sistem penirisan tambang

Upload: sfirmanulhaque

Post on 15-Jul-2015

1.880 views

Category:

Documents


34 download

TRANSCRIPT

SISTEM PENIRISAN TAMBANGPenirisan adalah pengontrolan air

Mine drainage adalah suatu upaya pencegahan dengan pengalihan air ketempat penambangan. Dewatering adalah upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ketempat front penambangan. Ada beberapa tahapan dalam merencanakan suatu dimensi saluran: 1. Tentukan pembagian water devide untuk setiap kemungkinan kondisi areal. 2. Penambangan yang ada dari pembacaan peta rencana. Membaca peta untuk menentukan daerah tangkapan hujan (catchment area) adalah daerah yang diperkirakan berpotensi untuk mengalirkan air limpasan menuju suatu daerah kerja, atau dengan kata lain curah hujan yang jatuh dalam daerah tersebut dapat berkumpul dalam suatu tempat terendah dari daerah tersebut. Penetuan daerah tangkapan hujan didasarkan pada peta topografi daerah yang akan diteliti, daerah tangkapan hujan dibatasi oleh punggung bukit. Setelah ditentukan (catchment area) maka dihitung luasnya dengan plani meters 3. 4. 5. 6. 7. 8. Buat jalur saluran dari masing-masing water devide Hitung waktu konsentrasi dengan menggunakan rumus kirpich Hitung intensitas curah hujan rencana dengan menggunakan metode gumbel Tentukan koefisien material yang sesuai dengan kondisi lapangan Hitung debit rencana dengan menggunakan rumus rasional. Dimensi saluran menggunakan persamaan Manning

Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh kebumi persatu satuan luas permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang jatuh dalam areal tertentu dalam jangka waktu yang relatif singkat dinyatakan dalam mm/s. Rumus Rasional : Q = 0,278 x C.I.A Ket : Q = debit air limpasan C = koefisien material I = intensitas curah hujan terencana (mm/jam) A = Luas cacthment area Rumus Kirpich : tc = 0,0195 x (L/s)0,77menit S = H/L Ket: tc = waktu terkumpulnya air (menit) L = jarak terjauh sampai titik pengaliran S = gradien/beda tinggi H = tinggi I =304,16/tc0,56 Persamaan Manning : Q = A x 1/n x R2/3 x S1/2 Faktor-faktor yang mempengaruhi air limpasan antara lain: 1) Faktor meteorologi a) Faktor yang mempengaruhi air hujan b) Intensitas curah hujan yang bergantung kepada kapasitas infiltrasi, dimana jika air hujan yang jatuh kepermukaan tanah melampaui kapasitas infiltrasi maka besar air limpasan akan meningkat. c) Lamanya curah hujan dalam waktu yang panjang akan memperbesar air limpasan. 2) Faktor fisik a) Kondisi penggunaan tanah misalnya air yang jatuh didaerah vegetasi yang kurang lebar kemudian mengisi rongga rongga tanah yang terbuka akan cepat mengalami infiltrasi dan apabila daya tampung dalam lekukan permukaan tanah telah penuh maka selisih antara curah hujan dan kapasitas infiltrasi akan menyebabkan limpasan air hujan mengalir di permukaan tanah. b) Faktor lain yang mempengaruhi limpasan yaitu pola aliran sungai dan daerah pengaliran secara tidak langsung serta drainase buatan lain. Dari sekian banyak faktor yang berpengaruh adalah kondisi penggunaan lahan dan kemiringan ( gride) atau perbedaan ketinggian hulu dan hilirnyafaktor ini dapat dinyatakan dalam angka yang di sebut koefisien limpasan. 1. Penentuan harga rata rata tinggi curah hujan maksimum : x = x/ N Ket : X = curah hujan rata rata maksimum (mm/hari) x = jumlah curah hujan maksimum (mm/hari) N = jumlah data 2. Penentuan curah hujan maksimum menurut Gumbel xr = x + dx/ dn (yr-yn) Ket : Xr = curah hujan harian maksimum (mm/hari) X = curah hujan rata rata maksimum (mm/hari) dx = standar deviasi ( selisih ) dn = expected standard deviation

yr = variasi reduksi yn = expected mean (rata- rata)

3.

