respons dua varietas tebu (saccharrum officinarum l.) terhadap pemberian fluazifob-p-butyl sebagai...

119
1. Alumni Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Lampung ABSTRAK RESPONS DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP PEMBERIAN FLUAZIFOB-P-BUTYL SEBAGAI ZAT PEMACU KEMASAKAN Oleh Muhammad Isnaini 1 , Indarto 2 dan Dad Resiworo Jekti Sembodo 2 Industri gula saat ini membutuhkan perhatian khusus dalam kaitannya dengan peningkatan daya saing. Kondisi iklim seperti curah hujan yang tinggi di awal musim panen menyebabkan produksi dan kualitas tebu rendah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi dan kualitas tebu, salah satunya adalah dengan teknologi pengaplikasian zat pemacu kemasakan (ZPK). Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dosis fluazifob-p-butyl sebagai ZPK pada pertumbuhan dan kualitas nira tebu dan mengetahui perbedaan respons varietas terhadap dosis fluazifob-p-butyl sebagai ZPK serta mengetahui interaksi antara varietas tebu dengan pemberian fluazifob-p-butyl sebagai ZPK. Perlakuan disusun secara faktorial (2 x 5) dalam Rancangan Petak Terbagi (RPT-RKTS) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas tebu sebagai petak utama terdiri atas varietas RGM 99-213 dan R 570. Faktor kedua adalah dosis ZPK sebagai anak petak terdiri atas kontrol (tanpa ZPK), dosis 0,30; 0,35; 0,40; dan 0,45 l/ha. Homogenitas ragam antarperlakuan diuji dengan Bartlett. Bila homogen, data disidik ragam dan aditivitas ragam diuji dengan Tukey. Bila F hitung berbeda maka pemisahan nilai tengah dilakukan dengan BNT 5%. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemberian ZPK akan meningkatkan nilai brix tebu mulai dari 2 sampai 4 MSA lalu pada 6 MSA menurun lagi. Pemberian ZPK tidak menekan pertumbuhan jarak antarcincin daun tetapi dapat meningkatkan jumlah daun dan diameter batang varietas RGM 99-213 serta dapat menurunkan jumlah daun dan diameter batang varietas R 570; varietas RGM 99-213 memiliki pertumbuhan dan kualitas nira yang lebih baik dibandingkan varietas R 570; dan pengaruh fluazifob-p-butyl sebagai ZPK ditentukan oleh dosis dan varietas tebu pada jumlah daun, diameter batang, nilai brix 2 dan 4 MSA, dan pertumbuhan tinggi tunas. Kata kunci: fluazifob-p-butyl, zat pemacu kemasakan, tebu.

Upload: muhammad-sp

Post on 21-Jan-2016

338 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

1. Alumni Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

2. Dosen Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Lampung

ABSTRAK

RESPONS DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

TERHADAP PEMBERIAN FLUAZIFOB-P-BUTYL SEBAGAI

ZAT PEMACU KEMASAKAN

Oleh

Muhammad Isnaini1, Indarto

2 dan Dad Resiworo Jekti Sembodo

2

Industri gula saat ini membutuhkan perhatian khusus dalam kaitannya dengan

peningkatan daya saing. Kondisi iklim seperti curah hujan yang tinggi di awal

musim panen menyebabkan produksi dan kualitas tebu rendah. Berbagai upaya

telah dilakukan untuk meningkatkan produksi dan kualitas tebu, salah satunya adalah

dengan teknologi pengaplikasian zat pemacu kemasakan (ZPK).

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dosis fluazifob-p-butyl sebagai ZPK

pada pertumbuhan dan kualitas nira tebu dan mengetahui perbedaan respons varietas

terhadap dosis fluazifob-p-butyl sebagai ZPK serta mengetahui interaksi antara

varietas tebu dengan pemberian fluazifob-p-butyl sebagai ZPK.

Perlakuan disusun secara faktorial (2 x 5) dalam Rancangan Petak Terbagi

(RPT-RKTS) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas tebu sebagai

petak utama terdiri atas varietas RGM 99-213 dan R 570. Faktor kedua adalah dosis

ZPK sebagai anak petak terdiri atas kontrol (tanpa ZPK), dosis 0,30; 0,35; 0,40; dan

0,45 l/ha. Homogenitas ragam antarperlakuan diuji dengan Bartlett. Bila homogen,

data disidik ragam dan aditivitas ragam diuji dengan Tukey. Bila F hitung berbeda

maka pemisahan nilai tengah dilakukan dengan BNT 5%.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemberian ZPK akan meningkatkan nilai

brix tebu mulai dari 2 sampai 4 MSA lalu pada 6 MSA menurun lagi. Pemberian

ZPK tidak menekan pertumbuhan jarak antarcincin daun tetapi dapat meningkatkan

jumlah daun dan diameter batang varietas RGM 99-213 serta dapat menurunkan

jumlah daun dan diameter batang varietas R 570; varietas RGM 99-213 memiliki

pertumbuhan dan kualitas nira yang lebih baik dibandingkan varietas R 570; dan

pengaruh fluazifob-p-butyl sebagai ZPK ditentukan oleh dosis dan varietas tebu pada

jumlah daun, diameter batang, nilai brix 2 dan 4 MSA, dan pertumbuhan tinggi

tunas.

Kata kunci: fluazifob-p-butyl, zat pemacu kemasakan, tebu.

Page 2: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

ABSTRAK

RESPONS DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

TERHADAP PEMBERIAN FLUAZIFOB-P-BUTYL SEBAGAI

ZAT PEMACU KEMASAKAN

Oleh

Muhammad Isnaini

Industri gula saat ini membutuhkan perhatian khusus dalam

kaitannya dengan peningkatan daya saing. Kondisi iklim seperti

curah hujan yang tinggi di awal musim panen menyebabkan

produksi dan kualitas tebu rendah. Berbagai upaya telah

dilakukan untuk meningkatkan produksi dan kualitas tebu, salah

satunya adalah dengan teknologi pengaplikasian zat pemacu

kemasakan (ZPK).

Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui pengaruh dosis

fluazifob-p-butyl sebagai ZPK pada pertumbuhan dan kualitas nira

tebu; (2) mengetahui perbedaan respons varietas terhadap dosis

fluazifob-p-butyl sebagai ZPK; dan (3) mengetahui interaksi antara

varietas tebu dengan pemberian fluazifob-p-butyl sebagai ZPK.

Page 3: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

Isnaini

Penelitian ini dilaksanakan di Research and Development PT

Gunung Madu Plantations, Gunung Batin Lampung Tengah dari

bulan Juni hingga Oktober 2006. Perlakuan disusun secara

faktorial (2 x 5) dalam Rancangan Petak Terbagi (RPT-RKTS)

dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas tebu sebagai

petak utama terdiri atas varietas RGM 99-213 dan R 570. Faktor

kedua adalah dosis ZPK sebagai anak petak terdiri atas kontrol

(tanpa ZPK), dosis 0,30; 0,35; 0,40; dan 0,45 l/ha. Data yang

diperoleh direrata. Homogenitas ragam antarperlakuan diuji

dengan Bartlett. Bila homogen, data disidik ragam dan aditivitas

ragam diuji dengan Tukey. Bila F hitung berbeda maka

pemisahan nilai tengah dilakukan dengan BNT 5%.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa (1) pemberian ZPK akan

meningkatkan nilai brix tebu mulai dari 2 sampai 4 MSA lalu pada

6 MSA menurun lagi. Pemberian ZPK tidak menekan

pertumbuhan jarak antarcincin daun tetapi dapat meningkatkan

jumlah daun dan diameter batang varietas RGM 99-213 serta

dapat menurunkan jumlah daun dan diameter batang varietas

R 570; (2) varietas RGM 99-213 memiliki pertumbuhan dan

kualitas nira yang lebih baik dibandingkan varietas R 570; dan (3)

pengaruh fluazifob-p-butyl sebagai ZPK ditentukan oleh dosis dan

varietas tebu pada jumlah daun, diameter batang, nilai brix 2 dan

4 MSA, dan pertumbuhan tinggi tunas.

Page 4: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Research and Development PT

Gunung Madu Plantations, Gunung Batin, Lampung Tengah mulai

dari bulan Juni 2006 sampai dengan Oktober 2006.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan adalah tanaman tebu varietas RGM 99-213

dan R 570 yang berumur 11 bulan, air, dan senyawa kimia

fluazifob-p-butyl (Fusilade Super 125 EC ) sebagai Zat Pemacu

Kemasakan (Cane Ripener).

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan adalah sprayer punggung jenis Matabi,

refractometer, tusukan brix, golok, jangka sorong, penggaris, oven

pengering, timbangan, ember plastik, gelas ukur, meteran, tali

plastik, label, dan perlengkapan lain yang diperlukan.

Page 5: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

23

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan disusun secara faktorial (2 x 5) dalam Rancangan Petak

Terbagi (RPT-RKTS) dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama

adalah varietas tebu yaitu RGM 99-213 dan R 570 yang diterapkan

sebagai petak utama (main treatment). Faktor kedua adalah dosis

fluazifob-p-butyl yang terdiri atas 5 taraf dosis yaitu 0 l/ha

(kontrol); 0,30 l/ha; 0,35 l/ha; 0,40 l/ha; dan dosis 0,45 l/ha yang

diterapkan sebagai anak petak (sub treatment). Tata letak

percobaan dapat dilihat pada Gambar 3.

D2V2

D3V2

D4V2

D0V2

D1V2

D2V1

D3V1

D4V1

D0V1

D1V1

Ulangan I

D2V2

D0V2

D1V2

D4V2

D3V2

D2V1

D0V1

D1V1

D4V1

D3V1

Ulangan II

D0V2

D4V2

D3V2

D1V2

D2V2

D0V1

D4V1

D3V1

D1V1

D2V1

Ulangan III

Keterangan

D0V2 = Kontrol Varietas R 570

D0V1 = Kontrol Varietas RGM 99-213

D1V2 = Dosis ZPK 0,30 l/ha Varietas R 570

D1V1 = Dosis ZPK 0,30 l/ha Varietas RGM 99-213

D2V2 = Dosis ZPK 0,35 l/ha Varietas R 570

D2V1 = Dosis ZPK 0,35 l/ha Varietas RGM 99-213

D3V2 = Dosis ZPK 0,40 l/ha Varietas R 570

D3V1 = Dosis ZPK 0,40 l/ha Varietas RGM 99-213

D4V2 = Dosis ZPK 0,45 l/ha Varietas R 570

D4V1 = Dosis ZPK 0,45 l/ha Varietas RGM 99-213

Gambar 2. Denah tata letak percobaan

Page 6: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

24

Petak percobaan untuk satu satuan percobaan berukuran

5 m x 3 m dengan jarak tanam 1,5 m untuk varietas RGM 99-213

dan R 570.

3.4 Analisis Data Data yang diperoleh direrata. Homogenitas ragam antarperlakuan

diuji dengan uji Bartlett. Bila homogen, data disidik ragam dan

aditivitas ragam diuji dengan uji Tukey. Bila F hitung berbeda

maka pemisahan nilai tengah dilakukan dengan BNT 5%. Alat

bantu komputerisasi yang digunakan adalah program software

statistik SXW for Windows version 0.0.0.0.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Persiapan sebelum aplikasi Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain penentuan varietas

tanaman tebu, penentuan dosis ZPK, penentuan petak percobaan,

dan kalibrasi sprayer. Kalibrasi sprayer ini bertujuan untuk

menentukan volume semprot dan kecepatan jalan operator

sehingga diharapkan efektif dan efisien dalam aplikasi ZPK.

Volume semprot yang digunakan adalah hasil perhitungan

kalibrasi sebesar 866 l/ha atau 1,3 l/petak perlakuan.

Page 7: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

25

3.5.2 Aplikasi ZPK Aplikasi ZPK dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Juni 2006

(pagi hari pukul 05.30—08.00 WIB) yaitu dengan menggunakan

sprayer punggung jenis Matabi yang dimodifikasi dengan stick

sprayer yang berbentuk T dan masing-masing ujung terdapat

sebuah nosel polyjet warna biru tipe kipas. Spesifikasi stick

sprayer tersebut adalah panjang ± 3 m dan panjang tangkai nosel

± 60 cm seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Alat stick spraying

Dalam pelaksanaan aplikasi dibutuhkan dua orang yaitu satu

orang yang membawa sprayer dan satu orang lainnya membantu

membawa alat stick sprayernya. Keduanya berjalan bersamaan.

60 cm

3 m

nosel polyjet warna biru tipe kipas

Page 8: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

26

Pengamatan

� Kondisi awal tanaman

Pengamatan kondisi awal tanaman dilakukan pada 3 hari sebelum

pelaksanaan aplikasi ZPK. Peubah yang diamati antara lain jarak

antarcincin daun, diameter batang, jumlah daun, dan nilai brix.

� Pertumbuhan tanaman tebu (1) Jarak antarcincin daun (collar)

Pengamatan jarak antarcincin daun (collar) dilakukan pada tiap

minggu sekali yaitu 2, 4, dan 6 MSA dengan menggunakan

penggaris. Jarak yang diukur adalah jarak daun +1 sampai

dengan daun +5 seperti Gambar 4.

Gambar 4. Jarak antarcincin daun (collar)

Cincin Daun

Cincin Daun

Page 9: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

27

(2) Diameter batang Pengamatan diameter batang dilakukan pada setiap dua minggu

sekali yaitu 2, 4, dan 6 MSA dengan menggunakan alat jangka

sorong. Diameter yang diamati adalah bagian pangkal, tengah,

dan pucuk. Pengukurannya dilakukan pada bagian tengah ruas

yaitu di antara buku-buku batang tanaman pada masing-masing

bagian pangkal, tengah, dan pucuk. Diameter batang atas diukur

setelah 5 ruas dari pucuk, diameter batang tengah diukur setelah

5 ruas dari batas pengukuran diameter batang atas, dan diameter

batang bawah diukur setelah 5 ruas dari pangkal batang.

(3) Jumlah daun

Pada pengamatan ini, daun yang dihitung adalah daun yang

secara morfologi sudah membentuk cincin daun dan helaian daun

membuka sempurna. Daun yang dihitung merupakan daun yang

masih hijau dan masih menempel pada ruas-ruas batang.

� Gejala keracunan daun

Pengamatan dilakukan secara visual dengan cara memperhatikan

perubahan warna daun pada masing-masing perlakuan. Gejala

toksisitas biasanya ditunjukkan oleh adanya perubahan warna

daun dari hijau menjadi kuning kemudian mengering. Gejala

Page 10: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

28

khas yang diakibatkan oleh aplikasi fluazifob-p-butyl adalah

adanya nekrotik pada bagian pucuk tebu.

� Kualitas nira tebu dan rendemen Untuk mengetahui kualitas nira tebu maka dilakukan dua analisis

yaitu analisis nira di lapangan dan analisis nira di laboratorium.

Tujuan analisis nira di lapangan adalah untuk mengetahui

bagaimana perkembangan kualitas nira setelah pemberian ZPK

fluazifob-p-butyl yaitu menganalisis brix di lapangan sedangkan

analisis nira di laboratorium bertujuan untuk mengetahui kualitas

nira seperti banyaknya nira, brix, pol, purity, dan rendemen.

(1) Analisis brix di lapangan Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali (2, 4, dan 6 MSA)

yaitu dengan menggunakan alat ukur brix tipe hand refractometer.

Prinsip alat ini adalah pembiasan sinar yang melalui cairan nira

dan akan diproyeksikan ke skala. Cara analisisnya adalah

mengambil nira dalam batang tebu dengan tusukan brix dan

memasukkannya ke dalam kotak lensa yang ada pada

refractometer lalu amati skalanya dengan meneropongnya. Batang

yang dianalisis brix adalah batang tebu bagian pucuk dan tengah.

Page 11: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

29

(2) Analisis kualitas nira dan rendemen di laboratorium Peubah kualitas nira tebu yang diamati adalah rata-rata bobot

batang, persen nira, potensi pol, brix, purity (kemurnian), dan

rendemen yang dinyatakan dalam persen (%). Persen nira adalah

banyaknya nira dalam batang tebu yang dinyatakan dalam persen

(%). Persen nira merupakan perbandingan bobot nira dengan bobot

batang dikali 100%. Pol (%) adalah angka yang menyatakan berapa

persen kandungan sukrosa di dalam nira, brix (%) adalah angka

yang menyatakan berapa persen kandungan sukrosa dan non

sukrosa di dalam nira, purity adalah perbandingan antara pol dan

brix yang dinyatakan dalam persen, dan rendemen adalah gula

yang dihasilkan oleh batang tebu yang digiling (kandungan gula

yang terdapat dalam batang tebu). Pengamatan tersebut dilakukan

pada 6 MSA. Jumlah contoh tanaman sampel yang akan dianalisis

di laboratorium adalah 12 batang yang diambil pada setiap petak

percobaan. Letak pengambilan contoh tanaman ditentukan secara

sistematis. Batang tebu dengan panjang lebih dari 1 m dipotong

tepat setinggi permukaan tanah.

Analisis pol menggunakan alat polarimeter dimana nira hasil

gilingan contoh batang dijernihkan dulu dengan 2 gr larutan

aluminium oksida (Al2O3) dan 0,6 gr larutan karbon hidroksida

(C4(OH)2). Nira yang dijernihkan tadi disaring dengan kertas

whatman, selanjutnya hasil saringan dimasukkan ke dalam

Page 12: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

30

tabung pol 200 mm kemudian dibaca polarisasinya di polarimeter.

Hasil pembacaan dicatat dan dihitung dengan menggunakan

rumus

terkoreksibelum)(SG

0,26xPembacaannira%Pol

brixGravitySpecifik

rpolarimete=

Keterangan: 0,26 = konstanta dari rumus Nilai SG = tergantung dari nilai brix yang diperoleh.

Analisis brix yang dilakukan di laboratorium menggunakan

hydrometer yaitu sebuah alat yang mempunyai prinsip dasar berat

jenis larutan. Alat ini dimasukkan ke dalam tabung brix yang

telah diisi dengan nira. Kepekatan atau berat jenis nira akan

menentukan hydrometer ini lebih terapung atau tidak. Apabila

niranya lebih pekat maka berat jenisnya lebih besar daripada

hydrometer sehingga akan menyebabkan hydrometer terapung.

Untuk mengetahui besarnya nilai brix dapat dilihat pada skala

yang ada di hydrometer.

