bab ii patient safety

Upload: adhitya-phemaw-rahadi

Post on 10-Jul-2015

261 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

1. Keselamatan/ safety adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard). (KKPRS,2007) 2. Bahaya/ Hazard adalah suatu keadaan, perubahan atau tindakan yang dapat meningkatkan risiko pasien (KKP-RS,2007) 3. Harm/ Cedera adalah dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan fungsi tubuh dapat berupa fisik, psikologis dan sosial. Yang termasuk Harm/ Cedera adalah : Penyakit, Cedera fisik/ Psikologis/ Sosial, Penderitaan, Cacad, dan kematian. a. Penyakit / Disease : Disfungsi fisik atau psiskis b. Cedera/ injury : kerusakan jaringan yang diakibatkan agent / keadaan. c. Penderitaan/Suffering : Pengalaman/ gejala yang tidak

menyenangkan termasuk nyeri, malaise, mual, muntah, depresi, agitasi, dan ketakutan. d. Cacad/ Disability : Segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi tubuh, keterbatasan aktifitas dan atau restriksi dalam pergaulan social yang berhubungan dengan harm yang terjadi sebelumnya atau saat ini. (KKP-RS,2007) 4. Keselamatan Pasien / Patient Safety adalah Bebas, bagi pasien dari harm/cedera (penyakit, cedera fisik, psikologis, sosial, penderitaan, cacad, kematian dan lain lain) yang tidak seharusnya terjadi atau cedera yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan. (KKP-RS,2007) 5. Keselamatan Pasien Rumah Sakit/ Hospital Patient Safety Suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.Hal ini termasuk: asesmen risiko ; identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

7

dengan risiko pasien; pelaporan dan analisis insiden ;kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. (KKP-RS, 2007) 6. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse event adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan medis atau tidak mengambil tindakan yang sharusnya di ambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah. (KKP-RS, 2007)

2.2 Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah

sakit

membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. (DepKes, 2006) Tujuan dari keselamatan pasien : 1. 2. Tercipta budaya keselamatan pasien di rumah sakit Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. 4. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit Terlaksananya program program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak di harapkan. (DepKes, 2006)

8

2.3 Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit

1. Bangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien 2. Pimpinan Dan Dukung Staf Anda 3. Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko 4. Kembangkan Sistem Pelaporan 5. Libatkan Komunikasi Dengan Pasien 6. Belajar Dan Berbagi Keselamatan Dengan Pasien 7. Cegah Cedera Melalui Implementasi sistem Keselamatan Pasien

2.4 Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada Joint Commision on Accreditation of Health Organizazions, lllinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumah sakitan Indonesia. Standar Keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu : 1. Hak pasien 2. Mendidik pasien dan keluarga 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan 4. Penggunaan metoda- metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

9

Standar I. Hak Pasien Standar : Pasien dan keluarga memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan

Kriteria 1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan 2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan 3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga Standar : Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria : Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkakan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Oleh karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat : 1 2 3 4 5 6 Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga. Mengajukan pertanyaan- pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan. Memahami intruksi dan menghormati peraturan rumah sakit. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

10

7

Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III Keselamaatan pasien dan kesinambungan pelayanan Standar Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria : 1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan

pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit. 2. Terdapat koordinasi peayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara kesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar. 3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,

pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya. 4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapai proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Standar IV

Penggunaan metoda- metoda peningkatan kinerja untuk

melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien. Standar Rumah sakit harus mendesign proses atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

11

Kriteria 1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan ( design) yang baik, mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor- faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit 2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, menjemen risiko utilisasi, mutu pelayanan, keuangan. 3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi. 4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

Standar V Peranan kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien Standar 1 Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 2 Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi kejadian tidak diharapkan. 3 Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan induvidu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien. 4 Pimpinan mengalokasikan sumber daya adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.

12

5

Pimpinan

mengukur

dan

mengkaji

efektifitas

kontribusi

dalam

meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria 1. 2. Terdapat tim antara disiplin untuk mengelola keselamatan pasien. Tersedia program proaktif untu identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis- jenis kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari Kejadian Nyaris Cedera (near miss) sampai kejadian KTD. 3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien. 4. Terdedia prosedur cepat- tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis. 5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyedian informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah (RCA) kejadian nyaris cedera (near miss) dan kejadian Sentinel pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan. 6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai insiden , misalnya menangani kejadian Sentinel (Sentinel Event) atau keadaan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian Sentitel 7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antara pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin. 8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja umah skakit dan peerbaikan keselamatan asien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan terhadap sumber daya tersebut.

13

9.

Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

Standar VI Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien Standar : 1 Rumah Sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas. 2 Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang

berkelanjutan untuk meningkatkan dan pemeliharaan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi untuk staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriteria 1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing- masing. 2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden. 3. Setiap rumah sakit harus menyelenggaakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (team work) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kobaloratif dalam rangka melayani pasien

Standar VII. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staff untuk Mencapai Keselamatan Pasien Standar 1 Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manejemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi eksternal dan internal.

14

2

Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat

Kriteria 1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal hal terkait dengan keselamatan pasien. 2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada. (DepKes, 2006)

2.5 Nine Patient Safety Solution

Untuk membangun keselamatan pasien dapat diterapkan dengan mengikuti pernyataan Sir Liam Donaldson, Chairman WHO World Alliance for Patient Safety pada tanggal 2 mei 2007 ketika meresmikan Nine Saving Patient Safety Solutions di WHO Collaboratimg Canter for Patient Safety : Patient Safety is now recognized as a priority by health systems around the world. Keselamatan pasien sudah diakui sebagai suatu prioritas dalam pelayanan kesehatan(KKP-RS, 2007). Untuk itu agar dapat membangun budaya keselamatan pasien yang terfokus, ada baiknya dilakukan penerapan melalui program spesifik sebagaimana yang direkomendasikan oleh WHO. Secara khusus, WHO merekomendasikan kebijakan mengenai keselamatan pasien melalui Nine Saving Patient Safety Solution : ( WHO, 2000) 1. Penggunaan nama obat yang terdengar mirip dan berbentuk mirip, 2. Identifikasi pasien, 3. Komunikasi selama proses serah terima pasien (hand over), 4. Prosedur benar pada posisi tubuh yang benar, 5. Pengendalian konsentrasi cairan elektrolit, 6. Akurasi pemberian obat pada proses transisi, 7. Mencegah kesalahan koneksi kateter dan Tubing, 8. Penggunaan jarum suntik sekali pakai, 9. Higiene tangan untuk mencegah infeksi nasokomial.

15

Berikut ini adalah penjelasan mengenai rekomendasi Nine Saving Patient Safety Solution yang di keluarkan oleh WHO 2000 :

A. PENGGUNAAN OBAT YANG BERNAMA DAN BERBENTUK MIRIP

Keberadaan nama-nama obat yang seringkali membingungkan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kesalahan dalam pengobatan dan telah menjadi kekhawatiran dunia. Kesalahan biasanya terjadi dikarenakan tulisan tangan yang tidak terbaca, ketidak tahuan akan nama obat, produk baru yang baru saja dipasarkan, pengemasan dan pelabelan yang hampir sama, kandungan bahanbahan kimia yang hampir sama dengan kekuatan, dosis dan frekuensi pemberian yang berdekatan serta kegagalan para manufacturer juga pengawas peraturan untuk menyadari potensi kesalahan yang mungkin terjadi dan menemukan cara yang tepat menghadapi masalah ini, baik dengan non-paten maupun merk terdaftar sebelum menerima produk baru. Dengan meminta pemesanan obat dan resep yang di dalamnya tertulis merk dan nama non-patennya, dosis obat, kekuatan obat, petunjuk dan indikasi penggunaan dapat sangat membantu dalam menghindari terjadinya kesalahan obat-obatan (look alike sound alike/LASA). Selalu mengulang kembali untuk mengklarifikasi pesanan dan meningkatkan komunikasi dengan pasien adalah cara lain untuk mengurangi resiko terjadinya kesalahan. Rekomendasi-rekomendasi lain yang bertujuan untuk meminimalisir kekeliruan nama termasuk juga membuat sebuah analisis periodik nama-nama produk baru, memisahkan secara fisik obat-obat yang namanya terlihat dan terdengar sama (look alike sound alike/LASA) di semua tempat penyimpanan, termasuk yang sudah bermerk maupun non-paten dalam pemesanan obat untuk persediaan; dan menggunakan penulisan tall man, contohnya DOPamine vs DoBUTamine untuk menekankan perbedaan nama obat. Training dan pendidikan profesional dalam perawatan kesehatan yang menekankan pada obat-obat LASA serta resiko yang cukup besar untuk kesalahan pengobatan yang dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan bagi para perawat profesional merupakan salah satu faktor kegagalan mendefinisikan

16

masalah yang ada. Dengan menerapkan langkah-langkah yang telah dipaparkan, organisasi kesehatan akan dapat mengurangi resiko terjadinya kesalahan pengobatan yang diakibatkan oleh nama-nama obat LASA.

