paper penirisan
DESCRIPTION
asik asikin ajaTRANSCRIPT
TEORI PENYALIRAN TAMBANG
1. Pengertian Sistem Penyaliran Tambang
Pengertian dari sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang
diterapkan pada daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau
mengeluarkan air yang masuk ke daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan
untuk mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam
jumlah yang berlebihan, terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran
tambang ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat serta
mempertahankan kondisi kerja yang aman, sehingga alat-alat mekanis yang
digunakan pada daerah tersebut dapat beraktifitas dengan optimal.
2. Metode Penyaliran Tambang
Sumber air yang masuk ke lokasi penambangan, dapat berasal dari air
permukaan tanah maupun air bawah tanah. Air permukaan tanah merupakan air
yang terdapat dan mengalir di permukaan tanah. Jenis air ini meliputi, air
limpasan permukaan, air sungai, rawa atau danau yang terdapat di daerah tersebut,
air buangan (limbah) dan mata air. Sedangkan air bawah tanah merupakan air
yang terdapat dan mengalir di bawah permukaan tanah. Jenis air ini meliputi air
tanah dan air rembesan.
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
2.1. Mine Drainage
Merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah
penambangan.Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air
yang berasal dari sumber air permukaan. Beberapa metode penyaliran Mine
drainage :
2.1.1 Metode Siemens
Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor kemudian
ke dalam lubang bor dimaksukkan pipa dan disetiap bawah pipa tersebut diberi
lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer, sehingga air
tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang ke
luar daerah penambangan.
Metode Siemens
2.1.2 Metode Elektro Osmosis
Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bilamana elemen-
elemen dialiri arus listrik maka air akan terurai, H+ pada katoda (disumur besar)
dinetralisir menjadi air dan terkumpul pada sumur lalu dihisap dengan pompa.
Metode Elektro Osmosis
2.1.3 Small Pipe With Vacuum Pump
Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang impermiable (jumlah air
sedikit) dengan membuat lubang bor. Kemudian di masukkan pipa yang ujung
bawahnya diberi lubang-lubang. Antara pipa isap dengan dinding lubang bor
diberi kerikil-kerikil kasar (berfungsi sebagai penyaring kotoran) dengan diameter
kerikil lebih besar dari diameter lubang. Di bagian atas antara pipa dan lubang bor
di sumbat supaya saat ada isapan pompa, rongga antara pipa lubang bor kedap
udara sehingga air akan terserap ke dalam lubang bor.
Small Pipe With Vacuum Pump
2.2 Mine Dewatering
Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah
penambangan. Upaya ini terutama untuk menangani air yang berasal dari air
hujan. Beberapa metode penyaliran mine dewatering adalah sebagai berikut:
2.2.1 Sistem Sumuran Terbuka (Open Sump System)
Sistem ini dilakukan dengan cara air yang masuk kedalam tambang
dikumpulkan ke suatu sumuran (sump) yang dibuat didasar tambang kemudian
dari sumuran tersebut dipompa dan dialirkan dengan pipa untuk dikeluarkan dari
tambang. Sistem ini pada umumnya banyak digunakan pada tambang terbuka.
2.2.2 Sistem Paritan
Penyaliran dengan cara paritan ini merupakan cara yang paling mudah, yaitu
dengan pembuatan paritan (saluran) pada lokasi penambangan. Pembuatan parit
ini bertujuan untuk menampung air limpasan yang menuju lokasi penambangan.
Air limpasan akan masuk ke saluran–saluran yang kemudian di alirkan ke suatu
kolam penampung atau di buang langsung ke tempat pembuangan dengan
memanfaatkan gaya gravitasi.
2.2.3 Sistem Adit
Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang terbuka
yang mempunyai banyak jenjang. Saluran horisontal yang di buat dari tempat
kerja menembus ke shaft yang di buat disisi bukit untuk pembuangan air yang
masuk ke dalam tempat kerja. Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal,
disebabkan oleh biaya pembuatan saluran horisontal tersebut dan shaft.
3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan rancangan
sistem penyaliran pada tambang terbuka adalah sebagai berikut :
3.1 Daur Hidrologi
Daur atau siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara yang kemudian
jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk prespitasi lain, dan
akhirnya mengalir ke laut kembali. Secara umum daur hidrologi terjadi karena air
yang menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut akan terkondensasi dan
kembali jatuh ke bumi yang disebut prespitasi. Peristiwa perubahan air menjadi
uap air dan bergerak dari permukaan tanah ke udara disebut evaporasi, sedangkan
penguapan air dari tanaman disebut transpirasi. Jika kedua proses ini terjadi secara
bersama-sama maka disebut evapotranspirasi. (Soemarto,1986).
Daur Hidrologi
3.1.1 Presipitasi
Presipitasi adalah peristiwa jatuhnya cairan atmosfer ke permukaan bumi.
Presipitasi dapat terdiri dari beberapa bentuk (Mulyanto,2013) yaitu :
1. Hujan yang merupakan bentuk presipitasi yang paling penting.
2. Embun yang merupakan hasil kondensasi di permukaan tanah atau tumbuhan.
3. Salju dan es
Untuk wilayah Indonesia yang beriklim tropis, bentuk presipitasi yang paling
penting adalah hujan (Soemarto,1986).
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya presipitasi adalah :
1. Adanya uap air di atmosfer.
2. Faktor-faktor meteorologis seperti suhu air, suhu udara, kelembaban,
kecepatan angin, tekanan, dan sinar matahari.
3. Lokasi daerah berhubungan dengan sistem sirkulasi secara umum.
4. Rintangan yang disebabkan oleh gunung dan lain-lain.
3.1.2 Infiltrasi
Infiltrasi merupakan air cair yang diterima pada permukaan bumi dan jatuh
pada permukaan yang dapat bergerak kedalam tanah dengan gaya gerak gravitasi
dan kapiler (Ersin Seyhan, 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi
adalah :
1. Faktor tanah, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik tanah seperti
ukuran butir dan struktur tanah.
