pemanfaatan kedelai (glycine max l.) sebagai break crop dalam upaya peningkatan produktivitas tebu...

Upload: rivandi-pranandita-putra

Post on 11-Oct-2015

138 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Laporan Kerja Lapangan (KL) berjudul PEMANFAATAN KEDELAI (Glycine max L.) SEBAGAI BREAK CROP DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PT. GULA PUTIH MATARAM, SUGAR GROUP COMPANIES.Uploaded by: Rivandi Pranandiita Putra, Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada

TRANSCRIPT

LAPORAN KEGIATANKERJA LAPANGAN

PEMANFAATAN KEDELAI (Glycine max L.) SEBAGAI BREAK CROP DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PT. GULA PUTIH MATARAM, SUGAR GROUP COMPANIES

OLEHRIVANDI PRANANDITA PUTRA10/304773/PN/12175

PROGRAM STUDI AGRONOMIJURUSAN BUDIDAYA PERTANIANFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA2012LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN KERJA LAPANGAN SEMESTER II TAHUN AKADEMIK 2012/2013

PEMANFAATAN KEDELAI (Glycine max L.) SEBAGAI BREAK CROP DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PT. GULA PUTIH MATARAM, SUGAR GROUP COMPANIES

DISUSUN OLEH:RIVANDI PRANANDITA PUTRA10/304773/PN/12175

disetujui untuk disahkanDosen Pembimbing

Eka Tarwaca Susila Putra, S.P., Ph.D.

Komisi Kerja Lapangan

Ir. Sri Muhartini, S.U.

Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

Dr. Ir. TaryonoTanda tangan

Tanda tangan

Tanda tangan

Tanggal

Tanggal

Tanggal

ABSTRAKSIHingga saat ini, tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Hal ini karena komoditas ini menghasilkan gula yang banyak dikonsumsi manusia. Salah satu perusahaan penghasil gula terbesar di Indonesia adalah Sugar Group Companies (SGC) yang terletak di Lampung. Perusahaan ini merupakan perusahaan terkemuka penyumbang produksi gula terbesar skala nasional. Sistem pertanaman tebu yang digunakan adalah monokultur. Jika sistem ini dilakukan secara kontinu, maka hal ini akan mengurangi kesuburan tanah dan berpengaruh pada penyerapan unsur-unsur hara dan air oleh tanaman tebu yang pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas (kadar rendemen per satuan luas per satuan waktu) tanaman tebu. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan suatu upaya menyuburkan lahan pertanaman tebu tersebut. Salah satu cara yang efektif adalah dengan menanam break crop (tanaman penyela), misalnya tanaman kedelai (Glycine max). Sistem yang digunakan adalah tumpang gilir (relay cropping), dimana tanaman tebu ditanam menjelang panen tanaman kedelai. Pada dasarnya, unsur nitrogen (N) bisa ditambahkan dengan cara mencampur tanah yang berasal dari lahan yang mengandung bintil akar seperti kedelai ke dalam tanah yang akan digunakan dengan harapan bakteri Rhizobium sp. dapat dipindahkan bersama tanah. Dengan memanfaatkan kedelai sebagai break crop ini, maka kesuburan tanah dipelihara dan ditingkatkan dengan memanfaatkan mikrobia yang berperan dalam siklus nitrogen (mikrobia penambat nitrogen, mikrobia amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi), fosfor (mikrobia pelarut fosfat), sulfur (mikrobia pengoksidasi sulfur), dan logam-logam (Fe, Cu, Mn, dan Al). Selain itu, dengan sistem pertanaman semacam ini maka kesehatan tanah sama saja telah dipelihara dengan adanya Rhizobium sp. Bakteri nitrogen mampu mengikat nitrogen bebas dari udara dan mengubahnya menjadi suatu senyawa yang dapat diserap oleh tumbuhan. Dengan kemampuannya mengikat nitrogen di udara tersebut, bakteri-bakteri tersebut dapat meningkatkan level kesuburan tanah dan berpengaruh terhadap nilai ekonomi pertanaman tebu yang bersangkutan.

BAB I.PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSugar Group Companies (SGC) merupakan salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia yang bergerak di bidang pertanian dengan komoditas tebu. Perusahaan ini terletak di provinsi Lampung dan merupakan perkebunan tebu terbesar di Indonesia. Adapun Sugar Group Companies memiliki tiga anak perusahaan yang ketiganya produktif menghasilkan gula pasir, yaitu PT. Gula Putih Mataram (GPM), PT. Sweet Indolampung (SIL), dan PT. Indolampung Perkasa (ILP), serta satu anak perusahaan yang menghasilkan etanol, yaitu PT. Indolampung Distillery (ILD). Hingga saat ini, Sugar Group Companies berkontribusi besar terhadap produksi gula nasional.Profit yang diperoleh perusahaan tentunya terkait dengan produktivitas tebu. Untuk menghasilkan profit maksimum bagi perusahaan maka produktivitas tanaman tebu haruslah ditingkatkan. Peningkatan produktivitas berarti harus disertai dengan peningkatan nilai rendemen tanaman tebu per satuan luas per satuan waktu. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tebu adalah dengan cara memanfaatkan tanaman kedelai (Glycine max L.) sebagai break crop (tanaman penyela). Sistem yang digunakan adalah tumpang gilir (relay cropping), yakni cara bercocok tanam dimana satu bidang lahan ditanami dengan dua atau lebih jenis tanaman dengan pengaturan waktu panen dan tanam. Pada sistem ini, tanaman kedua ditanam menjelang panen tanaman musim pertama.Kedelai berpeluang untuk digunakan sebagai break crop pada tanaman tebu. Peluang tersebut didasarkan oleh kemampuan tanaman kedelai untuk meningkatkan kesuburan lahan, khususnya lahan yang akan ditanami tebu. Kedelai memiliki kemampuan untuk menyuburkan lahan melalui aktivitas simbiosis mutualisme dengan bakteri Rhizobium sp. Bakteri Rhizobium sp. hidup dengan menginfeksi akar tanaman kedelai dan berasosiasi dengan tanaman. Bakteri Rhizobium sp. yang hidup dalam bintil akar bersimbiosis dengan tanaman inangnya (legume), serta dapat menyediakan kebutuhan nitrogen bagi inangnya dan tanaman di sekitarnya. Bakteri tersebut melakukan fiksasi N2 dari udara dan mengubahnya menjadi NH3 dengan bantuan enzim nitrogenase (Sy et al., 2001 cit Widiawati, 2010). Oleh karena itu, kedelai berperan sebagai biofertilizer alami untuk meningkatkan produktivitas lahan.