TINDAKAN YANG DIANJURKAN 1. Memastikan bahwa organisasi-organisasi kesehatan mengidentifikasi dan mengatur secara aktif resiko-resiko yang berkaitan dengan nama-nama obat yang sering tertukar, dengan cara: a. Mengecek kembali obat-obatan LASA yang digunakan dalam organisasi mereka secara berkala tiap tahun. b. Melaksanakan protokol klinis yaitu: - Mengurangi pemesanan verbal dan pemesanan melalui telepon. - Menekankan pentingnya untuk membaca label yang tertera dengan seksama setiap kali menerima obat dan sebelum diberikan daripada mengandalkan pengamatan visual, lokasi ataupun petunjuk lainnya yang kurang detail. - Menekankan perlunya pengecekan kegunaan obat yang telah diresepkan dan sebelum memberikan obat, cek kembali diagnosa aktif yang sesuai dengan indikasi. - Masukkan nama non-paten dan merk obat pada setiap pemesanan dan label obat, dengan nama non-paten ditulis lebih jelas atau dekat dengan huruf yang lebih besar daripada merk obat. c. Menciptakan strategi-strategi untuk menghindari kekeliruan atau kesalahpahaman yang diakibatkan penulisan resep atau pesanan obat yang tidak terbaca, termasuk: - Meminta print out obat dan dosisnya - Menekankan perbedaan nama obat menggunakan metode-metode seperti penulisan tall man d. Menyimpan data-data obat di lokasi terpisah atau secara tidak berurutan seperti sesuai dengan nomor lemari, di rak atau di alat penyalur otomatis.

17

e. Menggunakan tekhnik-tekhnik seperti huruf tebal dan perbedaan warna untuk mengurangi kekeliruan yang berhubungan dengan penggunaan nama-nama obat LASA pada label, lemari dan rak penyimpanan, layar computer, alat penyalur otomatis, dan data-data administrasi pengobatan atau pemberian obat. f. Mengembangkan strategi-strategi yang melibatkan para pasien dan keluarga mereka dalam mengurangi resiko melalui: - Memberikan pasien dan keluarga mereka informasi tertulis tentang obat yang dikonsumsi, termasuk indikasi-indikasinya, nama ilmiah dan merk obat serta efek samping yang mungkin terjadi - Menciptakan strategi yang bisa membantu pasien yang

penglihatannya kurang, berbeda bahasa dan pengetahuan tentang kesehatannya kurang. - Menyediakan data-data untuk pengecekan oleh apoteker tentang obat-obat yang disalurkan dengan pasien untuk mengkonfirmasi indikasi-indikasi dan hasil yang diharapkana, terutama ketika menyalurkan obat yang diketahui memiliki nama bermasalah. g. Memastikan seluruh langkah-langkah dalam proses manajemen obat dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi kualifikasi dan

berkompeten di bidangnya. 2. Memasukkan pengetahuan tentang obat-obatan LASA ke dalam kurikulum pendidikan, orientasi belajar dan terus melanjutkan pengembangan kesehatan professional bagi para pekerja professional. 3. Memastikan bahwa setiap organisasi bertanggung jawab dalam usaha mendapatkan obat: a. Dengan memperhatikan masalah kesamaan nama/tulisan dan uji coba penggunaan dalam proses penerimaan produk baru. b. Menyadari bahwa sebuah merk bisa saja diasosiasikan dengan obat yang berbeda di Negara lain.

18

4. Mendukung usaha menaikkan standar keselamatan pasien dalam penamaan obat dan pengeliminasian nama-nama obat LASA melalui partisipasinya dalam badan pengawas standar dan peraturan nasional dan internasional. 5. Bekerjasama dengan badan-badan internasional menciptakan: a. Konvensi dunia pemberian nama obat. b. Pengecekan nama-nama obat yang sudah ada agar kekeliruan yang mungkin terjadi dengan nama obat baru dapat dihindari sebelum sebuah obat mendapatkan pengesahan. c. Menetapkan standar (contoh : berdasar pada zat yang terkandung dalam obat) d. Strategi untuk memfokuskan pengawasan pada obat baru. dan industry untuk

KETERLIBATAN PASIEN / KELUARGA PASIEN Memberitahu,menginstruksikan, dan meningkatkan kewaspadaan baik pasien, keluarga maupun kerabat pasien tentang kemungkinan terjadinya masalah yang menyangkut obat-obatan yang terdengar atau terlihat sama (LASA) serta cara untuk menghindarinya. Sebagai contoh: dengan mengajarkan cara membaca penulisan tall man yang tertera pada label obat. Mendorong pasien dan keluarga untuk mengerti nama-nama obat non-paten sebagai kunci utama untuk mengidentifikasi produk pengobatan bagi mereka. Menginstruksikan pasien untuk memberi tahu perawatnya agar senantiasa waspada kapanpun obat terlihat sedikit berbeda dengan apa yang biasa dikonsumsi pasien. Mengingatkan bahayanya kesalahan pembelian obat dari internet yang menyangkut kekeliruan nama obat. Menghimbau pasien untuk mencari info sebanyak-banyaknya tentang obatobatan LASA baik dari apotek terdekat maupun dari sumber lain serta kesalahan pengobatan yang sering terjadi dan cara menghindarinya.

19

KENDALA YANG DIHADAPI Produksi dan pemasaran obat-obat LASA yang terus berjalan. Penulisan resep sendiri dan ketidakmauan untuk menyesuaikan dengan formula yang lebih dibatasi. Penyuluhan yang rumit yang seharusnya bisa membantu menyalurkan info pada pasien dan praktisi. Biaya yang mahal untuk pengaplikasian teknologi pencatatan baru. Peraturan yang berbeda-beda mengenai farmasi di setiap Negara. Tantangan bahasa diantara para tenaga asing di Negara yang menggunakan bahasa utama yang berbeda. Kurangnya sumber daya untuk mengimplementasikan teknologi pendukung seperti halnya CPOE Perluasan industry dengan penggunaan merk pengemasan. Peningkatan pengembangan kombinasi produk berkekuatan tinggi dengan kandungan zat-zat yang biasa digunakan. Kurangnya penguasaan metode standar penulisan tall man. Pengaturan merk secara sistematis dibandingkan sesuai nama ilmiahnya. Tekanan pada pihak pemasaran oleh perusahaan farmasi untuk memasarkan merknya. Ketidakpedulian pengawas kesehatan dan para professional untuk mendorong penggunaan nama non-paten. Kemungkinan apabila nama ilmiah dipromosikan, pasien akan mendapatkan kualitas obat yang lebih rendah saat obat generik, yang biasa dipasarkan di bawah nama non-paten, dimasukkan ke dalam sebuah merk. Jumlah penelitian, data dan rasio ekonomi yang kurang secara umum mengenai analisis keuntungan atau pengembalian investasi untuk

mengimplementasikan rekomendasi yang telah diajukan.

