pengaruh jenis kemasan dan tingkat kemasakan … · 2015-09-03 · himagron, reporter gema...

36
PENGARUH JENIS KEMASAN DAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH TERHADAP DAYA SIMPAN BENIH TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Oleh ALI NAPIAH A34404048 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: lethuy

Post on 21-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH

TERHADAP DAYA SIMPAN BENIH TANAMAN JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.)

Oleh

ALI NAPIAH

A34404048

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH

TERHADAP DAYA SIMPAN BENIH TANAMAN JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.)

Oleh

ALI NAPIAH

A34404048

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

RINGKASAN

ALI NAPIAH. Pengaruh Jenis Kemasan dan Tingkat Kemasakan Buah

terhadap Daya Simpan Benih Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).

Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN dan JAN BARLIAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kemasan simpan dan

tingkat kemasakan buah terhadap daya simpan benih jarak pagar. Penelitian ini

dilaksanakan dari bulan Juni 2008 – November 2008 di Laboratorium Ilmu dan

Teknologi Benih Leuwikopo Darmaga Bogor. Penelitian ini menggunakan

Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor

pertama adalah jenis kemasan (K) yang terdiri dari kemasan plastik (K1), kaleng

(K2), kain terigu (K3), kain blacu (K4) dan karung goni (K5). Faktor kedua adalah

tingkat kemasakan (T) terdiri dari 2 taraf yaitu tingkat kemasakan 1 (T1) (kulit

buah berwarna kuning) dan Tingkat kemasakan 2 (T2) (kulit buah berwarna coklat

sampai hitam).

Hasil penelitian menunjukan bahwa selama penyimpanan, kadar air benih

terus mengalami penurunan, tetapi ketika periode simpan enam bulan benih

mengalami sedikit kenaikan kadar air. Benih dengan tingkat kemasakan buah

berwarna kuning memiliki kandungan kadar air awal sebelum disimpan lebih

tinggi yaitu 10.36 %, sedangkan benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna

coklat kehitaman kadar air mencapai 9.24 %. Kemasan plastik dan kaleng relatif

lebih mampu menahan perubahan kadar air benih dari pada kemasan kain terigu,

kain blacu dan goni, hal itu dapat dilihat dari nilai kadar air yang relatif lebih

tinggi pada periode simpan 0-5 bulan, dimana pada saat itu benih mengalami

penurunan kadar air. Pada perlakuan interaksi, benih yang dikemas dalam

kemasan plastik memiliki nilai kadar air tertinggi, hal itu berarti bahwa kemasan

plastik relatif lebih mampu menahan perubahan kadar air pada benih. Kemasan

goni memiliki kemampuan paling rendah dalam mempertahankan perubahan

kadar air benih, ini karena kemasan ini bersifat porous dan memiliki rongga

kemasan lebih besar dari kemasan kain terigu dan blacu.

Benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki daya

simpan yang lebih tinggi yaitu mencapai lima bulan masa simpan dimana pada

saat itu nilai DB masih 81.60%, sedangkan tingkat kemasakan buah berwarna

coklat kehitaman setelah umur simpan tiga bulan DB hanya mencapai 65.07%.

pada tolok ukur PTM, KCT, dan BKKN, benih dengan tingkat kemasakan buah

berwarna kuning juga memiliki nilai yang lebih tinggi dari benih dengan tingkat

kemasakan buah berwarna coklat kehitaman pada seluruh masa periode simpan.

Benih yang dikemas pada kemasan plastik dan kaleng relatif lebih mampu

mempertahankan vigor dan viabilitas benih dibanding kemasan kain terigu, kain

blacu dan goni, ini dapat dilihat dari tolok ukur DB, PTM, KCT, dan BKKN yang

lebih tinggi dari seluruh masa periode simpan. Kemasan plastik memiliki daya

simpan tertinggi dimana pada periode simpan enam bulan nilai DB mencapai

81.33%, demikian juga dengan daya simpan benih yang disimpan dalam kemasan

keleng mencapai 71.33%, sedangkan benih yang disimpan dalam kemasan kain

terigu, kain blacu, dan goni hanya memilki daya simpan hingga tiga bulan dan

setelah itu nilai DB secara berturut-turut mencapai 74.00%, 72.00%, dan 66.00%.

Judul Penelitian : PENGARUH JENIS KEMASAN DAN TINGKAT

KEMASAKAN BUAH TERHADAP DAYA SIMPAN

BENIH TANAMAN JARAK PAGAR ( Jatropha

curcas L.)

Nama : Ali Napiah

NRP : A34404048

Progran Studi : Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih

Menyetujui :

Dosen pembimbing I Dosen pembimbing II

Dr. Ir. Memen Surahman, MSc Ir. Jan Barlian, MSc

NIP : 19630628.199002.1.002 NIP : 19451011.196708.1.001

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr

NIP. 19571222.198203.1.002

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sentosa, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi

Kalimantan Timur, pada tanggal 19 Desember 1985. Penulis merupakan anak

ketiga dari tujuh bersaudara, pasangan bapak Jumhar dan ibu Rusmiati.

Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 012 Rantau

Sentosa, kemudian pada tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 1

Muara Ancalong. Penulis lulus SMUN 2 Tenggarong pada tahun 2004.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan

Daerah (BUD) pada tahun 2004. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada

Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi

dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Penulis juga aktif dalam beberapa organisasi seperti menjadi anggota

DKM Al-falah, anggota FM BUD KUKAR, dan Klub Agribisnis IPB pada tahun

2004. Tahun 2005 penulis menjadi anggota DPM Faperta, Staf Eksternal

HIMAGRON, Reporter Gema Almamater, dan Koordinator HUMAS FM BUD

KUKAR. Pada tahun 2006 penulis menjadi Koordinator Penelitian dan

Pengembangan Gema Almamater, Kepala Departemen Aplikasi Pertanian

HIMAGRON dan Ketua Komisi Pengawasan DPM FAPERTA. Tahun 2007

penulis masih mejadi koordinator penelitian dan pengembangan Gema Almamater

dan Anggota HIMAGRI (Himpunan Mahasiswa Agronomi Indonesia).

Penulis juga aktif pada kegiatan kepanitiaan, seperti pada tahun 2006

penulis menjadi Koordinator Tata Tertib pada Masa Perkenalan Fakultas

(SAUNG TANI 2006) dan Masa Perkenalan Departemen (SAWAH 2006). Pada

tahun 2007 penulis menjadi Ketua Panitia Pemilihan Raya IPB, dan Ketua

Pelatihan Jurnalistik.

Selain itu penulis juga pernah mengikuti berbagai macam pelatihan yaitu

Pelatihan Kader Konservasi dan Pencinta Alam yang diadakan oleh Balai

Konservasi Sumbedaya Alam KALTIM pada tahun 2004, Pelatihan Komputer

yang diadakan oleh Tingkat Persiapan Bersama IPB pada tahun 2004, Pelatihan

Pengendalian Hama Terpadu, Pelatihan Pangan Halal, Pelatihan Jurnalistik, serta

Pelatihan Pengenalan Konsep Pertanian Terpadu yang diadakan oleh Departemen

Pertanian Republik Indonesia pada tahun 2006.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam

selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW dan semoga

kita sebagai ummat-Nya yang senantiasa istikomah dijalan-Nya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kemasan dan tingkat

kemasakan buah terhadap daya simpan benih jarak pagar dengan tolok ukur vigor

dan viabilitas benih.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir.

Memen Surahman, MSc dan Ir. Jan Barlian, MSc selaku pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis hingga penelitian dan

penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Kepada keluarga besarku ayah, ibu,

mertua, adik dan kakak terima kasih. Kepada istriku terima kasih atas motifasi dan

dukungannya selama ini, dan juga kepada rekan-rekan program studi Pemuliaan

Tanaman dan Teknologi Benih angkatan 41 terima kasih atas dukungan dan

kerjasamanya.

Penulis berharap penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat dan

menambah pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu dan teknologi benih

sehingga pertanian Indonesia dapat meningkat.