1.2. Tujuan Kerja Lapangan1. 2.a. Tujuan Umum1. Melatih mahasiswa agar mendapatkan pengetahuan dan pengalaman praktik dalam kegiatan budidaya tanaman tebu di lapangan.2. Melibatkan mahasiswa secara langsung dalam kegiatan persiapan lahan tanam dan penanaman tebu untuk mengembangkan kepekaan yang berbasis tindakan ilmiah terhadap berbagai persoalan yang timbul dalam praktek.3. Mempertajam daya analisis mahasiswa terhadap persoalan-persoalan yang mungkin timbul pada penerapan/aplikasi sistem tumpang gilir tanaman kedelai dengan tanaman tebu di lahan.4. Memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang hubungan antara teori sistem pertanaman tanaman tebu dengan penerapannya di lapangan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.5. Memberikan bekal pengalaman praktek pembudidayaan tanaman tebu kepada mahasiswa untuk bekerja dalam masyarakat setelah menyelesaikan studinya di universitas.1. 2.b. Tujuan Khusus1. Mengikuti serangkaian kegiatan persiapan lahan tanam tebu di PT. Gula Putih Mataram, Sugar Group Companies.2. Mengikuti serangkaian kegiatan evaluasi teknik penanaman (planting) dengan sistem pertanaman bergilir tanaman tebu dalam rangka peningkatan produksi tanaman tebu di PT. Gula Putih Mataram, Sugar Group Companies.3. Mengetahui pengaruh pertanaman kedelai terhadap produktivitas tanaman tebu di PT. Gula Putih Mataram, Sugar Group Companies.

1.3. Manfaat dan Kegunaan Kerja Lapangan1. Memenuhi persyaratan mata kuliah kerja lapangan dalam kurikulum S1 di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.

2. Memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang luas tentang sistem/teknik persiapan lahan tebu (Saccharum officinarum L.) di wilayah perkebunan Sugar Group Companies (SGC).

3. Menambah wawasan dan mempertajam kemampuan menganalisis pengaruh pertanaman kedelai sebagai break crop di suatu lahan pertanian tebu. 4.Meningkatkan kemampuan berpikir secara komprehensif dari berbagai sudut pandang keilmuan khususnya yang berkaitan dengan pembudidayaan tanaman tebu.