20

B. IDENTIFIKASI PASIEN

TINDAKAN YANG DIANJURKAN: 1. Memastikan bahwa organisasi kesehatan memiliki system yang

mengedepankan: a. Penekanan tanggung jawab utama para pekerja kesehatan untuk mengecek identitas pasien dan memasangkan pasien yang tepat dengan perawatan yang tepat (contoh: hasil lab, specimen, prosedur) sebelum perawatan tersebut diberikan. b. Mendorong penggunaan setidaknya 2 data diri ( contoh: nama dan tanggal lahir ) untuk memastikan identitas pasien saat pendaftaran pertama atau saat dipindahkan ke rumah sakit atau tempat perawatan lain sebelum perawatan dilakukan. Sebaiknya nomor kamar pasien tidak dimasukkan sebagai salah satu data yang dapat digunakan pada gelang pengenal. c. Menetapkan standar pendekatan dalam hal identifikasi pasien diantara fasilitas kesehatan yang berbeda yang terdapat dalam 1 sistem kesehatan. Contohnya, penggunaan gelang pengenal warna putih dengan pola standar atau spidol dan didalamnya tertulis informasi spesifik seperti nama dan tanggal lahir, atau implementasi teknologi biometric. d. Memberikan petunjuk yang jelas untuk mengidentifikasi pasien yang kurang identitasnya dan untuk membedakan pasien dengan nama yang sama. Pendekatan non-verbal untuk mengidentifikasi comatose atau pasien yang tertukar harus disusun dan digunakan. e. Mendorong pasien untuk berpartisipasi dalam proses yang berjalan. f. Mendorong pemberian label pada container yang digunakan untuk menyimpan darah dan specimen lain pada saat ada pasien. g. Memberikan petunjuk yang jelas untuk menjaga sampel identitas pasien selama proses pre-analisis, analisis dan post- analisis. h. Memberikan petunjuk yang jelas untuk bertanya tentang hasil lab atau mencari hasil lab lain apabila hasil sebelumnya dirasa tidak sesuai dengan sejarah kesehatan pasien.

21

i. Melakukan pengecekan ulang untuk mencegah pemasukan data otomatis yang bertumpuk lewat computer. 2. Menggabungkan training tentang prosedur pengecekan identitas pasien ke dalam orientasi dan pengembangan professional bagi para perawat. 3. Mendidik pasien tentang pentingnya dan relevansi identitas pasien yang benar dalam hal positif yang tentu saja masih dalam batas-batas privasi pasien.

KETERLIBATAN PASIEN/ KELUARGA PASIEN - Mendidik pasien tentang resiko-resiko yang terkait dengan kesalahan identifikasi pasien. - Mintalah pasien atau anggota keluarga mereka untuk memastikan informasi yang ada adalah benar. - Mintalah pasien untuk mengidentifikasi diri sendiri sebelum menerima pengobatan apapun dan sebelum ada keputusan diagnosis atau terapi. - Ajak pasien dan keluarga atau kerabat mereka untuk berpartisipasi aktif dalam proses identifikasi, hal ini untuk menunjukkan kepedulian akan keselamatan dan kemungkinan kesalahan yang bisa saja terjadi dapat dihindarkan serta untuk memastikan bahwa pasien telah mendapatkan perawatan yang tepat dan sesuai.

KENDALA YANG DIHADAPI - Sulitnya mengubah perilaku individu agar sejalan dengan hal yang telah direkomendasikan, termasuk dalam hal penggunaan jalan pintas dan kerja kelompok. - Proses yang bervariasi di antara organisasi dalam satu lingkup area geografis. - Proses yang bervariasi dimana mungkin saja terdapat fasilitas regional yang berstafkan orang yang sama ( contohnya: gelang pengenal dengan kode warna dengan arti berbeda di organisasi yang berbeda pula ). - Besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan solusi teknis yang potensial.

22

- Persepsi para penyedia jasa kesehatan bahwa hubungan dengan pasien dapat dikompromikan dengan cara verifikasi berulang-ulang tentang identitas pasien. - Solusi teknologi yang gagal melihat realitas pengaturan klinik kesehatan. - Semakin banyaknya pekerjaan staff dan waktu yang menjauhkan dari pasien. - Kesalahan pengetikan dan pemasukan data saat mendaftarkan pasien pada computer. - Isu-isu budaya seperti: Stigma yang berasosiasi dengan pemakaian gelang pengenal Tingginya resiko kesalahan identifikasi pasien karena struktur nama, kesamaan nama, dan kesalahan penulisan tanggal lahir pada pasien lanjut usia. Pakaian yang berfungsi sebagai identitas. - Kurangnya kekeluargaan dengan penduduk local untuk menambah jumlah pekerja kesehatan asing. - Jumlah penelitian, data dan rasio ekonomi yang kurang secara umum mengenai analisis keuntungan atau pengembalian investasi untuk mengimplementasikan rekomendasi yang telah diajukan.

C. PENJAGAAN

KEBERSIHAN

TANGAN

UNTUK

MENCEGAH

TERJADINYA INFEKSI NOSOKOMIAL

TINDAKAN YANG DIANJURKAN 1. Mempromosikan pentingnya kedisiplinan kebersihan tangan sebagai prioritas fasilitas kesehatan, dalam hal ini dibutuhkan kepemimpinan dan dukungan administratif serta modal yang kuat. 2. Mengadosi 9 rekomendasi WHO guidelines on Hand Hygiene in health care di setiap negara, daerah dan fasilitas kesehatan. Lebih rincinya implementasi strategi pengembangan kebersihan tangan multimodal dan multidisiplin di dalam fasilitas kesehatan yang juga menggabungkan: a. Ketetapan mengenai akses siap pakai pembersih tangan berbahan dasar alkohol demi keselamatan pasien.

23

b. Akses bebas terhadap persediaan air bersih di setiap keran air dan fasilitas-fasilitas yang membutuhkan kebersihan tangan setiap saat. c. Pendidikan bagi perawat kesehatan tentang teknik kebersihan tangan yang baik dan benar. d. Display promosi pengingat pentingnya kebersihan tangan di tempat kerja. e. Pengukuran tingkat pemenuhan kebersihan tangan melalui pengawasan observasi dan timbal balik atas performa pekerja kesehatan. 3. Apabila pembersih tangan berbahan dasar alkohol tidak tersedia atau terlalu mahal, produk pembersih lokal yang menggunakan formula yang dijelaskan dalam WHO recommended Hand Antisepsis Formulation Guide to Local Production dapat dijadikan alternatif pilihan.

KETERLIBATAN PASIEN DAN KELUARGA - Meningkatkan kepedulian pasien dan keluarga / pengunjung tentang resikoresiko yang bisa dihindari dengan mencuci tangan tepat waktu dan menjaga kebersihan tangan. - Memberikan informasi bagi pasien dan keluarga yang menekankan pentingnya kebersihan tangan yang lebih baik. - Mengingatkan para staf untuk senantiasa membersihkan tangan mereka saat bersama pasien sebelum menyentuh pasien, dan mintalah pasien untuk bertanya kepada para perawat apakah mereka telah membersihkan tangan mereka sebelum melakukan perawatan, selama masih dalam batas kesopanan. - Memberitahu pasien teknik membersihkan tangan yang benar dan indikasiindikasinya untuk memastikan pasien tahu kapan saja mereka harus membersihkan tangan.

KENDALA Hambatan-hambatan ini muncul dari berbagai level, mulai dari komitmen nasional politis sampai ke kondisi pekerja kesehatan. Penerapan juga dipengaruhi

24

jumlah sumber yang tersedia, pendekatan umum terhadap kualitas dan persepsi. Hambatan potensial tergambar di tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Hambatan-hambatan dalam penerapan kebersihan tangan. political financial Institusional/managerial biaya infrastruktur biaya pembersih tangan berbahan dasar alkohol. Kegagalan untuk meyakinkan manager dan para pemimpin tentang keuntungan mikro ekonomi. Ketidakmampuan untuk memanufaktur pembersih tangan berbahan dasar alkohol. kualitas kurangnya komitmen kurangnya infrastruktur tidak adanya komitmen pendidikan (pre-service dan in-service) kurangnya staf. desain fasilitas. kurangnya komitmen tidak mendukungnya budaya saat ini. Kegagalan untuk meyakinkan manager da n para pemimpin tentang keuntungan kesehatan. waktu untuk training kurangnya jumlah perawat yang peduli. target kampanye yang tidak tepat sasaran. kurangnya partisipasi dan individual tidak ada insentif keuangan untuk memodifikasi performa (pendidikan lanjutan).

mengedepanka n prioritas kesehatan.

kegagalan untuk mengembangk an kasus bisnis untuk mendemonstra sikan keuntungan makro ekonomi.