Bogor, Januari 2009

Penulis

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN .................................................................................. 1

Latar Belakang ............................................................................ 1

Tujuan ......................................................................................... 3

Hipotesis ...................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4

Klasifikasi dan Morfologi Jarak Pagar ........................................ 4

Manfaat Jarak Pagar .................................................................... 4

Pengaruh Kondisi Simpan terhadap Viabilitas Benih ................. 5

Pengaruh Jenis Kemasan terhadap Viabilitas Benih ................... 6

Kemasakan Buah ......................................................................... 8

BAHAN DAN METODE ....................................................................... 9

Waktu dan Tempat ...................................................................... 9

Bahan dan Alat ............................................................................ 9

Metode Penelitian........................................................................ 9

Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 13

Kondisi Umum ............................................................................ 13

Pengaruh Jenis Kemasan, Tingkat Kemasakan Buah dan

Interaksinya terhadap Tolok ukur Kadar Air Benih ................... 15

Pengaruh Jenis Kemasan dan Tingkat Kemasakan Buah

terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah ................................... 17

Pengaruh Jenis Kemasan dan Tingkat Kemasakan Buah

terhadap Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum ..................... 18

Pengaruh Jenis Kemasan dan Tingkat Kemasakan Buah

terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal .............. 20

Pengaruh Jenis Kemasan, Tingkat Kemasakan Buah dan

Interaksinya terhadap Tolok Kecepatan Tumbuh ...................... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 25

LAMPIRAN ............................................................................................ 27

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Rekapitulasi Uji F Pengaruh Jenis Kemasan (K), Tingkat

Kemasakan Buah (T), dan Faktor Interaksinya terhadap Tolok

Ukur DB, PTM, KCT, BKKN, dan KA pada Periode Simpan 0

– 6 Bulan ..................................................................................... 15

2. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Jenis Kemasan

terhadap Kadar Air (KA) Benih .................................................. 16

3. Pengaruh Interaksi antar Tingkat Kemasakan Buah dan Jenis

Kemasan terhadap Kadar Air (KA) Benih .................................. 17

4. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Jenis Kemasan pada

Tolok Ukur Daya Berkecambah (DB) ........................................ 18

5. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Jenis Kemasan pada

Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum ................................... 19

6. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Jenis Kemasan pada

Tolok Ukur Berat Kering Kecanbah Normal (BKKN) ............... 21

7. Pengaruh Tingkat Kemasakan buah, Jenis Kemasan dan

Interaksinya pada Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh (Kct) ......... 23

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Bagan Kegunaan Tanaman Jarak Pagar ..................................... 5

2. Tingkat Kemasakan Berdasarkan Warna Kulit Buah ................ 10

3. Jenis Kemasan Simpan ............................................................... 11

4. Kondisi Benih Setelah Periode Simpan Enam Bulan ................ 13

PENDAHULUAN

Latar belakang

Bahan bakar minyak (BBM) merupakan sumber daya alam yang tidak

bisa diperbarui dan kebutuhan akan konsumsi BBM semakin meningkat dari

tahun ke tahun. Namun seiring dengan peningkatan kebutuhan tersebut,

ketersediaan akan BBM sendiri semakin menipis dan diperkirakan

ketersediaannya di Indonesia hanya akan mencapai 18 tahun ke depan. Oleh

karena itu perlu adanya bahan bakar alternatif yang berbasis nabati (biofuel) untuk

menggantikan ketergantungan akan bahan bakar minyak tersebut.

Semenjak tiga tahun terakhir, jarak pagar merupakan tanaman yang sangat

populer karena ekstrak dari tanaman ini dapat dijadikan sebagai bahan bakar

alternatif pengganti BBM. Namun bahan bakar hasil dari olahan tanaman ini

belum berkembang secara komersial karena belum mampu bersaing dengan BBM

yang relatif lebih murah karena subsidi dari pemerintah.

Jarak pagar merupakan tanaman semak yang mampu tumbuh dengan baik

pada berbagai macam kodisi lahan termasuk pada lahan marginal kerena tanaman

ini mampu bertahan pada kodisi stres air (Mahmud et al, 2006). Di Indonesia

pengembangan jarak pagar dapat dilakukan pada areal pertanian yang sudah

digunakan atau pada areal potensial yang belum digunakan dan lahan-lahan tidur

yang sebagian besar terletak di luar pulau Jawa (Hasnam dan Mahmud, 2006).

Penanaman pada lahan-lahan tersebut bertujuan agar tidak terjadi kompetisi

dengan tanaman lainnya yang lebih baik dan memiliki nilai ekonomi tinggi jika

ditanam pada lahan yang berpotensial.

Perbanyakan tanaman jarak pagar di lapang biasanya menggunakan dua

bagian tanaman yaitu benih dan stek batang (Prihandana dan Hendroko, 2006).

Benih dapat ditanam langsung di lapang atau disemai terlebih dahulu.

Keberhasilan tumbuh di lapang lebih tinggi pada benih yang disemai terlebih

dahulu karena kondisi tanaman lebih siap dan mampu untuk beradaptasi dengan

baik, sehingga penggunaan bibit dari benih banyak dipilih dari pada penanaman

langsung dari benih.

Saat ini keberadaan kebun induk jarak pagar sebagai sumber benih masih

sangat minim, sehingga kemampuan dalam menyediakan benih unggul juga masih

2

kurang, sedangkan untuk pengembangan jarak pagar memerlukan benih-benih

yang bermutu supaya tidak menimbulkan kerugian dikemudian hari. Agar kualitas

benih dapat dipertahankan sebaik mungkin, maka harus memperhatikan faktor-

faktor yang mempengaruhi mutu benih yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.

Faktor genetik adalah faktor bawaan yang berkaitan dengan genetika tanaman

sedangkan faktor lingkungan berkaitan dengan kondisi perlakuan, baik pada pra

panen maupun pasca panen (Salbiati, 2005). Pra panen mencakup seluruh

rangkaian kegiatan dari mulai benih ditanam hingga dilakukan pemanenan.

Penentuan waktu panen penting untuk diketuhui karena dapat mempengaruhi

mutu benih. Menurut Sadjad.(1993) mutu tertinggi benih diperoleh saat benih

mencapai masak fisiologis, karena pada saat ini benih memiliki berat kering,

viabilitas dan vigor yang maksimum. Hasnam dan Mahmud (2006) mengatakan

bahwa pada tanaman jarak pagar, buah yang telah mencapai masak fisiologis

ditandai dengan kulit buah berwarna kuning. Pada tanaman jarak pagar

kemasakan buah terjadi secara tidak bersamaan bahkan pada malai yang sama

(Adikadarsih dan Hartono, 2008). Ini disebabkan karena penyerbukan bunga yang

tidak serempak. Jarak pagar merupakan tanaman yang menyerbuk silang dengan

tipe bunga berumah satu (Prihandana dan Hendroko, 2006). Sumanto (2006)

mengatakan bahwa terdapat empat tingkat kemasakan buah jarak pagar yaitu buah

muda, buah setengah masak, buah masak, dan buah lewat masak. Berdasarkan hal

tersebut, maka perlu dilakukan pembelajaran lebih lanjut mengenai tingkat

kemasakan buah jarak pagar dan kaitannya terhdap vigor dan viabilitas benih.

Kegiatan pasca panen adalah penanganan mulai benih setelah panen hingga

siap dislurkan kepada konsumen (Qamara dan Setiawan, 2004). Penanganan benih

meliputi pengolahan dan penyimpanan (Barlian, 1991). Pengolahan dalam

penelitian ini dikhususkan pada pengemasan benih. Pengemasan benih bertujuan

untuk melindungi benih dari percampuran antar lot (kelompok benih) dan

menjaga dari kelembaban udara. Terdapat tiga kelompok jenis kemasan, yaitu

porous, resisten dan kedap (Wirawan, 2002). Jenis kemasan yang digunakan

sangat berpengaruh dalam mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan.

Dengan pengemasan yang tepat, akan mempertahankan kadar air, kualitas fisik lot

3

benih, menghindarkan benih dari serangan hama, dan menurunkan laju

kemunduran fisiologis benih serta memudahkan dalam proses transportasi.

Penyimpanan benih bertujuan untuk mempertahankan daya hidup benih

(daya simpan) selama mungkin. Faktor yang mempengaruhi daya simpan adalah

faktor benih itu sendiri, faktor lingkungan fisik ruang, dan faktor jasad hidup di

ruang penyimpanan. Faktor benih mencakup faktor genetik dan tingkat kadar air

benih. Kadar air benih tinggi menyebabkan laju respirasi tinggi sehingga sejumlah

energi di dalam benih menjadi hilang dan secara tidak langsung memberikan

kondisi yang optimum untuk perkembangbiakan hama dan penyakit (Khairuni,

2004). Faktor lingkungan fisik di ruang penyimpanan yang perlu diperhatikan

adalah suhu dan kelembaban. Tingginya suhu menyebabkan semakin tinggi laju

respirasi sehingga mempercepat kemunduran benih, sedangkan kelembaban

berpengaruh terhadap kadar air benih dan aktifitas mikroorganisme.

Metode pengemasan yang tertutup rapat dapat mengisolasi benih yang

disimpan dari pengaruh luar wadah simpan bila terjadi fluktuasi kelembaban.

Sebaliknya pengemasan terbuka, adanya perubahan kondisi udara akan

berpengaruh terhadap benih yang disimpan. Dalam penelitian ini digunakan lima

jenis kemasan simpan yaitu plastik, kaleng, kain terigu, kain blacu dan goni.

