patient safety 1

21
PENDAHULUAN Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008). Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan yang dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa (WHO, 2009). Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia, satu untuk setiap 25 orang hidup (Haynes, et al. 2009).

Upload: rizka-fajri-anggraeni

Post on 17-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

Page 1: Patient Safety 1

PENDAHULUAN

 

Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan

oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Keselamatan pasien

adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta

mencegah  terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak

melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan

resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan

dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi

untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).

Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan

kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan untuk

menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan

yang dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa

(WHO, 2009). Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama lebih

dari satu abad perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di

seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh

dunia, satu untuk setiap 25 orang hidup (Haynes, et al. 2009).

Penelitian di 56 negara dari 192 negara anggota WHO tahun 2004 diperkirakan 234,2

juta prosedur pembedahan dilakukan setiap tahun berpotensi komplikasi dan kematian

(Weiser, et al. 2008). Berbagai penelitian menunjukkan komplikasi yang terjadi setelah

pembedahan. Data WHO menunjukkan komplikasi utama pembedahan adalah kecacatan dan

rawat inap yang berkepanjangan 3-16% pasien bedah terjadi di negara-negara berkembang.

Secara global angka kematian kasar berbagai operasi sebesar 0,2-10%. Diperkirakan hingga

50% dari komplikasi dan kematian dapat dicegah di negara berkembang jika standar dasar

tertentu perawatan diikuti (WHO, 2009).

Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya

memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu, rumah

sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar

tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang

baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien.

Selain itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat

Page 2: Patient Safety 1

beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak

dan keselamatan pasien.

Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas

medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan

pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang

keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis harus

memiliki pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan

pelayanan yang dapat menjaga keselamatan diri pasien.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: Patient Safety 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

A. PATIENT SAFETY DAN CLINICAL RISK MANAGEMENT

Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang dimaksud

dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu rumah sakit yang

memberikan pelayanan kepada pasien secara aman termasuk didalamnya pengkajian

mengenai resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi

untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Yang dimaksud dengan insiden

keselamatan pasien adalah keselamatan medis (medical errors), kejadian yang tidak

diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss).Menurut Institute of Medicine

(IOM), Patient Safety didefinisikan sebagai freedom from accidental injury. Accidental

injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai

rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari

melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil (omission). Accidental injury dalam prakteknya berupa kejadian

tidak diinginkan atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini

dapat disebabkan karena:

1. Keberuntungan

Contoh : pasien menerima suatu obat kontra indikasi, tetapi tidak timbul reaksi obat.

2. Pencegahan

Contoh : suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain

mengetahui dan membatalkannya sebelum obat tersebut diberikan.

3. Peringanan

Contoh : suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, tetapi diketahui secara dini

lalu diberikan antidotenya.

Resiko terjadinya kesalahan atau kecelakaan kerja saat memberikan pelayanan

kesehatan kepada pasien dapat diminimalisir dengan pengorganisasian risiko atau risk

management secara benar. Risk management tersebut meliputi :

1. Identifikasi risiko.

Page 4: Patient Safety 1

Bertujuan untuk mengidentifikasi konsekuensi serta kemungkinan risiko yang akan

terjadi  serta untuk membagi penanganan terhadap suatu risiko berdasarkan tingkat

prioritas atau kebutuhan.

2. Analisis risiko.

Bertujuan untuk menganalisis serta memisahkan risiko kecil yang dapat diterima

dengan risiko besar yang tidak dapat diterima. Selain itu, analisis risiko juga

bertujuan untuk mengumpulkan data yang dapat bermanfaat dalam proses evaluasi

dan perencanaan penanganan risiko.

3. Evaluasi terhadap risiko yang terjadi.

Bertujuan untuk membandingkan tingkat atau level dari suatu risiko yang ditemukan

dengan kriteria risiko yang tidak dapat dihindari. Hasil akhir dari tahap ini adalah

menyusun prioritas risiko sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang lebih

lanjut.