2. Vegetasi
3. Faktor-faktor lain, seperti kemiringan tanah, kelembaban tanah, dan suhu air.
3.1.3 Evapotranspirasi
Tidak semua prespitasi yang mencapai permukaan secara langsung
berinfiltrasi ke dalam tanah atau melimpas di atas permukaan tanah, sebagian
darinya, secara langsung atau setelah penyimpanan permukaan atau bawah
permukaan hilang dalam bentuk evaporasi yaitu air menjadi uap. Transpirasi,
yaitu proses dimana air menjadi uap melalui metabolisme tanaman (Ersin
Seyhan,1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah :
1. Radiasi matahari, karena proses perubahan air dari wujud cair menjadi gas
memerlukan panas (penyinaran matahari secara langsung)
2. Angin yang berfungsi membawa uap air dari satu tempat ke tempat lain.
3. Kelembaban relatif
4. Suhu
5. Jenis tumbuhan, karena evapotranspirasi dibatasi oleh persediaan air yang
dimiliki oleh tumbuh-tumbuhan serta ukuran stomata.
6. Jenis tanah, karena kadar kelembaban tanah membatasi persediaan air yang
diperlukan tumbuhan.
Evapotranspirasi dapat dihitung dengan rumus Turc sebagai berikut :
E =
5.02
)(9.0
TL
P
P
dimana :
E = Evapotranspirasi
P = Curah hujan tahunan rata-rata (mm/tahun)
T = Temperatur rata-rata (oC)
L(T) = Fungsi suhu = 300 + 25T + 0.05T3
3.1.4 Limpasan (Run Off)
Limpasan adalah semua air yang mengalir akibat hujan yang bergerak dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah tanpa memperhatikan asal
atau jalan yang di tempuh sebelum mencapai saluran.( Ersin Seyhan, 1990).
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya limpasan adalah :
1. Banyaknya Presipitasi
2. Banyaknya Evapotranspirasi
Debit limpasan dapat dihitung dengan persamaan rasional berikut (Soemarto,
1986) :
Q = C x I x A
dimana :
Q = Debit limpasan (m3/jam)
C = Koefisien limpasan (Tabel 1)
I = Intensitas curah hujan (m/jam)
A = Luas catchment area (m2)
KOEFISIEN LIMPASAN PADA BERBAGAI KONDISI
NO KEMIRINGAN TATAGUNA LAHAN NILAI C
1Datar, <3%
a. sawah dan rawa
b. hutan dan kebun
c. pemukiman dan taman
0,2
0,3
0,4
2Menengah
3% - 5%
a. hutan dan kebun
b. pemukiman dan taman
c. alang-alang, sedikit tanaman
d. tanah gundul, jalan aspal
0,4
0,5
0,6
0,7
3 Curam, >15%
a. hutan dan kebun
b. pemukiman dan taman
c. alang-alang, sedikit tanaman
d. tanah gundul,jalan aspal, areal
penggalian & penimbunan tambang
0,6
0,7
0,8
0,9-1
Sumber : Bambang S, 1999
3.2 Curah hujan
Curah hujan adalah banyaknya hujan yang terjadi pada suatu daerah. Curah
hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan sistem penirisan,
karena besar kecilnya curah hujan pada suatu daerah tambang akan
mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus ditanggulangi
(Soemarto,1986).
Pengamatan curah hujan dilakukan dengan alat pengukur curah hujan. Ada
dua jenis alat pengukur curah hujan, yaitu alat ukur manual dan otomatis.
Pengukuran curah hujan manual menggunakan alat omborometer. Alat ini
merupakan salah satu penakar hujan yang tidak dapat mencatat sendiri
(nonrecording), bentuknya sederhana terbuat dari bahan Galvanis dan Stainless
Steel, yang memiliki tinggi sekitar 60Cm dan dicat aluminium anti karat.
Omborometer
Keseragaman pemasangan alat, cara pengamatan, dan waktu observasi sangat
diperlukan untuk memperoleh hasil pengamatan yang teliti, dengan maksud data
yang dihasilkan dapat dibandingkan satu sama lain.
Menentukan tempat pemasangan penakar hujan merupakan faktor yang
sangat diperhatikan dalam pengukuran curah hujan. Jika penakar hujan akan
dipasang pada Stasiun Meteorologi yang mempunyai Taman alat- alat, letak
pemasangannya dapat disesuaikan dengan pola taman alat.Tetapi banyak penakar
hujan yang dipasang pada Stasiun Meteorologi Khusus / Stasiun kerjasama yang
belum atau tidak mempunyai taman alat, dalam hal ini untuk penentuan tempat
pemasangan penakar hujan perlu diperhatikan hal - hal berikut.
Syarat - syarat pemasangan :
1. Penakar hujan harus dipasang pada lapangan terbuka, tanpa ada gangguan
disekitar penakar,seperti pohon dan bangunan, kabel atau antene yang
melintang diatasnya. Jarak yang terdekat antara pohon / bangunan dengan
penakar hujan adalah 1 kali tinggi pohon / bangunan tersebut.
2. Penakar hujan tidak boleh dipasang pada tanah miring (lereng bukit),
puncak bukit, diatas dinding atau atap.
3. Penakar dipasang dengan cara disekrup / dipaku pada balok bulat yang dicat
putih dan ditanam pada pondasi beton (lihat gambar), sehingga tinggi
penakar hujan dari permukaan corong sampai permukaan tanah 120 Cm.
(lihat gbr), letak penampang corong harus datar (horizontal) bukaan kran
diberi kunci gembok sebagai pengaman.
4. Penakar harus dipagar keliling dengan kawat, ukuran 1.5 m x 1.5 m dengan
tinggi 1m, agar tidak dapat diganggu binatang dan orang yang tidak
berkepentingan
Cara pengamatan Ombrometer :
1. Pengamatan untuk curah hujan harus dilakukan tiap hari pada jam 07.00
waktu setempat, atau jam-jam tertentu.
2. Buka kunci gembok dan letakkan gelas penakar hujan dibawah kran,
kemudian kran dibukaagar airnya tertampung dalam gelas penakar.
