patient safety (uas f. epid).docx

48
UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH FARMAKOEPIDEMIOLOGI DOSEN PENGAMPU : Dr. VICTOR ANNY PURBA, PH.D, APT “PATIE NT SAFETY DI RUMAH SAKIT” JAMALUDIN AL J EF.

Upload: jamaludinaljef

Post on 17-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UJIAN AKHIR SEMESTERMATA KULIAH FARMAKOEPIDEMIOLOGIDOSEN PENGAMPU : Dr. VICTOR ANNY PURBA, PH.D, APT

PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT

JAMALUDIN AL J EF.

MAGISTER FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA2014PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mutu pelayanan di rumah sakit pada saat ini masih belum memadai. Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan. Mutu dalam pelayanan di rumah sakit berguna untuk mengurangi tingkat kecacatan atau kesalahan (Wijono, 1999).

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak awal tahun 1900 Institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses, dan outcome dengan berbagai macam program regulasi yang berwenang misalnya antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis dan lain sebagainya. Namun harus diakui, pada pelayanan yang berkualitas masih terjadi Kejadian Tidak Diduga (KTD) (Dep Kes R.I 2006).

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assament risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan analisis accident, kemampuan belajar dari accident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Dep Kes R.I, 2006).

Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena underlying disease atau kondisi pasien.

Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.

Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.

Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.

Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada. Patient safety merupakan transformasi kultural, dengan perubahan budaya yang diharapkan adalah : cultur safety, blame-free culture, reporting culture, dan learning culture sehingga diperlukan upaya transformasi yang menyangkut intervensi multilevel dan multi dimensi yang terfokus pada misi dan strategi organisasi, leadership style serta budaya organisasi.

Perubahan tidak bisa berjalan begitu saja, tetapi dimulai dengan pengenalan keuntungan dari perubahan tersebut, selanjutnya diciptakan suatu pola pikir melalui edukasi atau membekali pengetahuan pada staf agar tercipta persepsi yang sama. Edukasi melalui pelatian staf untuk keselamatan pasien tidak berhenti setelah selesai kegiatan pelatihan tetapi berlanjut hingga mereka kembali ke unit kerja. Untuk keperluan tersebut, maka pelatian keselamatan pasien (Patient Safety) di rumah sakit selayaknya ditindaklanjuti dengan monitoring dan evaluasi kenyataan yang ada di unit kerja pelayanan. B. TUJUAN PATIENT SAFETY

Membangun kesadaran terhadap keselamatan pasien serta terlaksananya implementasi keselamatan pasien dalam setiap kegiatan pelayanan di Rumah Sakit, meliputi :1)Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS2)Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;3)Menurunnya KTD di RS4) Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD.

Enam tujuan penanganan patient safety menurut (Joint Commission International): mengidentifikasi pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi secara efektif, meningkatkan keamanan dari high-alert medications, memastikan benar tempat, benar prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi resiko infeksi dari pekerja kesehatan, mengurangi resiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien.

BAB IIDISKRIPSI

A. Pengertian Patient Safety

Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.Patient safety adalah mengidentifikasi & mengontrol risiko yg dapat mencederai pasien, mencegah terjadinya cedera. bukan eufemisme Medical Error dan membuat asuhan pasien aman.

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.(Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 43 ayat (1) mewajibkan Rumah Sakit menerapkan standar keselamatan pasien.Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patien safety) adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman.Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.Standar keselamatan pasien tersebut menurut Pasal 43 ayat (2) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical error), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss).Untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit, Menteri Kesehatan menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.Komite Nasional tersebut merupakan organisasi nonstruktural dan independen dibawah koordinasi direktorat jenderal yang membidangi rumah sakit, serta bertanggung jawab kepada Menteri.

Keanggotaan Komite ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan atas usulan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Jumlahnya 11 orang yang terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, asosiasi perumahsakitan dan pakar perumahsakitan.Tugas Komite adalah memberikan masukan dan pertimbangan kepada Menteri Kesehatan dalam rangka penyusunan kebijakan nasional dan peraturan keselamatan pasien Rumah Sakit.Rumah Sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

B. RUMAH SAKIT

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.Dimana untuk menyelenggarakan fungsinya, maka Rumah Sakit umum menyelenggarakan kegiatan :a. Pelayanan medis b. Pelayanan dan asuhan keperawatanc. Pelayanan penunjang medis dan nonmedisd. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukane. Pendidikan, penelitian dan pengembanganf. Administrasi umum dan keuangan

Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah :a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit.b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatn.d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.

