paper orto dian new

35
MAKALAH AKONDROPLASIA OLEH DIAN PRIMADIA PUTRI DEPARTEMEN ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Upload: dian-primadia-putri

Post on 29-Sep-2015

271 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

MAKALAH AKONDROPLASIA

OLEH DIAN PRIMADIA PUTRI

DEPARTEMEN ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARARSUP H. ADAM MALIKMEDAN2015KATA PENGANTARPuji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.Ucapan terima kasih dan penghargaan penyusun ucapkan kepada dr.Pranajaya Dharma Kadar, Sp.OT(K) sebagai pembimbing di Departemen Orthopaedi dan Traumatologi RSUP. Haji Adam Malik Medan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing dan membantu selama pelaksanaan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, segala kritik dan saran yang membangun atas laporan kasus ini dengan senang hati penyusun terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang diperbuat dan semoga penyusun dapat membuat makalah lain yang lebih baik di kemudian hari.Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 18 Februari 2015

Penyusun

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangAchondroplasiaberasal dari bahasa Yunani;achondrosyaitu tidak memiliki kartilago danplasiayaitu pertumbuhan. Istilah yang pertama kali digunakan oleh Parrot (1878) ini secara harfiah berarti pembentukan kartilago menjadi tulang tulang (terutama tulang panjang) yang terganggu. Achondroplasia ini merupakan suatu penyakit genetika yang diturunkan secara autosom dominan, namun sebagian besar kasus juga terjadi karena adanya mutasi dalam gen secara spontan.Akondroplasia adalah salah satu bentuk kekerdilan tubuh yang sering dijumpai. Nama lain dari Akondroplasia ini diantaranya adalah Achondroplastic dwarfism, Chondrodystrophia fetalis, Chondrodystrophy syndrome, dan Congenital osteosclerosis. Walaupun akondroplasia secara harafiah berarti tidak adanya pembentukan kartilago, masalah yang mendasari keadaan ini bukan pembentukan kartilago, melainkan konversi kartilago menjadi tulang.1,2Penyakit ini merupakan kelainan kongenital tulang rawan. Gangguan terutama pada pertumbuhan tulang-tulang panjang, paling sering pada tulang lengan dan tungkai. Penyakit ini merupakan displasia skeleton murni yang diturunkan secara autosomal dominan. 1,2,3Penyakit ini memberikan gambaran perawakan pendek pada tubuh dan anggota gerak yang tidak proporsional. Pemendekan anggota gerak terutama pada segmen proksimal yang disebut rhizomelia.1Seseorang yang mengidapAchondroplasiaini memiliki lengan tangan dan kaki yang pendek. Umumnya kepala dan tulang belakang mereka normal, namun dengan adanya lengan dan kaki yang pendek tersebut menyebabkan kepalanya terlihat lebih besar. Selain itu terjadi penonjolan yang cukup ekstrim pada bagian dahi dan hidung (hidung pelana). Terjadi pula pembentukanmidface deficiencyyang terlihat mencolok pada bagian rahang penderita. Saat menginjak usia dewasa terjadi pula perkembangan otot yang berlebihan. Penyakit lain yang mungkin timbul sebagai komplikasi penyakit ini adalah gangguan pendengaran seperti infeksi telinga bagian tengah dan gangguan saraf. Tinggi badan penderita biasanya tidak lebih dari 130cm. Namun intelegensi, mental dan kemampuan reproduksi penderita penyakit ini tidak mengalami gangguan.Achondroplasiadisebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen faktor reseptor pertumbuhan fibroblast 3, atau FGFR3 (fibroblast growth factor receptor3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3 Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan tulang secara osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggungjawab pada hampir semua kasusAchondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh mutasi Gke C. Mutasi-mutasi ini mengakibatkan protein tidak bekerja sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang.Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan tulang dimana sel mesenkim yang tidak terdifferensiasi langsung berkondensasi dan berdifferensiasi membentuk kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk kondrosit yang secara bertahap menjadi dewasa membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah itu, hipertrofik kondrosit akan mengalamiapoptosis(kematian sel) dan pada regio tersebut terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan (growth plate) dan pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui differensiasi dan maturasi kondrosit yang sinkron. Adanya mutasi gen FGFR3 padaAchondroplasiamenyebabkan gangguan pada proses osifikasi endokondral, dimana kecepatan perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan (growth plates) menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan tulang terganggu.Besarnya kemungkinan terlahirnya bayi yang mengidapAchondroplasiaadalah 1/10.000 kelahiran hidup. Selain itu pula didapatkan sekitar 80%Achondroplasiaterjadi karena adanya mutasi genetik yang terjadi secara spontan. Penyakit ini merupakan penyakit genetika yang dapat diturunkan oleh autosom dominan maupun karana mutasi yang terjadi secara spontan, artinya meskipun kedua orang tua tidak memiliki gen penyakit ini, mereka memiliki kemungkinan untuk melahirkan seorang anak yang mengidapAchondroplasia.Apabila salah satu orang tua memiliki gen penyakit ini maka kemungkinan anaknya mengidap penyakit ini sebesar 50%, heterozygot achondroplasia. Jika kedua orang tua menderitaAchondroplasia, maka peluang untuk mendapatkan anak normal 25%, anak yang menderitaAchondroplasia50% dan 25% anak dengan homozigotAchondroplasia(biasanya meninggal).Achondroplasiadapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dengan frekwensi yang sama besar. Fakta menarik yang ditemukan dari penyakit ini adalah bahwa jumlah anak yang terlahir mengidap penyakit Achondroplasia kemungkinanya semakin besar seiring dengan semakin tuanya usia ayah sedangkan kebanyakan penyakit genetik lebih banyak terkait seiring dengan bertambahnya usia ibu.Penyakit Achondroplasiaini merupakan suatu penyakit yang menyebabkan cacat secara morfologi yang juga mempengaruhi kinerja organ organ tubuh. Penyakit komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sehingga penderita penyakit ini dapat memiliki jangka waktu hidup yang normal.Makalah ini akan membahas mengenai penyakit Achondroplasia, bagaimana penyakit ini dapat diwariskan dan gen apa yang menyebabkan terjadinya penyakit ini.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 DefinisiIstilah Achondroplasia pertama kali digunakan oleh Parrot (1878). Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros: tidak ada kartilago dan plasia: pertumbuhan. Secara harfiah Achondroplasia berarti tanpa pembentukan/ pertumbuhan kartilago, walaupun sebenarnya individu dengan Achondroplasia memiliki kartilago. Masalahnya adalah gangguan pada proses pembentukan kartilago menjadi tulang terutama pada tulang-tulang panjang. Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh gangguan osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16. Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulang-tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral, terutama tulang-tulang panjang. Selain itu, Achondroplasia memberikan karakteristik pada kraniofasial. Achondroplasia juga dikenal dengan nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis, Chondrodystrophy Syndrome atau Osteosclerosis Congenital.2.2 Penyebab Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16. Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan tulang secara osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggung jawab pada hampir semua kasus Achondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Perubahan basa nukleat glisin menjadi arginin ini terjadi pada posisi 380. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini mengakibatkan protein tidak bekerja sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang

Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan tulang dimana sel mesenkim yang tidak terdifferensiasi langsung berkondensasi dan berdifferensiasi membentuk kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk kondrosit yang secara bertahap menjadi matur membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah itu, hipertrofik kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan (growth plate) dan pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui differensiasi dan maturasi kondrosit yang sinkron. Adanya mutasi gen FGFR3 pada Achondroplasia menyebabkan gangguan pada proses osifikasi endokondral, dimana kecepatan perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan (growth plates) menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan tulang terganggu.Pada lingkup kraniofasial yang terpengaruh adalah basis kranium dan bagian tengah wajah (midface) karena bagian-bagian ini dibentuk secara osifikasi endokondral. Rongga kranium dan maksila dibentuk secara osifikasi intramebranosa, sedangkan mandibula dibentuk melalui osifikasi periosteal dan aposisi Basis kranium yang kurang berkembang pada penderita Achondroplasia berpengaruh pada perkembangan maksila, karena pertumbuhan basis kranium akan mendorong maksila ke anterior dan ke bawah. Saat perlekatan maksila ke ujung anterior basis kranium, perpanjangan atau pertumbuhan basis kranium akan mendorong maksila ke anterior. Sampai usia 6 tahun, pergerakan dari pertumbuhan basis kranium adalah bagian penting dalam pertumbuhan maksila ke anterior. Kegagalan perkembangan atau pertumbuhan basis kranium secara normal pada penderita Achondroplasia, memberikan karakteristik midface deficiency atau hypoplasia midface. Hal ini yang mengakibatkan maksila menjadi retrognatik, sedangkan mandibula normal atau sedikit prognatik, sehingga menghasilkan hubungan rahang Klas III. Hypoplasia midface juga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan atas sehingga meningkatkan resiko gangguan pernafasan, gangguan fonetik dan infeksi telinga Mutasi gen pada Achondroplasia bersifat autosomal dominant inheritance namun sekitar 85-95% kasus merupakan mutasi genetik yang spontan. Apabila salah satu orang tuanya mengalami penyakit ini maka anaknya memiliki potensi terkena penyakit ini sebanyak 50 persen. Dan apabila kedua orang dua terjangkit penyakit ini maka kemungkinan keturunannya mengalai penyakit ini lebih besar lagi. Mutasi pada Achondroplasia sangat erat kaitannya dengan kenaikan umur sang ayah, penelitian menujukan bahwa mutasi gen pada achondroplasia tertutama diturunkan dari sang ayah dan terjadi saat pembentukan sperma (spermatogenesis).

2.3 Epidemiologi Akondroplasia merupakan suatu bentuk yang cukup umum dari dwarfisme. Sekitar 85-90% kasus merupakan mutasi genetik. Akondroplasia pertama kali ditemukan oleh Parrot (1878). Angka kejadian kelainan ini adalah 1/25.000 kelahiran.1Sumber lain mengatakan bahwa di Amerika Serikat, akondroplasia merupakan penyakit herediter yang paling umum terjadi menyangkut perawakan pendek yang tidak seimbang. Kasus ini terjadi 1 dalam 15.000-40.000 kelahiran hidup. 2,3,4,5Tidak ada hubungan antara ras dengan kasus akondroplasia. Ditemukan lebih banyak penderita akondroplasia pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Akondroplasia dapat dideteksi saat antenatal. Akondroplasia diturunkan secara autosomal dominan. Jika salah satu orang tua menderita akondroplasia, 50% kemungkinan akan diturunkan kepada anaknya. Jika kedua orang tua memiliki kelainan ini, kemungkinannya akan meningkat 75%. 1,3,4,5,6Walaupun demikian, kira-kira 80% dari orang dengan akondroplasia memiliki orang tua yang berperawakan sedang atau rata-rata. Hal ini disebabkan oleh mutasi baru dari gen FGFR3. Komplikasi dari akondroplasia mempengaruhi seluruh kelompok usia. Pasien dengan tipe homozigot dari akondroplasia jarang yang mampu bertahan hidup karena dapat mengalami masalah serius yang berkaitan dengan pertumbuhan tulang dan biasanya akan meninggal pada saat lahir atau beberapa lama setelah lahir oleh karena kegagalan napas. 2,4,52.4 Ciri ciri dan Gejala Sindrom AchondroplasiaAchondroplasia adalah suatu kondisi yang berbeda yang biasanya dapat diketahui pada saat lahir. Batang tubuh dan tungkai pendek . tungkai bengkok dan segmen tungkai proksimal lebih pendek (rhizomelia). Cranium biasanya lebih besar daripada presentil ke 97 pada lingkarannya dengan penonjolan frontal dan jembatan hidung rata. Kepala besar dengan dahi menonjol, tulang pipi yang kurang menonjol, dan hidung yang kecil Jari-jari bayi yang terkena achondroplasia pendek dan jari tengah memiliki kelainan atau kecacatan. Kebanyakan persendiannya dapat memanjang lebih dari normal. Sebagai contoh, lutut dapat memanjang melampaui titik berhenti yang normal. Bayi dengan achondroplasia akan mengalami hypotonia. Hal ini disebabkan karena kepala yang besar, terutama dibandingkan dengan seluruh tubuh, anak dengan achondroplasia akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan dibandingkan anak-anak lainnya.