25

staf kurangnya waktu untuk monitoring berkelanjutan.

dukungan pasien budaya saat ini yang tidak mendukung.

persepsi

kurangnya kewaspadaan tentang beratnya panyakit

kultur organisasi saat ini yang tidak mendukung

kurangnya pemimpin institusi yang peduli

kurangnya kepedulian terhadap isu ini

persepsi tentang higienitas/keb ersihan tangan yang dianggap bukanlah sebuah masalah besar

persepsi tentang higienitas/kebe rsihan tangan yang dianggap bukanlah sebuah masalah besar

Kepercayaan yang rendah dalam hal kebersihan tangan yang dapat berdampak pada pasien.

26

D. PENGGUNAAN JARUM SUNTIK SEKALI PAKAI

Kekhawatiran

terbesar

di

dunia

menyangkut

penyebaran

Human

Immunodeficiency Virus (HIV). Virus Hepatitis B (HBV) dan virus Hepatitis C (HCV) yang dikarenakan penggunaan jarum suntik berulang kali. Menurut United States Center for Disease Control and Prevention (pusat kontrol dan pencegahan penyakit di Amerika serikat) 4 tempat perjangkitan hepatitis terbesar di Amerika mengarah kembali pada pekerja kesehatan di kantor dokter yang menggunakan jarum suntik secara berulang dan melakukan prosedur lain yang tidak aman. Antara tahun 2000 dan 2002, lebih dari 300 orang terinfeksi HBV dan HCV di distrik New York, Oklahoma, dan Nebraska. Infeksi ini menyebar dari praktek suntik yang tidak aman, penggunaan ulang syringe dan jarum suntik atau botol obat dosis ganda yang terkontaminasi. Namun suntikan yang tidak aman

dipercaya terjadi paling banyak di Asia Selatan, mediterania bagian timur, dan daerah pasifik barat.

TINDAKAN YANG DIANJURKAN 1. Mempromosikan penggunaan jarum suntik sekali pakai sebagai prioritas keamanan di fasilitas kesehatan yang membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif dari semua pekerja kesehatan yang berdiri di garda depan. 2. Mengembangkan program pelatihan yang sudah berjalan dan informasiinformasi bagi para pekerja kesehatan yang bisa menyampaikan : a. Prinsip-prinsip pengawasan infeksi, praktek suntik yang aman dan manajemen pembuangan bekas suntikan. b. Efektifitas pengobatan non-suntikan. c. Pengetahuan bagi pasien dan keluarga mereka tentang alternatifalternatif lain selain dari pengobatan metode suntik (contoh : obat yang diminum ). d. Teknologi penyuntikan baru. 3. Mengevaluasi dan mengukur keefektifan pelatihan bagi kesehatan tentang keamanan suntikan. para pekerja

27

4.

Menyediakan pasien dan keluarga mereka dengan pengetahuan mengenai: a. Pengobatan lain yang sama efektifnya dengan sistem suntik dalam rangka mengurangi penggunaan suntikan. b. Penyebaran infeksi melalui patogen darah. c. Praktek suntik yang aman.

KETERLIBATAN PASIEN DAN KELUARGA - Pasien dan keluarga sebaiknya mendapatkan informasi prinsip-prinsip pengawasan infeksi dan pengobatan lain bagi perawatan. - Mendidik pasien untuk melihat langsung dan mendorong perawat untuk langsung membuang alat suntik sesuai dengan praktek standar yang telah ditentukan dan membuang bekas suntikan ke dalam tempat sampah khusus yang telah disediakan. - Membantu pasien dan keluarga menyiapkan pembuangan jarum yang aman apabila pengobatan suntik harus dilakukan di rumah. - Menekankan bahwa jumlah yang paling aman dalam menggunakan jarum suntik adalah 1 kali pakai.

KENDALA Alasan-alasan yang turut memberikan kontribusi pada penggunaaan ulang jarum suntik sangatlah rumit dan melibatkan kombinasi alsan sosial budaya, ekonomi dan faktor struktural. Budaya dan kepercayaan Beberapa pasien percaya bahwa pengobatan dengan cara disuntik lebih efektif daripada yang diberikan secara oral (minum obat) Anggota keluarga percaya bahwa berbagi jarum diantara keluarga sama beresikonya dengan kontak langsung. Pesien juga menganggap berbagi jarum dengan tetangga sebagai praktek bertetangga yang baik. Pasien percaya mereka tidak akan terinfeksi hanya karena hal tersebut belum terjadi ( dibutuhkan waktu tahunan untuk penyebaran lewat

28

pathogen darah seperti HIV, HBV, atau HCV untuk secara nyata memberi dampak pada pasien sebelum resiko tersebut diketahui. Kepercayaan dan tindakan para praktisi dan pekerja kesehatan. Dokter dan pekerja kesehatan tidak dapat membantu pasien memahami bahwa pengobatan oral merupakan pengobatan yang efektif. Dokter dan pekerja kesehatan takut pasien tidak akan mematuhi aturan yang telah diresepkan. Kurangnya pelatihan bagi mereka dalam hal praktek kontrol infeksi dikarenakan kurangnya sumber daya. Perawat sering gagal untuk mengikuti praktek kontrol infeksi dan intervensi. Solusi biaya. Solusi praktek Insentif keuangan bagi para penyedia suntikan saat memberikan jarum suntik. Kebutuhan yang telah berjalan untuk penelitian, data, dan rasio ekonomi mengenai analisis keuntungan biaya atau pengembalian investasi untuk menerapkan rekomendasi-rekomendasi yang telah disampaikan. Keterbatasan sumber daya Kurangnya peralatan. Kurangnya dana untuk memenuhi persediaan sehingga memadai. Pilihan pembuangan bekas suntikan yang kurang memadai.

E. KOMUNIKASI PADA SAAT BERPINDAHNYA PENANGANAN PASIEN

Terdapat kemungkinan pada saat komunikasi dalam pemindah tanganan (handoff) pasien antar unit dan antar serta didalam tim rawat, informasi yang penting tidak disampaikan, atau terdapat kesalah pahaman dalam memahami informasi tersebut. Salah satu caranya adalah dengan dibutuhkannya kesamaan bahasa untuk

29

mengkomunikasikan informasi-informasi penting. Membaca kembali laporan merupakan teknik lain yang efektif untuk digunakan pada saat penyerahan pasien, dimana penerima informasi menuliskan informasi-informasi penting dan membacakan kembali pada pemberi informasi untuk mengkonfirmasikan bahwa informasi tersebut adalah benar dan dimengerti dengan baik. Penggunaan teknologi seperti mesin pendaftaran keluar pasien otomatis telah berhasil mengurangi tingkat kerugian yang dapat dicegah.

TINDAKAN YANG DIANJURKAN 1. Memastikan bahwa organisasi kesehatan menimplementasikan sebuah

pendekatan standar tentang komunikasi penyerahan pasien antar staf, pada saat pergantian shift dan antar unit rawat pasien yang berbeda saat pemindahan pasien. Elemen-elemen yang disarankan dalam pendekatan ini termasuk: a. Penggunaan SBAR (Situation, Background, Assessment dan

Recommendation). b. Alokasi waktu yang cukup untuk mengkomunikasikan informasi penting dan bagi staf untuk bertanya dan menjawab tanpa ada interupsi kapanpun memungkinkan (repeat-back/ mengulang kembali dan read-

back/membaca kembali langkah-langkah yang hendak dilakukan harus termasuk ke dalam proses penyerahan). c. Kelengkapan informasi mengenai status pasien, pengobatan, rencana perawatan, petunjuk lebih lanjut dan perubahan-perubahan signifikan apapun. d. Pembatasan pemberian informasi dalam rangka melindungi pasien dan memastikan keselamatan pasien. 2. Memastikan bahwa organisasi kesehatan menerapkan system yang memastikan saat pemulangan dari rumah sakit pasien dan penyedia jasa kesehatan selanjutnya diberikan informasi-informasi penting mengenai diagnose saat pemulangan, rencana perawatan, pengobatan dan hasil tes. 3. Memasukkan pelatihan komunikasi penyerahan pasien ke dalam kurikulum yang berlaku dan melanjutkan pengembangan professional bagi dokter ahli.

