pbl blok 30 skenario 4

Upload: edwinda-desy-ratu

Post on 17-Oct-2015

119 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

forensik

TRANSCRIPT

Tinjauan Pustaka

Pemeriksaan Forensik pada Pembunuhan akibat Kekerasan Benda TajamEdwinda Desy RatuMahasiswa Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731Email: [email protected]

PendahuluanPengertian pengguguran kandungan menurut hukum ialah tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktunya dilahirkan, tanpa melihat usia kandungan. Juga tak dipersoalkan bayi hidup atau mati. Yang penting adalah saat dilakukan pengguguran, kandungan tersebut masih hidup.1Aborsi merupakan salah satu topik yang selalu hangat dan menjadi perbincangan di berbagai kalangan masyarakat, di banyak tempat dan di berbagai negara, baik itu di dalam forum resmi maupun forum-forum non-formal lainnya. Sebenarnya, masalah ini sudah banyak terjadi sejak zaman dahulu, di mana dalam penanganan aborsi, cara-cara yang digunakan meliputi cara-cara yang sesuai dengan protokol medis maupun cara-cara tradisional, yang dilakukan oleh dokter, bidan maupun dukun beranak, baik di kota-kota besar maupun di daerah terpencil.1Pertentangan moral dan agama merupakan masalah terbesar yang sampai sekarang masih mempersulit adanya kesepakatan tentang kebijakan penanggulangan masalah aborsi. Oleh karena itu, aborsi yang ilegal dan tidak sesuai dengan cara-cara medis masih tetap berjalan dan tetap merupakan masalah besar yang masih mengancam perempuan dalam masa reproduksi.Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini antara lain adalah:1 Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, perempuan simpanan, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik teknologi maupun hukum sampai saat ini, para dokter kini harus berhadapan dengan adanya hak otonomi pasien. Dalam hak otonomi ini, pasien berhak menentukan sendiri tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya, maupun berhak menolaknya. Sedangkan jika tidak puas, maka pasien akan berupaya untuk menuntut ganti rugi atas dasar kelalaian yang dilakukan dokter tersebut. Timbulnya berbagai pembicaraan dan undang-undang soal hak otonomi perempuan membuat hak atas diri sendiri ini memasuki area wacana soal aborsi, atau penentuan dari pihak perempuan yang merasa berhak juga untuk menentukan nasibnya sendiri terhadap adanya kehamilan yang tidak diinginkannya. Namun, bila dilihat dari sisi para pelaku pelayanan kesehatan ini, seorang dokter pada waktu lulus, sudah bersumpah untuk akan tetap selalu menghormati setiap kehidupan insani mulai dari saat pembuahan sampai saat meninggal. Karenanya, tindakan aborsi ini sangat bertentangan dengan sumpah dokter sebagai pihak yang selalu menjadi pelaku utama (selain para tenaga kesehatan baik formal maupun non-formal lainnya) dalam hal tindakan aborsi ini. Pengguguran atau aborsi dianggap suatu pelanggaran pidana.1

Aspek HukumMenurut kedokteran, abortus ada dua; yaitu abortus spontan dan abortus provokatus (terapeutik atau kriminalis). Yang termasuk dalam lingkup pengguguran kandungan menurut hukum adalah abortus provokatus kriminalis.2Secara rinci KUHP mengancam pelaku sebagai berikut:2 Wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh orang lain melakukannya (KUHP pasal 346, hukuman maksimal 4 tahun) Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya (KUHP pasal 347, hukuman maksimal 12 tahun; dan bila wanita tersebut meninggal, hukuman maksimum 15 tahun) Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizin wanita tersebut (KUHP pasal 348, hukuman maksimum5 tahun 6 bulan; dan bila wanita tersebut meninggal maksimum 7 tahun) Dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan kejahatan diatas (KUHP pasal 349, hukuman ditambah sepertiganya dan dicabut hak pekerjaannya. Barangsiapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan kandungan kepada anak dibawah usai 17 tahun/ dibawah umur (KUHP pasal 283, hukuman maksimum 9 bulan) Barangsiapa menganjurkan/ merawat/ memberi obat kepada seorang wanita dengan jarapan agar kandungannya gugur (KUHP pasal 299, hukuman maksimum 4 tahun) Barangsiapa menunjukkan secara terbuka alat/cara menggugurkan kandungan (KUHP pasal 535, hukuman maksimum 3 bulan).Negara-negara di eropa barat umumnta mengancam perbuatan pengguguran kandungan dengan hukum, kecuali bila atas indikasi medis. Amerika melarang pengguguran kandungan yang illegal yaitu selain dilakukan dokter di Rumah Sakit dengan prosedur tertentu. Jepang memperbolehkan abortus tanpa perbatasan. Negara eropa Timur, abortus boleh dilakukan oleh dokter di Rumah Sakit tanpa keharusan membayar biaya. Di jerman, usia 14 hari sampai 3 bulan boleh digugurkan dengan izin wanita tersebut, atas anjuran dokter, dan dilakukan oleh dokter.Dikenal 2 macam kasus abortus terapeutik, yaitu untuk kepentingan ibu (kepentingan medik wanita hamil), dan indikasi anak (kepentingan medik si janin), namun kedua macan indikasi ini belum diterangkan secara tuntas tentang batasan derajat resiko ibu dan anak yang digolongkan dalam cakupan indikasi. Bahkan kemudian muncul indikasi etis, yaitu pada kehamilan akibat pemerkosaan dan tindakan sejenisnya. Penggunaan indikasi sosial sama sekali tak dibenarkan.Durwald (1971) mengatakan bahwa ternyata semakin liberal peraturan tentang abortus, semakin sedikit kasus abortus yang terjadi di daerah tersebut.Kasus abortus di Indonesia jarang diajukan ke pengadilan akibat pelaku pengguguran juga pihak ibu yang sekaligus menjadi korban dan pelaku sehingga sukar mendapat laporan abortus. Umumnya diajukan bila terdapat komplikasi (si ibu sakit/ mati) atau dari keluarga (masalah izin).KUHP Bab XIX Pasal 229,346 349 berbunyi:2Pasal 229 KUHPBarang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.