Pemilihan bahan kemasan tersebut dikarenakan sering dijumpai penggunaannya

oleh para petani dan harganya yang murah. Fungsi penting kemasan sebagai

wadah penyimpanan adalah kemampuannya dalam mempertahankan viabilitas

benih dan menurunkan laju kemunduran fisiologis benih. Diharapkan dari

penelitian ini diketahui jenis kemasan yang paling efektif bagi benih jarak pagar

dalam mempertahankan viabilitasnya selama masa penyimpanan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan simpan

dan tingkat kemasakan buah terhadap daya simpan benih jarak pagar.

Hipotesis

1. Tingkat kemasakan buah berpengaruh terhadap daya simpan benih jarak pagar.

2. Jenis kemasan berpengaruh terhadap daya simpan benih jarak pagar.

3. Terdapat interaksi antara tingkat kemasakan dan jenis kemasan terhadap daya

simpan benih jarak pagar.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Jarak Pagar

Prihandana dan Hendroko (2006), menjelaskan klasifikasi jarak pagar sebagai

berikut.

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledonae

Ordo : Euphorbiales

Family : Euphorbiaceae

Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas

Jarak pagar adalah tanaman perdu dengan tinggi mencapai lima meter,

bercabang, batang berkayu, berbentuk silindris, bergetah, daun menjari dan dapat

diperbanyak dengan menggunakan biji atau stek (Mahmud et al., 2006). Tanaman

jarak pagar yang diperbanyak dari biji akan tumbuh lima akar yakni empat akar

cabang dan sebuah akar tunggang sedangkan tanaman yang diperbanyak dengan stek

tidak memiliki akar tunggang. Buah jarak pagar berbentuk oval, berupa buah kotak

dengan diameter 2-4 cm. Pembentukan buah membutuhkan waktu selama 90 hari

dari pembungaan sampai matang. Panen pertama dapat dilakukan pada saat tanaman

berumur 6-8 bulan setelah tanam dengan produktivitas mencapai 0.5 – 1.0

ton/ha/tahun, selanjutnya meningkat secara bertahap hingga 5 ton/ha/tahun. Biji

berbentuk bulat lonjong, bewarna coklat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm,

tebal 1 cm, dan berat 0.4 – 0.6 g/biji (Prihandana dan Hendroko, 2006).

Manfaat Jarak Pagar

Hampir seluruh bagian tanaman jarak pagar dapat dimanfaatkan. Seperti

dijelaskan pada Gambar 1 bahwa daun jarak pagar dapat dijadikan sebagai pakan

ulat sutra dan obat, batang sebagai kayu bakar, biji menghasilkan minyak, bungkil

sisa perasan dapat dijadikan pupuk, biogas dan pakan, kulit batang mengasilkan

tanin (Prihandana dan Hendroko, 2006), bahkan getah jarak pagar juga dapat

dijadikan sebagai obat tradisional (Mahmud et al., 2006). Selain itu jarak pagar

dapat digunakan untuk program reboisasi atau penghijauan di lahan marginal dan

kritis karena mampu bertahan pada kondisi stres air (Hasnam dan Mahmud, 2006).

5

Pada musim kemarau, tanaman ini akan menggugurkan daunnya, tetapi akarnya

tetap mampu menahan air tanah sehingga disebut sebagai tanaman pioner, tanaman

penahan erosi, dan tanaman yang dapat dijadikan barier untuk mengurangi

kecepatan angin.

Gambar 1. Bagan Kegunaan Tanaman Jarak Pagar

Pengaruh Kondisi Simpan terhadap Viabilitas Benih

Daya simpan benih berbeda-beda, tergantung pada jenis benih, cara, kondisi

dan tempat penyimpanannya (Sutopo, 2004). Penyimpanan dengan kondisi yang

optimum dapat memperlambat laju kemunduran benih (Copeland dan McDonald,

2001). Kemunduran benih dapat ditekan seminimal mungkin dengan merancang

kondisi penyimpanan. Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk

mempertahankan viabilitas benih selama periode simpan sepanjang mungkin.

Sehingga waktu simpan berbeda-beda mulai dari hanya beberapa hari hingga

tahunan.

Pohon Jarak

pagar

daun buah Kulit batang getah

Tannin

batang

Pakan ulat sutera

& obat Inti biji cangkang Kulit biji

Minyak jarak

pagar

Bungkil ekstraksi

gliserin

sabun

biodiesel

Pakan ternak

biogas

pupuk

Pupuk &tannin

Bahan bakar &

obat dan obat-obatan

Kayu bakar

6

Hong dan Ellis (1996), menyatakan bahwa dalam prosedur pengujian sifat

benih, benih yang tidak kehilangan viabilitas selama 12 bulan yang disimpan pada

suhu 16oC dan RH 50% termasuk tipe benih ortodoks. Jarak pagar termasuk tipe

benih ortodoks karena mampu bertahan dan memiliki viabilitas yang tinggi pada saat

kadar air mencapai 7-9% (Hasnam dan Mahmud, 2006). Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Adikarsih dan Hartono (2008), yaitu benih jarak yang

dikeringkan mecapai kadar air 7% mampu disimpan hingga satu tahun pada kondisi

suhu di ruang terbuka.

Menurut Justice dan Bass (2002) suhu penyimpanan dan kadar air benih

merupakan faktor penting yang mempengaruhi masa hidup benih. Harrington (1973)

mengemukakan kaidahnya tentang hubungan suhu, kadar air, dan masa hidup benih

bahwa setiap kenaikan suhu simpan sebesar 5oC untuk kisaran suhu 0-50

oC dan

setiap kenaikan kadar air 1% pada kisaran 5–14%, maka masa hidup benih berkurang

setengahnya. Sutopo (2004) menyatakan bahwa kadar air benih dapat dikontrol

dengan mengeringkan benih dan menyimpannya dalam ruang yang kelembabannya

terjaga. Selain itu, dengan menurunnya suhu tempat penyimpanan sampai 10oC atau

lebih rendah lagi, akan sangat membantu memperpanjang umur benih yang

disimpan.

Pengaruh Jenis Kemasan terhadap Viabilitas Benih

Kualitas benih dapat dipertahankan dengan memperhatikan cara-cara

pengemasan, sehingga pada saat benih ditanam daya berkecambahnya tetap terjaga

(Kartasapoetra, 2003). Bahan kemasan harus mempunyai syarat-syarat antara lain

tidak toksik terhadap benih, cocok dengan bahan yang dikemas (benih), dapat

menjamin sanitasi dan syarat-syarat kesehatan benih (Nurminah, 1997).

Pengemasan berfungsi sebagai tempat penyimpanan kecil yang melindungi

benih agar viabilitasnya tetap terjaga, mulai dari panen, diproses, dan akhirnya

ditanam. Menurut Justice dan Bass (2002) bahan, metode dan alat pengemas

ditentukan oleh jenis dan jumlah benih, tipe kemasan, lama penyimpanan, suhu

penyimpanan, dan kelembaban areal penyimpanan. Owen (1956) menyatakan

metode pengemasan yang tertutup dapat mengisolasi benih yang disimpan dari

pengaruh luar wadah simpan terutama bila terjadi fluktuasi kelembaban. Sebaliknya

dengan pengemasan terbuka adanya perubahan kondisi udara akan berpengaruh

7

terhadap benih yang disimpan. Berikut beberapa jenis bahan kemasan menurut

Barlian (1989) :

1) Bahan porous contohnya kain blacu, kertas, jute dan cellophane.

2) Resisten kelembaban contohnya Polyethilene, polyphorophelene, dan

polyvinilcloride.

3) Bahan kedap udara dan kelembaban contohnya kaleng, aluminium foil dan

gelas.

Kemasan kain blacu, kertas, jute dan cellophane adalah kemasan yang

berpengaruh paling buruk terhadap viabilitas benih karena termasuk jenis kemasan

yang porous yaitu kemasan yang tembus udara dan mudah terjadi pertukaran

kelembaban dengan udara di sekelilingnya. Dengan sifat demikian kemasan porous

hanya dapat digunakan untuk penyimpanan benih dalam waktu yang pendek.

Bahan pengemas yang resisten seperti Polyethilene, polyphorophelene, dan

polyvinilcloride dimana udara dan kelembaban tidak mampu menembus pada batas

tertentu. Sehingga kemasan ini mampu menyimpan benih dalam waktu cukup lama.

Bahan pengemas kedap udara dan kelembaban seperti kaleng, aluminium foil dan

gelas dapat menghambat pertukaran kelembaban dengan sekitarnya sehingga dapat

digunakan untuk menyimpan benih dalam jangka waktu yang lama ( Justice dan

Bass, 2002).

Harington (1973) mengemukakan bahwa penggunaan kemasan peyimpanan

yang tertutup dapat melindungi benih dari perubahan kadar air. Sutopo (2004) juga

menambahkan, benih yang disimpan dalam kemasan tertutup untuk waktu yang lama

harus memiliki kadar air rendah. Kemasan simpan harus dibuat dari bahan yang

memiliki kekuatan tekanan, tahan atas kerusakan serta tidak mudah sobek. Kemasan

yang kurang baik dapat mempengaruhi sifat fisik benih dan aspek fisiologisnya

(Kartasapoetra, 2003).