30

4. Mendorong terjadinya komunikasi antar organisasi yang menyediakan jasa perawatan bagi pasien yang sama secara parallel (contohnya, penyedia jasa kesehatan tradisional dan non-tradisional).

KETERLIBATAN PASIEN DAN KELUARGA - Menyediakan informasi bagi pasien tentang kondisi medis mereka dan rencana perawatan dengan metode yang dimengerti oleh pasien. - Membuat pasien siaga tentang obat-obatan yang diresepkan bagi mereka, dosisnya serta waktu yang ditentukan untuk meminum obat tersebut. - Menginformasikan pada pasien siapa dokter yang bertanggung jawab di setiap shiftnya dan siapa yang dapat dihubungi apabila terdapat hal-hal yang ingin disampaikan atau ditanyakan mengenai keamanan maupun kualitas perawatan pasien. - Memberikan kesempatan kepada pasien untuk membaca catatan medis mereka sebagai strategi pengamanan pasien. - Memberikan kesempatan kepada pasien maupun keluarga pasien untuk bertanya atau menyampaikan keluhan mereka kepada dokter. - Menginformasikan pasien langkah perawatan mereka selanjutnya sehingga apabila diperlukan mereka dapat mengkomunikasikan hal ini kepada dokter jaga di shift selanjutnya sekaligus menyiapkan mereka apabila dipindahkan dari perawatan yang satu ke yang lainnya atau pemulangan ke rumah. - Melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan tentang perawatan mereka di tingkat keterlibatan yang mereka bersedia.

KENDALA - Penolakan dari para dokter maupun perawat untuk mengubah kebiasaan mereka. - Tekanan waktu baik dari pasien yang dirawat maupun dari tanggung jawab lain yang berkaitan. - Pelatihan dan pemakaian waktu yang tidak sedikit untuk menerapkan proses penyerahan pasien yang baru.

31

- Budaya dan perbedaan bahasa diantara para pasien dan pekerjaan. - Kesadaran kesehatan yang rendah. - Kurangnya sumber keuangan dan jumlah staf yang ada. - Kurangnya pengetahuan tentang bagaimana cara mengembangkan system yang ada. - Kegagalan kepemimpinana untuk menerapkan sistem dan kebiasaan yang baru. - Kurangnya informasi tentang infrastruktur teknologi dan pengoperasiannya. - Kurangnya penelitian-penelitian, data, dan rasio ekonomi mengenai analisis keuntungan atau pengembalian investasi yang dapat diterima secara umum untuk menerapkan rekomendasi-rekomendasi ini.

F. MENGHINDARI KESALAHAN PEMASANGAN KATETER DAN SELANG.

TINDAKAN YANG DIANJURKAN 1. Memastikan bahwa organisasi kesehatan memiliki system dan prosedur yang tepat yaitu: a. Menekankan pada staf non-klinik, pasien dan keluarga bahwa peralatan apapun tidak seharusnya dilepaskan sendiri oleh mereka. Bantuan haruslah selalu diminta pada staf klinik yang bertugas. b. Pemasangan label pada kateter beresiko tinggi (arterial, epidural, intrathecal). Penggunaan kateter dengan port suntikan pada aplikasi ini haruslah dihindari. c. Memastikan perawat melacak semua saluran dari tempat awalnya dengan tempat sambungan untuk memastikan tersambung dengan baik dan tidak terjadi kesalahan pemasukan obat, cairan atau produk lain. d. Memasukkan proses rekonsiliasi standar sebagai bagian dari

komunikasi penyerahan pasien. di dalamnya harus terdapat penegcekan ulang sambungan selang dan pelacakan semua selang dan kateter pasien pada sumber mereka saat kedatangan pasien di perawatan atau servis yang baru dan saat pergantian shift.

32

e. Melarang

penggunaan

Luer-connection

syringe

standar

dalam

pemberian obat minum atau enteric feedings. f. Memberikan tes penerimaan atau resiko (mode trial and error dan analisis efek, dll) untuk mengidentifikasi potensi terjadinya kesalahan penyambungan saat mengambil kateter atau selang baru. 2. Memasukkan pelatihan keamanan pelepasan selang dan alat lain ke dalam orientasi dan melanjutkan pengembangan praktisi dan dokter professional. 3. Mempromosikan pembelian selang dan kateter yang didesain untuk memajukan lagi keamanan dan mencegah kesalahan penyambungan dengan alat atau selang lain.

KETERLIBATAN PASIEN DAN KELUARGA - Mendorong pasien dan keluarga untuk bertanya tentang pengobatan yang diberikan secara parenteral atau melalui selang masuk untuk memastikan pemberian obat yang tepat. - Memberikan edukasi pada pasien, keluarga dan perawat dalam penggunaan alat parenteral dan selang masuk yang benar dan memberikan insturksi pencegahan yang dapat diambil untuk mencegah kesalahan rute.

KENDALA - Penerimaan konsep pencegahan kesalahan rute oleh para staf. - Penerimaan para staf tentang larangan untuk memodifikasi sambungan yang tidak sejenis. - Biaya penggantian ke system pemberian obat non-connectable. - Ketidakmampuan untuk menciptakan pendekatan atau standarisasi system. - Kesulitan dengan rantai persediaan yang konsisten dan dapat diandalkan di beberapa Negara. - Kurangnya penelitian-penelitian, data, dan rasio ekonomi mengenai analisis keuntungan atau pengembalian investasi yang dapat diterima secara umum untuk menerapkan rekomendasi-rekomendasi ini.

33

G. PENGONTROLAN CAIRAN ELEKTROLIT TERKONSENTRASI.

Di Amerika Serikat, 10 pasien meninggal dunia akibat kesalahan pemberian konsentrat potassium chloride (KCl) yang dilaporkan kepada komisi gabungan pada 2 tahun program sentinel event reportingnya. 1996 hingga 1997. Di Canada, 23 kejadian termasuk kesalahan pemberian KCl terjadi antara tahun 1993 hingga 1996. Terdapat pula laporan kecelakaan dari kekurangan hati-hatian pemberian cairan konsentart saline.Walaupun konsentrat KCl adalah pengobatan paling umum diberikan saat terjadi kesalahan pemberian elektrolit, konsentrat potassium phosphatedan hypertonic ( > 0,9% ) saline juga memiliki konsekuensi berbahaya apabila diberikan secara tidak tepat.

TINDAKAN YANG DIANJURKAN Memastikan bahwa organisasi kesehatan memilki system dan proses di tempat yang mencakup : 1. Promosi praktek aman dengan potassium chloride dan cairan konsentrat elektrolit lainnya adalah sebuah prioritas dan dimana pengenalan resiko organisasi yang efektif menyampaikan pula solusi ini. 2. Potassium chloride dianggap sebagai bahan kimia terkontrol termasuk peraturan yang melarang pemesanan dan harus ada tempat penyimpanan dan dokumentasi. 3. Idealnya, penghilangan cairan konsentrat elektrolit dari semua unit perawatan haruslah dilaksanakan dan solusi-solusi ini hanyalah disimpan di area persiapan farmasi khusus atau di area yang terkunci. Potassium vials, apabila disimpan di area khusus perawatan pasien, harus diberi label satu persatu degan menggunakan lebel peringatan florescent yang jelas terlihat yang menyatakan harus dicairkan. 4. Saat apoeker atau area persiapan farmasi tidak dapat digunakan untuk menyimpan dan menyiapkan cairan-cairan ini, hanya orang-orang yang terlatih dan berkompeten (physician, perawat, apoteker ) yang dapat

mempersiapkan cairan-cairan tersebut.