Pasal 346 KUHPSeorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.Pasal 347 KUHP1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.Pasal 348 KUHP1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun enam bulan.2. Jika perbuatan ini mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.HR 1 November 1887Pengguguran dalam kandungan hanya dapat dipidana apabila pada waktu perbuatan itu dilakukan, kandungannya hidup. Undang-undang tidak mengenal suatu dugaan menurut hukum, darimana dapat disimpulkan bahwa ada kehidupan atau kepekaan hidup.HR 12 April 1898Untuk pengguguran yang dapat dihukum vide pasal-pasal 346-348 KUHP disyaratkan bahwa kandungan ketika perbuatan dilakukan masih hidup dan adalah tidak perlu bahwa kandungan itu mati karena pengguguran.Keadaan bahwa anak itu lahir hidup, tidak menghalangi bahwa kejahatan telah selesai dilakukan. Undang-undang tidak membedakan antara tingkat kehidupan kandungan yang jauh atau kecil, akan tetapi mengancam dengan hukuman pengguguran yang tidak tepat.

HR 20 Desember 1943Dari bukti-bukti yang dipakai oleh Hakim dalam keputusannya harus dapat disimpulkan bahwa wanita itu mengandung kandungan yang hidup dan bahwa terdakwa mempunyai niat dengan sengaja hendak menyebabkan pengguguran dan kematian.Pasal 349 KUHPJika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut dalam pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya. UU HAM, pasal 53 ayat 1(1): Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup & meningkatkan taraf kehidupannya.1

UU Kesehatan Pasal753(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; ataub. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

UU Kesehatan Pasal 76Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;b. b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dane. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

UU Kesehatan Pasal 77Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 77 dinyatakan sebagai berikut:Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yangberlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.Namun sayangnya didalam UU Kesehatan ini belum disinggung soal masalah kehamilan akibat hubungan seks komersial yang menimpa pekerja seks komersial.(3) Dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.UU Penghapusan KDRT, pasal 10 mengenai hak-hak korban pada butir (b): Korban berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.Di sini dicoba disimpulkan sesuatu & mempunyai persepsi dari pernyataan butir-butir pasal UU KDRT sebelumnya yang saling berkaitan:1. Pasal 2(a): Lingkup rumah tangga ini meliputi: Suami, isteri, anak.2. Pasal 5: Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumahtangganya dengan cara:a. Kekerasan fisikb. Kekerasan psikisc. Kekerasan seksuald. Penelantaran rumah tangga3. Pasal 8(a): Kekerasan seksual meliputi:a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.Dalam UU ini memang tidak disebutkan secara tegas apa yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis pada pasal 10, namun apabila dikaitkan dengan kekerasan seksual yang berefek pada kehamilan yang tidak diinginkan, maka korban diasumsikan dapat meminta hak atas pelayanan medis untuk mengakhiri kehamilannya, karena secara medis, korban akan mengalami stres ataupun depresi, & bukan tidak mungkin akan menjadi sakit jiwa apabila kehamilan tersebut diteruskan.

