paper penirisan

47
TEORI PENYALIRAN TAMBANG 1. Pengertian Sistem Penyaliran Tambang Pengertian dari sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air yang masuk ke daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran tambang ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat serta mempertahankan kondisi kerja yang aman, sehingga alat-alat mekanis yang digunakan pada daerah tersebut dapat beraktifitas dengan optimal. 2. Metode Penyaliran Tambang Sumber air yang masuk ke lokasi penambangan, dapat berasal dari air permukaan tanah maupun air bawah tanah. Air permukaan tanah merupakan air yang terdapat dan mengalir di permukaan tanah. Jenis air ini meliputi, air limpasan permukaan, air sungai, rawa atau danau yang terdapat di daerah tersebut, air buangan (limbah) dan mata air. Sedangkan air bawah tanah merupakan air yang terdapat dan mengalir di bawah permukaan tanah. Jenis air ini meliputi air tanah dan air rembesan.

Upload: john-casey

Post on 15-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asik asikin aja

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Penirisan

TEORI PENYALIRAN TAMBANG

1. Pengertian Sistem Penyaliran Tambang

Pengertian dari sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang

diterapkan pada daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau

mengeluarkan air yang masuk ke daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan

untuk mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam

jumlah yang berlebihan, terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran

tambang ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat serta

mempertahankan kondisi kerja yang aman, sehingga alat-alat mekanis yang

digunakan pada daerah tersebut dapat beraktifitas dengan optimal.

2. Metode Penyaliran Tambang

Sumber air yang masuk ke lokasi penambangan, dapat berasal dari air

permukaan tanah maupun air bawah tanah. Air permukaan tanah merupakan air

yang terdapat dan mengalir di permukaan tanah. Jenis air ini meliputi, air

limpasan permukaan, air sungai, rawa atau danau yang terdapat di daerah tersebut,

air buangan (limbah) dan mata air. Sedangkan air bawah tanah merupakan air

yang terdapat dan mengalir di bawah permukaan tanah. Jenis air ini meliputi air

tanah dan air rembesan.

Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan

menjadi dua yaitu :

2.1. Mine Drainage

Merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah

penambangan.Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air

yang berasal dari sumber air permukaan. Beberapa metode penyaliran Mine

drainage :

2.1.1 Metode Siemens

Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor kemudian

ke dalam lubang bor dimaksukkan pipa dan disetiap bawah pipa tersebut diberi

lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer, sehingga air

Page 2: Paper Penirisan

tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang ke

luar daerah penambangan.

Metode Siemens

2.1.2 Metode Elektro Osmosis

Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bilamana elemen-

elemen dialiri arus listrik maka air akan terurai, H+ pada katoda (disumur besar)

dinetralisir menjadi air dan terkumpul pada sumur lalu dihisap dengan pompa.

Metode Elektro Osmosis

2.1.3 Small Pipe With Vacuum Pump

Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang impermiable (jumlah air

sedikit) dengan membuat lubang bor. Kemudian di masukkan pipa yang ujung

bawahnya diberi lubang-lubang. Antara pipa isap dengan dinding lubang bor

diberi kerikil-kerikil kasar (berfungsi sebagai penyaring kotoran) dengan diameter

Page 3: Paper Penirisan

kerikil lebih besar dari diameter lubang. Di bagian atas antara pipa dan lubang bor

di sumbat supaya saat ada isapan pompa, rongga antara pipa lubang bor kedap

udara sehingga air akan terserap ke dalam lubang bor.

Small Pipe With Vacuum Pump

2.2 Mine Dewatering

Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah

penambangan. Upaya ini terutama untuk menangani air yang berasal dari air

hujan. Beberapa metode penyaliran mine dewatering adalah sebagai berikut:

2.2.1 Sistem Sumuran Terbuka (Open Sump System)

Sistem ini dilakukan dengan cara air yang masuk kedalam tambang

dikumpulkan ke suatu sumuran (sump) yang dibuat didasar tambang kemudian

dari sumuran tersebut dipompa dan dialirkan dengan pipa untuk dikeluarkan dari

tambang. Sistem ini pada umumnya banyak digunakan pada tambang terbuka.

2.2.2 Sistem Paritan

Penyaliran dengan cara paritan ini merupakan cara yang paling mudah, yaitu

dengan pembuatan paritan (saluran) pada lokasi penambangan. Pembuatan parit

ini bertujuan untuk menampung air limpasan yang menuju lokasi penambangan.

Air limpasan akan masuk ke saluran–saluran yang kemudian di alirkan ke suatu

kolam penampung atau di buang langsung ke tempat pembuangan dengan

memanfaatkan gaya gravitasi.

Page 4: Paper Penirisan

2.2.3 Sistem Adit

Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang terbuka

yang mempunyai banyak jenjang. Saluran horisontal yang di buat dari tempat

kerja menembus ke shaft yang di buat disisi bukit untuk pembuangan air yang

masuk ke dalam tempat kerja. Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal,

disebabkan oleh biaya pembuatan saluran horisontal tersebut dan shaft.

3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan rancangan

sistem penyaliran pada tambang terbuka adalah sebagai berikut :

3.1 Daur Hidrologi

Daur atau siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara yang kemudian

jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk prespitasi lain, dan

akhirnya mengalir ke laut kembali. Secara umum daur hidrologi terjadi karena air

yang menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut akan terkondensasi dan

kembali jatuh ke bumi yang disebut prespitasi. Peristiwa perubahan air menjadi

uap air dan bergerak dari permukaan tanah ke udara disebut evaporasi, sedangkan

penguapan air dari tanaman disebut transpirasi. Jika kedua proses ini terjadi secara

bersama-sama maka disebut evapotranspirasi. (Soemarto,1986).

Daur Hidrologi

Page 5: Paper Penirisan

3.1.1 Presipitasi

Presipitasi adalah peristiwa jatuhnya cairan atmosfer ke permukaan bumi.

Presipitasi dapat terdiri dari beberapa bentuk (Mulyanto,2013) yaitu :

1. Hujan yang merupakan bentuk presipitasi yang paling penting.

2. Embun yang merupakan hasil kondensasi di permukaan tanah atau tumbuhan.

3. Salju dan es

Untuk wilayah Indonesia yang beriklim tropis, bentuk presipitasi yang paling

penting adalah hujan (Soemarto,1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya presipitasi adalah :

1. Adanya uap air di atmosfer.

2. Faktor-faktor meteorologis seperti suhu air, suhu udara, kelembaban,

kecepatan angin, tekanan, dan sinar matahari.