3. Jika curah hujan diperkirakan melebihi 25 mm. sebelum mencapai skala 25
mm. kran ditutupdahulu, lakukan pembacaan dan catat. Kemudian lanjutkan
pengukuran sampai air dalam bak penakar habis, seluruh yang dicatat
dijumlahkan.
4. Untuk menghindarkan kesalahan parallax, pembacaan curah hujan pada
gelas penakar dilakukan tepat pada dasar meniskusnya.
5. Bila dasar meniskus tidak tepat pada garis skala, diambil garis skala yang
terdekat dengan dasar meniskus tadi.
6. Bila dasar meniskus tepat pada pertengahan antara dua garis skala, diambil
atau dibaca keangka yang ganjil, misalnya : 17,5 mm. menjadi 17 mm.. 24,5
mm. menjadi 25 mm.
7. Untuk pembacaan setinggi x mm dimana 0,5 / x / 1,5 mm, maka dibaca x =
1 mm.
8. Untuk pembacaan lebih kecil dari 0,5 mm, pada kartu hujan ditulis angka 0
(Nol) dan tetap dinyatakan sebagai hari hujan.
9. Jika tidak ada hujan, beri tanda ( - ) atau ( . ) pada kartu hujan
10. Jika tidak dapat dilakukan pengamatan dalam satu atau beberapa hari, beri
tanda (X) pada kartu hujan.
11. Apabila gelas penakar hujan biasa (Obs.) pecah, dapat digunakan gelas
penakar hujan Hellman di mana hasil yang dibaca dikalikan 2.
12. Atau dapat juga dipakai gelas ukur yang berskala ml. (Cc),yang dapat dibeli
di Apotik. Dengan gelas ukur ini, hasil pengukurannya yaitu volume air
yang tertampung dibagi luas corongnya (100 Cm2) dan kemudian satuannya
dijadikan millimeter (mm.). Misalnya air yang tertampung sebanyak 170 ml.
(170 Cm3) maka hasilnya adalah : 170 Cm3 :100 Cm2 = 1.7 Cm =17 mm.
atau 1 mm sama dengan 10 ml (Cc).
Berdasarkan Intensitasnya, hujan terbagi atas :
Sifat curah hujan intensitas curah hujan (mm/jam)
Hujan sangat ringan < 1
Hujan ringan 1 – 5
Hujan normal 5 – 10
Hujan lebat 10 – 20
Hujan sangat lebat > 20
Data tersebut berguna pada saat penentuan hujan rencana.Analisa terhadap
data curah hujan ini dapat dilakukan dengan dua metode (Soewarno,1995) , yaitu :
1. Annual series, yaitu dengan mengambil satu data maksimum setiap tahunnya
yang berarti bahwa hanya besaran maksimum setiap tahun saja yang dianggap
berpengaruh dalam analisa data.
2. Partial Duration Series, yaitu dengan menentukan lebih dahulu batas bawah
tertentu dari curah hujan, selanjutnya data yang lebih besar dari batas bawah
tersebut diambil dan dijadikan data yang akan dianalisa.
3.2.1 Periode Ulang Hujan
Periode ulang hujan adalah hujan maksimum yang diharapkan terjadi pada
setiap n tahun. Jika suatu data curah hujan mencapai harga tertentu (x) yang
diperkirakan terjadi satu kali dalam n tahun, maka n tahun dapat dianggap sebagai
periode ulang dari x. Perhitungan periode ulang dapat dilakukan dengan beberapa
metode, tetapi metode yang paling banyak dipakai di Indonesia adalah Metode
Extreem Gumbel atau lebih lazim disebut Metode Gumbel.
Rumus metode Gumbel Tipe I adalah ( Soewarno,1995) :
Y = a (X – Xo)
dimana :
Y = Faktor reduksi Gumbel
x = Curah hujan maksimum rata-rata selama tahun pengamatan (mm)
X = Curah hujan rencana
Xo = x - a
577.0
a = S
283,1
S = Deviasi standar
Nilai curah hujan maksimum rata-rata (x) dapat dihitung dengan rumus (Sudjana,
1992) :
x =
n
Xi
dimana :
Xi = Curah hujan maksimum pada tahun x
N = Lama tahun pengamatan
Besarnya simpangan baku (S) dapat dihitung dengan rumus
(Sudjana,1992) :
S = 1
)( 2
n
xix
Hubungan periode ulang dengan reduksi variansi dari variabel Y ditunjukkan pada
Tabel dibawah ini.
HUBUNGAN PERIODE ULANG (T) DENGAN REDUKSI
VARIANSI DARI VARIABEL Y
Periode Ulang (T) Reduksi Variansi (Y)
2
5
10
20
50
100
0,3065
1,4999
2,2504
2,9702
3,9019
4,6001
Sumber : Soewarno,1995
3.2.2 Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah besarnya curah hujan (mm) yang terjadi dalam waktu
tertentu (jam). Intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus ( Soewarno,1995) :
It = t
Rt.60
dimana :
It = Intensitas hujan (mm/jam)
Rt = Curah hujan dalam t menit (mm)
t = Lama hujan (menit)
3.2.3 Daerah Tangkapan Hujan
Daerah tangkapan hujan (catchment area) adalah luasnya permukaan yang
apabila terjadinya hujan, maka air hujan tersbut akan mengalir ke daerah yang
lebih rendah menuju titik pengaliran. Air yang jatuh ke permukaan sebagian akan
meresap ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian ditahan oleh tumbuhan (intersepsi),
dan sebagian lagi akan mengisi liku-liku permukaan bumi dan akan mengalir ke
tempat yang lebih rendah. Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yanag
dapat mengakibatkan air limpasan permukaan (run off) mengalir ke suatu tempat
(daerah penambangan yang lebih lebih rendah) (Soewarno,1995).
