sistem aliran tertutup (paper praktikum mekanika fluida kelompok 1) teknik pertanian unsri

71
PAPER PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA SISTEM ALIRAN TERTUTUP “ PENGARUH PEMBELOKAN ( ELBOW) TERHADAP KEHILANGAN ENERGI PADA SALURAN PIPA GALVANIS DISUSUN OLEH : FEBRI IRAWAN ( 05091002006 ) SEPTI EFRIKA SARI ( 05091002011 ) NOVITA SARI INDAWAN ( 05091002022 ) AFFAN BUDIAWAN ( 05091002002 ) AHMAD ARTANTO ( 05091002040 ) DERY SAPUTRA ( 05071006035 ) DITO GUSTIANTO ( 05061006017 ) KELOMPOK 1 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Upload: febri-irawan-putra-zenir

Post on 28-Jul-2015

1.156 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PAPER PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDASISTEM ALIRAN TERTUTUP

“ PENGARUH PEMBELOKAN (ELBOW) TERHADAP KEHILANGAN ENERGI PADA SALURAN PIPA GALVANIS ”

DISUSUN OLEH :

FEBRI IRAWAN ( 05091002006 )

SEPTI EFRIKA SARI ( 05091002011 )

NOVITA SARI INDAWAN ( 05091002022 )

AFFAN BUDIAWAN ( 05091002002 )

AHMAD ARTANTO ( 05091002040 )

DERY SAPUTRA ( 05071006035 )

DITO GUSTIANTO ( 05061006017 )

KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDERALAYA

2010

KATA  PENGANTAR

           Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan

Paper ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak

akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Paper ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang mekanika

fluida, yang kami sajikan berdasarkan dari berbagai sumber. Paper ini di susun oleh

penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun

maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama

pertolongan dari Tuhan akhirnya paper ini dapat terselesaikan.

Paper ini memuat tentang “PENGARUH PEMBELOKAN (ELBOW)

TERHADAP KEHILANGAN ENERGI PADA SALURAN PIPA GALVANIS ”.

Walaupun paper ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang

cukup jelas bagi pembaca.

Semoga paper ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada

pembaca. Walaupun paper ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon

untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Palembang, 03 Desember 2010

Penyusun

DAFTAR ISI

COVER…..………………………………………………………..........................….1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….….2

DAFTAR ISI ……………………………………………...……………………….…3

BAB I PENDAHULUAN ……………………………..…………………………..…4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….……….8

BAB III PEMBAHASAN……………………………………………….….………32

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………48

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem jaringan pipa digunakan oleh perusahaan- perusahan sebagai

pendistribusian air minum, minyak maupun gas bumi. Demikian juga dengan

keperluan air pada rumah tangga, sistem jaringan pipa ini paling banyak

digunakan baik untuk penyaluran air bersih maupun sanitasi.

Jaringan pipa air bersih atau instalasi air bersih adalah suatu jaringan pipa

yang digunakan untuk mengalirkan atau mendistribusikan air, baik itu dari sumber

air ke penampungan air maupun dari provider ke konsumen. Dimana pada aliran

normal terjadi karena adanya perbedaa n tinggi tekanan/perbedaan elevasi muka

air. Sedangkan pada aliran mekanik digunakan pompa air, sehingga dapat

mengalirkan air dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi.

Pipa yang paling banyak digunakan adalah pipa besi (galvanis) dimana

pipa galvanis, lebih kuat, tahan terhadap temperatur tinggi, tidak mudah pecah

atau bocor dan mudah dipasang, serta tahan lama. Pipa ini tersedia dipasaran

dengan berbagai merek baik yang diproduksi oleh industri dalam negeri maupun

dari produk impor.

Pada aliran air salah satu gangguan atau hambatan yang sering terjadi dan

tidak dapat diabaikan pada aliran air yang menggunakan pipa adalah kehilangan

energi akibat gesekan (mayor lose) dan minor lose (adanya perubahan arah,

perubahan penampang serta gangguan- gangguan lain yang mengganggu aliran

normal. Hal ini menyebabkan energi aliran air semakin lemah dan mengeci).

Kebutuhan air yang harus dipenuhi akan menentukan ukuran dan tipe

sistem distribusi yang di inginkan misalnya dipakai kebutuhan 1000 liter/orang

untuk suatu jaringan, maka kita harus merencanakan debit dan tekanan yang akan

diberikan. Sedangkan tekanan menjadi penting karena tekanan rendah akan

mengakibatkan masalah dalam distribusi jaringan pipa, namun bila tekanan besar

akan memperbesar kehilangan energi.

Panjangnya jarak tempuh pendistribusian air, mengakibatkan timbulnya

pemasalahan pada perencanaan instalasi perpipaan, diantaranya adanya kontur

tanah/lahan yang tidak rata, gedung- gedung, jalan raya, serta instalasi-instalasi

lainnya. Untuk itu perlu pembelokan arah pipa agar tidak mengganggu instalasi-

instalasi lainnya.

Akibat sambungan dan pembelokan serta kurangnya perawatan dan akibat

umur pipa akan timbul permasalahan pada aliran seperti adanya : a) kebocoran, b)

lebih sering terjadi kerusakan pipa atau komponen lainnya, c) besarnya tinggi

energi yang hilang dan d) penurunan tingkat layanan penyediaan air bersih untuk

konsumen (Kodoatie, 2002: 262) , dan masih banyak permasalahan lainnya.

Kehilangan energi akibat perubahan arah pada pipa dibedakan menjadi 2

(dua) yaitu pembelokan karena adanya sambungan yang terkesan tiba-tiba/tajam,

pembelokan ini disebut Elbow dan pembengkokan secara berangsur -angsur

pembengkokan ini disebut Bends. Perbedaan kedua perubahan arah itu bisa dilihat

pada gambar berikut ini.

Gambar 1.1 Perubahan Arah Pada Pipa

Elbow adalah pembelokan yang biasanya terjadi diakibatkan adanya

sambungan pipa, sambungan yang dipakai adalah fitting /keni. Fitting yang biasa

dijual dipasaran adalah sudut 45o dan 90o.

1.2 Permasalahan

Akibat perubahan arah pipa, maka banyak permasalahan baru yang timbul

diantaranya adalah permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu

bagimana pengaruh kehilangan energi akibat dari pembelokan tersebut?

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini hanya akan diteliti kehilangan energi pada

pembelokan fitting elbow 45o dan elbow 90o , dengan menggunakan alat

pengukur kehilangan energi (apparatus fluid friction ) yang terbuat dari pipa

galvanis berdiameter ¾” yang dijual di pasaran. Adapun tempat penelitian

dilakukan di laboratorium hidrolika Unnes dan Polines.

1.4 Tujuan

Tujuan dari paper ini, yaitu :

1. Mengetahui pengaruh pembelokan (elbow) terhadap kehilangan energi

pada saluran pipa galvanis berdiameter ¾” dengan sudut 45o dan 90o.

2. Mengetahui besarnya kehilangan energi akibat pembelokan tersebut pada

masing-masing elbow 45o dan 90o.

1.5 Penegasan Istilah

Untuk menghindari adanya salah penafsiran dari maksud judul dari skripsi

ini, maka perlu adanya penegasan istilah pada judul sebagaimana berikut :

1.5. 1 Pengaruh

Menurut Winarno (1990:52), pengaruh adalah perubahan yang terjadi pada

suatu benda akibat suatu perlakuan tertentu terhadap benda itu. Dalam penelitian

ini yang dimaksud pengaruh adalah perubahan pembelokan terhadap kehilangan

energi pada saluran pipa galvanis berdiameter ¾” pada pembelokan dengan sudut

45o dan 90o.

1.5. 2 Pembelokan

Pembelokan (elbow ) merupakan perubahan arah dikarenakan adanya

sambungan pada instalasi perpipaan yang terlihat menyiku ataupun patahan pada

pipa, bukan perubahan arah secara berangsur-angsur. Perubahan arah pipa yang

diteliti yaitu pembelokan (elbow) 45o dan 90o.

1.5. 3 Kehilangan Energi

Kehilangan Energi (head lose ) adalah adanya energi yang berkurang pada

aliran air dalam saluran tertutup. Adapun yang dimaksud kehilangan energi dalam

penelitian ini adalah kehilangan energi sekunder akibat pengaruh pembelokan.

1.5. 4 Saluran Pipa

Saluran pipa merupakan saluran tertutup aliran fluida dengan tampang

aliran penuh. Perbedaan mendasar dengan saluran terbuka adalah adanya

permukaan bebas berupa udara pada saluran terbuka. Saluran terbuka mempunyai

kedalaman air 'y' sedang pada pipa air tersebut ditransformasikan berupa 'p/?'.

1.5. 5 Pipa Galvanis

Pipa galvanis adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang

lingkaran terbuat dari bahan besi tuang yang digunakan untuk mengalirkan zat

cair atau gas di bawah tekanan (Triatmojo, 1996:5 8).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1 .1 Fluida

Fluida adalah zat cair yang bisa mengalir menempati ruangan, mempunyai

partikel yang mudah bergerak dan berubah bentuk tanpa pemisahan massa

(Triatmodjo, 1993:9). Tahanan fluida terhadap perubahan bentuk sangat kecil,

sehingga fluida dapat dengan mudah mengikuti bentuk dan ruang serta tempat

yang membatasinya. Pada fluida kental (viscous) maupun fluida cair (liquid )

apabila ada gaya geser yang bekerja padanya akan mengalami pergerakan antara

satu bagian terhadap bagian lainnya. Ini berarti bahwa fluida tida k dapat menahan

gaya geser.

Fluida dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu zat cair dan gas. Zat cair

terlihat memiliki volume tertentu, dan dapat berubah bentuk mengikuti ruang yang

di tempatinya. Zat ini memerlukan perubahan tekanan dan temperatur yang besar

untuk memperoleh perubahan volume yang mudah terlihat. Adapun gas akan

selalu mengisi tempatnya betapapun besarnya volume pada temperatur dan

tekanan tertentu.