Selama penyimpanan kemasan berfungsi untuk menjaga mutu genetik benih

yaitu menghindari tercampurnya benih dengan varietas yang berbeda, memudahkan

dalam transportasi, menjaga kadar air benih, serta melindungi benih dari gangguan

hama dan cendawan. Harrington (1973) membagi kemasan dalam tiga golongan,

yaitu kemasan kedap uap air, resisten terhadap kelembaban dan kemasan porous atau

sarang penuh.

8

Kemasakan Buah

Tingkat kemasakan buah penting diketahui untuk menentukan waktu panen

yang tepat, karena waktu pemanenan sangat mempengaruhi vigor dan viabilitas

benih. Harrington dan Robert dalam Justice dan Bass (2002) menjelaskan bahwa

kemasakan benih adalah saat dimana bobot kering maksimum benih tercapai.

Menurutnya benih yang masak lebih awet disimpan dibanding benih yang belum

masak, selain itu viabilitas dan vigor benih yang sudah lewat masak lebih rendah dari

benih yang masak. Benih yang dipanen pada saat mencapai masak fisiologis

mempunyai daya berkecambah maksimum karena embrio sudah terbentuk sempurna,

sedangkan benih yang dipanen setelah masak fisiologis akan memiliki daya

berkecambahan rendah karena telah mengalami deraan cuaca (Hasanah, 1989). Hasil

penelitian Kartika dan Ilyas (1994) menujukan bahwa pada kacang jogo, benih yang

telah mencapai masak fisiologis memiliki vigor yang maksimum, sedangkan yang

belum dan lewat masak memiliki vigor yang lebih rendah.

Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa vigor benih tertinggi tercapai saat

benih masak secara fisiologis, setelah itu benih akan kehilangan vigor secara

perlahan-lahan. Moore (1955) dalam Justice dan Bass (2002) menyimpulkan bahwa

suatu benih mencapai puncak vigor pada saat benih masak, dan setelah itu vigor akan

berkurang karena benih mengalami proses penuaan. Salah satu penyebab

berkurangnya vigor benih setelah masak fisiologis dikarenakan adanya deraan cuaca

dilapangakibat keterlambatan panen.

Menurut Adikarsih dan Hartono (2008), pada jarak pagar masak fisiologis

tercapai pada saat buah berwarna kuning penuh (100% kuning). Pada saat ini vigor

dan viabilitas benih maksimum. Utomo (2008) menyatakan bahwa masak fisiologis

pada buah jarak pagar tercapai mulai umur 52-57 hari setelah antesis (HSA), yaitu

pada saat kulit buah berwarna kuning hingga kuning kecoklatan. Pada masa ini nilai

DB dan KCT berada pada kondisi maksimum. Viabilitas benih merupakan hal yang

harus diperhatikan dalam pemilihan bahan tanam.

9

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2008 – November 2008 di

Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Leuwikopo Departemen Agronomi dan

Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang dibutuhkan adalah benih jarak pagar dengan dua tingkat

kemasakan (didapat dari kebun induk jarak pagar SBRC yang berlokasi di desa

Cibeduk, kecamatan Ciawai, Bogor), bahan kemasan (plastik, karung goni, kain

terigu, kain blacu, kaleng). media tanam (pasir), dan box plastik untuk

perkecambahan. Alat yang diperlukan adalah ember, timbangan, desikator, oven, alat

pengukur suhu dan RH, dan ruang penyimpanan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)

dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis kemasan (K) yang terdiri dari

kemasan plastik (K1), kaleng (K2), kain terigu (K3), kain blacu (K4) dan karung goni

(K5). Faktor kedua adalah tingkat kemasakan (T) terdiri dari 2 taraf yaitu tingkat

kemasakan 1 (T1) (kulit buah berwarna kuning) dan Tingkat kemasakan 2 (T2) (kulit

buah berwarna coklat sampai hitam). Masing-masing percobaan terdiri dari tiga

ulangan dengan tujuh taraf periode simpan, sehingga total mencapai 210 satuan

percobaan.

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Mi + Kj + Tk + (KT)jk + εijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan dari kelompok ke-i, faktor jenis kemasan taraf ke-j,

dan faktor tingkat kemasakan taraf ke-k.

µ = nilai tengah umum

Ti = pengaruh kelompok ke-i

Kj = pengaruh jenis kemasan taraf ke-j

Tk = pengaruh tingkat kemasakan taraf ke-k

(KT)jk = pengaruh interaksi jenis kemasan taraf ke-j dan tingkat kemasakan

taraf ke-k

10

εijk = pengaruh galat percobaan kelompok ke-i, faktor jenis kemasan taraf

ke-j dan faktor tingkat kemasakan taraf ke-k

keterangan : i = 1, 2, 3

j = 1, 2, 3, 4, 5.

k = 1, 2

Data yang diperoleh diananlisis dengan menggunakan uji F. Apabila didapat

hasil yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Test (DMRT)

taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan

Tahap persiapan meliputi seluruh rangkaian kegiatan yang menunjang

penelitian, seperti penyiapan bahan-bahan yang dibutuhkan dan mengurus seluruh

administrasi yamg berkaitan dengan penggunaan Laboratorium serta alat-alat yang

dibutuhkan dalam kegiatan penelitian.

2. Pemanenan Buah

Buah dipanen dengan dua tingkat kemasakan yang berbeda (Gambar 2),

kemudian buah diekstraksi secara manual untuk memisahkan biji dan kulit buah.

Pada kulit biji tidak terdapat selaput yang menyelimuti benih sehingga tidak

dilakukan pencucian. Biji yang diperoeh dikering-anginkan hingga mencapai kadar

air aman simpan.

Gambar 2. Tingkat Kemasakan Berdasarkan Warna Kulit Buah

3. Pengemasan Benih

Benih dengan dua tingkat kemasakan dikemas menggunakan kemasan

plastik, karung goni, kain terigu, kain blacu dan kaleng (Gambar 3). Untuk karung

goni, kain terigu dan kain blacu dijahit dengan bentuk dan ukuran yang sama.

11

Kemudian masing-masing kemasan diisi dengan benih jarak pagar sebanyak 100

butir.

Gambar 3. Jenis Kemasan Simpan

4. Penyimpanan Benih

Benih yang telah dikemas diletakkan dalam sebuah alat penyangga kemudian

disimpan pada ruang simpan suhu kamar (suhu = 25-33 0C, RH = 57-94%) dengan

periode waktu simpan selama 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan. Tiap bulan benih diambil

dari tiap kemasan untuk dilakukan pengujian viabilitas dan kadar airnya.

5. Pengujian Viabilitas Benih

Pengujian viabilitas dilakukan di rumah kaca Laboratorium Ilmu dan

Teknologi Benih Leuwikopo. Benih dikecambahkan menggunakan media pasir pada

box plastik ukuran 30 cm x 30 cm. Setiap box plastik ditanami 25 butir benih tiap

ulangan.

6. Pengamatan

Tolok ukur viabilitas benih yang diamati adalah sebagai berikut :

� Daya Berkecambah

Daya berkecambah (DB) adalah kemampuan benih untuk tumbuh

menjadi kecambah normal dalam lingkungan tumbuh yang optimum. DB

dihitung berdasarkan presentase kecambah normal (KN) pada hitungan 14

HST.

DB (%) = ∑ kecambah normal x 100%

∑ benih yang ditanam

� Potensi Tumbuh Maksimum

Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) adalah total benih hidup atau

menunjukkan gejala hidup (Sadjad, 1994). PTM merupakan presentase

pemunculan kecambah yang dihitung berdasarkan jumlah benih tumbuh

terhadap jumlah benih yang ditanam.

12

PTM (%) = ∑ benih yang tumbuh x 100%

∑ benih yang ditanam

� Kecepatan Tumbuh (KCT)

Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan

tumbuh setiap hari dalam unit tolak ukur persentase harian.

tn

KCT = Σ N

t 0

Keterangan:

t = waktu pengamatan

N = % KN setiap waktu pengamatan

tn = waktu akhir pengamatan

� Berat Kering Kecambah Normal

Seluruh kecambah normal, dibungkus dengan kertas atau

aluminium foil, kemudian dioven pada suhu 60oC selama 3 x 24 jam.

Selanjutnya kecambah dimasukkan dalam desikator kurang lebih 30

menit dan ditimbang. Pengujian ini dilakukan di akhir ketika pengamatan

telah selesai.