4. Penanganan terhadap risiko yang terjadi

Bertujuan untuk mengidentifikasi atau menentukan pilihan tindakan yang dapat

dilakukan untuk menangani suatu risiko, mengkaji pilihan tindakan tersebut,

merencanakan persiapan untuk penanganan risiko, dan melakukan pilihan tindakan

tersebut.

5. Pengamatan secara terus menerus

Bertujuan untuk menjamin atau memastikan bahwa pengorganisasian tindakan yang

telah direncanakan bermanfaat dan dapat mengontrol pelaksanaan dari penganganan

risiko tersebut.

 

B. STANDAR KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

Dalam melakukan prosedur perawatan pada pasien, terdapat tujuh standar

keselamatan. Standar ini mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang

dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois,

USA, tahun 2002. Tujuh standar tersebut adalah sebagai berikut.

1. Hak pasien

Standar : Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi

mengenai rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD

(Kejadian Tidak Diharapkan). Kriteria :

a. Harus ada dokter sebagai penanggung jawab pelayanan

b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

Page 5: Patient Safety 1

c. Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan

yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil

pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan

terjadinya kejadian tidak diharapkan.

2. Mendidik pasien dan keluarga

Standar : Rumah sakit harus mampu mendidik pasien dan keluarga mengenai

kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan

pasien dimana pasien berperan sebagai partner dalam proses pelayanan. Karena itu,

rumah sakit harus memiliki sistem dan mekanisme untuk mendidik pasien dan

keluarga mengenai kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga memiliki kemampuan

untuk :

a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur

b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit

f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standar : Rumah sakit  menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin

koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriteria :

a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh

b. Koordinasi pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan

sumber daya

c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi

d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4. Penggunaan metode-metode dalam peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi

dan program peningkatan keselamatan pasien

Standar : Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang

ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis

secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk

meningkatkan kinerja. Kriteria :

Page 6: Patient Safety 1

a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik sesuai

dengan ‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit’.

b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja

c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standar :

a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan

pasien melalui penerapan ‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien

Rumah Sakit.’

b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk mengidentifikasi

risiko keselamatan pasien dan program mengurangi kejadian tidak diharapkan.

c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi serta koordinasi antar

unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang

keselamatan pasien.

d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,

mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan

keselamatan pasien.

e. Pimpinan mengukur dan  mengkaji efektifitas kontribusinya dalam

meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

Kriteria :

a. Terdapat tim pendisiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

b. Tersedia program proaktif untuk mengidentifikasi risiko keselamatan dan

program meminimalkan insiden atau kejadian tidak diharapkan.

c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari

rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi.

d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden termasuk asuhan kepada

pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain, dan

penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan

insiden.

f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden.

g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan

antar pengelola pelayanan.

Page 7: Patient Safety 1

h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan.

i. Tersedia sasaran terukur, serta pengumpulan informasi menggunakan kriteria

objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan

keselamatan pasien.

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standar :

a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap

jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.

b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan

untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung

pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriteria :

a. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik

mengenai keselamatan pasien

b. Mengintegerasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice

training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

c. Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok guna mendukung

pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Standar :

a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi

keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan

eksternal.

b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria :

a. Tersedia anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen

untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan

keselamatan pasien.

b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk

merevisi manajemen informasi yang ada.

 

C. PATIENT SAFETY DALAM TINJAUAN HUKUM

Perlindungan kepentingan manusia merupakan hakekat hukum yang diwujudkan

dalam bentuk peraturan hukum, baik perundangan-undangan maupun peraturan hukum

Page 8: Patient Safety 1

lainnya. Peraturan hukum tidak semata dirumuskan dalam bentuk perundang-undangan,

namun berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh

perundangan-undangan. Undang-undang sebagai wujud peraturan hukum dan sumber

hukum formal merupakan alat kebijakan pemerintah negara dalam melindungi dan

menjamin hak-hak masyarakat sebagai warga negara.

UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 menyatakan pelayanan kesehatan yang aman

merupakan hak pasien dan menjadi kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan

pelayanan kesehatan yang aman (Pasal 29 dan 32). UU Rumah Sakit secara tegas

menyatakan bahwa rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Standar

tersebut dilakukan dengan cara melaporkan insiden, menganalisa dan menetapkan

pemecahan masalah. Untuk pelaporan, rumah sakit menyampaikannya kepada komite

yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri (Pasal 43). UU

Rumah Sakit juga memastikan bahwa tanggung jawab secara hukum atas segala

kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan berada pada rumah sakit bersangkutan (Pasal

46).

Organisasi untuk melindungi keselamatan pasien di rumah sakit lengkap karena

UU Rumah Sakit menyatakan pemilik rumah sakit dapat membentuk dewan pengawas.

Dewan pengawas yang terdiri dari unsur pemilik, organisasi profesi, asosiasi

perumahsakitan, dan tokoh masyarakat tersebut bersifat independen dan non struktural.

Salah satu tugas dewan adalah mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien. Pada

level yang lebih tinggi, UU Rumah Sakit juga mengamanatkan pembentukan badan

pengawas rumah sakit Indonesia. Badan tersebut bertanggung jawab kepada menteri

kesehatan dan berfungsi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap rumah

sakit. Komposisi badan tersebut terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi

perumahsakitan, dan tokoh masyarakat (Pasal 57).

Ketentuan mengenai keselamatan pasien juga diatur dalam UU Kesehatan No. 36

tahun 2009. Beberapa pasal yang berkaitan dengan keselamatan pasien dalam UU

Kesehatan tersebut adalah :

1. Pasal 5 ayat 2, menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

2. Pasal 19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan

segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.

Page 9: Patient Safety 1

3. Pasal 24 ayat 1, menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi

ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar

pelayanan, dan standar prosedur operasional.

4. Pasal 53 ayat 3, menyatakan pelaksanaan pelayanan kesehatan harus

mendahulukan keselamatan nyawa pasien.

5. Pasal 54 ayat 1, menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan

dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non

diskriminatif.

Selain itu, tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal 58 UU

Kesehatan No. 36 tahun 2009. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut :

1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,

dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau

kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi

tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan

kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

Tanggung jawab hukum rumah sakit terkait keselamatan pasien diatur dalamPasal

46 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009, dimana dikatakan bahwa rumah sakit

bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas

kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit. Selain itu, terdapat pula batas

tanggung jawab rumah sakit yang tertuang dalam UU Rumah Sakit Pasal 45 No. 44

tahun 2009. Pasal tersebut menyatakan bahwa :

1. Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau

keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian

pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.

2. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka

menyelamatkan nyawa manusia.

D. APLIKASI PATIENT SAFETY DI KAMAR OPERASI

Diperlukan pengkajian terhadap keselamatan pasien. Pengkajian tersebut meliputi

pengkajian dalam bidang Struktur, Lingkungan, Peralatan dan teknologi, Proses, Orang,

Budaya. Mengacu kepada enam bidang tersebut, maka aplikasi keselamatan pasien dapat

dilakukan pada tempat dan dengan standar aplikasi tersebut.

Page 10: Patient Safety 1

Kamar operasi adalah suatu unit khusus di dalam rumah sakit yang berfungsi

sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut. Secara

umum, lingkungan kamar operasi terdiri dari tiga area, yaitu :

1. Area bebas terbatas (unrestricted area). Pada area ini petugas dan pasien tidak

perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi.

2. Area semi ketat (semi restricted area). Pada area ini petugas wajib

mengenakan pakaian khusus  kamar operasi yang terdiri atas topi, masker, baju dan

celana operasi.

3. Area ketat atau terbatas (restricted area). Pada area ini petugas wajib

mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan melaksanakan prosedur

aseptik. Selain itu, petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap

yang berupa topi, masker, baju dan celana operasi.

Pelaksanaan atau aplikasi patient safety dalam kamar operasi dapat berupa hal

sebagai berikut :

1. Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah

dibersihkan.

2. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel pada alat tersebut agar

mudah dibaca.

3. Sistem pelistrikan harus aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk memusatkan

arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.