Zat cair dan gas mempunyai sifat-sifat yang sama, yang antara lain adalah:

(1) kedua zat ini tidak melawan perubahan bentuk, (2) keduanya juga tidak

mengadakan reaksi terhadap gaya geser, yaitu gaya yang sejajar dengan

permukaan lapisan- lapisan fluida yang mencoba untuk menggeser lapisan-

lapisan tersebut terhadap yang lainnya. Oleh karena itu apabila ada sentuhan

sedikit saja, dua lapisan yang saling berdampingan akan bergerak antara satu

terhadap yang lainnya.

2.1 .2 Aliran Pada Saluran Tertutup

Saluran tertutup atau saluran pipa biasanya digunakan untuk mengalirkan

fluida di bawah tekanan atmosfer (tampang aliran penuh), karena apabila tekanan

di dalam pipa sama dengan tekanan atmosfer (zat cair di dalam pipa tidak penuh),

maka aliran termasuk dalam pengaliran terbuka. Fluida yang dialirkan melalui

pipa bisa berupa zat cair atau gas dan tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil dari

tekanan atmosfer. Tekanan atmosfer adalah tekanan dipermukaan zat cair di

sepanjang saluran terbuka.

Pada pipa yang alirannya tidak penuh dan masih ada rongga yang berisi

udara maka sifat dan karakteristik alirannya sama dengan aliran pada saluran

terbuka (Kodoatie, 2002:215). Contoh di lapangan adalah aliran air pada gorong-

gorong, dimana air hanya mengalir pada bagian bawah/tidak penuh pada pipa.

Pada kondisi air penuh, desainnya harus mengikuti kaidah aliran pada pipa,

namun bilamana aliran air pada gorong-gorong didesain tidak penuh maka sifat

alirannya adalah sama dengan aliran pada saluran terbuka.

Zat cair riil didefinisikan sebagai zat yang mempunyai kekentalan,

berbeda dengan zat cair ideal yang tidak mempunyai keke ntalan. Kekentalan

disebabkan karena adanya sifat kohesi antara partikel zat cair. Karena adanya

kekentalan zat cair maka terjadi perbedaan kecepatan partikel dalam medan aliran.

Partikel zat cair yang berdampingan dengan dinding batas akan diam

(kecepatan nol) sedang yang terletak pada suatu jarak tertentu dari dinding akan

bergerak. Perubahan kecepatan tersebut merupakan fungsi jarak dari dinding

batas. Aliran zat cair riil disebut juga aliran viscous.

2.1. 1. 1 Hukum Newton Tentang Kekentalan Zat Cair

Kekentalan zat cair menyebabkan terbentuknya gaya- gaya geser antara 2

(dua) elemen. Keberadaan kekentalan ini menyebabkan terjadinya kehilangan

energi selama pengaliran atau diperlukan energi untuk menjamin adanya

pengaliran.

Hukum Newton tentang kekentalan menyatakan bahwa tegangan geser

antara 2 (dua) partikel zat cair yang berdampingan adalah sebanding dengan

perbedaan kecepatan dari kedua partikel (gradien kecepatan) seperti terlihat pada

gambar 2.1 yang berbentuk :

.................................................................................... (2.1)

Dengan = tegangan geser, µ = viskositas molekuler dinamik

Gambar 2.1 Definisi Tegangan Geser. (T riatmojo, 1996:2)

Seperti yang ditunjukan oleh persamaan (2.1) dan gambar (2.1), apabila 2

(dua) elemen zat cair yang berdampingan dan bergerak dengan kecepatan berbeda,

elemen yang lebih cepat akan diperlambat dan yang lebih lambat akan dipercepat.

Tegangan geser ? pada lapis 1 (satu) bagian bawah mempunyai arah ke kiri

karena bagian tersebut tertahan oleh lapis dibawahnya yang mempunyai kecepatan

lebih rendah. Sedangkan lapis 2 (dua) bagian atas bekerja tegangan geser dalam

arah ke kanan karena bagian tersebut tertarik oleh lapis di atasnya yang

mempunyai kecepatan lebih besar.

Pada permukaan antara dinding batas dan aliran zat cair juga terjadi

tegangan geser dengan arah berlawanan dengan arah aliran. Tegangan geser pada

dinding batas ini cukup besar karena gradien kecepatan di daerah tersebut sangat

besar.

2.1. 1. 2 Aliran Laminer dan Turbulen

Pada aliran viskos ada aliran laminer dan turbulen. Dalam aliran laminer

partikel- partikel zat cair bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar

tanpa ada kecenderungan pada gerakan memutar. Aliran ini terjadi apabila

kecepatan kecil dan atau kekentalan besar.

Pengaruh kekentalan adalah sangat besar sehingga dapat meredam

gangguan yang dapat menyebabkan aliran menjadi turbulen. Dengan

berkurangnya kekentalan dan bertambahnya kecepatan aliran maka daya redam

terhadap gangguan akan berkurang, yang sampai pada suatu batas tertentu akan

menyebabkan terjadinya perubahan aliran dari laminer ke turbulen.

Pada aliran turbulen gerak partikel- partikel zat cair tidak t eratur. Aliran ini

terjadi apabila kecepatan besar dan kekentalan zat cair kecil.

2.1. 1. 3 Percobaan Osborn Reynolds

Pada tahun 1884 Osborn Reynolds melakukan percobaan

untuk menunjukkan sifat-sifat aliran laminer dan aliran turbulen. Alat yang

digunakan terdiri dari pipa kaca yang dapat melewatkan air dengan berbagai

kecepatan (gambar 2.2). Aliran tersebut diatur oleh katub A. Pipa kecil B yang

berasal dari tabung berisi zat warna C. Ujung yang lain berada pada lubang masuk

pipa kaca.

Gambar 2.2 Alat Osborn Reynolds. (Triatmojo, 1996:3)

Reynolds menunjukkan bahwa kecepatan aliran yang kecil di dalam aliran

kaca, zat warna akan mengalir dalam suatu garis lurus seperti benang yang sejajar

dengan sumbu pipa. Apabila katub dibuka sedikit, kecepatan akan bertambah

besar dan benang warna mulai berlubang yang akhirnya pecah dan menyebar pada

seluruh aliran dalam pipa (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. (a) Aliran Laminer, (b) Kritik, dan (c) Turbulen. (Triatmojo,

1996:4)

Kecepatan rata -rata pada benang warna mulai pecah disebut kecepatan

kritik. Penyebaran dari benang warna disebabkan oleh percampuran dari partikel-

partikel zat cair selama pengaliran. Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan

bahwa pada kecepatan kecil, percampuran tidak terjadi dan partikel- partikel zat

cair bergerak dalam lapisan- lapisan yang sejajar, dan menggelincir terhadap

lapisan di sampingnya. Keadaan ini disebut aliran laminer. Pada kecepatan yang

lebih besar, benang warna menyebar pada seluruh penampang pipa, dan terlihat

bahwa percampuran dari partikel- partikel zat cair terjadi, keadaan ini disebut

aliran turbulen.

Reynolds menunjukkan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan

suatu angka tertentu. Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan

aliran di dalam pipa dengan nilai , ?/?D yang disebut dengan angka Reynolds.

Angka Reynolds mempunyai bentuk berikut ini:

dengan V = kecepatan , D = diameter pipa, v (nu) adalah kekentalan kinematik.

Dari percobaan yang dilakukan untuk aliran air melalui pipa dapat

disimpulkan bahwa pada angka Reynolds rendah gaya kental dominan sehingga

aliran adalah laminer. Dengan bertambahnya angka Reynolds baik karena

bertambahnya kecepatan atau berkurangnya kekentalan zat cair atau bertambah

besarnya dimensi medan aliran (pipa), akan bisa menyebabkan kondisi aliran

lamin er menjadi tidak stabil. Sampai pada suatu angka Reynolds di atas nilai

tertentu aliran berubah dari laminer menjadi turbulen.

Berdasarkan pada percobaan aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan

bahwa untuk angka Reynolds di bawah 2000, gangguan aliran da pat diredam oleh

kekentalan zat cair, dan aliran pada kondisi tersebut adalah laminer. Aliran akan

turbulen apabila angka Reynolds lebih besar dari 4000. Apabila angka Reynolds

berada diantara kedua nilai tersebut 2000<Re<4000 aliran adalah transisi. Angka

Reynolds pada kedua nilai di atas (Re=2000 dan Re=4000) disebut dengan batas

kritik bawah dan atas.

2.1. 1. 4 Hukum Tekanan Gesek

Reynolds menetapkan hukum tekanan gesek dengan

melakukan pengukuran kehilangan energi di dalam beberapa pipa dengan

panjang ber beda dan untuk berbagai debit aliran. Percobaan tersebut

memberikan hasil berupa suatu grafik hubungan antara kehilangan energi hf

dan kecepatan aliran V. Gambar 2.4 Menunjukkan kedua hubungan tersebut

yang dibuat dalam skala logaritmik untuk diameter tert entu.

Gambar 2.4. Grafik Kehilangan Energi-Kecepatan. (Triatmojo, 1996:5)

Bagian bawah dari grafik merupakan garis lurus, dengan kemiringan 45º,

yang menunjukkan bahwa hf sebanding dengan V, yang merupakan sifat aliran

laminer. Sedang bagian atas merupakan garis lurus dengan kemiringan n, dengan n

antara 1,75 dan 2,0 yang tergantung pada nilai Re dan kekasara n pipa. Hal ini

menunjukkan bahwa h f sebanding dengan Vn , nilai pangkat yang besar

berlaku untuk pipa kasar sedang yang kecil untuk pipa halus. Grafik tersebut

di atas menu njukkan bahwa kehilangan energi pada aliran turbulen lebih besar

dari aliran laminer. Hal ini disebabkan karena adanya turbulensi yang dapat

memperbesar kehilangan energi.

