paper praktikum

75
PAPER PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNIK DRAINASE Waktu : Senin, 12 April 2010 Nama Assisten : Nur Solikhin Fajar Ditapermana Disusun Oleh: Rasyid Indra Maulana (240110070044) JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

Upload: rasyid-indra-maulana

Post on 23-Jun-2015

1.121 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Praktikum

PAPER PRAKTIKUM

MATA KULIAH TEKNIK DRAINASE

Waktu : Senin, 12 April 2010

Nama Assisten : Nur Solikhin

Fajar Ditapermana

Disusun Oleh:

Rasyid Indra Maulana (240110070044)

JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2010

Page 2: Paper Praktikum

A. Cuaca Dan Iklim

Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berbeda pengertian

khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca merupakan bentuk awal yang dihubungkan dengan

penafsiran dan pengertian akan kondisi fisik udara sesaat pada suatu lokasi dan suatu waktu,

sedangkan iklim merupakan kondisi lanjutan dan merupakan kumpulan dari kondisi cuaca yang

kemudian disusun dan dihitung dalam bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu

(Winarso, 2003).

Proses terjadinya cuaca dan iklim merupakan kombinasi dari variabel-variabel atmosfer

yang sama yang disebut unsur-unsur iklim. Unsur-unsur iklim ini terdiri dari radiasi surya, suhu

udara, kelembaban udara, awan, presipitasi, evaporasi, tekanan udara dan angin. Unsur-unsur ini

berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang disebabkan oleh adanya

pengendali-pengendali iklim. Pengendali iklim atau faktor yang dominan menentukan perbedaan

iklim antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain menurut Lakitan (2002) adalah (1)

posisi relatif terhadap garis edar matahari (posisi lintang), (2) keberadaan lautan atau permukaan

airnya, (3) pola arah angin, (4) rupa permukaan daratan bumi, dan (5) kerapatan dan jenis

vegetasi. Gambar dibawah adalah gambar dari sistem iklim secara umum

Cuaca dan iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang

kompleks yang terjadi di atmosfer bumi. Kompleksitas proses fisik dan dinamis di atmosfer bumi

ini berawal dari perputaran planet bumi mengelilingi matahari dan perputaran bumi pada

Page 3: Paper Praktikum

porosnya. Pergerakan planet bumi ini menyebabkan besarnya energi matahari yang diterima oleh

bumi tidak merata, sehingga secara alamiah ada usaha pemerataan energi yang berbentuk suatu

sistem peredaran udara, selain itu matahari dalam memancarkan energi juga bervariasi atau

berfluktuasi dari waktu ke waktu (Winarso, 2003). Perpaduan antara proses-proses tersebut

dengan unsur-unsur iklim dan faktor pengendali iklim menghantarkan kita pada kenyataan

bahwa kondisi cuaca dan iklim bervariasi dalam hal jumlah, intensitas dan distribusinya.

Eksploitasi lingkungan yang menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan serta pertambahan

jumlah penduduk bumi yang berhubungan secara langsung dengan penambahan gas rumah kaca

secara global akan meningkatkan variasi tersebut. Keadaan seperti ini mempercepat terjadinya

perubahan iklim yang mengakibatkan penyimpangan iklim dari kondisi normal.

Menurut Winarso (2003) berdasarkan kajian dan pantauan dibidang iklim siklus cuaca dan

iklim terpanjang adalah 30 tahun dan terpendek adalah10 tahun dimana kondisi ini dapat

menunjukkan kondisi baku yang umumnya akan berguna untuk menentukan kondisi iklim per

dekade. Penyimpangan iklim mungkin akan, sedang atau telah terjadi bila dilihat lebih jauh dari

kondisi cuaca dan iklim yang terjadi saat ini.

B. Klasifikasi Iklim

Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam

melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan

(presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan

penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim

yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih

data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau

objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002).

Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan

di Indonesia antara lain adalah:

a. Sistem Klasifikasi Koppen

Page 4: Paper Praktikum

Koppen membuat klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan curah hujan.

Koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang didasarkan kepada

lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim ini dilambangkan dengan lima

huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim hujan tropik (tropical rainy climates), iklim B

adalah tipe iklim kering (dry climates), iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm

temperate rainy climates), iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (cold snowy forest

climates) dan iklim E adalah tipe iklim kutub (polar climates) (Safi’i, 1995).

b. Sistem Klasifikasi Mohr

Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan,

dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun dimana

keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan lembab bila

curah hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan bulan kering bila curah hujan < 60 mm per

bulan.

c. Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson

Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000) penyusunan peta

iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan.

Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan

bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-

rata bulan kering atau bulan basah (X) dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan

dengan membandingkan jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun

pengamatan ( åf ) dengan banyaknya tahun pengamatan.

Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim

tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan

tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah)

jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya

dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak

kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe

Page 5: Paper Praktikum

iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis

vegetasinya adalah padang ilalang (Syamsulbahri, 1987).

d. Sistem Klasifikasi Oldeman

Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air

oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan

basah yang berlansung secara berturut-turut.

Oldeman, et al (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah

150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi

bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air

tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk

mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan,

sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan

bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih

kecil dari 100 mm.

Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang

digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk

satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam.

Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi

tambahan (Tjasyono, 2004).

Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan

pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun.

Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam

setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D

dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3

sub 4 dan sub 5.

Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami

padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana

Page 6: Paper Praktikum

penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan

sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E,

penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman, et al., 1980)

C. Hujan

Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya

sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, sehingga kajian tentang iklim lebih banyak

diarahkan pada hujan. Hujan adalah salah satu bentuk dari presipitasi, menurut Lakitan (2002)

presipitasi adalah proses jatuhnya butiran air atau kristal es ke permukaan bumi. Tjasyono (2004)

mendefinisikan presipitasi sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi

dimana kabut, embun dan embun beku bukan merupakan bagian dari presipitasi (frost) walaupun

berperan dalam alih kebasahan (moisture).

Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inci = 25,4 mm). Jumlah curah

hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan bumi 1 mm, jika air

tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer (Tjasyono, 2004). Menurut

Arsyad (1989) Tinggi curah hujan diasumsikan sama disekitar tempat penakaran, luasan yang

tercakup oleh sebuah penakar curah hujan tergantung pada homogenitas daerahnya maupun

kondisi cuaca lainnya. Hujan dibedakan menjadi 5 berdasarkan proses terjadinya, yaitu:

1. Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin

berputar.

2. Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat pertemuan

Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan

membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh

dan turunlah hujan.

3. Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang

bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin

sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.

Page 7: Paper Praktikum

4. Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan

massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front.

Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah

sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.

5. Hujan muson, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab

terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara

Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, secara teoritis hujan muson terjadi

bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai

Agustus.

Secara klimatologis pola hujan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga yaitu pola monson,

pola ekuatorial dan pola lokal.

D. Pengertian Air Larian

Air larian (surface runoff) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas

permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah

ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat

masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang

lebih rendah. Ada juga bagian air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah

yang hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke

bagian yang lebih rendah. Kedua fenomena aliran permukaan air permukaan yang disebut

terakhir tersebut disebut air larian. Bagian penting dari air larian yang perlu diketahui dalam

kaitannya dengan rancang bangun pengendali air larian adalah besarnya debit puncak (peak

flow) dan waktu tercapainya debit puncak, volume, dan penyebarannya air larian. Sebelum air

dapat mengalir diatas permukaan tanah, curah hujan terlebih dahulu harus memenuhi keperluan

air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan berbagai bentuk cekungan tanah (surface

detentions) dan bentuk penampung air lainnya.

Air larian berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam

tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan-cekungan tanah. Setelah

pengisian air pada cekungan tersebut selesai, air kemudian dapat mengalir di atas permukaan

Page 8: Paper Praktikum

tanah dengan bebas. Ada bagian air larian yang selanjutnya berlangsung agak cepat untuk

selanjutnya membentuk aliran debit. Bagian air larian lain, karena melewati cekungan-cekungan

permukaan tanah sehingga memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan beberapa minggu

sebelum akhirnya menjadi aliran debit. Dengan demikian, kondisi aliran air permukaan yang

berbeda akan menentukkan bentuk dan besaran hidrografis aliran (bentuk hubungan grafis antara

debit dan waktu) suatu daerah aliran sungai (Gambar 4.1).

Air larian atau aliran air permukaan adalah aliran air di atas permukaan tanah yang terjadi

karena laju curah hujan melampaui laju infiltrasi (larian air B). Aliran air bawah permukaan

(subsurface flow) adalah bagian dari curah hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah, kemudian

mengalir dan bergabung dengan aliran debit.

E. Faktor-Faktor Penentu Air Larian

Faktor-faktor yang mempengaruhi air larian dapat dikelompokan menjadi factor-faktor

yang berhubungan dengan iklim, terutama curah hujan dan yang berhubungan dengan

karakteristik daerah aliran sungai. Lama waktu hujan, intensitas, dan penyebaran hujan

mempengaruhi laju dan volume air larian. Air larian total untuk suatu hujan secara langsung

berhubungan dengan lama waktu hujan untuk intensitas hujan tertentu. Infiltrasi akan berkurang

pada tingkat awal suatu kejadian hujan. Oleh karenanya, hujan dengan waktu yang singkat tidak

banyak menghasilkan air larian. Pada hujan dengan intensitas yang sama dan dengan waktu yang

lebih lama, akan menghasilkan air larian yang lebih besar.

Intensitas dan Lama Waktu Hujan

Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu. Untuk mendapatkan nilai

intensitas hujan disuatu tempat maka alat penalar hujan yang digunakan haus mampu mencatat

besarnya volume hujan dan waktu mulai berlangsungnya hujan samapi hujan tersebut berhenti.