3. Lokasi daerah berhubungan dengan sistem sirkulasi secara umum.

4. Rintangan yang disebabkan oleh gunung dan lain-lain.

3.1.2 Infiltrasi

Infiltrasi merupakan air cair yang diterima pada permukaan bumi dan jatuh

pada permukaan yang dapat bergerak kedalam tanah dengan gaya gerak gravitasi

dan kapiler (Ersin Seyhan, 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi

adalah :

1. Faktor tanah, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik tanah seperti

ukuran butir dan struktur tanah.

2. Vegetasi

3. Faktor-faktor lain, seperti kemiringan tanah, kelembaban tanah, dan suhu air.

3.1.3 Evapotranspirasi

Tidak semua prespitasi yang mencapai permukaan secara langsung

berinfiltrasi ke dalam tanah atau melimpas di atas permukaan tanah, sebagian

darinya, secara langsung atau setelah penyimpanan permukaan atau bawah

permukaan hilang dalam bentuk evaporasi yaitu air menjadi uap. Transpirasi,

Page 6: Paper Penirisan

yaitu proses dimana air menjadi uap melalui metabolisme tanaman (Ersin

Seyhan,1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah :

1. Radiasi matahari, karena proses perubahan air dari wujud cair menjadi gas

memerlukan panas (penyinaran matahari secara langsung)

2. Angin yang berfungsi membawa uap air dari satu tempat ke tempat lain.

3. Kelembaban relatif

4. Suhu

5. Jenis tumbuhan, karena evapotranspirasi dibatasi oleh persediaan air yang

dimiliki oleh tumbuh-tumbuhan serta ukuran stomata.

6. Jenis tanah, karena kadar kelembaban tanah membatasi persediaan air yang

diperlukan tumbuhan.

Evapotranspirasi dapat dihitung dengan rumus Turc sebagai berikut :

E =

5.02

)(9.0

TL

P

P

dimana :

E = Evapotranspirasi

P = Curah hujan tahunan rata-rata (mm/tahun)

T = Temperatur rata-rata (oC)

L(T) = Fungsi suhu = 300 + 25T + 0.05T3

3.1.4 Limpasan (Run Off)

Limpasan adalah semua air yang mengalir akibat hujan yang bergerak dari

tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah tanpa memperhatikan asal

atau jalan yang di tempuh sebelum mencapai saluran.( Ersin Seyhan, 1990).

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya limpasan adalah :

1. Banyaknya Presipitasi

2. Banyaknya Evapotranspirasi

Debit limpasan dapat dihitung dengan persamaan rasional berikut (Soemarto,

1986) :

Q = C x I x A

Page 7: Paper Penirisan

dimana :

Q = Debit limpasan (m3/jam)

C = Koefisien limpasan (Tabel 1)

I = Intensitas curah hujan (m/jam)

A = Luas catchment area (m2)

KOEFISIEN LIMPASAN PADA BERBAGAI KONDISI

NO KEMIRINGAN TATAGUNA LAHAN NILAI C

1Datar, <3%

a. sawah dan rawa

b. hutan dan kebun

c. pemukiman dan taman

0,2

0,3

0,4

2Menengah

3% - 5%

a. hutan dan kebun

b. pemukiman dan taman

c. alang-alang, sedikit tanaman

d. tanah gundul, jalan aspal

0,4

0,5

0,6

0,7

3 Curam, >15%

a. hutan dan kebun

b. pemukiman dan taman

c. alang-alang, sedikit tanaman

d. tanah gundul,jalan aspal, areal

penggalian & penimbunan tambang

0,6

0,7

0,8

0,9-1

Sumber : Bambang S, 1999

3.2 Curah hujan

Curah hujan adalah banyaknya hujan yang terjadi pada suatu daerah. Curah

hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan sistem penirisan,

karena besar kecilnya curah hujan pada suatu daerah tambang akan

mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus ditanggulangi

(Soemarto,1986).

Pengamatan curah hujan dilakukan dengan alat pengukur curah hujan. Ada

dua jenis alat pengukur curah hujan, yaitu alat ukur manual dan otomatis.

Pengukuran curah hujan manual menggunakan alat omborometer. Alat ini

merupakan salah satu penakar hujan yang tidak dapat mencatat sendiri

Page 8: Paper Penirisan

(nonrecording), bentuknya sederhana terbuat dari bahan Galvanis dan Stainless

Steel, yang memiliki tinggi sekitar 60Cm dan dicat aluminium anti karat.

Omborometer

Keseragaman pemasangan alat, cara pengamatan, dan waktu observasi sangat

diperlukan untuk memperoleh hasil pengamatan yang teliti, dengan maksud data

yang dihasilkan dapat dibandingkan satu sama lain.

Menentukan tempat pemasangan penakar hujan merupakan faktor yang

sangat diperhatikan dalam pengukuran curah hujan. Jika penakar hujan akan

dipasang pada Stasiun Meteorologi yang mempunyai Taman alat- alat, letak

pemasangannya dapat disesuaikan dengan pola taman alat.Tetapi banyak penakar

hujan yang dipasang pada Stasiun Meteorologi Khusus / Stasiun kerjasama yang

belum atau tidak mempunyai taman alat, dalam hal ini untuk penentuan tempat

pemasangan penakar hujan perlu diperhatikan hal - hal berikut.

Page 9: Paper Penirisan

Syarat - syarat pemasangan : 

1. Penakar hujan harus dipasang pada lapangan terbuka, tanpa ada gangguan

disekitar penakar,seperti pohon dan bangunan, kabel atau antene yang

melintang diatasnya. Jarak yang terdekat antara pohon / bangunan dengan

penakar hujan adalah 1 kali tinggi pohon / bangunan tersebut. 

2. Penakar hujan tidak boleh dipasang pada tanah miring (lereng bukit),

puncak bukit, diatas dinding atau atap. 

3. Penakar dipasang dengan cara disekrup / dipaku pada balok bulat yang dicat

putih dan ditanam pada pondasi beton (lihat gambar), sehingga tinggi

penakar hujan dari permukaan corong sampai permukaan tanah 120 Cm.