2.1. 1. 5 Aliran Laminer dalam Pipa

Dalam aliran laminer partikel- partikel zat cair bergerak teratur mengikuti

lintasan yang saling sejajar. Aliran laminer lebih mudah terjadi bila kecepatan

aliran relatif kecil sedangkan viskositas cairan besar dan pengaruh kekentalan

cukup dominan dibandin gkan dengan kecepatan aliran, sehingga partikel- partikel

zat cair akan bergerak teratur menurut lintasan lurus.

Secara matematis aliran laminer akan terjadi bila perbandingan

momentum dan gaya viskos ada di bawah 2000, atau yang lebih dikenal dengan

bilangan Reynolds (Re) < 2000.

Kehilangan energi selama pengaliran melalui pipa diturunkan dengan menggunakan

gambar 2.5, kehilangan energi pada pengaliran antara titik 1 dan 2 adalah :

.................................................... (2.3)

Karena V1 = V2, maka :

.................................................................(2.4)

Apabila nilai ? P dari persamaan disubstitusikan ke dalam bentuk di atas,

akan diperoleh :

........................................................................ (2.5)

........................................................................ (2.6)

dengan v (nu) adalah kekentalan kinematik

Gambar 2.5. Kehilangan Energi. (Triatmojo, 1996:11)

Persamaan ini dikenal sebagai persamaan Poiseuille. Satu hal yang perlu

diperhatikan adalah bahwa aliran laminer tidak dipengaruhi oleh bidang batas atau

kekasaran dinding. Gambar 2.6 menunjukkan distribusi kecepatan dan tegangan

geser di dalam pipa lingkaran. Tegangan geser pada dinding pipa biasanya diberi

notasi t 0.

Gambar 2.6 Distribusi Kecepatan dan Tegangan Geser. (Triatmojo, 1996:12)

2.1. 1. 6 Aliran Turbulen dan Tegangan Reynolds

Turbulensi adalah gerak partikel zat cair yang tidak teratur. Turbulensi

ditimbulkan oleh gaya -gaya viskos dan gerak lapis zat cair yang berdampingan

pada kecepatan berbeda. Aliran turbulen akan terjadi pada bilangan Reynolds (Re)

lebih besar dari 4000. Analisa teoritis persamaan kehilangan energi pada aliran

turbulen (Re > 4000) akan lebih sulit dibandingkan yang terjadi pada aliran

laminer. Hal ini disebabkan adanya ketidakteraturan aliran turbulen. Faktor

gesekan f dapat diturunkan secara matematis untuk aliran laminer, tetapi belum

ada hubungan matematis yang sederhana untuk aliran turbulen. Untuk pipa- pipa

halus dan kasar hukum- hukum tahanan universal dapat diturunkan dari :

........................................................................ (2.7)

dengan:

f = faktor gesek

t0 = tegangan geser pada dinding pipa

? = kerapatan air (density )

V = kecepatan aliran

Untuk menentukan tegangan geser yang ditimbulkan oleh turbulensi,

dipandang aliran zat cair melalui elemen dengan luas dA (lihat gambar 2.7)

Gambar 2.7 Transfer Momentum dalam Aliran Zat Cair. (Triatmojo, 1996:18)

Pada gambar 2.7, v' adalah kecepatan tegak lurus dA dan u' adalah

fluktuasi kecepatan atau perbedaan kecepatan pada kedua sisi luasan. Massa zat

cair yang melalui dA dalam satu satuan waktu adalah:

dM = ?v'dA

dengan menggunakan persamaan momentum:

dF = dM du

atau :

dF = ?v'dAu'

Tegangan geser t karena fluktuasi turbulen diperoleh dengan membagi

persamaan di atas dengan dA:

Atau : ........................................................................(2.8)

Tegangan geser yang diberikan oleh persamaan (2.8) dikenal sebagai

tegangan Reynolds.

2.1. 1. 7 Kekasaran Permukaan

Pada zat cair ideal, aliran melalui bidang batas mempunyai distribusi

kecepatan merata. Sedang pada zat cair riil, karena adanya pengaruh kekentalan,

kecepatan di daerah dekat bidang batas mengalami perlambatan dan pada bidang

batas kecepatan adalah nol. Lapisan zat cair di dekat bidang batas di mana

pengaruh kekentalan dominan disebut dengan lapis batas.

Konsep adanya sub lapis laminer di dalam lapis batas pada aliran turbulen

dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kekasaran permukaan. Apabila

permukaan bidang batas dibesarkan, akan terlihat bahwa permukaan tersebut tidak

halus seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.8 Tinggi efektif ketidakteraturan

permukaan yang membentuk kekasaran disebut dengan tinggi kekasaran k.

Perbandingan antara tinggi kekasar an dan jari- jari hidraulis (k/R) atau diameter

pipa (k/D) disebut dengan kekasaran relatif.

Pada gambar 2.8.a tinggi kekasaran lebih kecil dari sub lapis laminer

(k<dL ) sehingga ketidakteraturan permukaan akan sedemikian kecil sehingga

kekasaran akan selur uhnya terendam di dalam lapis laminer. Dalam hal ini

kekasaran tidak mempunyai pengaruh terhadap aliran di luar sub lapis laminer,

dan permukaan batas tersebut dengan hidaulis licin.

Pada gambar 2.8.b tinggi kekasaran berada di daerah transisi (dL<k<dT ),

dan aliran adalah dalam kondisi transisi.

Pada gambar 2.8.c tinggi kekasaran berada di luar lapis transisi (k>dT ),

maka kekasaran permukaan akan berpengaruh di daerah turbulen sehingga

mempengaruhi aliran di daerah tersebut. Permukaan ini disebut hidraulis kasar

Gambar 2.8 Pengaruh Kekasaran Pada Sub Lapis. (Triatmojo, 1996:22)

2.1 .3 Kehilangan Energi (Head Lose)

Zat cair yang ada di alam ini mempunyai kekentalan, meskipun demikian

dalam berbagai perhitungan mekanika fluida ada yang dikenal atau dianggap

sebagai fluida ideal. Menurut Triatmojo (1996:1), adanya kekentalan pada fluida

akan menyebabkan terjadinya tegangan geser pada waktu bergerak. Tegangan

geser ini akan merubah sebagian energi aliran menjadi bentuk energi lain seperti

panas, suara dan sebagainya. Pengubahan bentuk energi tersebut menyebabkan

terjadinya kehilangan energi.

Secara umum di dalam suatu instalasi jaringan pipa dikenal dua macam

kehilangan energi :

2.1. 2. 1 Kehilangan Energi Akibat Gesekan

Kehilangan energi akibat gesekan disebut juga kehilangan energi primer

(Triatmojo, 1996:58) atau Mayor lose (Kodoatie, 2002:245). Terjadi akibat

adanya ke kentalan zat cair dan turbulensi karena adanya kekasaran dinding batas

pipa dan akan menimbulkan gaya gesek yang akan menyebabkan kehilangan

energi di sepanjang pipa dengan diameter konstan pada aliran seragam.

Kehilangan energi sepanjang satu satuan panja ng akan konstan selama

kekasaran dan diameter tidak berubah.

2.1. 2. 2 Kehilangan Energi Akibat Perubahan Penampang dan Aksesoris.

Kehilangan energi akibat perubahan penampang dan aksesoris lainnya

disebut juga kehilangan energi secunder (Triatmojo, 1996:58) atau minor lose

(Kodoatie, 2002:245). Misalnya terjadi pada perubahan arah seperti pembelokan

(elbow), bengkokan (bends), pembesaran tampang (expansion ), serta pengecilan

penampang (contraction). Kehilangan energi sekunder atau minor lose ini akan

mengakibatkan adanya tumbukan antara partikel zat cair dan meningkatnya

gesekan karena turbulensi serta tidak seragamnya distribusi kecepatan pada suatu

penampang pipa. Adanya lapisan batas terpisah dari dinding pipa maka akan

terjadi olakan atau pusaran air. Adanya olakan ini akan mengganggu pola aliran

laminer sehingga akan menaikkan tingkat turbulensi.

Pada aliran laminer akan terjadi bila bilangan Reynolds (Re) < 2000,

dengan persamaan kehilangan energi pada aliran laminer sepanjang pipa L

menurut Hagen-Poseuille adalah sebagai berikut:

........................................................................ (2.9)

Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk :

........................................................................

(2.10)

Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk persamaan Darcy-Weisbach.

........................................................................ (2.11)

Dengan : f = faktor gesek Re = angka Reynolds

2.1 .4 Pipa Halus

Koefisien gesekan pipa tergantung pada parameter aliran, apabila pipa

adalah hidrolis halus parameter tersebut adalah kecepatan aliran diameter pipa

dan kekentalan zat cair dalam bentuk angka Reynolds. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan Blasius, mengemukakan bahwa rumus gesekan f untuk pipa halus

dalam bentuk :

Dari persamaan empiris koefisien gesekan te rsebut di atas akan dapat

dihitung kehilangan energi di sepanjang pipa berdasar persamaan Darcy-

Weisbach.

Sedangkan percobaan Nikuradse memberikan persamaan yang agak

berbeda dengan Blasius. Persamaan tersebut adalah :

........................................................................ (2.12)

2.1 .5 Pipa Kasar

Tahanan pada pipa kasar lebih besar dari pada pipa halus, untuk pipa halus

nilai f hanya bergantung pada angka Reynolds. Untuk pipa kasar nilai f tidak

hanya tergantung angka Reynolds, tetapi juga pada sifat-sifat dinding pipa yaitu

kekasaran relatif k/D, atau

dengan k = kekasaran dinding pipa, D = diameter pipa.

Nikuradse melakukan percobaan tentang pengaruh kekasaran pipa.