3.3 Kolam Penampung (Sump)
Kolam penampung merupakan tempat yang dibuat untuk menampung air
sebelum air tersebut dipompakan. Kolam penampung ini juga dapat berfungsi
sebagai tempat mengendapkan lumpur. Tata letak kolam penampung dipengaruhi
oleh sistem drainase tambang yang digunakan serta disesuaikan dengan letak
geografis daerah tambang dan kestabilan lereng tambang. Berdasarkan tata letak
kolam penampung. Sistem penirisan tambang dapat dibedakan menjadi (Bambang
S, 1990). :
1. Sistem penirisan terpusat
Pada sistem ini sump-sump akan ditempatkan pada setiap jenjang atau bench.
Sistem pengaliran dilakukan dari jenjang paling atas menuju jenjang-jenjang yang
berada di bawahnya, sehingga akhirnya air akan terpusat pada main sump untuk
kemudian dipompakan keluar tambang.
2. Sistem penirisan tidak memusat
Sistem ini diterapkan untuk daerah tambang yang relatif dangkal dengan
keadaan geografis daerah luar tambang yang memungkinkan untuk mengalirkan
air secara langsung dari sump ke luar tambang.
Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
(Bambang S, 1990), yaitu :
1. Travelling Sump
Sump ini dibuat pada daerah front tambang. Tujuan dibuatnya sump ini adalah
untuk menanggulangi air permukaan. Jangka waktu penggunaan sump ini relatif
singkat dan selalu ditempatkan sesuai dengan kemajuan tambang.
2. Sump Jenjang
Sump ini dibuat secara terencana baik dalam pemilihan lokasi maupun
volumenya. Penempatan sump ini adalah pada jenjang tambang dan biasanya di
bagian lereng tepi tambang. Sump ini disebut sebagai sump permanen karena
dibuat untuk jangka waktu yang cukup lama dan biasanya dibuat dari bahan kedap
air dengan tujuan untuk mencegah meresapnya air yang dapat menyebabkan
longsornya jenjang.
3. Main Sump
Sump ini dibuat sebagai tempat penampungan air terakhir. Pada umumnya
sump ini dibuat pada elevasi terendah dari dasar tambang.
3.4 Pompa
Sebuah pompa merupakan alat angkut yang berfungsi memindahkan zat cair
dari suatu tempat ke tempat lain. Pompa merupakan salah satu aspek yang harus
di pertimbangkan dalam sistem penirisan tambang, kemampuan pompa harus
ditunjang dengan kondisi pipa begitu pula sebaliknya ( Haruo Tahara,2000).
Penentuan jenis pompa dan jumlah yang akan digunakan harus memperhatikan
beberapa hal berikut ini, yaitu :
3.4.1 Jenis Jenis Pompa
Sesuai dengan prinsip kerjanya, pompa dibedakan atas ( Haruo Tahara,2000):
1. Reciprocating Pump
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di dalam silinder.
Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan umumya dapat
mengatasi kebutuhan energy yang tinggi. Tetapi pompa jenis ini kurang sesuai
dengan kondisi air yang berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak.
Reciprocating Pump
2. Centrifugal Pump
Jenis pompa yang banyak digunakan oleh dalam kegiatan penirisan tambang
adalah pompa sentrifugal. Pompa sentrifugal bekerja berdasarkan putaran impeller
di dalam pompa. Air yang masuk akan diputar oleh impeller dan selanjutnya
dilemparkan ke arah lubang keluar pompa. Pompa jenis ini banyak dipakai
ditambang karena mampu mengalirkan lumpur, kapasitasnya besar, dan
perawatannya mudah (Haruo Tahara,2000).
Centrifugal Pump
3. Axial Pump
Pada Pompa axial, zat cair mengalir pada arah axial (sejajar poros) melalui
kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling baling kapal. Jenis pipa ini
dapat digunakan secara vertical ataupun horizontal.
Axial Pump
3.4.2 Head Pompa
Head Pompa adalah energi yang harus disediakan untuk mengalirkan
sejumlah air seperti yang direncanakan. Energi inilah yang harus dihasilkan
pompa sehingga dapat mengalirkan air dengan debit yang diinginkan. Dalam
setiap penambahan head pada saat pompa telah di rangkai, maka debit air yang
keluar pun akan semakin kecil. Head total merupakan jumlahan dari head
tekanan, head kecepatan, dan head potensial adalah energi mekanik total per
satuan berat zat cair, dan dinyatakan dengan satuan tinggi kolom zat cair dalam
meter. ( Haruo Tahara,2000).
Head total pompa meliputi head statis pompa, ditambah berbagai kerugian
head pada pipa, kaup dan belokan yang dapat dicari dengan rumus (Haruo
Tahara,2000).:
Ht : Hs+Hv+Hf+Hfs
Dimana :
Ht : Head Total (meter)
Hs : Head Statis (meter)
Hv : Head terhadap kecepatan aliran dalam aliran pipa (meter)
Hf : Head terhadap kerugian gesekan dalam pipa (meter)
Hfs : Head terhadap belokan (meter)
3.4.3 Sistem pemasangan rangkaian pompa
Pemasangan pompa dapat dilakukan dengan cara seri dan paralel.
Pemasangan pompa secara seri dilakukan karena head pompa yang digunakan
tidak mencukupi untuk menaikkan air sampai ketinggian tertentu. Pemasangan
pompa secara paralel dilakukan karena debit pompa yang digunakan tidak
mencukupi untuk mengeluarkan air sehingga harus digunakan dua pompa atau
lebih yang dipasang secara paralel (Haruo Tahara,2000).
3.5 Pipa
Pipa adalah saluran tertutup yang digunakan untuk mengalirkan fluida. Bahan
pembuatan pipa pun bermacam macam,namun dasarnya bahan apapun yang
digunakan harus memperhatikan kemampuan pipa untuk menekan cairan
didalamnya (Merley C Potter, 2008).
Kapasitas pemompaan dan umur pompa sering kali ditentukan oleh
kesempurnaan sistem perpipaan. Untuk menjaga agar pompa tidak terkena gaya
yang berlebihan yang berasal dari sistem perpipaan yang terdiri dari pipa hisap
pipa keluar dan katup-katup yang tentunya harus dipertimbangkan sematang
mungkin untuk kondisi pemompaan yang optimal. Selain itu bila diperkirakan
akan terdapat pengerutan atau pemuaian pipa dapat dipertimbangkan untuk
melengkapi pemipaan dengan sambungan khusus pada kedua sisi pompa.