Dari uraian penyebab inilah mungkin didapatkan gambaran mengenai penggolongan aborsi yang akan dilakukan. Pada butir ke-5 sudah jelas dapat digolongkan pada aborsi terapetikus, sesuai dengan UU Kesehatan tentang tindakan medis tertentu yang harus diambil terhadap ibu hamil demi untuk menyelamatkan nyawa ibu. Butir ke-2 & 3, mungkin para ahli kesehatan & ahli hukum dapat memahami alasan aborsi karena merupakan hal-hal yang di luar kemampuan ibu, dimana pada butir ke 2, apabila bayi dibiarkan hidup, mungkin akan menjadi beban keluarga serta kurang baiknya masa depan anak itu sendiri. Namun keadaan ini bertetangan dengan UU HAM pasal 53 mengenai hak hidup anak dari mulai janin sampai dilahirkan, & pasal 54 mengenai hak untuk mendapatkan perawatan, pendidikan, pelatihan & bantuan khusus atas biaya negara bagi setiap anak yang cacat fisik & mental. Pada butir ke 3, kemungkinan besar bayi tidak akan mendapatkan kasih sayang yang layak, bahkan mungkin akan diterlantarkan ataupun dibuang, yang bertentangan dengan UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak mengenai hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang & berpartisipasi secara wajar sesuai dgn harkat & martabat kemanusiaan. Sedangkan bagi ibu yang merupakan korban pemerkosaan itu sendiri, hal ini merupakan keputusan yang kurang adil apabila kehamilan akibat perkosaan itu dilanjutkan, karena dia sendiri adalah korban suatu kejahatan, & pasti akan merupakan suatu beban psikologis yang berat. Sedangkan pada butir 1, 4, & 6, jelas terlihat adalah kehamilan diakibatkan oleh terjadinya hubungan seks bebas, yang apabila dilakukan tindakan aborsi, dapat digolongkan pada aborsi provokatus kriminalis bertentangan dengan KUHP Pasal 346-349 & UU Kesehatan pasal 133 tentang perlindungan anak.1

Dari penjelasan tersebut, didapatkan gambaran mengenai aborsi legal & ilegal. aborsi provokatus/buatan legal yaitu aborsi buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan, yaitu memenuhi syarat sebagai berikut:a. Berdasarkan indikasi medis yang kuat yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan;c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami ataupun keluarganya;d. Pada sarana kesehatan tertentu.

Setiap dokter pada waktu baru lulus bersumpah untuk menghormati hidup mulai sejak saat pembuahan, karena itu hendaknya para dokter agar selalu menjaga sumpah jabatan & kode etik profesi dalam melakukan pekerjaannya. Namun pada kehidupan sehari-hari, banyak faktor-faktor yang berperan, seperti rasa kasihan pada perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, faktor kemudahan mendapatkan uang dari praktik aborsi yang memakan biaya tidak sedikit ataupun faktor-faktor lainnya.1

Sejak abad 5 SM, Hipokrates sudah bersumpah antara lain bahwa ia tidak akan memberikan obat kepada seorang perempuan untuk menggugurkan kandungannya. Sumpah itu kemudian kemudian menjadi dasar bagi sumpah dokter sampai sekarang. Pernyataan Geneva yang dirumuskan pada tahun 1984 & memuat sumpah dokter antara lain menyatakan bahwa para dokter akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan. Pernyataan itu juga termuat dalam sumpah dokter Indonesia yang dirumuskan dalam PP no.26/1960. Sikap para dokter se-dunia terhadap pengguguran terutama dirumuskan dalam Pernyataan Oslo pada tahun 1970, yang terutama menyoroti hal pengguguran berdasarkan indikasi medis.Rumusan itu berbunyi sebagai berikut:11. Prinsip moral dasar yang menjiwai seorang dokter ialah rasa hormat terhadap kehidupan manusia sebagaimana diungkapkan dalam sebuah pasal Pernyataan Geneva: Saya akan menjujung tinggi rasa hormat terhadap hidup insani sejak saat pembuahan.2. Keadaan yang menimbulkan pertentangan antara kepentingan vital seorang ibu & kepentingan vital anaknya yang belum dilahirkan ini menciptakan suatu dilema & menimbulkan pertanyaan: Apakah kehamilan ini harusnya diakhiri dengan sengaja atau tidak?3. Perbedaan jawaban atas keadaan ini dikarenakan adanya perbedaan sikap terhadap hidup bayi yang belum dilahirkan. Perbedaan sikap ini adalah soal keyakinan pribadi & hati nurani yang harus dihormati.4. Bukanlah tugas profesi kedokteran untuk menentukan sikap & peraturan negara atau masyarakat manapun dalam hal ini, tetapi justru adalah kewajiban semua pihak mengusahakan perlindungan bagi pasien-pasien & melindungi hak dokter di tengah masyarakat.5. Oleh sebab itu di mana hukum memperbolehkan pelaksanaan pengguguran terapetis, atau pembuatan UU ke arah itu sedang dipikirkan, & hal ini tidak bertentangan dengan kebijaksanaan dari ikatan dokter nasional, serta dimana dewan pembuat undang-undang itu ingin atau mau mendengarkan petunjuk dari profesi medis, maka prinsip-prinsip berikut ini diakui:a. Pengguguran hendaklah dilakukan hanya sebagai suatu tindakan terapetis.b. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan seyogyanya sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.c. Prosedur itu hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten dalam instalasi-instalasi yang disetujui oleh suatu otoritas yang sah.d. Jika seorang dokter merasa bahwa keyakinan hati nuraninya tidak mengizinkan dirinya menganjurkan atau melakukan pengguguran, ia berhak mengundurkan diri & menyerahkan kelangsungan pengurusan medis kepada koleganya yang kompeten.6. Meskipun pernyataan ini didukung oleh General Assembly of The World Medical Association, namun tidak perlu dipandang sebagai mengikat ikatan-ikatan yang menjadi anggota, kecuali kalau hal itu diterima oleh ikatan itu.