Percobaan tersebut meliputi daerah aliran laminer dan turbulen sampai pada angka

Reynolds Re = 106, dan untuk enam kali percobaan dengan nilai k/D (kekasaran

relatif) yang bervariasi antara 0,0333 sampai 0,000985. Hasil percobaan

merupakan hubungan antara f, Re, dan k/D seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.9 Hasil Percobaan Nikuradse

2.14. 1 Daerah I

Daerah I merupakan daerah aliran laminer di mana Re < 2000. Hubungan

antara f dan Re merupakan garis lurus (kemiringan 45º untuk skala horizontal dan

vertikal yang sama), dan tidak dipengaruhi oleh kekasaran pipa. Di daerah ini

koefisien gesekan diberikan oleh persamaan

2.14. 2 Daerah II

Daerah ini antara Re = 2000 dan Re = 4000, yang merupakan daerah tidak

stabil di mana aliran berubah dari laminer ke turbulen atau sebaliknya. Aliran

tidak banyak dipengaruhi oleh kekasaran pipa.

2.14. 3 Daerah III

Daerah ini merupakan daerah aliran turbulen di mana kekasaran relatif

pipa mulai berpengaruh pada koefisien gesekan f. Daerah ini dapat dibedakan

menjadi 3 (tiga) sub daerah berikut ini :

1. Sub Daerah Pipa Halus

Daerah ini ditunjukkan oleh garis paling bawah dari gambar 3, yang

merupakan aliran turbulen melalui pipa halus. Koefisien gesekan pipa f

dapat dih itung dengan rumus Blasius.

2. Sub Daerah Transisi

Di daerah sub transisi ini koefisien gesekan tergantung pada angka

Reynolds dan kekasaran pipa. Daerah ini terletak antara garis paling bawah

dan garis terputus dari gambar 3, kekasaran relatif k/D sangat berpengaruh

terhadap nilai f.

3. Sub Daerah Pipa Kasar

Sub daerah ini terletak di atas garis terputus. Apabila angka Reynolds di

atas suatu nilai tertentu, koefisien gesekan tidak lagi tergantung pada

angka Reynolds, tetapi hanya tergantung pada kekasaran relatif. Untuk

suatu nilai k/D tertentu nilai f adalah konstan dan sejajar dengan sumbu

horizontal. Di daerah ini pengaliran adalah turbulen sempurna.

Rumus empiris untuk pipa kasar hasil percobaan Nikuradse adalah :

........................................................................ (2.13)

Untuk aliran di daerah transisi, Colebrook menggabungkan persamaan untuk

pipa halus dan pipa kasar sebagai berikut:

............................................................ (2.14)

Persamaan-persamaan di atas memberikan nilai f dalam suatu persamaan

implisit. Berdasarkan Triatmojo (1996:39) menyatakan bahwa pada tahun 1944

Moody menyederhanakan prosedur hitungan tersebut dengan membuat suatu

grafik berdasarkan persamaan Cole Brook. Grafik tersebut di kenal sebagai grafik

Moody seperti terlihat pada gambar 2.10

Gambar 2.10 Grafik Moody, (Triatmojo, 1996:40)

Grafik tersebut mempunyai empat daerah yaitu daerah pengaliran laminer,

daerah transisi di mana f merupakan fungsi dari angka Reynolds dan kekasaran

dinding pipa (aliran kritis), dan daerah turbulen sempurna di mana nilai f tidak

tergantung pada angka Reynolds tetapi hanya pada kekasaran relatif. Untuk

menggunakan grafik tersebut, nilai k diperoleh dari tabel 2.1. Untuk pipa tua nilai f

dapat jauh lebih besar dari pipa baru, yang tergantung pada umur pipa dan sifat zat

cair yang dialirkan. Untuk pipa kecil, endapan atau kerak yang terjadi dapat

mengurangi diameter pipa. Oleh karena itu diperlukan kecermatan di dalam

menghitung nilai k dan juga f.

Tabel 2.1 Tinggi Kekasaran Pipa

Untuk pengaliran turbulen sempurna, dimana gesekan

berbanding langsung dengan V2 dan tidak tergantung pada angka

Reynolds, nilai f dapat ditentukan berdasarkan kekasaran relatif. Pada umumnya

masalah-masalah yang ada pada pengaliran di dalam pipa berada pada daerah

transisi dimana nilai f ditentukan juga oleh angka Reynolds. Sehingga apabila

pipa mempunyai ukuran dan kecepatan aliran tertentu, maka kehilangan tenaga

akibat gesekan dapat langsung dihitung, tetapi jika diameter atau kecepatan tidak

diketahui maka angka Reynolds juga tidak diketahui. Dengan perubahan ini angka

Reynolds yang besar, perubahan nilai f sangat kecil. Sehingga perhitungan dapat

diselesaikan dengan menentukan secara sembarang nilai angka Reynolds atau f

pada awal hitungan dan dengan cara coba banding (trial and error) akhirnya

dapat dihitung nilai f yang terakhir (yang benar). Oleh karena nilai f berkisar

antara 0,01 dan 0,07, maka yang paling baik adalah menganggap nilai f, dan

biasanya dengan dua (2) atau tiga (3) kali percobaan akan dapat diperoleh nilai f

yang benar.

2.1 .6 Pipa Berubah Arah

Perubahan arah pada pipa (berbelok dan bengkok) dapat menimbulkan

kehilangan energi akibat dari perubahan tersebut, besarnya kehilangan energi ini

tergantung pada sudut perubahan arah pipa.

Kehilangan energi yang diakibatkan adanya perubahan arah adalah

diakibatkan benturan air pada dinding. Kecepatan aliran air awal (V1) berubah

menjadi kecepatan aliran air setelah melalui pembelokan (V2), dimana (V1) lebih

besar dibanding (V2).

Ada perbedaan kehilangan energi akibat gesekan dan akibat perubahan

arah. Pengaruh dari gesekan ataupun benturan air dinding pada keseluruhan

hambatan dinyatakan sama dengan pipa- pipa lurus dengan nilai ? dan dengan

panjang l dari belokan, dimana diukur dari garis sumbu bengkokan.

2.1. 5. 1 Pipa Bengkok (Bends)

Sudut dengan perubahan arah yang terkesan berangsur -angsur (bends),

kehilangan energi tergantung pada perbandingan antara jari- jari belokan dan

diameter pipa. Perubahan arah secara berangsur -angsur (bends) pada pipa dapat

dilihat pada gambar 2.11. Nilai K b untuk berbagai nilai R/D ditunjukkan dalam

tabel 2.2

Gambar 2.11 Pipa Bengkok (Bends). (Krist, 1991:88)

Kehilangan energi karena perubahan arah tercakup dalam bilangan Kb

dimana nilai dari bilangan ini ditentukan oleh jari- jari bengkokan R dan sudut

bengkokan ß (sudut a pada Triatmojo) dari pipa bengkok. Jari- jari belokan

minimal R, yang dianjurkan bagi pipa-pipa yang bengkok dingin oleh mesin, akan

sangat mempengaruhi nilai Kb.

Tabel 2.2 Nilai Kb sebagai fungsi R/D

R/D 1 2 4 6 10 16 20Kb 0,35 0,19 0,17 0,22 0,32 0,38 0,42

Sumber: Triatmojo, 1996: 64

Secara normal nilai Kb , akan menjadi kecil jika jari- jari (R) semakin besar,

yang tergantung pada perbandingan jari- jari bengkokan (diameter dalam)

pipa, secara berturut-turut (R/D).

Tabel 2.3 Jari-Jari Bengkokan Minimum untuk Pipa.

Diameter

luar pipa D

Jari-jari belokan Diameter luar

pipa minimal R (mm) Dl

Jari- jari

belokan

4

6

8

1

0

1

2

10 20

16 22

20 25

25 28

32 30

40 35

5

0

5

0

8

0

8Sumber: Krist, 1991:88

Kehilangan tinggi tekanan dalam pipa- pipa bengkok dapat dianalisis

menggunakan persamaan :

hb = (Kb + ? .L / D) V2 / 2 g (m) ................................ .................. (2.15)

Dengan, L adalah panjang pipa bengkok dan D diameter dalam.

Tabel 2.4 Koefisien Kehilangan Energi Kb Sebagai Fungsi dari d dan R/D

R/D 1 2 3 4 5 6 10Licin d = 15º (pipa)

3

4

0,03

0,06

0,14

0,03

0,06

0,09

0,03

0,055

0,08

0,03

0,055

0,08

0,03

0,05

0,07

0,03

0,05

0,075

0,03

0,05

0,07

Kasar 90º 0,51 0,30 0,27 0,23 0,21 0,18 0,20Sumber: Krist, 1991:88

Koefisien hambatan untuk bengkokan tersusun (Ksb) selalu menjadi 90o

dihitung sebagai berikut:

Belokan setengah lingkaran (180 º) / 2 belokan K sb = 2 K b

2 belokan dalam bidang yang berbeda K sb = 3 K b

Belokan-belokan dalam bentuk S (2 belokan) K sb = 4 K b

a 20º 40º 60º 80º 90ºKb 0,05 0,14 0,36 0,74 0,98

Nilai Kb ini juga dapat digunakan untuk menghitung kehilangan energi pada

belokan/perubahan arah pada selang.

2.1. 5. 2 Pipa Berbelok (Elbow) dan Siku

Gambar. 2.12 Pipa Belok (Elbow) 45o.

Persamaan pada pipa untuk perubahan arah yang terjadi secara tiba –tiba (elbow)

dan siku hampir sama dengan persamaan pada pipa bengkok (bends).

Persamaan untuk kehilangan energi akibat pembelokan ( elbow) pipa lebih

sederhana, yaitu:

Kb adalah koefisien kehilangan energi pada belokan, yang ditunjukkan oleh

tabel 2.5.

Tabel 2.5 Koefisien Kb sebagai fungsi sudut belokan a

Sumber : Triatmojo, 1996:64

Dalam mencari Kb 45o , diperlukan interpolasi dari Tabel 2.5.