Intensitas curah hujan Mononabe

I = Xr/24 + (24/tc)2/3 Ket : I = intensitas curah curah hujan (mm/jam) Xr = curah hujan harian maksimum (mm/jam) tc = waktu konsentrasi (jam) Tc = 24 jam/ hari hujan

A. Perhitungan harga rata-rata tinggi curah hujan X = x/N B. Curah hujan Harian maksimum Menurut Gumbel Xr = x + dx / dn (yr-yn) Perhitungan standar deviasi (dx) dx = (xi-x)2/N Ket : dx = standar deviasi (xi-x)2 = jumlah deviasi kuadrat N = jumlah data xi = curah hujan max x = curah hujan rata-rata max C. Intensitas curah hujan menurut Mononabe I = Xr/24 + (24/tc)2/3 Catchment Area (area tangkapan hujan) Suatu area ataupun daerah tangkapan hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup, yang mana polanya disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti arah aliran air. Air hujan yang mempengaruhi secara langsung suatu sistem drainase tambang adalah air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah atau air permukaan (run off) di tambah sejumlahpengaruh air tanah. Air hujan atau air permukaan yang mengalir ke area penambangan tergantung pada kondisi daerah tangkapan hujan yang dipengaruhi oleh daerah disekitarnya. Luas daerah tangkapan hujan dapat ditentukan berdasarkan analisa peta topografi. Berdasarkan kondisi daerahnya seperti adanya daerah hutan, lokasi penimbunan, kepadatan alur drainase, serta kondisi kemiringan (gride).

Sumber utama air limpasan permukaan pada suatu tambang terbuka adalah air hujan, jika curah hujan yang relatif tinggi pada daerah tambang maka perlu penanganan air hujan yang baik (sistem drainase) yang tujuannya produktivitas tidak menurun. Catchment area A=PxL SALURAN Saluran pada tambang untuk menampung limpasan permukaan pada suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat penampungan air sump, sentling pond sedimen pon dan lain lain. Dalam merancang dimensi saluran perlu di lakukan analisis pada daerah lokasi penambangan sehingga saluran air tersebut dapat memenuhi hal hal sebagai berikut : 1. Dapat mengalirkan debit air yang di rencanakan 2. Kecepatan air yang tidak merusak saluran erosi 3. Kecepatan air yang tidak menyebabkan terjadinya pengendapan. 4. Kemudahan dalam penggalian atau pembuatan 5. Kemudian dalam hal pemeliharaan Salah satu bentuk saluran yang sering digunakan pada perusahaan tambang yaitu bentuk saluran trapesium Keuntungan dari bentuk penampang trapesium : 1. Dapat mengalirkan debit air yang besar 2. Tahan terhadap erosi 3. Tidak terjadi pengendapan didasar saluran 4. Mudah dalam pembuatan Saluran bentuk penampang trapesium merupakan bentuk kombinasi antara bentuk segitiga (triangular) dan segiempat (rectanguler) dan paling umum digunakan untuk saluran yang berdinding tanah yang tidak dilapisi sebab stabilitas kemiringan dindingnya dapat di sesuaikan. Perhitungan kapasitas pengaliran Persamaan manning Q = A x 1/n x R2/3 x S1/2 n = 0,025 (untuk material dinding tanah) S = 0,0025 (syarat agar tidak terjadi pengendapan) M = cotg 600 ____ tetapan kemiringan trapesium

b/d = 2 ((1+m2)1/2-m) A = (b+m.d).d Daerah jagaan W = 0,20 + 0,30 . d Dalaman sumuran h=d+w Lebar dasar saluran b = b. d

Panjang saluran = d+w/sin Lebar atas saluran B = b + 2 (m(d+w)) Luas penampang saluran A + b + m.d2 Jari jari hydrolik R=.d Perhitungan Saluran (sump) Fungsi sumuran yaitu: Sebagai penampung air sebelum dipompa keluar tambang Sebagai penampung air sebelum dialirkan keluar area Dimensi dari sumuran ditentukan oleh: Jumlah air yang dialirkan oleh saluran Jumlah air limpasan permukaan Jumlah curah hujan yang jatuh disumuran