Untuk mencari nilai purity (harkat kemurnian) dapat dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut

100%Kontrol

PolPersenKemurnian/ ×

=

BrixPurity

Rendemen adalah kandungan gula di dalam batang tebu yang

dinyatakan dengan persen. Untuk mendapatkan rendemen

digunakan rumus sebagai berikut

Page 13: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

31

rendemenFaktorniraNilaiRendemen ×=

Keterangan: )0,4(1,4niraNilai brix−= pol

0,5884standarrendemen,Faktor =

� Kadar air

Pengukuran kadar air batang tebu dilakukan dengan cara

menimbang masing-masing potongan ruas untuk memperoleh

bobot basah batang sampel. Selanjutnya masing-masing potongan

ruas dikeringkan menggunakan oven selama 48 jam. Setelah

dikeringkan kemudian ditimbang lagi sehingga diperoleh bobot

kering batang sampel. Setelah didapatkan bobot basah dan bobot

kering batang sampel maka dapat dilakukan penghitungan kadar

air. Kadar air diperoleh dari selisih antara bobot basah dan bobot

kering.

100%xBB

BKBBKA

−=

Keterangan: KA = Kadar air (%) BB = Bobot basah batang sampel (gr) BK = Bobot kering batang sampel (gr) � Pertumbuhan ratoon (1) Populasi pertunasan

Pengamatan dilakukan dua kali, yaitu pada 3 dan 6 minggu

setelah tebang (MST) dengan menghitung jumlah tunas keprasan

Page 14: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

32

yang tumbuh pada satu jalur tanam atau sepanjang 5 m x 3 m

untuk masing-masing ulangan.

(2) Tinggi tunas

Pengamatan dilakukan dua kali, yaitu pada 3 dan 6 MST dengan

cara mengukur tinggi tunas keprasan dari bagian pangkal sampai

dengan ujung daun tertinggi.

(3) Persentase tunggul bertunas (PTB) Pengamatan persentase tunggul bertunas dilakukan 2 kali yaitu

pada 3 dan 6 MST. Persentase tunggul bertunas yang diamati

adalah jumlah tunggul yang belum tumbuh tunas dan jumlah

tunggul yang sudah tumbuh tunas. Setelah didapat jumlahnya

lalu dihitung persentasenya dengan menggunakan rumus di

bawah ini

100%xtotaltunggulJumlah

bertunastunggulJumlahPTB =

Page 15: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

RESPONS DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP PEMBERIAN FLUAZIFOB-P-BUTYL SEBAGAI

ZAT PEMACU KEMASAKAN

(Skripsi)

Oleh

Muhammad Isnaini

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2007

Page 16: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

RESPONS DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP PEMBERIAN FLUAZIFOB-P-BUTYL SEBAGAI

ZAT PEMACU KEMASAKAN

Oleh

Muhammad Isnaini

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Program Studi Agronomi

Jurusan Budidaya Pertanian

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2007

Page 17: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

D2V2

D3V2

D4V2

D0V2

D1V2

D2V1

D3V1

D4V1

D0V1

D1V1

D2V2

D0V2

D1V2

D4V2

D3V2

D2V1

D0V1

D1V1

D4V1

D3V1

D0V2

D4V2

D3V2

D1V2

D2V2

D0V1

D4V1

D3V1

D1V1

D2V1

Keterangan

D0V2 = Kontrol

Varietas R 570

D0V1 = Kontrol

Varietas RGM 99-213 D1V2 = Dosis ZPK 0,30 l/ha

Varietas R 570 D1V1 = Dosis ZPK 0,30 l/ha Varietas RGM 99-213

D2V2 = Dosis ZPK 0,35 l/ha Varietas R 570

D2V1 = Dosis ZPK 0,35 l/ha Varietas RGM 99-213

D3V2 = Dosis ZPK 0,40 l/ha

Varietas R 570

D3V1 = Dosis ZPK 0,40 l/ha

Varietas RGM 99-213 D4V2 = Dosis ZPK 0,45 l/ha

Varietas R 570

D4V1 = Dosis ZPK 0,45 l/ha

Varietas RGM 99-213

Page 18: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

iii

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL .......................................... ......................... vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................ ........ xi

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang dan Masalah ................................... 1

Perumusan Masalah Penelitian ................................ 4

Tujuan Penelitian .................................................. .. 4

Manfaat Penelitian .................................. ................ 5

Kerangka Teoritis ................................................... 5 Landasan teori ............................................... 5 Kerangka pemikiran ....................................... 8 Hipotesis ........................................................ 10

II. TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi Tanaman Tebu ................ 11 Taksonomi tanaman tebu dan kegunaannya .................................................. 11 Morfologi tanaman tebu .......................................... 13

Ekologi Tanaman Tebu ............................................ 15

Peran Zat Pemacu Kemasakan dalam Pertumbuhan dan Kualitas Nira Tebu ............................................ 16

Peran Varietas Tebu ................................................ 19

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................. 22

3.2 Bahan dan Alat .......................... ............................ 22

3.2.1 Bahan ........................................................... 22

3.2.2 Alat ............................................................... 22

Page 19: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

iv

Halaman 3.3 Metode Penelitian ............. ...................................... 23

3.4 Analisis Data .......................................................... 24

3.5 Pelaksanaan Penelitian ............................... ............ 24

3.5.1 Persiapan sebelum aplikasi ........................... 24

3.5.2 Aplikasi ZPK ................................................. 25

3.5.3 Pengamatan .................................................. 26

� Kondisi awal tanaman .............................. 26 � Pertumbuhan tanaman tebu .................... 26

(1) Jarak antarcincin daun ...................... 26 (2) Diameter batang ................................. 27 (3) Jumlah daun ...................................... 27

� Gejala keracunan daun ............................ 27 � Kualitas nira tebu dan rendemen ............. 28

(1) Analisis brix di lapangan ..................... 28 (2) Analisis kualitas nira dan rendemen di

laboratorium ....................................... 29 � Kadar air ................................................. 31 � Pertumbuhan ratoon .................................. 31

(1) Populasi pertunasan ........................... 31 (2) Tinggi tunas ........................................ 32 (3) Persentase tunggul bertunas (PTB) ...... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil .................................................................. ..... 33

4.1.1 Kondisi awal tanaman ................................... 33

4.1.2 Rangkuman hasil analisis ragam .................... 34

4.1.3 Pengamatan pertumbuhan tanaman tebu .... .. 36 4.1.1.1 Jarak antarcincin daun ...................... 36 4.1.1.2 Jumlah daun ..................................... 36 4.1.1.3 Diameter batang ................................. 38

4.1.2 Pengamatan keracunan daun .... ..................... 39

4.1.3 Pengamatan bobot dan kualitas nira tebu .. .... 40 4.1.3.1 Brix di lapangan ................................. 40 4.1.3.2 Bobot, kualitas nira, dan rendemen tebu di laboratorium .......................... 42 4.1.3.3 Kadar air batang tebu ........................ 44

4.1.4 Pengamatan pertumbuhan ratoon .................. 45 4.1.4.1 Populasi pertunasan ......................... 45 4.1.4.2 Tinggi tunas ...................................... 46

Page 20: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

v

Halaman 4.1.4.3 Persentase tunggul bertunas (PTB) .... 47

4.2 Pembahasan .................................... ........................ 48

4.2.1 Pertumbuhan tanaman ................................... 48

4.2.2 Kualitas nira tebu ........................................... 51

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ........................................................ ..... 55

4.2 Saran ................................................................. ..... 56

DAFTAR PUSTAKA .................................................. ............. 57

LAMPIRAN

Tabel (14—75) ................................................................ 60

Page 21: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Kondisi awal tanaman pada saat aplikasi ZPK ................. 33

2. Rangkuman analisis ragam untuk respons varietas

dan dosis fluazifob-p-butyl terhadap pertumbuhan dan kualitas nira tebu ..................................................... 35

3. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada jarak

antarcincin daun 2, 4, dan 6 MSA .................................... 36 4. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada jumlah

daun 2, 4, dan 6 MSA ...................................................... 38 5. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada

diameter batang 2, 4, dan 6 MSA ..................................... 39 6. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada nilai

brix 2 dan 4 MSA ............................................................. 41 7. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada nilai

brix 6 MSA ....................................................................... 42 8. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada

rata-rata bobot batang 6 MSA ........................................... 43 9. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada

kualitas nira tebu yang dianalisis di laboratorium 6 MSA .. 44

10. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada kadar air batang tebu ................................................................ 45

11. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada

populasi pertunasan 3 dan 6 MSA ................................... 46 12. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada tinggi

tunas 3 dan 6 MST ......................................................... 57

Page 22: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

vii

Tabel Halaman 13. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada persentase tunggul bertunas 3 dan 6 MST ............. .......... 48 14. Deskripsi Varietas RGM 99-213 dan R 570 ...................... 60 15. Data jarak antarcincin daun pada saat aplikasi ZPK ....... 61 16. Data diameter batang tebu pada saat aplikasi ZPK ......... 61 17. Data jumlah daun tebu pada saat aplikasi ZPK ............... 62 18. Data brix tebu pada saat aplikasi ZPK ............................. 62 19. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam jarak antarcincin daun .................................................... 63 20. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu pada

2 MSA ............................................................................. 63 21. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 2 MSA . 64 22. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu pada

4 MSA .............................................................................. 64 23. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 4 MSA . 65 24. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu pada

6 MSA .............................................................................. 65 25. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 6 MSA . 66 26. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam

antarperlakuan diameter batang tebu .............................. 66 27. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 2 MSA 67 28. Analisis ragam diameter batang tebu pada 2 MSA ............ 67 29. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 4 MSA 68 30. Analisis ragam diameter batang tebu pada 4 MSA ............ 68 31. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 6 MSA 69 32. Analisis ragam diameter batang tebu pada 6 MSA ............ 69

Page 23: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

viii

Tabel Halaman 33. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam

antarperlakuan jumlah daun tebu ................................... 70 34. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 2 MSA ... 70 35. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 2 MSA ................. 71 36. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 4 MSA .... 71 37. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 4 MSA ................. 72 38. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 6 MSA .... 72 39. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 6 MSA ................. 73 40. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam

antarperlakuan kualitas nira tebu ................................... 73

41. Data hasil pengamatan brix tebu pada 2 MSA .................. 74 42. Analisis ragam brix tebu pada 2 MSA ............................... 74 43. Data hasil pengamatan brix tebu pada 4 MSA .................. 75 44. Analisis ragam brix tebu pada 4 MSA ............................... 75 45. Data hasil pengamatan brix tebu pada 6 MSA .................. 76 46. Analisis ragam brix tebu pada 6 MSA ............................... 76 47. Data hasil pengamatan kadar air tebu ............................. 77 48. Analisis ragam kadar air tebu .......................................... 77 49. Data hasil pengamatan berat per batang tebu .................. 78 50. Analisis ragam berat per batang tebu ............................... 78 51. Data hasil pengamatan persen nira tebu .......................... 79 52. Analisis ragam persen nira tebu ....................................... 79 53. Data hasil pengamatan pol ............................................... 80 54. Analisis ragam pol ............................................................ 80

Page 24: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

ix

Tabel Halaman 55. Data hasil pengamatan purity .......................................... 81 56. Analisis ragam purity ....................................................... 81 57. Data hasil pengamatan brix ............................................. 82 58. Analisis ragam brix .......................................................... 82 59. Data hasil pengamatan rendemen tebu ............................ 83 60. Analisis ragam rendemen tebu ......................................... 83 61. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam

antarperlakuan populasi tunas tebu ................................. 84 62. Data hasil pengamatan populasi tunas tebu pada 3 MST . 84 63. Analisis ragam populasi tunas tebu pada 3 MST .............. 85 64. Data hasil pengamatan populasi tunas tebu pada 6 MST . 85 65. Analisis ragam populasi tunas tebu pada 6 MST .............. 86 66. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam

antarperlakuan tinggi tunas tebu ..................................... 86 67. Data hasil pengamatan tinggi tunas tebu pada 3 MST ...... 87 68. Analisis ragam tinggi tunas tebu pada 3 MST .................. 87 69. Data hasil pengamatan tinggi tunas tebu pada 6 MST ...... 88 70. Analisis ragam tinggi tunas tebu pada 6 MST .................. 88 71. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam

antarperlakuan persentase tunggul bertunas tebu ............ 89 72. Data hasil pengamatan persentase tunggul bertunas (PTB)

pada 3 MST ..................................................................... 89 73. Analisis ragam persentase tunggul bertunas (PTB) pada

3 MST .............................................................................. 90 74. Data hasil pengamatan persentase tunggul bertunas (PTB)

pada 6 MST ..................................................................... 90

Page 25: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

x

Tabel Halaman 75. Analisis ragam persentase tunggul bertunas (PTB) pada

6 MST .............................................................................. 91

Page 26: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Rumus bangun fluazifob-p-butyl ...................................... 18 2. Denah tata letak percobaan ............................................. 23 3. Alat stick spraying ............................................................... 25 4. Jarak antarcincin daun (collar) ........................................ 26 5. Gejala keracunan varietas RGM 99-213 dan R 570 pada

4 MSA ............................................................................. 40 6. Gejala keracunan varietas RGM 99-213 dan R 570 pada

6 MSA ............................................................................. 40

Page 27: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

DAFTAR PUSTAKA

Devlin, R. M. 1983. Plant Physiology. PWS Publisher. Boston. 508 pp. Donaldson, R. A. 1989. Effects of various rates of fusilade super

as a ripener on the sugarcane variety N14. Proceeding South Africa Sugar Technol Ass 61 : (in Press).

Donaldson, R. A. dan Van Staden, J. 1989. A review of chemicals

used as ripeners of sugarcane in South Africa. In Plant Physiology. 20: 647-655

Hadisaputro, S. 1996. Petunjuk teknis penggunaan teknologi zat

pemacu kemasakan (Cane Ripener). Seri Pedoman P3GI-3. Pasuruan, 20 hlm.

Hasibuan, O.P. 1986. Fisiologi dan Kualitas Nira. Divisi Riset

Agronomi PT Gunung Madu Plantations. Lampung Tengah. 18 hlm.

Hardjasudjana, D.S. 1992. Potensi produksi tanaman keprasan

sembilan varietas tebu PS 84 di wilayah PT Perkebunan IX. Buletin Pertanian dan Peternakan. 6(2): 24—41.

Indarto. 1996. Sistem olah tanah dan pertumbuhan tebu. Jurnal

Penelitian. 1(7): 99—113. Indarto. 2002. Budidaya Tebu di Lahan Kering. Makalah yang

disajikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) pada tanggal 30 September—1 Oktober 2002. Hlm 63—67.

Indarto. 2005. Tanaman Penghasil Gula dan Minyak, bahan

perkuliahan mata kuliah Tanaman Penghasil Gula dan Minyak. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Page 28: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

58

Irmawan, Y. 1993. ”Pengaruh Pupuk TSP terhadap Pertumbuhan Dua Varietas Tebu hingga Fase Pembentukan Anakan”. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 65 hlm.

Kuntohartono, T. 2000. Stadium kemasakan tebu. Majalah

Triwulan Gula Indonesia. 2(XXV): 57 hlm. Marpaung, T.G. 1990. Pengaruh Roundup dan Fusilade sebagai

senyawa pemacu kemasakan tanaman tebu terhadap produksi gula pada perkebunan tebu PT Perkebunan IX. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor: 126 hlm.

Nickell, L.G. 1997. Sugarcane. In Nickell (Ed.) Plant Growth

Regulating Chemicals. I :185-198. Oezer, Y. 1993. Agroteknologi Tebu di Lahan Kering. Arikha

Media Cipto. Jakarta. [email protected]. 2006. Fluazifob-p-butyl.

http://www.fluaridealert.org/pesticides/fluazifob-p-butyl.page.htm. pp. Diakses tanggal 11 April 2007.

Rahayu, R. 2006. “Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan

Pupuk Silika pada Pertumbuhan Awal Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GM 25”. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 70 hlm.

Riyanto, H. 2005. “Dampak Aplikasi ZPK terhadap Kandungan

Air di Dalam Batang Tebu”. Makalah Seminar R&D bidang Agronomi PT Gunung Madu Plantations. 3 hlm.

Rostron, H., J.P. Barnes, D.A. Jenkins, C.M. Marsh, R.A. Parke,

and A.J. Van Coller. 1986. Recent sugarcane ripening experiments with fusilade super. In Clayton, J. L. And H. Handojo (Ed.) Proceeding XIX Congress of International Society of Sugarcane Technologists. Jakarta Indonesia. Pp.252-257.

Salisbury, F.B. dan Cleon, W.R. 1995. Fisiologi Tumbuhan : Jilid

3 yang diterjemahkan oleh Diah R. Lukman dan Sumaryono dari buku Plant Physiology. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 343 hlm.

Sembodo, D.R.J. 2005. Herbisida dan Lingkungan I (Bahan

kuliah). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 34 hlm.

Page 29: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

59

Sembodo, D.R.J., Indarto, dan A. Sudarijanto. 2005. Penggunaan Herbisida Rumpas 120 EW sebagai Cane Ripener. Laporan Penelitian Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Lampung Kerja sama dengan PT Bayer Indonesia Tbk dan P3GI Kebun Percobaan Cinta Manis. Bandar Lampung. 17 hlm.

Sudarijanto, A. 1996. Zat Pemacu Kemasakan Tebu. P3GI.

Sumatera Selatan. 10 hlm. Sugiharto, B. 2001. ”Identifikasi dan Karakterisasi Multi-Bentuk

Sucrose-Phosphate Synthase pada Tanaman Tebu”. Jurnal Ilmu Dasar. 2 (2): 72-78

Suranto, T. A. dan Sujuri. 2006. Pengujian zat pemacu

kemasakan tebu fluazifob-p-butyl. Tabloid Dwiwulan Progresta. 4: 1—2.

Suryani T. dan Purwadi. 1998. Pengaruh Dosis Herbisida Fluazifop-p-butyl terhadap Kemasakan Tiga varietas Tebu.

Laporan Penelitian. Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta. 9 hlm.

Yuschal. 1993. Peningkatan rendemen varietas pengembangan

dengan zat pemacu kemasakan. Berita P3GI. 11 Wikipedia Indonesia. 2006. Tebu.

http://www.wikipedia.org/wiki/Tebu.page.htm. pp. Diakses tanggal 15 Oktober 2006.

Page 30: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kondisi awal tanaman

Kondisi awal tanaman menunjukkan bahwa varietas RGM 99-213

memiliki diameter batang, jumlah daun, dan brix yang lebih tinggi

daripada varietas R 570. Pada jarak antarcincin daun, varietas

RGM 99-213 menghasilkan jarak antarcincin daun yang lebih

rendah dibandingkan varietas R 570 (Tabel 1).

