pegadaian proposalku

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan dunia bisnis akan selalu diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit, dan pemberian fasilitas kredit yang selalu memerlukan jaminan, hal ini demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam arti piutang yang meminjamkan akan terjamin dengan adanya jaminan. Dalam konteks inilah letak pentingnya lembaga jaminan itu. Bentuk lembaga jaminan, sebagian besar mempunyai ciri-ciri internasional yang dikenal hampir di semua negara dan perundangundangan modern, yaitu bersifat menunjang perkembangan ekonomi dan perkreditan serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan fasilitas modal. Lembaga jaminan, tergolong bidang hukum yang bersifat netral, karena tidak mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan spiritual dan budaya bangsa. Sehingga terhadap bidang hukum yang demikian, tidak ada keberatannya untuk diatur dengan segera. Karena jika dilihat, peraturan-peraturan hukum yang bertalian dengan lembaga jaminan tersebut di Indonesia pada umumnya sudah usang. Sedikit 1

Upload: rahman-muhammad

Post on 24-Jul-2015

164 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: pegadaian proposaLKU

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan perekonomian dan dunia bisnis akan selalu diikuti oleh perkembangan

kebutuhan akan kredit, dan pemberian fasilitas kredit yang selalu memerlukan jaminan, hal ini

demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam arti piutang yang meminjamkan akan terjamin

dengan adanya jaminan. Dalam konteks inilah letak pentingnya lembaga jaminan itu. Bentuk

lembaga jaminan, sebagian besar mempunyai ciri-ciri internasional yang dikenal hampir di

semua negara dan perundangundangan modern, yaitu bersifat menunjang perkembangan

ekonomi dan perkreditan serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan fasilitas modal. Lembaga

jaminan, tergolong bidang hukum yang bersifat netral, karena tidak mempunyai hubungan yang

erat dengan kehidupan spiritual dan budaya bangsa. Sehingga terhadap bidang hukum yang

demikian, tidak ada keberatannya untuk diatur dengan segera. Karena jika dilihat, peraturan-

peraturan hukum yang bertalian dengan lembaga jaminan tersebut di Indonesia pada umumnya

sudah usang. Sedikit sekali peraturan yang mengalami perubahan sejak pembentukannya

sebagaimana dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan-peraturan

khusus lainnya, misalnya hipotik dan crediet verband. Gadai merupakan lembaga jaminan yang

telah sangat dikenal dan dalam kehidupan masyarakat, dalam upayanya untuk mendapatkan dana

guna berbagai kebutuhan. Pegadaian adalah sebuah BUMN di Indonesia yang usaha intinya

adalah bidang jasa penyaluran kredit/pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai.

Salah satu lembaga keuangan yang dapat memberikan pinjaman pada masyarakat ialah

Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, apabila masyarakat inginmendapatkan pinjaman maka

1

Page 2: pegadaian proposaLKU

masyarakat harus memberikan jaminan barang kepada perum pegadaian. Melihat perkembangan

ekonomi Islam maka perum pegadaianpun mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut

dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik

seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat

tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh

imbalan atas jasa dan atau bagi hasil. Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah “rahn”,

dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharobah (bagi

hasil). Karena nasabah dalam mempergunakan marhum bih (pinjaman nya) mempunyai tujuan

yang berbeda-beda misalnya, untuk konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal

kerja, namun penggunaan metode mudharobah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya

pegadaian menggunakan metode Fee Based Income (FBI).

Dewan Syariah Nasional, “Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Mengatasi

Masalah dengan Pengadaian Syariah”, Renaisan, I (oktober, 2005),hlm 17 Manfaat yang bisa

didapatkan oleh masyarakat melalui pegadaian syariah, antara lain ; Pertama, proses yang cepat.

Dalam pegadaian syariah, nasabah dapat memperoleh pinjaman yang diperlukan dalam waktu

yang relatif cepat, baik proses administrasi, maupun penaksiran barang gadai. Kedua, caranya

cukup mudah, yakni hanya dengan membawa barang gadai (marhun) beserta bukti

kepemilikannya. Ketiga, jaminan keamanan atas barang diserahkan dengan standar keamanan

yang telah diuji dan diasuransikan, dan sebagainya.

2 Pada dasarnya dapat diketahui bahwa untuk memperoleh pinjaman (marhun bih) maka

si peminjam (rahin) harus memberikan harta/barang yang dijadikan jaminan (marhun) kepada

penerima gadai dalam hal ini pihak pegadaian (murtahin), namun apabila diakhir perjanjian

2

Page 3: pegadaian proposaLKU

gadai ini rahin telah memenuhi semua kewajibannya, maka barang yang dijaminkan akan

kembali kepada rahin.

Meskipun tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sistem hukum Islam yang digunakan dalam

operasional pegadaian syariah memiliki banyak kelebihan dan keunggulan dibandingkan sistem

hukum yang tidak berbasis syariah namun hal ini tidak menutup kemungkinan akan timbulnya

masalah di pegadaian syariah.

Sejarah Pegadaian dimulai pada saat Pemerintah Belanda (VOC) mendirikan BANK

VAN LEENING yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga

ini pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746. Pegadaian sudah beberapa

kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961 kemudian

berdasarkan PP.No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN) selanjutnya berdasarkan

PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan

Umum.

Dalam perkembangannya kemudian Perum Pegadaian mengembangkan gadai dengan

sistem syariah. Bagi Perum Pegadaian, bisnis syariah merupakan peluang yang tidak bisa

dilewatkan begitu saja. Apalagi, mayoritas warga Indonesia yang memanfaatkan jasa pegadaian

adalah Muslim. Sistem gadai syariah diberlakukan mulai Januari 2003 lalu. Diharapkan, sistem

ini akan memberikan ketenangan bagi masyarakat dalam memperoleh pinjaman tanpa bunga dan

halal.

Kehadiran lembaga pegadaian di Indonsia bukanlah hal yang asing lagi. Bahkan lembaga

ini menjadi sangat populer dikalangan masyarakat (khususnya Jakarta), ketika menjelang lebaran

3

Page 4: pegadaian proposaLKU

tiba. Sudah merupakan tradisi bagi pemudik di ibukota untuk menggadaikan barang berharga

mereka menjelang bulan syawal.