(lihat gbr), letak penampang corong harus datar (horizontal) bukaan kran

diberi kunci gembok sebagai pengaman. 

4. Penakar harus dipagar keliling dengan kawat, ukuran 1.5 m x 1.5 m dengan

tinggi 1m, agar tidak dapat diganggu binatang dan orang yang tidak

berkepentingan 

Cara pengamatan Ombrometer :

1. Pengamatan untuk curah hujan harus dilakukan tiap hari pada jam 07.00

waktu setempat, atau jam-jam tertentu.

2. Buka kunci gembok dan letakkan gelas penakar hujan dibawah kran,

kemudian kran dibukaagar airnya tertampung dalam gelas penakar. 

3. Jika curah hujan diperkirakan melebihi 25 mm. sebelum mencapai skala 25

mm. kran ditutupdahulu, lakukan pembacaan dan catat. Kemudian lanjutkan

pengukuran sampai air dalam bak penakar habis, seluruh yang dicatat

dijumlahkan. 

4. Untuk menghindarkan kesalahan parallax, pembacaan curah hujan pada

gelas penakar dilakukan tepat pada dasar meniskusnya. 

5. Bila dasar meniskus tidak tepat pada garis skala, diambil garis skala yang

terdekat dengan dasar meniskus tadi. 

Page 10: Paper Penirisan

6. Bila dasar meniskus tepat pada pertengahan antara dua garis skala, diambil

atau dibaca keangka yang ganjil, misalnya : 17,5 mm. menjadi 17 mm.. 24,5

mm. menjadi 25 mm. 

7. Untuk pembacaan setinggi x mm dimana 0,5 / x / 1,5 mm, maka dibaca x =

1 mm. 

8. Untuk pembacaan lebih kecil dari 0,5 mm, pada kartu hujan ditulis angka 0

(Nol) dan tetap dinyatakan sebagai hari hujan. 

9. Jika tidak ada hujan, beri tanda ( - ) atau ( . ) pada kartu hujan 

10. Jika tidak dapat dilakukan pengamatan dalam satu atau beberapa hari, beri

tanda (X) pada kartu hujan. 

11. Apabila gelas penakar hujan biasa (Obs.) pecah, dapat digunakan gelas

penakar hujan Hellman di mana hasil yang dibaca dikalikan 2. 

12. Atau dapat juga dipakai gelas ukur yang berskala ml. (Cc),yang dapat dibeli

di Apotik. Dengan gelas ukur ini, hasil pengukurannya yaitu volume air

yang tertampung dibagi luas corongnya (100 Cm2) dan kemudian satuannya

dijadikan millimeter (mm.). Misalnya air yang tertampung sebanyak 170 ml.

(170 Cm3) maka hasilnya adalah : 170 Cm3 :100 Cm2 = 1.7 Cm =17 mm.

atau 1 mm sama dengan 10 ml (Cc). 

Berdasarkan Intensitasnya, hujan terbagi atas :

Sifat curah hujan intensitas curah hujan (mm/jam)

Hujan sangat ringan < 1

Hujan ringan 1 – 5

Hujan normal 5 – 10

Hujan lebat  10 – 20

Hujan sangat lebat > 20

Data tersebut berguna pada saat penentuan hujan rencana.Analisa terhadap

data curah hujan ini dapat dilakukan dengan dua metode (Soewarno,1995) , yaitu :

Page 11: Paper Penirisan

1. Annual series, yaitu dengan mengambil satu data maksimum setiap tahunnya

yang berarti bahwa hanya besaran maksimum setiap tahun saja yang dianggap

berpengaruh dalam analisa data.

2. Partial Duration Series, yaitu dengan menentukan lebih dahulu batas bawah

tertentu dari curah hujan, selanjutnya data yang lebih besar dari batas bawah

tersebut diambil dan dijadikan data yang akan dianalisa.

3.2.1 Periode Ulang Hujan

Periode ulang hujan adalah hujan maksimum yang diharapkan terjadi pada

setiap n tahun. Jika suatu data curah hujan mencapai harga tertentu (x) yang

diperkirakan terjadi satu kali dalam n tahun, maka n tahun dapat dianggap sebagai

periode ulang dari x. Perhitungan periode ulang dapat dilakukan dengan beberapa

metode, tetapi metode yang paling banyak dipakai di Indonesia adalah Metode

Extreem Gumbel atau lebih lazim disebut Metode Gumbel.

Rumus metode Gumbel Tipe I adalah ( Soewarno,1995) :

Y = a (X – Xo)

dimana :

Y = Faktor reduksi Gumbel

x = Curah hujan maksimum rata-rata selama tahun pengamatan (mm)

X = Curah hujan rencana

Xo = x - a

577.0

a = S

283,1

S = Deviasi standar

Nilai curah hujan maksimum rata-rata (x) dapat dihitung dengan rumus (Sudjana,

1992) :

x =

n

Xi

dimana :

Xi = Curah hujan maksimum pada tahun x

N = Lama tahun pengamatan

Page 12: Paper Penirisan

Besarnya simpangan baku (S) dapat dihitung dengan rumus

(Sudjana,1992) :

S = 1

)( 2

n

xix

Hubungan periode ulang dengan reduksi variansi dari variabel Y ditunjukkan pada

Tabel dibawah ini.

HUBUNGAN PERIODE ULANG (T) DENGAN REDUKSI

VARIANSI DARI VARIABEL Y

Periode Ulang (T) Reduksi Variansi (Y)

2

5

10

20

50

100

0,3065

1,4999

2,2504

2,9702

3,9019

4,6001

Sumber : Soewarno,1995

3.2.2 Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah besarnya curah hujan (mm) yang terjadi dalam waktu

tertentu (jam). Intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus ( Soewarno,1995) :

It = t

Rt.60

dimana :

It = Intensitas hujan (mm/jam)

Rt = Curah hujan dalam t menit (mm)

t = Lama hujan (menit)

3.2.3 Daerah Tangkapan Hujan

Daerah tangkapan hujan (catchment area) adalah luasnya permukaan yang

apabila terjadinya hujan, maka air hujan tersbut akan mengalir ke daerah yang

Page 13: Paper Penirisan

lebih rendah menuju titik pengaliran. Air yang jatuh ke permukaan sebagian akan

meresap ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian ditahan oleh tumbuhan (intersepsi),

dan sebagian lagi akan mengisi liku-liku permukaan bumi dan akan mengalir ke

tempat yang lebih rendah. Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yanag

dapat mengakibatkan air limpasan permukaan (run off) mengalir ke suatu tempat

(daerah penambangan yang lebih lebih rendah) (Soewarno,1995).