� Pengukuran Kadar Air (KA)

KA = Bobot benih basah – bobot benih kering x 100%

Bobot benih basah

Keterangan : Bobot basah = bobot benih sebelum dioven

Bobot kering = bobot benih setelah dioven

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Benih jarak yang digunakan pada penelitian ini berasal dari kebun benih

binaan SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) IPB yang berlokasi di

desa Cibedug, kabupaten Bogor. Benih dipanen dengan dua tingkat kemasakan

yang berbeda yaitu kulit buah berwarna kuning (tingkat kemasakan satu) dan

berwarna coklat sampai kehitaman (tingkat kemasakan dua). Benih kemudian

disimpan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Lewikopo pada kondisi suhu

kamar dalam lima kemasan yang berbeda (plastik, kaleng, kain terigu, kain blacu,

dan karung goni).

Kondisi lingkungan pada saat penelitian cukup stabil, suhu dan

kelembaban (RH) relatif sama dari hari ke hari selama masa penelitian. Suhu dan

RH pada ruang simpan berkisar antara 25oC-31

oC dan 65%-80%, sirkulasi udara

pada ruang simpan lancar karena pada ruangan terdapat fentilasi udara. Pada

ruang penyimpanan tidak terdapat alat pengatur suhu dan RH sehingga sangat

tergantung dengan kondisi lingkungan. Berdasarkan Badan Meteorologi dan

Giofisika suhu dan kelembaban (RH) harian rata-rata di Bogor mencapai 25 0C

dan 80%, sedangkan curah hujan 1.4 mm/hari dengan intensitas penyinaran

mencapai 90%-100%. Selama masa penyimpanan tidak terdapat gangguan hama

dan penyakit karena kondisi ruangan yang cukup bersih dan kering. Gambar 4

menunjukan bahwa sampai masa simpan enam bulan kondisi benih masih utuh

dan tanpa mengalami gangguan hama dan penyakit sedikitpun.

Gambar 4. Kondisi Benih Setelah Periode Simpan Enam Bulan

14

Tabel 1 menunjukan bahwa hasil analisis ragam pada tolok ukur daya

berkecambah faktor tunggal jenis kemasan tidak berpengaruh nyata pada periode

simpan 0, 3, 4 bulan dan berpengaruh nyata pada periode simpan 1, 2, 5, dan 6

bulan. Sedangkan faktor tunggal tingkat kemasakan tidak berpengaruh nyata pada

periode simpan 3 bulan dan berpengaruh nyata pada periode simpan 0, 1, 2, 4, 5,

dan 6 bulan. Sedangkan pada interaksi antar jenis kemasan dan tingkat kemasakan

tidak berpengaruh nyata pada seluruh masa periode simpan. Pada tolok ukur

potensi tumbuh maksimum faktor tunggal jenis kemasan tidak berpengaruh nyata

pada periode simpan 0, 1, 3, 4 bulan dan berpengaruh nyata pada periode simpan

2, 5, dan 6 bulan, sedangkan pada perlakuan interaksi antar jenis kemasan dan

tingkat kemasakan tidak berpengaruh nyata pada seluruh masa periode simpan.

Pada tolok ukur kecepatan tumbuh maksimum faktor tunggal jenis kemasan tidak

berpengaruh nyata pada periode simpan 0, 3, 4 bulan dan berpengaruh nyata pada

perode simpan 1, 2, 5, 6 bulan. Sedangkan faktor tunggal tingkat kemasakan tidak

berpengaruh nyata pada periode simpan 3 bulan dan berpengaruh nyata pada

periode simpan 0, 1, 2, 4, 5 dan 6 bulan. Interaksi antar jenis kemasan dan tingkat

kemasakan pada tolok ukur kecepatan tumbuh berpengaruh nyata pada periode

simpan 1 bulan dan tidak berpengaruh nyata pada periode simpan 0, 2, 3, 4, 5, dan

6 bulan. Pada tolok ukur berat kering kecambah normal faktor tunggal jenis

kemasan tidak berpengaruh nyata pada periode simpan 0, 3, 4 bulan dan

berpengaruh nyata pada periode simpan 1, 2, 5, dan 6 bulan. Faktor tunggal

tingkat kemasakan tidak berpengaruh nyata pada periode simpan 3, 4 bulan dan

berpengaruh nyata pada peiode simpan 0, 1, 2, 5, dan 6 bulan. Sedangkan

interkasi antar jenis kemasan dan tingkat kemasakan tidak berpengaruh nyata pada

seluruh masa periode simpan. Pada tolok ukur kadar air benih faktor tunggal jenis

kemasan berpengaruh nyata pada semua masa periode simpan, sedangakan faktor

tunggal tingkat kemasakan tidak berpengaruh nyata pada periode simpabn 0

bulan, dan berpengaruh nyata pada periode simpan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan.

Interaksi antar jenis kemasan dan tingkat kemasakan tidak berpengaruh nyata

pada periode simpan 0, 1, 2, 3 bulan dan berpengaruh nyata pada peride simpan 4,

5, dan 6 bulan.

15

Tabel 1. Rekapitulasi Uji F Pengaruh Jenis Kemasan (K), Tingkat Kemasakan

Buah (T), dan Faktor Interaksinya terhadap Tolok Ukur DB, PTM, KCT,

BKKN, dan KA pada Periode Simpan 0 – 6 Bulan.

Periode simpan (Bulan)

Parameter Pengamatan

DB (%) PTM (%) KCT

(%/Etmal) BKKN (Gram) KA (%)

K T I K T I K T I K T I K T I

0 tn ** tn tn tn tn tn ** tn tn ** tn tn ** tn

1 * * tn tn tn tn ** ** ** ** * tn * ** tn

2 ** ** tn ** ** tn ** ** tn ** ** tn ** ** tn

3 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn ** ** tn

4 tn * tn tn tn tn tn * tn tn tn tn ** ** **

5 ** ** tn * * tn ** ** tn ** * tn ** ** **

6 ** ** tn ** ** tn ** ** tn ** ** tn ** ** **

Keterangan : K = Jenis Kemasan T = Tingkat Kemasakan Buah I = Interaksi

tn = tidak berpengaruh nyata

* = berpengaruh nyata

** = berpengaruh sangat nyata

Pengaruh Jenis Kemasan, Tingkat Kemasakan Buah dan Intertaksinya

terhadap tolok Ukur Kadar Air Benih

Selama penyimpanan, kadar air benih terus mengalami penurunan, tetapi

ketika periode simpan enam bulan benih mengalami sedikit kenaikan kadar air.

Kenaikan kadar air pada periode simpan enam bulan ini diduga karena perubahan

kelembaban ruang simpan. Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa selama

kadar air benih berada di bawah tingkat keseimbangan dengan kelembaban nisbi

udara sekitar, uap air akan bergerak ke dalam benih dan begitu pula sebaliknya.

Benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki kadar air

awal lebih tinggi yaitu 10.36 %, sedangkan benih dengan tingkat kemasakan buah

berwarna coklat sampai hitam kadar air awalnya hanya 9.24 % (Tabel 2). Benih

dengan tingkat kemasakan buah berwarna coklat sampai hitam telah lewat masak

fisiologis (Adikarsih dan Hartono, 2008). Benih ini diduga telah mengalami

deraan cuaca yang mengakibatkan kadar air benih menurun. Utomo (2008)

menyatakan bahwa buah jarak pagar yang berwarna coklat kehitaman (57 HSA),

telah lewat masak fisiologis dan masuk pada fase pemasakan sehingga kadar air

benih menurun.

Kemampuan jenis kemasan dalam mempertahankan kadar air benih

berbeda-beda (Tabel 2). Kemasan plastik dan kaleng relatif lebih mampu

mempertahankan kadar air benih selama masa penyimpanan. Dilihat dari nilai

16

kadar airnya, benih pada kemasan plastik dan kaleng memiliki nilai kadar air

tertinggi pada periode simpan satu hingga lima bulan dan pada periode simpan ini

nilai kadar air benih mengalami penurunan. Pada periode simpan enam bulan

kadar air benih mengalami kenaikan, namun benih pada kemasan plastik dan

kaleng tetap menunjukan perubahan nilai kadar air yang kecil. Hal ini disebabkan

karena sifat kemasan yang kedap sehinggga mampu menekan peningkatan dan

penurunan kadar air benih. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Justice

dan Bass (2002) bahwa benih yang berada pada kemasan yang terbuat dari bahan

yang kedap akan menunjukkan perubahan kadar air yang kecil sedangkan benih

yang berada dalam kemasan yang terbuat dari bahan yang porous akan mengalami

perubahan kadar air yang relatif lebih tinggi.