Dengan menitipkan emas, kendaraan bermotor atau barang berharga lainnya sebagai

jaminan atas uang yang dipinjam, keinginan untuk bertemu sanak saudara dikampung dengan

kerinduan yang sangat pun terobati. Bukan tanpa alasan karena disaat ongkos dan harga

kebutuhan untuk oleh-oleh yang semakin menggila yang tidak lagi dapat diatasi oleh gaji

maupun pendapatan selama di Jakarta, maka pegadaian merupakan alternatif yang dapat

menjawab tersebut.

Sekilas lembaga ini memang terlihat sangat membantu. Dan tentu saja dengan

menyuarakan motto “ mengatasi masalah tanpa masalah”-nya, lembaga ini berhasil menafsir dan

mencitrakan dirinya di mata masyarakat sangat baik. Akan tetapi, disadari atau tidak ternyata

dalam prakteknya lembaga ini belum dapat terlepas dari persoalan.Dengan berkaca mata pada

syariat islam, ketika perjanjian gadai ditunaikan terdapat unsur-unsur yang dilarang syariat. Hal

ini dapat terlihat dari praktek gadai itu sendiri yang menentukan adanya bunga gadai, yang mana

pembayarannya dilakukan setiap 15 hari sekali. Dan tentu saja pembayarannya haruslah tepat

waktu karena jika terjadi keterlambatan pembayaran, maka bunga gadai akan bertambah menjadi

dua kali lipat dari kewajibannya.Bukan hanya riba, ketidak jelasan (gharar), dan qimar juga ikut

serta menghiasi aktifitas lembaga ini. Yang secara jelas terdapat kencenderungan merugikan

salah satu pihak.

Memang hal ini tidaklah terlalu diperhatikan oleh masyarakat. Tetapi, ketika mereka

terjebak dengan bunga yang membengkak serta ketidak sanggupan uintuk membayar,maka di

sinilah masalah letak permasalahan itu muncul.Oleh karena itu, berangkat dari uraian yang telah

4

Page 5: pegadaian proposaLKU

dikemukakan di atas,maka saya selaku penulis membuat esai ini dengan maksud untuk

menganalisa dan memberikan sebuah solusi dengan pendekatan fiqh islam sebagai jawaban atas

ketidak syari’an atas praktek pegadaian saat ini.

Berdasarkan pokok pikiran tersebut, penulis ingin melakukan suatu kegiatan penelitian

secara ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS PEGADAIAN SYARIAH (AR-

RAHN) DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM, FIQH MUAMALAH DAN

MASYARAKAT KOTA JAMBI”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas maka penulis akan mengidentifikasi

masalah yang ada yaitu:

1. Apa definisi dari gadai menurut konvensional dan syari’at Islam?

2. Bagaimakah pelaksanaan gadai dengan sistem syariah di Perum Pegadaian Jambi?

3. Bagaimana pandangan syari’at Islam terhadap gadai?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui pelaksanaan gadai dengan sistem syariah di Perum Pegadaian Jambi.

5

Page 6: pegadaian proposaLKU

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi para pihak dalam pelaksanaan gadai dengan

sistem syariah di Perum Pegadaian Jambi.

3. Untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi dari gadai dengan sistem syariah apabila terjadi

wanprestasi.

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahanmasukan pengembangan

ilmu pengetahuan di bidang Hukum Jaminan yang terkait dengan pelaksanaan gadai dengan

sistem syariah.

2. Kegunaan Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang sangat berharga bagi

berbagai pihak yang terkait dalam pelaksanaan gadai dengan sistem syariah.

3. Kegunaan Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk mengaplikasikan berbagai teori yang diperoleh.Menambah

pengalaman dan sarana latihan dalam menganalisis serta memecahkan masalah-masalah yang

ada di masyarakat. Sebagai sarana untuk menambah wawasan peneliti terutama yang

berhubungan dengan bidang kajian yang ditekuni selama ini.

6

Page 7: pegadaian proposaLKU

Kerangka Pemikiran

3. Pemberian utang

2. Akad Rahn

7

Marhin bin

(utang)

Murtahin (pihak yang menerima

Rahin (pihak yang menggadaikan)

Akad baru Marhun (objek

Page 8: pegadaian proposaLKU

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Pengertian Gadai Konvensional dan Gadai Syariah

1.  Pengertian Gadai Konvensional

Mengutip pendapat Susilo (1999), pengertian pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh

seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut

diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang

lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan

kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah

diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi

kewajibannya pada saat jatuh tempo.

Jadi dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang

atas suatu benda bergerak yang diberikan oleh orang yang berpiutang sebagai suatu jaminan dan

barang tersebut bisa dijual jika orang yang berpiutang tidak mampu melunasi utangnya pada saat

jatuh tempo.Sedangkan pengertian Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu ban usaha di

Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan

berupa pembiayaan dalambentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.

2.  Pengertian Gadai Syariah

Gadai Syariah sering diidentikkan dengan Rahn yang secara bahasa diartikan al-tsubut wa al-

dawam (tetap dan kekal) sebagian Ulama Luhgat memberi arti al-hab (tertahan). Sedangkan

definisi al-rahn menurut istilah yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam

8

Page 9: pegadaian proposaLKU

pandangan syar’a untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh

atau sebagaian utang dari benda itu.

Istilah rahn menurut Imam Ibnu Mandur diartikan apa-apa yang diberikan sebagai jaminan atas

suatu manfaat barang yang diagunkan. Dari kalangan Ulama Mazhab Maliki mendefinisikan

rahn sebagai “harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan hutang yang bersifat mengikat“,

ulama Mazhab Hanafi mendefinisikannya dengan “menjadikan suatu barang sebagai jaminan

terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak tersebut, baik seluruhnya

maupun sebagiannya“. Ulama Syafii dan Hambali dalam mengartikan rahn dalam arti akad

yakni menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang

apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar hutangnya.