Tabel 1. Kondisi awal tanaman pada saat aplikasi ZPK

Variabel Pengamatan Varietas RGM 99-213

Varietas R 570

Rataan

Jarak antarcincin daun (cm) 6,18 6,74 6,46 Diameter batang (cm) 2,72 2,47 2,60

Jumlah daun (helai per tanaman) 7,83 5,80 6,82 Brix (%) 14,76 9,02 11,89

Page 31: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

34

4.1.2 Rangkuman hasil analisis ragam

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa varietas dan dosis

fluazifob-p-butyl menghasilkan interaksi yang nyata terhadap

jumlah daun, diameter batang, brix (2 dan 4 MSA), dan tinggi tunas

ratoon. Pada jarak antarcincin daun, bobot dan kualitas tebu (nira,

brix, pol, purity, dan rendemen) pada 6 MSA, kadar air, populasi

pertunasan, dan persentase tunggul bertunas tidak berinteraksi

nyata setelah pemberian dosis fluazifob-p-butyl pada varietas

RGM 99-213 dan R 570 (Tabel 2).

Perlakuan dosis fluazifob-p-butyl yang telah diterapkan pada

varietas tebu menghasilkan pengaruh yang nyata terhadap brix

tebu pada 4 dan 6 MSA, populasi pertunasan pada 6 MST, dan

tinggi tunas pada 3 MST. Perlakuan varietas tebu memberikan

respons yang nyata terhadap jarak antarcincin daun pada 6 MSA,

jumlah daun, diameter batang pada 2 MSA, brix, bobot dan

kualitas nira, populasi pertunasan pada 3 MST, dan tinggi tunas

pada 3 MST (Tabel 2).

Page 32: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

35

Tabel 2. Rangkuman analisis ragam untuk respons varietas dan dosis fluazifob-p-butyl terhadap pertumbuhan dan kualitas nira tebu

No Variabel

Perlakuan

Varietas (A)

Dosis ZPK (B)

A x B

1. Jarak Antarcincin Daun Pengamatan 2 MSA tn tn tn Pengamatan 4 MSA tn tn tn Pengamatan 6 MSA * tn tn

2. Jumlah Daun Pengamatan 2 MSA ** tn ** Pengamatan 4 MSA ** tn * Pengamatan 6 MSA ** tn *

3. Diameter Batang Pengamatan 2 MSA * tn ** Pengamatan 4 MSA tn tn ** Pengamatan 6 MSA tn tn *

4. Brix Perminggu Pengamatan 2 MSA ** tn ** Pengamatan 4 MSA * ** * Pengamatan 6 MSA ** * tn

5. Bobot Per Batang Tebu ** tn tn

6. Kualitas Nira Tebu dan Rendemen di Laboratorium

Nira 6 MSA * tn tn Brix 6 MSA ** tn tn Pol 6 MSA ** tn tn Purity 6 MSA ** tn tn Rendemen 6 MSA ** tn tn

7. Kadar Air tn tn tn

8. Populasi Pertunasan Pengamatan 3 MST * tn tn Pengamatan 6 MST tn * tn

9. Tinggi Tunas Pengamatan 3 MST * * ** Pengamatan 6 MST tn tn *

10. Persentase Tunggul Bertunas Pengamatan 3 MST tn tn tn Pengamatan 6 MST tn ** tn

Keterangan: * = nyata pada P ≤ 0,05 ** = nyata pada P ≤ 0,01 tn = tidak nyata pada P ≤ 0,05 MSA = minggu setelah aplikasi MST = minggu setelah tebang

Page 33: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

36

4.1.3 Pengamatan pertumbuhan tanaman tebu 4.1.3.1 Jarak antarcincin daun Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis ZPK tidak

mempengaruhi jarak antarcincin daun pada kedua varietas tebu.

Perbedaan jarak antarcincin daun kedua varietas dapat dijumpai

pada 6 MSA, varietas RGM 99-213 menghasilkan jarak antarcincin

daun yang lebih besar daripada varietas R 570 (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada jarak

antarcincin daun 2, 4, dan 6 MSA

Perlakuan Jarak antarcincin daun (cm)

2 MSA 4 MSA 6 MSA

RGM 99-213 7,13 a 7,42 a 7,69 a R 570 7,35 a 7,53 a 7,20 b

BNT0,05 1,04 1,19 0,44

Kontrol 7,52 a 7,81 a 7,94 a ZPK 0,30 l/ha 6,90 a 6,91 a 7,16 a ZPK 0,35 l/ha 7,28 a 7,66 a 6,89 a ZPK 0,40 l/ha 7,36 a 7,90 a 8,05 a ZPK 0,45 l/ha 7,13 a 7,11a 7,17 a

BNT0,05 1,01 1,07 1,28

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)

4.1.3.2 Jumlah daun Varietas RGM 99-213 memiliki jumlah daun yang lebih banyak

dibandingkan varietas R 570. Pada 2 MSA, dosis 0,35 l/ha dan

0,40 l/ha memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan

dengan kontrol, dosis 0,30 l/ha, dan 0,40 l/ha untuk varietas

Page 34: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

37

RGM 99-213 sedangkan untuk varietas R 570, kontrol

menghasilkan jumlah daun terbanyak dibandingkan keempat

perlakuan dosis ZPK.

Pada 4 MSA, varietas RGM 99-213 pada keempat perlakuan

memiliki jumlah daun yang sama banyaknya kecuali untuk dosis

0,45 l/ha sedangkan pada varietas R 570, kelima dosis ZPK yang

digunakan menghasilkan jumlah daun yang sama.

Pada 6 MSA, dosis 0,35 l/ha memiliki jumlah daun terbanyak

dibandingkan perlakukan kontrol, dosis 0,30; dan 0,45 l/ha

meskipun tidak berbeda dengan dosis 0,40 l/ha untuk varietas

RGM 99-213 sedangkan dosis 0,30 dan 0,40 l/ha memiliki jumlah

daun yang lebih sedikit daripada kontrol, dosis 0,35 l/ha, dan

0,45 l/ha untuk varietas R 570 (Tabel 4).

Page 35: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

38

Tabel 4. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada jumlah daun 2, 4, dan 6 MSA

Dosis ZPK (l/ha)

Jumlah daun (helai per tanaman)

2 MSA 4 MSA 6 MSA

RGM 99-213

R-570 RGM 99-213

R-570 RGM 99-213

R-570

Kontrol 8,47 A

b 7,13 B a

7,23 A ab

5,43 B a

10,25 A b

8,50 B a

0,30 8,80 A

b 6,00 B b

7,80 A a

4,90 B a

10,33 A b

6,79 B b

0,35 9,60 A

a 6,07 B b

8,33 A a

4,63 B a

12,39 A a

7,39 B ab

0,40 9,03 A

ab 5,97 B b

8,30 A a

4,53 B a

11,38 A ab

6,59 B b

0,45 8,53 A

b 6,20 B b

6,67 A b

5,10 B a

10,59 A b

7,85 B a

BNT0,05 0,57 1,11 1,64

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di samping angka untuk perbandingan horizontal dan di bawah angka untuk perbandingan vertikal pada varietas yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)

4.1.3.3 Diameter batang Varietas RGM 99-213 memiliki diameter yang lebih besar

dibandingkan varietas R 570 dari 2 MSA sampai dengan 6 MSA.

Pada 2 dan 4 MSA menunjukkan bahwa keempat dosis ZPK yang

digunakan dapat meningkatkan diameter batang varietas

RGM 99-213 dan menurunkan diameter batang varietas R 570.

Pada 6 MSA menunjukkan bahwa kelima perlakuan dosis ZPK

menghasilkan diameter batang yang sama untuk varietas

Page 36: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

39

RGM 99-213. Hal ini berbeda dengan varietas R 570, perlakuan

dosis 0,30 l/ha menghasilkan diameter batang yang lebih rendah

dibandingkan keempat perlakuan lainnya (Tabel 5).

Tabel 5. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada

diameter batang 2, 4, dan 6 MSA

Dosis ZPK (l/ha)

Diameter batang (cm)

2 MSA 4 MSA 6 MSA

RGM 99-213

R-570 RGM 99-213

R-570 RGM 99-213

R-570

Kontrol 2,60 A

b 2,64 A a

2,57 A b

2,66 A a

2,61 A a

2,68 A a

0,30 2,79 A

a 2,37 B b

2,76 A a

2,37 B b

2,80 A a

2,42 B b

0,35 2,64 A

ab 2,49 B b

2,61 A a

2,47 A b

2,65 A a

2,69 A a

0,40 2,72 A

a 2,46 B b

2,71 A a

2,47 B b

2,71 A a

2,50 A a

0,45 2,75 A

a 2,45 B b

2,70 A ab

2,44 B b

2,74 A a

2,47 B ab

BNT0,05 0,15 0,17 0,23

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di samping angka untuk perbandingan horizontal dan di bawah angka untuk perbandingan vertikal pada varietas yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)

4.1.3 Pengamatan keracunan daun Gejala keracunan yang disebabkan oleh aplikasi fluazifob-p-butyl

sebagai ZPK adalah terjadinya nekrotik pada bagian pelepah daun

tebu yaitu rusaknya jaringan meristem yang ditandai dengan

warna hitam seperti terbakar. Gejala ini dimulai pada saat 2 MSA

sampai dengan 6 MSA (Gambar 5 dan 6).

Page 37: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

40

Gambar 5. Gejala keracunan varietas RGM 99-213 dan R 570 pada 4 Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

Gambar 6. Gejala keracunan varietas RGM 99-213 dan R 570

pada 6 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) 4.1.3 Pengamatan bobot dan kualitas nira tebu 4.1.3.1 Brix di lapangan Varietas tebu dan dosis ZPK mempengaruhi nilai brix di lapangan

pada 2 dan 4 MSA. Varietas RGM 99-213 memiliki nilai brix di

lapang yang lebih tinggi dibandingkan varietas R 570.

Varietas RGM 99-213 Varietas R 570

Varietas RGM 99-213 Varietas R 570

Page 38: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

41

Pada 2 MSA, kontrol menghasilkan nilai brix tertinggi

dibandingkan keempat perlakuan dosis ZPK untuk varietas

RGM 99-213. Sementara untuk varietas R 570 perlakuan kontrol

dan dosis 0,40 l/ha menghasilkan nilai brix yang lebih rendah

daripada dosis 0,35; 0,35; dan 0,45 l/ha (Tabel 6).

Pada 4 MSA, kontrol menghasilkan nilai brix yang sama tingginya

dengan keempat perlakuan dosis ZPK untuk varietas RGM 99-213.

Varietas R 570 menghasilkan nilai brix tertinggi pada dosis

0,35 l/ha dibandingkan kontrol, dosis 0,30; 0,40; dan 0,45 l/ha

(Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada nilai

brix 2 dan 4 MSA

Dosis ZPK (l/ha)

Brix di lapangan (%)

2 MSA 4 MSA

RGM 99-213

R-570 RGM

99-213 R-570

Kontrol 17,28 A

a 8,86 B

c 16,24 A

a 9,77 B

c

0,30 15,48 A

b 10,23 B

a 17,01 A

a 10,98 B

bc

0,35 15,99 A

b 10,13 B

ab 17,51 A

a 14,63 B

a

0,40 15,19 A

b 9,68 B bc

16,37 A a

11,14 B b

0,45 15,56 A

b 11,07 B

a 16,27 A

a 11,90 B

b

BNT0,05 1,04 1,43

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di samping angka untuk perbandingan horizontal dan di bawah angka untuk perbandingan vertikal pada varietas yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)

Page 39: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

42

Pada pengamatan 6 MSA tidak terdapat interaksi antara varietas

tebu dan dosis ZPK. Varietas RGM 99-213 memiliki brix yang

lebih tinggi dibanding varietas R 570. Untuk dosis 0,30; 0,35; dan

0,40 l/ha menghasilkan nilai brix yang lebih tinggi dibandingkan

kontrol dan dosis 0,45 l/ha (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada nilai

brix 6 MSA

Perlakuan Brix

(%)

RGM 99-213 17,96 a R 570 11,25 b

BNT0,05 0,30

Kontrol 13,50 c ZPK 0,30 l/ha 14,69 ab ZPK 0,35 l/ha 15,60 a ZPK 0,40 l/ha 14,84 ab ZPK 0,45 l/ha 14,39 bc

BNT0,05 1,11

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah tebang)

4.1.3.2 Bobot, kualitas nira, dan rendemen tebu di

laboratorium Bobot tebu merupakan salah satu faktor pendukung dalam

kualitas hasil tebu. Bobot batang tebu berbeda pada kedua

varietas yang diuji. Varietas RGM 99-213 memiliki bobot

perbatang lebih besar dibandingkan varietas R 570. Pemberian

ZPK dengan dosis 0,40 l/ha dapat menekan bobot batang tebu

yang dihasilkan dibandingkan dengan kontrol, walaupun dengan

Page 40: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

43

dosis 0,30; 0,35; dan 0,45 l/ha menghasilkan bobot batang yang

sama (Tabel 8).

Tabel 8. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada rata-

rata bobot batang 6 MSA

Perlakuan Bobot batang

(kg per batang)

RGM 99-213 1,91 a

R 570 1,09 b

BNT0,05 0,27

Kontrol 1,59 a

ZPK 0,30 l/ha 1,54 ab

ZPK 0,35 l/ha 1,48 ab

ZPK 0,40 l/ha 1,40 b

ZPK 0,45 l/ha 1,51 ab

BNT0,05 0,17

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)

Varietas RGM 99-213 memiliki brix, pol, purity, dan rendemen

yang lebih tinggi daripada varietas R 570 kecuali niranya. Kualitas

nira di laboratorium pada 6 MSA tidak dipengaruhi oleh kelima

perlakuan dosis ZPK yang diberikan. Pada kontrol, dosis 0,30;

0,35; 0,40; dan 0,45 l/ha menghasilkan nira, pol, purity, dan

rendemen yang sama. Untuk nilai brixnya, dosis 0,35 dan 0,45

l/ha menghasilkan nilai brix yang menurun dibandingkan dengan

kontrol; dosis 0,30; dan

0,40 l/ha (Tabel 9).

Page 41: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

44

Tabel 9. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada

kualitas nira tebu yang dianalisis di laboratorium 6 MSA

Perlakuan Kualitas nira di laboratorium (%)

Nira Brix Pol Purity Rendemen

RGM 99-213 42,32 b 19,36 a 17,23 a 88,92 a 9,63 a

R 570 47,85 a 12,94 b 10,54 b 81,33 b 5,63 b

BNT0,05 5,04 0,23 0,17 0,10 0,36

Kontrol 44,80 a 16,54 a 14,36 a 85,80 a 7,94 a

ZPK 0,30 l/ha 46,14 a 16,58 a 14,19 a 84,58 a 7,79 a

ZPK 0,35 l/ha 46,34 a 15,66 b 13,59 a 86,14 a 7,51 a

ZPK 0,40 l/ha 44,07 a 16,44 a 14,05 a 85,11 a 7,70 a

ZPK 0,45 l/ha 44,07 a 15,55 b 13,22 a 84,01 a 7,23 a

BNT0,05 5,06 0,47 0,55 1,27 0,73

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)

4.1.3.3 Kadar air batang tebu Pemberian ZPK dengan dosis 0,35 l/ha dapat menurunkan kadar

air batang tebu yang dihasilkan dibandingkan dengan kontrol,

dosis 0,30; 0,40; dan 0,45 l/ha. Varietas RGM 99-213 memiliki

kadar air yang sama dengan varietas R 570 (Tabel 10).

Page 42: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

45

Tabel 10. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada kadar air batang tebu

Perlakuan Kadar air

(%)

RGM 99-213 73,74 a

R 570 79,43 a

BNT0,05 6,83

Kontrol 78,52 a

ZPK 0,30 l/ha 76,93 ab

ZPK 0,35 l/ha 73,64 b

ZPK 0,40 l/ha 77,15 ab

ZPK 0,45 l/ha 76,67 ab

BNT0,05 3,58

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)

4.1.3 Pengamatan pertumbuhan ratoon

4.1.3.1 Populasi pertunasan Pada 3 dan 6 MST, varietas RGM 99-213 memiliki populasi

pertunasan yang lebih rendah daripada varietas R 570. Pada

3 MST, kelima dosis ZPK yang digunakan tidak mempengaruhi

populasi pertunasan yang dihasilkan. Pada 6 MST, penggunaan

ZPK dengan dosis 0,35 l/ha dapat meningkatkan populasi

pertunasan yang dihasilkan dibandingkan dengan kontrol, dosis

0,40 dan 0,45 l/ha (Tabel 11).

Page 43: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

46

Tabel 11. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada populasi pertunasan 3 dan 6 MST

Perlakuan Populasi pertunasan (%)

3 MST 6 MST

RGM 99-213 37,93 b 55,00 b R 570 52,80 a 79,27 a

BNT0,05 10,43 23,86

Kontrol 44,67 ab 60,33 b ZPK 0,30 l/ha 46,67 ab 71,50 ab ZPK 0,35 l/ha 54,17 a 84,83 a ZPK 0,40 l/ha 41,50 b 60,50 b ZPK 0,45 l/ha 39,83 b 58,50 b

BNT0,05 10,56 16,77

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MST (minggu setelah tebang)

4.1.3.2 Tinggi tunas Pada tanaman kontrol, varietas RGM 99-213 memiliki tinggi tunas

yang lebih rendah dibanding varietas R 570 dan untuk dosis 0,30;

0,35; 0,40; dan 0,45 l/ha tinggi tunas kedua varietas tidak

berbeda.

Pada 3 MST, varietas RGM 99-213 yang diaplikasi ZPK dengan

dosis 0,30 dan 0,35 l/ha dapat meningkatkan tinggi tunas yang

dihasilkan dibandingkan dengan kontrol dan dosis 0,40 l/ha.

Penggunaan ZPK dengan dosis 0,30; 0,40; dan 0,45 l/ha dapat

menurunkan tinggi tunas pada varietas R 570 dibandingkan

dengan kontrol dan dosis 0,35 l/ha.

Pada 6 MST, keempat dosis ZPK yang diaplikasikan pada varietas

RGM 99-213 dapat meningkatkan tinggi tunas yang dihasilkan

Page 44: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

47

dibandingkan dengan kontrol. Pada varietas R 570, pemberian

ZPK dengan dosis 0,40 dan 0,45 l/ha dapat menurunkan tinggi

tunas yang dihasilkan dibandingkan dengan kontrol dan dosis

0,35 l/ha (Tabel 12).