Rumus perhitungan Dimensi Saluran I. V=Qxt II. A = V/d III. Panjang sumuran P = A/L Ket : V = Volume saluran (m3) Q = Debit air (m3/s) t = waktu (lama hujan rata-rata/hari,(s)) A = luas penampang saluran L = Lebar sumuran Perhitungan settling pond Kolam pengendapan berfungsi untuk mengendapkan partikel partikel atau lumpur yang ikut bersama air hasil aliran dari saluran tambang sebelum air lumpur tersebut di buang kepermukaan akhir maka di endapkan terlebih dahulu partikel-partikel padatnya agar tidak mencemari lingkungan sekitar tambang. Ukuran settling pond di buat dengan mempertimbangkan luas area tangkapan hujan kandungan padatan air tambang dan koefisien pengendapan. Rumus settling pond : I. V=Qxt II. A = V/d III. Panjang sumuran

P = A/L IV.

L = P/JUMLAH ZONA

Fungsi dari ke 4 settling pond : 1. Zona masukan yaitu tempat masuknya aliran lumpur ke dalam kolam pengendapan dengan anggapan campuran padatan cairan yang masuk terdistribusi secara seragam. 2. Zona pengendapan yaitu tempat partikel akan mengendap 3. Zona endapan lumpur, yaitu tempat partikel padatan mengalami sedimentasi dan terkumpul di bagian bawah kolam pengendapan 4. Zona keluaran tempat keluarnya cairan yang jernih. Menurut Fungsi, saluran terbagi 2 yaitu: 1. Single purpose yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lain seperti limbah domestik, air limbah industri dan lain-lain. 2. Multy purpose yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan baik secara bercampur atau bergantian. Menurut konstruksi, saluran terbagi 2 : 1. Saluran terbuka yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak didaerah yang mempunyai luasan yang cukup ataupun untuk drainasi air non hujan yang tidak membahayakan kesehatahan atau yang mengganggu lingkungan 2. Saluran tertutup yaitu saluran yang pada umumnya ering dipakai untuk aliran air yang kotor (air yang menganggu kesehatan / lingkungan). Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk tampang saluran drainase yang di kaitkan dengan fungsi saluran adalah sebagai berikut : 1. Trapesium, saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya saluran dari tanah. Tetapi dimungkinkan juga bentuk ini berpasangan. Saluran ini membutuhkan ruang yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi. 2. Triangular, saluran drainase bentuk triangulr pada umumnya terbentuk dari pasangan atau beton yang banyak membutuhkan ruang, fungsi untuk mengalirkan debit air limpasan yang kecil, air rumah tangga maupun air irigasi. 3. Rectanguler, saluran bentuk empat empat persegi panjang (rectanguler) tidak membutuhkan ruang yang kemudian sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini saluran harus dari pasangan ataupun beton. 4. Parabolic, saluran bentuk lingkaran atau bulat telur berupa saluran dari pasangan atau kombinasi, pasangan dan pipa beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan atau limbah saluran bentuk parabolic berfungsi juga sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun saluran irigasi. 5. Compound (tersusun), saluran bentuk compound dapat berupa saluran dari tanah maupun dari pasangan. Tampang saluran yang bawah berfungsi mengalirkan air rumah tangga pada saat tidak hujan apabila terjadi hujan maka kelebihan air dapat ditampung pada saluran bagian atas. Tampang saluran ini membutuhkan ruang yang cukup dan dapat digunakan untuk saluran air hujan, saluran air rumah tangga maupun saluran air irigasi. Hujan yang jatuh ke permukaan tanah dapat dibagi atas: 1. Air yang mengalir kepermukaan (run off), hujan yang jatuh dan mengalir

dipermukaan menjadi air limpasan, air limpasan ini akan mengalir ke sungai dan akhirnya kelaut sebelum mengalir kesaluran dan sungai. Air limpasan mengalir dan tertahan dipermukaan tanah daerah-daerah yang rendah seperti danau, rawa-rawa, dan lembah-lembah yang cenderung ,menyerap air. 2. infiltrasi, sumber utama air tanah adalah berasal dari air hujan yang jatuh dipermukaan tanah dan meresap kedalam tanah melalui pori-pori atas rongga atau batuan. Kecepatan pengaliran v = 72 (H/L)0,6 Waktu Konsentrasi t = L/V Maka Intensitas I = R24/24 (24/t)2/3