Dalam bukunya: Pegadaian Syariah, Muhammad Sholikul Hadi (2003) mengutip pendapat

Imam Abu Zakariya al-Anshari dalam kitabnya Fathul Wahhab yang mendefenisikan rahn

sebagai: “menjadikan benda bersifat harta sebagai kepercayaan dari suatu utang yang dapat

dibayarkan dari (harga) benda itu bilautang tidak dibayar.” Sedangkan menurut Ahmad Baraja,

rahn adalah jaminan bukan produk dan semata untuk kepentingan sosial, bukan kepentingan

bisnis, jual beli mitra.

Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam kitab Al-Mughni adalah sesuatu

benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang

berhutang tidak sanggup membayarnya dari yang berpiutang.

9

Page 10: pegadaian proposaLKU

Dari ketiga defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa rahn merupakan suatu akad utang piutang

dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai

jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.

B.  Landasan Hukum Gadai Konvensional dan Gadai Syariah

1.  Landasan Hukum Gadai Konvensional

Pada awalnya lembaga pegadaian pertamakali didirikan pada tanggal 1 April 1901. Tetapi

seiring dengan perkembangan zaman, pegadaian beberapakali berubah status mulai sebagai

Perusahaan Jawatan (1901), Perusahaan di bawah IBW (1928),Perusahaan Negara (1960),dan

kembali ke perusahan jawatan 1969. baru sekitar tahun 1990 dengan lahirnya PP10/1990 tanggal

10 April 1990, sampai dengan terbitnya PP103 tahun 2000, pegadaian berstatus sebagai

Perusahaan Umum dan masuk sebagai salah satu BUMN dalam lingkungan Dep. Keuangan RI.

hingga sekarang.Dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 pasal 6, dijelaskan bahwa sifat

usaha pegadaian adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus

memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sedangkan isi pasal

7,dijabarkan:(1) Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golonganmenengah ke

bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya

berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.(2) Menghindarkan masyarakat dari

gadai gelap,praktek riba dan pinjaman tidak wajar.

2.  Landasan Hukum Gadai Syariah

Dasar hukum yang digunakan para ulama untuk membolehkannya rahn yakni bersumber pada

al-Qur’an (2): 283 yang menjelaskan tentang diizinkannya bermuamalah tidak secara tunai.

10

Page 11: pegadaian proposaLKU

Dan Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisiyah binti Abu Bakar, yang

menjelaskan bahwa Rasulullah Saw pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan

menjadikan baju besinya sebagai jaminan.

Berdasarkan dua landasan hukum tersebut ulama bersepakat bahwa rahn merupakan transaksi

yang diperbolehkan dan menurut sebagian besar (jumhur) ulama, ada beberapa rukun bagi akad

rahn yang terdiri dari, orang yang menggadaikan (ar-rahn), barang-barang yang digadai

(marhun), orang yang menerima gadai (murtahin) sesuatu yang karenanya diadakan gadai, yakni

harga, dan sifat akad rahn. Sedangkan untuk sahnya akad rahn, ada beberapa syarat yang harus

dipenuhi oleh para pihak yang terlibat dalam akad ini yakni: berakal, baligh, barang yang

dijadikan jaminan ada pada saat akad, serta barang jaminan dipegang oleh orang yang menerima

gadai (marhun) atau yang mewakilinya.

Dengan terpenuhinya syarat-syarat di atas maka akad rahn dapat dilakukan karena kejelasan

akan rahin, murtahin dan marhun merupakan keharusan dalam akad rahn.  Sedangkan mengenai

saat diperbolehkan untuk menggunaan akad rahn, al-Qur’an dan al-Sunah serta ijma ulama tidak

menetapkan secara jelas mengenai akad-akad atau transaksi jual beli yang diizinkan untuk

menggunakan akad rahn.

Sebagian kecil ulama, sebagaimana yang dikemukakan Ibn Rusdy bahwa mazhab Maliki

beranggapan bawa gadai itu dapat dilakukan pada segala macam harga dan pada semua macam

jual beli, kecuali jual beli mata uang, dan pokok modal pada akad salam yang berkaitan dengan

tanggungan, hal ini disebabkan karena pada shaf pada salam disyaratkan tunai, begitu pula pada

harta modal. Sedangkan kelompok Fuqaha Zahiri berpendapat bahwa akad gadai (rahn) tidak

boleh selain pada salam yakni pada salam dalam gadai, hal ini berdasar pada ayat yang

11

Page 12: pegadaian proposaLKU

berkenaan dengan gadai yang terdapat dalam masalah hutang piutang barang jualan, yang

diartikan mereka sebagai salam.

Dari bebrapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa sebagian ulama beranggapan bahwa

rahn dapat digunakan pada transaksi dan akad jual beli yang bermacam-macam, walaupun ada

perbedaan ulama mengenai waktu dan pemanfaatan dari barang yang dijadikan jaminan tersebut.

Sedangkan benda Rahn yang digadai, dalam konsep fiqh merupakan amanat yang ada

pada murtahin yang harus selalu dijaga dengan sebaik-baiknya, dan untuk menjaga serta

merawat agar benda (barang) gadai tersebut tetap baik, kiranya diperlukan biaya, yang tentunya

dibebankan kepada orang yang menggadai atau dengan cara memanfaatkan barang gadai

tersebut. Dalam hal pemanfaatan barang gadai, beberapa ulama berbeda pendapat karena

masalah ini sangat berkaitan erat dengan hakikat barang gadai, yang hanya berfungsi sebagai

jaminan utang pihak yang menggadai.

.2. Teknik Transaksi

Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua

akad transaksi Syariah yaitu.

1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai

jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan

untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian

menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.

2. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui

pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya

12

Page 13: pegadaian proposaLKU

sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas

penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukad akad

rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :

a. Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang

(murtahin).

b. Sighat ( ijab qabul)

c. Harta yang dirahnkan (marhun)

d. Pinjaman (marhun bih)

Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat

digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan

kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh

Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang

meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses

kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah

sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut

bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman..

Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai ‘lipstick’ yang

akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian.

Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :

13

Page 14: pegadaian proposaLKU

1) Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang

jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.

2) Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada

murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu

jelas dan tertentu.

3) Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan

pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan

hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.

4) Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka

waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.

5) Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya

penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.

6) Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup

menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan

disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai

taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan

pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan.

Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah

ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan

adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.

7) Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan

kesepakatan :

14

Page 15: pegadaian proposaLKU

i. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum

empat bulan .

ii. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- ( sembilan puluh rupiah )

dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat

melunasi pinjaman.

iii. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat

pencairan uang pinjaman.

Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk

o melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu

empat bulan,

o mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah

berjalan ditambah bea administrasi,

o atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo

nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.

Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka

Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai

penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang

menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang

kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian

Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.

15

Page 16: pegadaian proposaLKU

1.  Kategori Barang Gadai

Muhammad Shalikul hadi mengutip pendapat Basyir (2003) bahwa jenis barang gadai

yang dapat digadaikan sebagai jaminan adalah semua jenis barang bergerak dab tak bergerak,

sehingga barang yang dapat digadaikan bisa semua barang asal memenuhi syarat:

(1)   Merupakan benda bernilai menurut hukum syara’

(2)   Ada wujudnya ketika perjanjian terjadi

(3)   Mungkin diserahkan seketika kepada murtahin.

 2.  Pemeliharaan Barang Gadai

Ada perbedaan pendapat para ulama dalam halpemeliharaaan barang gadai. Ulama

Syafi’iah dan Hanabilah berpendapat biaya pemeliharaan barang gadai menjadi tanggung jawab

pemberi gadai karena barang tersebut merupakan miliknya dan akan kembali kepadanya.

Sedangkan para ulama Hanafiah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai menjadi

tanggungan penerima gadai yang mana dalam posisinya sebagai penerima amanat. Berdasarkan

pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya pemeliharaan barang gadai adalah

hak rahin dalam kedudukannya sebagai pemilik yang sah. Akan tetapi jika harta atau barang

jaminan tersebut menjadi kekuasaan murtahin dan di izinka oleh  maka biaya pemeliharaan jatuh

pada murtahin.

Sedangkan untuk mengganti biaya tersebut nantinya, apabila murtahin mendapat izin dari rahin

maka murtahin dapat memungut hasil marhun sesuai dan senilai dengan yang telah ia keluarkan.

Tetapi apabila rahin tidak mengizinkannya maka biaya pemeliharaan menjadi utang rahin

16

Page 17: pegadaian proposaLKU

kepada murtahin. Pendapat ini dikutip oleh Muhammad Shalikul Hadi dari Sabiq (2003).Resiko

Atas Kerusakan Menurut para ulama Syafi’iah dan Hanabilah berpendapat bahwa murtahin tidak

bertanggung jawab atas rusaknya barang gadai jika tidak disengaja. Sedangkan ulama Hanafiah

berpendapat bahwa hal tersebut menjadi tanggungan murtahin sebesar harga barang minimum,

dihitung mulai waktu diserahkannya barang gadai kepada murtahin sampai barang tersebut

rusak.

Shalikul Hadi mengutip Basyir (2003: 84) Pembayaran Atau Pelunasan Hutang GadaiApabila

sudah samapai jatuh tempo dan rahin belum membayarkan kembali utangnya maka murtahin

boleh memaksa rahin untuk menjual barangnya. Kemudian hasilnya digunakan untuk menebus

utang tersebut sedangkan jika terdapat sisa atas penjualan barang tersebut, maka akan

dikembalikan kepada rahin.Prosedur Pelelangan GadaiJika ada persyaratan akan menjual

barang gadai pada saat jatuh tempo, maka ini diperbolehkan dengan ketentuan:

(1)   Murtahin harus mengetahui terlebih dahulu keadaan rahin

(2)   Dapat memeperpanjang tenggang waktu pemabayaran

(3)   Kalau keadaan mendesak murtahin boleh memindahkan barang gadai kepada murtahin lain

dengan izin rahin

(4)   Apabila ketentuan di atas tidak terpenuhi, maka murtahin boleh menjual barang gadai dan

kelebihan uangnya dikembalikan kepada rahin.

3.  Pembentukan Laba Pegadaian

17

Page 18: pegadaian proposaLKU

Pada bab sebelumnya dijelaskan bahwa pegadaian memperoleh laba dari bunga gadai. Tetapi

dari segi kaca mata syariah hal ini dilarang. Tentunya jika bunga gadai dihapuskan maka

lembaga pegadaian tidak akan dapat melanjutkan operasionalnya lagi. Sebaliknya jika hal ini

diperbolehkan hukum haram atas riba mengikatnya dan tentu saja kerugian salah satu pihak akan

terjadi.untuk mengatasi hal tersebut dapat diterapkan sebagai berikut:

(1)  Melakukan transaksi gadai dengan akad Rahn

(2)  Melakukan transaksi gadai dengan  akad Bai’ al Muqoyyadah

(3)   Melakukan Akad al Mudharabah.

(4)  Melakukan dengan akad Qardhul Hasan

Itulah beberapa alternatif yang bisa dijalankan guna mengeliminir praktek riba dalam pegadaian

konvensional. Danjuga sebagai solusi atas persoalan yang terdapat dalampegadaian saat sekarang

ini, sehingga diharapkan natinya lembaga ini benar-benar telah menjalankan mottonya sebagai

lembaga yang mengatasi masalah tanpa menimbulkan masalah.

.Operasionalisasi Pegadaian Syariah

Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional.

Seperti halnya Pegadaian konvensional , Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman

dengan jaminan barang bergerak.Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat

sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai

jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama ( kurang lebih 15

18

Page 19: pegadaian proposaLKU

menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah

uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.

Di samping beberapa kemiripandari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep;

teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang

implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang ketiga

aspek tersebut, dipaparkan dalam uraian berikut.

1.3. Pendanaan

Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan

dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur

riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan

kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang

dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat

sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga

keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.

Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian

Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu

a. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang

disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.

b. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang

dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum

konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga

Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau

19

Page 20: pegadaian proposaLKU

dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah

yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk

membenarkan penarikan bea jasa simpan.

Fiqh Pegadaian Syariah.

Dalam Fikih Muamalah, perjanjian gadai disebut “rahn”. Rahn menurut bahasa berarti penahanan dan penetapan[1] . sebagaimana firman Allah Swt:

‘“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. Qs.74:38

Adapun menurut istilah adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan hutang[2].

Landasan hukum Rahn atau landasan pinjam meminjam dengan jaminan (barg) adalah firman Allah:

Surat Al-Baqarah, ayat 283 :

“ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”.

Landasan hukum lainnya adalah hadits Rasul Saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah ra.

ح�د�يد� م�ن� ع�ا د�ر� �ه� ه�ن و�ر� ط�ع�ام�ا �ه�ود�ي� ي م�ن� �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� ى �ر� ت اش� ق�ال�ت� ة� �ش� ع�ائ .ع�ن�

“Dari Aisyah berkata: Rasulullah Saw membeli makanan dari seorang Yahudi dan menggadaikannya dengan besi”.

Dan hadits dari Anas ra.

�ق�د� و�ل �خ�ة� ن س� �ة� �ه�ال و�إ ع�ير� ش� �ز� ب �خ� ب �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ي3 �ب الن �ل�ى إ ى م�ش� �ه� ن� أ �ه� ع�ن �ه� الل ض�ي� ر� �س� �ن أ ع�ن�

ا ع�ير� ش� �ه� م�ن �خ�ذ� و�أ �ه�ود�ي� ي �د� ن ع� �ة� �م�د�ين �ال ب �ه� ل ع�ا د�ر� �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ي> �ب الن ه�ن� �ه�ر� �ه�ل أل� .

“Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”.

Landasan hukum berikutnya adalah Ijma’ ulama atas hukum mubah (boleh) perjanjian gadai.

20

Page 21: pegadaian proposaLKU

Tentang siapa yang harus menanggung biaya pemeliharaan selama marhun berada di tangan murtahin, tatacara penentuan biayanya, dsb, adalah merupakan ijtihad yang dilakukan para fukaha.

Unsur-unsur rahn adalah : orang yang menyerahkan barang gadai disebut ‘rahin’, orang yang menerima barang gadai disebut “ murtahin “, dan barang yang digadaikan disebut “ marhun “ dan hutang yang disebut “marhun bih”.

Mengenai rukun dan sahnya akad gadai dijelaskan oleh Pasaribu dan Lubis sebagai berikut :

1. Adanya lafaz, yaitu pernyataan adanya perjanjian gadai. 2. Lafaz dapat saja dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya

terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak.3. Adanya pemberi dan penerima gadai. 4. Pemberi dan penerima gadai haruslah orang yang berakal dan balig sehingga dapat

dianggap cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari’at Islam.

5. Adanya barang yang digadaikan. 6. Barang yang digadaikan harus ada pada saat dilakukan perjanjian gadai dan barang itu

adalah milik si pemberi gadai, barang gadaian itu kemudian berada dibawah pengasaan penerima gadai.

7. Adanya utang/hutang.

Hutang yang terjadi haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau mengandung unsur riba.Mengenai barang (marhum) apa saja yang boleh digadaikan, dijelaskan dalam Kifayatul Akhyar bahwa semua barang yang boleh dijual-belikan menurut syariah, boleh digadaikan sebagai tanggungan hutang.Aspek lainnya yang perlu mendapat perhatian dalam kaitan dengan perjanjian gadai adalah yang menyangkut masalah hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam situasi dan kondisi yang normal maupun yang tidak normal. Situasi dan Kondisi yang tidak normal bisa terjadi karena adanya peristiwa force mayor seperti perampokan, bencana alam, dan sebagainya.

Dalam keadaan normal hak dari rahin setelah melaksanakan kewajibannya adalah menerima uang pinjaman dalam jumlah yang sesuai dengan yang disepakati dalam batas nilai jaminannya, sedang kewajiban rahin adalah menyerahkan barang jaminan yang nilainya cukup untuk jumlah hutang yang dikehendaki. Sebaliknya hak dari murtahin adalah menerima barang jaminan dengan nilai yang aman untuk uang yang akan dipinjamkannya., sedang kewajibannya adalah menyerahkan uang pinjaman sesuai dengan yang disepakati bersama.

Setelah jatuh tempo, rahin berhak menerima barang yang menjadi tanggungan hutangnya dan berkewajiban membayar kembali hutangnya dengan sejumlah uang yang diterima pada awal perjanjian hutang. Sebaliknya murtahin berhak menerima pembayaran hutang sejumlah uang

21

Page 22: pegadaian proposaLKU

yang diberikan pada awal perjanjian hutang, sedang kewajibannya adalah menyerahkan barang yang menjadi tanggungan hutang rahin secara utuh tanpa cacat.

Di atas hak dan kewajiban tersebut diatas, kewajiban murtahin adalah memelihara barang jaminan yang dipercayakan kepadanya sebagai barang amanah, sedang haknya dalah menerima biaya pemeliharaan dari rahin. Sebaliknya rahin berkewajiban membayar biaya pemeliharaan yang dikeluarkan murtahin, sedang haknya adalah menerima barang yang menjadi tanggungan hutang dalam keadaan utuh.