34

5. Setelah persiapan cairan, ada veifikasi independen bagi cairan elektrolit oleh orang terlatih kedua dan individu yang berkompeten. Organisai harus menciptakan sebuah daftar yang digunakan untuk verifikasi indepeden. Barang-barang yang terdapat di dalam daftar tersebut termasuk pula perhitungan konsentrat, tingkat infusion pump, dan penempatan saluran yang benar. 6. Cairan yang sudah selesai dipersiapkan diberi label peringatan risiko tinggi sebelum diberikan. 7. Infusion pump digunakan untuk memberikan cairan konsentrat. Apabila infusion pump tidak ada, alat infus lain seperti buretrol administration tubing ( tubing dengan penerimaan penerimaan inline yang membatasi volume yang akan mengalir pada pasien), dapat pula digunakan, tetapi infuse cairan konsentrat harus dimonitor secara berkala. 8. Infrastruktur keamanan organisasi mendukung pelatihan bagi para individu yang berkompeten melalui kebijakan-kebijakan, prosedur, praktek terbaik dan resertifikasi tahunan. 9. Pemesanan oleh physician termasuk infuse untuk cairan tersebut.

KETERLIBATAN PASIEN DAN KELUARGA Bertanya pengobatan apa yang diberikan dan kenapa obat tersebut diberikan. Belajar untuk mengenali cairan potassium chloridedan cairan konsentrat tinggi lainnya yang dapat mnciptakan situasi berbahaya. Klarifikasi kebutuhan dan rute pemberian sebelum cairan tersebut diberikan. Memastikan identifikasi positif sebelum menerima pengobatan.

KENDALA Beberapa organisai memiliki pelayanan farmasi terbatas. Kebutuhan untuk mendapatkan konsentrat elektrolit secepatnya terutama dalam situasi gawat darurat. Ekonomi (rendahnya biaya produk kimia terutama produk konsentrat saat ini memiliki pre-mixed KCl akan menaikkan biaya ).

35

Kurangnya teknologi dalam memberikan pengobatan yang aman. Kurangnya staff yang mengerti resiko resiko yang ada. Kurangnya penelitian-penelitian, data, dan rasio ekonomi mengenai analisis keuntungan atau pengembalian investasi yang dapat diterima secara umum untuk menerapkan rekomendasi-rekomendasi ini.

H. MEMASTIKAN KEAKURATAN PENGOBATAN DALAM MASA PEARALIHAN PERAWATAN.

Kesalahan sangatlah umum terjadi sejalan dengan pengobatan yang didapat, ditentukan, disalurkan, diberikan, dan diawasi, tetapi kesalahan seringkali terjadi pada saat menentukan resep dan memberikan obat. Dampaknya sangat signifikan karena kesalahan yang terjadi membuat hamper 1,5 juta orang di dunia terluka dan beberapa ribu lainnya kehilangan nyawa setiap tahunnya di Amerika Serikat. Hal ini merugikan Negara sekitar 3,5 milyar per tahunnya. Negara-negara industry lainnya di dunia telah menyetujui pula bahwa kesalahan pengobatan merupakan penyebab utama luka dan kematian di dalam system kesehatan mereka. Di beberapa Negara, terdapat satu atau lebih kesalahan sejarah penulisan resep pasien yang mencapai angka 67%, dan lebih dari 46% kesalahan pengobatan terjadi ketika pemesanan obat baru ditulis saat pasien dipulangkan ke rumah.

TINDAKAN YANG DIANJURKAN 1. Memastikan bahwa semua organisasi kesehatan menerapkan system standar untuk mengumpulkan dan mendokumentasikan semua pengobatan yang ada bagi setiap pasien dan memberikan hasil daftar pengobatan yang ada kepada perawat yang bertugas pada setiap titik peralihan (masuk rumah sakit, keluar rumah sakit, kunjungan rawat jalan). Informasi yang disarankan untuk dikumpulkan adalah: a. Pengobatan resep dan non-resep, vitamin, suplemen nutrisi, makanan yang boleh dimakan, pengobatan alami, dan obat-obatan.

36

b. Dosis, frekuensi, rute, dan waktu terakhir dosis yang tepat. Kapanpun memungkinkan, validasikan daftar pengobatan rumah dengan pasien dan tentukan level kebutuhan pasien dengan dosis yang dibutuhkan. c. Sumber pengobatan pasien. baiknya, melibatkan apoteker umum pasien atau dokter utama dalam mengumpulkan dan memvalidasi informasi pengobatan rumah. 2. Memastikan bahwa organisasi kesehatan memiliki kebijakan dan prosedur yang menekankan: a. Bahwa daftar pengobatan pasien ditampilkan secara konsisten, di tempat yang mudah terlihat (di chart pasien) sehingga mudah diakses oleh pegawai klinik yang menuliskan pesanan obat. b. Penggunaan daftar pengobatan rumah sebagai referensi saat memesan obat pada saat perawatan di klinik atau di unit gawat darurat atau saat pasien baru masuk ke rawat jalan. c. Rekonsiliasi pengobatan (perbandingan daftar pengobatan pasien dengan obat yang dipesan untuk mengidentifikasi perbedaan, duplikasi, ketidak konsistenan antara pengobatan pasien dengan kondisi klinis, kesalahan dosis, dan interaksi potensial) dalam jangka waktu yang telah ditentukan (dalam 24jam setelah pasien dirawat; jangka waktu yang lebih singkat bagi obat yang beresiko tinggi, keberagaman dosis yang cukup serius, dan atau waktu pemberian yang akan datang). d. Sebuah proses untuk memperbaharui daftar, saat pesanan baru dituliskan, untuk menggambarkan pengobatan pasien saat itu termasuk pengobatan yang diambil sendiri oleh pasien sebelum dirawat. e. Sebuah proses yang memastikan bahwa, saat selesai menjalani perawatan daftar pengobatan pasien diperbaharui untuk memasukkan semua pengobatan pasien sebelum pemulangan dari rumah sakit, termasuk pengobatan baru dan lanjutan, dan pengobatan rumah yang dulu dihentikan kemudian akan dilanjutkan kembali. Daftar tersebut harus dikomunikasikan kepada perawat selanjutnya dan diberikan kepada pasien sesuai instruksi sebelum pasien dipulangkan. Pengobatan

37

yang tidak seharusnya dilanjutkan sebaiknya dibuang sendiri oleh pasien. f. Penjelasan yang jelas mengenai tugas dan tanggung jawab untuk semua langkah dalam proses rekonsiliasi pengobatan bagi individu yang berkompeten, dalam konteks tanggung jawab bersama. Termasuk ke dalamnya dokter utama, dokter lain, perawat, apoteker dan pegawai klinik lainnya. Kualifikasi individu yang bertanggung jawab haruslah ditentukan oleh organisasi kesehatan sesuai dengan batasan hukum dan peraturan yang berlaku. g. Akses pada informasi yang relevan dan pendapat apoteker dalam setiap langkah proses rekonsiliasi, sejauh yang memungkinkan. 3. Memasukkan pelatihan tentang prosedur merekonsiliasikan pengobatan ke dalam kurikulum pendidikan, orientasi dan pengembangan professional bagi para ahli.

KETERLIBATAN PASIEN DAN KELUARGA - Agar dapat efektif secara optimal, proses rekonsiliasi pengobatan harus melibatkan pasien dan keluarga merekamendorong pasien untuk

berpartisipasi dan memberikan mereka peralatan untuk berpartisipasi. - Mendidik pasien tentang keselamatan pengobatan dan memberikan akses kepada informasi yang bisa diandalkan, relevan dan dapat dimengerti tentang pengobatan mereka. - Pasien berada di posisi terbaik untuk mengetahui semua pengobatan yang dituliskan oleh beberapa dokter. Sarankan pada pasien untuk membawa obat mereka dalam satu tas khusus dan dibawa kapanpun mereka pergi ke rumah sakit atau dating ke dokter. - Mendorong pasien, keluarga dan perawat untuk menyimpan dan menjaga daftar akurat semua pengobatan termasuk pengobatan resep dan non-resep, suplemen herbal dan nutrisi, sejarah imunisasi, dan reaksi alergi atau ketidakcocokan terhadap pengobatan. Daftar pengobatan ini harus diperbaharui dan diperikasa kembali pada pasien, keluarga atau perawat pada setiap tempat.