Intensitas hujan atau ketebalan hujan persatuan waktu lazimnya dilaporkan dalam satuan

millimeter per jam. Data intensitas hujan tersebut umumnya dalam bentuk tabular/ grafik

(hyetograph). Cara lain untuk menentukan besarnya intensitas curah hujan adalah menggunakan

teknik interval waktu yang berbeda. Data intensitas hujan biasanya dimanfaatkan untuk

perhitungan-perhitungan prakiraan besarnya erosi, debit puncak (banjir), perencanaan drainase,

dan bangunan air lainnya.

Page 9: Paper Praktikum

Lama waktu hujan adalah lama waktu berlangsungnya hujan, dalam hal hal ini dapat

mewakili total curah hujan atau periode hujan yang singkat dari curah hujan yang relative

seragam. Cara untuk menentukan besarnya intensitas hujan adalah salah satunya dengan

memanfaatkan data pengukuran hujan yang dihasilkan oleh alat penakar hujan weighing bucket.

Kecepatan curah hujan dapat diartikan sebagai kecepatan jatuhnya air hjan dan dalam hal

ini dipengaruhi oleh besarnya intensitas hujan. Kecepatan tergantung pada bentuk dan ukuran

diameter air hujan. Informas tentang kecepatan air hujan untuk mencapai permukaan tanah

adalah penting dalam proses erosi dan sedimentasi.

Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume air larian. Pada hujan dengan

intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang cukup besar

dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif. Dengan demikian, total volume air larian akan

lebih besar pada hujan intensif dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif meskipun curah

hujan total untuk kedua hujan tersebut sama besarnya. Namun demikian, hujan dengan intensitas

tinggi dapat menurunkan infiltrasi akibat kerusakan struktur permukaan tanah (pemadatan) yang

ditimbulkan oleh tenaga kinetis hujan dan air larian yang dihasilkannya.

Laju dan volume air larian suatu DAS dipengaruhi oleh penyebarannya dan intensitas

curah hujan di DAS yang bersangkutan. Umumnya, laju air larian dan volume terbesar terjadi

ketika seluruh DAS tersebut ikut berperan. Dengan kata lain, hujan turun merata di seluruh

wilayah DAS yang bersangkutan.

Pengaruh DAS terhadap air larian adalah melalui bentuk dan ukuran (morfometri) DAS,

topografi, geologi, dan tataguna lahan (jenis dan kerapatan vegetasi). Semakin besar ukuran

DAS, semakin besar air larian dan volume air larian. Tetapi, baik laju maupun volume air larian

per satuan wilayah dalam DAS tersebut turun apabila luas daerah tangkapan air (catchment area)

bertambah besar. Gambar 4.2 menunjukkan beberapa pengaruh morfometri DAS, dalam hal ini

terdiri atas luas, kemiringan lereng, bentuk dan kerapatan drainase DAS, terhadap besaran dan

timing dari hidrograf aliran yang dihasilkannya.

Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju air larian daripada

DAS berbentuk melebar walaupun luas keseluruhan dari dua DAS tersebut sama. Hal ini terjadi,

pertama, karena air larian pada bentuk DAS yang memanjang tidak berkonsentrasi secepat pada

Page 10: Paper Praktikum

DAS dengan bentuk melebar. Artinya, jarak antara tempat jatuhnya air hujan dengan titik

pengamatan (outlet) pada bentuk DAS memanjang lebih besar daripada jarak antara dua titik

tersebut pada bentuk DAS melebar. Karena jaraknya lebih panjang, maka waktu yang diperlukan

air hujan tersebut sampai ke titik pengamatan juga lebih lama, dan dengan demikian,

menurunkan waktu terjadinya debit puncak dan volume debit puncak. Kedua, curah hujan pada

DAS yang pertama tampaknya kurang merata. Pada DAS berbentuk memanjang, bila arah hujan

sejajar dengannya, hujan yang bergerak kearah hulu akan menurunkan laju air larian. Hal ini

terjadi karena pada hujan yang bergerak ke arah hulu, air larian pada bagian bawah DAS tersebut

telah berhenti sebelum air larian berikutnya tiba di daerah bawah tersebut. Sebaliknya, hujan

yang bergerak ke daerah hilir menyebabkan air larian yang besar pada bagian bawah DAS dan

pada saat yang bersamaan datang air larian dari bagian atas DAS tersebut.

Kerapatan daerah aliran (drainase) juga merupakan factor penting dalam menentukan

kecepatan air larian. Kerapatan drainase adalah jumlah dari semua saluran air atau sungai (km)

dibagi luas DAS (km2). Makin tinggi daerah kerapatan daerah aliran semakin besar kecepatan air

larian untuk curah hujan yang sama. Oleh karenanya, dengan kerapatan daerah aliran tinggi debit

puncak akan tercapai dalam waktu yang lebih cepat seperti tampak pada gambar 4.2.

Pengaruh vegetasi dan cara bercocok tanam terhadap air larian dapat diterangkan bahwa

vegetasi dapat memperlambat jalanya air larian dan memperbesar jumlah air yang tertahan diatas

permukaan tanah (surface detention), dan dengan demikian, menurunkan laju aliran.

Berkurangnya laju dan volume air larian berkaitan dengan perubahan (penurunan nilai koefisien

air larian). Berikut ini adalah uraian tentang koefisien air larian yang merupakan respon daerah

aliran sungai terhadap curah hujan.

F. Analisis Hubungan Intensitas–Durasi-Frekuensi Hujan

Untuk memudahkan pemahaman, tinjauan tentang intensitas, lama waktu (durasi) dan

frekuensi sebaiknya dilakukan untuk curah hujan yang diperoleh dari satu stasiun penakar hujan.

Perhitungan angka rata-rata untuk skala DAS misalnya dapat dilakukan kemudian.

Pengalaman yang diperoleh dari daerah tropis menunjukkan bahwa curah hujan yang sangat

intensif umumnya berlangsung dalam waktu relative singkat. Sedangkan presipitasi yang

Page 11: Paper Praktikum

berlangsung cukup lama, pada umumnya tidak terlalu deras. Dalam hal ini, hubungan yang

bersifat kebalikan antara intensitas, lama waktu dan frekuensi perlu dikuantifisir.

Data dasar yang diperlukan untuk perhitungan atau analisis hubungan intensitas-durasi-

frekuensi hujan yang terdiri atas kejadian hujan terbesar yang terjadi setiap tahun (misalnya

curah hujan terbesar selama 5 menit ayau 6 jam dalam kurun waktu satu tahun). Pengatura/

pengelompokkan seperti ini dinamakan serial hujan maksimum tahunan (annual-maximum-

series). Sama halnya dengan kurva normal adalah mungkin untk menarik garis linier atas sebarab

angka-angka ekstrem pada kertas probabilitas khusus yang disebut kertas Gumbel/ kertas angka

ekstrem. Untuk menunjukkan permasalahan rancang bangundalam kaitannya dengan besarnya

curah hujan misalnya, biasanya perhatian lebih banyak ditujukan kepada esarnya kemeratakan

(probabilitas) untuk berlangsungnya kejadian (hujan) yang lebih besar daripada besaran kejadian

tertentu. Contoh bentuk penyebaran angka ekstrem serta prosedur pembentukkan grafisnya dapat

dilihat pada gambar 2.6.

Frekuensi kejadian-kejadian hidrologi dapat dijelaskan dengam menggunakan besarnya

angka kementakana/ besarnya angka periode ulang seperti ditunjukan gambar 2.6. Ekstrapolasi

dengan menggunakan kurva hubungan intensitas-durasi-frekuensi curah hujan seringkali

dilakukan dalam analisis data hidrologi. Tingkat kesalahan akibat ektrspolasi ini cukup besar

apabila kurva hubungan tersebut dimanfaatkan untuk memeprakirakan besarnya suatu kejadian

hujan /banjir dengan periode ulang lebih besra daripada jumlah data (tahun) yang digunakan

untuk analisis.

Penyebaran frekuensi anka ekstrem Gumbel bukanlah satu-satunya cara untuk

memprakirakan besarnya kejadian hujan/ banjir besar. Akan tetapi, metode ini merupakan teknik

yang paling banyak digunakan dan dianggap memadai untuk pemakaian diberbagai belahan

bumi.

G. Koefisien Air Larian

Koefisien air larian atau sering disebut C adalah bilangan yang menunjukan

perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan. Misalnya C untuk hujan

adalah 0,10 artinya 10% dari total curah hujan akan menjadi air larian. Secara matematis,

koefisien air larian dapat dijabarkan sebagai berikut:

Page 12: Paper Praktikum

Koefisien air larian (C) = air larian (mm)/curah hujan (mm)

Angka koefisien air larian ini merupakan salah satu indicator untuk menentukan apakah

suatu DAS telah mengalami suatu gangguan (fisik). Nilai C yang besar menunjukan bahwa lebih

banyak air hujan yang menjadi air larian. Hal ini kurang menguntungkan dari segi pencagaran

sumberdaya air karena besarnya air yang akan menjadi air tanah kan berkurang. Kerugian lainya

adalah dengan semakin besarnya jumlah air hujan yang menjadi air larian, maka ancaman

terjadinya erosi dan banjir menjadi lebih besar.

H. Prakiraan Air Larian

Metoda perkiraan air larian yang telah banyak dikenal umumnya mengabaikan beberapa

factor tertentu dan menggantinya dengan asumsi yang bersifat memudahkan proses perhitungan.

Metoda prakiraan besarnya air larian yang akan dikemukakan berikut ini terutama berlaku untuk

suatu wilayah sub-DAS kecil (kurang dari beberapa ratus hektar) dan kompoen tata guna kahan

utama adalah pertanian.