Metode Analisa Kestabilan LerengCara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi dan cara grafik (Pangular, 1985) sebagai berikut : 1) Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung di lapangan dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan bergerak dan yang yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil dengan memanfaatkan pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara ini kurang teliti, tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada resiko longsor terjadi saat pengamatan. Cara ini mirip dengan memetakan indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng. 2) Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus (Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara Fellenius dan Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng dan dianalisis kekuatannya. Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan tanah adalah kuat geser tanah yang dapat terjadi : (a) tak terdrainase, (b) efektif untuk beberapa kasus pembebanan, (c) meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan waktu) atau dengan kedalaman, (d) berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu) atau terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan air tanah. Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis lereng tanah melalui metoda sayatan, hanya longsoran yang mempunyai bidang gelincir saya yang dapat dihitung. 3) Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor, Hoek & Bray, Janbu, Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk material homogen dengan struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara komputasi). Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram) dapat menjelaskan arah longsoran atau runtuhan batuan dengan cara mengukur strike/dip kekar-kekar (joints) dan strike/dip lapisan batuan. 1. Metode Fellenius Ada beberapa metode untuk menganalisis kestabilan lereng, yang paling umum digunakan ialah metode irisan yang dicetuskan oleh Fellenius (1939). Metode ini banyak digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng yang tersusun oleh tanah, dan bidang gelincirnya berbentuk busur (arc-failure). Menurut Sowers (1975), tipe longsorang terbagi kedalam 3 bagian berdasarkan kepada posisi bidang gelincirnya, yaitu longsorang kaki lereng (toe failure), longsorang muka lereng (face failure), dan longsoran dasar lereng (base failure). Longsoran kaki lereng umumnya terjadi pada lereng yang relatif agak curam (>450) dan tanah penyusunnya relatif mempunyai nilai sudut geser dalam yang besar (>300). Longsoran muka lereng biasa terjadi pada lereng yang mempunyai lapisan keras (hard layer), dimana ketinggian lapisan keras ini melebihi ketinggian kaki lerengnya, sehingga lapisan lunak yang berada diatas lapisan keras berbahaya untuk longsor. Longsoran dasar lereng biasa terjadi pada lereng yang tersusun oleh tanah lempung, atau bisa juga terjadi pada lereng yang tersusun oleh beberapa lapisan lunak (soft seams). Perhitungan lereng dengan metode Fellenius dilakukan dengan membagi massa longsoran menjadi segmen-segmen seperti pada contoh gambar 1, untuk bidang

longsor circular adalah:

Gambar 1. Gaya Yang Bekerja Pada Longsoran Lingkaran

Metode Fellenius dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis, non isotropis dan berlapis-lapis. Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri dari atas beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat diambil tidak sama dan sedemikian sehingga lengkung busur di dasar elemen dapat dianggap garis lurus. Berat total tanah/batuan pada suatu elemen (W,) termasuk beban Iuar yang bekerja pada permukaan lereng (gambar 2) Wt, diuraikan dalam komponen tegak lurus dan tangensial pada dasar elemen. Dengan cara ini, pengaruh gaya T dan E yang bekerja disamping elemen diabaikan. Faktor keamanan adalah perbandingan momen penahan longsor dengan penyebab Iongsor. Pada gambar 2 momen tahanan geser pada bidang Iongsor adalah : Mpenahan = R. r

Dimana : R = gaya geser r = jari-jari bidang longsor Tahanan geser pada dasar tiap elemen adalah :

Momen penahan yang ada sebesar :

Komponen tangensial Wt, bekerja sebagai penyebab Iongsoran yang menimbulkan momen penyebab sebesar:

Faktor keamanan dari lereng menjadi :

Jika lereng terendam air atau jika muka air tanah diatas kaki lereng, maka tekanan air pori akan bekerja pada dasar elemen yang ada dibawah air tersebut. Dalam hal ini tahanan geser harus diperhitungkan yang efektif sedangkan gaya penyebabnya tetap diperhitungkan secara total, sehingga rumus menjadi :

Gambar 2. Sistem Gaya pada Metode Fellenius 2. Metode Bishop a. Metode ini pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan memperhitungkan gaya-gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran b. Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur lingkaran bidang luncur, serta letak rekahan c. Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk mencari

faktor keamanan minimum. Metode Bishop sendiri memperhitungkan komponen gaya-gaya (horizontal dan vertikal) dengan memperhatikan keseimbangan momen dari masing-masing potongan, seperti pada gambar 2. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisa tegangan efektif.