3.3 Kolam Penampung (Sump)

Kolam penampung merupakan tempat yang dibuat untuk menampung air

sebelum air tersebut dipompakan. Kolam penampung ini juga dapat berfungsi

sebagai tempat mengendapkan lumpur. Tata letak kolam penampung dipengaruhi

oleh sistem drainase tambang yang digunakan serta disesuaikan dengan letak

geografis daerah tambang dan kestabilan lereng tambang. Berdasarkan tata letak

kolam penampung. Sistem penirisan tambang dapat dibedakan menjadi (Bambang

S, 1990). :

1. Sistem penirisan terpusat

Pada sistem ini sump-sump akan ditempatkan pada setiap jenjang atau bench.

Sistem pengaliran dilakukan dari jenjang paling atas menuju jenjang-jenjang yang

berada di bawahnya, sehingga akhirnya air akan terpusat pada main sump untuk

kemudian dipompakan keluar tambang.

2. Sistem penirisan tidak memusat

Sistem ini diterapkan untuk daerah tambang yang relatif dangkal dengan

keadaan geografis daerah luar tambang yang memungkinkan untuk mengalirkan

air secara langsung dari sump ke luar tambang.

Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan menjadi beberapa jenis

(Bambang S, 1990), yaitu :

1. Travelling Sump

Sump ini dibuat pada daerah front tambang. Tujuan dibuatnya sump ini adalah

untuk menanggulangi air permukaan. Jangka waktu penggunaan sump ini relatif

singkat dan selalu ditempatkan sesuai dengan kemajuan tambang.

2. Sump Jenjang

Page 14: Paper Penirisan

Sump ini dibuat secara terencana baik dalam pemilihan lokasi maupun

volumenya. Penempatan sump ini adalah pada jenjang tambang dan biasanya di

bagian lereng tepi tambang. Sump ini disebut sebagai sump permanen karena

dibuat untuk jangka waktu yang cukup lama dan biasanya dibuat dari bahan kedap

air dengan tujuan untuk mencegah meresapnya air yang dapat menyebabkan

longsornya jenjang.

3. Main Sump

Sump ini dibuat sebagai tempat penampungan air terakhir. Pada umumnya

sump ini dibuat pada elevasi terendah dari dasar tambang.

3.4 Pompa

Sebuah pompa merupakan alat angkut yang berfungsi memindahkan zat cair

dari suatu tempat ke tempat lain. Pompa merupakan salah satu aspek yang harus

di pertimbangkan dalam sistem penirisan tambang, kemampuan pompa harus

ditunjang dengan kondisi pipa begitu pula sebaliknya ( Haruo Tahara,2000).

Penentuan jenis pompa dan jumlah yang akan digunakan harus memperhatikan

beberapa hal berikut ini, yaitu :

3.4.1 Jenis Jenis Pompa

Sesuai dengan prinsip kerjanya, pompa dibedakan atas ( Haruo Tahara,2000):

1. Reciprocating Pump

Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di dalam silinder.

Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan umumya dapat

mengatasi kebutuhan energy yang tinggi. Tetapi pompa jenis ini kurang sesuai

dengan kondisi air yang berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak.

Page 15: Paper Penirisan

Reciprocating Pump

2. Centrifugal Pump

Jenis pompa yang banyak digunakan oleh dalam kegiatan penirisan tambang

adalah pompa sentrifugal. Pompa sentrifugal bekerja berdasarkan putaran impeller

di dalam pompa. Air yang masuk akan diputar oleh impeller dan selanjutnya

dilemparkan ke arah lubang keluar pompa. Pompa jenis ini banyak dipakai

ditambang karena mampu mengalirkan lumpur, kapasitasnya besar, dan

perawatannya mudah (Haruo Tahara,2000).

Centrifugal Pump

Page 16: Paper Penirisan

3. Axial Pump

Pada Pompa axial, zat cair mengalir pada arah axial (sejajar poros) melalui

kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling baling kapal. Jenis pipa ini

dapat digunakan secara vertical ataupun horizontal.

Axial Pump

3.4.2 Head Pompa

Head Pompa adalah energi yang harus disediakan untuk mengalirkan

sejumlah air seperti yang direncanakan. Energi inilah yang harus dihasilkan

pompa sehingga dapat mengalirkan air dengan debit yang diinginkan. Dalam

setiap penambahan head pada saat pompa telah di rangkai, maka debit air yang

keluar pun akan semakin kecil. Head total merupakan jumlahan dari head

tekanan, head kecepatan, dan head potensial adalah energi mekanik total per

satuan berat zat cair, dan dinyatakan dengan satuan tinggi kolom zat cair dalam

meter. ( Haruo Tahara,2000).

Head total pompa meliputi head statis pompa, ditambah berbagai kerugian

head pada pipa, kaup dan belokan yang dapat dicari dengan rumus (Haruo

Tahara,2000).:

Ht : Hs+Hv+Hf+Hfs

Page 17: Paper Penirisan

Dimana :

Ht : Head Total (meter)

Hs : Head Statis (meter)

Hv : Head terhadap kecepatan aliran dalam aliran pipa (meter)

Hf : Head terhadap kerugian gesekan dalam pipa (meter)

Hfs : Head terhadap belokan (meter)

3.4.3 Sistem pemasangan rangkaian pompa

Pemasangan pompa dapat dilakukan dengan cara seri dan paralel.

Pemasangan pompa secara seri dilakukan karena head pompa yang digunakan

tidak mencukupi untuk menaikkan air sampai ketinggian tertentu. Pemasangan

pompa secara paralel dilakukan karena debit pompa yang digunakan tidak

mencukupi untuk mengeluarkan air sehingga harus digunakan dua pompa atau

lebih yang dipasang secara paralel (Haruo Tahara,2000).

3.5 Pipa

Pipa adalah saluran tertutup yang digunakan untuk mengalirkan fluida. Bahan

pembuatan pipa pun bermacam macam,namun dasarnya bahan apapun yang

digunakan harus memperhatikan kemampuan pipa untuk menekan cairan

didalamnya (Merley C Potter, 2008).