Tabel 2. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Jenis Kemasan terhadap Kadar

Air(%)

Tingkat

Kemasakan Periode Simpan (Bulan)

0 1 2 3 4 5 6

Kuning 10.36a 9.92

a 9.37

a 9.17

a 8.35

a 8.33

a 8.39

a

Hitam 9.24b 9.05

b 8.65

b 8.50

b 7.84

b 7.78

b 7.95

b

Jenis Kemasan

Plastik 9.80 9.63a 9.32

a 9.10

a 8.19

a 8.15

a 8.18

a

Kaleng 9.80 9.59a 9.29

a 9.07

a 8.17

a 8.15

a 8.25

a

Terigu 9.80 9.49a 8.91

b 8.82

b 8.07

b 8.04

ab 8.21

a

Blacu 9.80 9.45ab

8.89b 8.68

b 8.06

b 8.01

ab 8.22

a

Goni 9.80 9.25b 8.64

c 8.51

c 7.96

c 7.91

b 8.01

b

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menunjukan tidak

berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5%

Interaksi kemasan dan tingkat kemasakan menunjukan pengaruh yang

berbeda-beda terhadap kadar air selama penyimpanan (Tabel 3). Benih yang

dikemas pada kemasan plastik menunjukan nilai kadar air tertinggi, hal itu berarti

bahwa kemasan plastik relatif lebih mampu menahan perubahan kadar air pada

benih. Kaleng merupakan kemasan yang bersifat kedap uap air (Harrington,

1973), namun memiliki kemampuan lebih rendah dari kemasan plastik dalam

menahan perubahan kadar air, hal ini dikarenakan pada aplikasinya hanya ditutup

begitu saja sehingga memungkinkan adanya rongga-rongga kecil yang

menyebabkan terjadinya sirkulasi udara.

Kemasan kain terigu, kain blacu, dan goni merupakan kemasan yang

bersifat porous (Harrington, 1973), sehingga memiliki kemampuan yang lebih

17

rendah dari kemasan plastik dan kaleng dalam menahan perubahan kadar air

benih. Walaupun sama bersifat porous kemasan goni memiliki kemampuan yang

lebih rendah dari kemasan kain terigu dan kain blacu, hal ini karena goni memiliki

pori kemasan yang lebih besar (lebih renggang) dari kemasan kain terigu dan kain

blacu sehingga tingkat keporousannya juga lebih tinggi.

Tabel 3. Pengaruh Interaksi antar Tingkat Kemasakan Buah dan Jenis Kemasan

terhadap Kadar Air (%)

Perlakuan Periode Simpan (Bulan)

0 1 2 3 4 5 6

T1K1 10.36

10.11 9.67 9.53 8.62a 8.58a 8.59a

T2K1 9.24 9.15 8.97 8.67 7.77d 7.72d 7.78d

T1K2 10.36 10.09 9.67 9.48 8.51a 8.53ab 8.55a

T2K2 9.24

9.08 8.93 8.65 7.84d 7.77cd 7.95c

T1K3 10.36 9.95 9.24 9.06 8.35b 8.34b 8.38b

T2K3 9.24

9.05 8.57 8.57 7.79d 7.75cd 8.03c

T1K4 10.36 9.86 9.23 8.92 8.36b 8.32b 8.48ab

T2K4 9.24

9.04 8.49 8.44 7.77d 7.71d 7.96c

T1K5 10.36 9.59 9.04 8.84 7.92cd 7.87cd 7.99c

T2K5 9.24

8.91 8.21 8.19 8.00c 7.95cd 8.04c

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menunjukan tidak berbeda

nyata dengan uji DMRT pada taraf 5%

(T1:Tingkat Kemasakan 1, T2:Tingkat Kemasakan 2, K1:Kemaasan Plastik,

K2:Kemasan Kaleng, K3:Kemasan Terigu, K4:Kemasan Blacu, K5:Kemsan

Goni).

Pengaruh Jenis Kemasan dan Tingkat Kemasakan Buah terhadap tolok

Ukur Daya Berkecambah

Tabel 4 menunjukan bahwa pada perlakuan tingkat kemasakan buah, benih

dengan tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki daya simpan yang

lebih tinggi dari benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna coklat

kehitaman. Pada periode simpan lima bulan, benih dengan tingkat kemasakan

buah berwarna kuning memiliki viabilitas yang masih tinggi yaitu 81.6%,

sedangkan benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna coklat kehitaman pada

periode simpan empat bulan saja daya berkecambahnya hanya 65.07%. Hal ini

menunjukkan bahwa benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna hitam telah

mengalami penurunan viabilitas padahal syarat standar benih bermutu harus

memiliki daya berkecambah minimal 80%. Fenomena ini sejalan dengan hasil

penelitian Adikarsih dan Hartono (2008), bahwa buah yang dipanen berwarna

kuning memiliki nilai daya berkecambah tertinggi dari buah yang berwarna hijau

dan hitam pada empat bulan masa periode simpan. Utomo (2008) menambahkan

18

bahwa benih yang dipanen dengan tingkat kemasakan buah berwarna kuning (52

HSA) memiliki nilai DB yang lebih tinggi dari benih dengan tingkat kemasakan

buah berwarna coklat kehitaman (57 HSA).

Pada perlakuan jenis kemasan, benih yang dikemas menggunakan plastik

menunjukan nilai daya berkecambah tertinggi, pada periode simpan enam bulan

nilai DB mencapai 81.33%, namun tidak berbeda nyata dengan nilai daya

berkecambah benih yang disimpan pada kemasan kaleng yaitu 71.33%. Benih

yang disimpan pada kemasan yang porous yaitu kain terigu, kain blacu, dan goni

memiliki daya simpan lebih pendek yaitu hanya mencapai periode simpan tiga

bulan, setelah itu daya berkecambah benih menurun hingga dibawah 80%.

Kemasan porous cenderung tidak dapat mempertahankan viabilitas benih

sehingga benih memiliki daya simpan relatif pendek.

Tabel 4. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Jenis Kemasan pada Tolok

Ukur Daya Berkecambah (%)

Tingkat

Kemasakan

Periode Simpan (Bulan)

0 1 2 3

arc sin √x

4 5 arc sin √x

6

Kuning 97.33a 96.27

a 94.93

a 97.07 87.87

a 81.60

a 64.53

a

Hitam 93.33b 94.13

b 91.47

b 94.93 65.07

b 72.80

b 44.27

b

Jenis

Kemasan

Plastik 95.33 95.33ab

96.67a 98.00 80.00 90.67

a 81.33

a

Kaleng 95.33 98.00a 95.33

ab 96.67 90.33 88.67

a 71.33

a

Terigu 95.33 95.33ab

94.67ab

94.67 74.00 74.00b 51.33

b

Blacu 95.33 94.67b 92.67

b 94.67 72.00 76.00

b 41.33

bc

Goni 95.33 92.67b 86.67

c 96.00 66.00 56.67

c 26.67

c

Ket : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom menunjukan berbeda nyata

dengan uji DMRT pada taraf 5%

Pengaruh Jenis Kemasan dan Tingkat Kemasakan Buah terhadap tolok

Ukur Potensi Tumbuh Maksimum

Potensi tumbuh maksimum merupakan salah satu parameter viabilitas

benih (Sutopo, 2004). Besarnya nilai PTM menunjukan kondisi viabilitas benih

yang tinggi (Justice dan Bass, 2002). Tabel 5 menunjukan bahwa pada perlakuan

tingkat kemasakan buah, nilai PTM mengalami penurunan hingga periode simpan

dua bulan, selanjutnya pada periode simpan tiga bulan terjadi kenaikan kembali

yaitu 97.87% untuk benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna kuning dan

19

97.07% untuk benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna coklat kehitaman.

Nilai PTM pada periode simpan dua bulan merupakan nilai PTM tertinggi dari

seluruh periode simpan. Setelah periode simpan dua bulan benih kembali

mengalami penurunan PTM. Benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna

kuning memiliki viabilitas yang lebih tinggi, ini ditunjukan dengan nilai PTM

yang lebih tinggi pada seluruh periode simpan. Kartika dan Ilyas (1994)

mengungkapkan bahwa benih yang telah mencapai masak fisiologis memiliki

viabilitas yang lebih tinggi dari benih yang belum atau telah lewat masa masak

fisiologisnya.

Pada perlakuan jenis kemasan, benih yang disimpan dengan kemasan

plastik memiliki nilai PTM tertinggi, pada periode simpan enam bulan nilai PTM-

nya adalah 84.00%, tidak berbeda nyata dengan kemasan kaleng yang nilai PTM-

nya 77.00%. Pada kemasan kain terigu, kain blacu dan goni secara berturut-turut

nilai PTM-nya hanya mencapai 68.67%, 62.33%, dan 49.33%. Pastik dan kaleng

merupakan kemasan yang kedap dan cenderung lebih mampu mempertahankan

nilai PTM dibanding kemasan porus seperti kain terigu, kain blacu dan goni.

Kondisi tersebut sejalan dengan penelitian Rahayu dan Widajati (2007), bahwa

benih yang dikemas menggunakan kemasan yang kedap memiliki nilai DB, PTM,

dan BKKN yang lebih tinggi dari kemasan yang porous, setelah mengalami masa

simpan enam bulan.