4. Air yang tersedia dalam kamar operasi harus bersih, yaitu air yang tidak berwarna,

tidak berbau, tidak berasa, tidak mengandung kuman pathogen, tidak mengandung

zat kimia, dan tidak mengandung zat beracun.

5. Setiap petugas medis yang akan melakukan tindakan operasi wajib mengenakan

pakaian khusus operasi.

6. Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aspetik, salah satu contohnya adalah

mencuci tangan.

Kejadian luka traumatis, kanker dan penyakit kardiovaskular terus meningkat.

WHO memprediksi bahwa dampak dari intervensi bedah pada sistem kesehatan

masyarakat akan juga terus tumbuh. Untuk alasan ini, WHO telah melakukan inisiatif

untuk upaya keselamatan bedah. Dunia Aliansi untuk keselamatan pasien mulai bekerja

pada Januari 2007 dan WHO mengidentifikasi tiga fase operasi yaitu sebelum induksi

anestesi ("sign in"), sebelum sayatan kulit ("time out"), dan sebelum pasien

Page 11: Patient Safety 1

meninggalkan ruang operasi ("sign out") (Cavoukian, 2009). Tiga fase operasi sebelum

seperti pada gambar dibawah ini:

1. Fase Sign InFase sign In adalah fase sebelum induksi anestesi koordinator secara

verbal memeriksa apakah identitas pasien telah dikonfirmasi, prosedur dan sisi

operasi sudah benar, sisi yang akan dioperasi telah ditandai, persetujuan untuk

operasi telah diberikan, oksimeter pulse pada pasien berfungsi. Koordinator dengan

profesional anestesi mengkonfirmasi risiko pasien apakah pasien ada risiko

kehilangan darah, kesulitan jalan nafas, reaksi alergi.

2. Fase Time OutFase Time Out adalah fase setiap anggota tim operasi

memperkenalkan diri dan peran masing-masing. Tim operasi memastikan bahwa

semua orang di ruang operasi saling kenal. Sebelum melakukan sayatan pertama pada

kulit tim mengkonfirmasi dengan suara yang keras mereka melakukan operasi yang

benar, pada pasien yang benar. Mereka juga mengkonfirmasi bahwa antibiotik

profilaksis telah diberikan dalam 60 menit sebelumnya.

3. Fase sign outFase Sign Out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang telah

dilakukan. Dilakukan pengecekan kelengkapan spons, penghitungan instrumen,

pemberian label pada spesimen, kerusakan alat atau masalah lain yang perlu

ditangani. Langkah akhir yang dilakukan tim bedah adalah rencana kunci dan

memusatkan perhatian pada manajemen post operasi serta pemulihan sebelum

memindahkan pasien dari kamar operasi (Surgery & Lives, 2008).

Kematian dan komplikasi akibat pembedahan dapat dicegah. Salah satu

pencegahannya dapat dilakukan dengan surgical safety checklist. Surgical Safety

Checklist adalah sebuah daftar periksa untuk memberikan pembedahan yang aman dan

berkualitas pada pasien. Surgical safety checklist merupakan alat komunikasi untuk

keselamatan pasien yang digunakan oleh tim profesional di ruang operasi. Tim

profesional terdiri dari perawat, dokter bedah, anestesi dan lainnya. Tim bedah harus

konsisten melakukan setiap item yang dilakukan dalam pembedahan mulai dari the

briefing phase, the time out phase, the debriefing phase sehingga dapat meminimalkan

setiap risiko yang tidak diinginkan (Safety & Compliance, 2012).