BAB II.TINJAUAN PUSTAKATanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan merupakan salah satu komoditi yang strategis dari jenis tanaman semusim perkebunan. Peran tebu bagi masyarakat cukup besar, hal ini karena aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan sejumlah penduduk untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. Berbagai jenis tebu dengan berbagai kegunaannya diusahakan di Indonesia, baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan (Sparks, 2008).2.1. Taksonomi dan Morfologi Tanaman TebuTanaman tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk ke dalam sub-kingdom Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh), divisi Spermatophyta, subdivisi magnoliophyta, kelas liliopsida, ordo poales, familia poaceae, serta genus saccharum. Secara morfologi, tanaman tebu dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu batang, daun, akar, dan bunga. Batang tanaman tebu memiliki memiliki anakan tunas dari pangkal batang yang membentuk rumpun. Tanaman ini berumur antara 11- 12 bulan. Tebu berasal dari daerah tropis basah sebagai tanaman liar (Spidermenik, 2011).2.2. Syarat Tumbuh Tanaman TebuTanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang (daerah tropis dan sub-tropis) dengan daerah penyebaran yang sangat luas yaitu antara 35 LS dan 39 LU. Anasir-anasir iklim yang penting bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah curah hujan, sinar matahari, angin, suhu, dan kelembaban udara, serta keadaan tanah. Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatif, namun menghendaki keadaan kering menjelang berakhirnya masa petumbuhan vegetatif agar proses pemasakan (pembentukan gula) dapat berlangsung dengan baik. Radiasi sinar matahari sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan dan terutama untuk proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam adalah baik bagi pertumbuhan tebu karena dapat menurunkan suhu/temperatur di sekitar tajuk tebu sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 24 30 C, beda suhu musiman tidak lebih dari 6 C, dan beda suhu siang dan malam hari tidak lebih dari 10 C. Kelembaban udara tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan tebu asalkan kadar air cukup tersedia di dalam tanah. Tanah yang cocok adalah bersifat kering, yaitu curah hujan kurang dari 2000 mm per tahun. Tanah tidak terlalu masam, pH diatas 6,4, serta ketinggian tempat kurang dari 500 m di atas permukaan laut (Siddiqi, 1969).2.3. Sistem Pertanaman Tumpang Gilir (Relay Cropping)Pola tanam adalah sistem pengaturan waktu tanam dan jenis tanaman sesuai dengan iklim, kesesuaian tanah dengan jenis tanaman, luas lahan, ketersediaan tenaga, modal, dan pemasaran. Pola tanam berfungsi meningkatkan intensitas penutupan tanah dan mengurangi terjadinya erosi. Sistem ini bertujuan untuk mempertinggi intensitas penggunaan lahan, dan dapat mengurangi risiko gagal panen untuk salah satu tanaman, meningkatkan nilai tambah bagi petani dan juga termasuk tindakan pengendalian hama dan pengendalian erosi. Dengan penerapan pertanaman majemuk, penutupan tanah akan lebih rapat sehingga mampu melindungi tanah dari pukulan air hujan secara langsung dan menahan aliran permukaan. Sistem pertanaman secara tumpang gilir (relay cropping), yakni cara bercocok tanam dimana satu bidang lahan ditanami dengan dua atau lebih jenis tanaman dengan pengaturan waktu panen dan tanam. Pada sistem ini, tanaman kedua ditanam menjelang panen tanaman musim pertama (Thohiron, 2012).2.4. Manfaat Legume Sebagai Biofertilizer Pada dasarnya, penambahan unsur hara N ke dalam tanah dapat melalui dua cara, yaitu melalui pemupukan, misalnya urea dan penambatan N dari udara. Pemupukan anorganik mempunyai pengaruh sampingan yang kurang baik karena selain memasamkan tanah, juga dapat menimbulkan polusi lingkungan seiring dengan kenaikan laju pencucian N pada lahan pertanian intensif. Pupuk N juga merupakan sarana produksi yang sangat mahal. Konsep pengelolaan N secara biologi mencakup upaya mencapai efisiensi terbesar dalam penggunaan pupuk anorganik dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber N alternatif seperti bahan organik dan penambatan N bebas di udara. Udara yang kita hirup sebenarnya mengandung banyak N (kurang lebih 78%), namun tidak dapat kita manfaatkan seperti yang dilakukan oleh mikroorganisme tertentu. Unsur N bebas di udara tersebut dapat tersedia bagi tanaman melalui aktivitas mikroorganisme yang ada dalam tanah (Works, 2004).Di antara banyak pilihan penyediaan N dari udara, penambatan N bebas dari udara oleh simbiosis legume-rhizobium merupakan sistem yang paling efektif. Bakteri rhizobium yang ada dalam tanah akan menempel pada permukaan bulu akar, kemudian biasanya ujung bulu akan membengkak/ melingkar karena kecepatan pembelahan sel pada kedua sisi akar yang tidak sama terhenti. Pada bagian dalam lekukan, kerusakan dinding sel tanaman yang terjadi mengakibatkan bakteri rhizobium dapat memasuki bulu akar. Hal ini diawali dengan pembentukan benang infeksi yang tumbuh sepanjang akar rambut dan akhirnya mencapai korteks. Bintil akar kemudian terbentuk, dimana penambatan N dari udara bebas berlangsung (Werner, 1992).Bakteri bintil akar kacang-kacangan yang biasa dikenal dengan nama kolektif rhizobia merupakan bakteri tanah yang mampu melakukan penambatan nitrogen udara melalui simbiosis dengan tanaman kacang-kacangan. Untuk menambat nitrogen, bakteri ini menggunakan enzim nitrogenase, dimana enzim ini akan menambat gas nitrogen di udara dan merubahnya menjadi gas amoniak dan kemudian asteylen menjadi ethylen. Gen yang mengatur proses penambatan ini adalah gen nif (nitrogen fixation) (Simarmata dan Hindersah, 2004).Rhizobium hidup dalam bintil akar, menggunakan N bebas dari udara, dan kemudian mengubahnya menjadi bentuk NH3. Pemanfaatan rhizobia sebagai inokulan pupuk hayati sangat mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman pangan di Indonesia. Kesuksesan inokulasi rhizobia sangat dipengaruhi oleh kesesuaian inokulan rhizobia dengan jenis tanah yang diinokulasi dan faktor kompetisi (Simanungkalit et al., 2003).Menurut Padmowijoto (2006), simbiosis rhizobia pada legume merupakan bioindustri yang paling canggih di dunia karena menyediakan sumber nitrogen bagi petani, seperti halnya pupuk urea. Biaya produksinya murah dan tidak mencemari lingkungan. Tanaman legume yang ditanam diantara tanaman pangan, akarnya yang dalam mampu berfungsi sebagai pompa mineral yang menyerap hara. Hara yang mengalami pencucian ditarik ke atas daun dan jatuh kembali di permukaan daun sebagai serasah.Legume cover crop (LCC) adalah tanaman dari genus Leguminosa (buah berpolong/ kacangan). Kriteria yang digunakan dalam memilih legume cover crop, antara lain: sistem perakarannya tidak mengganggu tanaman utama, bukan pesaing berat bagi tanaman utama dalam penyerapan unsur hara dan air, mudah diperbanyak baik secara vegetatif maupun generatif, pertumbuhannya cepat dan berpotensi menekan gulma, tahan terhadap hama, penyakit, dan kekeringan, serta bukan merupakan tanaman inang bagi hama dan penyakit tanaman utama, dan memberikan bahan organik yang tinggi (Purwanto, 2007).Pada umumnya, tanaman legume seperti kacang kedelai dapat meningkatkan produksi tanaman perkebunan atau tanaman pangan bila ditanam secara tumpang sari atau tumpang gilir, karena jumlah N tanah meningkat akibat adanya penambatan N bebas di udara. Banyakanya N yang diikat dari udara bervariasi tergantung dari jenis tanamannya. Beberapa jenis legume dari famili Caesalpinioideae tidak membentuk bintil akar, dan pada umumnya tanaman dari famili tersebut tidak mampu menambat N dari udara bebas, sebagai contohnya adalah petaian (Peltophorum dasyrrachis).Pemanfaatan tanaman legume sebagai break crop di wilayah perkebunan merupakan salah satu cara untuk menjaga produktivitas tanah dan tanaman. Keuntungan penggunaan tanaman kacangan ini telah banyak dikemukakakn, antara lain dapat menambah bahan organik (BO) ke dalam tanah melalui hijauan dan seresah yang dihasilkan, menekan tingkat erosi terutama pada lahan-lahan dengan topografi yang miring, memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, mengurangi pemakaian pupuk nitrogen (N), mengurangi kemungkinan serangan penyakit tanaman, mempercepat stadium pertumbuhan, dan meningkatkan produksi tanaman (Susetyo dan Sudiharto, 2006).Potensi penggunaan tanaman legume telah banyak mendapatkan perhatian dari pakar mikrobiologi tanah dan penyakit tanaman, karena sifat dari rizobakteria yang ditambat tanaman legume sangat agresif dalam mengkolonisasi akar menggantikan tempat mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit pada tanaman (Burr, 1972 cit Kennedy et al., 1997). Hubungan antara tanaman dan mikroorganisme terjadi di daerah rizosfer. Mikroorganisme dapat hidup dari substrat yang dikeluarkan oleh tanaman melalui akar (Vancura, 1964 cit Kennedy et al., 1997). Mikroorganisme menghasilkan senyawa-senyawa yang mempercepat pertumbuhan (Bowen dan Rovira, 1961 cit Kennedy et al., 1997). Sebagai contoh, bakteri Rhizobium yang terseleksi mampu menstimulasi pertumbuhan, baik pada tanaman Leguminoceae (tanaman kacang - kacangan) maupun yang bukan Legumonoceae pada skala lapangan. Bakteri tersebut terbukti mampu memproduksi fitohormon yaitu sitokinin dan auksin. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa Streptomyces griseoviridis juga mampu memprodukasi auksin yaitu IAA (indol-3-acetic acid) secara in vitro. Metabolit ini dapat berperan sebagai stimulator pertumbuhan tanaman, tetapi pada skala lapangan produksi IAA ini perlu dikaji lebih lanjut. Penelitian lain menyebutkan bahwa bakteri epifitik (hidup pada permukaan tanaman tertentu) dapat memproduksi fitohormon, IAA, dalam jumlah besar. Beberapa strain bakteri dari genus Azospirillum memiliki kemampuan phytostimulatory. Hal ini disebabkan karena bakteri tersebut mampu memproduksi fitohormon, yaitu IAA (Novita, 2011).Menurut Anonim (2011), manfaat tanaman break crop adalah sebagai berikut:a. Menekan pertumbuhan gulma, sehingga dapat menghemat biaya pengendalian gulma.b. Meningkatkan kandungan bahan organik tanah.c. Memperbaiki kondisi fisik tanah, yaitu aerasi dan menjaga kelembaban tanah.d. Mencegah dan mengurangi erosi permukaan tanah.e. Mengikat (fiksasi) unsur hara nitrogen dari udara, sehingga tingkat ketersediaan N dalam tanah meningkat.f. Menekan pertumbuhan hama dan penyakit tertentu.