Karenanya dihimbau bagi para dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya agar:1. Tindakan aborsi hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh minimal dua orang dokter yang kompeten & berwenang.3. Prosedur tersebut hendaknya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instansi kesehatan tertententu yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.4. Jika dokter tersebut merasa bahwa hati nuraninya tidak sanggup melakukan tindakan pengguguran, maka hendaknya ia mengundurkan diri serta menyerahkan pelaksanaan tindakan medis ini pada teman sejawat lainnya yang juga kompeten .5. Selain memahami & menghayati sumpah profesi & kode etik, para dokter & tenaga kesehatan juga perlu meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.

Kode Etik KedokteranSetiap dokter dibekali dengan suatu peraturan etika, yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang berisi tentang norma atau nilai-nilai yang sepatutnya dipatuhi dan dijalankan oleh seorang dokter. KODEKI inilah yang menjadi landasan setiap tindakan medis yang dilakukan seorang dokter serta mengatur hubungan antara dokter dengan pasien, lingkungan masyarakat, teman sejawat, dan diri sendiri. Jadi dalam makalah ini akan dibahas mengenai KODEKI & hubungannya dengan tindakan dokter dalam menghadapi pasiennya.3Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur hubungan manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah masyarakat yang diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang sama-sama kita akui sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural. Oleh karena itu dibuatlah Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang berdasar kepada Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/Pb/A.4 /04/2002 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang diuraikan sebagai berikut:3I. Kewajiban UmumPasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 8

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 9

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, & berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter/ kompetensi, atau yang melakukan penipuan/penggelapan, dalam menangani pasien

Pasal 10

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 11

Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 12

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 13

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

II. Kewajiban Dokter Terhadap PasienPasal 14

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 15

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 16

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 17

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

III. Kewajiban Dokter Terhadap Teman SejawatPasal 18

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 19

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

IV. Kewajiban Dokter Terhadap Diri SendiriPasal 20

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 21

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.

Prinsip Etika Moral Etika Kedokteran(9)Sifat hubungan dokter dan pasien di jaman sekarang sudah dikoreksi oleh para ahli etika kedokteran menurut pengalaman menjadi hubungan ficuiary (atas dasar niat baik dan kepercayaan), yaitu hubungan yang menitikberatkan nilai-nilai keutamaan (virtue etchics). Sehingga dibuatlah suatu aturan etika dalam dunia kedokteran yang dikenal sebagai bioetik.4 Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap atau perbuatan seorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa rules dibawahnya. Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama, yaitu:41. Prinsip Otonomi: Prinsip moral yang menghormati hak hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.2. Prinsip Beneficence: Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).3. Prinsip Non Maleficence: Prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm.4. Prinsip Justice: Prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam mendistribusikan sumber daya (Distributive Justice)Sedangkan aturan / rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien),dan fidelity (loyalitas dan menjaga janji).

Sumpah Kedokteran Indonesia (5)Sumpah Dokter Indonesia adalah sumpah yang dibacakan oleh seseorang yang akan menjalani profesi dokter Indonesia secara resmi. Sumpah Dokter Indonesia didasarkan atas Deklarasi Jenewa (1948) yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates. Lafal Sumpah Dokter Indonesia pertama kali digunakan pada 1959 dan diberikan kedudukan hukum dengan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1960. Sumpah mengalami perbaikan pada 1983 dan1993. Sumpah tersebut berbunyi:5DemiAllah, saya bersumpah bahwa:Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya;Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bermoral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya;Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter;Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran;Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan;Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial;Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.

Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam hukum kedokteran. Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.5

Aspek MedikolegalProsedur medikolegal yaitu tata cara prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelayanan kedokteran untuk kepentingan umum. Secara garis besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran. 2,3Lingkup prosedur medikolegal antara lain:21. Pengadaan Visum et Repertum2. Pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka3. Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan4. Kaitan Visum et Repertum dengan rahasia kedokteran5. Penerbitan surat keterangan kematian dan surat keterangan medik6. Fitness/kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidikKewajiban dokter untuk membuat keterangan ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (pasal 184 KUHAP).a. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahliMenurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli adalah penyidik. Penyidik pembantu juga mempunyai wewenang tersebut sesuai dengan pasal 11 KUHAP.b. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahliMenurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang menyangkut tubuh manuasia dan membuat keterangan ahli adalah dokter ahli kedokteran kehakiman (forensik), dokter dan ahli lainnya. Sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang pasal tersebut dikatakan bahwa yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli sedangkan yang dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.Secara garis besar, semua dokter yang telah mempunyai surat penugasan atau surat izin dokter dapat membuat keterangan ahli. Namun untuk tertib administrasinya, maka sebaiknya permintaan keterangan ahli ini hanya diajukan kepada dokter yang bekerja pada suatu instansi kesehatan (puskesmas hingga rumah sakit) atau instansi khusus untuk itu, terutama yang milik pemerintah.c. Prosedur permintaan keterangan ahliPermintaan keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis dan hal ini secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati. Jenasah harus diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan penyidik wajib memberitahukan dan menjelaskan kepada keluarga korban mengenai pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Mereka yang menghalangi pemeriksaan jenasah untuk kepentingan peradilan diancam hukuman sesuai dengan pasal 222 KUHP.d. Penggunaan keterangan ahliPenggunaan keterangan ahli atau dalam hal ini visum et repertum adlaah hanya untuk keperluan peradilan. Dengan demikian berkas keterangan ahli ini hanya boleh diserahkan kepada penyidik (instansi) yang memintanya. Keluarga korban atau pengacaranya dan pembela tersangka pelaku pidana tidak dapat meminta keterangan ahli langsung kepada dokter pemeriksa, melainkan harus melalui aparat peradilan (penyidik, jaksa atau hakim). Berkas keterangan hali ini tidak dapat digunakan untuk penyelesaian klaim asuransi. Bila dioerlukan keterangan, pihak asuransi dapat meminta kepada dokter keterangan yang khusus untuk hal tersebut, dengan memperhatikan ketentuan tentang wajib simpan rahasia jabatan.Kewajiban Dokter Membantu Peradilan2Pasal 133 KUHAP1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.1. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.1. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.Pasal 134 KUHAP21. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.1. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.1. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.Pasal 135 KUHAPDalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurul ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (2) dan Pasal 134 ayat (1) undang- undang ini.Pasal 179 KUHAP1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.1. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya2Pasal 183 KUHAPHakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.Pasal 184 KUHAP1. Alat bukti yang sah adalah:1. Keterangan saksi;1. Keterangan ahli;1. Surat;1. Petunjuk ;1. Keterangan terdakwa.1. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 185 KUHAP1. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.1. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.1. Keterangan beberapa saksi yang berdiri-sendiri tentang suatu kejadian atau suatu keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.1. Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi.1. Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, Hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan:1. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;1. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;1. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;1. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.1. Keterangan saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

Pasal 186 KUHAPKeterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.Pasal 187 KUHAPSurat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;1. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;1. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;1. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Pasal 65 KUHAPTersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang mempunyai keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.Pasal 66 KUHAPTersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.Pasal 180 KUHAP1. Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.1. Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.1. Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2)1. Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.

Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter 2Pasal 216 KUHP1. Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.1. Disamakan dengan pajabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.1. Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga.Pasal 222 KUHPBarang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.Pasal 224 KUHPBarang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus melakukannya: dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan. dalam perkara lain. dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.Pasal 522 KUHPBarang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. 1,2

Pemeriksaan Korba AbortusAnamnesisPada anamnesis, doketr harus melacak apakah tersangka pernah hamil atau melahirkan. Pertanyaan harus terarah agar dapat membantu pemeriksaan dan interpretasi hasil. Adapun beberapa pertanyaan seperti: kapan mens terakhir? Berapa lamakah siklusnta? Kapan menarche? Apakah punya pacar atau menikah? Apakah punya anak sebelumnya, berapa, dan umur terkecil? Serta hal-hal terarah lainnya.6

Pemeriksaan Medis1. Pemeriksaan fisikKeadaan umum tampak lemah atau menurun, tekanan darah menurun atau normal, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya hasil konsepsi. Rasa mules atau keram perut di simfisi sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.Pembesaran payudara akibat hamil yang terjadi pada ibu hamil adalah payudara tegang, areola menjadi lebih menonjol dan daerah sektar puting hiperpigmentasi. Hipertrofi alveoli payudara menyebabkan payudara bertambah besar dan noduler, vena halusnya pun semakin terlihat dibawah kulit.6Perubahan kulit berupa strech-mark akan muncul di payudara, perut, paha, dan pantat. Tanda ini berwarna merah muda pada waktu hamil namun mengecil keperakan setelah melahirkan.2. Pemeriksaan ginekologiPeriksa ada atau tidak tanda akut abdomen. Jika memungkinkan, cari sumber pendarahan, apakah dinding vagina, jaringan serviks, atau darah mengalir dari ostium.6a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada atu tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva.b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluat dari ostium, ada atau tidak cairan atau jarigan berbau busuk dari ostium.c. Colok vagina : porsio masik terbuka atau tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau tidak, nyeri porsio, atau nyeri pada daerah lain.Pada kasus abortus yang sudah lama terjadi atau abortus yang dilakukan oleh orang tak ahli sering infeksi dengan tanda demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus membesar dan lembek, nyeri tekan, leukositosis. Pada pemeriksaan abortus yang baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang dapat teraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus berukuran kecil dari seharusnya.Pada pemeriksaan ibu yang diduga aborsi, isaha dokter adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan menentukan cara pengguguran yang dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan spesialis kandungan. Pemeriksaan tes kehamilan masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan, dijumpai adanya colostrum pada peremasan payudara, nyeri tekan daerah perut, kongesti labia mayor, labia minor dan serviks. Tanda ini tak mudah diketahui pada kehamialn muda. Bila segera sesudah aborsi, mungkin dapat ditemukan sisa plasenta dengan pemastian pemeriksaan histopatologi, luka, peradangan, bahan-bahan tidak lazim dalam vagina, sisa bahan abortivum. Kini dapat dilakukan pemeriksaan DNA.6

Cara pembuktian kasus abortus: Menentukan apakah wanita tersebut hamil Mencari tanda-tanda cara abortus provokatus yang dilakuykan dengan mencari tanda kekerasa lokal, mencari tanda infeksi akibat alat tak steril, atau menganalisa cairan yang ditemukan pada vagina

3. Pemeriksaan LaboratoriumMemeriksa apakah wanita tersangka hamil atau tidak dengan pemeriksaan: darah lengkap, trombosit, fibrinogen, test urine, pemeriksaan pregnanediol, kadar prolaktin dalam serum, dan pemeriksaan USG.6Pada hasil curettage juga dapat dilakukan pemeriksaan, yang sangat penting adalah pemeriksaan darah untuk menentukan spesies dan golongan darah manusia. Tentukan apakah darah itu darah manusia atau hewan. Bila manusia, pastikan bahwa itu bukan darah mensturasi.Pemeriksaan yang dapat dilakukan:6a. Pemeriksaan mikroskopik dengan tujuan melihat sel darah merah. Untuk menetukan golongan spesies. Dan dapat dibedakan pula apakah darah wanita atau bukan dengan adanya barr body atau drum stik.b. Pemeriksaan kimiawi; pemeriksaan penyaringan darah dan oenentuan darah serta penentuan spesies. Pemeriksaan penyaringan darah dapat digunakan reaksi benzidin dan fenoflatin, dan jika positif akan berwarna merah muda dan memastikan darah manusia.Pemeriksaan hubungan antara hasil curratage dan tersangka dapat dilakukan dengan:7a. Penentuan golongan darah, dapat dilakukan dengan penetesan antiserum darah dan dilihat apakah terjadi aglutinasi atau tidak.b. Pemeriksaan test DNA, merupakan tes yang amat akurat 99,9%. Bahan sampel DNA dapat dipilih dari jaringan apa saja yang memiliki inti, kecuali sel darah merah.