Tipe-Tipe Rumah Sakit Rumah Sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Di Indonesia, Rumah Sakit merupakan rujukan pelayanan kesehatan untuk Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), terutama upaya penyembuhan dan pemulihan, sebab Rumah Sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi penderita, yang berarti bahwa pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan Rumah Sakit untuk penderita rawat jalan dan rawat tinggal hanya bersifat spesifik atau spesialistik, sedangkan pelayanan yang bersifat non spesialistik atau pelayanan dasar harus dilakukan di Puskesmas. Berdasarkan fugsi dan tugas dari Rumah Sakit, Ada beberapa pembagian tipe-tipe Rumah Sakit berdasarkan kemampuan sebuah Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan medis kepada para pasiennya, yaitu:

a. Rumah Sakit tipe AMerupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan pelayanan Kedokteran Spesialis dan Subspesialis luas sehingga oleh pemerintah ditetapkan sebagai tempat rujukan tertinggi (Top Referral Hospital) atau biasa juga disebut sebagai Rumah Sakit Pusat. b. Rumah Sakit tipe BMerupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan pelayanan Kedokteran Spesialis dan Subspesialis terbatas. Rumah Sakit ini didirikan di setiap Ibukota Propinsi yang mampu menampung pelayanan rujukan dari Rumah Sakit tingkat Kabupaten. c. Rumah Sakit tipe CMerupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan pelayanan Kedokeran Spesialis terbatas. Rumah Sakit tipe C ini didirikan di setiap Ibukota Kabupaten (Regency hospital) yang mampu menampung pelayanan rujukan dari Puskesmas. d. Rumah Sakit tipe DMerupakan Rumah Sakit yang hanya bersifat transisi dengan hanya memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan Kedokteran Umum dan gigi. Rumah sakit tipe C ini mampu menampung rujukan yang berasal dari Puskesmas. e. Rumah Sakit tipe EMerupakan Rumah Sakit Khusus (spesial hospital) yang hanya mampu menyalenggarakan satu macam pelayan kesehatan kedokteran saja, misal: Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit Paru, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Kanker, Rumah Sakit Ibu dan Anak, dll.

BAB IIIPEMBAHASAN

A. ASPEK HUKUM TERHADAP PATIENT SAFETY

Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut :

UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit

1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum

a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009 : Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.

b. Pasal 32n UU No.44/2009 : Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.

c. Pasal 58 UU No.36/2009 :

1) Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.

2) ..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat. 2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit

a. Pasal 29b UU No.44/2009 : Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.

b. Pasal 46 UU No.44/2009 : Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.

c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009 : Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit

Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit

Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.

4. Hak Pasien

a. Pasal 32d UU No.44/2009 : Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional

b. Pasal 32e UU No.44/2009 : Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi

c. Pasal 32j UU No.44/2009 : Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan

d. Pasal 32q UU No.44/2009 : Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana

5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien

Pasal 43 UU No.44/2009 :

1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien

2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri

4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

B.ORGANISASI PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT

1. Penerapan Pasien Safety Dalam Menjamin Mutu Pelayanan

Mutu merupakan suatu produk yang diberikan dari pelanggan untuk memberikan kepuasan akan kebutuhan pelayanan penerima jasa secara berkesinambungan. Mutu adalah penentuan pelanggan berdasarkan pengalaman nyata terhadap pruduk dan jasa pelayanan, mengukur, mengharapkan, dan menggambarkan target yang bergerak pada pasar yang kompetitif. Mutu yang lebih tinggi memungkinkan untuk mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pekerjaan ulang, mengurangi kegagalan di lapangan, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi keharusan memeriksa dan menguji, meningkatkan hasil kapasitas, memberikan dampak utama pada biaya, dan biasanya mutu lebih tinggi biaya lebih sedikit. (Wijono, 1999).

Menurut Suprio (2008), Patient safety merupakan salah satu isu utama dalam pemberian mutu pelayanan kesehatan. Para pengembil kebijakan, memberi pelayanan kesehatan, dan konsumen menempatkan keamanan sebagai prioritas pertama mutu pelayanan. Patient safety merupakan sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar efisiensi pelayanan.