Tabel 12. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada tinggi

tunas 3 dan 6 MST

Dosis ZPK (l/ha)

Tinggi tunas (cm)

3 MST 6 MST

RGM 99-213

R-570 RGM

99-213 R-570

Kontrol 9,33 B

b 14,37 A a

14,60 B c

19,47 A a

0,30 12,40 A

a 11,33 A b

17,47 A a

16,80 A ab

0,35 11,73 B

a 13,93 A a

17,27 A a

18,00 A a

0,40 10,20 A

b 10,33 A b

15,67 A ab

15,20 A b

0,45 10,97 A

ab 11,83 A b

16,47 A a

15,80 A b

BNT0,05 1,95 2,73

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di samping angka untuk perbandingan horizontal dan di bawah angka untuk perbandingan vertikal pada varietas yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MST (minggu setelah tebang)

4.1.3.3 Persentase tunggul bertunas (PTB) Varietas RGM 99-213 dan R 570 menghasilkan persentase tunggul

bertunas yang sama. Perlakuan dosis 0,35 l/ha dapat

meningkatkan pertumbuhan PTB baik pada 3 maupun 6 MST

meskipun kontrol, dosis 0,30; dan 0,40 l/ha menghasilkan PTB

Page 45: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

48

yang sama. Dosis ZPK yang dapat menekan pertumbuhan

persentase tunggul bertunas adalah dosis 0,45 l/ha pada 6 MST

(Tabel 13).

Tabel 13. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada

persentase tunggul bertunas 3 dan 6 MST

Perlakuan PTB (%)

3 MST 6 MST

RGM 99-213 35,36 a 43,29 a R 570 27,13 a 37,95 a

BNT0,05 9,31 7,90

Kontrol 30,51 ab 42,47 ab ZPK 0,30 l/ha 30,44 ab 43,15 ab ZPK 0,35 l/ha 35,49 a 46,31 a ZPK 0,40 l/ha 31,87 ab 36,99 bc ZPK 0,45 l/ha 27,91 b 34,19 c

BNT0,05 7,21 6,29

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MST (minggu setelah tebang)

4.2 Pembahasan 4.2.1 Pertumbuhan tanaman Menurut Salisbury dan Cleon (1995), pertumbuhan adalah proses

bertambahnya ukuran dan bukan hanya dalam volume saja tetapi

juga dalam bobot, jumlah sel, dan banyaknya protoplasma. Dalam

penelitian ini pertumbuhan tanaman tebu dapat diamati dengan

mengukur jarak antarcincin daun, diameter batang, jumlah daun,

populasi tunas, tinggi tunas, dan persentase tunggul bertunas

(PTB).

Page 46: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

49

Dengan melakukan pengamatan jarak antarcincin daun, diameter

batang, dan jumlah daun diharapkan dapat menunjukkan apakah

setelah aplikasi ZPK fluazifob-p-butyl dapat menghambat

pertumbuhan tebu atau tidak sehingga nantinya dapat

memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan produksi

dan kualitas nira tebu. Pengamatan populasi tunas, tinggi tunas,

dan persentase tunggul bertunas (PTB) untuk menunjukkan

bahwa apakah setelah aplikasi ZPK fluazifob-p-butyl dapat

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman ratoon.

Jarak antarcincin daun pada varietas RGM 99-213 dan R 570

berbeda setelah 6 MSA. Hal ini menunjukkan bahwa jarak

antarcincin daun dipengaruhi oleh aplikasi ZPK namun sifatnya

sementara karena deraan yang diakibatkan oleh senyawa

fluazifob-p-butyl tidak sampai mematikan titik pucuk apikal

sehingga pertumbuhan jarak antarcincin daun akan kembali

normal pada minggu berikutnya. Dengan demikian aplikasi

fluazifob-p-butyl tidak menekan pertumbuhan jarak antarcincin

daun.

Aplikasi ZPK akan menekan pertumbuhan diameter batang dan

jumlah daun pada 2 dan 4 MSA namun setelah minggu berikutnya

pengaruh tersebut akan hilang dan pertumbuhannya akan

kembali normal. Dengan pemberian ZPK fluazifob-p-butyl diameter

Page 47: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

50

batang dan jumlah daun meningkat untuk varietas RGM 99-213

tetapi untuk varietas R 570 sebaliknya.

Diameter batang merupakan salah satu komponen pendukung

hasil bobot tebu. Hal ini sesuai dengan kajian yang dilakukan

oleh Rodriguez dan Ortiz (1988) yang dikutip oleh Hardjasudjana

(1992) bahwa diameter batang berkorelasi positif mempengaruhi

hasil bobot tebu. Beberapa faktor yang menentukan respons

tanaman tebu terhadap pemberian ZPK yaitu varietas tebu, umur

fase pertumbuhan, macam dan dosis ZPK, tenggang waktu antara

saat perlakuan ZPK dan tebang, serta kesehatan dan kondisi

lingkungan tumbuh tebu (Hadisaputro, 1996). Pemilihan varietas

dan macam/dosis ZPK yang tepat dapat mempengaruhi efektivitas

kerja ZPK pada tanaman tebu.

Berdasarkan gejala toksisitas yang terjadi setelah aplikasi, daun

layu dan mengering disebabkan oleh rusaknya jaringan membran

pada daun yang terkena fluazifob-p-butyl (Gambar 5 dan 6)

akibatnya giberelin dan sitokinin dalam jaringan berkurang

sehingga pemanjangan dan pembelahan sel terhambat. Menurut

Suryani dan Purwadi (1998), kerusakan daun diakibatkan oleh

fluazifob-p-butyl yang menghambat pembentukan ATP pada

transport elektron pada saat respirasi berlangsung.

Page 48: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

51

4.2.2 Kualitas Nira Tebu Menurut Marpaung (1990), fase pemasakan batang tebu

merupakan ”fase antara” yang terjadi setelah pertumbuhan

vegetatif menurun sampai kematian tanaman. Gejala masaknya

tebu terlihat dengan berkurangnya daun-daun hijau, kandungan

sukrosa telah mencapai optimum, dan berkurangnya bobot tebu

sehingga terjadi penurunan kadar air daun dan batang.

Peningkatan brix di lapangan yang terjadi pada 2 sampai dengan

4 MSA dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa pemberian ZPK

dapat meningkatkan kualitas nira tebu. Titik optimum yang dicapai

oleh nilai brix terjadi pada 4 MSA dan akan akan menurun kembali

setelah minggu berikutnya. Peningkatan brix tersebut diikuti

dengan penurunan jumlah daun sehingga terjadi akumulasi

penimbunan sukrosa di dalam batang akibat pertumbuhan vegetatif

yang terhambat. Terjadinya penurunan jumlah daun dan kadar air

tanaman tebu disebabkan karena efek dari pemberian

fluazifob-p-butyl yang menyebabkan terhambatnya proses

pertumbuhan meristematik dan vegetatif tanaman sehinggga pada

akhirnya terjadi rangsangan pemasakan (fase vegetatif beralih ke

fase pemasakan). Tingginya nilai brix belum tentu dapat

meningkatkan produksi gula ton per hektar jika yang terlarut

dalam nira lebih banyak zat selain gula (Indarto, 2005).

Page 49: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

52

Kualitas nira tebu yang dianalisis di laboratorium yang dilakukan

pada 6 MSA menunjukkan bahwa nira, brix, pol, purity, dan

rendemen pada setiap perlakuan dosis tidak mengalami

peningkatan. Semestinya dengan pemberian ZPK kualitas nira

tebu akan meningkat seiring meningkatnya dosis ZPK. Menurut

Suryani dan Purwadi (1998), ZPK fluazifob-p-butyl dapat memacu

kemasakan dan meningkatkan rendemen tebu dan hasil gula per

hektar. Rendemen yang dianalisis pada 6 MSA pada penelitian ini

justru mengalami penurunan, sementara itu nilai brix tertinggi

terjadi pada 4 MSA. Dengan demikian kemungkinan besar

rendemen tertinggi juga terjadi sebelum 6 MSA.

Menurut Sudarijanto (1996), terdapat tiga kategori respons

varietas terhadap ZPK sesuai dengan kondisi lingkungannya yaitu

varietas yang memiliki respons positif, respons negatif, dan tidak

konsisten. Meskipun demikian kualitas nira varietas RGM 99-213

lebih baik daripada varietas R 570. Faktor yang sangat

berpengaruh adalah sifat genetis keduanya yang berbeda.

Menurut Suryani dan Purwadi (1998), perbedaan hasil perlakuan

berbagai varietas disebabkan oleh perbedaan sifat dan

karakteristik varietas yang digunakan. Ditinjau dari asal-usulnya,

varietas RGM 99-213 merupakan hasil persilangan dua tetua yang

mempunyai sifat unggul sedangkan varietas R 570 merupakan

varietas introduksi yang belum diketahui kualitas niranya.

Page 50: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

53

Bobot batang merupakan salah satu komponen pendukung hasil

bobot tebu. Berdasarkan hasil penelitian, varietas RGM 99-213

memiliki bobot perbatang yang lebih besar dibandingkan varietas

R 570 namun bukan dipengaruhi oleh dosis ZPK fluazifob-p-butyl.

Dengan demikian semakin tinggi bobot perbatang maka bobot

perhektar akan meningkat sehingga nantinya dapat meningkatkan

produksi tebu.

Air merupakan komponen terbesar penyusun batang tebu. Bobot

segar batang tebu 69—75% berupa air dan sisanya berupa bahan

kering (Riyanto, 2005). Pada hasil pengujian statistik tidak

memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air

antardosis, namun dosis 0,35 l/ha memiliki kadar air yang lebih

rendah dibanding dosis yang lain. Hal ini membuktikan bahwa

aplikasi ZPK dapat menurunkan kadar air batang tebu sehingga

kandungan gula meningkat dan nira yang dihasilkan semakin

sedikit tetapi semakin sulit mengeluarkan gula dari dalam batang

tebu. Dengan demikian dikhawatirkan gula yang dihasilkan akan

semakin sedikit. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut

adalah penambahan air melalui air imbibisi saat tebu digiling

namun perlu diperhatikan juga berapa banyak air yang harus

ditambahkan saat tebu digiling karena semakin banyak air yang

diberikan maka akan semakin sulit dalam proses evaporasi.

Page 51: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

54

Selain dapat meningkatkan kualitas nira tebu, pemberian ZPK

juga berdampak negatif bagi pertumbuhan ratoonnya. Semakin

tinggi dosis ZPK maka pertumbuhan ratoon akan terhambat

seperti berkurangnya populasi pertunasan, tinggi tunas, dan

persentase tunggul bertunas (PTB) yang kemungkinan akan

mengurangi jumlah anakan pada ratoon pertama. Hal ini

diakibatkan oleh senyawa fluazifob-p-butyl bersifat sistemik dan

dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman tebu yang

telah meninggalkan residu dalam tunggul tebu dan akan

menghambat pertumbuhan tunas ratoon setelah tebu ditebang.

Page 52: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan di atas,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut

1. Pemberian ZPK akan meningkatkan nilai brix tebu mulai dari

2 sampai 4 MSA lalu pada 6 MSA menurun lagi. Pemberian

ZPK tidak menekan pertumbuhan jarak antarcincin daun

tetapi dapat meningkatkan jumlah daun dan diameter batang

varietas RGM 99-213 serta dapat menurunkan jumlah daun

dan diameter batang varietas R 570.

2. Varietas RGM 99-213 memiliki pertumbuhan dan kualitas nira

yang lebih baik dibandingkan varietas R 570.

3. Pengaruh fluazifob-p-butyl sebagai zat pemacu kemasakan

ditentukan oleh dosis dan varietas tebu pada semua

pengamatan jumlah daun, diameter batang, nilai brix 2 dan

4 MSA, dan pertumbuhan tinggi tunas.

Page 53: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

56

5.2 Saran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nira, purity, pol, dan

rendemen yang dianalisis pada 6 MSA tidak memperlihatkan

perbedaan pada antarperlakuan dosis ZPK fluazifob-p-butyl. Di

sisi lain, nilai brix tertinggi dicapai pada 4 MSA. Oleh karena itu

penulis menyarankan untuk melakukan pengamatan kualitas nira

dan rendemen pada setiap minggu sampai dengan 6 MSA pada

penelitian yang sama agar nantinya didapat dosis yang

menghasilkan nilai nira, brix, purity, pol, dan rendemen terbaik.

Page 54: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

LAMPIRAN

Page 55: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

60

Tabel 14. Deskripsi Varietas RGM 99-213 dan R 570

Sifat Agronomis

RGM 99-213 R 570

Daun

Warna daun hijau, bidang lebar, panjang 136 cm, lebar 5,5 cm (di pertengahan daun), dan belaian kurang dari 1/3 daun.

Warna daun hijau, bidang sempit, panjang 173 cm, lebar 4,7 cm (di pertengahan daun), dan belaian kurang dari 1/3 daun.

Pelepah daun Telinga daun ada, bentuk panjang kecil dan tegak, bulu ada, posisi rebah, bidang bulu sempit (<1 mm), warna hijau, dan lapisan lilin ada tapi tipis.

Telinga daun tidak ada, bulu ada, posisi rebah, bidang bulu sempit (<1 mm), warna hijau, dan lapisan lilin ada tapi tipis.

Batang

Susunan ruas lurus; panjang ruas 8—12 cm, jumlah ruas 47 buah, bentuk ruas bulat, warna batang kuning, retakan tidak ada, alur mata tidak ada; teras tidak ada, cincin akar 2 baris, tidak teratur, bidangnya sampai di atas mata.

Susunan ruas zig-zag; panjang ruas 12—20 cm, jumlah ruas 34 buah, bentuk ruas bulat, warna batang kuning, retakan tidak ada, alur mata ada; teras tidak ada, cincin akar 3 baris, tidak teratur, dan bidangnya sampai di atas mata.

Mata Tunas Kedudukan di atas bekas pelepah daun, bentuk bulat, sayap mata bersayap, tepi sayap rata, ukuran sayap sama lebar pita rambut ada, dan jambul tidak ada.

Kedudukan di atas bekas pelepah daun, bentuk bulat, sayap mata bersayap, tepi sayap bergerigi, ukuran sayap sama lebar, pita rambut ada, dan jambul tidak ada.

Page 56: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

61

Tabel 15. Data jarak antarcincin daun pada saat aplikasi ZPK

Perlakuan Tanaman contoh *)

Ulangan

Jumlah Rataan I II III

(cm)

RGM 99-213 1 7,08 6,11 5,42 18,61 6,20 2 5,40 5,68 6,59 17,66 5,89

3 5,93 6,06 6,77 18,76 6,25 4 5,79 5,86 5,76 17,40 5,80 5 6,25 7,23 6,87 20,35 6,78

Jumlah 30,45 30,45 30,93 31,39 92,77

Rataan 6,09 6,09 6,19 6,28 18,55

R 570 1 8,15 6,52 6,69 21,35 7,12 2 5,64 6,95 6,15 18,74 6,25 3 6,65 6,63 7,03 20,32 6,77 4 7,07 7,97 6,36 21,40 7,13 5 5,41 6,69 7,25 19,35 6,45

Jumlah 32,92 32,92 34,75 33,48 101,15

Rataan 6,58 6,58 6,95 6,70 20,23

Keterangan: *) : Rataan dari 10 tanaman contoh Tabel 16. Data diameter batang tebu pada saat aplikasi ZPK

Perlakuan Tanaman contoh *)

Ulangan

Jumlah Rataan I II III

(cm)

RGM 99-213 1 2,82 2,59 2,42 7,83 2,61 2 2,78 2,77 2,82 8,37 2,79 3 2,76 2,71 2,61 8,08 2,69 4 2,85 2,70 2,70 8,24 2,75 5 2,76 2,76 2,83 8,35 2,78

Jumlah 13,96 13,53 13,37 40,87 13,62

Rataan 2,79 2,71 2,67 8,17 2,72

R 570 1 2,64 2,59 2,66 7,89 2,63 2 2,44 2,38 2,29 7,11 2,37

3 2,40 2,58 2,46 7,44 2,48 4 2,37 2,48 2,52 7,38 2,46 5 2,32 2,40 2,53 7,25 2,42

Jumlah 12,17 12,17 12,43 12,46 37,06

Rataan 2,43 2,43 2,49 2,49 7,41

Keterangan: *) : Rataan dari 10 tanaman contoh

Page 57: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

62

Tabel 17. Data jumlah daun tebu pada saat aplikasi ZPK

Perlakuan Tanaman contoh *)

Ulangan

Jumlah Rataan I II III

(helai per tanaman )

RGM 99-213 1 7,50 7,40 7,20 22,10 7,37 2 7,80 8,20 7,00 23,00 7,67 3 9,30 8,10 7,80 25,20 8,40 4 8,30 7,90 8,30 24,50 8,17 5 7,80 7,00 7,90 22,70 7,57

Jumlah 40,70 40,70 38,60 38,20 117,50

Rataan 8,14 8,14 7,72 7,64 23,50

R 570 1 6,80 6,50 6,00 19,30 6,43 2 5,60 6,00 5,00 16,60 5,53 3 5,60 5,50 5,40 16,50 5,50 4 5,70 5,30 5,70 16,70 5,57 5 6,10 5,50 6,30 17,90 5,97

Jumlah 29,80 29,80 28,80 28,40 87,00

Rataan 5,96 5,96 5,76 5,68 17,40

Keterangan: *) : Rataan dari 10 tanaman contoh Tabel 18. Data brix tebu pada saat aplikasi ZPK

Perlakuan Tanaman contoh *)

Ulangan

Jumlah Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 1 16,88 18,01 15,03 49,93 16,64 2 14,58 13,57 14,75 42,90 14,30 3 13,88 15,89 14,13 43,91 14,64 4 13,65 14,29 15,55 43,49 14,50 5 11,58 14,65 14,95 41,18 13,73

Jumlah 70,58 70,58 76,41 74,42 221,41

Rataan 14,12 14,12 15,28 14,88 44,28

R 570 1 9,67 7,83 8,92 26,42 8,81 2 8,85 9,72 9,12 27,68 9,23

3 8,92 9,88 8,95 27,75 9,25 4 9,45 7,93 9,72 27,10 9,03 5 9,67 7,83 8,92 26,42 8,81

Jumlah 46,55 46,55 43,20 45,62 135,37

Rataan 9,31 9,31 8,64 9,12 27,07

Keterangan: *) : Rataan dari 10 tanaman contoh

Page 58: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

63

Tabel 19. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam jarak antarcincin daun

Variabel Pengamatan

DK Khi-Kuadrat Peluang

Jarak antarcincin daun 2 MSA 2 0,95 0,622tn

Jarak antarcincin daun 4 MSA 2 1,05 0,592tn

Jarak antarcincin daun 6 MSA 2 0,02 0,989tn

Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MSA : minggu setelah aplikasi Tabel 20. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu

pada 2 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(cm)

RGM 99-213 Dosis (l/ha)

Kontrol 7,80 7,20 6,03 21,03 7,01

0,30 6,35 6,58 8,26 21,19 7,06

0,35 7,34 7,24 7,49 22,07 7,36

0,40 6,46 6,74 7,24 20,44 6,81

0,45 6,58 7,84 7,76 22,18 7,39

Total 34,53 35,59 36,78 106,90 35,63

Rataan 6,91 7,12 7,36 21,38 7,13

R 570 Dosis (l/ha)