Dasar hukum siapa yang menanggung biaya pemeliharaan dapat dirujuk dari pendapat yang didasarkan kepada Hadist Nabi riwayat Al-Syafi’i dan Al-Darulquthni dari Muswiyah bin Abdullah bin Ja’far :

“Ia (pemilik barang gadai) berhak menikmati hasilnya dan wajib memikul bebannya (beban pemeliharaannya)"[8]

Di tempat lain terdapat penjelasan bahwa apabila barang jaminan itu diizinkan untuk diambil manfaatnya selama digadaikan, maka pihak yang memanfaatkan itu berkewajiban membiayainya. Hal ini sesuai dengan Hadits Rasullullah SAW :

Dari Abu Hurairah , barkata, sabda Rasullulah SAW : “Punggung (binatang) apabila digadaikan, boleh dinaiki asal dibiayai. Dan susu yang deras apabila digadaikan, boleh juga diminum asal dibiayai. Dan orang yang menaiki dan meminum itulah yang wajib membiayai.” (HR. Al-Bukhari)[9]

Dalam keadaan tidak normal dimana barang yang dijadikan jaminan hilang, rusak, sakit atau mati yang berada diluar kekuasaan murtahin tidak menghapuskan kewajiban rahin melunasi hutangnya[10]. Namun dalam praktek pihak murtahim telah mengambil langkah-langkah pencegahan dengan menutup asuransi kerugian sehingga dapat dilakukan penyelesaian yang adil.

Mengenai pemilikan barang gadaian, berdasarkan berita dari Abu Hurairah perjanjian gadai tidak merubah pemilikan walaupun orang yang berhutang dan menyerahkan barang jaminan itu tidak mampu melunasi hutangnya.

Dari Abu Hurairah, sabda Rasullulah SAW :

“Barang jaminan tidak bisa tertutup dari pemiliknya yang telah menggadaikannya. Dia tetap menjadi pemiliknya dan dia tetap berhutang “

Pada waktu jatuh tempo apabila rahin tidak mampu membayar hutangnya dan tidak mengizinkan murtahin menjual barang gadaiannya, maka hakim/pengadilan dapat memaksa pemilik barang membayar hutang atau menjual barangnya. Hasil penjualan apabila cukup dapat dipakai untuk menutup hutangnya, apabila lebih dikembalikan kepada pemilik barang tetapi apabila kurang pemilik barang tetap harus menutup kekurangannya.

22

Page 23: pegadaian proposaLKU

Dalam hal orang yang menggadaikan meninggal dan masih menanggung hutang, maka penerima gadai boleh menjual barang gadai tersebut dengan harga umum. Hasil penjualan apabila cukup dapat dipakai untuk menutup hutangnya, apabila lebih dikembalikan kepada ahli waris tetapi apabila kurang ahli waris tetap harus menutup kekurangannya atau barang gadai dikembalikan kepada ahli waris setelah melunasi hutang almarhum pemilik barang.

Dari ketentuan-ketentuan yang tersedia dapat disimpulkan bahwa barang gadai sesuai syariah adalah merupakan pelengkap belaka dari konsep hutang piutang antara individu atau perorangan. Konsep hutang piutang sesuai dengan syariat menurut Muhammad Akram Khan adalah merupakan salah satu konsep ekonomi Islam dimana bentuknya yang lebih tepat adalah al-qardhul hassan. Hutang piutang dalam bentuk alqardhul hassan dengan dukungan gadai (rahn), dapat dipergunakan untuk keperluan sosial maupun komersial. Peminjam mempunyai dua pilihan, yaitu : dapat memilih qardhul hassan atau menerima pemberi pinjaman atau penyandang dana (rabb al-mal) sebagai mitra usaha dalam perjanjian mudharabah.

Di dalam bentuk al-qardhul hassan ini hutang yang terjadi wajib dilunasi pada waktu jatuh tempo tanpa ada tambahan apapun yang disyaratkan (kembali pokok). Peminjam menanggung biaya yang secara nyata terjadi seperti biata penyimpanan dll., dan dibayarkan dalam bentuk uang (bukan prosentase). Peminjam pada waktu jatuh tempo tanpa ikatan syarat apapun boleh menambahkan secara sukarela pengembalian hutangnya.

Apabila peminjam memilih qardhul hassan, rabb al-mal tentu saja akan mempertimbangkannya apabila peminjam adalah pengusaha pemula dan apabila peminjam memilih perjanjian mudharabah maka terlebih dahulu harus disepakati porsi bagi hasil masing-masing pihak dimana posisi peminjam dana adalah sebagai mudharib.

Dalam kaitannya dengan keperluan komersial, tentunya peminjam bukanlah orang miskin karena dia mempunyai simpanan dalam bentuk harta tiak produktif (hoarding) yang dapat digadaikan. Dengan demikian fungsi dari gadai disini adalah mencairkan atau memproduktifkan (dishoarding) harta yang beku.

Dari uraian tersebut diatas, tidak tersurat sedikitpun uraian tentang lembaga gadai syariah sebagai perusahaan, mungkin karena pada waktu peristiwa itu terjadi belum ada lembaga gadai sebagai suatu perusahaan. Hal serupa juga terjadi pada lembaga hutang piutang syariah yang pada mulanya hanya menyangkut hubungan antar pribadi kemudian berkembang menjadi hubungan antara pribadi dengan bank.

Pengembangan hubungan antar pribadi menjadi hubungan antara pribadi dengan suatu bentuk perusahaan tentu membawa konsekuensi yang luas dan menyangkut berbagai aspek. Namun hendaknya tetap dipahami bahwa lembaga gadai adalah pelengkap dari lembaga hutang piutang. Hal ini juga mengandung arti bahwa hukum gadai dalam keadaan normal tidak merubah status kepemilikan. Baru apabila terjadi keadaan yang tidak normal, misalnya rahin pada saat

23

Page 24: pegadaian proposaLKU

jatuh tempo tidak mampu melunasi hutangnya maka bisa terjadi peristiwa penyitaan dan lelang oleh pejabat yang berwenang.

Keadaan tidak normal ini bisa merubah status kepemilikan sehingga berkembang menjadi jual beli tunai (tijari), jual beli tangguh bayar (murabaha), dan jual beli dengan pembayaran angsuran (baiu bithaman ajil).

Bagaimana konsepsi lembaga gadai syariah dalam suatu perusahaan tentunya tidak berbeda dengan lembaga gadai syariah dalam hubungan antar pribadi. Alternatif yang tersedia untuk lembaga gadai syariah juga ada dua, yaitu hubungan dalam rangka perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk al-qardhul hassan, dan hubungan dalam rangka perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk mudharabah.