Beberapa hal khusus mengenai bagian-bagian pemipaan akan diuraikan lebih
lanjut dibawah ini, (haruo tahara,2000) :
3.5.1 Pipa Isap
Pipa ini memerlukan penanganan tertentu untuk memberikan performansi
yang baik pada instalasi pompa, seperti yang diuraikan dibawah ini.
1. Pencegahan Kebocoran
Penanganan khusus perlu diberika terhadap kemungkinan masuknya udara ke
dalam pipa isap karena hal ini tidak mudah dideteksi. Bila mungkin, penggunaan
pipa ulir harus dihindari dan sebagai gantinya dipakai pipa berflens.(Haruo
Tahara, 2000)
2. Pencegahan kantong udara
Dalam hal pompa beroperasi menghisap zat cair, pipa hisap harus dipasang
dengan cara sedemikian rupa hingga mempnyai arah menurun dari pompa ke
tadah hisap. Hal ini dimaksudkan untuk mengindari terbentuknya kantong udara.
Kemiringan ini tidak boleh berada secara signifikan sepanjang pipa hisap. Dalam
hal pemasukan dorongan pipa hisap harus menurun searh masuknya air kedalam
pompa. .(Haruo Tahara, 2000)
3. Pemasangan saringan
Untuk mencegah benda asing masuk kedalam pompa, tadah isap boleh diisi
air setelah dibersihkan secara sempurna. Pada pintu masuk kedalam tadah harus
dipasang saringan. .(Haruo Tahara, 2000)
4. Kedalaman ujung pipa
Ujung pipa isap harus dibenamkan dibawah muka zat cair dengan kedalaman
tertentu untuk mencegah terhisapnya udara dari permukaan air. Kedalaman ini
harus cukup meskipun permukaan zat cair di dalam tadah hisap turun sampai
batas minimum. .(Haruo Tahara, 2000)
5. Rantai penarik katup
Katup isap sering kali mendapat gangguan karena rusak atau karena
tersumbat benda benda asing yang menggangu kinerja pemompaan. Hal ini dapat
digunakan katup isap yang dilengkapi dengan rantai penarik katup sebelah atas.
Rantai ini disangkutkan pada dudukan pipa isap. Jika pipa isap yang berada di
bawah permukaan air, maka untuk mengatasi gangguan pipa isap tinggal dinaikan
ke atas permukan untuk diperbaiki. .(Haruo Tahara, 2000)
6. Reducer dan Belokan
Bila memakai reducer, untuk menyambung pipa isap yang diameternya lebih
besar dari pada diameter lubang isap pompa, harus dipakai reducer jenis eksentrik.
Hal ini dimaksud untuk mencegah terbentuknya kantong udara. Bila diperlukan
belokan, jumlahnya harus diusahakan sedikit mungkin dengan sudut belokn yang
sehalus mungkin. Belokan ini harus diletakkan sejauh mungkin dari pompa. .
(Haruo Tahara, 2000)
3.5.2 Pipa Keluar
Dibawah ini akan diberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
perencanaan dan pemasangan pipa keluar( Haruo tahara,2000) :
1. Diameter pipa dan kecepatan aliran
Diameter pipa harus ditentukan berdasarkan kecepatana aliran di dalam pipa
dan tidak perlu sama dengan diameter lubang keluar pompa. Kecepatan aliran ini
umumnya terdapat dalam pipa pada umumnya tidak lebih dari 3 m/detik. Namun
kebanyakan orang mengambil 1-2 m/detik. Perbedaan antara pipa dan diameter
lubang keluar pompa harus disesuaikan dengan menggunakan reduser atau
diffusor.
2. Pencegahan kantong udara
Kantong udara yang merugikan pada sisi keluar karena dapat menimbulkan
benturan (water hammer). Untuk mencegahnya dapat digunakan katup laluan
udara (air vent valve) yang dipasang pada bagian pipa yang melengkung keatas.
Katup ini akan mengeluarkan udara yang terjebak dibagian atas pipa yang
melengkung tersebut.
3. Pengamanan tekanan perapat
Beberapa istem pompamengeluarkan zat cair di ujung pipa keluar pada
ketinggian permukaan yang lebih rendah daripada ketinggian sumbu pompanya.
Hal demikian dapat menimbulkan tekanan ngatif didalap pompa sehingga udara
dapat terhisap masuk melalui paking tekan pada poros. Pada pompa berukuran
besar hal in dapat dicegah dengan menggunakan air perapat yang dipompakan
dengan pompa khusus ke dalam paking tekan. Cara ini hanya ekonomis utuk
pompa berukuran besar.
3.5.3 Jenis Pipa
Berikut adalah jenis jenis pipa yang sering digunakan terutama dalam
industri:
1. Pipa Baja
Jenis pipa baja saat ini sudah jarang digunakan dalam instalasi drainase
karena memiliki beberapa kekurangan antara lain :
a. mudah terjadi korosi akibat sifat bahan dasar pembuatan pipa
b. rawan terhadap kebocoran
c. instalasi penyambungan pipa agak sulit
d. banyak memerlukan elbow karena tidak elastis
Pipa Baja
2. Pipa HDPE (High Density Poly Ethylene)
Pipa HDPE merupakan pipa berbahan dasar Poly Ethylene padat. Pipa ini
dipilih karena memiliki keuntungan sebagai berikut :
a. Sifatnya elastis
b. Umur pipa tahan hingga 50 tahun
c. Instalasi mudah
d. Tahan terhadap asam
Pipa HDPE (High Density Poly Ethylene)
3.5.4 Kerugian head akibat sistem perpipaan
Sistem perpipaan akan sangat berhubungan erat dengan daya seta head
pompa yang dibutuhkan. Hal ini terjadi karena sistem perpipaan tidak akan
terlepas dari adanya gaya gesekan pada pipa, belokan, pencabangan, bentuk katup,
serta perlengkapan pipa lainnya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kehilangan
energi sehinga turunnya tekanan di dalam pipa ( Haruo Tahara,2000).