Tabel 5. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Jenis Kemasan pada Tolok Ukur

Potensi Tumbuh Maksimum (%)

Tingkat Kemasakan

Periode Simpan (Bulan)

0 1 2 3 4 5 6

Kuning 97.33 97.33 96.53a 97.87 95.20 93.60ª 76.93

a

Hitam 96.00 95.47 94.13b 97.07 95.47 89.33

b 59.20

b

Jenis Kemasan

Plastik 96.67 97.33 96.67a 98.67 94.67 94.67

a 84.00

a

Kaleng 96.67 98.00 95.33ab

97.33 98.67 92.00ab

77.00a

Terigu 96.67 96.67 94.67ab

96.67 97.33 89.33ab 68.67b

Blacu 96.67 96.67 92.67b 96.00 94.00 94.67a 61.33bc

Goni 96.67 93.33 86.67c 98.67 92.00 86.67

b 49.33

c

Ket : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom menunjukan berbeda nyata

dengan uji DMRT pada taraf 5%

20

Pengaruh Jenis Kemasan dan Tingkat Kemasakan Buah terhadap tolok

Ukur Berat Kering Kecambah Normal

Berat kering kecambah normal merupakan salah satu indikator viabilitas

(Sutopo, 2004), tingginya nilai BKKN menunjukkan tingginya viabilitas benih

(Justice dan Bass, 2002). Sadjad et al., (1999) mengemukakan bahwa kemampuan

berkecambah suatu benih berhubungan dengan banyaknya cadangan makanan

yang dikandungnya. Prawiranata et al., (1992) menjelaskan benih yang memiliki

viabilitas tinggi mampu menghasilkan berat kering kecambah yang tinggi pada

kondisi optimum dan suboptimum. Tabel 6 menunjukkan bahwa pada perlakuan

tingkat kemasakan buah, benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna kuning

memiliki nilai BKKN yang lebih tinggi dibanding benih dengan tingkat

kemasakan buah berwarna coklat kehitaman pada semua masa periode simpan.

Hal ini mengindikasikan bahwa benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna

kuning memiliki viabilitas yang lebih tinggi. Waemata dan Ilyas (1987)

menyatakan bahwa, benih buncis yang dipanen setelah lewat masak fisiologis,

memiliki nilai viabilitas yang lebih rendah dari benih yang dipanen pada waktu

masak fisiologis. Adikarsih dan Hartono (2008) menambahkan, pada jarak pagar

benih yang dipanen pada tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki

viabilitas yang lebih tinggi dari benih yang dipanen pada tingkat kemasakan buah

berwarna coklat kehitaman.

Pada perlakuan jenis kemasan, benih yang disimpan menggunakan

kemasan plastik memiliki nilai BKKN tertinggi, pada masa periode simpan enam

bulan yaitu 6.95 gram, hal ini tidak berbeda nyata dengan nilai BKKN benih pada

kemasan kaleng yaitu 6.28 gram. Pada benih yang disimpan dengan kemasan

kain terigu, kain blacu dan goni penurunan nilai BKKN terlihat nyata yaitu

berturut-turut adalah 3.93 gram, 3.14 gram dan 2.00 gram. Kemasan plastik dan

kaleng yang kedap terbukti mampu mempertahankan viabilitas yang ditunjukkan

pada tolok ukur BKKN yang lebih tinggi dibanding kemasan porus seperti kain

terigu, kain blacu dan goni. Salbiati (2005) menyatakan bahwa kemasan yang

kedap relatif lebih mampu menahan perubahan viabilitas benih pada kondisi

ruang yang terbuka (suhu kamar).

21

Tabel 6. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Jenis Kemasan pada Tolok Ukur

Berat Kering Kecanbah Normal (Gram)

Tingkat

Kemasakan

Periode Simpan (Bulan)

0 1 2 3 4 5 6

Kuning 11.56a 9.68

a 9.28

a 8.99 6.94 7.54

a 5.49

a

Hitam 10.74b 9.32

b 8.75

b 8.98 5.23 6.44

b 3.42

b

Jenis Kemasan

Plastik 11.15 9.66b 9.58

a 8.92 7.38 8.37

a 6.95

a

Kaleng 11.15 10.20a 9.29

ab 8.98 7.37 8.73

a 6.28

a

Terigu 11.15 9.56b 9.15

ab 9.56 5.63 6.65

b 3.93

b

Blacu 11.15 9.14c 8.83

b 8.75 5.21 6.63

b 3.14

b

Goni 11.15 8.97c 8.23

c 8.71 4.83 4.57

c 2.00

c

Ket : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom menunjukan berbeda nyata

dengan uji DMRT pada taraf 5%

Berdasarkan data diatas, nilai BKKN terus mengalami penurunan dari

periode simpan 0-6 bulan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Sadjad

(1994), bahwa benih yang disimpan akan terus mengalami penurunan viabilitas.

Penurunan ini tidak dapat dihindari, tetapi dapat diperlambat

Pengaruh Jenis Kemasan, Tingkat Kemasakan Buah dan Interaksinya

terhadap tolok Ukur Kecepatan Tumbuh

Kecepatan tumbuh merupakan salah satu indikator vigor, tingginya nilai

KCT menunjukkan semakin tinggi pula vigor benih tersebut (Sutopo, 2004). Tabel

7 menunjukan bahwa pada perlakuan tingkat kemasakan buah, benih dengan

tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki nilai KCT yang lebih tinggi

dari benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna coklat kehitaman pada

semua masa periode simpan. Hal ini mengindikasikan bahwa benih dengan tingkat

kemasakan buah berwarna kuning lebih vigor. Weis dalam Justice dan Bass,

(2002). mengatakan bahwa pada benih oats, pemanenan yang dilakukan pada

masa benih mencapai masak fisiologis memiliki nilai kecepatan dan

keserempakan tumbuh yang lebih tinggi dari benih yang dipanen setelah lewat

masak. Sadjad (1980) juga menambahkan bahwa benih yang dipanen saat

mencapai masak fisologis memiliki nilai kecepatan tumbuh lebih tinggi dari

benih-benih yang telah lewat masa masak fisiologisnya. Utomo (2008)

menambahkan bahwa pada jarak pagar benih yang dipanen pada saat masak

fisiologis (buah berwarna kuning) memliki nilai KCT yang lebih tinggi dari benih

22

yang dipanen setelah lewat masa masak fisiologisnya (buah berwarna coklat

kehitaman).

Pada perlakuan jenis kemasan, benih yang dikemas dengan

menggunakan kemasan plastik memiliki nilai KCT tertinggi, pada masa periode

simpan enam bulan nilainya mencapai 7.34 %/etmal. namun tidak berbeda nyata

dengan benih pada kemasan kaleng yang mencapai 6.44 %/etmal. sedangkan

benih pada kemasan kain terigu mencapai 4.42 %/etmal, dan tidak berbeda nyata

dengan benih pada kain blacu yang mencapai 3.46 %/etmal. Benih pada kemasan

goni hanya mencapai 2.28 %/etmal dan merupakan nilai KCT terkecil. Hal itu

sejalan dengan yang diungkapkan Salbiati (2005) bahwa pada benih jagung manis

yang disimpan menggunakan kemasan yang kedap memiliki nilai kecepatan dan

keserempakan tumbuh yang lebih tinggi dari kemasan yang porous. Wahyuni

(1986) menambahkan bahwa pada benih kedelai, penyimpanan yang mengguakan

kemasan plastik memiliki nilai vigor yang lebih tinggi dari kemasan kertas.

Interaksi antara tingkat kemasakan dan jenis kemasan menunjukan bahwa

benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna kuning yang dikemas

menggunakan kemasan plastik memiliki nilai Kct tertinggi, setelah mencapai

periode simpan enam bulan nilai KCT mencapai 8.21 %/etmal. Sedangkan benih

dengan tingkat kemasakan buah berwarna coklat kehitaman yang dikemas

menggunakan goni memiliki nilai KCT terendah yang hanya mencapai 1.53

%/etmal. Hal tersebut terjadi akibat perbedaan sifat materi kemasan. Plastik

memiliki sifat kedap, sedangkan goni memiliki sifat kemasan yang porous

sehingga kemasan plastik lebih mampu menahan penurunan viabilitas benih. Hali

tersebut sejalan dengan yang di ungkapkan oleh Rahayu dan Widajati (2007)

bahwa kemasan yang kedap lebih mampu menjaga vigor dan viabilitas benih

selama masa penyimpan. Adikarsih dan Hartono (2008) menambahkan bahwa

benih jarak pagar yang dipanen berwarna kuning memiliki nilai kecepatan dan

keserempakan tumbuh tertinggi dari benih yang dipanen pada saat buah berwarna

hijau dan coklat kehitaman karena benih yang berwarna kuning mencapai puncak

masa masak fisiologis sehingga apabila benih dibiarkan dilapang akan mengalami

deraan cuaca dapat menurunkan kemampuan perkembangan benih sehingga

viabilitas dan vigornya juga menurun.