Untuk memprakirakan besar air larian puncak (peak runoff Qp), metoda rasional (US Soil

Conservation Service, 1973) adalah salah satu teknik yang dianggap memadai. Metode ini

relative lebih mudah menggunakannya dan karena ia lebih diperuntukan pemakaiannya pada

DAS dengan ukuran kecil, kurang dari 300 ha (Goldman et al., 1986) maka untuk ukuran DAS

yang lebih besar perlu dibagi menjadi beberapa bagian sub-DAS dan kemudian metoda rasional

tersebut diaplikasikan pada masing-masing sub-DAS.

Kelemahan metoda ini adalah bahwa ia tidak dapat menerangkan hubungan curah hujan

terhadap air larian dalam bentuk unit hidrograf. Ia hanya menunjukkan besarnya air larian

puncak (Qp) dan debit rata-rata (Qave). Namun demikian, metode ini terbukti paling praktis

dalam memprakirakan besarnya Qp dan Qave untuk merancang bangunan banjir, erosi, dan

sedimentasi. Bagi mereka yang tertarik untuk mempelajari respons DAS oleh adanya hujan

dalam bentuk serial waktu, metode unit hidrograf dapat memenuhi keinginan tersebut.

Persamaan matematik metode rasional untuk memprakirakan besarnya air larian adalah:

Q = 0,0028 C i A

Q = air larian (debit) puncak (m³/dtk),

Page 13: Paper Praktikum

C = koefisien air larian,

i = intensitas hujan (mm/jam),

A = luas wilayah DAS (ha).

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 1.1 Perhitungan I

No KeteranganTahun

No Baris 1998 1999 2000

1Jumlah kejadian hujan BB ( 1 ) 10 10 6

BK ( 2 ) 2 2 6

2 Jumlah CH maks

BB ( 3 ) 589,7 545,3 401,1

BK ( 4 ) 80,6 20,5 147

BB+BK ( 5 ) 670,3 565,8 548,1

3

Rata-rata CH maks BB ( 6 ) = ( 3/1 ) 58,97 56,58 91,35

Rata-rata CH maks* BB ( 6* ) = (98+99+00)/3

68,97

BK ( 7 ) = ( 4/2 ) 40,3 10,25 24,5

BB ( 8 ) 2154,1 1925,7 1501,8

4Jumlah CH BB+BK ( 9 ) = ( 8+ 10 ) 2346,6 1949,1 1905,3

BK ( 10 ) 192,5 23,4 403,5

5 CH bulanan rata-rata ( 11 ) = ( 9/ (1+2))

195,55 162,425 158,775

6 CH bulanan rata-rata BB ( 12 ) = ( 8/1 ) 215,41 192,57 250,8

Page 14: Paper Praktikum

Tabel 1.2 Perhitungan II

Durasi (menit) 5 10 15 20 45

7Durasi

HujanT ( 13 ) 0,08 0,17 0,25 0,33 0,75

R24/24 ( 14 ) = ( 6* / 24 ) 2,87375

24/t ( 15 ) = ( 24 / 13 ) 300 141,176 96 72,72 32

(24/t)^2/3 ( 16 ) = (15)^2/3 44,814 27,113 20,966 17,142 10,079

8Intensitas

CH maksI maks ( 17 ) = ( 14 * 16 ) 128,784 77,916 60,251 49,26 28,964

lanjutan

Durasi (menit) 60 120 180 240 300

7Durasi

HujanT ( 13 ) 1 2 3 4 5

R24/24 ( 14 ) = ( 6* / 24 ) 2,87375

24/t ( 15 ) = ( 24 / 13 ) 24 12 8 6 4,8

(24/t)^2/3 ( 16 ) = (15)^2/3 8,32 5,24 4 3,3019 2,8455

8Intensitas

CH maksI maks ( 17 ) = ( 14 * 16 ) 23,9096 15,058 11,495 9,489 8,177

Page 15: Paper Praktikum

3.2 Pembahasan

Dari perhitungan yang telah dilakukan, kita dapat mengetahui banyaknya bulan

basah dan bulan kering yang terjadi dalam setahun. Dalam praktikum kali ini, data yang

digunakan sebagai dasar pengamatan adalah data curah hujan yang terjadi pada tahun 1998,

1999, dan pada tahun 2000. Pada tahun 1998, sesuai dengan metode Mohr, terjadinya bulan

basah adalah jika curah hujan dalam satu bulan berjumlah lebih besar dari 100 mm, menurut

perhitungan, terdapat 10 bulan basah dan 2 bulan kering di tahun tersebut. Bulan kering di

tahun 1998 terjadi pada bulan September dan bulan November, sedangkan bulan lainnya

adalah bulan basah. Jumlah curah hujan maksimum pada tahun 1998 adalah jumlah curah

hujan maksimum terbesar dibanding dua tahun berikutnya, yakni 670,3 mm dengan curah

hujan maksimum pada bulan basah berjumlah 589,7 mm dan curah hujan maksimum pada

bulan keringnya sebanyak 80,6 mm. Sedangkan curah hujan bulanan rata-rata di tahun 1998

sebesar 195,55 mm.

Pada tahun 1999, tidak berbeda dengan tahun sebelumnya, yakni terjadi 10 bulan

basah dan 2 bulan kering. Akan tetapi, terjadinya bulan kering tidak sama persis dengan

tahun sebelumnya, pada tahun 1999 bulan kering terjadi pada bulan Agustus dan bulan

September, dimana selain dua bulan tersebut yang terjadi adalah bulan basah. Jumlah curah

hujan maksimum pada tahun 1999 adalah 565,8 mm lebih sedikit dibanding tahun

sebelumnya, dengan curah hujan maksimum pada bulan basahnya berjumlah 545,3 mm dan

curah hujan maksimum pada bulan keringnya sebanyak 20,5 mm, jauh lebih sedikit

dibandingkan dengan curah hujan maksimum pada bulan basah di tahun sebelumnya. Di

tahun 1999, curah hujan bulanan rata-ratanya sebanyak 162,425 mm. Pada tahun 2000,

berbeda dengan dua tahun sebelumnya, pada tahun ini terjadi 6 kali bulan basah dan 6 kali

bulan kering. Bulan kering terjadi pada bulan Maret, kemudian terjadi pada bulan Juli

hingga Oktober dan terakhir bulan Desember. Jumlah curah hujan maksimum pada tahun

2000 adalah 401,1 mm paling sedikit dibanding dua tahun sebelumnya, dengan curah hujan

maksimum pada bulan basahnya berjumlah 401,1 mm merupakan jumlah curah hujan

Page 16: Paper Praktikum

maksimum yang terendah dibanding dua tahun sebelumnya dan curah hujan maksimum

pada bulan keringnya sebanyak 147 mm. Curah hujan bulanan rata-ratanya 158,775 besar

curah hujan bulanan paling sedikit diantara dua tahun sebelumnya.

Selain itu, dari hasil perhitungan, didapatkan bahwa lamanya waktu durasi hujan

berbanding terbalik dengan besarnya intensitas curah hujan maksimum. Semakin pendek

waktu durasi hujan, justru semakin besar jumlah intensitas hujannya. Sebagai contoh adalah

durasi waktu hujan terpendek yang kita hitung, yakni 5 menit. Dengan durasi hujan selama 5

menit, jumlah intensitas curah hujan menunjukkan angka tertinggi dengan 128,784 mm.

sebaliknya, dengan durasi waktu hujan terlama yang kita hitung, yaitu 300 menit, intensitas

curah hujan maksimumnya jauh labih kecil dibandingkan intensitas curah hujan maksimum

selama 5 menit, yakni hanya sebesar 8,177 mm. Bahasan lainnya berupa kurva IDF

dilakukan untuk memperkirakan debit aliran puncak berdasarkan satu titik stasiun pencatat

hujan. Besarnya Intensitas curah hujan ditentukan oleh lamanya curah hujan dan frekuensi

kejadiannya.

Durasi (menit) Intensitas CH

Maksimum

5 128,78410 77,91615 60,251

Page 17: Paper Praktikum

20 49,2645 28,96460 23,9096120 15,058180 11,495240 9,489300 8,177

Kurva Intensitas – Durasi – Frekuensi (IDF)

0 50 100 150 200 250 300 3500

20

40

60

80

100

120

140

Kurva diatas menunjukkan hasil dari curah hujan harian yang di plotkan kedalam kurva IDF

dengan sumbu X menunjukkan durasi (menit) dan zumbu Y menunjukkan Intensitas Curah

Hujan Maksimum (mm/jam).

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

Page 18: Paper Praktikum

2.1 METODE RASIONAL

Menurut Wanielista (1990) metode Rasional adalah salah satu dari metode tertua dan awalnya

digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang melatarbelakangi

metode Rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus menerus, maka laju

limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi Tc

tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada

sistem (IA) adalah hasil dari curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan

antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebagai run off

coefficient

(C) dengan (0 ≤ C ≤ 1) (Chow 1988). Hal di atas diekspresikan dalam formula Rasional sebagai berikut ini

(Chow, 1988) :

Q = 0,277 C I A ……………………………… (1)

Keterangan :

Q : debit puncak (m3/dtk)

C : koefisien run off, tergantung pada karakteristik DAS (tak berdimensi)

I : intensitas curah hujan, untuk durasi hujan (D) sama dengan waktu konsentrasi (Tc)

(mm/jam)

A : luas DAS (km2)

Konstanta 0,277 adalah faktor konversi debit puncak ke satuan (m3/dtk) (Seyhan, 1990).

Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan formula Rasional adalah sebagai berikut (Wanielista

1990) :

a. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu tertentu, setidaknya

sama dengan waktu konsentrasi.

b. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas yang tetap,

sama dengan waktu konsentrasi.

Page 19: Paper Praktikum

c. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan.

d. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan.