38

- Mengajarkan pasien tentang resiko pengobatan, baik individual dan kombinasi dengan perhatian khusus pada pasien yang mendapatkan beberapa pengobatan dari beberapa dokter. - Mendorong pasien dan keluarga untuk menggunakan satu apoteker saja, tidak hanya sebagai penyedia pengobatan tapi sebagai sumber informasi tentang pengobatan tersebut pula. - Mempertimbangkan system dkungan komunitas untuk membantu pasien mengecek daftar pengobatan di rumah.

KENDALA - Komitmen waktu untuk pengembangan kebijakan, pendidikan staf dan pengembangan formulir. - Kurangnya jumlah staf dan persepsi tentang kurangnya jumlah staf. - Implementasi yang tidak efisien dengan menambah tugas lagi ketimbang mendesain ulang pola kerja. - Memberikan tugas kepada individu yang belum berkompeten untuk mengerjakan tugas tersebut. - Komitmen waktu dalam rekonsiliasi pengobatan setiap menghadapi pasien. setelah pelatihan, estimasinya adalah: 10 menit saat pendaftaran awal, 30-45 menit pemindahan dari unit koroner, dan 10 menit saat pemulangan pasien. - Kurangnya keberadaan para professional termasuk dokter, perawat dan apoteker. - Kurangnya kepemimpinan dan dukungan. - Kurangnya pemahaman tentang kompleksitas masalah. - Kurangnya ketersediaan catatan elektronik di kebanyakan Negara. - Batasan yang diajukan oleh pihak ketiga dalam ketersediaan dan kompensasi pengobatan. - Kurangnya penelitian-penelitian, data, dan rasio ekonomi mengenai analisis keuntungan atau pengembalian investasi yang dapat diterima secara umum untuk menerapkan rekomendasi-rekomendasi ini.(WHO, 2000)

39

I. PROSEDUR BENAR PADA POSISI TUBUH YANG BENAR

Prosedur pada posisi yang salah (salah sisi, salah organ, salah tempat, salah penempatan, dan salah orang ) adalah kasus yang tidak jarang sebagaimana dibuktikan dengan peningkatan dari pelaporan dari kasus tersebut. Sebagai contoh, di Amerika telah dilaporkan 88 kasus kepada The Joint Commission pada tahun 2005. Selain itu, pada tahun 1980, the American Academy of Orthopaedic dan the Canadian Orthopaedic Association mengidentifikasikan kesalahan tempat operasi sebagai masalah mereka. Kasus-kasus ini semua dikarenakan adanya kesalahan komunikasi dan tidak tersedianya informasi lengkap dari pasien. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa faktor utama kejadian-kejadian ini dikarenakan kurangnya standar tindakan pre-operatif dan juga kelalaian staff dalam memperhatikan cek rutin pada tindakan pre-operatif dan semenjak the Joint Commission memulai memulai penelitian mereka mengenai kasus tersebut di Amerika, kesalahan tempat operasi telah menjadi salah satu kasus yang sering terjadi belakangan ini. Demi mencegah masalah ini berkembang lebih jauh, The Joint Commission mengadakan konsensus mengenai upaya pencegahan dari masalah kesalahan prosedur tersebut, dimana sekarang terbentuk suatu protokol universal untuk menanggulangi kesalahan tempat operasi (berlaku untuk semua tipe prosedur operasi di setiap tempat).

TINDAKAN YANG DIANJURKAN Tindakan di bawah ini dianjurkan kepada semua anggota WHO : 1. Melakukan tindakan operasi yang benar pada bagian tubuh yang benar sebagai prioritas fasilitas keselamatan pelayanan kesehatan yang membutuhkan kepemimpinan dan hubungan aktif antara semua praktisi kesehatan di rumah sakit. 2. Memastikan bahwa organisasi pelayanan kesehatan memiliki protokol, yaitu : a. Memberikan verifikasi (saat tindakan pre-operasi) yang dimaksudkan untuk pasien, prosedur, tempat operasi, dan semua tindakan transplantasi.

40

b. Membutuhkan tindakan individual sebelum prosedur operasi dengan keterlibatan pasien agar tidak ada kesalahan dalam tempat operasi, terutama dalam penentuan tempat insisi. c. Membicarakan dahulu kepada seluruh staff operasi sebelum memulai prosedur. Hal ini dimaksudkan untuk mendapakan kesepakatan pada posisi pasien, prosedur, tempat operasi, dan tindakan transplantasi.

KETERLIBATAN PASIEN / KELUARGA PASIEN Melibatkan pasien dalam semua proses verifikasi kegiatan pre-operatif untuk memastikan agar semua staff mengerti akan prosedur yang dilakukan. Melibatkan pasien dalam menentukan bagian yang akan dioperasi, jika memungkinkan. Diskusikan prosedur tersebut saat pelaksanaan informed consent dan memastikan kesimpulan dengan pasien saat penandatanganan informed consent.

KENDALA YANG DIHADAPI Kurangnya kesepakatan ahli bedah dalam pendekatan standarisasi prosedur dan kesulitan dalam merubah budaya yang telah ada. Gagal untuk mengenali risiko dari tindakan pre-operatif dan terlalu mengacu pada risiko di kamar bedah. Ketidakberanian perawat dan staff lain untuk melapor pada dokter apabila ditemukan tindakan yang salah. Sumber daya dan teknologi serta pengetahuan yang kurang dalam memfasilitasi prosedur bedah yang akan dilakukan. Kebiasaan dimana staff operasi memiliki tujuan yang sama tapi tanpa adanya komunikasi terlebih dahulu antar sesama staff operasi sebelumnya. Belum tersedianya hasil penelitian, data, dan perkiraan dana yang pasti dalam mewujudkan prosedur tersebut.

41

2.6 MEDICATION ERROR

Medication error adalah setiap kejadian yang sebenarnya dapat di cegah yang dapat menyebabkan atau membawa kepada penggunaan obat yang tidak layak atau membahayakan pasien, ketika obat berada dalam control petugas kesehatan, pasien, atau konsumen. Kejadian medication error adalah bagian dari Adverse Drug Event (ADE) . Adverse Drug Event adalah kerugian yang terjadi karena penggunaan obat obat. Medication Safety adalah bebas dari luka atau kerugian yang tidak disengaja selama dalam masa penggunaan obat, aktivitas untuk menghindari, mencegah,dan mengkoreksi ADE yang mungkin terjadiakibat penggunaan obat. ( Suharyo, 2008)

Penggolongan Medication Error Berdasarkan tahap kejadiannya medication error dapat dibagi menjadi prescribing error (kesalahan peresepan), dispensing error ( kesalahan penyebaran/ distribusi) , administration error ( kesalahan pemberian obat), dan patient compliance error (kesalahan kepatuhan penggunaan obat oleh pasien). ( Suharyo, 2008) Menurut ASHP 1993, medication error dapat di golongkan menjadi beberapa jenis Berdasarkan jenis kejadiannya , yaitu:

Tabel 2.2 Medication Error TIPE Prescribing error ( kesalahan Kesalahan peresepan) KETERANGAN pemilihan obat alergi ( berdasarkan yang telah

indikasi,kontraindikasi,

diketahui, terapi obat yang sedang berlangsung, dan faktor lainnya) dosis, bentuk, sediaan obat, kuantitas, rute, konsentrasi, kecepatan

pemberian, atau instruksi untuk penggunaan obat , penulisan resep yang tidak jelas, dan lain lain yang menyebabkan terjadinya kesalahan

42

pemberian obat kepada pasien. Omission error Kegagalan memberikan dosis obat kepada pasien sampai pada jadwal berikutnya. Wrong time error Memberikan obat diluar waktu dari interval waktu yang sudah di tentukan. Unauthorized drug error Memberikan obat yang tidak diinstruksikan oleh dokter. Wrong Patient Improper dose error Memberikan obat kepada pasien yang salah. Memberi dosis obat kepada pasien lebih besar atau lebih kecil daripada dosis yang

diinstruksikan oleh dokter, atau memberikan dosis duplikasi. Wrong dosageform error Memberikan obat dengan bentuk sediaan yang tidak sesuai. Wrong drug preparation error Mempersiapkan obat dengancara yang salah sebelum diberikan ke pasien. Wrong administration technique Prosedur atau teknik yang tidak layak atau error Deteriorated drug error tidak benar saat memberikan obat. Memberikan obat yang sudah kadaluarsa atau yang telah mengalami fisik atau kimia. Monitoring error Kegagalan untuk memantau kelayakan dan deteksi problem dari regimen yang diresepkan, atau kegagalan untuk menggunakan data klinis atau laboratorium untuk asesmen respons pasien terhadap terapi obat yang di resepkan. Compliance error Sikap pasien yang tidak layak berkaitan dengan ketaatan pengunaan obat yang diresepkan. Other medication error penurunan integritas

