui rektum ini sering bersifat tidak teratur dan tidak sempurna, serta

banyak juga obat yang mengiritasi mukosa rektum.2,6

Gambar: pemberian obat per rektal

16

Page 17: Pembrian Obat Ok

B. Pemberian Obat untuk Efek Lokal

1. Pervaginum

Bentuknya hampir sama dengan obat rektal, dimasukkan ke vagina,

langsung ke pusat sasar. Contoh obat yang diberikan secara pervaginum adalah

obat untuk keputihan atau jamur.7

2. Topikal

Pemberian obat-obatan secara topikal hanya diberikan pada tempat tertentu

pada kulit. Obat tersebut bekerja paling kuat pada lokasi tersebut. Obat-obatan itu

diserap melalui kulit dan kemudian akan disebarkan ke seluruh tubuh. Pada

pemberian secara lokal dapat digolongkan sebagai salep atau lotion dan obat tetes

mata, hidung, dan telinga.7

3. Inhalasi

Pemberian obat-obatan melalui inhalasi adalah pemberian obat-obatan

melalui saluran pernafasan langsung ke paru-paru. Pemberian obat secara inhalasi

dapat menggunakan alat inhalator, alat penguap, dan ketel uap.7

Keuntungannya yaitu absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat

dikontrol, terhindar dari efek lintas pertama, dapat diberikan langsung pada

bronkus. Kerugiannya yaitu, sukar mengatur dosis, sering mengiritasi epitel paru,

toksisitas pada jantung.7

Gambar: Pemberian obat inhalasi

17

Page 18: Pembrian Obat Ok

4. Mukosa Mata dan Telinga

Pemberian obat pada mata dan telinga diberikan melalui selaput atau

mukosa mata dan telinga sehingga langsung memberikan efek lokal pada mata

atau telinga. Jenis obat biasanya dapat diberikan dengan irigasi atau instilasi.

Irigasi umumnya bertujuan untuk pembersihan. Obat untuk mata diinstilasi dalam

bentuk cair atau salep.8

5. Intra Nasal

Pemberian obat jenis ini diberikan melalui selaput lendir hidung untuk

mengurangi imflamasi. Bentuk sediaan umumnya adalah obat tetes. Posisi pasien

perlu diperhatikan saat memberikan obat intra nasal, yaitu pasien harus dalam

keadaan telentang dan kepala melebihi ujung kasur.8

18

Page 19: Pembrian Obat Ok

C. Penggunaan Obat yang Rasional dalam Praktek

WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia

diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari

pasien menggunakan obat secara tidak tepat. Tujuan pengobatan secara rasional

untuk menjamin pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan

kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau.

Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:

a. Tepat Diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang

tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan

terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang

diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

b. Tepat Indikasi Penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya

diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya

dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.

c. Tepat Pemilihan Obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis

ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang

memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

d. Tepat Dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi

obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan

rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping.

Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi

yang diharapkan.

e. Tepat Cara Pemberian

Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula

antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan,

sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.

19

Page 20: Pembrian Obat Ok

f. Tepat Interval Waktu Pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis,

agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari

(misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang

harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum

dengan interval setiap 8 jam.

g. Tepat lama pemberian

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masingmasing.

Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan.

Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian

obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh

terhadap hasil pengobatan.

f. Waspada terhadap efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak

diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka

merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan

vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan

pada anak kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan

tulang yang sedang tumbuh.

h. Tepat penilaian kondisi pasien

Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas

terlihat pada beberapa jenis obat, oleh karena itu perlu pertimbangan pada saat

pemberian obat.

i. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta

tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau.

Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar

obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan

mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang

pengobatan dan klinis. Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen

yang menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui

jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah menerapkan

CPOB.

20

Page 21: Pembrian Obat Ok

j. Tepat informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting

dalam menunjang keberhasilan terapi

k. Tepat tindak lanjut (follow-up)

Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan

upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau

mengalami efek samping. Sebagai contoh, terapi dengan teofilin sering

memberikan gejala takikardi. Jika hal ini terjadi, maka dosis obat perlu ditinjau

ulang atau bisa saja obatnya diganti. Demikian pula dalam penatalaksanaan syok

anafilaksis, pemberian injeksi adrenalin yang kedua perlu segera dilakukan, jika

pada pemberian pertama respons sirkulasi kardiovaskuler belum seperti yang

diharapkan.

l. Tepat penyerahan obat (dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai\ penyerah

obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau

tempat penyerahan obat di Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat

yang dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada

pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar

pasien mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam menyerahkan obat juga

petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien.

m. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, ketidaktaatan

minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut:

- Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak

- Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering

- Jenis sediaan obat terlalu beragam

- Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi

- Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara

minum/menggunakan obat

- Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek

ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa diberikan penjelasan

terlebih dahulu.

21

Page 22: Pembrian Obat Ok

D. Sterilisasi

22

Page 23: Pembrian Obat Ok

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat

berbagai jenis terapi pada pasien serta berbagai cara pemberian obat yang tepat

pada pasien berdasarkan efek yang dihasilkan yaitu efek sistemik dan efek lokal.

SARAN

Berdasarkan makalah diatas, diharapkan semua pembaca terutama tenaga

medis dapat mengetahui dan memahami tipe-tipe terapi pada pasien serta cara

pemberian obat yang baik dan benar agar tujuan pengobatan tercapai.

23

Page 24: Pembrian Obat Ok

DAFTAR PUSTAKA

1. Williams, Lippincott dan Wilkins. 2006. Portable Pathophysiology. USA :

Lippincott Williams and Wilkins Publisher.

2. Syarif, Amir dkk. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Badan

Penerbit FK UI.

3. Priharjo, Robert. 1994. Teknik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat.

Jakarta: EGC.

4. Hidayat, Aziz Alimul, Musrifatul Uliyah. 2008. Praktikum Keterampilan

Dasar Praktik Klinik: Aplikasi Dasar-Dasar Praktik Kebidanan. Jakarta:

Salemba Medika.

5. Hidayat, Aziz Alimul, Musrifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Praktikum

Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.

6. Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Unsri. 2008. Kumpulan Kuliah

Farmakologi: Edisi 2. Jakarta: EGC.

7. Stevens, bordui, dan van der weyde. 1999. Ilmu Keperawatan. Jakarta:

EGC.

8. Berman, Audrey dkk. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis: Edisi 5.

Jakarta: EGC.

24