Lembaga gadai syariah perusahaan bertindak sebagai penyandang dana atau rabb almal sedang nasabahnya bisa bertindak sebagai rahin atau bisa juga bertindak sebagai mudharib, tergantung akternatif yang dipilih. Aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan pada lembaga gadai perusahaan adalah aspek legalitas, aspek permodalan, aspek sumber daya manusia, aspek kelembagaan, aspek sistem dan prosedur, aspek pengawasan, dan lain-lain.

24

Page 25: pegadaian proposaLKU

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Metode penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

kualitatif. Adapun pengertian dari penelitian kualitatif adalah menurut Bagdan dan Taylor (1975)

seperti yang dikutip Lexy J. Moleong dalam bukunya ialah bahwa penelitian kualitatif adalah

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.

3.2. Penetapan Lokasi Penelitian

Adapun lokasi data penelitian ini adalah di wilayah dalam Kota Jambi.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang penulis butuhkan berdasarkan permasalahan maka penulis

menggunakan instrumen pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara

Adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Di

lakukan guna untuk memperoleh informasi dan keterangan langsung dari informan. Dalam hal

ini penulis mewawancarai pihak yang terkait yakni para masyarakat serta pihak lainnya yang

bisa membantu dalam melengkapi skripsi ini. Observasi, yakni memperhatikan secara akurat,

mencatat yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut.

Yang dilakukan guna untuk mengamati dan mencatat kondisi objek dengan melihat peran

mahasiswa pada perbankan. Telaah pustaka, berupa pengumpulan data dan informasi dari

25

Page 26: pegadaian proposaLKU

sumber tertulis yang memiliki hubungan dengan masalah yang sedang diteliti berupa buku,

majalah, koran, dan sebagainya.

2. Kuisioner

Adalah teknik pengumpulan data dengan cara membuat daftar pertanyaan sebelumnya

dan disampaikan kepada responden untuk mendapatkan jawaban.

3. Dokumentasi

Adalah proses pengumpulan data yang diambil dari dokumen-dokumen yang dimiliki

oleh kampus-kampus dan literature yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.

3.4. Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif.

Kuantitatif adalah metode penelitian yang menekankan pada pengujian

teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka

dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik.

3.5. Metode Analisa Data

Dalam penelitian ini digunakan perhitungan efisiensi bank syariah dari

sisi profit dengan menggunakan metode pendekatan alternative profit efficiency

sedangkan untuk perhitungannya menggunakan metode pendekatan

stochastic frontier approach (SFA) yang menghitung deviasi dari fungsi profit yang

diestimasi terlebih dahulu dengan profit frontiernya.

Alasan peneliti menggunakan pendekatan profit efficiency dengan metode

pendekatan stochastic frontier approach (SFA) adalah karena pendekatan profit

26

Page 27: pegadaian proposaLKU

efficiency lebih superior dibanding pendekatan cost efficiency dengan argumen

antara lain (Berger dan Mester; dalam Astiyah Siti dan Jardine A. Husman,

2006; 534) :

1. Profit efficiency telah memperhitungkan inefficiency dari kedua sisi input

maupun output. Sedangkan cost efficiency lebih ditekankan pada sisi input,

padahal inefisiensi dari sisi output kemungkinan bisa sama atau bahkan

lebih besar dari inefisiensi input.

2. Secara konsep ekonomi maka profit efficiency juga dapat lebih diterima.

Misalkan suatu bank harus mengeluarkan tambahan biaya sebesar Rp. a

untuk meningkatkan keuntungan sebesar Rp. b (dimana b>a) dan variabel

lain dianggap tetap, maka secara konsep ekonomi efisiensi profit lebih dapat

diterima daripada efisiensi biaya.

3. Cost efficiency pada dasarnya didasarkan pada cost minimum pada suatu level

output tertentu, padahal tingkat output tersebut belum tentu pada tingkat

output optimal. Sehingga jika ada perubahan output maka kemungkinan hal

ini juga akan mempengaruhi tingkat cost efficiency.

Selain alasan diatas, pemilihan metode ini terkait dengan jenis pasar

perbankan di Indonesia yang tidak dapat diklasifikasikan dalam pasar

persaingan sempurna tetapi lebih cenderung pada pasar persaingan tidak

sempurna.

Metode SFA ini dikembangkan oleh Aigner, Lovell, Schmidt (1977). Pada

metode ini, profit dari suatu bank dimodelkan untuk terdeviasi dari profit

27

Page 28: pegadaian proposaLKU

efficient frontier-nya akibat adanya random noise dan inefisiensi. Fungsi standar

stochastic profit frontier memiliki bentuk umum (log).

Pengujian Statistik

Uji Stasioneritas

Uji ini dilakukan untuk mendeteksi data apakah benar-benar bersifat

stasioner, karena ternyata data tidak stasioner berarti terdapat

ketidakstabilan model time series yang memungkinkan untuk dapat

menimbulkan gangguan autokorelasi pada model ekonometrik.

Uji Unit Root Augmented Dickey Fuller (Gujarati,2003:814 - 817)

Pengujian stasioner tidaknya data yang akan dianalisis, dilakukan dengan

mengunakan pengujian unit root. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah

sebagai berikut :

Misalnya model time series memiliki bentuk seperti :

(1) Yt = b1 Yt-1 + e 1t (tanpa intercept)

(2) Yt = a2 + b1 Yt-1 + e 1t (dengan intercept)

(3) Yt = a3 + b1 Yt-1 + c3t + e 1t (dengan intercept dan trend waktu)

Ho: b1= 0 (terdapat unit root, Variabel Y tidak stasioner)

H1: b1 ≠ 0 (tidak terdapat unit root, Variabel Y stasioner)

28

Page 29: pegadaian proposaLKU

Dengan menggunakan tabel Dickey Fuller yang sesuai dengan model time

series (2) , null hypothesis yang menyatakan adanya sifat stasioner dalam

model (2) akan ditolak apabila nilai t-statistik yang diperoleh berkaitan

dengan koefisien regresi model ini lebih kecil dari tabel dickey-fuller pada

tingkat signifikansi tertentu.