Yang termasuk metode Rasional adalah :

• Metode Melchior (Rumus Pascher)

Qp = α.β.q.A

a = koefisien limpasan = Limpasan/ Curah hujan total

β = koefisien reduksi = Hujan rata-rata DAS yang bersangkutan /Hujan harian maksimum dari salah

satu stasiun dalam DAS tersebut pada hari yan sama

q = besarnya hujan terbesar (max. point rain fall (m3/det/km2)

A = luas DAS (km2)

Qp = debit puncak banjir (m3/det)

• Metode Weduwen

Qp = α.β.q.A

a = koefisien limpasan = Limpasan/ Curah hujan total

Tc = waktu konsentrasi = waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak

dari titik terjauh mencapai titik tertentu di hilir sungai (mulut DAS)

b = koefisien reduksi

T = Duration hujan yang diharapkan dapat menyebabkan banjir = 2 Tc

F = luas ellips yang dapat mencakup DAS = 1/4.p.a.b

a = sumbu panjang ellips (km)

b = sumbu pendek ellips (km)

q = besarnya hujan terpusat yang maksimum (m3/det/km2)

A = luas DAS (km2)

Page 20: Paper Praktikum

Qp = debit puncak banjir (m3/det)

Page 21: Paper Praktikum

2.2 KOEFISIEN LIMPASAN (RUNOFF COEFFISIEN) (C)

Dalam penghitungan debit banjir menggunakan Metode Rasional diperlukan data koefisien

limpasan (runoff coeffisien). Koefisien limpasan adalah rasio jumlah limpasan terhadap jumlah curah

hujan, dimana nilainya tergantung pada tekstur tanah, kemiringan lahan, dan jenis penutupan lahan.

Pada daerah aliran sungai (DAS) berhutan dengan tekstur tanah liat berpasir, nilai koefisien limpasan

berkisar antara 0,10 – 0,30. Pada lahan pertanian dengan tekstur tanah yang sama, nilai koefisien

limpasan adalah 0,30 – 0,50. Dalam tulisan ini data koefisien limpasan disesuaikan dengan kondisi

lapangan seperti pada Lampiran Tabel 1, 2, dan 3.

Tabel 1. Koefisien limpasan (C) untuk Metoda Rasional 1)

Karakter PermukaanPeriode Ulang (tahun)

2 5 10 25 50 100 500

Page 22: Paper Praktikum

Daerah telah berkembang :

Aspal

Beton/atap

Rerumputan (taman) :

Kondisi Jelek (penutupan < 50%):

- Datar (0-2%)

- Sedang (2-7%)

- Curam (>7%)

Kondisi Sedang (penutupan 50-70%):

- Datar

- Sedang

- Curam

Kondisi baik (penutupan > 70%):

- Datar

- Sedang

- Curam

0.73

0.75

0.32

0.37

0.40

0.25

0.33

0.37

0.21

0.29

0.34

0.77

0.80

0.34

0.40

0.43

0.28

0.36

0.40

0.23

0.32

0.37

0.81

0.83

0.37

0.43

0.45

0.30

0.38

0.42

0.25

0.35

0.40

0.86

0.88

0.40

0.46

0.49

0.34

0.42

0.46

0.29

0.39

0.44

0.90

0.92

0.44

0.49

0.52

0.37

0.45

0.49

0.32

0.42

0.47

0.95

0.97

0.47

0.53

0.55

0.41

0.49

0.53

0.36

0.46

0.51

1.00

1.00

0.58

0.61

0.62

0.53

0.58

0.60

0.49

0.56

0.58

Page 23: Paper Praktikum

Daerah Belum berkembang:

Lahan diusahakan pertanian:

- Datar

- Sedang

- Curam

Penggembalaan :

- Datar

- Sedang

- Curam

Hutan:

- Datar

- Sedang

- Curam

0.31

0.35

0.39

0.25

0.33

0.37

0.22

0.31

0.35

0.34

0.38

0.42

0.28

0.36

0.40

0.25

0.34

0.39

0.36

0.41

0.44

0.30

0.38

0.42

0.28

0.36

0.41

0.40

0.44

0.48

0.34

0.42

0.46

0.31

0.40

0.45

0.43

0.48

0.51

0.37

0.45

0.49

0.35

0.43

0.48

0.47

0.51

0.54

0.41

0.49

0.53

0.39

0.47

0.52

0.57

0.60

0.61

0.53

0.58

0.60

0.48

0.56

0.58

1) Digunakan sebagai standard di Austin, Texas, USA.

Sumber : Ven Te Chow; D.R. Maidment; L.W. Mays (1988). Applied Hydrology. Mc Graw Hill, Singapore

Tabel 2. Koefisien runoff untuk metoda Rasional

Tipe Areal Koefisien C

Areal bisnis:

- Downtown 0.70 - 0.95

- Neighborhood 0.50 - 0.70

Perumahan (residential) :

- Single family 0.30 - 0.50

Page 24: Paper Praktikum

- Multiunits, detached 0.40 - 0.60

- Multiunits, attached 0.60 - 0.75

Residential (suburban) 0.50 - 0.70

Apartment : 0.50 - 0.70

Daerah Industri :

- Industri Ringan 0.50 - 0.70

- Industri Berat 0.60 - 0.90

Taman (parks), kuburan (cemetries) 0.10 - 0.25

Taman bermain (playgrounds) 0.20 - 0.35

Railroad yard 0.20 - 0.35

Unimproved 0.10 - 0.30

Pavement:

- Asphal atau concrete 0.70 - 0.95

- Pasangan bata (bricks) 0.70 - 0.85

Atap rumah (Roofs):

Lawns, tekstur tanah berpasir :

- Datar, 2% 0.05 - 0.10

- Medium 2-7% 0.10 - 0.20

- Curam > 7% 0.15 - 0.20

Lawns, tekstur tanah liat berat :

- Datar, 2% 0.13 - 0.17

- Medium 2-7% 0.18 - 0.22

- Curam > 7% 0.25 - 0.35

Kerikil lintasan kendaraan dan pejalan kaki 0.15 - 0.30

Sumber: ASCE and WPCF (1969)

Page 25: Paper Praktikum

Tabel 3. Koefisien limpasan C untuk metoda Rasional berdasarkan lereng, tanaman penutup tanah

dan tekstur tanah.

Lereng (%)Lempung berpasir

(sandy loam)

Liat dan debu

berlempung

(clay and silt loam)

Liat berat

(tight clay)

HUTAN

0 - 5

5 - 10

10 – 30

0.10

0.25

0.30

0.30

0.35

0.50

0.40

0.50

0.60

Padang Rumput

0 - 5

5 - 10

10 – 20

0.10

0.15

0.20

0.30

0.35

0.40

0.40

0.55

0.60

Lahan Pertanian

(Arable land)

0 - 5

5 - 10

10 – 20

0.30

0.40

0.50

0.50

0.60

0.70

0.60

0.70

0.80

Sumber :Schwab, Frevert and Barnes (1966), Soil and Water Conservation Engineering, Wiley, New York.

Page 26: Paper Praktikum

2.3 INTENSITAS HUJAN (I)

Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas curah hujan.

Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air

tersebut terkonsentrasi (Loebis 1992). Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan

mm/jam. Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya

berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang meliputi

daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup

panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila

terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.

Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan

menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan. Jika tidak tersedia waktu untuk

mengamati besarnya intensitas hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh

cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot,

Mononobe, Sherman dan Ishigura (Suyono dan Takeda 1993).

Intensitas hujan adalah volume rata-rata curah hujan yang terjadi selamasatu unit waktu

(mm/jam). Intensitas hujan juga bisa diekspresikan sebagai intensitas sesaat atau intensitas rata-rata

selama kejadian hujan. Intensitas rata-rata curah hujan secara umum dirumuskan sebagai berikut :

i= PT d ………………………………………… (2)

Keterangan : i = intensitas hujan (mm/jam)

P = jumlah hujan (mm)

Td = lama hujan (jam)

Pada tulisan ini digunakan data hujan dari alat pencatat hujan otomatis yang terpasang pada

alat pencatat tinggi muka air (Automatic Water Level Recorder (AWLR)) yang terpasang di outlet DAS

Kertek.

Page 27: Paper Praktikum

Waktu konsentrasi (Tc) dapat dihitung berdasarkan persamaan Kirpich, 1940 dalam Chow, et. al,

1988 sebagai berikut.

Tc = 3,97*L0.77*S-0.385 …………….…………….. (3)

Keterangan :

Tc = waktu konsentrasi (jam);

L = panjang sungai (km);

S = landai sungai (m/m).

2.4 WAKTU KONSENTRASI (TC) ® KIRPICH (1940)

“Waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik yang paling jauh ke tempat kelaur yang

ditentukan, setelah tanah menajdi jenuh air dan depresi-depresi kecil terpenuhi”

Tc = 0,0195 L0,77 Sg-0,385

Tc adalah waktu konsentrasi (menit)

L adalah panjang aliran (meter)

Sg adalah lereng daerah aliran (meter/meter) atau perbedaan elevasi antara tempat keluar dengan titik

terjauh dibagi jarak antara keduanya (atau panjang garis penghubung)

Waktu Konsentrasi (Tc) untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Kecil yang Dihitung dengan Persamaan Kirpich

Panjang MaksimumPanjang Maksimum Waktu Konsentrasi (Tc) (menit)Waktu Konsentrasi (Tc) (menit)

Page 28: Paper Praktikum

Aliran (m)Aliran (m)Lereng DAS (%)Lereng DAS (%)

0,050,05 0,10,1 0,50,5 1,01,0 2,02,0 5,05,0

100100 1313 1010 55 44 33 22

150150 1717 1313 77 55 44 33

200200 2121 1616 99 77 55 44

250250 2525 2020 1111 88 66 44

500500 4343 3333 1818 1414 1010 77

750750 5959 4646 2525 1919 1414 1010

10001000 7474 5757 3131 2323 1818 1313

15001500 101101 7878 4242 3232 2525 1717

20002000 126126 9797 5252 4040 3131 2121

Waktu Konsentrasi (Tc) ® McCuen (1982)

US Soil Conservation Service (1972)

Metode Waktu Tenggang (lag method) :

Tc adalah waktu konsentrasi

TL adalah waktu tenggang antara terjadinaya hujan lebih sampai terjadinya aliran puncak (peak

discharge)(jam)

S=1000CN

−10T L=L0,8 (S+1)0,7

1900Y 0,5TC=5

3T L

Page 29: Paper Praktikum

Y adalah kemiringan permukaan tanah (%)

L adalah panjang hidrolik (kaki)

S adalah retensi maksimum (inci)

CN (Curve Number) adalah suatu indeks yang menyatakan pengaruh bersama tanah, penggunaan tanah,

perlakuan yang diberikan pada tanah pertanian, keadaan hidrologi dan kandungan air tanah, terhadap

besarnya aliran permukaan.