Kapasitas pemompaan dan umur pompa sering kali ditentukan oleh

kesempurnaan sistem perpipaan. Untuk menjaga agar pompa tidak terkena gaya

yang berlebihan yang berasal dari sistem perpipaan yang terdiri dari pipa hisap

pipa keluar dan katup-katup yang tentunya harus dipertimbangkan sematang

mungkin untuk kondisi pemompaan yang optimal. Selain itu bila diperkirakan

akan terdapat pengerutan atau pemuaian pipa dapat dipertimbangkan untuk

melengkapi pemipaan dengan sambungan khusus pada kedua sisi pompa.

Beberapa hal khusus mengenai bagian-bagian pemipaan akan diuraikan lebih

lanjut dibawah ini, (haruo tahara,2000) :

Page 18: Paper Penirisan

3.5.1 Pipa Isap

Pipa ini memerlukan penanganan tertentu untuk memberikan performansi

yang baik pada instalasi pompa, seperti yang diuraikan dibawah ini.

1. Pencegahan Kebocoran

Penanganan khusus perlu diberika terhadap kemungkinan masuknya udara ke

dalam pipa isap karena hal ini tidak mudah dideteksi. Bila mungkin, penggunaan

pipa ulir harus dihindari dan sebagai gantinya dipakai pipa berflens.(Haruo

Tahara, 2000)

2. Pencegahan kantong udara

Dalam hal pompa beroperasi menghisap zat cair, pipa hisap harus dipasang

dengan cara sedemikian rupa hingga mempnyai arah menurun dari pompa ke

tadah hisap. Hal ini dimaksudkan untuk mengindari terbentuknya kantong udara.

Kemiringan ini tidak boleh berada secara signifikan sepanjang pipa hisap. Dalam

hal pemasukan dorongan pipa hisap harus menurun searh masuknya air kedalam

pompa. .(Haruo Tahara, 2000)

3. Pemasangan saringan

Untuk mencegah benda asing masuk kedalam pompa, tadah isap boleh diisi

air setelah dibersihkan secara sempurna. Pada pintu masuk kedalam tadah harus

dipasang saringan. .(Haruo Tahara, 2000)

4. Kedalaman ujung pipa

Ujung pipa isap harus dibenamkan dibawah muka zat cair dengan kedalaman

tertentu untuk mencegah terhisapnya udara dari permukaan air. Kedalaman ini

harus cukup meskipun permukaan zat cair di dalam tadah hisap turun sampai

batas minimum. .(Haruo Tahara, 2000)

5. Rantai penarik katup

Katup isap sering kali mendapat gangguan karena rusak atau karena

tersumbat benda benda asing yang menggangu kinerja pemompaan. Hal ini dapat

digunakan katup isap yang dilengkapi dengan rantai penarik katup sebelah atas.

Rantai ini disangkutkan pada dudukan pipa isap. Jika pipa isap yang berada di

bawah permukaan air, maka untuk mengatasi gangguan pipa isap tinggal dinaikan

ke atas permukan untuk diperbaiki. .(Haruo Tahara, 2000)

Page 19: Paper Penirisan

6. Reducer dan Belokan

Bila memakai reducer, untuk menyambung pipa isap yang diameternya lebih

besar dari pada diameter lubang isap pompa, harus dipakai reducer jenis eksentrik.

Hal ini dimaksud untuk mencegah terbentuknya kantong udara. Bila diperlukan

belokan, jumlahnya harus diusahakan sedikit mungkin dengan sudut belokn yang

sehalus mungkin. Belokan ini harus diletakkan sejauh mungkin dari pompa. .

(Haruo Tahara, 2000)

3.5.2 Pipa Keluar

Dibawah ini akan diberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

perencanaan dan pemasangan pipa keluar( Haruo tahara,2000) :

1. Diameter pipa dan kecepatan aliran

Diameter pipa harus ditentukan berdasarkan kecepatana aliran di dalam pipa

dan tidak perlu sama dengan diameter lubang keluar pompa. Kecepatan aliran ini

umumnya terdapat dalam pipa pada umumnya tidak lebih dari 3 m/detik. Namun

kebanyakan orang mengambil 1-2 m/detik. Perbedaan antara pipa dan diameter

lubang keluar pompa harus disesuaikan dengan menggunakan reduser atau

diffusor.

2. Pencegahan kantong udara

Kantong udara yang merugikan pada sisi keluar karena dapat menimbulkan

benturan (water hammer). Untuk mencegahnya dapat digunakan katup laluan

udara (air vent valve) yang dipasang pada bagian pipa yang melengkung keatas.

Katup ini akan mengeluarkan udara yang terjebak dibagian atas pipa yang

melengkung tersebut.

3. Pengamanan tekanan perapat

Beberapa istem pompamengeluarkan zat cair di ujung pipa keluar pada

ketinggian permukaan yang lebih rendah daripada ketinggian sumbu pompanya.

Hal demikian dapat menimbulkan tekanan ngatif didalap pompa sehingga udara

dapat terhisap masuk melalui paking tekan pada poros. Pada pompa berukuran

besar hal in dapat dicegah dengan menggunakan air perapat yang dipompakan

Page 20: Paper Penirisan

dengan pompa khusus ke dalam paking tekan. Cara ini hanya ekonomis utuk

pompa berukuran besar.

3.5.3 Jenis Pipa

Berikut adalah jenis jenis pipa yang sering digunakan terutama dalam

industri:

1. Pipa Baja

Jenis pipa baja saat ini sudah jarang digunakan dalam instalasi drainase

karena memiliki beberapa kekurangan antara lain :

a. mudah terjadi korosi akibat sifat bahan dasar pembuatan pipa

b. rawan terhadap kebocoran

c. instalasi penyambungan pipa agak sulit

d. banyak memerlukan elbow karena tidak elastis

Pipa Baja

2. Pipa HDPE (High Density Poly Ethylene)

Pipa HDPE merupakan pipa berbahan dasar Poly Ethylene padat. Pipa ini

dipilih karena memiliki keuntungan sebagai berikut :

a. Sifatnya elastis

b. Umur pipa tahan hingga 50 tahun

c. Instalasi mudah

d. Tahan terhadap asam

Page 21: Paper Penirisan

Pipa HDPE (High Density Poly Ethylene)

3.5.4 Kerugian head akibat sistem perpipaan

Sistem perpipaan akan sangat berhubungan erat dengan daya seta head

pompa yang dibutuhkan. Hal ini terjadi karena sistem perpipaan tidak akan

terlepas dari adanya gaya gesekan pada pipa, belokan, pencabangan, bentuk katup,

serta perlengkapan pipa lainnya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kehilangan

energi sehinga turunnya tekanan di dalam pipa ( Haruo Tahara,2000).