2.5 DiagnosaA. Diagnosis KlinikAkondroplasia dapat didiagnosis berdasarkan karakteristik klinis dan gambaran radiologi. Pada bayi, dimana diagnosis mungkin sulit dilakukan, dan pada seseorang dengan gejala yang tidak khas, tes molekul genetik dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi dari gen FGFR3 (lokus 4p16.3). 2,4Diagnosis akondroplasia ditegakkan berdasarkan gejala klinik yaitu perawakan tubuh dan anggota gerak yang pendek, tidak proporsional, disertai kepala yang besar (brakisefal) dengan penonjolan frontal, penonjolan tulang mandibula dan hidung pesek. 1Gibbus pada daerah lumbal merupakan tanda umum akondroplasia dan akan menghilang pada tahun pertama. Selanjutnya punggung akan menjadi lurus dan berganti dengan lordosis lumbal. Pada kasus ini ditemukan adanya lordosis setinggi vertebra torakal 12 sampai lumbal 5.1Batang tubuh dan tungkai pendek. Tungkai bengkok dan segmen tungkai proksimal lebih pendek (rhizomelia). Diameter kranium biasanya lebih besar daripada persentil ke-97 dengan penonjolan dahi (frontal bossing), bagian tengah wajah sering mengecil, nostril menyempit dan jembatan hidung rata (saddle nose). Biasanya ada brakidaktili dan menyerupai trident. Siku mungkin terbatas dalam ekstensi dan pronasi. 3Ciri-ciri dari akondroplasia selalu nyata saat lahir. Kebanyakan dari individu yang menderita kelainan ini memiliki intelegensi yang normal. Pada bayi, hipotoni ringan sampai sedang, dan kemampuan perkembangan motorik sering terlambat. Bayi kesulitan menegakkan kepalanya karena hipotonia dan besarnya ukuran kepala. 1,4Masalah respirasi dapat terjadi pada anak dan bayi. Obstruksi dari jalan napas dapat berasal dari pusat pernapasan karena kompresi dari foramen magnum atau yang berasal dari obstruksi karena penyempitan rongga hidung. Gejala dari obstruksi jalan napas termasuk stridor dan apnu saat tidur. Individu yang mengalami hal ini sering tidur dengan posisi hiperekstensi leher. Dwarfisme dengan akondroplasia merupakan sebab primer dari pemendekan anggota gerak. tungkai biasanya lurus pada bayi, tetapi lutut menjadi bentuk valgus saat anak-anak mulai berjalan. Pada anak yang sudah mampu berjalan, lutut berubah menjadi bentuk varus. Jari tangan dan kaki memendek. 4Infeksi telinga bagian tengah sering terjadi pada bayi dan anak karena kecilnya ukuran dari saluran hidung dan karena disfungsi pada tuba eustachius. Infeksi telinga yang menetap dapat menyebabkan penurunan pendengaran. Mandibula juga dapat membesar. Hal ini mengakibatkan gigi berdesak-desakan.3,4Manifestasi klinik dari akondroplasia dapat dirangkum sebagai berikut : 3,4,13 Pemendekan anggota gerak (terutama lengan dan tungkai bagian proksimal) atau rhizomelia yang dapat dikenali pada saat lahir Pembesaran kepala dengan penonjolan dahi (frontal bossing) Hipoplasi bagian tengah wajah/bentuk wajah kurang berkembang, saddle nose (jembatan hidung menjadi rata/hidung berbentuk seperti pelana) Tangan berbentuk trident, dimana antara jari tengah dan jari manis terdapat jarak sehingga tangan seperti garpu bersusuk tiga Pembatasan ekstensi siku, tetapi tidak mempengaruhi penderita akondroplasia untuk dapat beraktivitas secara normal Gibus di regio torakolumbal pada bayi. Tulang belakang membengkok dengan penonjolan bokong pada anak dan orang dewasa, waddling gait. Genu varum