Pada pipa - pipa licin dan pipa- pipa kasar dapat digunakan angka angka

kahilangan pada tabel 2.6 berikut:

Tabel 2.6 Angka Hambatan Pipa Licin dan Pipa Kasar

Sudut Belokan Angka Hambatan Kkn Pipa Licin Pipa Kasar

10o

15o

0,03

0,04

0,13

0,04

0,06

0,15

45o 0,24 0,32

60o 0,47 0,68

90o 1,13 1,27

Sumber: Krist,

1991:89

2.1 .7 Penelitian Pipa Galvanis Lurus.

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (Kadarisnani, A. 2004:40 -

44), pada pipa galvanis lurus berdiamemeter ½” didapatkan data sebagai berikut:

2.1. 7. 1 Penelitian di Laboratorium Hidrolika Unnes

Pada penelitian 10 (sepuluh) kali percobaan didapatkan seperti terlihat

pada tabel 2.7 berikut.

Tabel 2.7 Data Penelitian pada Instalasi Pipa Lurus dengan Diameter ½”

Perc.Ke

Kehilangan

Energi ?h (m)

Debit Aliran Q

(m3 /detik)

Kecepatan

Aliran v (m/det)

Q Qrata-

rata

v vrata-

rata1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0.198

0.198

0.209

0.197

0.207

0.204

0.203

0.202

0.206

0.198

0.000205

0.000205

0.000223

0.000200

0.000220

0.000210

0.000215

0.000215

0.000218

0.000205

0.00021

2

1.971

1.971

2.025

1.966

2.015

2.001

1.996

1.991

2.010

1.971

1.992

Sumber: Hasil Penelitian Lab. Unnes

Sedangkan hasil pengolahan data penelitian pada instalasi pipa lurus dengan

menggunakan rumus teoritis dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut.

Tabel 2.8 Hasil Penelitian pada Instalasi Pipa Lurus dengan Diameter ½

Perc.Ke

Kehilanga

n Energi ?

Debit Aliran

Q (m3

Kecepatan

Aliran

Q Qrata- v vrata-1

2

3

4

5

6

7

8

0.180

0.180

0.190

0.179

0.188

0.186

0.185

0.184

0.000205

0.000205

0.000223

0.000200

0.000220

0.000210

0.000215

0.000215

0.000212

1.971

1.971

2.025

1.966

2.015

2.001

1.996

1.991

1.992

Sumber: Hasil Penelitian Lab. Unnes

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata kehilangan energi yang

terjadi pada pipa lurus berdasarkan pengukuran di laboratorium Hidrolika Unnes

adalah sebesar 0,202 meter, sedangkan hasil perhitungan secara teoritis

diperoleh rata- rata kehilangan energi sebesar 0,184 meter.

Lebih jelasnyaperbedaan hasil dari kedua pengukuran tersebut dapat dilihat pada

gambar berikut:

Gambar 2.13 Perbedaan kehilangan energi pipa lurus ½” antara hasil pengukuran

dengan rumus teoritis Laboratorium Unnes

2.1. 7. 2 Penelitian di Laboratorium Hidrolika Polines

Pada penelitian 10 (sepuluh) kali percobaan didapatkan seperti terlihat

pada tabel 2.9 berikut.

Tabel 2.9 Data Penelitian pada Instalasi Pipa Lurus dengan Diameter ½”

Perc.Ke

Kehilangan

Energi ?h

(m)

Debit Aliran Q Kecepatan

(m3 /detik) Aliran v (m/det)

Q Qrata-rata v vrata-

rata

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0.121

0.121

0.120

0.121

0.121

0.121

0.120

0.120

0.121

0.121

0.000129

0.000127

0.000124

0.000128

0.000128

0.000129

0.000125

0.000126

0.000129

0.000128

1.541

1.541

1.534

1.541

0.000127 1.541

1.541

1.534

1.534

1.541

1.541

1.539

Sumber: Hasil Penelitian Lab. Polines

Sedangkan hasil pengolahan data penelitian pada instalasi pipa lurus

dengan menggunakan rumus teoritis dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut.

Tabel 2.10 Hasil Penelitian pada Instalasi Pipa Lurus dengan Diameter ½”

Perc.Ke

Kehilangan

Energi ?h

(m)

Debit Aliran Q Kecepatan

(m3 /detik) Aliran v (m/det)

Q Qrata-rata v vrata-rata

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0.329

0.329

0.328

0.329

0.329

0.329

0.328

0.328

0.329

0.329

0.000129

0.000127

0.000124

0.000128

0.000128

0.000129

0.000125

0.000126

0.000129

0.000128

1.541

1.541

1.534

1.541

0.000127 1.541

1.541

1.534

1.534

1.541

1.541

1.539

Sumber: Hasil Penelitian Lab. Polines

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata kehilangan energi

yang terjadi pada pipa lurus berdasarkan pengukuran di laboratorium Hidrolika

Polines adalah sebesar 0,201 meter, sedangkan hasil perhitungan secara teoritis

diperoleh rata- rata kehilangan energi sebesar 0,329 meter. Lebih jelasnya

perbedaan hasil dari kedua pengukuran tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.14 Perbedaan kehilangan energi pipa lurus ½” antara hasil

pengukuran dengan rumus teoritis Laboratorium Polines

2.2 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka disusun suatu

hipotesis kerja yang digunakan untuk menguji kebenaran yaitu :

1. Pembelokan (elbow) mempengaruhi kehilangan energi pada pipa galvanis

berdiameter ¾”.

2. Kehilangan energi pada elbow 45o akan lebih kecil dibanding

dengan kehilangan energi pada elbow 90o.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Data

Penelitian mengenai Pengaruh Pembelokan (Elbow) Terhadap

Kehilangan Energi Pada Saluran Pipa Galvanis yang dilaksanakan di

laboratorium Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang dan

sebagai acuan dilaksanakan juga di laboratorium Hidrolika Politeknik Negeri

Semarang, didapatkan data hasil penelitian yang kemudian dianalisis untuk

pembahasan.

Dalam penelitian ini diperoleh data awal hasil pengukuran antara lain luas

penampang pipa (Ao=¼ p.d2) dalam meter persegi (m2), luas bejana (p.l) dalam

meter persegi (m2), kemudian setelah dilakukan penelitian, maka didapatkan data

hasil pengamatan seperti selisih tinggi manometer (? h = h1- h2 ) dalam meter (m),

lama waktu (T) pada saat air mengalir dari tangki penampung sampai dengan

bejana dalam detik (dt), tinggi bejana yang terisi dengan air dalam meter (m),

temperatur untuk mengetahui suhu air dalam derajat celcius (oC).

Berikut tabulasi data yang diperoleh dari hasil penelitian di laboratorium

Hidrolika Teknik Sipil Unnes dan Polines.

3.1 .1 Data Penelitian di Labo ratorium Hidrolika Unnes

3.1. 1. 1 Data Penelitian Elbow 45o.

Data penelitian pada instalasi pipa elbow 45o yang didapat dari

laboratorium Hidrolika Universitas Negeri Semarang dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1 Data Penelitian Pada Pipa Elbow 45o di Unnes

NO

SELISIH TINGGI MANOMETER (m) LUAS

PIPA (m2)

TINGGIMUKA AIR (m)

SUHU AIR oC

LUAS BEJANA

(m2)

WAKTU (dt)

h1 h2 ? h

PER

CO

BAAN

1 0,883 0,846 0,037 0,0002837 0,03 25 0,325 21,82 0,881 0,847 0,034 0,0002837 0,03 25 0,325 21,63 0,882 0,845 0,037 0,0002837 0,03 25 0,325 21,04 0,885 0,848 0,037 0,0002837 0,03 25 0,325 20,956

0,8850,883

0,8500,850

0,035 0,00028370,033 0,0002837

0,030,03

2525

0,3250,325

21,122,0

7 0,887 0,851 0,036 0,0002837 0,03 25 0,325 21,58 0,889 0,855 0,034 0,0002837 0,03 25 0,325 21,69 0,890 0,856 0,034 0,0002837 0,03 25 0,325 21,010 0,888 0,854 0,034 0,0002837 0,03 25 0,325 21,5

Data Penelitian di lab. Hidrolika Unnes

3.1. 1. 2 Data Penelitian Elbow 90o.

Data penelitian pada instalasi pipa elbow 90o yang didapat

dari laboratorium Hidrolika Universitas Negeri Semarang dapat dilihat pada tabel

3.2 berikut

Tabel 3.2 Data Penelitian Pada Pipa Elbow 90o di Unnes

NOSELISIH TINGGI LUAS MANOMETER (m) PIPA

TINGGIMUKA AIR (m)

SUHU AIR oC

LUAS BEJANA

(m2)

WAKTU (dt)

h1 h2 ? h (m2)

PER

CO

BAAN

1 0,797 0,734 0,063 0,0002837 0,03 25 0,325 33,82 0,795 0,732 0,063 0,0002837 0,03 25 0,325 33,83 0,799 0,735 0,064 0,0002837 0,03 25 0,325 33,24 0,795 0,734 0,061 0,0002837 0,03 25 0,325 33,85 0,798 0,736 0,062 0,0002837 0,03 25 0,325 34,56 0,797 0,736 0,061 0,0002837 0,03 25 0,325 34,47 0,794 0,734 0,060 0,0002837 0,03 25 0,325 34,88 0,797 0,733 0,064 0,0002837 0,03 25 0,325 33,49 0,799 0,736 0,063 0,0002837 0,03 25 0,325 33,210 0,798 0,736 0,062 0,0002837 0,03 25 0,325 33,4

Hasil Penelitian di lab. Hidrolika Unnes

3.1 .2 Data Penelitian di Laboratorium Hidrolika Polines

3.1. 2. 1 Data Penelitian Elbow 45o.

Data penelitian pada instalasi pipa elbow 45o dari laboratorium Hidrolika

Politeknik Negeri Semarang dapat dilihat pada tabel 3.3

Tabel 3.3 Data Penelitian Pada Pipa Elbow 45o di Polines.