Metode Tanah Darat (upland method) :

Tc adalah waktu konsentrasi (detik)

L adalah panjang hidrolik (waktu tempuh) aliran air (kaki)

V adalah kecepatan aliran (kaki detik-1)

Nilai didapat dari kurva. Nilai TC dibagi 3600 untuk merubah detik ke jam.

Tc= LV

Page 30: Paper Praktikum

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.

Asdak C. 2004. “Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”. Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press.

http://bab2_aspe_hidrologi.pdf

http://Tc/METODE%20INTENSITAS%20CURAH%20HUJAN%20%C2%AB%20Take%20And%20Share.htm

http://Tc/translate.htm3.htm

Page 31: Paper Praktikum

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permukaan air tanah (water table) adalah batas lapisan tanah yang jenuh air dengan

lapisan tanah yang belum jenuh air. Sedangkan air yang tersimpan di bawah tanah itu

disebut air tanah, dan air yang tidak bisa diserap dan berada di permukaan tanah disebut air

permukaan. Air tanah bebas memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah

tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan.

Kemudahannya untuk didapatkan membuat kecenderungan disebut sebagai air tanah

dangkal. Letak lapisan ini bervariasi tergantung pada tempat dimana kondisinya mengikuti

bentuk topografi atau lekuk-lekuk permukaan bumi dan dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Di

daerah dataran rendah muka air tanah umumnya dangkal, sedangkan di daerah yang lebih

tinggi letak muka air tanah lebih dalam. Pada musim penghujan letak muka air tanah

biasanya lebih dangkal dibandingkan dengan musim kemarau.

Bagi kebanyakan masyarakat, terutama di kawasan industry, air tanah merupakan

pilihan yang paling disukai sebagai sumber kebutuhan air. Hal ini biasanya berkaitan dengan

kenyataan bahwa pada musim kemarau jumlah air permukaan (sungai, waduk, danau)

menyusut drastic dan seringkali diikuti dengan menurunnya kualitas air sampai pada tingkat

tidak layak untuk dimanfaatkan. Berbeda dari aliran air permukaan ke daerah hilir, aliran air

tanah jauh lebih lambat daripada air permukaan sehingga keberadaan air tanah di dalam

tanah lebih lama dibandingkan air permukaan. Dengan demikian, pemanfaatan air tanah juga

lebih leluasa daripada air permukaan, terutama selama musim kemarau berlangsung. Hal ini

menjadi salah satu faktor pendorong besarnya pemanfaatan air tanah oleh industry dan

pemukiman.

Dengan meningkatnya kebutuhan air, baik untuk keperluan industry, pertanian, dan

kebutuhan rumah tangga pengambilan air tanah juga mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Konsekuensi yang ditimbulkan mulai dirasakan dalam bentuk penurunan tinggi muka

air tanah yang pada gilirannya dapat menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah.

Praktikum kali ini merupakan salah satu cara sederhana dalam menentukan tinggi muka air

yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Pengukuran letak muka air tanah dapat diketahui

Page 32: Paper Praktikum

dengan mengamati sumur gali dan sumur pemboran. Letak muka air tanah ditunjukkan oleh

permukaan air sumur gali.

1.2 Tujuan

Tujuan diadakannya praktikum kali ini adalah :

i. Mahasisiwa dapat mengetahui cara untuk menentukan tinggi muka air tanah.

ii. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari tinggi muka air tanah.

Metodelogi Praktikum

1.3.1 Waktu dan tempat praktikum

Waktu : Senin, 15 Maret 2010

Tempat : Lahan Arboretum Universitas Padjadjaran

1.3.2 Alat dan bahan

Alat-alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :

1) Alat pengukur ketinggian (meteran atau penggaris)

2) Alat bor tangan (manual)

1.3.3 Prosedur Praktikum

1) Mahasiswa menyiapkan alat yang diperlukan seperti bor manual, meteran, dan penggaris.

2) Mahasiswa menentukan lahan yang akan digali.

3) Mahasiswa menggali atau melubangi tanah dengan menggunakan alat bor manual sampai

kedalaman kira-kira 50 cm atau sampai muncul air.

4) Mahasiswa mengukur tinggi air dari permukaan tanah sampai permukaan air sebanyak

tiga kali pengukuran dalam tiga waktu yang berbeda dan mencatat hasilnya. Berikut cara

pengukurannya :

a. Ukur kedalaman dasar sumur buatan yang kita gali dari titik tetap pengukuran

b. Ukur tinggi muka air tanah dari titik tetap pengukuran

c. Gambar sketsa konstruksi sumur

d. Gambar lokasi sumur yang diukur

e. Hitung tinggi muka air tanah dari permukaan tanah

Page 33: Paper Praktikum

Lubang Bor Permukaan Tanah

t2

t1

Muka Air Tanah

Keterangan : t1 = Kedalaman lubang bor

t2 = Tinggi muka air dari permukaan tanah

Page 34: Paper Praktikum

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Pengukuran Tinggi Muka Air Tanah (Water Table)

Hari/ Tanggal Pengukuran : Senin, Rabu – Jumat/ 15, 17 – 19 Maret 2010

Tempat Pengukuran : Arboretum Biologi

Waktu Pengukuran : 08.00 WIB, 12.00 WIB, dan 16.00 WIB

Data Pengukuran Water Table

Hari/ Tgl

No. Lubang 1 (cm) Lubang 2 (cm) Lubang 3 (cm) Lubang 4 (cm)H1 H1’ H1’’ H2 H2’ H2” H3 H3’ H3’’ H4 H4’ H4’

’Senin, 15 - 3 - 2010

1. - - - - - - - - - - - -

2. 40 91 51 37 93 56 30 92 62 6 67 613. 43 94 51 35 91 56 27 89 62 5 66 61

Rabu, 16 – 3 -

2010

1. 42 93,5 51,5 35 90 55 27 87 60 5 85 60

2. 41 91 50 35 87 52 26 81 55 6 61 553. 34 86 52 30 79 49 20 74 54 3 60 57

Kamis, 18 - 3 -

2010

1. 33 87 52 29 79 50 20 74 54 4 61 57

2. 30,5 82,5 52 28 79 51 20 75 55 5 58 533. 32 84 52 32 82 50 17 72 55 5 59 54

Jumat, 19 – 3- 2010

1. 34 85,5 51,5 31 80 49 22 75 53 3 53 50

2. 32,5 84,5 52 31 82 51 21 77 56 4 58 543. 30 82 52 32 83 51 26 82 56 4 59 55

Page 35: Paper Praktikum

LAMPIRAN

Pengukuran Tinggi Muka Air Tanah (Water Table)

Hari/ Tgl

No. Lubang 1 (cm) Lubang 2 (cm) Lubang 3 (cm) Lubang 4 (cm)H1 H1’ H1’’ H2 H2’ H2” H3 H3’ H3’’ H4 H4’ H4’

’Senin, 15 - 3 - 2010

1. - - - - - - - - - - - -

2. 40 91 51 37 93 56 30 92 62 6 67 613. 43 94 51 35 91 56 27 89 62 5 66 61

Rabu, 16 – 3 -

2010

1. 42 93,5 51,5 35 90 55 27 87 60 5 85 60

2. 41 91 50 35 87 52 26 81 55 6 61 553. 34 86 52 30 79 49 20 74 54 3 60 57

Kamis, 18 - 3 -

2010

1. 33 87 52 29 79 50 20 74 54 4 61 57

2. 30,5 82,5 52 28 79 51 20 75 55 5 58 533. 32 84 52 32 82 50 17 72 55 5 59 54

Jumat, 19 – 3- 2010

1. 34 85,5 51,5 31 80 49 22 75 53 3 53 50

2. 32,5 84,5 52 31 82 51 21 77 56 4 58 543. 30 82 52 32 83 51 26 82 56 4 59 55

Page 36: Paper Praktikum

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajdah

Mada University Press: Bandung.

Page 37: Paper Praktikum

BAB II

KONDUKTIVITAS HIDROLIK

2.1 Definisi Konduktivitas Hidrolik

Konduktivitas hidrolik tanah adalah suatu ukuran kemampuan tanah untuk mengirimkan

air ketika diserahkan kepada gradien hidrolik. Konduktivitas hidrolik didefinisikan oleh hukum

Darcy, yang, karena satu dimensi aliran vertikal, dapat ditulis sebagai berikut:

dimana U adalah kecepatan Darcy (atau rata-rata tanah kecepatan fluida melalui

penampang geometris area di dalam tanah), h adalah kepala hidrolik, dan z adalah jarak vertikal

dalam tanah. Koefisien proporsionalitas, K, dalam Persamaan 5.1 disebut konduktivitas hidrolik.

Istilah Koefisien permeabilitas juga kadang-kadang digunakan sebagai sinonim untuk

konduktivitas hidrolik. Atas dasar Persamaan 5.1, konduktivitas hidrolik didefinisikan sebagai

rasio kecepatan Darcy ke gradien hidrolik yang diterapkan. Dimensi K adalah sama dengan

bahwa untuk kecepatan, yaitu, panjang per unit waktu (TI -1).