Kontrol 9,01 7,30 7,78 24,09 8,03

0,30 6,29 7,51 6,41 20,21 6,74

0,35 7,35 7,42 6,84 21,61 7,20

0,40 7,66 9,20 6,84 23,70 7,90

0,45 5,88 7,04 7,70 20,61 6,87

Total 36,18 38,47 35,58 110,22 36,74

Rataan 7,24 7,69 7,12 22,04 7,38

Page 59: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

64

Tabel 21. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 2 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,560 0,280 0,640 0,611tn

Varietas (A) 1 0,367 0,367 0,840 0,457tn

Galat a 2 0,879 0,439

Dosis (B) 4 1,327 0,332 0,480 0,747tn

A x B 4 3,560 0,890 1,300 0,312tn

Galat b 16 10,960 0,685

Nonaditif 1 0,271 0,271 0,380 0,547tn

Sisa 15 10,689

Total 29 17,653

KK a = 2,290% KK b = 11,436%

Keterangan tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 22. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu

pada 4 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(cm)

RGM 99-213 Dosis (l/ha)

Kontrol 7,91 7,40 7,04 22,35 7,45

0,30 7,15 7,23 8,39 22,77 7,59 0,35 7,76 7,46 7,62 22,84 7,61

0,40 6,64 7,31 7,48 21,42 7,14

0,45 6,76 7,56 7,62 21,94 7,31

Total 36,22 36,22 36,95 38,15 111,32

Rataan 7,24 7,24 7,39 7,63 22,26

R 570 Dosis (l/ha)

Kontrol 9,47 7,22 7,81 24,51 8,17

0,30 5,54 6,89 6,29 18,72 6,24

0,35 6,79 9,82 6,49 23,09 7,70

0,40 7,98 8,89 9,05 25,92 8,64

0,45 5,87 7,42 7,42 20,71 6,90

Total 35,66 35,66 40,23 37,06 112,95

Rataan 7,13 7,13 8,05 7,41 22,59

Page 60: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

65

Tabel 23. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 4 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 1,440 0,720 1,260 0,442tn

Varietas (A) 1 0,088 0,088 0,160 0,732tn

Galat a 2 1,140 0,570

Dosis (B) 4 4,586 1,147 1,490 0,251tn

A x B 4 7,045 1,761 2,290 0,104tn

Galat b 16 12,295 0,768

Nonaditif 1 0,218 0,270 0,611tn

Sisa 15 12,077

Total 29 26,595

KK a = 2,525% KK b = 11,726%

Keterangan tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 24. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu

pada 6 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(cm)

RGM 99-213 Dosis (l/ha)

Kontrol 8,24 7,17 5,58 20,98 6,99

0,30 6,69 7,51 8,36 22,55 7,52

0,35 7,21 7,20 7,82 22,23 7,41

0,40 8,27 10,28 7,30 25,84 8,61

0,45 6,94 7,71 9,01 23,66 7,89

Total 37,35 37,35 39,86 38,07 115,27

Rataan 7,47 7,47 7,97 7,61 23,05

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 9,04 9,04 8,58 26,66 8,89

0,30 6,86 7,22 6,33 20,41 6,80

0,35 6,28 6,32 6,49 19,09 6,36 0,40 7,43 8,90 6,10 22,43 7,48

0,45 4,99 6,94 7,43 19,35 6,45

Total 34,60 34,60 38,42 34,92 107,93

Rataan 6,92 6,92 7,68 6,98 21,59

Page 61: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

66

Tabel 25. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 6 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 2,307 1,154 14,410 0,065tn

Varietas (A) 1 1,795 1,795 22,420 0,042*

Galat a 2 0,160 0,080

Dosis (B) 4 6,455 1,614 1,480 0,253tn

A x B 4 11,020 2,755 2,540 0,081tn

Galat b 16 17,387 1,087

Nonaditif 1 0,108 0,090 0,764tn

Sisa 15 17,279

Total 29 39,124

KK a = 0,951% KK b = 14,011%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 26. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan diameter batang tebu

Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang

Diameter batang 2 MSA 2 1,39 0,500tn

Diameter batang 4 MSA 2 1,94 0,379tn

Diameter batang 6 MSA 2 2,79 0,248tn

Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MSA : minggu setelah aplikasi

Page 62: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

67

Tabel 27. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 2 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(cm)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 2,83 2,58 2,37 7,78 2,59 0,30 2,78 2,78 2,81 8,37 2,79 0,35 2,68 2,70 2,56 7,93 2,64 0,40 2,74 2,72 2,69 8,15 2,72 0,45 2,77 2,78 2,71 8,25 2,75

Total 13,80 13,80 13,56 13,14 40,49

Rataan 2,76 2,76 2,71 2,63 8,10

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 2,68 2,60 2,65 7,93 2,64 0,30 2,42 2,39 2,30 7,11 2,37 0,35 2,43 2,60 2,43 7,46 2,49 0,40 2,40 2,49 2,50 7,39 2,46 0,45 2,36 2,44 2,55 7,35 2,45

Total 12,29 12,29 12,52 12,43 37,24

Rataan 2,46 2,46 2,50 2,49 7,45

Tabel 28. Analisis ragam diameter batang tebu pada 2 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,018 0,009 0,540 0,648tn

Varietas (A) 1 0,353 0,353 21,850 0,043*

Galat a 2 0,032 0,016

Dosis (B) 4 0,010 0,003 0,330 0,855tn

A x B 4 0,187 0,047 6,000 0,004**

Galat b 16 0,125 0,008

Nonaditif 1 0,028 0,028 4,400 0,053tn

Sisa 15 0,097

Total 29 0,725

KK a = 1,226% KK b = 3,413%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 63: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

68

Tabel 29. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 4 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(cm)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 2,84 2,51 2,36 7,71 2,57 0,30 2,74 2,76 2,78 8,28 2,76 0,35 2,67 2,66 2,50 7,83 2,61 0,40 2,72 2,69 2,72 8,12 2,71 0,45 2,73 2,66 2,68 8,07 2,69

Total 13,69 13,69 13,28 13,04 40,01

Rataan 2,74 2,74 2,66 2,61 8,00

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 2,68 2,61 2,68 7,97 2,66 0,30 2,43 2,40 2,29 7,12 2,37 0,35 2,40 2,56 2,45 7,41 2,47 0,40 2,39 2,53 2,50 7,41 2,47 0,45 2,33 2,44 2,54 7,31 2,44

Total 12,23 12,23 12,54 12,46 37,23

Rataan 2,45 2,45 2,51 2,49 7,45

Tabel 30. Analisis ragam diameter batang tebu pada 4 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,010 0,005 0,220 0,819tn

Varietas (A) 1 0,257 0,257 11,790 0,075tn

Galat a 2 0,044 0,022

Dosis (B) 4 0,018 0,005 0,500 0,739tn

A x B 4 0,186 0,047 5,050 0,008**

Galat b 16 0,148 0,009

Nonaditif 1 0,009 0,009 1,020 0,329tn

Sisa 15 0,138

Total 29 0,662

KK a = 1,434% KK b = 3,730%

Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 64: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

69

Tabel 31. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 6 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(cm)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 2,85 2,61 2,37 7,83 2,61 0,30 2,80 2,79 2,81 8,40 2,80 0,35 2,73 2,71 2,51 7,96 2,65 0,40 2,73 2,72 2,68 8,14 2,71 0,45 2,78 2,72 2,73 8,23 2,74

Total 13,89 13,89 13,56 13,10 40,55

Rataan 2,78 2,78 2,71 2,62 8,11

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 2,70 2,64 2,70 8,04 2,68 0,30 2,46 2,44 2,35 7,25 2,42 0,35 2,47 2,53 3,06 8,06 2,69 0,40 2,41 2,56 2,53 7,50 2,50 0,45 2,34 2,47 2,60 7,41 2,47

Total 12,39 12,39 12,63 13,25 38,26

Rataan 2,48 2,48 2,53 2,65 7,65

Tabel 32. Analisis ragam diameter batang tebu pada 6 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,001 0,001 0,010 0,991tn

Varietas (A) 1 0,176 0,176 2,490 0,255tn

Galat a 2 0,141 0,071

Dosis (B) 4 0,020 0,005 0,290 0,880tn

A x B 4 0,233 0,058 3,350 0,036*

Galat b 16 0,278 0,017

Nonaditif 1 0,083 0,083 6,340 0,024*

Sisa 15 0,196

Total 29 0,850

KK a = 2,527% KK b = 5,020%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 65: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

70

Tabel 33. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan jumlah daun tebu

Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang

Jumlah daun 2 MSA 2 0,12 0,943tn Jumlah daun 4 MSA 2 0,20 0,905tn Jumlah daun 6 MSA 2 0,05 0,977tn

Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MSA : minggu setelah aplikasi Tabel 34. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 2 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(helai per tanaman)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 8,30 8,80 8,30 25,40 8,47 0,30 8,40 9,10 8,90 26,40 8,80 0,35 9,90 9,50 9,40 28,80 9,60 0,40 9,10 8,80 9,20 27,10 9,03 0,45 8,90 8,40 8,30 25,60 8,53

Total 44,60 44,60 44,60 44,10 133,30

Rataan 8,92 8,92 8,92 8,82 26,66

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 7,40 7,20 6,80 21,40 7,13 0,30 6,40 5,80 5,80 18,00 6,00 0,35 6,20 6,10 5,90 18,20 6,07 0,40 5,90 5,80 6,20 17,90 5,97 0,45 6,30 5,60 6,70 18,60 6,20

Total 32,20 32,20 30,50 31,40 94,10

Rataan 6,44 6,44 6,10 6,28 18,82

Page 66: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

71

Tabel 35. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 2 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,158 0,079 0,960 0,510tn

Varietas (A) 1 51,221 51,221 622,120 0,002**

Galat a 2 0,165 0,082

Dosis (B) 4 1,181 0,295 2,750 0,065tn

A x B 4 4,205 1,051 9,800 0,000**

Galat b 16 1,717 0,107

Nonaditif 1 0,014 0,014 0,130 0,728tn

Sisa 15 1,703

Total 29 58,648

KK a = 0,946% KK b = 4,322%

Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 36. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 4 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(helai per tanaman)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 7,50 8,30 5,90 21,70 7,23 0,30 6,70 8,30 8,40 23,40 7,80 0,35 8,90 7,90 8,20 25,00 8,33 0,40 8,50 7,90 8,50 24,90 8,30 0,45 7,11 6,50 6,40 20,01 6,67

Total 38,71 38,71 38,90 37,40 115,01

Rataan 7,74 7,74 7,78 7,48 23,00

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 5,40 5,00 5,90 16,30 5,43 0,30 5,00 4,50 5,20 14,70 4,90 0,35 4,80 4,60 4,50 13,90 4,63 0,40 4,60 4,30 4,70 13,60 4,53 0,45 4,60 4,70 6,00 15,30 5,10

Total 24,40 24,40 23,10 26,30 73,80

Rataan 4,88 4,88 4,62 5,26 14,76

Page 67: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

72

Tabel 37. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 4 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,149 0,075 0,130 0,886tn

Varietas (A) 1 56,612 56,612 98,120 0,010**

Galat a 2 1,154 0,577

Dosis (B) 4 1,336 0,334 0,810 0,536tn

A x B 4 6,379 1,595 3,870 0,022*

Galat b 16 6,587 0,412

Nonaditif 1 0,175 0,175 0,410 0,532tn

Sisa 15 6,412

Total 29 72,217

KK a = 3,017% KK b = 10,195%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 38. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 6 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(helai per tanaman)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 10,44 10,30 10,00 30,74 10,25 0,30 8,70 10,60 11,70 31,00 10,33 0,35 13,50 11,90 11,78 37,18 12,39 0,40 11,70 11,33 11,10 34,13 11,38 0,45 11,63 10,60 9,56 31,78 10,59

Total 55,97 55,97 54,73 54,13 164,84

Rataan 11,19 11,19 10,95 10,83 32,97

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 9,20 7,80 8,50 25,50 8,50 0,30 7,60 6,67 6,10 20,37 6,79 0,35 7,90 7,78 6,50 22,18 7,39 0,40 7,10 5,56 7,10 19,76 6,59 0,45 7,00 7,56 9,00 23,56 7,85

Total 38,80 38,80 35,36 37,20 111,36

Rataan 7,76 7,76 7,07 7,44 22,27

Page 68: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

73

Tabel 39. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 6 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 1,175 0,588 3,230 0,236tn

Varietas (A) 1 95,338 95,338 524,510 0,002**

Galat a 2 0,364 0,182

Dosis (B) 4 5,797 1,449 1,610 0,220tn

A x B 4 11,318 2,830 3,150 0,044*

Galat b 16 14,394 0,900

Nonaditif 1 2,799 2,799 3,620 0,076tn

Sisa 15 11,595

Total 29 128,386

KK a = 1,158% KK b = 10,302%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 40. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan kualitas nira tebu

Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang

Brix 2 MSA di Lapangan 2 0,27 0,872tn Brix 4 MSA di Lapangan 2 0,59 0,746tn Brix 6 MSA di Lapangan 2 0,03 0,985tn Kadar Air 2 4,13 0,127tn Berat Perbatang 2 0,34 0,845tn Persen Nira 6 MSA di Laboratorium 2 0,57 0,751tn Pol 6 MSA di Laboratorium 2 0,05 0,977tn

Purity 6 MSA di Laboratorium 2 0,14 0,983tn

Brix 6 MSA di Laboratorium 2 0,08 0,959tn Rendemen 6 MSA di Laboratorium 2 0,04 0,983tn

Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MSA : minggu setelah aplikasi

Page 69: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

74

Tabel 41. Data hasil pengamatan brix tebu pada 2 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 16,71 17,75 17,38 51,84 17,28 0,30 15,07 16,33 15,03 46,43 15,48 0,35 14,45 16,78 16,75 47,98 15,99 0,40 15,38 15,02 15,17 45,57 15,19 0,45 15,85 15,68 15,13 46,67 15,56

Total 77,46 77,46 81,57 79,47 238,49

Rataan 15,49 15,49 16,31 15,89 47,70

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 9,32 8,63 8,63 26,58 8,86 0,30 11,03 9,97 9,68 30,68 10,23 0,35 10,23 10,07 10,08 30,38 10,13 0,40 9,47 10,43 9,13 29,03 9,68 0,45 10,80 11,62 10,80 33,22 11,07

Total 50,85 50,85 50,72 48,33 149,90

Rataan 10,17 10,17 10,14 9,67 29,98

Tabel 42. Analisis ragam brix tebu pada 2 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 1,205 0,603 0,940 0,516tn

Varietas (A) 1 261,616 261,616 407,200 0,002**

Galat a 2 1,285 0,642

Dosis (B) 4 2,614 0,654 1,810 0,177tn

A x B 4 13,394 3,348 9,250 0,001**

Galat b 16 5,792 0,362

Nonaditif 1 0,276 0,276 0,750 0,400tn

Sisa 15 5,517

Total 29 285,906

KK a = 1,548% KK b = 4,648%

Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 70: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

75

Tabel 43. Data hasil pengamatan brix tebu pada 4 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 17,00 15,83 15,88 48,72 16,24 0,30 17,30 16,85 16,88 51,03 17,01 0,35 17,97 17,77 16,80 52,53 17,51 0,40 16,53 16,37 16,20 49,10 16,37 0,45 16,25 16,52 16,05 48,82 16,27

Total 85,05 85,05 83,33 81,82 250,20

Rataan 17,01 17,01 16,67 16,36 50,04

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 10,02 8,62 10,67 29,30 9,77 0,30 10,42 11,53 10,98 32,93 10,98 0,35 12,27 15,95 15,68 43,90 14,63 0,40 10,57 10,52 12,33 33,42 11,14 0,45 12,18 11,78 11,73 35,70 11,90

Total 55,45 55,45 58,40 61,40 175,25

Rataan 11,09 11,09 11,68 12,28 35,05

Tabel 44. Analisis ragam brix tebu pada 4 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,370 0,185 0,090 0,919tn

Varietas (A) 1 187,250 187,250 88,810 0,011*

Galat a 2 4,217 2,108

Dosis (B) 4 31,153 7,788 11,460 0,000**

A x B 4 12,277 3,069 4,520 0,012*

Galat b 16 10,871 0,679

Nonaditif 1 1,319 1,319 2,070 0,171tn

Sisa 15 9,552

Total 29 246,138

KK a = 2,560% KK b = 5,812%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 71: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

76

Tabel 45. Data hasil pengamatan brix tebu pada 6 MSA

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 18,04 17,45 17,23 52,73 17,58 0,30 18,99 17,08 17,36 53,43 17,81 0,35 16,73 19,45 18,15 54,33 18,11 0,40 17,47 19,81 18,93 56,21 18,74 0,45 17,53 17,10 18,10 52,73 17,58

Total 88,77 88,77 90,88 89,78 269,43

Rataan 17,75 17,75 18,18 17,96 53,89

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 9,96 9,03 9,28 28,26 9,42 0,30 11,95 12,32 10,46 34,73 11,58 0,35 12,08 14,08 13,08 39,25 13,08 0,40 10,53 11,05 11,24 32,83 10,94 0,45 10,98 11,20 11,45 33,63 11,21

Total 55,50 55,50 57,68 55,51 168,68

Rataan 11,10 11,10 11,54 11,10 33,74

Tabel 46. Analisis ragam brix tebu pada 6 MSA

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 1,006 0,503 14,210 0,066tn

Varietas (A) 1 338,296 338,296 9560,800 0,000**

Galat a 2 0,071 0,035

Dosis (B) 4 13,913 3,478 4,220 0,016*

A x B 4 9,658 2,414 2,930 0,054tn

Galat b 16 13,196 0,825

Nonaditif 1 0,033 0,033 0,040 0,849tn

Sisa 15 13,162

Total 29 376,139

KK a = 0,322% KK b = 6,219%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 72: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

77

Tabel 47. Data hasil pengamatan kadar air tebu

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha)

Kontrol 72,50 74,12 79,04 225,66 75,22

0,30 72,49 75,64 73,17 221,29 73,76

0,35 72,76 63,11 72,44 208,32 69,44

0,40 73,74 72,71 79,64 226,09 75,36

0,45 73,24 76,55 74,95 224,74 74,91

Total 364,72 364,72 362,13 379,25 1106,11

Rataan 72,94 72,94 72,43 75,85 221,22

R 570 Dosis (l/ha)

Kontrol 80,78 83,04 81,66 245,47 81,82

0,30 79,11 79,30 81,88 240,29 80,10

0,35 71,61 82,46 79,45 233,52 77,84

0,40 75,65 78,87 82,27 236,80 78,93

0,45 73,23 81,43 80,64 235,30 78,43

Total 380,39 380,39 405,10 405,90 1191,38

Rataan 76,08 76,08 81,02 81,18 238,28

Tabel 48. Analisis ragam kadar air tebu

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 80,453 40,227 2,130 0,319tn