Kerugian head yang terjadi pada sistem perpipaan adalah :

1. Kerugian head akibat gesekan pada pipa (head friction)

Perhitungan besarnya kerugian gesekan baik pada pipa masuk maupun pada

pipa keluar dapat dihitung dengan persamaan Hazen-William ( Haruo

Tahara,2000):

Hf = 85.485.1

85.1666,10

DC

Q

x (L + Le)

dimana :

Hf = Kerugian gesekan pada pipa (m)

Q = Debit aliran pipa (m3/detik)

C = Koefisien (Tabel 3)

D = Dimameter pipa (m)

L = Panjang pipa (m)

Le = Panjang pipa ekivalen (m)

Page 22: Paper Penirisan

KONDISI PIPA DAN HARGA C

JENIS PIPA C

Pipa sangat mulus

Pipa baja atau besi tuang baru

Pipa kayu atau beton biasa

Pipa baja berkeling baru, pipa gerabah

Pipa besi tuang lama, pipa bata

Pipa baja berkeling lama

Pipa besi tua berkarat

Pipa besi atau baja sangat berkarat

140

130

120

110

100

95

80

60

Sumber : Reuben M Olson, 1999

2. Kerugian head pada katup hisap ( Haruo Tahara,2000)

Hv = fv g2

v2

dimana :

Hv = kerugian head katup (m)

v = kecepatan rata-rata di penampang masuk katup (m/s)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

f = koefisien kerugian katup

3. Kerugian head pada ujung pipa keluar ( Haruo Tahara,2000)

Hf = f g2

v2

dimana f = 1 dan v adalah kecepatan rata-rata pada pipa keluar

KOEFISISEN KERUGIAN DARI BERBAGAI KATUP

JENIS KATUP

DIAMETER (mm)100 1,50 200 250 300 400 500 600 700 800 900 1000 1200 1350 1500 1650

Katup sorong

0,14 0,12

Katup kupu-kupu

0,6 – 0,16 (bervariasi menurut kontruksi dan diameter)

Katup putar 0,09- 0,026 (bervariasi menurut diameter)

Katup cegah jenis ayun

1,2 1,15 1,1 1 0,98 0,96 0,94 0,92 0,9 0,88

Katup cegah tutup cepat

1,2 1,15 1,1 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4

Page 23: Paper Penirisan

jenis tekananKatup cegah jenis angkat bebas

1,44 1,39 1,34 1,3 1,2

Katup cegah tutup-cepat jenis pegas

7,3 6,6 5,9 5,3 4,6

Katup kepak 0,5

Katup Isap saringan

1,97 1,91 1,84 1,78 1,72

Katup pintu 0,4

Reducer 0,03

4. Kerugian head akibat belokan, sambungan, dan katup

Kerugian head pada belokan dapat dihitung dengan menggunakan panjang

ekivalen dari belokan tersebut terhadap pipa lurus.

PANJANG PIPA EKIVALEN

NO NAMA ALATPANJANG PIPA LURUS

EKIVALEN

1 Belokan 10 o 10.67 D

2 Belokan 20 o 13.3 D

3 Belokan 30 o 16.5 D

4 Belokan 45 o 20 D

5 Belokan 90 o 32 D

6 Pipa U 75 D

7 Pipa T 60 D

8 Pipa Y 500 D

9 Flowmeter 300 D

10 Katup sorong 7 D

11 Katup bola (DN 150) 60 D

12 Katup bola (DN 200) 67 D

Sumber : Haruo Tahara, 2000

3.5.5 Teori Sistem Perpipaan

Page 24: Paper Penirisan

3.5.5.1 . Pengertian Fluida Dinamis

            Fluida dinamis adalah fluida (bisa berupa zat cair, gas) yang bergerak.

Untuk memudahkan dalam mempelajari, fluida disini dianggap :

a.   Tidak kompresibel artinya bahwa dengan adanya perubhana tekanan ,volume

fluida tidak berubah.

b.   Tidak memngalami gesekan, artinya bahwa pada saat fluida mengalir,gesekan

antara fluida dengan dinding tempat mengalir dapat diabaikan.

c.    Aliran stasioner, artinya tiap partikel fluida mempunyai garis alir tertentu dan

untuk luas penampang yang sama mempunyai laju aliran yang sama.

3.5.5.2. Jenis Aliran Fluida Dinamis

Ada beberapa jenis aliran fluida. Lintasan yang ditempuh suatu fluida

yang sedang bergerak disebut garis alir. Berikut ini beberapa jenis aliran fluida.

a.    Aliran lurus atau laminer yaitu aliran fluida mulus. Lapisan-lapisan yang

bersebelahan meluncur satu sama laindengan mulus. Pada aliran partikel fluida

mengikuti lintasan yang mulus dan lintasan ini tidak saling bersilangan. Aliran

laminer dijumpai pada air yang dialirkan melalui pipa atau selang.

b.    Aliran turbulen yaitu aliran yang ditandai dengan adamnya lingkaran-

lingkaran tak menentu dan menyerupai pusaran. Aliran turbulen sering dijumpai

disungai-sungai dan selokan-selokan.

3.5.5.3. Besaran Dalam Fluida Dinamis

3.5.5.3.1 . Persamaan Kontinuitas

Dalam mempelajari materi fluida dinamis, suatu fluida dianggap sebagai

fluida ideal. Fluida ideal adalah fluida yang memiliki ciri-ciri berikut ini.

a. Fluida tidak dapat dimampatkan (incompressible), yaitu volume dan massa

jenis fluida tidak berubah akibat tekanan yang diberikan kepadanya.

b. Fluida tidak mengalami gesekan dengan dinding tempat fluida tersebut

mengalir.

c. Kecepatan aliran fluida bersifat laminer, yaitu kecepatan aliran fluida di

sembarang titik berubah terhadap waktu sehingga tidak ada fluida yang memotong

atau mendahului titik lainnya.