Telah dilakukan uji coba penggunaan surgical safety checklist di delapan rumah

sakit di dunia. Hasil penelitian di delapan rumah sakit menunjukkan penurunan kematian

dan komplikasi akibat pembedahan. Dari total 1750 pasien yang harus dilaksanakan

operasi dalam 24 jam (emergency) dibagi 842 pasien sebelum pengenalan surgical safety

Page 12: Patient Safety 1

checklist dan 908 pasien setelah pengenalan surgical safety checklist. Dari 842 pasien

yang belum diberikan pengenalan surgical safety checklist mendapat komplikasi

pembedahan 18,4% (N=151) dan setelah diberikan pengenalan surgical safety checklist

angka komplikasi menjadi 11,7% (N=102). Data kematian sebelum pengenalan surgical

safety checklist 3,7% menjadi 1,4% (Weiser, et al. 2010). Komplikasi bedah setelah

penggunaan surgical safety checklist secara keseluruhan turun dari 11% sampai 7%, dan

angka kematian menurun dari 1,5% menjadi 0,7% (Howard, 2011).

Beberapa penelitian tentang penggunaan SSCL menghasilkan:

1. Surgical safety checklist dapat menurunkan angka kematian dan komplikasi

(Robertson & Vijayarajan 2010 ; Latosinsky, et al. 2010) . Penelitian di negara

Amerika Serikat menunjukkan adanya penurunan angka komplikasi dari 11 %

menjadi 7% dan penggunaan antibiotik profilaksis yang meningkat dari 56% menjadi

83%, infeksi luka operasi (ILO) berkurang 33% sampai 88% (Baldrige & Quality,

2009).

2. Menurunkan surgical site infection dan mengurangi risiko kehilangan darah lebih

dari 500 ml. Penelitian Weiser menunjukkan angka infeksi luka operasi (ILO)

mengalami penurunan setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan SSCL.

Angka ILO turun dari 11,2% menjadi 6,6% dan risiko kehilangan darah lebih dari

500 ml turun dari 20,2% menjadi 13,2% (Weizer, et al. 2008).

3. Menurunkan proporsi pasien yang tidak menerima antibotik sampai insisi kulit. Vries

pada penelitiannya tentang 'a surgical Patient safety system" menghasilkan penerapan

SSCL pra operasi menghasilkan waktu yang lebih lama dari 23,9-29,9 menjadi 32,9

menit, akan tetapi jumlah pasien yang tidak menerima antibiotik sampai insisi kulit

menurun sebesar 6% (Vries, et al. 2009).

4. Fungsi yang paling umum adalah menyediakan informasi yang detail mengenai kasus

yang sedang dikerjakan, korfimasi detail, penyuaraan fokus diskusi dan pembentukan

tim (Lingard et al. 2005).

5. Penggunaan ceklist kertas merupakan salah satu solusi karena ceklist kertas dapat

disediakan dengan cepat dan membutuhkan biaya sedikit, selain itu ceklist kertas

juga dapat disesuaikan ukuran dan bentuknya sesuai dengan kebutuhan serta tidak

memerlukan penguasaan teknologi yang tinggi untuk mengisinya (Verdaasdonk et al.

2009).

 

Page 13: Patient Safety 1

III

PENUTUP

Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan

pelayanan pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian mengenai resiko,

identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan

untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta

meminimalisir timbulnya risiko. Pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga medis kepada

pasien mengacu kepada tujuh standar pelayanan pasien rumah sakit yang meliputi hak pasien,

mendididik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan,

penggunaan metode- metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program

peningkatan keselamatan pasien, peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan

pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan komunikasi merupakan kunci bagi staf

untuk mencapai keselamatan pasien. Selain mengacu pada tujuh standar pelayanan tersebut,

keselamatan pasien juga dilindungi oleh undang-undang kesehatan sebagaimana yang diatur

dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 serta UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009.

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien sudah seharusnya menunjang

keselamatan pada pasien karena proses keperawatan tersebut sangat berhubungan dengan

patient safety atau keselamatan pasien. Proses keperawatan tersebut meliputi proses

pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Jika terjadi kesalahan saat

menjalani salah satu proses keperawatan, maka kesalahan tersebut akan memungkinkan

timbulnya kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan pasien. Aplikasi

keselamatan pasien dapat diterapkan pada beberapa tempat yang terdapat di rumah sakit,

seperti kamar operasi, ICU, dan UGD. Aplikasi keselamatan pasien tersebut diterapkan

dengan memperhatikan sisi struktur, lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang, dan 

budaya.