BAB III.METODE PELAKSANAAN KERJA LAPANGAN

3.1. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan Kerja LapanganKerja Lapangan ini dilaksanakan di Divisi Research and Development (R&D) PT. Gula Putih Mataram, Sugar Group Companies (SGC), Kecamatan Mataram Udik, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Pelaksanaan Kerja Lapangan dimulai sejak hari Selasa, tanggal 10 Juli 2012 hingga hari Selasa, tanggal 14 Agustus 2012 selama 31 hari kerja.

3.2. Ruang Lingkup yang Dipelajari3. 2.a. Masalah umum yang dipelajari di PT. Gula Putih Mataram1. Keadaan umum perkebunan tebu di PT. Gula Putih Mataram. 2. Manajemen pengelolaan kebun tebu secara umum di PT. Gula Putih Mataram.3. Lokasi, batas wilayah, dan luas areal pertanaman tebu.4. Topografi, keadaan tanah, dan iklim lahan secara umum di PT. Gula Putih Mataram.5. Peranan dan kontribusi Sugar Group Companies terhadap produksi gula nasional.6. Produktivitas tanaman tebu per periode tanam dari tahun ke tahun yang dilihat dari data/statistik yang ada.7. Kendala yang dihadapi oleh Sugar Group Companies dalam kegiatan budidaya tanaman tebu.8. Kegiatan budidaya tebu secara umum, yang meliputi:a. Persiapan lahan (land preparation)b. Penanaman (planting)c. Pemeliharaan/ perawatan tanaman

3.2.b. Masalah khusus yang dipelajari di PT. Gula Putih Mataram.a.Teknik persiapan lahan tanam tebu yang tepat untuk meningkatkan produktivitas tanaman tebu.b. Cara bertanam kedelai yang diperuntukkan sebagai tanaman break crop.c. Penghitungan besarnya biomassa yang diperoleh dari tanaman break crop.

3.3. Metode Pelaksanaan Kerja LapanganKegiatan Kerja Lapangan ini bertujuan untuk mengetahui, mendapatkan informasi, dan mempraktikkan secara langsung mengenai budidaya tembakau dengan lengkap dan meningkatkan kemampuan logika dalam menghadapi persoalan atau masalah yang timbul dalam lapangan. Terdapat dua metode dalam pengumpulan data dalam kegiatan kerja lapangan ini, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung.3.3.a. Metode LangsungMengikuti dan mempelajari praktik kegiatan persiapan lahan tanaman tebu di areal Divisi Research and Development, PT. Gula Putih Mataram, Sugar Group Companies (SGC) yang meliputi:1. Penanaman tanaman kedelai break crop di lahan, yang meliputi:- Persiapan areal (land preparation).- Penanaman (planting).- Pengamatan germinasi dan biomassa.2. Teknik pengelolaan tanaman kedelai break crop.3. Pengaturan populasi tanaman kedelai sebagai break crop pertanaman tebu.4. Mengikuti dan mempelajari serangkaian kegiatan praktik penanaman (planting) tanaman tebu di Sugar Group Companies (SGC) yang meliputi:- Teknik penanganan lahan pasca penanaman kedelai break crop untukkeperluan penanaman tebu.- Penanaman (planting) tanaman tebu.3. 3.b. Metode Tidak LangsungMemperoleh informasi maupun pengetahuan yang lebih banyak mengenai teknik budidaya tanaman tebu yang dilakukan di tempat tersebut, sistem pertanaman yang digunakan, dan manfaat penggunaan kedelai sebagai break crop pada pertanaman tebu. Metode ini dilaksanakan dengan tiga cara, yaitu:1. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan pemanfaatan tanaman legumesebagai break crop.2. Mempelajari kondisi dan sejarah penggunaan lahan dari tahun ke tahun melaluikegiatan wawancara dengan manajer yang mengurus lahan tempatdilaksanakannya kerja lapangan.3. Mempelajari tingkat produktivitas tebu dari tahun ke tahun berdasarkan datastatistik yang ada.Dengan melakukan kajian pustaka, selanjutnya antara informasi yang telah diperoleh dari lokasi kerja lapangan dengan pustaka yang dipelajari dapat dilihat kesesuaiannya.

BAB 1VHASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Sejarah dan Perkembangan PerusahaanSugar Group Companies (SGC) merupakan salah satu perusahaan nasional yang bergerak di bidang perkebunan tebu dan pabrik gula terpadu. SGC juga merupakan salah satu pabrik gula terbesar di Indonesia dan terdiri dari 3 pabrik gula, yaitu PT. Gula Putih Mataram (PT. GPM), PT. Sweet Indolampung (PT. SIL), dan PT. Indolampung Perkasa (PT. ILP) serta satu pabrik penyulingan etanol, yaitu PT. Indolampung Distillery (PT. ILD). SGC memiliki luas areal pertanaman tebu seluas kurang lebih 67.850 hektar yang merupakan tanah marginal.Pembangunan pabrik PT. GPM dimulai pada bulan Juni 1986 dan dapat diselesaikan pada bulan Juli 1987, dan pada bulan September 1987 telah dilaksanakan percobaan giling (commisioning). Pada awalnya kapasitas giling didesain dengan kapasitas giling 8.000 ton tebu per hari, dan sejak tahun 1994 kapasitas giling pabrik sudah ditingkatkan menjadi 10.000 ton tebu per hari.PT. GPM berkantor pusat di Jakarta, dengan lokasi usaha di Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung. Area konsesi berstatus Hak Guna Usaha (HGU) atas tanah seluas 26.000 hektar. Pemanfaatan area tersebut sampai saat ini telah mencapai optimal dengan 71% areal ditanami tebu, 7% digunakan untuk jalan, 3% untuk perumahan karyawan dan perkantoran, dan 19% untuk lebung/ penampung air.PT Gula Putih Mataram ini didirikan secara umum bertujuan untuk (a). Menunjang dan mendukung program pemerintah untuk memenuhi kebutuhan gula nasional maupun penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat, (b). Berusaha mendayagunakan dan memanfaatkan lahan yang kurang produktif menjadi lebih produktif serta menggali potensi, pengalaman dan pengetahuan mengenai budidaya tanaman tebu khususnya di lahan kering, (c). Mampu menunjang, mendukung dan mewujudkan upaya peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan.Keberadaan perusahaan SGC yang merupakan perusahaan agroindustri yang padat karya memerlukan karyawan dan pekerja dalam jumlah yang sangat besar, bahkan mencapai ribuan orang, untuk kegiatan operasionalnya. Masyarakat yang tinggal di sekitar SGC maupun masyarakat umum yang ingin bekerja di perusahaan terbuka kesempatannya khususnya untuk pekerjaan di areal dan pabrik. Tenaga kerja di SGC dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu karyawan tetap, karyawan kontrak, dan tenaga harian. Karyawan tetap memiliki posisi sebagai mandor (attendant), field assistant, clerk, supervisor, dan staf, mulai dari officer sampai manajer. Karyawan kontrak mengisi posisi sebagai supervisor dan officer. Sistem penggajian untuk karyawan tetap dan karyawan kontrak adalah sistem penggajian bulanan yang besarnya disesuaikan dengan eselon dan grade masing-masing karyawan tersebut. Tenaga harian digolongkan sebagai berikut: Unskilled Semi skilled A Semi skilled B Skilled A Skilled B