NO

SELISIH TINGGI MANOMETER (m) LUAS

PIPA (m2)

TNGGIMUKA AIR (m)

SUHU AIR oC

LUAS BEJANA

(m2)

WAKTU (dt)

h1 h2 ? h

PER

CO

BAAN

1 0,613 0,598 0,015 0,0002837 0,05 28 0,221 40,32 0,614 0,598 0,016 0,0002837 0,05 28 0,221 39,93 0,614 0,598 0,016 0,0002837 0,05 28 0,221 39,34 0,614 0,598 0,016 0,0002837 0,05 28 0,221 38,95 0,614 0,598 0,016 0,0002837 0,05 28 0,221 39,46 0,614 0,598 0,016 0,0002837 0,05 28 0,221 38,97 0,612 0,597 0,015 0,0002837 0,05 28 0,221 40,08 0,611 0,596 0,015 0,0002837 0,05 28 0,221 39,99 0,612 0,596 0,016 0,0002837 0,05 28 0,221 39,210 0,611 0,596 0,015 0,0002837 0,05 28 0,221 39,2

Hasil Penelitian di lab. Hidrolika Polines

3.1. 2. 2 Data Penelitian Elbow 90o.

Data penelitian pada instalasi pipa elbow 90o dari laboratorium Hidrolika

Politeknik Negeri Semarang dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut

Tabel 3.4 Data Penelitian Pada Pipa Elbow 90o di Polines.

NO

SELISIH TINGGI MANOMETER (m))

LUAS PIPA (m2)

TNGGIMUKA AIR (m)

SUHU AIR oC

LUAS BEJANA

(m2)

WAKTU (dt)

h1 h2 ? h

PER

CO

BAAN

1 0,553 0,520 0,033 0,0002837 0,05 28 0,221 49,22 0,554 0,521 0,033 0,0002837 0,05 28 0,221 49,33 0,554 0,520 0,034 0,0002837 0,05 28 0,221 49,145

0,5560,556

0,5220,522

0,034 0,00028370,034 0,0002837

0,050,05

2828

0,2210,221

48,948,8

6 0,555 0,522 0,033 0,0002837 0,05 28 0,221 48,97 0,554 0,521 0,033 0,0002837 0,05 28 0,221 49,18 0,554 0,521 0,033 0,0002837 0,05 28 0,221 49,39 0,555 0,522 0,033 0,0002837 0,05 28 0,221 49,210 0,554 0,521 0,033 0,0002837 0,05 28 0,221 49,0

Hasil Penelitian di lab. Hidrolika Polines

3.2 Analisis Data

Untuk keperluan analisis, maka data hasil pengukuran dan pengamatan

dihitung dan dibuat tabel. Hasil analisis data didapatkan antara lain debit air (Q)

dalam meter kubik perdetik (m³/dt), kecepatan aliran (V) dalam meter perdetik

(m/dt), kehilangan energi dalam meter (m) serta nilai koefisien kehilangan energi

(Kb) hasil penelitian.

Hasil analisis data kehilangan energi pada pipa elbow dapat dilihat pada tabel-

tabel berikut.

3.2 .1 Analisis Data Penelitian di Laboratorium Hidrolika Unnes.

3.2. 1. 1 Analisis Data Pipa Elbow 45o.

Analisis data penelitian pada instalasi pipa elbow 45o di laboratorium

Hidrolika Universitas Negeri Semarang dengan menggunakan rumus persamaan

dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 3.5 Hasil Analisis Pada Penelitian Pipa Elbow 45o.

NO

SELISIH MAN O- METER

(?h)

Rata

-rat

a(

h)

DEBIT AIR (Q)

Rata

-rat

a(Q

)

KEC. ALIRAN

(V)

Rata

-rat

a(V)

V2/2gKb

45O

KEHIL. ENERGI TEORI

(hb) Rata

-rat

a(h

b )

PER

CO

BAAN

1 0,037

0,03

5

0,000447

0,00

0456

1,574

1,60

4

0,12644 0,195 0,024660,

0256

12 0,034 0,000451 1,589 0,12880 0,195 0,025123 0,037 0,000464 1,634 0,13626 0,195 0,026574 0,037 0,000467 1,642 0,13757 0,195 0,026835 0,035 0,000462 1,626 0,13497 0,195 0,026326 0,033 0,000443 1,560 0,12416 0,195 0,024217 0,036 0,000453 1,596 0,13000 0,195 0,025358 0,034 0,000451 1,589 0,12880 0,195 0,025129 0,034 0,000464 1,634 0,13626 0,195 0,02657

10 0,034 0,000453 1,596 0,13000 0,195 0,02535

Hasil Penelitian di lab. Hidrolika Unnes

Sehingga ditemukan nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian senilai

0,27, seperti terlihat pada tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6 Nilai Koefisien Kehilangan Energi Pada Penelitian Elbow 45o.

SELISIH TINGGI MANOMETER BESAR NILAI KOEFISIEN (Kb)

GRAFITASIKECEPATAN

rata-ratah1 rata2 H 2 rata2h

rata2HASIL

PENELITIAN

TABEL BAMBANG

TRIATMODJO

TABEL THOMAS

KRIST0,885 0,850 0,035 9,81 1,604 0,27 0,195 0,32

3.2. 1. 2 Analisis Data Pipa Elbow 90o.

Analisis dari pengujian pada instalasi pipa elbow 90o di laboratorium

Hidrolika Universitas Negeri Semarang dengan menggunakan rumus persamaan

dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 3.7 Hasil Analisis Pada Penelitian Pipa Elbow 90o.

NO

SELISIH MAN O- METER

(?h)

Rata

-rat

a(

h)

DEBIT AIR (Q)

Rata

-rata

(Q)

KEC. ALIRAN

(V)

Rata

-rata

(V)

V2/2gKb

90O

KEHIL. ENERGI

TEORI (hb)

Rata

-rata

(h b )

PER

CO

BAAN

1 0,063

0,06

2

0,0002885

0,00

0288

3

1,01541,

0147

0,05260 0,98 0,05155

0,05

149

2 0,063 0,0002885 1,0154 0,05260 0,98 0,051553 0,064 0,0002937 1,0337 0,05452 0,98 0,053434 0,061 0,0002885 1,0154 0,05260 0,98 0,051555 0,062 0,0002826 0,9948 0,05049 0,98 0,049486 0,061 0,0002834 0,9976 0,05078 0,98 0,049767 0,060 0,0002802 0,9862 0,04962 0,98 0,048638 0,064 0,0002919 1,0275 0,05387 0,98 0,05279910

0,0640,062

0,00029370,0002919

1,03371,0275

0,054520,05387

0,980,98

0,053430,05279

Hasil Penelitian di lab. Hidrolika Unnes

Analisis tersebut menghasilkan nilai koefisien kehilangan energi hasil

penelitian elbow 90o di laboratorium Hidrolika Unnes senilai 1,18 yang mana

besar nilai ini lebih tinggi dari pendapat Bambang Triatmodjo dan lebih rendah

dari pendapat Thomas Krist seperti terlihat pada tabel 3.8 berikut ini.

Tabel 3.8 Nilai Koefisien Kehilangan Energi Pada Penelitian Elbow 90o.

SELISIH TINGGIMANOMETER

GRAFITASI KECEPATANrata-rata

BESAR NILAI KOEFISIEN (Kb)

h1 rata2 H 2 rata2 h rata2

HASIL PENELITIAN

TABELBAMBANG

TRIATMODJO

TABELTHOMAS

KRIST0,797 0,735 0,062 9,81 1,0147 1,18 0,98 1,27

3.2 .2 Analisis Data Penelitian di Laboratorium Hidrolika Polines.

3.2. 2. 1 Analisis Data Pipa Elbow 45o.

Hasil analisis data penelitian pada instalasi pipa elbow 45o yang

didapat dari laboratorium Hidrolika Politeknik Negeri Semarang dengan

menggunakan rumus persamaan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.9 Hasil Analisis Pada Penelitian Pipa Elbow 45o.

NO

SELISIH MAN O- METER

(?h)

0,015

0,01

6 Ra

ta -r

a ta

( h

)

DEBIT AIR (Q)

0,00027420,

0002

798

Rata

-rat

a(Q

)

KEC. ALIRAN

(V)

0,9665

0,98

62 R

ata

-rata

(V)

V2/2g

0,047658

Kb

45O

0,195

KEHIL. ENERGI TEORI

(hb)

0,00929

0,00

968

Rata

-rat

a(h

b )

PER

CO

BAAN

12 0,016 0,0002769 0,9762 0,048619 0,195 0,009483 0,016 0,0002812 0,9911 0,050115 0,195 0,009774 0,016 0,0002841 1,0013 0,051151 0,195 0,009975 0,016 0,0002805 0,9886 0,049861 0,195 0,009726 0,016 0,0002841 1,0013 0,051151 0,195 0,009977 0,015 0,0002763 0,9737 0,048376 0,195 0,009438 0,015 0,0002769 0,9762 0,048619 0,195 0,009489 0,016 0,0002819 0,9936 0,050371 0,195 0,00982

10 0,015 0,0002819 0,9936 0,050371 0,195 0,00982

Hasil Penelitian di lab. Hidrolika Polines

Dari hasil analisis tersebut ditemukan nilai koefisien kehilangan energi hasil

penelitian pada pembelokan 45o di laboratorium Hidrolika Polines senilai 0,323

seperti terlihat pada tabel 3.10 berikut ini.

Tabel 3.10 Nilai Koefisien Kehilangan Energi Pada Penelitian Elbow 45o.

SELISIH TINGGIMANOMETER

GRAFITASI KECEPATANrata-rata

BESAR NILAI KOEFISIEN (Kb)

h1 rata2 H 2 rata2 h rata2

HASIL PENELITIAN

TABELBAMBANG

TRIATMODJO

TABELTHOMAS

KRIST0,613 0,597 0,016 9,81 0,9862 0,323 0,195 0,32

3.2. 2. 2 Analisis Data Pipa Elbow 90o.