Kerugian head yang terjadi pada sistem perpipaan adalah :
1. Kerugian head akibat gesekan pada pipa (head friction)
Perhitungan besarnya kerugian gesekan baik pada pipa masuk maupun pada
pipa keluar dapat dihitung dengan persamaan Hazen-William ( Haruo
Tahara,2000):
Hf = 85.485.1
85.1666,10
DC
Q
x (L + Le)
dimana :
Hf = Kerugian gesekan pada pipa (m)
Q = Debit aliran pipa (m3/detik)
C = Koefisien (Tabel 3)
D = Dimameter pipa (m)
L = Panjang pipa (m)
Le = Panjang pipa ekivalen (m)
KONDISI PIPA DAN HARGA C
JENIS PIPA C
Pipa sangat mulus
Pipa baja atau besi tuang baru
Pipa kayu atau beton biasa
Pipa baja berkeling baru, pipa gerabah
Pipa besi tuang lama, pipa bata
Pipa baja berkeling lama
Pipa besi tua berkarat
Pipa besi atau baja sangat berkarat
140
130
120
110
100
95
80
60
Sumber : Reuben M Olson, 1999
2. Kerugian head pada katup hisap ( Haruo Tahara,2000)
Hv = fv g2
v2
dimana :
Hv = kerugian head katup (m)
v = kecepatan rata-rata di penampang masuk katup (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
f = koefisien kerugian katup
3. Kerugian head pada ujung pipa keluar ( Haruo Tahara,2000)
Hf = f g2
v2
dimana f = 1 dan v adalah kecepatan rata-rata pada pipa keluar
KOEFISISEN KERUGIAN DARI BERBAGAI KATUP
JENIS KATUP
DIAMETER (mm)100 1,50 200 250 300 400 500 600 700 800 900 1000 1200 1350 1500 1650
Katup sorong
0,14 0,12
Katup kupu-kupu
0,6 – 0,16 (bervariasi menurut kontruksi dan diameter)
Katup putar 0,09- 0,026 (bervariasi menurut diameter)
Katup cegah jenis ayun
1,2 1,15 1,1 1 0,98 0,96 0,94 0,92 0,9 0,88
Katup cegah tutup cepat
1,2 1,15 1,1 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4
jenis tekananKatup cegah jenis angkat bebas
1,44 1,39 1,34 1,3 1,2
Katup cegah tutup-cepat jenis pegas
7,3 6,6 5,9 5,3 4,6
Katup kepak 0,5
Katup Isap saringan
1,97 1,91 1,84 1,78 1,72
Katup pintu 0,4
Reducer 0,03
4. Kerugian head akibat belokan, sambungan, dan katup
Kerugian head pada belokan dapat dihitung dengan menggunakan panjang
ekivalen dari belokan tersebut terhadap pipa lurus.
PANJANG PIPA EKIVALEN
NO NAMA ALATPANJANG PIPA LURUS
EKIVALEN
1 Belokan 10 o 10.67 D
2 Belokan 20 o 13.3 D
3 Belokan 30 o 16.5 D
4 Belokan 45 o 20 D
5 Belokan 90 o 32 D
6 Pipa U 75 D
7 Pipa T 60 D
8 Pipa Y 500 D
9 Flowmeter 300 D
10 Katup sorong 7 D
11 Katup bola (DN 150) 60 D
12 Katup bola (DN 200) 67 D
Sumber : Haruo Tahara, 2000
3.5.5 Teori Sistem Perpipaan
3.5.5.1 . Pengertian Fluida Dinamis
Fluida dinamis adalah fluida (bisa berupa zat cair, gas) yang bergerak.
Untuk memudahkan dalam mempelajari, fluida disini dianggap :
a. Tidak kompresibel artinya bahwa dengan adanya perubhana tekanan ,volume
fluida tidak berubah.
b. Tidak memngalami gesekan, artinya bahwa pada saat fluida mengalir,gesekan
antara fluida dengan dinding tempat mengalir dapat diabaikan.
c. Aliran stasioner, artinya tiap partikel fluida mempunyai garis alir tertentu dan
untuk luas penampang yang sama mempunyai laju aliran yang sama.
3.5.5.2. Jenis Aliran Fluida Dinamis
Ada beberapa jenis aliran fluida. Lintasan yang ditempuh suatu fluida
yang sedang bergerak disebut garis alir. Berikut ini beberapa jenis aliran fluida.
a. Aliran lurus atau laminer yaitu aliran fluida mulus. Lapisan-lapisan yang
bersebelahan meluncur satu sama laindengan mulus. Pada aliran partikel fluida
mengikuti lintasan yang mulus dan lintasan ini tidak saling bersilangan. Aliran
laminer dijumpai pada air yang dialirkan melalui pipa atau selang.
b. Aliran turbulen yaitu aliran yang ditandai dengan adamnya lingkaran-
lingkaran tak menentu dan menyerupai pusaran. Aliran turbulen sering dijumpai
disungai-sungai dan selokan-selokan.
3.5.5.3. Besaran Dalam Fluida Dinamis
3.5.5.3.1 . Persamaan Kontinuitas
Dalam mempelajari materi fluida dinamis, suatu fluida dianggap sebagai
fluida ideal. Fluida ideal adalah fluida yang memiliki ciri-ciri berikut ini.
a. Fluida tidak dapat dimampatkan (incompressible), yaitu volume dan massa
jenis fluida tidak berubah akibat tekanan yang diberikan kepadanya.
b. Fluida tidak mengalami gesekan dengan dinding tempat fluida tersebut
mengalir.
c. Kecepatan aliran fluida bersifat laminer, yaitu kecepatan aliran fluida di
sembarang titik berubah terhadap waktu sehingga tidak ada fluida yang memotong
atau mendahului titik lainnya.
Jika lintasan sebuah titik dalam aliran fluida ideal dilukiskan, akan
diperoleh suatu garis yang disebut garis aliran (streamline atau laminer flow).