Konduktivitas hidrolik adalah salah satu sifat hidrolik tanah, yang lain tanah yang

melibatkan karakteristik retensi cairan. Properti ini menentukan perilaku cairan tanah dalam

sistem tanah di bawah syarat-syarat tertentu. Lebih khusus, konduktivitas hidrolik menentukan

kemampuan tanah fluida mengalir melalui sistem matriks tanah di bawah gradien hidrolik

tertentu; tanah karakteristik retensi cairan menentukan kemampuan sistem tanah untuk

mempertahankan tanah fluida di bawah kondisi tekanan tertentu.

Konduktivitas hidrolik tergantung pada ukuran butir tanah, struktur tanah matriks, jenis

cairan tanah, dan jumlah relatif fluida tanah (saturasi) hadir dalam matriks tanah. Sifat penting

yang relevan dengan matriks padat tanah mencakup distribusi ukuran pori-pori, pori-pori bentuk,

ketidakjujuran, permukaan spesifik, dan porositas. Dalam hubungannya dengan cairan tanah,

sifat-sifat penting yang meliputi kerapatan,, dan cairan viskositas,. Untuk sistem bawah

Page 38: Paper Praktikum

permukaan tanah jenuh dengan cairan, konduktivitas hidrolik, K, dapat dinyatakan sebagai

berikut (Bear 1972):

dimana k, permeabilitas intrinsik tanah, hanya bergantung pada properti dari matriks

padat, dan g /, yang disebut fluiditas cairan, merupakan properti dari fluida meresap.

Konduktivitas hidrolik, K, dinyatakan dalam panjang per unit waktu (ITU -1), permeabilitas

intrinsik, k, dinyatakan dalam l 2, dan cair, g /, di l -1 T -1. Oleh menggunakan

Persamaan 5.2, hukum Darcy dapat ditulis secara eksplisit dalam hal koefisien proporsionalitas

(konduktivitas hidrolik K):

Ketika sifat-sifat fluida kerapatan dan viskositas diketahui, 5,3 Persamaan dapat

digunakan untuk eksperimental menentukan nilai intrinsik permeabilitas, k, dan konduktivitas

hidrolik, K, seperti akan ditunjukkan dalam Bagian 5.2.

Nilai-nilai konduktivitas hidrolik jenuh dalam tanah berbeda-beda dalam berbagai

beberapa kali lipat, tergantung pada bahan tanah. Tabel 5.1 daftar rentang nilai yang diharapkan

dari K untuk berbagai konsolidasi tanah terkonsolidasi dan bahan-bahan. Mewakili nilai-nilai

yang diharapkan dari K untuk tanah tekstur bahan yang berbeda disajikan pada Tabel 5.2. Yang

lebih rinci daftar nilai-nilai yang diharapkan K perwakilan berdasarkan distribusi ukuran butir,

pemilahan tingkat, dan isi dari beberapa endapan bahan tanah disajikan dalam Tabel 5.3 dan 5.4.

Bagian 2.1.2 membahas tekstur tanah.

Karena variabilitas spasial biasanya ditemukan dalam formasi geologi tanah, nilai-nilai

konduktivitas hidrolik jenuh juga menunjukkan variasi seluruh ruangdomain.

TABEL 5.1 Kisaran Hidrolik Jenuh

Page 39: Paper Praktikum

Konduktivitas Berbagai Tanah

Jenis Tanah

Konduktivitas hidrolik jenuh, K (m / yr)

Terkonsolidasi

deposito

Kerikil

Pasir bersih

Silty pasir

Lumpur, loess

Glasial -Liat

laut

Unweathered

1 × 10 4 - 1 × 10 7 1 × 10 4 - 1 × 10 7

1 × 10 2 - 1 × 10 5 1 × 10 2 - 1 × 10 5

1 × 10 1 - 1 × 10 4 1 × 10 1 - 1 × 10 4

1 × 10 -2 - 1 × 10 2 1 × 10 -2 - 1 × 10 2

1 × 10 -5 - 1 × 10 1 1 × 10 -5 - 1 × 10 1

1 × 10 -5 - 1 × 10 -2 1 × 10 -5 - 1 × 10 -2

Batu

Shale

Unfractured

metamorf dan

batuan igneous

Sandstone

1× 10 -6 - 1 × 10 -2 1 × 10 -6 - 1 × 10 -2

1 × 10 -7 - 1 × 10 -3 1 × 10 -7 - 1 × 10 -3

1 × 10 -3 - 1 × 10 1 1 × 10 -3 - 1 × 10 1

1 × 10 -2 - 1 × 10 1 1 × 10 -2 - 1 × 10 1

Page 40: Paper Praktikum

Batu kapur dan

dolomit

Retak

metamorf dan

igneous batuan

Permeabel

basal danKarst

batu kapur

1 × 10 -1 - 1 × 10 3 1 × 10 -1 - 1 × 10 3

1 × 10 1 - 1 × 10 5 1 × 10 1 - 1 × 10 5

1 × 10 1 - 1 × 10 5 1 × 10 1 - 1 × 10 5

Source: Adapted from Freeze and Cherry (1979). Sumber:

Diadaptasi dari Bekukan dan Cherry (1979).

Formasi geologis seperti dikatakan heterogen. Jika properti dari formasi geologi yang

berubah-ubah dalam ruang, pembentukan adalah homogen. Sebuah formasi geologis dikatakan

isotropik jika pada setiap titik dalam medium, nilai-nilai dari konduktivitas hidrolik jenuh (K)

tidak tergantung terhadap arah pengukuran. Sekali lagi, karena biasanya sifat berlapis uncon-

Page 41: Paper Praktikum

solidated bahan tanah endapan, tanah biasanya anisotropik. Dalam formasi geologis yang

anisotropik, komponen vertikal dari konduktivitas hidrolik jenuh biasanya lebih kecil (satu atau

dua perintah besar) dari komponen horizontal.

2.2 Metodologi Pengukuran

a. Metode Lapangan

Konduktivitas hidrolik jenuh air dalam tanah (atau permeabilitas intrinsik tanah) dapat

diukur oleh kedua percobaan lapangan dan laboratorium. pengukuran eksperimental K (atau k)

terdiri dalam menentukan nilai numerik koefisien dalam persamaan Darcy.

Metodologi yang digunakan untuk penentuan eksperimental K (atau k) baik di

laboratorium atau percobaan lapangan didasarkan pada prosedur berikut (Bear 1972):

1. Asumsikan sebuah pola aliran (seperti aliran satu dimensi dalam media berpori) yang

dapat digambarkan analitis oleh Darcy hukum,

2. Lakukan percobaan mereproduksi pola aliran yang dipilih dan mengukur semua kuantitas

yang dapat dihitung dalam Persamaan 5.4, termasuk kerapatan, viskositas dinamis, kecepatan

aliran, dan yang gradien hidrolik kepala; dan

3. Hitunglah koefisien K (atau k) dengan menggantikan jumlah yang diukur ke

5,4Persamaandiatas. Banyak berbeda eksperimen laboratorium atau lapangan dapat digunakan

untuk menentukan koefisien K (atau k).

TABLE 5.3 Perkiraan Jenuh Hydraulic

Konduktivitas untuk Bahan halus

Butir- Jenuh

Page 42: Paper Praktikum

Size

Class Konduktivitas hidrolik, K (10 3 m/yr) K

(10 3 m / yr)

Liat <0.0001

Lumpur,

liat

0.1 - 0.4

Lumpur,

sedikit

berpasir

0.5

Lumpur,

sedang

pasir

0.8 - 0.9

Lumpur,

sangat

berpasir

1.0 -1.2

lumpur 1.2

Silty

pasir

1.4

Sumber: EPA (1986).

Sebuah diskusi yang luas pada masing-masing metodologi pengukuran untuk

laboratorium dan percobaan lapangan disajikan dalam Klute dan Dirksen (1986) dan Amoozegar

dan Warrick (1986), masing-masing. Untuk FUSRAP situs, metode standar yang digunakan

untuk menentukan konduktivitas hidrolik jenuh dalam bahan tanah yang disiapkan oleh

American Society for Testing and Material (ASTM 1992a-o), dan Departemen Dalam Negeri

(doi 1990a, b). Deskripsi singkat yang bersangkutan ini metode standar disajikan pada Tabel 5.5.

Tes laboratorium dilakukan pada sampel kecil dari bahan tanah yang dikumpulkan

selama pengeboran inti program. Karena ukuran kecil sampel tanah ditangani di laboratorium,

hasil tes ini dianggap sebagai titik representasi dari sifat-sifat tanah. Jika contoh tanah yang

digunakan dalam uji laboratorium sampel benar-benar tak terganggu, yang diukur nilai K (atau k)

Page 43: Paper Praktikum

harus benar-benar representasi dari in-situ konduktivitas hidrolik jenuh pada titik sampling

tertentu.

Metode laboratorium dapat digunakan untuk mengevaluasi vertikal dan horisontal

konduktivitas hidrolik dalam contoh tanah. Misalnya, dalam sampel tidak terganggu baik

cohesionless kohesif atau tanah, nilai-nilai K yang diperoleh melalui tes laboratorium sesuai

dengan arah yang diambil sampel, yaitu, umumnya vertikal. Konduktivitas terganggu (remolded)

cohesionless sampel tanah di laboratorium yang diperoleh dapat digunakan untuk perkiraan nilai

aktual K di terganggu (alam) tanah dalam arah horisontal (DOA 1970). Untuk fine-grained tanah,

yang tidak terganggu sampel kohesif dapat berorientasi sesuai, untuk memperoleh konduktivitas

hidrolik baik dalam arah horisontal maupun vertikal.