23

Tabel 7. Pengaruh Tingkat Kemasakan, Jenis Kemasan dan Interaksinya pada

Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh (%/etmal)

Tingkat

Kemasakan

Periode Simpan (Bulan)

0 1 2 3

arc sin √x

4 5

arc sin √x

6

Kuning 12.42a 10.56

a 10.35

a 11.69 8.17

a 7.43

a 5.77

a

Hitam 11.44b 9.94

b 9.44

b 11.41 5.95

b 6.36

b 3.80

b

Jenis Kemasan

Plastik 11.93 11.04a 10.69a 12.12 8.41 8.48a 7.34a

Kaleng 11.93 10.50b 10.22b 11.55 8.30 8.38a 6.44a

Terigu 11.93 10.16c 10.06

b 11.87 6.62 6.28

b 4.42

b

Blacu 11.93 9.95c 9.48

c 11.21 6.30 6.59

b 3.46

bc

Goni 11.93 9.61d 9.03c 10.99 5.47 4.74c 2.28c

Interaksi

T1K1 12.42 11.42a 11.28 12.39 9.82 9.25 8.21

T2K1 11.44 10.66b 10.09 11.86 7.00 7.72 6.46

T1K2 12.42 11.17a 10.74 11.46 8.11 8.54 7.78

T2K2 11.44 9.83ed 9.69 11.66 8.49 8.23 5.09

T1K3 12.42 10.46bc 10.59 12.05 7.74 7.18 5.45

T2K3 11.44 9.86ed

9.53 11.69 5.49 5.38 3.39

T1K4 12.42 10.07cd

9.64 10.77 7.46 6.94 4.39

T2K4 11.44 9.84ed

9.32 11.66 5.54 6.26 2.53

T1K5 12.42 9.68ed

9.49 10.40 7.71 5.27 3.03 T2K5 11.44 9.53e 8.57 11.58 3.22 4.20 1.53

Ket : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom menunjukan berbeda nyata

dengan uji DMRT pada taraf 5%

(T1 : Tingkat Kemasakan 1, T2 : Tingkat Kemasakan 2, K1 : Kemasan Plastik, K2 :

Kemasan Kaleng, K3: Kemasan Terigu, K4: Kemasan Blacu, K5: Kemasan Goni)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki daya simpan

yang lebih tinggi yaitu mencapai periode simpan lima bulan, sedangkan benih

dengan tingkat kemasakan buah berwarna coklat kehitaman hanya mampu mencapai

tiga bulan masa simpan. Pada periode simpan lima bulan benih dengan tingkat

kemasakan buah berwarna kuning masih memiliki nilai daya berkecambah 81.60%,

sedangkan benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna coklat kehitaman setelah

periode simpan tiga bulan nilai daya berkecambahnya hanya 65.07%.

Benih yang disimpan pada kemasan plastik memiliki daya simpan yang relatif

lebih tinggi, hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya nilai daya berkecambah

yaitu 81.33%. Benih pada kemasan kaleng memiliki daya simpan hingga lima bulan,

dengan DB mencapai 88.67%, namun setelah periode simpan enam bulan telah

mengalami penurunan yaitu mencapai 71.33%. Benih pada kemasan kain terigu, kain

blacu dan goni memiliki daya simpan hingga tiga bulan saja, ditunjukkan dengan

nilai DB yang berturut-turut mencapai 94.67%, 94.67%, 96.00%. dan setelah empat

bulan masa simpan masing-masing DB turun menjadi 74.00%, 76.00% dan 66.00%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan ruang terkendali

untuk penyimpanan benih jarak pagar dengan periode simpan yang lebih lama.

25

DAFTAR PUSTAKA

Adikadarsih, S dan J. Hartono. 2008. Pengaruh kemasakan buah terhadap mutu

benih jarak pagar. Infotek Jarak Pagar 7(1) : 10-15

Barlian, Y. 1989. Pergudangan dan penyimpanan benih. Seed Technology Training

for Researches. Seed Science and TechnologyWinrock International.

AARP. Ed II. 192-218.

Barian, Y. 1991. Teknologi Benih Tanaman Kehutanan. Depertemen Budidaya

Tanaman IPB. 209 hal.

Copeland, L. O. dan M. B. McDonald. 2001. Seed Science and Technology.

Kluwer Academic Publishers. London. 425 hal.

Gomez, K. A. dan A. A Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian

Pertanian. Endang .S & Justika S. B. (Trj). UI-Press. Jakarta. 698 hal.

Harrington, J. C. 1973. Problems of seed storage, p. 251-263. In: Heydecker (Ed).

Seed Ecologi. Academy Prees. London.

Hasanah, M. 1989. Kemunduran benih. Seed Technology Training for Researces.

Seed Secience and Technology Winrock International. AARP. Ed II.

Hasnam dan Z. Mahmud. 2006. Panduan Perbenihan Jarak Pagar. (Jatropha curcas

L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 25 hal.

Hong, T. D. and R. H. Ellis. 1996. Protocol to de termine seed Storage benaviour.

IPGRI. Tech. Bulletin No 1. Int. Plan Genetic Resources Inst. Roma. 64p.

Justice, O. L. dan L. N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih.

Roesli, R. (Terjemahan). Cetakan Ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

446 hal.

Kartasapoetra, A. G. 2003. Teknologi Benih (Pengolahan Benih dan Tuntunan

Praktikum). Cetakan Keempat. Rineka Cipta. Jakarta. 188 hal.

Kartika, E. dan S. Ilyas. 1994. Pengaruh tingkat kemasakan benih dan metode

konservasi terhadap vigor benih dan vigor kacang jogo. Buletin Agronomi

22(2):44-59

Khairuni, U. 2004. Pengaruh Cara Ekstraksi dan Periode Simpan terhadap

Viabilitas Benih Duku. Skripsi Departemen AGH IPB. Bogor. 35 hal

Mahmud, Z., A. A. Rivaie dan D. Allorerung. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya

Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan. Bogor. 35 hal.

Nurminah, M. 1997. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas

serta Pengaruhnya Terhadap Bahan yang Dikemas. Skripsi. Jurusan

Teknologi Pangan IPB. Bogor. 74 hal.

Owen, E. B. 1956. The storage of maintenance o viability. Bull 43. Commonwealth

Agr. Breaux Farnham Royal, Buck, England. 79p.

26

Prawiranata, W., S. Harran. dan P. Tjndronegoro. 1992. Dasar-dasar fisiologi

tumbuhan. Fakultas Matemetika dan Ilmu Alam. IPB Bogor. 247 hal.

Prihandana, R. dan R. Hendroko. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Agromedia

Pustaka. Jakarta. 84 hal.

Qamara, W. dan A. Setiawan. 2004. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta. 130

hal.

Rahayu, E. dan E. Widajati. 2007. Pengaruh kemasan, kondisi ruang simpan, dan

periode simpan terhadap viabilitas benih caisin. Bul Agron 35(3)191-196.

Sadjad, S. 1980. Panduan pembinaan mutu benih tanaman kehutanan. Proyek

Pusat Perbenihan Kehutanan. Derektorat Reboisasi dan Rehabilitasi. Dirjen

Kehutanan. Jakarta. 60 hal.

Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. 144 hal.

Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT Grasindo. Jakarta. 144 hal.

Sadjad, S. E. Muniarti dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari

Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 184 hal.

Salbiati, H. 2005. Pengaruh Kondisi Simpan dan Kombinasi Jenis Kemasan-

Perlakuan Metalaksil terhadap Viabilitas Benih Dua Kultivar Jagung

Manis. Skripsi. Departemen AGH IPB. Bogor. 52 hal

Sumanto. 2006. Pengaruh Ketuaan Buah Jarak Pagar terhadap Kandungan

Minyak. Infotek Jarak Pagar (jatropha curcas L.). 1(3) : 11.

Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. Edisi Revisi. Raja Grfindo Persada. Jakarta.

Utomo, B. P. 2008. Fenologi Pembungaan dan Pembuahan Jarak Pagar. Skripsi

Departemen AGH IPB. Bogor. 39 hal

Waemata, S. dan S. Ilyas. 1987. Pengaruh tingkat kemasakan dan kelembaban

relatif ruang simpan terhadap viabilitas benih buncis. Buletin Agronomi

18(2):27 – 34.

Wahyuni, S. 1986. Pengaruh materi kemasan, kondisi gas dan kadar air awal

terhdap daya simpan benih kedelai varietas lokon. Skripsi. Jurusan

Budidaya Pertanian IPB Bogor. 41 hal.

Wirawan, B. 2002. Memproduksi Benih Bersertiikat: Padi, Jagung, Kedelai,

Kacang Tanah, Kacang Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta. 120 hal.