Gambar 3. Stabilitas lereng dengan metode Bishop Cara analisa yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara elemen dimana gaya yang bekerja pada tiap elemen ditunjukkan pada seperti pada gambar 4. Persyaratan keseimbangan diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut. Faktor keamanan terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang longsor (Stersedia) dengan tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (Sperlu).

Gambar 4. Sistem gaya pada suatu elemen menurut Bishop

Harga m.a dapat ditentukan dari gambar 5. Cara penyelesaian merupakan coba ulang (trial and errors) harga faktor keamanan FK di ruas kiri persamaan faktor keamanan diatas, dengan menggunakan gambar 5. untuk mempercepat perhitungan. Faktor keamanan menurut cara ini menjadi tidak sesuai dengan kenyataan, terlalu besar, bila sudut negatif ( - ) di lereng paling bawah mendekati 30 . Kondisi ini bisa timbul bila

lingkaran longsor sangat dalam atau pusat rotasi yang diandalkan berada dekat puncak lereng. Faktor keamanan yang didapat dari cara Bishop ini lebih besar dari yang didapat dengan cara Fellenius.

Gambar 5. Harga m.a untuk persamaan Bishop 3. Metode Janbu a. Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya tidak berbentuk busur lingkaran. b. Bidang longsor pada analisa metode janbu ditentukan berdasarkan zona lemah yang terdapat pada massa batuan atau tanah. Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu yang tidak terlalu rendah. Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk mendapatkan bidang longsor yang memiliki faktor keamanan terendah.

Gambar 6. Aplikasi Metode janbu

Metode Janbu, untuk tanah berbutir kasar : Qp = Ap (c Nc+ q Nq) Dimana : c = Kohesi tanah (kN/m2) Nc, Nq = Faktor daya dukung ujung tiang berdasarkan tabel Janbu

Gambar 7. Faktor Daya Dukung Ijin Dengan Sudut Geser Dalam Janbu (1954) mengembangkan suatu cara analisa kemantapan lereng yang dapat diterapkan untuk semua bentuk bidang longsor (gambar 8).

Gambar 8. Analisa Kemantapan Lereng Janbu

Gambar 9. Sistem Gaya pada Suatu Elemen menurut cara Janbu Keadaan keseimbangan untuk setiap elemen dan seluruh massa yang longsor mengikuti persamaan dibawah ini :

STRUKTUR ORGANISASIOrganisasi adalah suatu mekanisme pembagian kerja dan kerjasama dari orang yang berhimpun untuk menjalankan kegiatan produksi. Pada umumnya pelaksanaan operasi penanmbangan dapat menggunakan 2 alternative pola kerja yang perlu di kaji, yaitu: 1. seluruh kegiatan penambangan dikerjakan sendiri. 2. seluruh kegiatan operasi penambangan oleh sub-kontraktor Pada kegiatan pola pertama konsekuensinya akan banyak tenaga kerja yang di serap. Organisasi penambangan di pimpin oleh seorang manajer tambang yang bertanggung jawab kepada direksi. Manajer tambang atau kepala teknik tambang merupakan pimpinan tertinggi di lokasi penambangan, yang membawahi 5 divisi organisasi yaitu: divisi perencanaan, divisi operasi tambang, divisi pengolahan, divisi perawatan dan lingkungan serta divisi administrasi dan keuangan. Setiap divisi akan didukung oleh beberapa staff untuk kelancaraan pekerjaan. Struktur organisasi alternatif pola kerja pertama dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Fungsi tiap bagian Secara garis besar adalah sebagi berikut : 1. Divisi Perencanaan Divisi Perencanaan membantu tugas-tugas manajer dan bertanggung jawab terhadap perencanaan tambang , laporan produksi harian/ mingguan/ bulanan, penentuan sasaran produksi dan kualitas produk. Divisi ini bertanggung jawab pada perencanaan tambang baik jangka pendek maupun jangka panjang.