43

Situasi yang dipertimbangkan sebagai Prescribing Error pada konsensus di UK ( deanm B., et al., 2000) :

Kesalahan dalam membuat keputusan Ketidak layakan peresepan berkaita dengan kondisi pasien Peresepan obat untuk pasien dengan kondisi klinis yang menyertai dimana obat tersebut kontraindikasi. Peresepan obat untuk pasien dengan alergi yang signifikan secara klinis dan telah terdokumentasi. Tidak memperhitungkan obat yang berpotensi signifikan . Peresepan obat dengan dosis yang, menurut BNF atau rekomendasi data sheet, tidak layak untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Peresepan obat dengan dosis yang lebih rendah daripada yang direkomendasikan untulk kondisi klinis pasien. Peresepan obat dengan indeks terapetik sempit, dengan dosis diprediksi dapat mencapai kadar serum secara signifikan di atas atau di bawah rentang terapeutik yang diinginkan. Tidak mengubah dosis mengikuti hasil pemeriksaan kadar serum steady state yang signifikan di luar rentang terapetik. Meneruskan obat dalam keadaan terjadi adverse drug reaction secara klinis signifikan Peresepan obat untuk indikasi yang sama ketika hanya 1 obat yang diperlukan. Meresepkan obat yang tidak ada indikasinya pada pasien. Masalah farmasetika Meresepkan obat untuk diberikan secara infus intravena dalam pelarut yang inkompatibel dengan obat yang di resepkan. Meresepkan obat untuk diinfuskan melalui intravena perifer dalam konsentrasi lebih besar daripada yang direkomendasika untuk pemerian perifer.

44

Kesalahan Dalam Penulisan Resep Gagal untuk mengkomunikasikan informasi yang penting Meresepkan obat, dosis, atau rute bukan yang sebenarnya dimaksudkan. Menulis dengan tidak jelas/ tidak dibaca Menulis obat dengan menggunakan nama singkatan atau nomenclature yang tidak terstandarisasi Menulis instruksi obat yang ambigu. Meresepkan suatu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut. Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan dengan lebih dari satu rute. Meresepkan obat untuk diberikan melalui infus intravena intermitten tanpa menspesifikan durasi penginfusan. Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep. Kesalahan transkripsi Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang digunakan pasien sebelum ke rumah sakit. Meneruskan kesalahan peresepan dari praktik dokter umum ketika menulis obat pasien saat datang ke rumah sakit. Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang di daftar obat pasien. Menulis mg ketika mcg yang di maksudkan. Menulis resep untuk dibawa pulang yang tanpa disengaja dengan obat yang diresepkan di daftar pasien rawat inap.( Suharyo, 2008)

Kategori Medication Error

Secara garis besar, dampak kllinis medication error dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu tidak terjadi kesalahan ( kategori A), terjadi kesalahan tetapi tidak berbahaya (kategori B, C, dan D) , apabila terjadi kesalahan dan berbahaya (

45

kategori E, F, G, dan H), terjadi kesalahn dan meninggal ( kategori I). Berdasarkan dampaknya klinis bagi pasien, medication error dapat dikelompokan menjadi sembilan kategori yaitu :

Tabel 2.3. Medication Error Berdasarkan Dampak Klinisnya Bagi Pasien Kategori Kategori A Keterangan Kondisi lingkungan atau kejadian yang berkapasitas menyebabkan kesalahan. Kategori B Kategori C Terjadi suatu kesalahan, tetapi tidak mencapai pasien. Terjadi suatu kesalahan yang mencapai pasien, tetapi tidak menyebabkan bahaya pada pasien. Kategori D Terjadi kesalahan yang mencapai pasien dan membutuhkan pengawasan untuk mengkonfirmasi apakah kesalahan tersebut berakibat tidak berbahaya pada pasien dan apakah memerlukan intervensi untuk menghilangkan bahaya Kategori E Terjadi kesalahan yang dapat berkontribusi atau mengakibatkan bahaya sementara pada pasien dan membutuhkan intervensi Kategori F Tejadi suatu kesalahan yang dapat berkontribusi atau

mengakibatkan bahaya pada pasien dan menyebabkan pasien dirawat inap atau memperpanjang rawat inap. Kategori G Terjadi suatu kesalahan yang dapat berkontrbusi atau

mengakibatkan bahaya permanen pada pasien

Kategori H

Terjadi suatu kesalahan yang membutuhkan intervensi untuk mempertahankan hidup pasien

Kategori I

Terjadi

suatu

kesalahan

yang

dapat

berkontribusi

atau

mengakibatkan kematian pasien.

46

Penyebab terjadinya medication error Prescribing error dapat terjadi disebabkan faktor induvidual misalnya kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai obat dan pasiennya, serta kesehaan mental dan fisik penulis resep. Faktor lainnya adalah faktor beban kerja tinggi, komunikasi tidak berjalan dengan baik, pengawasan terhadap jalannya pengobatan yang kurang, sistem kerja dan sarana yang tidak mendukung, kurangnya pelatihan, belum menganggap proses peresepan adalah proses yang penting. Dispensing error dapat terjadi akibat kemiripan nama obat (look alike sound alike), petugas yang kurang berpengalaman, jumlah petugas kurang memadai, salah dalam proses transkripsi, dan beban pekerjaan berlebihan. Faktor administration error meliputi faktor induvidu, komunikasi, lingkngan, pasien, pelatihan, tugas, supervisi. Faktor induvidu yang terkait antara lain: kurangnya teknologi untuk penyiapan dan pemberian obat, kelelahan, dan tidak ada dukungan. Faktor lingkungan antara lain faktor lingkungan yang bising dan beban kerja berlbihan.Faktor komunikasi melibatkan komnikasi antar perawat, perawat dengan farmasi, dan perawat dengan dokter. Ketidak patuhan pasien dalam menggunakan regimen pengobatan biasanya karena lupa, ada prioritas lain, keputusan untuk tidak menggunakan obat, kurang informasi, faktor emosional,atapasien mengalami efek samping pengobatan. ( Suharyo, 2008)

Tabel 2.4. Obat- Obatan yang tergolong Look Alike Sound Alike (LASA) Nama Obat 1 Azol Betablok Cardiomin Cardura Gitas Isi danazol Atenolol Syplemen jantung Doxazosin Nama obat II Azopt Betaflok Cardioaspirin Cordaron Isi Brinzolamide Ofloksasin Aspirin Amiodaron Cilostazole

Hyoscine n- buyl- Citas bromide

47

Myores Proterine Tromboaspilet

Tizanidine HCL Isoxsuprine HCL Asetilsalisilat

myonep Protexine Tromboles

Eperisone HCL Lactobacillus,dll Enzim kinase lumbro-

Peranan Farmasi Dalam Medication Error Farmasi saat ini mulai terlibat dalam berbagai aktivitas dalam menigkatkan hasil terapi kepada pasien, misalnya berpartisipasi dalam ronde pasien, menejemen protokol obat, menejemen adverse drug event, medication reconciliation pada saat pasien datang, sebelum pembedahan dan setelah pembedahan, pelayanan informasi obat evaluasi dan audit penggunaan penggunaan obat, serta edukasi dan konseling pasien. Yang di perlukan untuk mengurangi kejadian medication error dan meningkatkan medication safety adalah melalui peraikan dalam proses penggunaan obat ( seleksi dan penggadaan, penyimpanan, peresepan, dispending/ distribusi, pemberian obat, dan penggunaan oleh pasien) dan mengutamakan prinsip- prinsip keselamatan pasien, serta memperbaiki menejemen secara keseluruhan. ( Suharyo, 2008)