Perhatikanlah Gambar dibawah ini
Setiap partikel fluida ideal mengalir menurut garis alirannya masing-masing
dan tidak pernah memotong garis aliran partikel lain.
Suatu fluida ideal mengalir di dalam pipa. Setiap partikel fluida tersebut
akan mengalir mengikuti garis aliran laminernya dan tidak dapat berpindah atau
berpotongan dengan garis aliran yang lain.
Pada kenyataannya, Anda akan sulit menemukan fluida ideal. Sebagian
besar aliran fluida di alam bersifat turbulen (turbulent flow). Garis aliran turbulen
memiliki kecepatan aliran yang berbeda-beda di setiap titik. Debit aliran adalah
besaran yang menunjukkan volume fluida yang mengalir melalui suatu
penampang setiap satuan waktu.
Kecepatan aliran fluida di pipa berpenampang besar (v1) lebih kecil
daripada kecepatan aliran fluida di pipa berpenampang kecil
(v2).Adapun, tekanan di pipa berpenampang besar (p1) lebih besar
daripada tekanan di pipa berpenampang kecil (p2).
Secara matematis, persamaannya dituliskan sebagai berikut.
Q = v / t = Av
dengan :
V = volume fluida yang mengalir (m3),
t = waktu (s),
A = luas penampang (m2),
v = kecepatan aliran (m/s), dan
Q = debit aliran fluida (m3/s).
Untuk fluida sempurna (ideal), yaitu zat alir yang tidak dapat
dimampatkan dan tidak memiliki kekentalan (viskositas), hasil kali laju aliran
fluida dengan luas penampangnya selalu tetap. Secara matematis, dituliskan
sebagai berikut.
A1 v1 = A2 v2
Persamaan di atas disebut juga persamaan kontinuitas
3.5.5.3.2. Persamaan Bernoulli
Perhatikanlah Gambar dibawah ini
Fluida bergerak dalam pipa yang ketinggian dan luas penampangnya
yang berbeda. Fluida naik dari ketinggian h1 ke h2 dan kecepatannya
berubah dari v1 ke v2.
Suatu fluida bergerak dari titik A yang ketinggiannya h1 dari permukaan
tanah ke titik B yang ketinggiannya h2 dari permukaan tanah. Misalnya, pada
benda yang jatuh dari ketinggian tertentu dan pada anak panah yang lepas dari
busurnya. Hukum Kekekalan Energi Mekanik juga berlaku pada fluida yang
bergerak, seperti pada Gambar diatas. Menurut penelitian Bernoulli, suatu fluida
yang bergerak mengubah energinya menjadi tekanan.
Secara lengkap, Hukum Bernoulli menyatakan bahwa jumlah tekanan,
energi kinetik per satuan volume, dan energi potensial per satuan volume
memiliki nilai yang sama di setiap titik sepanjang aliran fluida ideal.
Persamaan matematisnya, dituliskan sebagai berikut.
p + 1/2 ρv2 + ρgh =konstan
atau
p1 + 1/2 ρv12 + ρgh = p2 + 1/2 ρv2
2 + ρgh
dengan:
p = tekanan (N/m2),v = kecepatan aliran fluida (m/s),g = percepatan gravitasi (m/s2),h = ketinggian pipa dari tanah (m), danρ = massa jenis fluida.3.5.5.3.3. Viskositas
Viskositas (kekentalan) fluida menyatakan besarnya gesekan yang dialami
oleh suatu fluida saat mengalir. Pada pembahasan sebelumnya, Anda telah
mengetahui bahwa fluida ideal tidak memiliki viskositas. Dalam kenyataannya,
fluida yang ada dalam kehidupan sehari-hari adalah fluida sejati. Oleh karena itu,
bahasan mengenai viskositas hanya akan Anda temukan pada fluida sejati, yaitu
fluida yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut.
a. Dapat dimampatkan (kompresibel);
b. Mengalami gesekan saat mengalir (memiliki viskositas);
c. Alirannya turbulen.
3.6 Aliran fluida
Dalam ilmu fisika dinyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan tetapi dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya. Karena itu
teorema Bernoulli menyatakan bahwa energi total setiap partikel dari fluida sama
pada sisi masuk dan sisi keluar sistem pada suatu titik. Energi cairan yang
mengalir dinyatakan dengan persamaan keseluruhan yaitu hukum kekekalan
energi yang ditulis sebagai berikut (Arko Priyono,1985):
2
2
1
2
2
22
2
11Z
g
VPZ
g
VP
Berdasarkan persamaan diatas, maka untuk sistem pemompaan dan perpipaan
rumusnya menjadi (Arko Priyono,1985) :
21
2
2
22
2
11Z
g
VPHHZ
g
VPPL
dimana :
P
= Head tekanan udara
g
V
2
2
= Head kecepatan
Z = Head potensial
HL = Head loss
Hp = Head pompa
Dalam perhitungan ini diasumsikan bahwa di permukaan air danau bidang z1
= 0 dan V1 = V2. Head akibat perbedaan tekanan udara diabaikan karena
perbedaan nilai P2 = P1 terlalu kecil, sehingga ET = 0 atau tidak ada energi yang
terpakai. Dari uraian diatas persamaan Bernoulli dapat diubah menjadi ( Haruo
Tahara,2000) :
Hp = z + HL
dimana :
Hp = head pompa (m)
Z = ketingian diukur dari bidang referensi (m)
vd = kecepatan aliran pada pipa keluar (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
HL = head loss (m)
3.7 Kolam Pengendap Lumpur (KPL)
Kolam pengendapan lumpur merupakan sarana untuk menghindari
pencemaran perairan umum oleh air limpasan limpasan dari tambang yang
mengandung material padat akibat erosi. Penentuan lokasi dan kapasitas KPL
harus direncanakan dengan memperhatikan rencana tambang agar biaya
pembuatannya dan penanganan lumpur tidak memerlukan biaya besar.