Varietas (A) 1 242,405 242,405 12,840 0,070tn

Galat a 2 37,760 18,880

Dosis (B) 4 77,229 19,307 2,260 0,109tn

A x B 4 26,712 6,678 0,780 0,554tn

Galat b 16 136,905 8,557

Nonaditif 1 25,317 25,317 3,400 0,085tn

Sisa 15 111,588

Total 29 601,465

KK a = 1,418% KK b = 3,820%

Keterangan tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 73: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

78

Tabel 49. Data hasil pengamatan berat per batang tebu

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(Kg per batang)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 2,12 1,94 1,66 5,72 1,91 0,30 2,11 2,05 2,00 6,16 2,05 0,35 1,82 1,91 1,87 5,59 1,86 0,40 2,09 1,62 1,75 5,46 1,82 0,45 2,09 1,58 2,09 5,76 1,92

Total 10,23 10,23 9,10 9,37 28,69

Rataan 2,05 2,05 1,82 1,87 5,74

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 1,28 1,25 1,33 3,85 1,28 0,30 1,07 1,01 0,97 3,05 1,02 0,35 1,08 1,07 1,15 3,30 1,10 0,40 1,07 0,93 0,91 2,91 0,97 0,45 1,01 1,08 1,21 3,30 1,10

Total 5,51 5,51 5,35 5,56 16,41

Rataan 1,10 1,10 1,07 1,11 3,28

Tabel 50. Analisis ragam berat per batang tebu

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,085 0,043 1,450 0,408tn

Varietas (A) 1 5,023 5,023 170,910 0,006**

Galat a 2 0,059 0,029

Dosis (B) 4 0,129 0,032 1,630 0,215tn

A x B 4 0,135 0,034 1,710 0,197tn

Galat b 16 0,316 0,020

Nonaditif 1 0,001 0,001 0,060 0,813tn

Sisa 15 0,315

Total 29 5,747

KK a = 2,851% KK b = 9,348%

Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 74: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

79

Tabel 51. Data hasil pengamatan persen nira tebu

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 40,94 39,70 39,45 120,09 40,03 0,30 48,81 48,98 40,42 138,21 46,07 0,35 44,95 42,36 43,75 131,06 43,69 0,40 37,85 47,56 38,10 123,50 41,17 0,45 47,81 33,86 40,24 121,91 40,64

Total 220,37 220,37 212,46 201,95 634,78

Rataan 44,07 44,07 42,49 40,39 126,96

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 49,67 49,33 49,69 148,69 49,56 0,30 40,47 48,56 49,57 138,60 46,20 0,35 48,85 49,22 48,91 146,98 48,99 0,40 49,22 50,89 40,83 140,94 46,98 0,45 48,15 48,85 45,52 142,51 47,50

Total 236,35 236,35 246,85 234,51 717,71

Rataan 47,27 47,27 49,37 46,90 143,54

Tabel 52. Analisis ragam persen nira tebu

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 31,323 15,662 1,520 0,396tn

Varietas (A) 1 229,269 229,269 22,290 0,042*

Galat a 2 20,568 10,284

Dosis (B) 4 28,883 7,221 0,420 0,791tn

A x B 4 70,707 17,677 1,030 0,421tn

Galat b 16 273,837 17,115

Nonaditif 1 28,212 28,212 1,720 0,209tn

Sisa 15 245,625

Total 29 654,587

KK a = 1,778% KK b = 9,176%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 75: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

80

Tabel 53. Data hasil pengamatan pol

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 17,47 18,01 19,09 54,56 18,19 0,30 18,82 17,47 17,45 53,74 17,91 0,35 16,40 18,30 16,53 51,24 17,08 0,40 16,41 15,91 16,97 49,29 16,43 0,45 17,80 15,46 16,32 49,58 16,53

Total 86,90 86,90 85,15 86,36 258,41

Rataan 17,38 17,38 17,03 17,27 51,68

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 9,13 11,06 11,42 31,62 10,54 0,30 10,19 11,26 9,93 31,38 10,46 0,35 10,21 10,46 9,62 30,29 10,10 0,40 12,49 11,48 11,03 35,00 11,67 0,45 10,56 9,09 10,10 29,75 9,92

Total 52,58 52,58 53,35 52,10 158,04

Rataan 10,52 10,52 10,67 10,42 31,61

Tabel 54. Analisis ragam pol

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,067 0,034 0,160 0,861tn

Varietas (A) 1 335,806 335,806 1618,600 0,001**

Galat a 2 0,415 0,207

Dosis (B) 4 5,255 1,314 1,460 0,260tn

A x B 4 7,952 1,988 2,210 0,114tn

Galat b 16 14,389 0,899

Nonaditif 1 0,094 0,094 0,100 0,758tn

Sisa 15 14,294

Total 29 363,883

KK a = 0,820% KK b = 6,831%

Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 76: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

81

Tabel 55. Data hasil pengamatan purity

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 89,71 90,25 91,03 270,99 90,33 0,30 90,09 89,35 88,71 268,16 89,39 0,35 86,56 91,28 88,60 266,44 88,81 0,40 86,32 88,93 86,78 262,02 87,34 0,45 90,59 87,21 88,43 266,24 88,75

Total 443,26 443,26 447,03 443,55 1333,84

Rataan 88,65 88,65 89,41 88,71 266,77

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 77,08 83,06 83,68 243,82 81,27 0,30 79,31 79,88 80,11 239,30 79,77 0,35 81,99 85,85 82,54 250,37 83,46 0,40 85,86 82,02 80,78 248,66 82,89 0,45 81,29 77,34 79,21 237,85 79,28

Total 405,52 405,52 408,16 406,32 1220,00

Rataan 81,10 81,10 81,63 81,26 244,00

Tabel 56. Analisis ragam purity

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 2,349 1,174 16,510 0,057tn

Varietas (A) 1 432,015 432,015 6074,860 0,000**

Galat a 2 0,142 0,071

Dosis (B) 4 18,078 4,519 0,930 0,472tn

A x B 4 36,895 9,224 1,900 0,160tn

Galat b 16 77,792 4,862

Nonaditif 1 0,675 0,675 0,130 0,722tn

Sisa 15 77,117

Total 29 567,271

KK a = 0,078% KK b = 2,590%

Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 77: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

82

Tabel 57. Data hasil pengamatan brix

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha)

Kontrol 19,47 19,95 20,97 60,39 20,13 0,30 20,89 19,55 19,67 60,11 20,04 0,35 18,95 20,05 18,66 57,66 19,22

0,40 19,01 17,89 19,56 56,46 18,82 0,45 19,65 17,73 18,45 55,83 18,61

Total 97,97 97,97 95,17 97,31 290,45

Rataan 19,59 19,59 19,03 19,46 58,09

R 570 Dosis (l/ha)

Kontrol 11,85 13,32 13,65 38,82 12,94 0,30 12,85 14,09 12,40 39,34 13,11 0,35 12,45 12,19 11,65 36,29 12,10

0,40 14,55 14,00 13,65 42,20 14,07 0,45 12,99 11,75 12,75 37,49 12,50

Total 64,69 64,69 65,35 64,10 194,14

Rataan 12,94 12,94 13,07 12,82 38,83

Tabel 58. Analisis ragam brix

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,231 0,116 0,300 0,772tn

Varietas (A) 1 309,187 309,187 790,470 0,001**

Galat a 2 0,782 0,391

Dosis (B) 4 6,076 1,519 2,280 0,105tn

A x B 4 6,319 1,580 2,370 0,096tn

Galat b 16 10,644 0,665

Nonaditif 1 0,755 0,755 1,150 0,302tn

Sisa 15 9,889

Total 29 333,239

KK a = 0,968% KK b = 5,049%

Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 78: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

83

Tabel 59. Data hasil pengamatan rendemen tebu

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 9,81 10,14 10,79 30,73 10,24 0,30 10,59 9,79 9,74 30,12 10,04 0,35 9,05 10,36 9,23 28,64 9,55 0,40 9,04 8,89 9,38 27,32 9,11 0,45 10,04 8,57 9,10 27,70 9,23

Total 48,53 48,53 47,74 48,24 144,51

Rataan 9,71 9,71 9,55 9,65 28,90

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 4,74 5,98 6,20 16,91 5,64 0,30 5,37 5,96 5,26 16,59 5,53 0,35 5,48 5,75 5,18 16,41 5,47 0,40 6,87 6,16 5,87 18,90 6,30 0,45 5,64 4,72 5,32 15,68 5,23

Total 28,09 28,09 28,57 27,83 84,49

Rataan 5,62 5,62 5,71 5,57 16,90

Tabel 60. Analisis ragam rendemen tebu

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,015 0,008 0,150 0,872tn

Varietas (A) 1 120,053 120,053 2309,250 0,000**

Galat a 2 0,104 0,052

Dosis (B) 4 1,802 0,451 1,260 0,326tn

A x B 4 3,093 0,773 2,160 0,120tn

Galat b 16 5,717 0,357

Nonaditif 1 0,005 0,005 0,000 0,997tn

Sisa 15 5,717

Total 29 130,784

KK a = 0,747% KK b = 7,831%

Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 79: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

84

Tabel 61. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan populasi tunas tebu

Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang

Populasi tunas 3 MST 2 1,04 0,594tn Populasi tunas 6 MST 2 1,34 0,511tn

Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MST : minggu setelah tebang Tabel 62. Data hasil pengamatan populasi tunas tebu pada 3 MST

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 31,00 21,00 48,00 100,00 33,33 0,30 34,00 42,00 36,00 112,00 37,33 0,35 35,00 51,00 65,00 151,00 50,33 0,40 29,00 37,00 29,00 95,00 31,67 0,45 36,00 27,00 48,00 111,00 37,00

Total 165,00 165,00 178,00 226,00 569,00

Rataan 33,00 33,00 35,60 45,20 113,80

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 49,00 53,00 66,00 168,00 56,00 0,30 60,00 54,00 54,00 168,00 56,00 0,35 40,00 68,00 66,00 174,00 58,00 0,40 49,00 54,00 51,00 154,00 51,33 0,45 34,00 47,00 47,00 128,00 42,67

Total 232,00 232,00 276,00 284,00 792,00

Rataan 46,40 46,40 55,20 56,80 158,40

Page 80: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

85

Tabel 63. Analisis ragam populasi tunas tebu pada 3 MST

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 638,467 319,233 7,250 0,121tn

Varietas (A) 1 1657,630 1657,630 37,640 0,026*

Galat a 2 88,067 44,033

Dosis (B) 4 751,133 187,783 2,520 0,082tn

A x B 4 352,200 88,050 1,180 0,356tn

Galat b 16 1191,470 74,467

Nonaditif 1 6,924 6,924 0,090 0,771tn

Sisa 15 1184,540

Total 29 4678,970

KK a = 3,657% KK b = 19,021%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 64. Data hasil pengamatan populasi tunas tebu pada 6 MST

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 51,00 34,00 63,00 148,00 49,33 0,30 54,00 63,00 44,00 161,00 53,67 0,35 81,00 62,00 69,00 212,00 70,67 0,40 56,00 53,00 39,00 148,00 49,33 0,45 54,00 58,00 44,00 156,00 52,00

Total 296,00 296,00 270,00 259,00 825,00

Rataan 59,20 59,20 54,00 51,80 165,00

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 70,00 76,00 68,00 214,00 71,33 0,30 107,00 94,00 67,00 268,00 89,33 0,35 73,00 125,00 99,00 297,00 99,00 0,40 69,00 79,00 67,00 215,00 71,67 0,45 51,00 66,00 78,00 195,00 65,00

Total 370,00 370,00 440,00 379,00 1189,00

Rataan 74,00 74,00 88,00 75,80 237,80

Page 81: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

86

Tabel 65. Analisis ragam populasi tunas tebu pada 6 MST

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 263,467 131,733 0,570 0,636tn

Varietas (A) 1 4416,530 4416,53019,160 0,048*

Galat a 2 461,067 230,533

Dosis (B) 4 2982,800 745,700 3,970 0,020*

A x B 4 423,467 105,867 0,560 0,692tn

Galat b 16 3002,130 187,633

Nonaditif 1 230,298 230,298 1,250 0,282tn

Sisa 15 2771,840

Total 29 11549,50

0

KK a = 5,654% KK b = 20,404%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Tabel 66. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan tinggi tunas tebu

Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang

Tinggi tunas 3 MST 2 1,16 0,561tn

Tinggi tunas 6 MST 2 2,42 0,298tn

Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MST : minggu setelah tebang

Page 82: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

87

Tabel 67. Data hasil pengamatan tinggi tunas tebu pada 3 MST

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(cm)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 9,40 10,00 8,60 28,00 9,33 0,30 12,20 13,50 11,50 37,20 12,40 0,35 12,40 10,60 12,20 35,20 11,73 0,40 10,40 10,40 9,80 30,60 10,20 0,45 10,80 10,60 11,50 32,90 10,97

Total 55,20 55,20 55,10 53,60 163,90

Rataan 11,04 11,04 11,02 10,72 32,78

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 13,70 15,40 14,00 43,10 14,37 0,30 11,60 13,00 9,40 34,00 11,33 0,35 13,20 13,20 15,40 41,80 13,93 0,40 9,80 10,40 10,80 31,00 10,33 0,45 12,70 13,00 9,80 35,50 11,83

Total 61,00 61,00 65,00 59,40 185,40

Rataan 12,20 12,20 13,00 11,88 37,08

Tabel 68. Analisis ragam tinggi tunas tebu pada 3 MST

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 2,529 1,264 2,260 0,307tn

Varietas (A) 1 15,408 15,408 27,500 0,035*

Galat a 2 1,121 0,560

Dosis (B) 4 20,779 5,195 4,110 0,018*

A x B 4 32,713 8,178 6,460 0,003**

Galat b 16 20,244 1,265

Nonaditif 1 0,977 0,977 0,000 0,979tn

Sisa 15 20,243

Total 29 92,794

KK a = 1,607% KK b = 9,661%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 83: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

88

Tabel 69. Data hasil pengamatan tinggi tunas tebu pada 6 MST

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(cm)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 16,40 14,20 13,20 43,80 14,60 0,30 17,40 18,00 17,00 52,40 17,47 0,35 16,80 16,20 18,80 51,80 17,27 0,40 16,20 15,60 15,20 47,00 15,67 0,45 16,00 15,60 17,80 49,40 16,47

Total 82,80 82,80 79,60 82,00 244,40

Rataan 16,56 16,56 15,92 16,40 48,88

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 19,60 21,40 17,40 58,40 19,47 0,30 18,00 17,00 15,40 50,40 16,80 0,35 17,20 16,00 20,80 54,00 18,00 0,40 15,40 15,60 14,60 45,60 15,20 0,45 15,00 17,80 14,60 47,40 15,80

Total 85,20 85,20 87,80 82,80 255,80

Rataan 17,04 17,04 17,56 16,56 51,16

Tabel 70. Analisis ragam tinggi tunas tebu pada 6 MST

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 0,579 0,289 0,190 0,840tn

Varietas (A) 1 4,332 4,332 2,860 0,233tn

Galat a 2 3,032 1,516

Dosis (B) 4 18,552 4,638 1,860 0,166tn

A x B 4 33,661 8,415 3,380 0,035*

Galat b 16 39,803 2,488

Nonaditif 1 0,772 0,772 0,300 0,594tn

Sisa 15 39,031

Total 29 99,959

KK a = 1,846% KK b = 9,460%

Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 84: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

89

Tabel 71. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan persentase tunggul bertunas tebu

Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang

Persentase tunggul bertunas 3 MST 2 0,02 0,988tn

Persentase tunggul bertunas 6 MST 2 0,43 0,807tn

Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MST : minggu setelah tebang Tabel 72. Data hasil pengamatan persentase tunggul bertunas

(PTB) pada 3 MST

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 33,33 37,10 33,71 104,14 34,71 0,30 30,61 41,67 27,91 100,19 33,40 0,35 42,31 28,57 48,65 119,53 39,84 0,40 35,06 43,66 28,00 106,73 35,58 0,45 31,03 39,76 29,03 99,83 33,28

Total 172,35 172,35 190,76 167,30 530,40

Rataan 34,47 34,47 38,15 33,46 106,08

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 25,16 26,23 27,50 78,89 26,30 0,30 22,22 30,77 29,47 82,47 27,49 0,35 25,00 32,14 36,29 93,43 31,14 0,40 28,68 30,58 25,22 84,48 28,16 0,45 16,94 21,62 29,09 67,65 22,55

Total 118,00 118,00 141,34 147,57 406,92

Rataan 23,60 23,60 28,27 29,51 81,38

Page 85: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

90

Tabel 73. Analisis ragam persentase tunggul bertunas (PTB) pada 3 MST

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 88,012 44,006 1,250 0,444tn

Varietas (A) 1 508,319 508,319 14,490 0,063tn

Galat a 2 70,167 35,083

Dosis (B) 4 184,422 46,106 1,330 0,302tn

A x B 4 18,813 4,703 0,140 0,967tn

Galat b 16 555,825 34,739

Nonaditif 1 68,440 68,440 2,110 0,167tn

Sisa 15 487,386

Total 29 1425,560

KK a = 4,739% KK b = 18,864%

Keterangan tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 74. Data hasil pengamatan persentase tunggul bertunas

(PTB) pada 6 MST

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan I II III

(%)

RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 41,05 43,43 46,46 130,95 43,65 0,30 38,33 52,50 40,45 131,28 43,76 0,35 55,77 42,86 54,65 153,28 51,09 0,40 39,13 48,24 32,94 120,31 40,10 0,45 37,50 43,62 32,47 113,58 37,86

Total 211,79 211,79 230,64 206,97 649,40

Rataan 42,36 42,36 46,13 41,39 129,88

R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 38,58 41,58 43,68 123,84 41,28 0,30 40,50 45,37 41,75 127,61 42,54 0,35 33,06 46,88 44,64 124,58 41,53 0,40 30,66 37,93 33,06 101,65 33,88 0,45 27,64 29,87 34,03 91,54 30,51

Total 170,44 170,44 201,63 197,15 569,23

Rataan 34,09 34,09 40,33 39,43 113,85

Page 86: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

91

Tabel 75. Analisis ragam persentase tunggul bertunas (PTB) pada 6 MST

Sumber Keragaman

Derajat Kebebasan

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Nilai Tengah

Fhitung Peluang

Kelompok 2 125,883 62,942 2,490 0,286tn

Varietas (A) 1 214,271 214,271 8,490 0,100tn

Galat a 2 50,472 25,236

Dosis (B) 4 580,328 145,082 5,490 0,006**

A x B 4 72,655 18,164 0,690 0,611tn

Galat b 16 422,581 26,411

Nonaditif 1 75,169 75,169 3,250 0,092tn

Sisa 15 347,412

Total 29 1466,190

KK a = 3,092% KK b = 12,652%

Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05

Page 87: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Industri gula saat ini membutuhkan perhatian khusus dalam

kaitannya dengan peningkatan daya saing. Rendahnya

produktivitas tanaman tebu membuat industri gula terancam

eksistensinya. Menurut data Direktorat Jenderal Bina Produksi

Perkebunan Departemen Pertanian, produksi gula nasional pada

tahun 2003 mencapai angka sekitar 1,6 juta ton sedangkan saat

ini kebutuhan gula dalam negeri mencapai 3,3 juta ton sehingga

hanya setengahnya yang dapat dipenuhi oleh produksi gula dalam

negeri dan selebihnya harus impor. Murahnya gula impor yang

membanjiri pasar dalam negeri membuat harga gula petani

domestik ikut anjlok sehingga mengakibatkan produsen gula lokal,

petani, dan pabrik gula mengalami kerugian.