Pada korban hidup perlu diperhatikan adanya tanda-tanda kehamilan misalnya perubahan payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik, dan sebagainya. Perlu dibuktikan adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia interna/ eksterna, daerah perut bagian bawah.7Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mengetahui adanya obat/ zat yang dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian kehamilan dengan kematian janin dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.7Temuan otopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus serta interval waktu antara tindakan abotus dan kematian.7Abortus yang dilakukan oleh ahli yang terampil mungkin tidak meninggalkan bekas, dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertainya mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal. Lagipula ada kemungkinan abortus dilakukan oleh wanita itu sendiri.7Pada pemeriksaan jenasah, teare (1964) menganjurkan pembukaan abdomen sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai penyebab kematian korban.7Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasanya sedangkan pemedahan jenasah, bila didapatkan cairan dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan toksikologi. Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi. Lakuikan pula tes emboli udara pada bvena kava inferior dan jantung.7Periksa alat-alat genitaliua interna apakah pucat, mengalami kengesti atau memar. Uterus diiris mendatar dengan jarak anat irisan 1cm untuk mendeteksi perdarahan yang berasal dari bawah.7Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologi. Ambil urin untuk tes kehamilan dan toksikologi dan pemeriksaan organ lain seperti pemeriksaan autopsi biasnaya.7Pada pemeriksaan mikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda kehamilan, kerusakan jaringan yang merupakan jejas/ tanda usaha penghentian kehamilan. Ditemukan sel radang PMN menunjukkan tanda intravitalis.7Tentukan pula umur janin/ usia kehamilan, karena sekalipun undang-undang tidak mempermasalahkan usia kehamilan, namun penentuan usia kehamilan kadang kala diperlukan oleh penyidik dalam rangka penyidikan perkara secara keseluruhan.6Tindakan Abortus ProvokatifAbortus provokatus yang dilakukan menggunakan berbagai cara selalu mengandung resiko kesehatan baik ibu atau janin. Seorang dokter perlu mengenali kelainan yang dapat timbul akibat berbagai macam cara yang digunakan untuk melakukan pengguguran kriminal agar benar-benar membantu penyidik.71. Kekerasan mekanik lokalDapat dilakukan dari luar maupun dalam. Kekerasan dari luar dapat dilakukan sendiri oleh ibu atau orang lain, seperti lakukan gerakan fisik berlebih, jatuh, pemijatan/ pengurutan perut bawah atau uterus, kekerasan langsung pada perut atau uterus, pengaliran listrik pada serviks, dan lain sebagainya. Kekerasan dari dalam dengan melakukan manipulasi vagina atau uterus misalnya dengan menyemprotkan air sabun, atau air panas pada porsio, aplikasi asam arsenik, kalium permangat pekat, atau jodium tinktur, pemasangan kateter serviks, atau manipulasi serviks dengan jari. Melakukan manipulasi dengan merobek selaput amnion, atau dengan penuntikan dalam uterus. Penyemprotan dapat menyebabkan emboli udara.72. Obat / zat tertentuRacun umum diharapkan membunuh janin namun ibu cukup kuat untuk bisa hidup. Pernah dilaporkan dengan tumbuhan yang mengandung minyak eter tertentu yang merangsang saluran cerna dan menimbulkan kolik abdomen, jamu perangsang uterus melalui hiperemia mukosa uterus. Hasil tergantung takaran obat, sensitivitas individu, dan keadaan kandungannya.Bahan-bahan itu ada yang terdapat dalam jamu peluntur, nanas muda, bubuk beras dicampur lada hitam, dan lainnya. Ada juga yang beracun seperti garam logam berat, laksan, dan lainnya. Atau bahan beracun seperti strichnin, prostigmin, pilokarpin, dikumarol, kina, dan lainnya. Kombinasi kina dan menolisin dnegan ekstrak hipofisis (oksitosin) ternyata sangat efektif. Akhir-akhir ini dikenal juga sitostatika (aminopterin) sebagai aborivum.7Komplikasi AbortusPenggunaan obat-obatan abortifasien sebenarnya tidak ada yang efektiof tanpa menimbulan gangguan pada ibu. Cara yang efektif adalah dengan manipulasi mekanik oleh tangan yang terampil. Penyulit yang mungkin timbul adalah:7 Pendarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uterus, sisa jaringa tertinggal, diatesa hemoragik dan lainnya, pendarahan dapat timbul segera setelah tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan. Komplikasi ini kini jarang menyebabkan kematian. Syok (renjatan) akibat refleks vasovagal atau neurogenik, komlikasi menyebabkan kematian yang mendadak. Diagnosa ini ditegakkan bila seluruh pemeriksaan dilakukan dan tak ada hasil. Emboli udara dapat terjadi pada tehnik penyemprotan cairan kedalam uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan, gelembung udara juga masuk ke uterus, sedangkan saat bersamaan sistem vena endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian. Jumlah 70-100 dapat mematikan dengan segera. Inhibisi vagus hampir selalu terjadi pada tindakan abortus tanpa anastesi pada ibu dalma keadaan stres, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan terlalu panas atau terlalu dingin. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk kedalamnya anastesi. Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histopatologik, dan toksikologi sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosa. Infeksi dan sepsis, komplikasi yang tidak segera timbul pasca tindakan tetapi ,memerlukan waktu Lain-lain seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan menggunakan aliran listrik lokal.7