4.2. Topografi, Letak Geografis, Luas Areal, dan Tata Guna Lahan PerusahaanAreal ketiga perkebunan SGC relatif menyatu dan tidak terpisah walaupun secara administrasi berada di dua wilayah kabupaten yang berbeda (kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Lampung Tengah). Perkebunan PT. SIL dan PT. ILP berbatasan langsung dengan perkampungan masyarakat sekitar, sedangkan perkebunan PT. GPM yang berada di Lampung Tengah berbatasan dengan perkebuan besar lainnya (PT. GPM dan PT. GGPC). Kondisi di lapangan ketiga perkebunan SGC tersebut berada dalam satu hamparan yang menyatu dan relatif tidak terpisah. PT. GPM dan PT. ILD terletak di kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah dengan rincian batas wilayah PT. GPM dan PT. ILD sebagai berikut:Sebelah Utara : Sungai Way TerusanSebelah Selatan: PT. Gunung Madu Plantation (PT. GMP)Sebelah Timur : PT. IndotaniSebelah Barat : PT. Great Giant PineappleSecara klimatologi, wilayah SGC memiliki iklim tropika basah dengan curah hujan tahunan > 2.000 mm per tahun dengan distribusi yang relatif merata sepanjang tahun dengan total bulan basah (BB) sebanyak 6 bulan berturut-turut (November-April) dengan curah hujan > 200 mm dan memiliki 2-4 bulan kering (Juni-September) dengan curah hujan < 100 mm. Dengan demikian berdasarkan klasifikasi Oldeman, wilayah SGC termasuk zone agroklimat C2. Topografi wilayah SGC bervariasi, mulai dari datar sampai bergelombang, dengan rincian PT. SIL meliputi areal yang datar 45% dan areal bergelombang seluas 50%, serta berbukit 5%. PT. ILP 95% didominasi areal datar dan 5% areal bergelombang. PT. GPM memiliki 80% areal datar dan 20% areal bergelombang. Secara umum, areal SGC dibagi ke dalam dua system fisiografi, yaituL:a. Sistem aluvial yang terdiri dari rawa dan daratan aluvial.b. Sistem dataran yang terdiri dari dataran rendah sampai agak berbukitBerdasarkan hasil analisa dan interpretasi profil tanah,sebagian besar areal SGC terdiri dari jenis tanah ultisol (podsolik merah kuning) yang merupakan tanagh marginal dengan segala keterbatasannya. Adapun tanah ultisol merupakan tanahyang mengalami penimbunan lempung pada horizon bawah. Jenis tanah tersebut meliputi gleisol, podsolik, alluvial, kombisol, dan rogosol. Ciri-ciri umum tanah tersebut adalah bersolum dalam, tekstur tanah sedang sampai halus, gejala erosi ringan sampai sedang, keadaan fisiografi menyebar pada ketinggian 15-10 meter di atas permukaan laut dengan bentuk wilayah datar sampai berombak. Umumnya drainase baik, reaksi tanah sangat masam (pH 4,5 5,0), Kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa rendah, P2O5 tersedia sangat rendah, K2O tersedia sangat rendah, kejenuhan Al tinggi, bahan organik sangat rendah sampai rendah, dan terdapat konkresi besi pada kedalaman 30-70 cm.PT. Gula Putih Mataram mempunyai luas areal perkebunan sekitar 40.305,61 ha, untuk pertanaman tebu seluas 24.508,87 ha, 2.557,15 ha yang digunakan untuk jalan, fasilitas lainnya sebesar 863,24 ha, hutan sebesar 234,05 ha dan sungai serta rawa-rawa sebesar 12.142,3 ha. Berikut ini disajikan data luas areal dan tata guna lahan PT. GPM pada tabel 1.Tabel 1. Luas Areal dan Tata Guna Lahan PT. Gula Putih MataramNoPemanfaatan LahanLuas (ha)

1.Luas areal tanamDivisi 1Divisi 2Divisi 3Divisi 4Divisi 5 (Inti dan plasma)Research and Development5.030,384.446,234.941,74.960,474.989,22140,87

2.Jalan36,75

3.EmpasmenAreal pabrikAreal perkantoranAreal perumahan Areal bedengRun wayAreal parkir dan lain-lain22,0743,85278,0740,0516,5462,7

4.Hutan234,05

5.Rawa-rawa dan sungai12.142,3

Total40.305,61

4.3. Kegiatan Budidaya Tebu Secara UmumBudidaya tanaman tebu secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:1. Persiapan Lahan (Land Preparation)Kegiatan dalam persiapan lahan ini dapat dibagi menjadi:a. BurshingMerupakan tindakan pemotongan tunggul dan sampah guna memudahkan pembajakan, meratakan tanah, dan mencacah sampah yang tidak terbakar. Tindakan ini dilaksanakan di areal yang akan ditanami kembali /9replanting cane) atau ratoon yang akan dibongkar.b. Ploughing (Pembajakan)Pembajakan adalah tindakan membalik dan menggemburkan tanah serta memperbaiki aerasi dan drainase tanah.c. Harrowing (Penggaruan Tanah)Tindakan ini dilaksanakan setelaqh ploughing yang bertujuan untuk meremahkan tanah sehingga tidak ada lagi bongkahan tanah.d. Track MarkingTrack marking merupakan tindakan membuat alur tanam/ guludan sementara dengan jarak antara pusat ke pusat 1,85 meter dan membuat jalur untuk masuknya traktor dan truk ke areal pertanaman.e. RippingRipping merupakan tindakan memecah dan menggemburkan lapisan tanah kedap air dan sebagai reservoir air.f. Furrowing dan Pupuk BasalTindakan ini bertujuan untuk membuat alur tanam dengan jaraqk antara 60 cm dengan kedalaman alur tanam > 35 cm. Furrowing sekaligus dilakukan untuk menempatkan pupuk basal secara merata dengan kedalaman kurang lebih 30 cm sebagai nutrisi awal tanaman di alur tanam.