B. Gambaran RadiologiGambaran radiologik menunjang diagnosis yaitu ditemukannya basis kranium yang kecil, kepala relatif lebih lebar dari wajah dengan penonjolan frontal dan hipoplasia mandibula, pemendekan tulang-tulang panjang dan pelvis yang sempit. Riwayat adanya akondroplasia dalam keluarga semakin memperkuat diagnosis ini. 4

1. Foto Polos X-Raya. Vertebra Roentgenogram menampakkan diameter anteroposterior dari korpus vertebra pendek, tetapi tinggi dari tulang vertebra tidak berkurang secara signifikan. Pada regio torakolumbal (vertebra torakalis bawah atau vertebra lumbalis atas), satu atau dua dari korpus vertebra dapat tampak seperti baji anterior atau menonjol seperti moncong peluru (bullet-nosed). Korpus vertebra torakolumbal mungkin mirip seperti yang ditemukan pada sindrom Hurler. Lekuk-lekuk dari bagian posterior tulang vertebra dapat terlihat, utamanya vertebra lumbalis. 3,6 Gambar 2 Gambar 3

Gambar 2. Stenosis spinalis. Korpus vertebra posterior berlekuk-lekuk di antara daerah distal, di atas teka yang opak. 6Gambar 3. Penyempitan progresif dari kanalis vertebralis daerah lumbal, bullet-nose vertebra, dan lordosis lumbalis. Tulang-tulang iga memendek.4(Tulang-tulang iga memendek. 4Kanalis spinalis pada daerah lumbal meruncing ke arah kaudal sehingga jarak interpedinkulus berkurang dari L1 sampai L5 (pedikel tampak pendek), berlawanan dengan pelebaran kaudal pada normalnya. Ini merupakan tanda yang membedakan akondroplasia, walaupun tidak tampak pada bayi baru lahir. Ruang diskus bertambah karena pada penampakan lateral akan menunjukkan pengecilan dari kanalis spinalis. Gejala yang berat dari protrusi diskus intervertebralis kemungkinan besar akan berkembang pada masa mendatang. Stenosis spinalis pada regio lumbosakral merupakan faktor predisposisi yang penting dan dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan radikulografi, CT atau MRI. 3,6

b. Pelvis

Gambar 4.Sayap iliaka melebar dengan atap asetabulum menjadi horizontal. Penyempitan jarak interpedikel pada daerah lumbosakral dan kerusakan pada metafisis femur bagian distal. 6Pelvis menjadi pendek, kecil dan diameternya berkurang. Sayap iliaka menjadi lebih lebar dan sedikit memberikan gambaran batu nisan (tombstone appereance). Asetabulum letak posterior dan atap asetebulum menjadi horizontal. L5 letak lebih dalam dan kemiringan pelvis berlebihan menyebabkan penonjolan dari gluteus dan bentuk punggung lordosis. Lekukan sakroiskiadika yang sempit dan dalam (champagne glass appereance). 3,6

Gambar 5.Penyempitan progresif jarak interpedikel dengan gambaran pelvis champagne-glass. Kedua tungkai lurus pada bayi. 4

c. Tulang-tulang PanjangTulang panjang, panjangnya berkurang, terutama pada segmen tungkai proksimal, tampak agak lebar dan pendek gemuk. Pemendekan paling besar pada falang. Tubulus tulang memendek, tampak melebar dan memiliki insersi otot yang jelas. Humerus dan femur lebih dipengaruhi dibandingkan dengan tulang-tulang distal (rhizomelia). Fibula memanjang dan membengkok. Celah sendi mengalami pelebaran ke arah proksimal epifisis dan metafisis dan dapat tampak berbentuk V (tanda sirkumfleksi). Keterlambatan proses osifikasi dan pengurangan diameter anteroposterior menyebabkan ujung tulang femur, misalnya pada bayi menampakkan densitas radiolusen. Defek yang terjadi pada anak yang lebih tua berada di epifisis dari tuberkulum tibia karena kelebihan kartilago yang tidak terkalsifikasi pada usia ini. 3,6 Gambar 6. Gambar 7