Hasil Analisis dari penelitian pada instalasi pipa elbow 90o yang didapat

NO

SELISIH MAN O- METER

(?h)

Rata

-rat

a(D

h)

DEBIT AIR (Q)

Rata

-rata

(Q)

KEC. ALIRAN

(V)

Rata

-rata

(V)

V2/2g Kb

KEHIL. ENERGI TEORI

(hb)

Rata

-rat

a(h

b )

PER

CO

BAAN

12

0,0330,033

0,03

33

0,0002250,000224

0,00

0225

0,79050,7889

0,79

250,031886 0,980,031756 0,98

0,031250,03112

0,03

14

3 0,034 0,000225 0,7922 0,032016 0,98 0,031384 0,034 0,000226 0,7954 0,032278 0,98 0,031635 0,034 0,000226 0,7970 0,032411 0,98 0,031766 0,033 0,000226 0,7954 0,032278 0,98 0,031637 0,033 0,000225 0,7922 0,032016 0,98 0,031388 0,033 0,000224 0,7889 0,031756 0,98 0,031129 0,033 0,000225 0,7905 0,031886 0,98 0,03125

10 0,033 0,000226 0,7938 0,032147 0,98 0,03150

dari laboratorium Hidrolika Politeknik Negeri Semarang dengan menggunakan

rumus persamaan dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 3.11 Hasil Analisis Pada Pipa Elbow 90o di Polines

90O

Hasil Penelitian di lab. Hidrolika Polines

Dari hasil analisis diatas ditemukan nilai koefisien kehilangan energi hasil

penelitian pada elbow 90o di laboratorium Hidrolika Polines senilai 1,06 koefisien

tersebut dapat dibaca pada tabel 3.12 berikut ini.

Tabel 3.12 Nilai Koefisien Kehilangan Energi Pada Prakt ik Elbow 90o.

SELISIH TINGGIMANOMETER

GRAFITASI KECEPATANrata-rata

BESAR NILAI KOEFISIEN (Kb)

h1 rata2 H 2 rata2 h rata2

HASIL PENELITIAN

TABELBAMBANG

TRIATMODJO

TABELTHOMAS

KRIST0,555 0,521 0,033 9,81 0,793 1,06 0,98 1,27

3.3 Pembahasan

Dalam penelitian ini pembahasannya berdasarkan hasil analisis yang ada

pada tabel kemudian dibuat grafik perbedaan antara hasil penelitian dengan

perhitungan teori. Penyimpulan hasil penelitian ini dengan cara mendiskripsikan

hasil pengamatan terhadap grafik-grafik yang ada serta grafik yang diperoleh dari

perbedaan perlakuan antara elbow 45o dengan elbow 90o , sehingga

akan didapatkan hasil dari perbedaan perlakua n dalam penelitian.

3.3 .1 Penelitian di Laboratorium Hidrolika Unnes

3.3 .1.1 Penelitian Pipa Elbow 45o.

3.3. 1. 1. 1 Pengaruh Kecepatan Terhadap Kehilangan Energi Pada Pipa

Elbow 45o.

Pada hasil penelitian ini dapat diketahui rata -rata kecepatan aliran air

sebesar 1,604 m/dt. Rata-rata selisih tinggi air dari pengamatan manometer adalah

0,035 meter (Tabel 3.5) .

Adapun pengaruh kecepatan aliran air yang melalui pipa terhadap

kehilangan energi dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut

Gambar 3.1 Pengaruh Kecepatan terhadap Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o

di Laboratorium Unnes

Dari gambar tersebut nampak bahwa besarnya kehilangan energi pada pipa

dipengaruhi oleh kecepatan aliran, semakin besar kecepatan aliran yang melalui

pipa maka semakin besar pula kehilangan energinya. Pada kecepatan rendah 1,560

m/det terdapat kehilangan energi sebesar 0,02421 m, sedang pada kecepatan

tinggi 1,642 m/det kehilangan energi sebesar 0,02683 m (Tabel 3.5). Hal ini

sesuai dengan pendapat Triatmodjo (1996:58) bahwa kehilangan energi sangat

dipengaruhi oleh gesekan (major lose ). Gesekan ini disebabkan adanya kecepatan

aliran dan viskositas fluida.

Perbedaan kecepatan yang menyebabkan kehilangan energi yang berbeda

dalam 10 (sepuluh) kali percobaan ini dikarenakan keterbatasan dalam pelaksanaan

penelitian, terutama pada saat pengamatan manometer dan pengamatan ketinggian

air yang masuk ke dalam bejana.

3.3. 1. 1. 2 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o.

Dari penelitian ini didapatkan besar kehilangan energi rata-rata hasil

pengamatan manometer dan besar kehilangan energi secara perhitungan teori.

Kehilangan energi rata-rata hasil pengamatan manometer sebesar 0,035 meter

sedangkan kehilangan energi rata-rata perhitungan secara analisis teori sebesar

0,0256 meter (Tabel 3.5). Lebih jelasnya selisih hasil dari penelitian tersebut

dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut:

Gambar 3.2 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o di Unnes

Selisih rata-rata kehilangan energi pada penelitian elbow 45o antara

pengamatan manometer dengan perhitungan analisis teori terjadi karena adanya

1. Perbedaan nilai koefisien kehilangan energi, dimana nilai koefisien

kehilangan energi yang dipakai sebagai analisis berbeda dengan nilai

koefisien energi yang didapatkan dari hasil penelitian. Nilai koefisien

kehilangan energi hasil penelitian sebesar 0,27 sedangkan menurut pendapat

Triatmodjo yang dipa kai sebagai analisis sebesar 0,195 yang berarti nilai

koefisien kehilangan energi hasil penelitian lebih tinggi, namun lebih rendah

terhadap nilai koefisien kehilangan energi menurut pendapat Krist yang

nilainya 0,32 (Tabel 3.6). Dalam penelitian ini digunakan nilai koefisien

kehilangan energi pendapat Triatmodjo. Tingginya nilai koefisien yang didapatkan

dari hasil penelitian ini terjadi akibat kecepatan aliran air yang melalui pipa,

sehingga menimbulkan besarnya kehilangan energi sesuai dengan hubungan ke

cepatan aliran dengan kehilangan energi.

2. Rekayasa alat yang dikerjakan secara manual dengan alat dan bahan yang ada

di laboratorium, diantaranya:

a.Pemasangan kran manometer pada pipa yang memungkinkan terganggunya arah

aliran.

b. Pipa peluap yang mele bihi tinggi manometer, sehingga perlu pengamatan yang

lebih cermat agar ketinggian air dalam bak penampung konstan, sehingga aliran

dalam keadaan steady flow.

c. Bak penampung air (sump tank ) yang cukup tinggi, yang menyebabkan

tekanan dan kecepatan aliran besar.

3. Adanya 2 (dua) pembelokan sebesar 90o selama pengaliran sebelum

melalui kran penelitian elbow 45o serta 1 (satu) kali pembelokan sebesar 45o

dan 3 (tiga) kali pembelokan sebesar 90o setelah melalui kran penelitian,

sehingga dimungkinkan akan mempengaruhi kecepatan aliran

4. Pengambilan data pada penelitian elbow 45o ini, adalah arah pipa mendatar

yang kemudian membelok arahnya ke atas dengan sudut 45o , yang

dimungkinkan mempengaruhi kecepatan aliran.

3.3 .1.2 Penelitian Pipa Elbow 90o.

3.3. 1. 2. 1 Pengaruh Kecepatan terhadap Kehilangan Energi.

Hasil analisis menunjukkan rata -rata kecepatan aliran pada pengujian di

laboratorium Hidrolika Unnes sebesar 1,01 m/dt. Kecepatan ini akan berpengaruh

terhadap kehilangan energi dimana rata-rata kehilangan energi teori sebesar 0,051

meter (Tabel 3.7)

Untuk mengetahui pengaruh kecepatan aliran air yang melalui pipa terhadap

kehilangan energi dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut

Gambar 3.3 Pengaruh Kecepatan Aliran terhadap Kehilangan Energi Pada Pipa

Elbow 90o di Unnes

Dari grafik tersebut nampak bahwa besarnya kehilangan energi pada pipa

yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran, dimana semakin besar kecepatan aliran

yang melalui pipa pada saat penelitian maka semakin besar pula kehilangan

energinya.

3.3. 1. 2. 2 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 90o.

Dari penelitian ini diketahui adanya selisih kehilangan energi pada saat

praktik dengan perhitungan analisis teori pada pipa (elbow) dengan sudut 90o.

Lebih jelasnya perbedaan hasil dari kedua pengujian tersebut dapat dilihat pada

gambar 3.4 berikut:

Gambar 3.4 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 90o di Unnes

Pada penelitian elbow 90o ini kehilangan energi yang terjadi lebih besar

dibandingkan dengan penelitian elbow 45o dimana perubahan sudut yang dapat

menimbulkan benturan aliran pada pipa. Selisih kehilangan energi pada penelitian

antara praktik dengan analisis teori terjadi karena adanya perbedaan nilai

koefisien kehilangan energi, dimana nilai koefisien kehilangan energi yang

dipakai sebagai analisis berbeda dengan nilai koefisien energi hasil penelitian.

Nilai koefisien kehilangan energi yang dihasilkan dari penelitian ini sebesar 1,18

sedangkan menurut pendapat Triatmodjo sebesar 0,98 yang berarti nilai koefisien

kehilangan energi hasil penelitian lebih tinggi, namun lebih rendah terhadap nilai

koefisien kehilangan energi menurut pendapat Krist yang nilainya 1,27 (Tabel

3.8). Dalam penelitian ini digunakan nilai koefisien kehilangan energi pendapat

Triatmodjo.

Kelemahan rekayasa alat pengukur kehilangan energi juga

dapat menyebabkan kurang maksimalnya pengambilan data seperti pemasangan

kran yang kurang halus sehingga mempengaruhi arah aliran, serta tahapan

penelitian dalam pengambilan data, dimana pada penelitian elbow 90o ini adalah

arah pipa mendatar yang kemudian membelok arahnya ke bawah dengan sud ut

90o. Hal ini dimungkinkan akan berpengaruh pada kecepatan aliran.