Untuk memenuhi permintaan kebutuhan gula yang tinggi maka

pemerintah melakukan beberapa upaya peningkatan produksi

gula nasional, antara lain melalui perbaikan kultur teknis,

rehabilitasi beberapa pabrik yang sudah lama, meningkatkan

kapasitas produksi, pengembangan varietas unggul, dan perluasan

Page 88: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

2

areal perkebunan (Oezer, 1993). Ada beberapa dugaan yang

menyebabkan menurunnya produktivitas tanaman tebu yaitu bibit

tebu yang kurang bermutu, penggunaan tanaman keprasan

(ratoon) yang berlebihan, lahan yang kurang subur, manajemen

penerapan baku teknis seperti pengairan, pemupukan, dan

pengendalian hama dan penyakit yang belum tepat, serta

manajemen tebang angkut dari pabrik gula yang kurang optimal.

Kondisi iklim pada saat awal giling yang kurang menguntungkan

akan mempengaruhi produksi dan kualitas tebu. Kondisi iklim

seperti curah hujan yang tinggi di awal musim panen akan

menyebabkan proses kemasakan tebu tertunda dan kualitas tebu

rendah. Untuk memperkecil resiko tersebut, salah satu alternatif

yang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam memacu

kemasakan dan peningkatan kualitas tebu adalah penggunaan zat

pemacu kemasakan (ZPK).

Zat pemacu kemasakan adalah sekelompok senyawa kimia buatan

yang dapat digunakan untuk memacu kemasakan tebu yang

belum masak optimal atau proses kemasakannya terhambat

akibat kondisi lingkungan yang kurang mendukung (Hadisaputro,

1996). Penggunaan ZPK tebu telah diterapkan di beberapa negara

seperti Swaziland dan Afrika Selatan pada kondisi yang tidak

mendukung proses pemasakan secara alami, misalnya karena

kondisi cuaca yang terlalu basah. Penelitian penggunaan ZPK di

Page 89: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

3

Indonesia telah dilakukan sejak pertengahan tahun tujuh puluhan

namun hasilnya belum diterapkan secara luas.

Pada awalnya, ZPK yang digunakan adalah Ethrel (bahan aktif

ethepon 480 g/l), setelah itu Polado (bahan aktif glifosat 750 g/l),

dan Fusilade Super (bahan aktif fluazifob-p-butyl 125 g/l).

Penggunaan ZPK pada beberapa tahun terakhir ini sangat diminati

oleh perkebunan tebu lahan kering yang ada di Lampung

khususnya PT Gunung Madu Plantations. Jenis ZPK yang paling

banyak digunakan adalah Touchdown 480 AS (sulfosat atau

trimesium glifosat), Touchdown 620 AS (kalium glifosat), Roundup

486 AS (isopropilamina glifosat), dan Fusilade 125 EC

(fluazifob-p-butyl). Dari beberapa jenis ZPK tersebut Fusilade

125 EC, Roundup 486 AS, dan Touchdown 480 AS telah masuk

dalam daftar yang digunakan sebagai cane ripener (Direktorat

Pupuk dan Pestisida, 2004 yang dikutip oleh Sembodo et al., 2005).

Pada penelitian ini ZPK yang digunakan adalah Fusilade Super

125 EC karena selain harganya yang relatif murah juga memiliki

keunggulan yaitu kecilnya aktivitas residualnya.

Aplikasi ZPK pada tanaman tebu mempunyai banyak keuntungan

yaitu dapat mempercepat dan menyeragamkan kemasakan

tanaman tebu serta dapat meningkatkan kualitas nira tebu

sehingga nantinya dapat meningkatkan produksi dan hasil gula.

Selain memberikan banyak keuntungan, ZPK juga menimbulkan

Page 90: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

4

efek toksik pada tanaman tebu. Efek toksik ini ditunjukkan oleh

adanya gejala-gejala yang dapat diamati secara visual, yaitu

dengan cara mengamati proses pertumbuhan dan perubahan

warna daun.

1.2 Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah diuraikan

maka disusun perumusan masalah penelitian sebagai berikut

1. Apakah pertumbuhan dan kualitas nira tebu dipengaruhi oleh

dosis fluazifob-p-butyl sebagai ZPK?

2. Apakah terdapat perbedaan respons varietas tebu terhadap

pemberian fluazifob-p-butyl sebagai ZPK?

3. Apakah terdapat interaksi antara varietas tebu dengan

pemberian fluazifob-p-butyl yang digunakan sebagai ZPK?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan maka

disusun tujuan penelitian sebagai berikut

1. Mengetahui pengaruh dosis fluazifob-p-butyl sebagai ZPK pada

pertumbuhan dan kualitas nira tebu.

2. Mengetahui perbedaan respons varietas terhadap dosis

fluazifob-p-butyl sebagai ZPK.

3. Mengetahui interaksi antara varietas tebu dengan pemberian

fluazifob-p-butyl yang digunakan sebagai ZPK.

Page 91: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

5

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan maka

penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan dan

informasi dalam menentukan dosis ZPK yang tepat pada dua

varietas tebu yang diujikan dan untuk menambah khasanah

keilmuan di bidang pertanian.

1.5 Kerangka Teoritis

1.5.1 Landasan teoritis

Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman perkebunan

penghasil gula yang merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi

penduduk Indonesia. Namun kondisi industri gula saat ini

dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain rendahnya

kemampuan produksi gula dan kualitas tebu. Berbagai upaya

telah dilakukan untuk meningkatkan produksi dan kualitas tebu,

salah satunya adalah dengan teknologi pengaplikasian zat pemacu

kemasakan (ZPK) tebu.

Penggunaan ZPK menjadi suatu kebutuhan pada budidaya tebu

karena aplikasi ZPK dapat meningkatkan kualitas tebu dan

rendemen, meskipun tidak akan meningkatkan rendemen

potensial yang merupakan bakat genetik tebu. Menurut Riyanto

(2005), aplikasi ZPK pada tanaman tebu bertujuan mempercepat

Page 92: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

6

laju kemasakan tebu (mempercepat proses penuaan) sehingga

proses penimbunan gula di dalam batang berlangsung lebih cepat

dan kualitas nira menjadi lebih baik saat tebu dipanen.

Penggunaan ZPK ini sangat dirasakan manfaatnya pada saat

musim tebang yang jatuh pada musim penghujan mulai bulan

April sampai dengan bulan Juni, karena pada bulan-bulan

tersebut curah hujan yang tinggi akan mendorong tanaman untuk

tumbuh secara vegetatif sehingga proses pemasakan batang tebu

menjadi tertunda.

Penggunaan ZPK dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif

tanaman tertekan sehingga energi yang tersedia disimpan dalam

bentuk sukrosa dalam batang. Menurut Nickell (1997), ZPK

secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi baik

kuantitas maupun kualitas hasil akhir tanaman. Menurut

Rostron, et al. (1986), semua produk ZPK dapat meningkatkan

konsentrasi sukrosa dan hasil gula dengan jumlah yang hampir

sama, walaupun struktur kimia dan gejala visual yang terjadi pada

tebu berbeda. Produk-produk ZPK tersebut akan meningkatkan

kadar sukrosa dan kemurnian jus nira dari 4—6 minggu setelah

aplikasi.

Pada awalnya, ZPK yang digunakan adalah Ethrel (bahan aktif

ethepon 480 g/l), setelah itu Polado (bahan aktif glifosat 750 g/l),

dan Fusilade Super (bahan aktif fluazifob-p-butyl 125 g/l). Hasil

Page 93: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

7

pengujian awal terhadap produk bersandi PP009 yang kemudian

dikenal sebagai Fusilade Super menunjukkan bahwa produk ini

mempunyai kemampuan sebagai ZPK tebu (Anonimous, 1984 yang

dikutip oleh Donaldson dan Van Staden, 1989). Fusilade Super

sebagai zat pemacu kemasakan tebu dengan bahan aktif

fluazifob-p-butyl, merupakan salah satu herbisida organik yang

bersifat selektif untuk mengendalikan gulma dari golongan rumput

musiman dan tahunan. ZPK tersebut diabsorbsi secara cepat

melalui permukaan daun dan ditranslokasikan melalui xilem dan

floem untuk diakumulasi ke titik tumbuh. Hasil penelitian di

Afrika Selatan menunjukkan bahwa fluazifob-p-butyl pada

tanaman tebu dapat meningkatkan produksi gula (Rostron, 1985

dalam Donaldson dan Van Staden, 1989).

Pada awalnya dosis aplikasi sebesar 300—500 ml/ha dianggap

memberikan hasil yang kurang lebih sama dibandingkan Polado

dan Ethrel, namun karena terdapat beberapa kejadian yang tidak

memberikan hasil yang baik dari aplikasi fluazifob-p-butyl maka

Rostron (1985) dalam Donaldson dan Van Staden (1989)

menyatakan bahwa respons yang kurang pada varietas N 14

ternyata dapat diperbaiki dengan cara meningkatkan dosis

aplikasinya. Pendapat ini kemudian diperkuat oleh Donaldson

(1989) yang menyatakan bahwa setelah produk ini berhasil

didaftarkan sebagai ZPK tebu pada tahun 1984 dosis yang

Page 94: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

8

direkomendasikan direvisi dari 300—330 ml/ha menjadi 400—440

ml/ha untuk varietas N 14.

1.5.2 Kerangka pemikiran

Dengan aplikasi ZPK fluazifob-p-butyl diharapkan dapat

memberikan kontribusi yang lebih baik bagi peningkatan produksi

dan kualitas tebu di Indonesia. ZPK fluazifob-p-butyl adalah salah

satu senyawa kimia yang dapat memacu dan mempercepat proses

kemasakan tebu pada saat kondisi lingkungan yang kurang

menguntungkan (basah), umur tebu yang masih muda, serta

sebab lain yang dapat menghambat proses kemasakan. Namun

dalam hal pertumbuhan tanaman setelah aplikasi, ZPK

fluazifob-p-butyl mungkin akan menimbulkan penurunan hasil

tebu yang nyata pada 9 minggu setelah aplikasi tetapi hal ini tidak

akan diikuti oleh suatu penurunan hasil gula. Respons yang baik

dari aplikasi fluazifob-p-butyl diperoleh antara 4 sampai dengan

9 minggu setelah aplikasi (MSA).

Gejala khas dari aplikasi fluazifob-p-butyl adalah terjadi kematian

pupus pada 3—4 MSA. Hal ini kemudian diikuti oleh pertumbuhan

yang terhambat dan matinya meristem apikal. Karena pertumbuhan

yang terhambat dan matinya meristem apikal tersebut maka akan

muncul siwilan-siwilan. Cincin-cincin nekrotik muncul pada

Page 95: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

9

ruas-ruas yang pada saat aplikasi sedang tumbuh aktif memanjang,

yang makin lama makin dalam. Bila bagian pucuk di atas cincin

nekrotik ini cukup besar atau berat maka pada posisi ini batangnya

mudah patah terutama bila terusik pada saat panen.

Mekanisme kerja fluazifob-p-butyl yang diaplikasikan pada gulma

rumput adalah menghambat produksi ATP. Menurut penelitian

Peregoy, et al. (1985) yang dikutip Marpaung (1990),

fluazifob-p-butyl dapat menghambat sintesis RNA, DNA, asam

amino, uridin, dan pirimidin sehingga akan menghambat

pembentukan protein dalam tubuh tanaman. RNA dan DNA

sangat diperlukan dalam proses pembelahan sel (mitosis) tanaman

(Devlin, 1983). Carr, et al. (1985) dalam Marpaung (1990)

menyatakan bahwa mekanisme kerja asam fluazifob-p-butyl pada

jaringan meristem adalah menghambat pembentukan fosfolipid,

dimana fosfolipid adalah senyawa pembentuk membran sel

(Devlin, 1983).

Hingga saat ini belum diketahui apakah ruas-ruas yang tidak

memperlihatkan cincin-cincin nekrotik juga memberikan respons

yang sama seperti ruas-ruas yang muncul cincin nekrotiknya.

Pada varietas N 14 jumlah batang yang terkena dampak tersebut

meningkat sebesar 25% bila dosis aplikasi dinaikkan dari

300 ml/ha menjadi 600 ml/ha. Donaldson (1989) menyatakan

bahwa respons yang sama dapat diperoleh dari aplikasi dengan

Page 96: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

10

dosis yang lebih .rendah namun tenggat waktu antara saat

aplikasi dan panennya lebih panjang.

1.5.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat

disusun hipotesis sebagai berikut

1. Pertumbuhan dan kualitas nira tebu dipengaruhi oleh dosis

fluazifob-p-butyl sebagai ZPK.

2. Terdapat perbedaan respons antarvarietas tebu terhadap

pemberian fluazifob-p-butyl sebagai ZPK.

3. Terdapat interaksi antara varietas tebu dengan pemberian

fluazifob-p-butyl yang digunakan sebagai ZPK.

Page 97: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

Judul Skripsi : Respons Dua Varietas Tebu

(Saccharum officinarum L.) terhadap Pemberian Fluazifob-p-butyl sebagai Zat Pemacu Kemasakan

Nama Mahasiswa : Muhammad Isnaini Nomor Pokok Mahasiswa : 0214011035 Program Studi : Agronomi Jurusan : Budidaya Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Ir. Indarto, M.S. Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S. NIP 131473389 NIP 131619062

2. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S. NIP 131692065

Page 98: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

MENSAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Indarto, M.S. Sekretaris : Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S. Penguji bukan Pembimbing : Ir. Darmaisam Mawardi, M.S.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M.Sc. NIP 131410596

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 27 April 2007

Page 99: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Januari 1985 di Karang

Binangun, OKU Timur Sumatera Selatan sebagai anak

kedua dari tiga bersaudara pasangan Asmawi, A.Md. dan Mar’ati.

Pada tahun 1990, penulis mengawali pendidikan di SDN Karang

Binangun. Pada tahun 1996 melanjutkan ke SLTPN 4 Karang

Binangun. Pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan ke SMU

YPB Belitang dan pada tahun 2002 penulis diterima di Program

Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB).

Penulis ikut bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi

Mahasiswa Unila pada tahun 2003—2004 dan aktif menjadi Senat

Mahasiswa Fakultas Pertanian Unila pada tahun 2005—2006.

Pada tahun 2005, penulis mengikuti Praktik Umum (PU) di Balai

Benih Induk Hortikultura (BBIH) Pekalongan Lampung Timur.

Penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mandiri (BBM)

pada tahun 2004—2005 dan beasiswa Peningkatan Prestasi

Akademik (PPA) pada tahun 2006.

Page 100: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

Kupersembahkan karyaku ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, untuk Ayahanda Asmawi, A.Md., Ibunda Mar’ati,

Ayuk Eni Rimawati, S.S., Adik Umi Kiftria, dan orang-orang yang kusayangi atas dukungan, semangat, cinta, dan doa yang tiada tara, serta almamater tercinta.

Page 101: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

“Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh. Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang yang tidak pernah mencoba melangkah. Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah-langkah berikutnya.”

"Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan;atau aku akan

berjalan sampai bertahun-tahun." (Al Kahfi : 60)

“Milikilah harapan yang besar dan jadikanlah ia sebagai lambang dalam kehidupan kita. Milikilah angan-angan yang tinggi dan

jadikanlah ia sebagai pakaian sehari-hari. Laksanakanlah semua itu dengan ketulusan hati yang sesungguhnya dalam

segala macam usaha dan amal perbuatan, karena inilah jalan satu-satunya untuk memperoleh cita-cita.

Setinggi apapun cita-cita yang terkandung di dalam kalbu kita, sebesar itu

pula yang diperoleh” (Musthafa al-Ghalayain).

Page 102: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

Judul Skripsi : Respons Dua Varietas Tebu

(Saccharum officinarum L.) terhadap Pemberian Fluazifob-p-butyl sebagai Zat Pemacu Kemasakan

Nama Mahasiswa : Muhammad Isnaini Nomor Pokok Mahasiswa : 0214011035 Program Studi : Agronomi Jurusan : Budidaya Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Ir. Indarto, M.S. Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S. NIP 131473389 NIP 131619062

2. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S. NIP 131692065

Page 103: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

MENSAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Indarto, M.S. Sekretaris : Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S. Penguji bukan Pembimbing : Ir. Darmaisam Mawardi, M.S.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M.Sc. NIP 131410596

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 27 April 2007

Page 104: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Januari 1985 di Karang

Binangun, OKU Timur Sumatera Selatan sebagai anak kedua dari

tiga bersaudara pasangan Asmawi, A.Md. dan Mar’ati.

Pada tahun 1990, penulis mengawali pendidikan di SDN Karang

Binangun. Pada tahun 1996 melanjutkan ke SLTPN 4 Karang

Binangun. Pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan ke SMU

YPB Belitang dan pada tahun 2002 penulis diterima di Program

Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB).

Penulis ikut bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi

Mahasiswa Unila pada tahun 2003—2004 dan aktif menjadi Senat

Mahasiswa Fakultas Pertanian Unila pada tahun 2005—2006.

Pada tahun 2005, penulis mengikuti Praktik Umum (PU) di Balai

Benih Induk Hortikultura (BBIH) Pekalongan Lampung Timur.

Penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mandiri (BBM)

pada tahun 2004—2005 dan beasiswa Peningkatan Prestasi

Akademik (PPA) pada tahun 2006.

Page 105: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

Kupersembahkan karyaku ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, untuk Ayahanda Asmawi, A.Md., Ibunda Mar’ati,

Ayuk Eni Rimawati, S.S., Adik Umi Kiftria, dan orang-orang yang kusayangi atas dukungan, semangat, cinta, dan doa yang tiada tara, serta almamater tercinta.

Page 106: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

“Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh. Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang yang tidak pernah mencoba melangkah. Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah-langkah berikutnya.”

"Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan;atau aku akan

berjalan sampai bertahun-tahun." (Al Kahfi : 60)

“Milikilah harapan yang besar dan jadikanlah ia sebagai lambang dalam kehidupan kita. Milikilah angan-angan yang tinggi dan

jadikanlah ia sebagai pakaian sehari-hari. Laksanakanlah semua itu dengan ketulusan hati yang sesungguhnya dalam

segala macam usaha dan amal perbuatan, karena inilah jalan satu-satunya untuk memperoleh cita-cita.

Setinggi apapun cita-cita yang terkandung di dalam kalbu kita, sebesar itu

pula yang diperoleh” (Musthafa al-Ghalayain).

Page 107: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi Tanaman Tebu

2.1.1 Taksonomi tanaman tebu dan kegunaannya Tebu (sugarcane) atau Saccharum edule Hassk. memiliki

klasifikasi taksonomi sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Poales

Famili : Gramineae

Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum officinarum L.

Dalam genus terdapat lima spesies tebu yaitu S. sinensis, S.

barberi, S. spontaneum, S. robustum, dan S. officinarum. Di antara

spesies tersebut, yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia

adalah S. Officinarum. Spesies ini memiliki kandungan sukrosa

yang tinggi dan kandungan seratnya rendah (Yulaika, 1993 dalam

Rahayu, 2006).

Page 108: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

12

Tanaman tebu (sugarcane) merupakan tanaman semusim yang

dapat menghasilkan gula. Di dalam batangnya mengandung

senyawa kimia seperti glikosida, saponin, flavonoida, dan polifenol.

Batang tanaman tebu merupakan sumber gula, namun rendeman

atau persentase gula yang dihasilkan hanya berkisar 10—15%.

Sisa pengolahan gula adalah tetes nira (molases) yang diperoleh

dari tahap pemisahan kristal gula dan masih mengandung gula

50—60%, asam amino, dan mineral. Tetes nira adalah bahan

baku bumbu masak monosodium glutamat, gula cair, dan arak.

Pucuk daun tebu yang diperoleh pada tahap penebangan

digunakan untuk pakan ternak dalam bentuk silase, pelet, dan

wafer. Ampas tebu yang merupakan hasil samping dari proses

ekstraksi cairan tebu dimanfaatkan sebagai bahan bakar pabrik,

bahan industri kertas, particle board, dan media untuk budidaya

jamur atau dikomposkan untuk pupuk. Blotong merupakan hasil

samping proses penjernihan yang dapat dijadikan sebagai bahan

organik untuk pupuk tanaman tebu.

Tebu merupakan tanaman perkebunan yang tergolong dalam

famili gramineae. Tanaman ini merupakan komoditas penting

karena di dalam batangnya terkandung 20% cairan gula.

Tanaman ini berasal dari India, tetapi mungkin juga berasal dari

Irian karena di sana ditemukan tanaman liar tebu. Di Jawa Barat

tebu dikenal dengan nama tiwu sejak 400 tahun yang lalu

Page 109: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

13

sedangkan di daerah-daerah lain dinamakan Teubee (Aceh), Tu

(Gayo), Tobu (Batak), Tobu (Lampung), Tebu (Melayu), Tebu (Jawa

Tengah), Tebhu (Madura), Utihu (Ambon), Tebu (Buru), Tabaru

(Halmahera), Uga (Ternate, Tidore), Tabu (Dayak), Tuu (Minahasa),

Patodu (Gorontalo), Tou (Buol), Toru (Toraja), Tabu (Makassar),

Tebu (Sasak), Dobu (Bima), Tebu (Sumba), Tebu (Sumbawa), Teu

(Flores).

2.1.2 Morfologi tanaman tebu Tanaman tebu memiliki akar serabut yang banyak dan keluar dari

lingkaran akar di bagian pangkal batang. Pada tanah yang subur,

akar tebu dapat tumbuh mencapai 0,5—1 m begitu juga

sebaliknya pada tanah yang kurang subur dan padat maka

akarnya pendek (Yulaika, 1993 dalam Rahayu, 2006). Akar tebu

terdiri dari dua macam yaitu akar setek dan akar tunas. Akar

setek adalah akar yang tumbuh dari buku batang dan akar tunas

adalah akar yang sesungguhnya yang tumbuh dari pangkal batang

(Indarto, 1996).

Batang tebu berbentuk silinder yang terdiri atas buku dan ruas,

dengan panjang ruas 10—30 cm. Pada ruas batang tebu terdapat

lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan. Ruas batang

dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat kedudukan

daun. Pada buku tumbuh mata tunas lateral yang terletak di

Page 110: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

14

salah satu sisinya. Buku yang terdapat di dalam tanah

mempunyai hubungan erat dengan proses pembentukan tunas

atau anakan dan perkembangan ratoon. Tinggi batang tebu dapat

mencapai 3—5 m (Irmawan, 1993).

Daun tebu merupakan daun yang tidak lengkap karena hanya

terdiri atas helaian daun (lamina) dan pelepah daun (vagina).

Daun tumbuh dari buku pada salah satu sisi batang. Pelepah

daun melekat pada batang dengan sebuah cincin yang melingkari

batang tersebut. Pada waktu masih muda, pelepah daun

ditumbuhi rambut-rambut yang kadang gugur setelah pelepah

dewasa. Mata tunas ditutupi oleh dasar pelepah sebagai

pelindung selama fase awal perkembangan (Irmawan,1993).

Daun tebu memiliki lidah daun (Ligula) dan telinga daun

(Auricula). Ligula merupakan lapisan yang terdapat di antara

pelepah dan helaian daun yang dapat tembus cahaya pada waktu

masih muda tetapi dapat menjadi kering, pucat, dan pecah setelah

tanaman dewasa (PTPN VII, 1997 yang dikutip Rahayu, 2006).

Pada daun muda ligula menekan keras pada batang yaitu pada

lingkaran tumbuh yang masih muda dan lemah. Ligula ini

berfungsi untuk mencegah masuknya air antara batang dan

pelepah sehingga dapat mencegah timbulnya hama penyakit.

Auricula adalah bagian tepi dari pelepah yang seperti selaput

kering dan terus memanjang ke atas.

Page 111: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

15

Daun tebu yang kering (dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah

biomassa yang mempunyai nilai kalori cukup tinggi yaitu

digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk memasak; selain

menghemat minyak tanah yang makin mahal, bahan bakar ini

juga cepat panas. Dalam konversi energi pabrik gula, daun tebu

dan juga ampas batang tebu digunakan untuk bahan bakar boiler,

yang uapnya digunakan untuk proses produksi dan pembangkit

listrik (Wikipedia Indonesia, 2006).

Ekologi tanaman tebu

Pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu tak lepas

dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti iklim dan tanah. Pada

umumnya, tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik di daerah

yang beriklim tropis dan subtropis atau lembab. Kelembaban yang

baik untuk pertumbuhan tanaman adalah lebih dari 70%. Suhu

udara berkisar antara 28—34 0C. Tebu sebagai tanaman tropis

membutuhkan radiasi sinar matahari berkisar antara

12—14 jam/hari yang akan digunakan untuk fotosintesis dan

membentuk hormon pertumbuhan yang berfungsi untuk mengatur

pembentukan tunas dan perpanjangan batang (Rahayu, 2006).

Kecepatan angin yang baik untuk tanaman tebu adalah 10 km/jam,

apabila lebih besar akan menyebabkan tebu roboh.

Page 112: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

16

Tebu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang subur dan

cukup air tetapi tidak tergenang. Jika ditanam di tanah sawah

yang beririgasi maka pengairan mudah diatur tetapi jika ditanam

di ladang atau tanah kering yang tadah hujan penanaman harus

dilakukan di musim hujan. Ketinggian tempat yang baik untuk

pertumbuhan tebu adalah 5—500 m di atas permukaan laut (dpl).

Peran Zat Pemacu Kemasakan dalam Pertumbuhan dan

Kualitas Tanaman Tebu. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan aplikasi

ZPK adalah air pelarut, umur tebu, kondisi pertumbuhan tebu,

kondisi lingkungan, varietas yang digunakan, macam dan dosis

ZPK, waktu aplikasi, dan waktu tebang setelah aplikasi

(Sudarijanto, 1996). Zat Pemacu Kemasakan (ZPK) berfungsi

untuk mengatasi masalah kemasakan dan rendemen di awal

giling. Jenis serta dosis ZPK yang dianjurkan adalah

isopropilamina glifosat 0,6—0,9 l/ha dan fluazifob-p-butyl

0,6—0,7 l/ha. Dari hasil percobaan dijumpai adanya interaksi

antara macam ZPK dan varietas tebu.

Aplikasi ZPK mampu menghentikan pertumbuhan apikal sehingga

gula yang telah tersimpan di dalam batang tidak terurai kembali

untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Kuntohartono (2000),

tinggi rendahnya kadar gula dalam batang tebu pada akhir

stadium pemasakan, bergantung pada faktor dalam (varietas dan

Page 113: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

17

bakat rendemen) dan faktor luar (kondisi air tanah, suhu udara,

dan kadar N).

Bahkan dilaporkan bahwa kandungan sukrosa pada batang tebu

ditentukan oleh peningkatan aktivitas sucrose phosphate synthase

(SPS). Sucrose phosphate synthase merupakan enzim utama

sintesis sukrosa. Enzim SPS ini mengkatalisis reaksi pembentukan

sucrose-6P dari fructose-6P dan UDP-glucose (Huber and Huber,

1996 dalam Sugiharto, 2001). Peningkatan aktivitas SPS tersebut

dapat menyebabkan meningkatnya akumulasi sukrosa pada daun

dan pertumbuhan tebu. Hal ini menunjukan bahwa sintesis

sukrosa yang tinggi menyebabkan hasil fotoasimilat dalam bentuk

sukrosa meningkat sehingga pengiriman sumber karbon ke bagian

tanaman yang lain menjadi lebih besar dan pertumbuhan lebih

baik. Dengan demikian aktivitas SPS yang tinggi akan

meningkatkan kandungan sukrosa pada batang atau produktivitas

gula tanaman tebu (Zhu et al., 1997; Sugiharto et al., 1995 dalam

Sugiharto, 2001).

Fusilade Super pada umumnya digunakan sebagai herbisida

pascatumbuh untuk gulma rumput dan tidak mempunyai aktifitas

di tanah. Fluazifob-p-butyl sebagai bahan kimianya dapat

diabsorbsi melalui daun dan ditranslokasikan ke bawah melalui

floem ke bagian meristematik. Fluazifob-p-butyl adalah salah satu

senyawa kimia organik yang efektif untuk mengendalikan gulma

Page 114: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

18

dari golongan poaceae. Fluazifob-p-butyl termasuk golongan

ariloksifenoksipropionat. Rumus kimia fluazifob-p-butyl adalah

C19H20O4NF3 dan rumus bangunnya (Gambar 1).

Gambar 1. Rumus bangun fluazifob-p-butyl ([email protected], 2006)

Menurut Sembodo (2005), fluazifob-p-butyl bersifat sistemik

sehingga senyawa ini diabsorbsi secara cepat melalui permukaan

daun dan ditranlokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama

ke bagian lain menuju bagian yang paling aktif bermetabolisme

yaitu titik tumbuh. Translokasi ini berlangsung secara simplastik

yaitu melalui jaringan hidup dengan pembuluh floem bersamaan

dengan translokasi hasil fotosintesis.

Pola kerja fluazifob-p-butyl yaitu menghambat produksi ATP dengan

gejala terhambatnya pertumbuhan tanaman yang tampak pada dua

hari setelah aplikasi (Marpaung, 1990). Menurut Peregoy et al.

(1985) dalam Marpaung (1990) menyatakan bahwa fluazifob-p-butyl

menghambat sintesis DNA dan RNA. DNA dan RNA tersebut sangat

diperlukan dalam proses pembelahan sel (mitosis) tanaman (Devlin,

1983). Fluazifob-p-butyl bekerja dengan cara menghambat proses

biosintesis lipid yaitu secara fisiologi menghambat fungsi enzim

asetil CoA-karboksilase (ACCase) yang diperlukan dalam biosintesis

N

F3O O O C CO2(CH2)3CH3

CH3

H

Page 115: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

19

lipid. Lipid di dalam tanaman berfungsi sebagai penyusun

membran sel dan apabila biosintesisnya terhambat maka

pembentukan sel-sel baru juga terhambat.

Hasil penelitian Yuschal (1993) di Pabrik Gula (PG) Cinta Manis

dengan perlakuan fluazifob-p-butyl (Fusilade 25 EC), rendemen

tertinggi dicapai pada 6 MSA sebesar 7,84% (pada varietas Q 90)

sedangkan menurut hasil penelitian Suryani dan Purwadi yang

dilakukan di Bantul dihasilkan rendemen tertinggi pada 10 MSA

sebesar 7,81% (varietas ROC 11). Hasil uji senyawa

fluazifob-p-butyl 50 g/ha yang dilakukan oleh PT Gunung Madu

Plantation (pada varietas SS 57 yang berumur 10 bulan)

menaikkan pol nira sebesar 25% pada 6 MSA (Suranto dan Sujuri,

2006). Rostron et al. (1986) yang dikutip oleh Marpaung (1990)

menyatakan bahwa penggunaan fluazifob-p-butyl pada

pertanaman tebu di Afrika Selatan mampu meningkatkan

kemurnian nira dan produksi gula.

Peran Varietas Tebu

Varietas unggul memegang peranan penting dalam peningkatan

produktivitas dan efisiensi industri gula. Menurut Riyanto (2002)

dalam Indarto (2002), varietas unggul tebu harus mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut yaitu potensi produksi tebu perhektar

tinggi, potensi rendemen tinggi, tahan terhadap hama penyakit

Page 116: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

20

penting tanaman tebu, tahan terhadap kondisi kekurangan dan

kelebihan air, memiliki karakter agronomi yang baik (kecepatan

perkecambahan dan pertumbuhan tinggi, pertumbuhannya

seragam, tahan herbisida, dan memiliki tanaman ratoon yang

bagus), karakter tebangannya bagus (batang tidak roboh dan

kualitas pascatebang yang bagus), dan memiliki kualitas nira yang

bagus serta memiliki kadar kotoran yang rendah.

Menurut Sudarijanto (1996), terdapat tiga kategori respons varietas

terhadap ZPK sesuai dengan kondisi lingkunganya yaitu varietas

yang memiliki respons positif, respons negatif, dan tidak konsisten.

Dari percobaan penggunaan ZPK yang dilakukan di PG Kalibagor,

Semboro, Jatiroto, dan di P3GI Pasuruan ditemukan bahwa

terdapat kelompok varietas yang responsif terhadap pemberian ZPK

yaitu F 154, M 442-51, PS 81-1321 dan PS 82-831, sedangkan

varietas yang tidak tanggap adalah PS 58, PS 82-887 dan

PS 82-1094.

Meskipun varietas unggul mempunyai nilai yang strategis dalam

meningkatkan produktivitas tetapi varietas unggul juga

mempunyai kendala. Varietas unggul hanya akan menampilkan

karakter keunggulannya pada kondisi lingkungan yang cocok,

artinya belum cocok ditanam di semua daerah. Selain itu sifat

unggul yang dimiliki tidak bersifat kekal abadi. Akibat adanya

faktor keringkihan genetik, setelah beberapa tahun atau bahkan

Page 117: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

21

hanya satu sampai dua kali panen. Varietas unggul mungkin

akan kehilangan sifat keunggulannya, misalnya produksinya

merosot atau terserang hama dan penyakit. Oleh karena itu

untuk menjaga kelangsungan produksi tebu harus diupayakan

untuk mendapatkan varietas unggul yang baru. Caranya yaitu

dengan mendatangkan varietas baru dari tempat lain baik dari

lembaga penelitian atau pabrik gula lain yang ada di Indonesia,

introduksi dari luar negeri, atau dengan melakukan penyilangan

sendiri.

Varietas RGM 99-213 dan R 570 merupakan varietas yang

dihasilkan oleh PT. Gunung Madu Plantations melalui program

pemuliaan tanaman yaitu dengan penyilangan dua varietas tebu

yang unggul. Varietas RGM 99-213 dihasilkan dari tetua varietas

IRVIN 93-552 (GM 23) dengan varietas SS 18 (GM 20) sedangkan

varietas R 570 merupakan varietas introduksi lokal dari PT. Gula

Putih Mataram. Kedua varietas ini masih merupakan galur dan

belum dirilis ke kebun produksi.

Page 118: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

i

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena

berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan

penelitian sampai penyusunan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih

yang tulus kepada:

1. Bapak Ir. Indarto, M.S., selaku Ketua Tim Penguji atas

arahan, saran, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.

2. Bapak Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S., selaku Sekretaris Tim

Penguji atas setiap bantuan, nasehat, saran, bimbingan,

dukungan, serta perhatian kepada penulis.

3. Ibu Ir. Darmaisam Mawardi, M.S., selaku Penguji bukan

Pembimbing atas segala saran, kritik, dan masukan yang

telah diberikan.

4. Ibu Ir. Herawati Hamim, M.S., selaku pembimbing akademik

atas bimbingan dan perhatiannya kepada penulis selama

masa studi di Program Studi Agronomi Universitas Lampung.

5. Bapak Ir. Saiful Hikam, M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Program

Studi Agronomi atas saran, kritik, dan perbaikan skripsi ini.

Page 119: Respons Dua Varietas Tebu (Saccharrum Officinarum L.) Terhadap Pemberian Fluazifob-P-Butyl Sebagai Zat Pemacu Kemasakan

ii

6. Bapak Ir. Herman Riyanto, selaku pembimbing lapangan

sekaligus telah memberikan izin melakukan penelitian di PT

Gunung Madu Plantations (PT GMP).

7. Bapak Haryoso dan Bapak Gunari, selaku karyawan PT GMP

yang telah membantu dan memberikan saran kepada penulis

dalam aplikasi ZPK di lapangan.

8. Okta Rismayeny atas saran dan bantuannya selama di

lapangan sampai penyusunan skripsi ini.

9. Ibu Endang, Ibu Sri, dan Ibu Nunuk atas bantuan

transportasi yang diberikan penulis.

10. Mas Azis, Mas Agus, Mas Anis, Mas Erol, Mas Fendy, Mas

Jois, Sunan, Mas Triono, Mas Tomo, dan Bang Ucok atas

bantuan pengamatan di lapangan serta Mbak Yeny, Mbak

Yudha, Mbak Titik yang membantu pengamatan di kantor.

11. Fadli Firmansyah atas bantuan peminjaman printer.

12. Agus Irwanto, G.S Suprastiyo, Ihsan Hariyanto, Setiawan,

S.P., M. Ivan Alisan, S.P., Hari Kurniawan, S.P., Indra

Prabowo, S.P., Sumaryana, S.P., dan teman-teman Agro’02

atas dukungan dan kebersamaan selama masa kuliah.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan penulis

berharap skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, Mei 2007

Muhammad Isnaini