Berbeda dengan metode laboratorium untuk mengukur konduktivitas dalam contoh tanah,

metode lapangan, pada umumnya, melibatkan wilayah yang besar dari tanah. Akibatnya, hasil

yang diperoleh dari metode lapangan harus mencerminkan pengaruh baik arah vertikal dan

horisontal dan harus mewakili rata-rata nilai K. Situasi ini terutama sangat penting dalam

Stratifikasi tanah di mana nilai-nilai K diukur dari metode lapangan akan mencerminkan

Domi-bangsa yang paling permeabel lapisan dalam profil tanah. Namun, dengan tepat memilih

metode khusus untuk digunakan di lapangan, in-situ nilai-nilai dari vertikal dan komponen

horizontal K dapat ditentukan secara independen di setiap lapisan tanah berlapis.

Pemilihan metode tertentu untuk aplikasi tertentu akan tergantung pada tujuan yang akan

dicapai. Karena kesulitan dalam mendapatkan sampel tidak terganggu sempurna terkonsolidasi

tanah, nilai K ditentukan oleh metode laboratorium mungkin tidak secara akurat mencerminkan

nilai masing-masing di lapangan. Oleh karena itu, metode lapangan harus digunakan setiap kali

tujuannya adalah untuk ciri ciri-ciri fisik dari sistem di bawah permukaan pertanyaan sejelas

mungkin. Metode lapangan Namun, biasanya lebih mahal daripada metode laboratorium, dan

akibatnya, ketika pertanyaan menjadi menentukan biaya, atau ketika sebenarnya representasi dari

kondisi lapangan tidak penting fundamental dan in-situ konduktivitas hidrolik tidak tersedia,

mungkin metode-metode laboratorium digunakan untuk menentukan konduktivitas hidrolik

jenuh K.

Page 44: Paper Praktikum

b. Metode Laboratorium

Di laboratorium, nilai K dapat ditentukan oleh beberapa alat dan metode yang berbeda

seperti permeameter, tekanan ruang, dan consolidometer (DOA 1970). Sebuah fitur umum dari

semua metode ini adalah bahwa sampel tanah ditempatkan dalam wadah silinder kecil yang

mewakili satu dimensi konfigurasi tanah yang beredar melalui cairan dipaksa mengalir.

Tergantung pada pola aliran yang dipaksakan melalui sampel tanah, metode-metode

laboratorium untuk mengukur konduktivitas hidrolik diklasifikasikan baik sebagai kepala

konstan tes dengan kondisi mapan aliran rejimen atau kepala jatuh-tes dengan aliran negara

goyah rejimen.

Metode kepala konstan terutama digunakan dalam sampel bahan tanah dengan perkiraan

K di atas 1.0 × 10 2 m / yr, yang sesuai dengan tanah berbutir kasar seperti pasir dan kerikil

bersih. Falling-metode kepala, di sisi lain, adalah digunakan dalam contoh tanah dengan nilai-

nilai estimasi K di bawah 1.0 × 10 2 m / yr (DOA 1970). Daftar standar metode laboratorium

untuk menentukan K, dengan variasi dari konstanta-kepala dan kepala jatuh-kondisi aliran,

disajikan pada Tabel 5.5. Juga tercantum pada Tabel 5.5, sebagai metode laboratorium untuk

mengukur K, adalah berdasarkan ukuran butir-metode empiris, di mana permeabilitas intrinsik, k,

dari sampel tanah ditentukan secara empiris dari laboratorium lain diukur ukuran butir-distribusi

sampel tanah.

Pertimbangan mengenai metode laboratorium untuk mengukur K terkait dengan prosedur

pengambilan sampel tanah dan persiapan ujian spesimen dan sirkulasi cairan. Proses sampling,

jika tidak benar dilakukan, biasanya mengganggu struktur matriks tanah dan hasil dalam keliru

tentang kondisi lapangan yang sebenarnya. Terganggu sampling tanah adalah mungkin, tapi

memerlukan penggunaan teknik yang dirancang khusus dan instrumen (Klute dan Dirksen 1986).

Sebuah panduan lengkap tentang metode standar untuk pengambilan contoh tanah

disajikan dalam ASTM D 4700-91, Contoh tanah yang relatif tidak terganggu, cocok untuk

penentuan konduktivitas hidrolik di laboratorium, dapat diperoleh, misalnya, dengan

menggunakan tabung berdinding tipis metode sampling di ASTM D 1587-83, Standard Laku

untuk Thin-Walled Tube Sampling dari Tanah (ASTM 1992c). Dalam teknik ini, yang relatif

Page 45: Paper Praktikum

tidak terganggu sampel tanah diperoleh dengan menekan berdinding tipis tabung logam ke dalam

tanah, mengeluarkan tanah penuh tabung, dan penyegelan ujung-ujungnya untuk mencegah

gangguan fisik dalam matriks tanah.

Memilih fluida tes juga pentingnya laboratorium untuk penentuan koefisien hidrolik

jenuh. Tujuannya adalah untuk melakukan tes cairan meniru sifat-sifat sebenarnya cairan tanah

sedekat mungkin. Ketika tes cairan yang tidak sesuai dipilih, pengujian sampel bisa terperangkap

tersumbat dengan udara, pertumbuhan bakteri, dan denda. 4 ) Untuk menghindari masalah

tersebut, solusi uji standar seperti deaerated 0,005-mol kalsium sulfat (caso 4) solusi, jenuh

dengan thymol (atau disterilkan dengan zat lain seperti formaldehida) harus di permeameter,

kecuali ada alasan khusus untuk memilih solusi lain (Klute dan Dirksen 1986). Salah satu

metode pengukuran konduktivitas hidrolik adalah:

Metode Lahan/ Tanah Jenuh Digunakan di Kawasan dari Tanah

Banyak metode in-situ telah dikembangkan untuk menentukan konduktivitas hidrolik jenuh

jenuh tanah dalam air tanah dan unconfined formasi di bawah kondisi terbatas. Metode-metode

ini meliputi (1) yang auger piezometer lubang dan metode yang digunakan dalam tabel air

dangkal unconfined kondisi (Amoozegar dan Warrick 1986), dan (2) tes memompa baik, yang

terutama dikembangkan untuk penentuan sifat akifer yang digunakan dalam pengembangan

unconfined terbatas dan sistem air tanah (EPA 1986).

2.2 Permeabilitas Profil Tanah

Semua jenis tanah bersifat lolos air (permeable) dimana air bebas mengalir melalui

ruang-ruang kosong (pori-pori) yang ada di antara butiran-butiran tanah. Tekanan pori diukur

relatif terhadap tekanan atmosfer dan permukaan lapisan tanah yang tekanannya sama dengan

tekanan atmosfer dinamakan muka air tanah atau permukaan freasik, di bawah muka air tanah.

Tanah diasumsikan jenuh walaupun sebenarnya tidak demikian karena ada rongga-rongga udara.

Profil tanah itu merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah dibuat dengan cara

menggali lubang dengan ukuran (panjang dan lebar) tertentu dan kedalaman yang tertentu pula

sesuai dengan keadaan tanah dan keperluan penelitiannya. Dalam hal ini misalnya untuk

Page 46: Paper Praktikum

keperluan genesa tanah pada oksisol yang solumnya tebal, pembuatan profil tanah dapat

mencapai kedalaman sekitar 3 - 3,5 meter.

Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur dan

tekstur serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam menaikkan laju permeabilitas tanah.

Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi dan dengan demikian, menurunkan

laju air larian.

Tinggi muka air tanah berubah-ubah sesuai dengan keadaan iklim tetapi dapat juga

berubah karena pengaruh dari adanya kegiatan konstruksi. Di tempat itu dapat juga terjadi muka

air tanah dangkal, di atas muka air tanah biasa, sedangkan kondisi dapat terjadi bila tanah dengan

permeabilitas tinggi di permukaan atasnya dibatasi oleh lapisan muka air tanah setempat, tetapi

berdasarkan tinggi muka air tanah pada suatu tempat lain yang lapisan atasnya tidak dibatasi oleh

lapisan rapat air.

Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi

oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil

ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya.

Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga

k yang lebih rendah dan pada tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka pori.

Kalau tanahnya berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar dari pada

permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar

dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured).

Permeabilitas ini merupakan suatu ukuran kemudahan aliran melalui suatu media poreus.

Secara kuantitatif permeabilitas diberi batasan dengan koefisien permeabilitas. Banyak peneliti

telah mengkaji problema permeabilitas dan mengembangkan beberapa rumus. (Rumus Fair dan

Hatch 1933) dapat dipandang sebagai sumbangan yang khas.

Permeabilitas intrinsik suatu akifer bergantung pada porositas efektif batuan dan bahan

tak terkonsolidasi, dan ruang bebas yang diciptakan oleh patahan dan larutan. Porositas efektif

ditentukan oleh distribusi ukuran butiran, bentuk dan kekasaran masing-masing partikel dan

susunan gabungannya, tetapi karena sifat-sifat ini jarang seragam, konduktivitas hidrolik suatu

akifer yang berkembang dibatasi oleh permeabilitas lapisan-lapisan atau masing-maisng zone,

dan mungkin bervariasi cukup besar tergantung pada arah gerakan air.

Page 47: Paper Praktikum

2.3 Drainase tanah

Kelas drainase tanah dibedakan dalam 7 kelas sebagai berikut:

1. Cepat (excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai

sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk

tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna

homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

2. Agak cepat (somewhat excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik

tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian

tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah

berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley

(reduksi).

3. Baik (well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya

menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian

cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah

berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley

(reduksi) pada lapisan sampai = 100 cm.

4. Agak baik (moderately well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang

sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan.

Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan,

yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta

warna gley (reduksi) pada lapisan sampai = 50 cm.