2. Penanaman (Planting)Setelah semua kegiatan persiapan lahan selesai, legiatan selanjutnya adalah penanaman denagn urutan sebagai berikut:a. Penebangan Bibitb. Pengangkutan Bibitc. Pengeceran Bibitd. Pencacahan Bibite. Irigasi (pengairan)f. Covering (penutupan bibit dengan remah)g. Compaction (meminimalkan rongga-rongga di daerah pertanaman sehingga air tidak cepat menguap dan tidak hilang karena run-off).3. Pemeliharaan Tanaman (Maintenance)Setelah bibit ditanam (untuk replanting cane) atau setelah panen (ratoon cane), kegiatan selanjutnya adalah pemeliharaan dengan urutan kegiatan sebagai berikut:

KultivasiTop DressingPre Emergence 1 hr 1 hr1 haBagan 1. Pemeliharaan Tanaman Replanting Cane

PemupukanStuble SaverIrigasiHarvestPemupukanPemupukanPemupukanPemupukan1,5 hr 1 hr 1 hr

Bagan 2. Pemeliharaan Tanaman Ratoon Cane

4.4. Pelaksanaan Kegiatan Break CropPelaksanaan program break crop dalam kerja lapangan ini dilaksanakan di salah satu areal milik Divisi Research and Development (R&D) PT. Gula Putih Mataram, Sugar Group Companies. Tanaman legume yang digunakan untuk break crop adalah tanaman kedelai (Glycine max L.), sedangkan sisa lahan yang ada ditanami tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.). Adapun areal yang digunakan untuk break crop memiliki luas 0,5 hektar. Dalam penanaman kedelai break crop di areal, digunakan lima macam perlakuan, yaitu sebagai berikut:A = Benih kedelai sebar dengan dosis 30 kg/ha tambahan.B = Benih kedelai sebar dengan dosis 25 kg/ha.C = Benih kedelai sebar dengan dosis 20 kg/ha.D = Benih kedelai sebar dengan dosis 30 kg/ha.E = Benih kedelai ditugal. Gambar 1. Areal yang digunakan dalam pelaksanaan break cropSelain menanam kedelai secara langsung di areal tersebut, dilakukan juga penanaman kedelai di baki/nampan untuk kemudian diukur tingkat pertumbuhannya, meliputi jumlah benih berkecambah, tinggi tanaman, dan jumlah daun. Nantinya data yang diperoleh akan dibandingkan dengan data pertumbuhan kedelai di areal. Gambar 2. Baki/ nampan tempat perkecambahan benih kedelai

4.5. Pengamatan Kegiatan Break CropPengamatan yang dilakukan meliputi:1. Analisa tanah awal2. Persentase benih kedelai yang berkecambah (% germinasi)3. Tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman4. Biomassa (Crop Estimate) sebelum tanaman di sleser Gambar 3. Pengambilan Sampel Tanah AwalPengambilan sampel tanah dilakukan untuk mengambil top soil dan sub soil. Sampel tanah tersebut diambil dengan menggunakan bor tanah. Top soil memiliki kedalaman sekitar 0-20 cm, sedangkan sub soil memiliki kedalaman 20-40 cm. Analisa tanah awal pada areal tempat dilaksanakannya break crop ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut.Tabel 2. Hasil Analisis Tanah AwalNo.UlanganLayer (cm)pH% C- organik% NC/NPpm P-Avlbppm

H2OKClKNaCaMg

1.10-204,434,051,190,1210,3761,780,93,65,61,4

2.20-404,354,020,710,097,6927,380,83,35,21,3

3.20-204,514,051,350,1310,4866,331,53,84,41,4

4.20-404,283,950,610,087,5616,181,03,72,80,8

5.30-204,514,051,340,149,4552,702,33,65,32,1

6.20-404,153,860,620,078,4310,480,83,33,31,2

RERATA0-204,484,051,290,1310,1060,271,63,75,11,6

20-404,263,940,650,087,8918,010,93,43,81,1

Pada dasarnya, tingkat kesuburan tanah sangat bergantung pada kandungan organik dalam tanah Berdasarkan data hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa kandungan N (nitrogen) dalam tanah tersebut cukup rendah, sehingga cocok untuk dilakukan program break crop pada lahan tersebut. Persentase C organik juga diketahui cukup rendah, dengan rerata C organik pada jeluk 0-20 cm yang hanya sebesar 1,29% dan rerata C organik pada jeluk 20-40 cm yang hanya sebesar 0,65% . Berdasarkan Sarwono (2010), semakin tinggi kadar C-Organik dalam tanah maka pH tanah akan mampu mencapai netral, sehingga meningkatkan kesuburan. Padahal, pada hasil analisis, kandungan C-organik tidak terlalu besar sehingga diketahui pH pada tanah tersebut juga agak masam (kisaran 4). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sampel tanah yang diuji diatas dapat dikatakan merupakan tanah yang masam karena kadar organik tanah tersebut sangat sedikit dan dapat dikatakan kurang subur. Selain analisis tanah, dilakukan pula pengamatan biomassa untuk masing-masing perlakuan, dengan hasil sebagai berikut:Tabel 3. Hasil Pengukuran Biomassa Kedelai Break CropNo.PerlakuanBerat Basah/BB (Fresh Biomassa)Berat Kering/BK(Dry Biomassa)Kadar Air (KA)

1Dosis 30 kg/ha tambahan32,35 gram9,02 gram72,11 %

2Dosis 25 kg/ha24,65 gram6,04 gram75,49 %

3Dosis 20 kg/ha16,92 gram4,45 gram73,69 %

4Dosis 30 kg/ha33,18 gram8,10 gram75,58 %

5Tanam Tugal75,82 gram17,76 gram76,57 %

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan. Dalam hal ini biomassa berupa tananan kedelai.

% KA = (BB-BK)/ BB x 100%Adapun besarnya kadar air diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Selanjutnya data besarnya BB, BK, dan KA dapat dibandingkan dalam grafik berikut.