Uji Kointegrasi (Gujarati,2003:822-824; Koop,2000:156)

Uji ini dikembangkan berdasarkan adanya persepsi model data yang tidak

stasioner dapat terjadi kointegrasi jangka panjang antara tiap variabel yang

diuji. Uji ini disebut Engle-Granger Test dengan langkah :

Langkah Pertama :

Estimasi tiap parameter dari persamaan regresi dengan menggunakan

model Ordinary Least Square (OLS) dari X terhadapY dan peroleh nilai

residualnya.

Yt = α0 + α1 Xt1 + α2 Xt2 + ut

Langkah Kedua :

Lakukan uji stasioneritas (Unit Root Test) pada residual menggunakan ADF

critical value.

Apabila hipotesis Unit Root ditolak maka disimpulkan bahwa Y dan X

terkointegrasi dan apabila hipotesis unit root tidak ditolak, maka kointegrasi

tidak terjadi.

29

Page 30: pegadaian proposaLKU

Uji Koefisien Determinasi (R2) (Gujarati, 2003:81-87)

Uji ini digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model

yang dipakai. Koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukkan

besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari variabel-variabel bebas

yang menerangkan variabel tidak bebas atau angka yang menunjukkan

seberapa besar variabel tidak bebas dipengaruhi oleh variabel-variabel

bebasnya.

Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0 < R

<1), dimana nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan

baik karena semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel

tidak bebasnya.

Uji t-statistik (Gujarati, 2003: 129-133)

Uji t- statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari variabel –

variabel independen terhadap variabel dependennya. Pengujian ini dilakukan

dengan hipotesis:

H0 : βi = 0, variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebas

H1 : βi ≠ 0, variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya

Dengan menguji dua arah dalam signifikansi ½ , dan derajat kebebasan

(degree of freedom, df ) = n – k (n = jumlah observasi dan k = jumlah

parameter termasuk konstanta), maka hasil pengujian akan menunjukkan :

30

Page 31: pegadaian proposaLKU

H0 : diterima bila t-stat < t-tabel

H1 : ditolak bila t-stat > t-tabel

Uji F-statistik (Gujarati, 2003:254-259)

Pengujian ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh dari

semua variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel tidak bebasnya.

Hipotesa yang digunakan adalah :

Ho : β0 = β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = 0 , Semua variabel bebas

secara

bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

H1 : Salah satu βn ≠ 0 ,Semua variabel bebas secara bersama-sama

berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya

Dengan tingkat keyakinan = α dan df = (k-1) (N-k)

Hasil pengujian akan menunjukkan :

- Apabila nilai F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak ; artinya setiap

variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak

bebasnya.

- Apabila F-hitung F-tabel, maka Ho diterima ; artinya variabel bebas

secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

31

Page 32: pegadaian proposaLKU

Pengujian Alternatif Lag dengan Akaike Information Criterion (AIC) (Gujarati,

2003:537)

Dari beberapa model lag yang menjadi alternatif, harus diketahui lag mana

yang memberikan hasil estimasi terbaik . Dalam penelitian ini digunakan

Akaike Information Criterion (AIC) sebagai dasar pemilihan. Kriteria

Informasi ini telah telah umum digunakan dalam data time series untuk

menentukan lag yang tepat. AIC dirumuskan sebagai :

Dimana :

e = natural logaritma ( e ~ 2,7183)

n = Total jumlah observasi sampel

k = jumlah variabel dalam model, termasuk intercept

= sample Residual Sum of Square (RSS)

Dari beberapa model alternatif lag, masing-masing dihitung nilai AIC nya.

Semakin rendah angka perhitungan AIC semakin baik performance dari

model tersebut.

Pengujian Masalah dalam Regresi Linear

Masalah Multikolinier (Gujarati,2003:341-375)

Multikolinear menunjukkan gejala adanya hubungan linear atau

hubungan yang pasti diantara explanatory variabel (variabel penjelas) dalam

model regresi. Gejala ditunjukkan oleh beberapa faktor, namun yang paling

32

Page 33: pegadaian proposaLKU

mendukung penjelasan adanya multikolinier dalam model yaitu apabila nilai

R2 dari hasil regresi sangat tinggi namun sebagian besar explanatory

variabel tidak menjelaskan hubungan yang signifikan terhadap variabel yang

dijelaskan, melalui perbandingan antara nilai t-stat dan F-stat dengan t-tabel

dan F-tabel (Gujarati, 2003:354)

Karena pengukuran besarnya R2 dan jumlah t-stat signifikan bersifat

relatif, maka dilakukan pengujian tambahan dengan memperhatikan korelasi

parsial diantara regresor dalam bentuk matriks. Rule of Thumb dari

pengukuran ini adalah semakin tingginya nilai korelasi parsial sepasang

regresor, maka terdapat multikolinearitas (ibid, 355).

33

Page 34: pegadaian proposaLKU

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Ghafur Ansori,. Gadai Sariah di Indonesia, Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press, 2005.

2. Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung : CV. Diponegoro, 2003.

3. Ghufran Sofiyanah, Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah, Jakarta : RENAISAN

Anggota IKAPI, 2005.

4. Ibnn Rusdy, Bidaya al-Mujtahid, alih bahasa Imam Gazali Said, Jakarta: Pustaka Amini,

1991.

5. Imam al’ama Ibn Mandur, Lisan al-Arab, Beirut: Muassah Tarikh al-Arabi, 1999.

6. Imam Bukhari, Sahih Bukhari, Kutub al-Tis’ah (CD).

7. Muhammad Sholikul Hadi, Pegadaian Syariah, Jakarta : Salemba Diniyah, 2003.

8. Muhammad Syafi’i Antonio, Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa

Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

UI, 1997.

9. Prof. DR. H. Racmat Syafee’i, M.A.. Fiqih Muamalah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2001.

10. Sabiq, Sayyid, Fiqh us-Sunnah, Muhammad Sa‘eed Dabas, Jamal al-Din M. Zarabozo,

translators, Indianapolis, Ind., USA: American Trust Publications, c1985.

11. Susilo, Y. Sri, dkk. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat, 1999.

34