Kolam pengendapan lumpur ditempatkan pada ujung buangan pipa yang
berfungsi untuk mengendapkan air hasil pemompaan sebelum akhirnya dialirkan
ke perairan umum. Dimensi kolam pengendap ini tergantung dari debit air
tambang yang dipompa, kecepatan partikel mengendap, jadwal pengurasan kolam
pengendap. Mengacu pada kecepatan pengendapan partikel lumpur yang terbawa,
kolam pengendap biasanya memerlukan area yang luas untuk mendapatkan
bentuk ideal, apalagi jika pada kolam tersebut tidak dilakukan pengurasan.
Pertimbangan untuk kolam pengendap tanpa pengurasan ini adalah daya tampung
kolam terhadap lumpur sampai batas waktu digunakannya kolam pengendap ini.
Jika area untuk kolam pengendap ini tidak terlalu luas maka dibuatlah jadwal
pengurasan secara rutin pada kolan pengendap tersebut.
Selain berfungsi sebagai penampung air limpasan, kolam pengendapan
lumpur juga berfungsi untuk mengendapkan lumpur-lumpur atau material padatan
yang tersuspensi maupun yang terlarut dalam air limpasan yang disebabkan
karena aktifitas penambangan maupun karena erosi.
Dalam pembuatan dan operasional kolam pengendapan lumpur (KPL)
haruslah efektif dan efisien, maka rencana pembuatan KPL haruslah mengacu
pada kriteria sebagai berikut :
1. Dapat mengendapkan lumpur sehingga air yang dibuang ke perairan umum
memenuhi baku mutu lingkungan.
2. Penentuan lokasi disesuaikan dengan rencana tambang jangka panjang agar
dapat difungsikan untuk jangka waktu yang lama.
3. Daya tampung diupayakan semaksimal mungkin untuk menurunkan frekuensi
pengurasan.
4. Biaya pembuatan serendah mungkin.
5. Penanganan lumpur murah dan mudah.
6. Reklamasi bekas KPL relatif mudah dan murah.
7. Harus memiliki kompartemen pengapuran air asam tambang untuk normalisasi
pH air limpasan yang dapat meningkatkan efektifitas pengapuran.
Pembuatan kolam pengendapan lumpur terdiri dari dua cara, yaitu dengan
menggunakan tanggul tetap dan dengan penggalian. Penggunaan tanggul tetap
dapat dilakukan pada daerah yang berlembah, dimana tanggul tersebut berfungsi
sebagai penahan air limpasan. Bahan yang digunakan pada pembuatan tanggul
merupakan bahan yang impermeable dan diperkuat dengan dari sub soil.
Pemadatan tanggul dilakukan setiap 30-50 cm tebal lapisan timbunan. Lantai
dasar tanggul memiliki kedalaman 2 meter yang berfungsi sebagai key way, dan
dapat dilakukan diclearing pada bagian dasarnya untuk memanfaatkan tanah
humus dan mencegah terjadinya penyumbatan pada bagian outlet dari bahan-
bahan yang ikut mengalir. Persyaratan tadi juga diterapkan pada pembuatan KPL
dengan teknik penggalian, perbedaannya yang mendasar adalah pada teknik
penggalian tidak memerlukan penggunaan key way.
Hal yang penting untuk diketahui dalam rencana pembuatan dan
pengelolaan kolam pengendapan lumpur untuk mengolah air asam tambang
adalah curah hujan dan luasnya daerah tangkapan hujan (catchment area). Hal ini
berkaitan dengan besarnya air limpasan yang akan terbentuk, yang nantinya
mempengaruhi dimensi/volume KPL dalam menampung air limpasan tersebut.
3.8 Saluran Terbuka
Bentuk penampang saluran air biasanya dipilih berdasarkan debit air, tipe
material pembentuk saluran serta kemudahan dalam pembuatannya. Didalam
merancang bentuk dan dimensi saluran air perlu dilakukan analisis sehingga
saluran air tersebut dapat memnuhi hal-hal sebagai beriku antara lain, yaitu :
1. Mempunyai dimensi yang sesuai dengan debit aliran air
2. Mempunyai ruang jagaan yang cukup untuk mengantisipasi adanya
sedimentasi di dalam saluran dan menampung terjadinya debit aliran yang di
luar rencana.
3. Mempunyai kemiringan saluran yang aman sehingga kecepatan aliran tidak
menimbulkan gerusan pada saluran.
4. Kemudahan dalam pengalian.
Saluran air dengan penampang segiempat atau segitiga umumnya untuk debit
yang kecil, sedangkan penampang trapesium untuk debit yang besar.
Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran air dilakukan dengan rumus
manning sebagai berikut :
Q =
1n
R2 /3 S1/2 A1)
Dimana :
Q p = Debit air (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Gradien
A = Luas penampang basah (m2)
n = Koefisien kekasaran Manning yang menunjukkan kekasaran
dinding suatu saluran (dapat dilihat pada table dibawah ini)
HARGA KOEFISIEN KEKASARAN MANNING (n)
1
NO TIPE ELEMEN n
1
2
3
4
Saluran tanah lurus dan teratur
Saluran tanah gali dengan excavator
Saluran pada batuan lurus dan teratur
Saluran pada batuan tidak lurus dan tidak
teratur
0.023
0.028
0.033
0.045
(Sumber : Reuben M Olson, “Dasar-dasar Mekanika Fluida Teknik”1993)
DIMENSI SALURAN TRAPEZOIDAL
CW=b+2xy
(h+f )
W =b+ 2 hxy
H=h+f
A=2 b+ h2 xy
O=b+2√h2+( hxy )
2
R= AO
xy
b
h
f
H
W
CW
V=Q p
A
F s=Q p
Q a
Dimana :
CW = Lebar atas saluran (m)
W = Lebar permukaan air (m)
A = Zona basah (m2)
O = Wet perimeter (m)
H = Tinggi saluran (m)
R = Jari-jari hidrolik (m)
V = Kecepatan aliran (m/detik)
Fs = Faktor keamanan
S = Gradien
n = Koefisien Manning (Tabel III.10)
b = Dasar saluran (m)
h = Tinggi air (m)
f = Daerah jagaan (m)