5. Agak terhambat (somewhat poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik

agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai

ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman

lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa

bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan

sampai =25 cm.

8. Terhambat (poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya

Page 48: Paper Praktikum

menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama

sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil

tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna

gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan

sampai permukaan.

7. Sangat terhambat (very poorly drained), tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat

rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan

tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok

untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di

lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan

permukaan.

2.4 Metode Auger Hole (1958)

Metode terdiri dari memompa air keluar dari lubang auger memperluas air di bawah meja dan

kemudian mengukur tingkat kenaikan air di dalam lubang. Ini merupakan prosedur yang

digunakan secara luas untuk mengukur konduktivitas hidrolik jenuh jenuh tanah. Hasilnya adalah

yang diukur didominasi oleh nilai rata-rata konduktivitas horizontal profil. Dalam bentuknya

yang paling sederhana, terdiri dari persiapan dari sebagian menembus rongga akifer, dengan

sedikit gangguan dari tanah. Setelah persiapan rongga, air di dalam lubang diperbolehkan untuk

menyeimbangkan dengan air tanah, yaitu tingkat di dalam lubang menjadi bertepatan dengan

tingkat meja air. Pengujian yang sebenarnya dimulai dengan menghapus seluruh jumlah air dari

lubang dan dengan mengukur tingkat kenaikan tingkat air di dalam rongga.

Lubang yang auger-metode yang cepat, sederhana dan metode yang dapat diandalkan untuk

mengukur konduktivitas hidrolik tanah air di bawah meja. Hal ini kebanyakan digunakan dalam

kaitannya dengan desain sistem drainase dalam tanah tergenang air dan di kanal rembesan

penyelidikan. Metode, berasal oleh Diserens (1934), telah diperbaiki oleh Hooghoudt (1936) dan

kemudian oleh Kirkham (1945, 1948), Van Bavel (1948), Ernst (1950), Johnson (1952) dan

Page 49: Paper Praktikum

Kirkham (1955).

Prinsip umum sangat sederhana: sebuah lubang adalah bosan ke dalam tanah dengan kedalaman

tertentu di bawah meja air. kesetimbangan tercapai dengan tanah sekitarnya, sebagian dari air di

dalam lubang akan dihapus. Air merembes ke dalam lubang lagi, dan tingkat di mana air itu naik

di dalam lubang diukur dan kemudian dikonversi dengan rumus yang sesuai dengan

konduktivitas hidrolik (k) untuk tanah. Lubang yang auger-metode memberikan rata-rata

permeabilitas lapisan tanah air yang terbentang dari meja untuk jarak kecil (beberapa decimetres)

di bawah dasar lubang. Jika ada lapisan kedap air di dasar lubang, nilai k adalah diatur oleh

lapisan tanah di atas lapisan kedap ini. Jari-jari kolom tanah yang permeabilitas diukur adalah

sekitar 30-50 cm.

Penggunaan metode ini adalah terbatas pada wilayah dengan meja air tanah yang tinggi

(setidaknya selama bagian dari tahun) dan untuk tanah di mana bentuk rongga yang dikenal dapat

dipertahankan sepanjang tes. Oleh karena itu di tanah berpasir tertentu perlu menggunakan

tabung berlubang.

Perawatan ini terutama untuk tujuan praktis, sehingga teori aliran air ke dalam sebuah lubang

auger belum dianggap; hanya beberapa informasi latar belakang diberikan, untuk menjelaskan

alasan yang mendasari instruksi dan rekomendasiGrafik dan rumus yang diberikan sebagian besar

berdasarkan pada publikasi Ernst (1950), memiliki sedikit keterbatasan, terutama karena

menyangkut kuantitas air yang harus dikeluarkan dari lubang. Selain itu, dengan bantuan grafik

ini k-nilai yang dapat dihitung dengan cepat dan mudah. Dalam mengukur konduktivitas hidrolik

di lapangan, empat tahap dapat dibedakan, masing-masing mempunyai masalah sendiri:

- Pengeboran dari lubang

- Penghapusan air dari lubang.

- Pengukuran laju meningkat.

- Perhitungan konduktivitas hidrolik dari data pengukuran.

Page 50: Paper Praktikum

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Pengukuran Penentuan Konduktivitas Hidrolik

Hari/ Tanggal Pengukuran : Senin, /22 Maret 2010

Tempat Pengukuran : Arboretum Biologi

Waktu Pengukuran : 11.20 WIB

Data pengukuran penentuan konduktivitas hidrolik dengan metode Auger Hole

No. W

(cm)

h

(cm)

a

(cm)

D

(cm)

d

(cm)

yo

(cm)

y1

(cm)

Δy

(cm)

Δt

(detik)

1 30 4 10 45 15 11 1 10 145

2 30 4 10 45 15 11 1 10 149

3 30 4 10 45 15 11 1 10 102

4 30 4 10 45 15 11 1 10 77

5 30 4 10 45 15 11 1 10 92

Diketahui: W = Water Table (cm)

h = Ketinggian water table yang disisakan (cm)

2a = Diameter lubang (cm)

Page 51: Paper Praktikum

D = Ketinggian dari datum – dasar water table (cm)

d = Ketinggian dari permukaan tanah – dasar water table (cm)

y1 = Tinggi dari muka air tanah ke tinggi pada waktu t (cm)

Δy = Tinggi air yang dikuras/ kenaikan rembesan air (cm)

Δt = Lama waktu dari yo ke y1 (detik)

Penyelesaian dengan persamaan Hooghoudt (Luthin, 1970)

Penyelesaian dengan Grafik Ernst

Didapat nilai C = < 10.000

Page 52: Paper Praktikum

Jumlah kenaikan 10 cm sama dengan 0,3281 feet. Tarik garis antara skala atas dan bawah

untuk d/a = 1,5 hingga memotong di y/a = 0,6 maka didapatkan nilai C = < 10.000

1. k = C (Δy/Δt)

= 10.000 (10/145)

= 689,65 inch/hr

2. k = C (Δy/Δt)

= 10.000 (10/149)

= 671,14 inch/hr

3. k = C (Δy/Δt)

= 10.000 (10/102)

= 980,39 inch/hr

4. k = C (Δy/Δt)

= 10.000 (10/77)

= 1.298,7 inch/hr

5. k = C (Δy/Δt)

= 10.000 (10/92)

= 1.086,96 inch/hr

Page 53: Paper Praktikum

3.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini, dibahas tentang penentuan Konduktivitas Hidrolik dengan

Metode Auger Hole. Dengan mengetahui nilai dari konduktivitas hidrolik ini, kita dapat

menghitung nilai debit air, juga dapat menghitung kecepatan aliran air di dalam tanah. Hal

tersebut memungkinkan kita untuk mengetahui lahan mana yang potensial digunakan sebagai

sumber air tanah dan juga sebagai patokan penggunaan air di suatu lahan jika air di lahan

tersebut sudah tidak memungkinkan lagi untuk diambil sumber air tanahnya.

Metode Auger hole merupakan metode yang paling sederhana digunakan untuk

penentuan nilai konduktivitas hidrolik. Dalam praktikum ini juga akan dibandingkan nilai

konduktivitas hidrolik dengan menggunakan rumus persamaan konduktivitas hidrolik dan

penentuan konduktivitas hidrolik dengan menggunakan grafik Ernst. Sebagai percobaan ini

dilakukan sampai mendapatkan data sebanyak 5 buah. Lubang yang kita gunakan sebagai bahan

pengamatan memiliki jari-jari 10 cm dengan diameter 20 cm. Setelah menggunakan rumus

konduktivitas hidrolik, didapatkan nilai K percobaan 1 sebesar 396,76 m/hari. Pada percobaan

kedua sebesar 386,11 m/hari. Percobaan ketiga didapatkan nilai K 564,02 m/hari. Untuk

percobaan keempat nilai K yang didapatkan adalah 747,14 m/hari. Dan pada percobaan kelima

diperoleh nilai K sebesar 625,33 m/hari.

Sedangkan, perhitungan dengan menggunakan grafik Ernst, didapatkan nilai K yang

berbeda jauh dengan nilai yang didapatkan pada rumus konduktivitas hidrolik. Untuk nilai K

pada percobaan pertama didapat nilai 689,65 inch/hari. Percobaan kedua nilai K yang dihasilkan

sebesar 671,14 inch/hari. Percobaan ketiga sebesar 980,39 inch/hari. Nilai K yang didapatkan

pada percobaan keempat sebesar 1.298,7 inch/hari dan percobaan kelima diperoleh nilai K

Page 54: Paper Praktikum

sebesar 1.086,96 inch/hari. Jika menggunakan logika, perolehan nilai K dengan menggunakan

grafil Ernst lebih masuk akal dibandingkan dengan perolehan nilai K yang menggunakan rumus

konduktivitas hidrolik. Sedangkan ketidakseragaman nilai K antara penggunaan rumus

konduktivitas hidrolik dengan grafik K sepertinya disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam

mengolah data yang didapat saat praktikum.

Walaupun demikian, dengan kelima data yang didapatkan saat praktikum, dapat diambil

kesimpulan bahwa lahan yang kita pakai untuk mengamatan memiliki nilai konduktivitas

hidrolik yang besar, hal tersebut berarti lahan tersebut masuk ke dalam lahan dengan

karakteristik kelas drainase yang cepat (excessively drained). Jika dibandingkan dengan nilai K

dari kelompok lain, nilai K yang kita dapatkan terhitung cepat karena lahan yang kita pakai

berada dekat dengan sumber air permukaan, permeabilitas airnya lebih cepat dibandingkan

dengan pengamatan pada lahan yang lebih jauh dari sumber air permukaan. Tetapi hal tersebut

bisa saja tidak berpengaruh terhadap nilai K suatu lahan karena adanya perbedaan kontur

permukaan lempeng tanah kedap air yang ada di dalam tanah.