Page 25: Paper Penirisan

Jika lintasan sebuah titik dalam aliran fluida ideal dilukiskan, akan

diperoleh suatu garis yang disebut garis aliran (streamline atau laminer flow).

Perhatikanlah Gambar dibawah ini

Setiap partikel fluida ideal mengalir menurut garis alirannya masing-masing

dan tidak pernah memotong garis aliran partikel lain.

Suatu fluida ideal mengalir di dalam pipa. Setiap partikel fluida tersebut

akan mengalir mengikuti garis aliran laminernya dan tidak dapat berpindah atau

berpotongan dengan garis aliran yang lain.

Pada kenyataannya, Anda akan sulit menemukan fluida ideal. Sebagian

besar aliran fluida di alam bersifat turbulen (turbulent flow). Garis aliran turbulen

memiliki kecepatan aliran yang berbeda-beda di setiap titik. Debit aliran adalah

besaran yang menunjukkan volume fluida yang mengalir melalui suatu

penampang setiap satuan waktu.

Kecepatan aliran fluida di pipa berpenampang besar (v1) lebih kecil

Page 26: Paper Penirisan

daripada kecepatan aliran fluida di pipa berpenampang kecil

(v2).Adapun, tekanan di pipa berpenampang besar (p1) lebih besar

daripada tekanan di pipa berpenampang kecil (p2).

Secara matematis, persamaannya dituliskan sebagai berikut.

Q = v / t = Av

dengan :

V = volume fluida yang mengalir (m3),

t = waktu (s),

A = luas penampang (m2),

v = kecepatan aliran (m/s), dan

Q = debit aliran fluida (m3/s).

Untuk fluida sempurna (ideal), yaitu zat alir yang tidak dapat

dimampatkan dan tidak memiliki kekentalan (viskositas), hasil kali laju aliran

fluida dengan luas penampangnya selalu tetap. Secara matematis, dituliskan

sebagai berikut.

A1 v1 = A2 v2

Persamaan di atas disebut juga persamaan kontinuitas

3.5.5.3.2. Persamaan Bernoulli

Perhatikanlah Gambar dibawah ini

Fluida bergerak dalam pipa yang ketinggian dan luas penampangnya

Page 27: Paper Penirisan

yang berbeda. Fluida naik dari ketinggian h1 ke h2 dan kecepatannya

berubah dari v1 ke v2.

Suatu fluida bergerak dari titik A yang ketinggiannya h1 dari permukaan

tanah ke titik B yang ketinggiannya h2 dari permukaan tanah. Misalnya, pada

benda yang jatuh dari ketinggian tertentu dan pada anak panah yang lepas dari

busurnya. Hukum Kekekalan Energi Mekanik juga berlaku pada fluida yang

bergerak, seperti pada Gambar diatas. Menurut penelitian Bernoulli, suatu fluida

yang bergerak mengubah energinya menjadi tekanan.

Secara lengkap, Hukum Bernoulli menyatakan bahwa jumlah tekanan,

energi kinetik per satuan volume, dan energi potensial per satuan volume

memiliki nilai yang sama di setiap titik sepanjang aliran fluida ideal.

Persamaan matematisnya, dituliskan sebagai berikut.

p + 1/2 ρv2 + ρgh =konstan

atau 

p1 + 1/2 ρv12 + ρgh = p2 + 1/2 ρv2

2 + ρgh

dengan: 

p = tekanan (N/m2),v = kecepatan aliran fluida (m/s),g = percepatan gravitasi (m/s2),h = ketinggian pipa dari tanah (m), danρ = massa jenis fluida.3.5.5.3.3. Viskositas

Viskositas (kekentalan) fluida menyatakan besarnya gesekan yang dialami

oleh suatu fluida saat mengalir. Pada pembahasan sebelumnya, Anda telah

mengetahui bahwa fluida ideal tidak memiliki viskositas. Dalam kenyataannya,

fluida yang ada dalam kehidupan sehari-hari adalah fluida sejati. Oleh karena itu,

bahasan mengenai viskositas hanya akan Anda temukan pada fluida sejati, yaitu

fluida yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

a. Dapat dimampatkan (kompresibel);

b. Mengalami gesekan saat mengalir (memiliki viskositas);

c. Alirannya turbulen.

3.6 Aliran fluida

Page 28: Paper Penirisan

Dalam ilmu fisika dinyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau

dimusnahkan tetapi dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya. Karena itu

teorema Bernoulli menyatakan bahwa energi total setiap partikel dari fluida sama

pada sisi masuk dan sisi keluar sistem pada suatu titik. Energi cairan yang

mengalir dinyatakan dengan persamaan keseluruhan yaitu hukum kekekalan

energi yang ditulis sebagai berikut (Arko Priyono,1985):

2

2

1

2

2

22

2

11Z

g

VPZ

g

VP

Berdasarkan persamaan diatas, maka untuk sistem pemompaan dan perpipaan

rumusnya menjadi (Arko Priyono,1985) :

21

2

2

22

2

11Z

g

VPHHZ

g

VPPL

dimana :

P

= Head tekanan udara

g

V

2

2

= Head kecepatan

Z = Head potensial

HL = Head loss

Hp = Head pompa

Dalam perhitungan ini diasumsikan bahwa di permukaan air danau bidang z1

= 0 dan V1 = V2. Head akibat perbedaan tekanan udara diabaikan karena

perbedaan nilai P2 = P1 terlalu kecil, sehingga ET = 0 atau tidak ada energi yang

terpakai. Dari uraian diatas persamaan Bernoulli dapat diubah menjadi ( Haruo

Tahara,2000) :

Hp = z + HL

dimana :

Page 29: Paper Penirisan

Hp = head pompa (m)

Z = ketingian diukur dari bidang referensi (m)

vd = kecepatan aliran pada pipa keluar (m/s)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

HL = head loss (m)

3.7 Kolam Pengendap Lumpur (KPL)

Kolam pengendapan lumpur merupakan sarana untuk menghindari

pencemaran perairan umum oleh air limpasan limpasan dari tambang yang

mengandung material padat akibat erosi. Penentuan lokasi dan kapasitas KPL

harus direncanakan dengan memperhatikan rencana tambang agar biaya

pembuatannya dan penanganan lumpur tidak memerlukan biaya besar.