Menurut Suprio (2008), Usaha di organisasi pelayanan kesehatan di Indonesia dalam menerapkan pasien safety untuk usaha perbaikan mutu pelayanan ini berada pada level organisasi pelayanan kesehatan dengan berbagai kegiatan antara lain:

1. Meningkatkan peran para klinisi termasuk clinical leadership dalam patient safety2. Memberdayakan dan mendukung staf sarana pelayanan kesehatan untuk menerapkan patient safety dalam area kerja institusi3. Menetapkan indikator pasien safety dan standar pasien safety4. Mengidentifikasi dan mengurangi risiko pelayanan kesehatan melalui sistem koordinasi, pelaporan dan feedback yang efektif5. Mengatasi berbagai hambatan yang timbul dalam penerapan patient safety6. Mengembangkan diklat sarana pelayanan kesehatan dengan fokus kepada patient safety dan peningkatan kinerja pelayanan klinik7. Menetapkan mekanisme untuk mengadopsi secara cepat dari hasil penelitian ke praktik sehari-hari8. Melakukan komputerisasi instruksi pelayanan klinik untuk mengingatkan dan memberikan sinyal.

Sedangkan usaha perbaikan lingkungan organisasi pelayanan kesehatan dalam menerapkan pasien safety untuk usaha perbaikan mutu ini berada pada lingkungan luar organisasi pemberi pelayanan kesehatan dengan berbagai kegiatan antara lain:

1. Pengembangan kebijakan lisensi dan sertifikasi2. Mekanisme untuk mempelajari pengalaman dari berbagai pelayanan kesehatan dan industri lain3. Sistem rujukan antara pelayanan kesehatan tingkat primer, sekunder dan tersier4. Mengembangkan sistem informasi berbasis web bagi kepentingan konsumen dan sarana pelayanan kesehatan5. Memberikan materi dan motivasi patient safety dalam pendidikan dokter, perawat, bidan, dan tenaga klinis lainnya6. Peningkatan peran lembaga atau institusi penilai mutu eksternal dari sarana pelayanan kesehatan7. Adanya kontrol oleh lembaga pembiayaan pelayanan kesehatan.

C. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY

Pelaksanaan Patient safety meliputi

1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound- alike medication names)2. Pastikan identifikasi pasien3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar5. Kendalikan cairan elektrolit pekat6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang8. Gunakan alat injeksi sekali pakai9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial. 2. Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat(2) meliputi:

1. Hak pasien;2. Mendidik pasien dan keluarga;3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien;5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:

1. Hak pasienStandarnya adalahPasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).

Kriterianya adalah

1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD

2. Mendidik pasien dan keluargaStandarnya adalahRS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriterianya adalah:Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:

1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan. Standarnya adalahRS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.Kriterianya adalah:1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Standarnya adalahRS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.

Kriterianya adalah1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasienStandarnya adalah1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan 7 Langkah Menuju KP RS .2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS & KP.

Kriterianya adalah1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi4) Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasienStandarnya adalah1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriterianya adalah1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Standarnya adalah1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.

Kriterianya adalah1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada

3. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adilBagi Rumah sakit:Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluargaKebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insidenTumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insidenLakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP

Bagi Tim:Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insidenLaporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat

2. Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang KP di RS anda

Bagi Rumah Sakit:Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KPDi bagian-2 ada orang yang dapat menjadi Penggerak (champion) KPPrioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/ManajemenMasukkan KP dalam semua program latihan staf

Bagi Tim:Ada penggerak dalam tim untuk memimpin Gerakan KPJelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KPTumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah

Bagi Rumah Sakit:Struktur & proses manajemen risiko klinis & non klinis, mencakup KPKembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risikoGunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian terhadap pasien

Bagi Tim:Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen terkaitPenilaian risiko pd individu pasienProses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tersebut

4. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS

Bagi Rumah sakit:

Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS PERSI

Bagi Tim:Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien

Bagi Rumah SakitKebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien & keluargaPasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insidenDukungan, pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien

Bagi Tim:Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi insidenPrioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi insidenSegera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul

Bagi Rumah Sakit:Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebabKebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi

Bagi Tim:

Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insidenIdentifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut

7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan

Bagi Rumah Sakit:Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisisSolusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KPAsesmen risiko untuk setiap perubahanSosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSIUmpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden

Bagi Tim:Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih amanTelaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannyaUmpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan

Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah Sakit untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran KeselamatanPasien yang meliputi tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut:1. Ketepatan identifikasi pasien;2. Peningkatan komunikasi yang efektif;3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan6. Pengurangan risiko pasien jatuh.

Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan TujuhLangkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;2. Memimpin dan mendukung staf;3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;4. Mengembangkan sistem pelaporan;5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

Melalui penerapan tujuh langkah tersebut diharapkan hak pasien yang dijamin dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, terpenuhi. Hak tersebut antara lain untuk memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedural operasional serta layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.

Asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan menurut Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, wajib berperan serta dalam persiapan penyelenggaraan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

RUMAH SAKIT WAJIB MEMBENTUK TKPRS

Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 6 mewajibkan setiap Rumah Sakit membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh Kepala Rumah Sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien. TKPRS bertanggung jawab kepada Kepala Rumah Sakit. Keanggotaan TKPRS terdiri dari manajemen Rumah Sakit dan unsur dari profesi kesehatan di Rumah Sakit.Tugas TPKRS adalah :1. Mengembangkan program keselamatan pasien Rumah Sakit sesuai dengan kekhususan Rumah Sakit tersebut;2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien Rumah Sakit;3. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program keselamatan pasien Rumah Sakit;4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan Rumah Sakit untuk melakukan pelatihan internal keselamatan pasien Rumah Sakit;5. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta mengembangkan solusi untuk pembelajaran;6. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada Kepala Rumah Sakit dalam rangka pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit;dan7. Membuat laporan kegiatan kepada Kepala Rumah Sakit.

PELAPORAN INSIDEN, ANALISIS DAN SOLUSI

Sistem pelaporan insiden menurut Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit dilakukan di internal Rumah Sakit dan kepada Komite Naional Keselamatan Pasien Rumah SakitPada ayat (2) ditentukan, pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC dan KTC, dilakukan setelah analisis dan mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS.

Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak.Pelaporan tersebut ditujukan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming).Setiap insiden menurut Pasal 12 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu paling lambat 2x 24 jam sesuai format laporan yang ditentukan.TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang dilaporkan. TKPRS melaporkan hasil kegiatannya kepada Kepala Rumah Sakit.

Rumah Sakit menurut Pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit harus melaporkan insiden,analisis,rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai dengan format yang ditentukan.

Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini :

1. Put the focus back on safetySetiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.

2. Think small and make the right thing easy to do

Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.

3. Encourage open reporting

Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.

4. Make data capture a priority

Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.

5. Use systems-wide approaches

Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.

6. Build implementation knowledge

Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.

7. Involve patients in safety efforts

Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?

8. Develop top-class patient safety leaders

Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.

D. MENINGKATKAN KEAMANAN PADA HIGH-ALERT MEDICATIONS

Obat-obatan adalah salah satu bagian yang terpenting dalam penanganan pada pasien. Management dengan benar untuk memastikan dalam pasien safety. Seperti, potassium chloride (2 mEq/ml atau konsentrasi yang lebih), pothasium phosphate, Sodium chloride (0,9%) atau dengan konsentrasi lebih), dan magnesium sulfate (50% atau konsentrasi lebih). Kesalahan ini dapat juga muncul ketika angota staff tidak engan benar mengorientasikan ke unit perawatan pasien, ketika perawat kontrak dan digunakan dan tidak berorientasi dengan benar, atau selama keadaan gawat darurat.

High Allert MedicationHigh Allert Medication adalah Obat-obatan yang menyebabkan resiko tinggi memperburuk pasien ketika diberikan kesalahan dalam pengobatan. Namun kesalahan mungkin atau tidak mungkin lebih banyak dengan obat-obatan ini. (JCI, 2007)

PERENCANAAN PROAKTIF UNTUKMENGURANGI FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIGH-ALERT MEDICATIONS

Tipe obatFaktor Resiko UmumRencana Proaktif

Insulin1. Tidak ada system cek dosis1. botol-botol insulin dan heparin dicampur dan dijaga dalam kedekatan tertutup satu sama lainnya pada unit keperawatan.1. untuk unit-unit dalam order. (dapat dibingungkan dengan O, mudah overdosis 10x lipat).1. Angka kesalahan terjadi ke dalam cairan infus

1. Menetapkan sistem pengecekan yang mana satu perawat membuat preparat dosis dan perawat lainnya melakukan review terhadapnya.1. Menyimpan insulin dan heparin tidak berdekatan.1. Melakukan ejaan untuk setiap unit lebih baik daripada menyingkatnya1. Menetapkan sebuah sistem pengecekan yang independen untuk angka pompa infuse dan pengaturan konsentrasi.