Adanya pembelokan selama penelitian, yaitu 4 (empat) pembelokan

sebesar 90o setelah melalui kran penelitian elbow 90o serta 2 (dua)

kali pembelokan sebesar 45o setelah melalui kran penelitian. Adanya pembelokan

baik sebelum dan sesudah penelitian ini bisa mempengaruhi kecepatan aliran

dimana kecepatan ini erat kaitannya dengan kehilangan energi.

3.3 .2 Penelitian di Laboratorium Hidrolika Polines

3.3. 2. 1 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o

Sebagai acuan, dalam hal ini penelitian di laboratorium Hidrolika Polines

didapatkan analisis data selisih kehilangan energi saat praktik dengan analisis

teori yang terjadi pada pipa elbow 45o. Untuk mengetahui selisih kehilangan

energi antara hasil praktik dengan perhitungan teori dapat dilihat pada gambar 3.5

berikut

Gambar 3.5 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o di Polines

Kehilangan energi pada penelitian elbow 45o di laboratorium Hidrolika

Polines antara praktik dengan analisis teori terdapat selisih yang cukup tinggi.

Dimana besar kehilangan rata-rata pada selisih manometer sebesar 0,016 m

sedangkan hasil kehilangan energi teori rata -rata sebesar 0,00968 m (Tabel 3.9).

Hal ini terjadi karena adanya perbedaan nilai koefisien kehilangan energi pada

penelitian dengan koefisien analisis teori yang digunakan dalam penelitian. Nilai

koefisien kehilangan energi pada penelitian sebesar 0,32 sedangkan secara teori

pada pendapat Triatmodjo sebesar 0,195 (Tabel 3.10). Sedangkan dalam

perhitungan teori ini digunakan pendapat Triatmodjo.

3.3. 2. 2 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 90o.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata kehilangan energi

yang terjadi pada pipa ( elbow) dengan sudut 90o berdasarkan praktik di

laboratorium Hidrolika Polines adalah sebesar 0,033 meter, sedangkan hasil

perhitungan secara analisis teori sebesar 0,031 meter (Tabel 3.11).

Lebih jelasnya perbedaan hasil dari kedua pengujian tersebut dapat dilihat pada

gambar berikut:

Gambar 3.6 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 90o di Polines

Seperti halnya pada penelitian di laboratorium Unnes bahwa pada

penelitian elbow 90o lebih besar kehilangan energinya karena perubahan sudut,

dimana terjadi tumbukan air pada dinding pipa saat melalui pembelokan.

Selisih kehilangan energi pada penelitian antara praktik dengan analisis

teori terjadi karena adanya perbedaan nilai koefisien kehilangan energi, dimana

nilai koefisien kehilangan energi yang dipakai sebagai analisis berbeda dengan

nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian. Nilai koefisien kehilangan

energi pada penelitian sebesar 1,06 sedangkan secara teori pada pendapat

Triatmodjo sebesar 0,98 dan pada pendapat Krist besarnya 1,27 (Tabel 3.12).

Pada penelitian ini digunakan nilai koefisien kehilangan energi pendapat

Triatmodjo.

3.3 .3 Selisih Kehilangan Energi Antara Pipa Elbow 45o dan 90 o

3.3. 3. 1 Hasil Penelitian di Laboratorium Hidrolika Unnes.

Perbedaan kehilangan energi akibat perubahan arah pipa pada sudut 45o

dan sudut 90o , yang diteliti di laboratorium Hidrolika Universitas Negeri

Semarang dihasilkan sebagai berikut:

Gambar 3.7 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o dan Elbow 90o

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa kehilangan energi pada

penelitian elbow 90o lebih besar dibanding dengan penelitian elbow 45o. Hal ini

disebabkan karena pembelokan 90o lebih tajam, sehingga hambatan terhadap arah

aliran lebih besar, sedangkan pada elbow 45o pembelokannya lebih landai

(smooth ). Dengan demikian terjadinya tumbukan aliran air saat melalui elbow 90o

telah banyak kehilangan energi. Rata-rata kehilangan energi pada pipa elbow 45o

berdasarkan hasil pengujian di laboratorium Unnes hanya sebesar 0,035 meter

(Tabel 3.5), sedangkan pada pipa elbow 90o sebesar 0,062 meter (Tabel 3.7).

3.3. 3. 2 Hasil Pengujian di Laboratorium Polines.

Meskipun dalam penelitian di Polines hanya sebagai acuan, namun perlu

diketahui besar selisih kehilangan energi akibat perubahan arah pipa pada elbow

45o dan elbow 90o yang diteliti di laboratorium Hidrolika Politeknik Negeri

Semarang. Adapun hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 3.8 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o dan Elbow 90o

Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa kehilangan energi pada penelitian

elbow 90o lebih besar dibanding kehilangan energi pada penelitian elbow

45o. Rata - rata kehilangan energi pada elbow 45o berdasarkan hasil

penelitian di laboratorium Polines adalah 0,016 meter (Tabel 3.9), sedangkan pada

pipa elbow 90o sebesar 0,033 meter (Tabel 3.11).

Mengacu pada kedua hasil penelitian yang dilakukan baik di labor atorium

Hidrolika Unnes maupun di Polines, maka dapat diketahui bahwa semakin besar

sudut pembelokan akan semakin besar pula tingkat kehilangan energinya. Hal ini

sesuai dengan pendapat Krist (1991:89) bahwa kehilangan Energi akibat olakan

dalam pembelokan atau pipa siku akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan

kehilangan energi akibat gesekan pada pipa lurus dengan diameter yang sama atau

konstan.

Adapun menurut pendapat Triatmodjo (1995:58) bahwa pada pipa

panjang, kehilangan tenaga primer biasanya ja uh lebih besar daripada kehilangan

energi sekunder, sehingga pada keadaan tersebut kehilangan energi sekunder

dapat diabaikan. Pada pipa pendek kehilangan energi sekunder harus

diperhitungkan. Apabila kehilangan energi sekunder kurang dari 5% dari

kehilangan energi primer, maka kehilangan energi tersebut dapat diabaikan. Untuk

memperkecil kehilangan energi sekunder, perubahan arah dibuat secara

pembengkokan (bends).

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah menganalisis dan membahas mengenai penelitian tentang

pengaruh pembelokan (elbow) terhadap kehilangan energi ini dapat diambil

kesimpulan.

4.1.1 Elbow 45o

1. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika Unnes, kecepatan aliran rata- rata

sebesar 1,604 meter/detik, dengan selisih tinggi manometer rata -rata sebesar

0,035 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan energi rata-rata

sebesar 0,02561 meter, adapun nilai koefisien kehilangan energinya

adalah 0,27.

2. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika P olines, kecepatan aliran rata- rata

sebesar 0,9862 meter/dertik, dengan selisih tinggi manometer rata -rata sebesar

0,016 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan energi rata-rata

sebesar 0,00968 meter, adapun nilai koefisien kehilangan energinya

adalah 0,323.

3. Alat pengukur kehilangan energi pada elbow 45o di laboratorium

Hidrolika Unnes cukup layak digunakan sebagai penelitian dengan nilai

korelasi = 0,754.

4.1.2 Elbow 90o

1. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika Unnes, kecepatan aliran rata- rata

sebesar 1,0147 meter/detik, dengan selisih tinggi manometer rata -rata sebesar

0,062 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan energi rata-rata

sebesar 0,05149 meter, adapun nilai koefisien kehilangan energinya

adalah 1,18.

2. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika Polines, kecepatan aliran rata- rata

sebesar 0,7925 meter/detik, dengan selisih tinggi manometer rata -rata sebesar

0,0333 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan energi rata -

rata sebesar 0,0314 meter, adapun nilai koefisien kehilangan energinya

adalah 1,06.

3. Alat pengukur kehilangan energi pada elbow 45o di laboratorium

Hidrolika Unnes cukup layak digunakan sebagai penelitian dengan nilai

korelasi = 0,887.

4.1. 2 Kehilangan energi yang didapatkan pada penelitian elbow 45o , lebih kecil

dibandingkan dengan elbow 90o. Semakin besar sudut pembelokan akan semakin

besar pula kehilangan energinya.

4.1. 3 Kecepatan aliran air akan mempengaruhi besar tingkat kehilangan energi.

4.2 Saran-Saran

Bagi para pengguna alat uji kehilangan energi pada saluran tertutup ini

perlu kiranya beberapa saran yang perlu diperhatikan antara lain

4.2. 1 Hendaknya alat disempurnakan lagi, supaya mendapatkan pengukuran dan

pengamatan yang lebih tepat, terutama pada:

1. Bak penampung air (sump tank ) beserta pipa peluapnya, harus disesuaikan

dengan ketinggian manometer.

2. Pemasangan instalasi pipa diperhalus agar tidak merubah arah aliran air.

4.2.. 3 Penelitian ini dikembangkan lebih lanjut, misalnya dengan menggunakan

jaringan pipa PVC, sehingga dapat menggambarkan kehilangan energi pada pipa

PVC dan galvanis.

DAFTAR PUSTAKA

Jacobs, B.E.A. 1991. ”Slury Transport System”. pp.38-55. Elsevier APPLI

Science pub.Ltd : London.

Giles, R. V. 1984. Mekanika Fluida dan Hidaulika Edisi Kedua. Erlangga :

Jakarta.

Munson dkk. 2004. Mekanika Fluida, Jilid I, Edisi Keempat. Erlangga : Jakarta.

Orianto, M dan Pratikno. 1989. Mekanika Fluida I. BPFT : Yogyakarta.

Peysson, Y. 2004. Oil & Gas Science and Technology-Rev, Vol. 59, No. 1.

Institute Francais du Petrole : Perancis.