Gambar 4. Grafik Perbandingan BB dan BK Antar PerlakuanKeterangan label perlakuan pada grafik:A = Benih kedelai sebar dengan dosis 30 kg/ha tambahan.B = Benih kedelai sebar dengan dosis 25 kg/ha.C = Benih kedelai sebar dengan dosis 20 kg/ha.D = Benih kedelai sebar dengan dosis 30 kg/ha.E = Benih kedelai ditugal.Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa BB dan BK sama-sama memiliki nilai tertinggi pada perlakuan E (dengan cara ditugal), diikuti dengan perlakuan D (disebar dosis 30 kg/ha), perlakuan A (disebar dosis 30 kg/ha tambahan), perlakuan B (disebar dosis 25 kg/ha), dan yang terendah adalah pada perlakuan C (disebar dosis 20 kg/ha). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kedelai break crop dapat tumbuh dengan lebih baik pada perlakuan tanam tugal dibandingkan tanam sebar. Hal ini terjadi karena pada tanam tugal, benih kedelai yang ditanam tertutup tanah sehingga proses perkecambahan terjadi secara lebih optimal. Sementara itu, pada tanam sebar, benih kedelai tidak tertutupi tanah sehingga benih mengalami kontak lebih besar dengan lingkungan sekitar. Hal ini menyebabkan proses perkecambahan benih menjadi kurang optimal. Meskipun demikian, pada kondisi di PT. Gula Putih Mataram sistem tanam tugal mkurang cocok diterapkan. Tugal merupakan cara penanaman yang paling sederhana yang dapat digerakkan dengan tangan dan cocok untuk menanam benih dengan jarak tanam lebar. Penanaman sistem sebar merupakan cara penanaman yang paling lama dan sederhana. Penebaran benih dengan mengunakan mesin lebih teliti dan cepat bila dibandingkan penebaran dengan tangan. Penanaman sistem sebar ini memerlukan adanya pembuka alur, maka dari itu harus disiapkan dengan pengolahan tanah yang menggunakan peralatan seperti garu piring. Dan juga sistem ini tidak memerlukan penutupan. Penutupan kemudian dapat dilakukan dengan garu paku atau yang lainnya.Pada perlakuan tanam tugal, berat tanaman yang dihasilkan terbukti lebih berat dibandingkan dengan perlakuan tanam sebar sehingga bahan organik yang dihasilkan pun tentunya jauh lebih banyak. Namun kenyataan yang ada di lapangan, benih kedelai break crop yang diterapkan di PT. GPM justru ditanam dengan cara disebar. Hal ini karena cara sebar ini lebih efektif, efisien, dan jauh lebih mudah untuk dilakukan.

Gambar 5. Grafik Perbandingan Kadar Air (KA) Antar PerlakuanKeterangan label perlakuan pada grafik:A = Benih kedelai sebar dengan dosis 30 kg/ha tambahan.B = Benih kedelai sebar dengan dosis 25 kg/ha.C = Benih kedelai sebar dengan dosis 20 kg/ha.D = Benih kedelai sebar dengan dosis 30 kg/ha.E = Benih kedelai ditugal.Berdasarkan grafik perbandingan kadar air (KA) antar perlakuan, dapat diketahui bahwa kadar air tertinggi dimiliki oleh perlakuan E (benih tanam tugal), diikuti oleh perlakuan D (benih sebar dosis 30 kg/ha), perlakuan B (benih sebar dosis 20 kg/ha), perlakuan A (benih sebar 30 kg/ha tambahan), dan yang terendah adalah pada perlakuan C (benih sebar dosis 20 kg/ha). Selain itu, dihitung juga tinggi tanaman kedelai yang tumbuh di areal. Penghitungan dilakukan untuk tiap perlakuan tiap ulangan.

Gambar 6. Pertumbuhan Kedelai di Areal Saat Pengukuran BiomassaSupaya dapat diketahui tingkat pertumbuhan kedelai terbaik antar perlakuan, dihitung pula tinggi tanaman dan jumlah daun tiap-tiap perlakuan. Penghitungan tinggi tan\aman dilakukan dengan menggunakan mistar/penggaris, sedangkan penghitungan jumlah daun dilakukan dsecara manual. Daun yang dihitunjg tidak termasuk kotiledonnya. Sampel yang digunakan tiap perlakuan sebanyak lima tanaman kedelai.

Tabel 4. Rerata Tinggi Tanaman Kedelai (dalam cm) Semua PerlakuanNoPerlakuanPengamatan hari ke-

1234567

1.Benih sebar 30 kg/ha5,786,487,167,648,148,989,68

2.Benih sebar 25 kg/ha5,566,287,058,058,689,119,78

3.Benih sebar 20 kg/ha5,376,117,047,668,078,869,91

4.Benih sebar 30 kg/ha tambahan4,395,336,066,617,187,968,76

5.Tanam Tugal5,946,587,287,948,509,089,88

Gambar 7. Grafik Tinggi Tanaman Kedelai di Areal Berbagai PerlakuanKeterangan label perlakuan pada grafik:A = Benih kedelai sebar dengan dosis 30 kg/ha tambahan.B = Benih kedelai sebar dengan dosis 25 kg/ha.C = Benih kedelai sebar dengan dosis 20 kg/ha.D = Benih kedelai sebar dengan dosis 30 kg/ha.E = Benih kedelai ditugal.Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa terjadi kenaikan tinggi tanaman dari hari ke hari. Tanaman kedelai yang paling tinggi adalah pada perlakuan E (tanam tugal), sedangkan yang terpendek adalah pada perlakuan A (benih sebar dosis 30 kg/ha tambahan). Hal ini menunjukkan bahwa pertanaman kedelai dengan cara ditugal memberikan biomassa terbanyak karena ukurannya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lain (lebih tinggi).

Tabel 5. Rerata Jumlah Daun Kedelai (helai) Semua PerlakuanNoPerlakuanPengamatan hari ke-

1234567

1.Benih sebar 30 kg/ha2,002,782,943,224,223,783,94

2.Benih sebar 25 kg/ha2,002,943,004,005,004,614,83

3.Benih sebar 20 kg/ha2,172,722,783,283,833,894,89

4.Benih sebar 30 kg/ha tambahan2,002,222,833,333,724,004,06

5.Tanam Tugal2,002,803,203,203,403,403,60

Gambar 8. Grafik Jumlah Daun Kedelai di Areal Berbagai Perlakuan

Keterangan label perlakuan pada grafik:A = Benih kedelai sebar dengan dosis 30 kg/ha tambahan.B = Benih kedelai sebar dengan dosis 25 kg/ha.C = Benih kedelai sebar dengan dosis 20 kg/ha.D = Benih kedelai sebar dengan dosis 30 kg/ha.E = Benih kedelai ditugal.Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa jumlah daun terbesar dimiliki oleh tanaman kedelai pada perlakuan B (benih sebar dosis 25 kg/ha), sementara itu jumlah daun terkecil justru dimiliki oleh kedelai perlakuan E (tanam tugal).Tabel 5. Data Produksi Tebu Tahun 2008 2012 di PT. Gula Putih MataramNo.TahunProduksi Gula (Ton)Ton Tebu/Ton GulaTon Tebu/ haTon Gula/ ha