Visum et RepertumRumah Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl.Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

PROJUSTITIAJakarta, 9 Januari 2013

VISUM ET REPERTUMNO: KF 24/VR/VIII/2013Saya yang bertanda tangan dibawah ini, dokter Edwinda Desy Ratu. Dokter padabagianforensik rumahsakit UKRIDA diJakartaatas permintaan dari kepolisian Resort Grogol dalam suratnya nomor/VeR/1/2011/LL/Res tertanggal 19 Desember 2013, maka dengan ini menerangkan bahwa, pada tanggal Sembilanbelas desember tahun dua ribu tiga belas pukul tiga sore Waktu Indonesia Barat, bertempat di RS UKRIDA,telah melakukan pemeriksaanatas tersangkadengannomorregistrasi 97011990 yang menurut surat tersebut adalah:Nama:NyonyaBelinda-------------------------------------------------------------------------------Jeniskelamin:Perempuan-------------------------------------------------------------------------------------Usia: 21 tahun-----------------------------------------------------------------------------------------WargaNegara: Indonesia---------------------------------------------------------------------------------------Alamat: duri kepa,Jakarta-----------------------------------------------------------------------------Hasil pemeriksaan1. DarianamnesispadaNyonyaB,harusditanyakanmengenaihariterakhirmenstruasi, lama menstruasi, menarche,sudah punya pacar/menikah------------------------------------2. Pada korban ditemukan : ------------------------------------------------------------------------------a. Dilihat daripemeriksaanfisikkeadaan umum tampak lemah/menurun,tekanan darah menurun/normal, denyut nadi normal/cepat dan kecil serta suhu badan normal/meningkat------------------------------------------b. Padapemeriksaan daerah kelamin didapatkanpendarahan. Disertai keluhan mules/keram perut di perut serta nyeri pinggang-------------------------------------c. Dilakukanpemeriksaanlaboratorium:Pemeriksaandarahdidapatkankadar darah yangrendah,pemeriksaangolongandarahadalahA,pemeriksaan hormonkehamilanpositif,pemeriksaanradiologikelihatanpermukaan keadaandindingrahim,pemeriksaanhasilcurettage;hasilpositifdarah manusia, golongan darah adalah A sesuai dengan wanita tersangka. Hasilpemeriksaan DNA terhadap jaringan serta wanita tersangka cocok.d. Pengobatan yang telahdi lakukan pemberian anti nyeri, dan vitamin K.3. Korban di pulangkan dalam keadaan yang baik---------------------------------------------------

KesimpulanPada korban perempuan ini yang berusia dua puluh satu tahun, berdasarkan hasil temuan yang telahdidapatkantanda-tanda kehamilan, pendarahan, dan keram perut. Seterusnya disimpulkan adanyakeguguranatau kematiankandungan pada wanita ini------------------------Demikian Visum et Repertum ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan mengingat sumpah jabatan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana-------------------------

Dokter Pemeriksa,

dr. Edwinda Desy Ratu

Daftar Pustaka1. Billi N. Aborsi menurut hukum di Indonesia. Diunduh dari: http://hukumkes.wordpress.com/2010/12/16/aborsi-menurut-hukum-di-indonesia/; 18 Desember 2013.2. Anonymous. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FK UI. 19943. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Kode Etik Kedokteran Indonesia. In: Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007. 49-51.4. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetika. In: Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. 2nd ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 29-32.5. Hanafiah J. Lafal Sumpah Dokter. In: Hanafiah J, Amir A. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1999. 5-14.6. Azhari.Masalahabortusdankesehatanreproduksiperempuan.BagianObstetri& GinekologiFKUNSRI/RSMH,Palembang.Diunduhdari: http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:uUzwQd5A2gwJ:digilib.unsri.ac.id/download/MASALAH%2520ABORTUS%2520DAN%2520KESEHATAN.pdf+tanda+abortus&hl=en&gl=id;19Desember 2013.7. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Pengguguran kandungan. Dalam: Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian kedokteran forensik fakultas kedokteran universitas indonesia. 1997. Hlm.159-64.

12