2. Divisi Operasi Tambang Divisi ini di bagi 2 bagian yaitu bagian ekplorasi yang bertugas melakukan ekplorasi yang dibantu oleh para staf dan bagian penambangan yang bertanggung jawab pada pembongkaran , pengangkutan, dan pemuatan serta kualitas dari bahan galian itu sendiri. 3. Divisi Pengolahan Tugas dari divisi pengolahan antara lain sebagai pengendali mutu yang mempunyai fungsi menganalisa bahan galian yang akan diolah. 4. Divisi K3 dan Lingkungan Divisi ini bertanggung jawab terhadap: a. Keselamatan dan Kesehatan kerja (K-3) b. Lingkungan, mencegah dampak negative yang timbul karena operasi tambang, mengontrol, rekloamasi dan penghijauan daerah tambang. c. Perawatan kendaran ringan dan alat-alat berat. d. Sarana penerangan daerah tambang. e. Bangunan kantor dan pabrik pengolahan 5. Divisi Administrasi dan keuangan Divisi administrasi dan keuangan membantu manajer dan bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan yangmendukung operasi tambang, anatara lain: a. Keuangan dan Pembayaran gaji (payroll) b. Administrasi dan surat-menyurat c. Personalia dan umum. d. Security / satpam e. Hubungan kepada pemerintah dan masarakat setempat f. Pendidikan dan pelatihan tenaga kerja

KEMANTAPAN LERENG TAMBANGKemantapan lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan dan lain-lain. Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi. Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Kalau misalnya karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara ini biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran-longsoran atau gerakangerakan lain sampai tercapai keadaaan keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan lereng. Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan tersebut jika digali atau diganggu. Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap. Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut : Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak Dimana untuk keadaan :

F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor F < 1,0 : lereng tidak mantap Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain : Penyebaran batuan Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan kemantapan lereng, ini karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan jenis batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya : kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan lereng yang terdiri dari lempung atau campurannya. Struktur geologi Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu diperhatikan dalam analisis adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin dan antiklin, ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan air yang mempercepat proses pelapukan. Morfologi Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan lereng didaerah tersebut. Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan bumi, sangat menentukan laju erosi dan pengendapan yang terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan maupun air tanah dan proses pelapukan batuan. Iklim Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya. Tingkat pelapukan Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan menurun. Hasil kerja manusia Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil. Misalnya, suatu lereng yang awalnya mantap, karena manusia menebangi pohon pelindung, pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang tidak baik, penggalian / tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah terjadi. Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser (she ar st ree s) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun faktor yang

dapat menaikkan tegangan geser adalah : Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia. Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air rembesan, dan penumpukan. Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya. Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan lereng. Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai, pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya material dibagian dasar. Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta pembekuan air, penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa tegangan. Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah : Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng. Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan lempung berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya kohesi, pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material penyemen batuan Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan air pori. Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di tebing / lereng. Geometri Jenjang (Bench Dimension) Sebelum mengetahui beberapa pendapat mengenai dimensi jenjang, perlu diketahui istilah pada jenjang seperti terlihat di bawah ini. Dalam penentuan gometri jenjang, beberapa hal yang dipertimbangkan, antara lain : o Sasaran produksi harian dan tahunan o Ukuran alat mekanis yang digunakan o Sesuai dengan ultimate pit slope o Sesuai dengan kriteria slope stability Elemen-elemen suatu jenjang terdiri dari tinggi, lebar dan kemiringan yang penentuan dimensinya dipengaruhi oleh: (1) alat-alat berat yang dipakai (terutama alat gali dan angkut), (2) kondisi geologi, (3) sifat fisik batuan, (4) selektifitas pemisahan yang diharapkan antara bijih dan buangan, (5) laju produksi dan (6) iklim. Tinggi jenjang adalah jarak vertikal diantara level horisontal pada pit; lebar jenjang adalah jarak horisontal lantai tempat di mana seluruh aktifitas penggalian, pemuatan dan pengeboran-peledakan dilaksanakan; dan kemiringan jenjang adalah sudut lereng jenjang. Batas ketinggian jenjang diupayakan sesuai dertgan tipe alat muat yang dipakai agar bagian puncaknya terjangkau oleh boom alat muat. Disamping itu batas ketinggian jenjang pun harus mempertimbangkan aspek kestabilan lereng, yaitu tidak longsor karena getaran peledakan atau akibat hujan. Tinggi pada tambang terbuka dan quarry batu andesit dan granit sekitar 15 m, sedangkan pada tambang uranium hanya sekitar 1,0 m.