12008168.26510,4177,787,47

22009152.96611,3777,836,85

32010157.57112,7686,736,80

42011116.09712,2363,585,20

52012145.2919,9364,426,49

Gambar 9. Histogram Produksi Gula Total (Ton) di PT. Gula Putih Mataram Lima Tahun Terakhir

Gambar 10. Histogram Ton Tebu, Ton Gula, dan Ton Tebu/ Ton Gula di PT. Gula Putih Mataram Lima Tahun Terakhir Berdasarkan hasil wawancara dengan pembimbing Kerja Lapangan, diketahui bahwa program break crop di PT. Gula Putih Mataram dilakukan pada saat produksi tebu menurun atau statis (tidak naik/ tetap). Hal ini dimaksudkan untuk menambah bahan organik ke dalam lahan sehingga produksi tanaman tebu dapat ditingkatkan. Berdasarkan sejarah yang dilihat melalui statistik produtivitas lahan, di PT. GPM sendiri terjadi penurunan produksi pada tahun 2009, namun produksi sedikit demi sedikit merangkak naik pada tahun 2010. Hal tersebut terjadi berkat adanya usaha penerapan program break crop, dimana program break crop dilakukan pada tahun 2010 sehingga terjadi peningkatan produksi. Namun demikian, terjadi penurunan produksi tebu pada tahun 2011 dan 2012. Hal ini karena usaha untuk melaksanakan program break crop dihentikan sementara. Adapun jenis tanaman yang digunakan dalam program break crop ini adalah kedelai (Glycine max L.), orok-orok (Crotalaria sp.), kacang hijau (Vigna radiata L.), dan tanaman kacangan lainnya.

BAB VPENUTUP5.1. KesimpulanSetelah kegiatan kerja lapangan tentang kegiatan break crop di PT. Gula Putih Mataram, Sugar Group Companies selesai dilaksanakan, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.1. Kegiatan break crop sangat bermanfaat untuk : menambah unsur hara dan bahan organik (BO) dari tanaman break crop ke dalam suatu lahan, sehingga tingkat kesuburan tanah meningkat; memperbaiki sifat fisik tanah; serta mencegah timbulnya serangan hama dan penyakit tumbuhan (mengganti siklus hidup hama dan penyakit tumbuhan).2. Kegiatan break crop di PT. Gula Putih Mataram biasanya dilakukan apabila produksi tebu sudah sangat menurun (rendemen tebu rendah), yang berarti pada lahan yang demikian jumlah mikroorganisme berkurang sehingga bahan organik dalam tanah tersebut juga sedikit.3. Perawatan tanaman legume untuk keperluan break crop dilakukan seadanya saja (tanpa pemupukan) dan biasanya dilakukan pada musim penghujan supaya tidak perlu dilakukan tindakan irigasi yang memakan biaya.4. Penanaman kedelai break crop dengan cara ditugal memberikan pertumbuhan kedelai yang lebih baik dibandingkan penanaman dengan cara disebar, namun cara ini tidak efektif dan tidak diterapkan dalam kegiatan break crop di areal yang luas.5. Kegiatan budidaya tebu secara umum meliputi persiapan lahan (land preparation), penanaman (planting), dan pemeliharaan tanaman (maintenance).6. Sampel tanah yang diuji di laboratorium pada tanah yang tidak diperlakukan break crop dapat dikatakan tanah yang masam karena kadar organik tanah tersebut sangat sedikit. Dan dapat dikatakan kurang subur.

5.2. SaranKegiatan break crop di PT. Gula Putih Mataram (Sugar Group Companies) sangat bermanfaat untuk menambah bahan organik ke dalam tanah di suatu lahan, sehingga kegiatan ini sebaiknya lebih sering dilakukan (tidak perlu menunggu sampai produksi tebu menurun).

DAFTAR PUSTAKAAnonim, 2011. Cara Menanam Tanaman Penutup Tanah/ Legume Cover Crop (LCC).. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.Ghayal, Nivedita, Pravin Taware, dan Kondhiram Dhumal. 2011. Influence ofsugarcane monocropping on rhizospere microflora, soil enzymes, and NPKstatus. International Journal of Pharma and Bio Sciences 2 : 188-202. Kennedy, I. R., Lily L., Pereg-Grek, Wood C., Deaker R., Gilchrist K., dan KatupitiyaS. 1997. Biological nitrogen fixation in non-legumonous field crops: Facilitatingthe evaluation of an effective association between Azospirillum and wheat.Journal of Plant and Soil 194 : 65 79.Novita, Trias. 2011. Eksplorasi Cendawan Endofit Dari Beberapa VarietasKedelaiSebagai Agens Pemacu Pertumbuhan Tanaman. . Diakses pada tanggal 20Maret 2012.Padmowijoto, Soemitro. 2006. Integrasi Legume Dengan Tanaman Pangan dan TernakKambing dalam Mratani Sistem. Buletin Prospect 2 : 1 4.Roach, B.T. and Daniels. 1987. A Review of the Origin and Improvement of Sugarcane In: Copersucar Int. Sugarcane Workshop. CopersucarTech. Center, Piracicaba-SP, Brasil. Sarwono. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.

Sparks, Donald L. 2008. Advances in Agronomy. Academic Press, United States.Spidermenik, Tyo. 2011. Tata Cara Tanam Tebu (Planting). Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.Siddiqi, Mohamed Ismail. 1969. Sugarcane Cultivation in The Indus Valley. BangalorePrinting & Publishing Co. Pakistan.Sri Andani dan E.D Purbayanti. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Simanungkalit, R. D. M., Rasti S., Ratih D.H., dan Edi H. 2003. Pupuk Organik danPupuk Hayati. Kanisius, Yogyakarta.Simermata, T., dan Hindersah R. 2004. Potensi rizobakteri Azetobacter dalammeningkatkan kesehatan tanah. Jurnal Natur Indonesia 5 : 127 133.Susetyo, I. dan Sudiharto. 2006. Penutup Tanah Kacangan (Legume Cover Crops) diPerkebunan Karet. . Diakses pada tanggal 25 April 2012.Thohiron, Dion. 2012. Penerapan Pola Tanam. .Diakses pada tanggal 25 April 2012.Werner, D. 1992. Symbiosis of Plant and Microbes. Champman and Hall Publishing,London.Widiawati, Sri. 2010. Introduksi inokulan mikrobia tanah sebagai pemacu pertumbuhantanaman legume pada tanah marginal. Jurnal Penelitian Hayati 4 : 37 42.WW Works. 2004. Pemecahan Masalah : Upaya Menuju Pertanian Berkelanjutan.. Diakses pada tanggal 25 April 2012.1