Opiates dan narkotik1. Faktor resiko umum1. Narkotik parenteral disimpan sebagai stok dasar di area keperawatan.1. Hydromorphine dibingungkan dengan morphine1. Patient-controled analgesia (PCA) mengacaukan konsentrasi.1. Membatasi ketersediaan opium dan narkotik dalam stok dasar.1. Mengajarkan para staff tentang kemungkinan pencampuran hydromorphone dan morphine.1. Menyediakan Protocol peralatan PCA untuk dua kali cek obat, pengaturan pompa, dan dosis.

Penyuntikan potassium chloride/phosphate concentrate

1. Menyimpan concentrated potassium chloride/phosphate di luar farmasi.1. Mencampur tanpa persiapan dari potassium chloride/phosphate1. Reguests for unusual concentrations

1. Memindahakan potassium chloride/phosphate dari stok dasar.1. Memindahakan preparasi obat dan gunakan pra campuran komersial dari IV.1. Menetapkan standard an batasi konsentrasi obat.

Antikoagulan Intravena / Heparin

1. Factor resiko umum1. Konsentrasi dan total volume tidak terlabel dengan jelas.1. Botol multidosis1. botol-botol insulin dan heparin dicampur dan dijaga dalam kedekatan tertutup satu sama lainnya pada unit keperawatan.1. Menetapkan standar konsentrasi dan menggunakan premixed solutions1. Menggunakan botol single-dosis1. Memisahkan heparin dan insulin: pindahkan heparin dari top of medication carts

Sodium chlorine solutions di atas 0.9%

1. menyimpan sodium chloride solution di atas 0.9 % di atas nursing unit.1. Tersedianya banyak konsentrasi/formula1. Tidak ada sistem pengecekan dua kali.

1. Membatasi jalan masuk sodium chloride solutions di atas 0.9%: pindahkan solutions ini dari nursing unit.1. Membuat satandar dan batasan obat dan konsentrasi.1. Menyediakan protokol peralatan untuk double-check angka pompa obat, konsentrasi, dan garis tambahan.

(Joint Commission International, 2007).

Pada staf pendidik dapat dicegah Look-Alike, Sound Alike ErrorsMengajarkan staf untuk mencegah bunyi kedengarannya sama tetapi berbeda dengan menggunakan:1. Menuliskan dengan benar dan mengucapkan ketika mengkomunikasikan informasi dalam pengobatan. Buat pendengar tersebut mengulang kembali pengobatan tersebut untuk meyakinkan mereka mengerti dengan benar.1. Mengingatkan merek tersebut dan nama obat generik yang biasa diucapakan dan seperti terlihat.1. Memperhatikan potensial untuk kesalahan kesalahan pembagian ketika menambahkan obat1. Kelompokkan obat dengan kategori daripada dengan alpabet.1. Mengingatkan menempatkan dalam sistem komputer dan diatas label pada tempat pengobatan untuk tanda dokter, perawat, dan farmasi pada masalah yang potensial.1. Meliputi indikasi pada pengobatan dalam menolong farmasi mengidentifikasi masalah potensial.1. Melakukan check tempat atau label pengobatan selain label pasien sebelum memberikan dosis kepada pasien. (Joint Commission International,2007)

TINDAKAN ENAM TEPAT DALAM PEMBERIAN OBAT

1. Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan obat yang didiapkan diri sendiri.2. Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek hasil hitungan dosis dengan dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat.3. Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek tanggal kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit.4. Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien5. Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.6. Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat (Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997).

BAB VI

KESIMPULAN

Hal yang dapat kita simpulkan adalah bahwa untuk mewujudkan patient safety butuh upaya dan kerjasama berbagai pihak, pasien safety merupakan upaya dari seluruh komponen sarana pelayanan kesehatan, dan Apoteker memegang peran kunci untuk mencapainya.

REFERENSI

1. Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.

2. Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-33. Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia

4. Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005

5. Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.

6. Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program Patient Safety. Proceedings of National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.

7. Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of PAMJAKI meeting Kecurangan (Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007.