Kolam pengendapan lumpur ditempatkan pada ujung buangan pipa yang

berfungsi untuk mengendapkan air hasil pemompaan sebelum akhirnya dialirkan

ke perairan umum. Dimensi kolam pengendap ini tergantung dari debit air

tambang yang dipompa, kecepatan partikel mengendap, jadwal pengurasan kolam

pengendap. Mengacu pada kecepatan pengendapan partikel lumpur yang terbawa,

kolam pengendap biasanya memerlukan area yang luas untuk mendapatkan

bentuk ideal, apalagi jika pada kolam tersebut tidak dilakukan pengurasan.

Pertimbangan untuk kolam pengendap tanpa pengurasan ini adalah daya tampung

kolam terhadap lumpur sampai batas waktu digunakannya kolam pengendap ini.

Jika area untuk kolam pengendap ini tidak terlalu luas maka dibuatlah jadwal

pengurasan secara rutin pada kolan pengendap tersebut.

Selain berfungsi sebagai penampung air limpasan, kolam pengendapan

lumpur juga berfungsi untuk mengendapkan lumpur-lumpur atau material padatan

yang tersuspensi maupun yang terlarut dalam air limpasan yang disebabkan

karena aktifitas penambangan maupun karena erosi.

Dalam pembuatan dan operasional kolam pengendapan lumpur (KPL)

haruslah efektif dan efisien, maka rencana pembuatan KPL haruslah mengacu

pada kriteria sebagai berikut :

Page 30: Paper Penirisan

1. Dapat mengendapkan lumpur sehingga air yang dibuang ke perairan umum

memenuhi baku mutu lingkungan.

2. Penentuan lokasi disesuaikan dengan rencana tambang jangka panjang agar

dapat difungsikan untuk jangka waktu yang lama.

3. Daya tampung diupayakan semaksimal mungkin untuk menurunkan frekuensi

pengurasan.

4. Biaya pembuatan serendah mungkin.

5. Penanganan lumpur murah dan mudah.

6. Reklamasi bekas KPL relatif mudah dan murah.

7. Harus memiliki kompartemen pengapuran air asam tambang untuk normalisasi

pH air limpasan yang dapat meningkatkan efektifitas pengapuran.

Pembuatan kolam pengendapan lumpur terdiri dari dua cara, yaitu dengan

menggunakan tanggul tetap dan dengan penggalian. Penggunaan tanggul tetap

dapat dilakukan pada daerah yang berlembah, dimana tanggul tersebut berfungsi

sebagai penahan air limpasan. Bahan yang digunakan pada pembuatan tanggul

merupakan bahan yang impermeable dan diperkuat dengan dari sub soil.

Pemadatan tanggul dilakukan setiap 30-50 cm tebal lapisan timbunan. Lantai

dasar tanggul memiliki kedalaman 2 meter yang berfungsi sebagai key way, dan

dapat dilakukan diclearing pada bagian dasarnya untuk memanfaatkan tanah

humus dan mencegah terjadinya penyumbatan pada bagian outlet dari bahan-

bahan yang ikut mengalir. Persyaratan tadi juga diterapkan pada pembuatan KPL

dengan teknik penggalian, perbedaannya yang mendasar adalah pada teknik

penggalian tidak memerlukan penggunaan key way.

Hal yang penting untuk diketahui dalam rencana pembuatan dan

pengelolaan kolam pengendapan lumpur untuk mengolah air asam tambang

adalah curah hujan dan luasnya daerah tangkapan hujan (catchment area). Hal ini

berkaitan dengan besarnya air limpasan yang akan terbentuk, yang nantinya

mempengaruhi dimensi/volume KPL dalam menampung air limpasan tersebut.

3.8 Saluran Terbuka

Bentuk penampang saluran air biasanya dipilih berdasarkan debit air, tipe

material pembentuk saluran serta kemudahan dalam pembuatannya. Didalam

Page 31: Paper Penirisan

merancang bentuk dan dimensi saluran air perlu dilakukan analisis sehingga

saluran air tersebut dapat memnuhi hal-hal sebagai beriku antara lain, yaitu :

1. Mempunyai dimensi yang sesuai dengan debit aliran air

2. Mempunyai ruang jagaan yang cukup untuk mengantisipasi adanya

sedimentasi di dalam saluran dan menampung terjadinya debit aliran yang di

luar rencana.

3. Mempunyai kemiringan saluran yang aman sehingga kecepatan aliran tidak

menimbulkan gerusan pada saluran.

4. Kemudahan dalam pengalian.

Saluran air dengan penampang segiempat atau segitiga umumnya untuk debit

yang kecil, sedangkan penampang trapesium untuk debit yang besar.

Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran air dilakukan dengan rumus

manning sebagai berikut :

Q =

1n

R2 /3 S1/2 A1)

Dimana :

Q p = Debit air (m3/detik)

R = Jari-jari hidrolik (m)

S = Gradien

A = Luas penampang basah (m2)

n = Koefisien kekasaran Manning yang menunjukkan kekasaran

dinding suatu saluran (dapat dilihat pada table dibawah ini)

HARGA KOEFISIEN KEKASARAN MANNING (n)

1

Page 32: Paper Penirisan

NO TIPE ELEMEN n

1

2

3

4

Saluran tanah lurus dan teratur

Saluran tanah gali dengan excavator

Saluran pada batuan lurus dan teratur

Saluran pada batuan tidak lurus dan tidak

teratur

0.023

0.028

0.033

0.045

(Sumber : Reuben M Olson, “Dasar-dasar Mekanika Fluida Teknik”1993)

DIMENSI SALURAN TRAPEZOIDAL

CW=b+2xy

(h+f )

W =b+ 2 hxy

H=h+f

A=2 b+ h2 xy

O=b+2√h2+( hxy )

2

R= AO

xy

b

h

f

H

W

CW

Page 33: Paper Penirisan

V=Q p

A

F s=Q p

Q a

Dimana :

CW = Lebar atas saluran (m)

W = Lebar permukaan air (m)

A = Zona basah (m2)

O = Wet perimeter (m)

H = Tinggi saluran (m)

R = Jari-jari hidrolik (m)

V = Kecepatan aliran (m/detik)

Fs = Faktor keamanan

S = Gradien

n = Koefisien Manning (Tabel III.10)

b = Dasar saluran (m)

h = Tinggi air (m)

f = Daerah jagaan (m)