Gambar 6. Humerus membengkok ke posterior, menyebabkan ekstensi lengan berkurang. Dislokasi kaput radius ke arah posterior juga dapat menjadi salah satu penyebab.4Gambar 7. Tanda sirkumfleksi (inverted V configuration), yang mengakibatkan gaya berjalan waddling gait.4

d. Perubahan Tulang TengkorakPerubahan-perubahan ini penting untuk diagnosis dari akondroplasia. Tulang kalvaria (atap tengkorak) relatif membesar dibandingkan dengan wajah disertai dengan penonjolan frontal dan hipoplasia maksila, tetapi basis krani memendek. Sela tursika dapat mengecil. Foramen magnum mengecil dan berbentuk corong (funnel-shapped) yang tidak teratur. 3,6Hidrosefalus dapat terjadi dan telah dihubungkan oleh penyebab mekanik ini.

Gambar 8.Pembesaran kalvaria kranii (atap tengkorak). Perhatikan adanya pembesaran mandibula dan penonjolan frontal (frontal bossing). 4

e. DadaDiameter anteroposterior dada berkurang disertai pemendekan iga anterior. Gambaran radiologis akondroplasia serupa dengan pseudoakondroplasia, tapi pada pseudoakondroplasia kelainannya di epifisis, sedangkan akondroplasia terletak di metafisis. Dengan foto lateral tulang belakang pada pseudoakondroplasia terlihat penonjolan di pusat vertebra yang berasal dari permukaan depan, sedang pada akondroplasia kelainan pada arkus bagian belakang. 3,6Tulang-tulang iga menjadi pendek, ujung anterior costa melebar, sternum pendek dan lebar/besar. Skapula memiliki bentuk ganjil/aneh, di mana skapula akan

Gambar 9Pemendekan tulang-tulang iga.4kehilangan sudutnya yang tajam. Fossa glenoid kecil dalam hubungannya dengan kaput humerus. 3,6

f. Tangan dan KakiTubulus tulang dari tangan dan kaki terlihat pendek dan melebar, tetapi tulang-tulang karpal dan tarsal sedikit dipengaruhi. Pemendekan paling besar pada falang. Tangan berbentuk trident sering ditemukan, di mana semua jari hampir memiliki panjang yang sama, berpasangan ditambah dengan ibu jari dan menjauh satu dengan yang lain.3,6

Gambar 10.Tangan berbentuk trident (Trident hands). Jari-jari melebar dengan panjang yang hampir sama.42. CT-ScanCT-Scan menunjukkan bahwa anak-anak dengan akondroplasia memiliki beberapa derajat penekanan foramen magnum. Sekitar 96% anak-anak, foramen magnum kurang dari 3 standar deviasi. CT-Scan dan atau MRI dapat menggambarkan perubahan ini. 4Kanalis spinalis yang kecil terjadi pada servikal sejak lahir, tetapi gejala dari stenosis kanalis servikalis secara umum tidak timbul sampai usia pertengahan atau lebih. Pencitraan preoperatif dengan CT, CT mielografi dan atau MRI penting untuk suatu operasi. 4Sensitivitas CT mielografi lebih besar daripada mielografi konvensional. CT menggambarkan tulang lebih mendetail daripada MRI. MRI memiliki keuntungan bebas dari radiasi, tetapi banyak klinikus yang menganggap bahwa derajat stenosis biasanya paling baik dilihat dengan menggunakan mielografi. 4Fossa posterior dari otak dan sumsum tulang lebih baik terlihat pada MRI daripada CT. Edema sumsum tulang dan perubahan-perubahan yang menyertai myelomalacia biasanya tidak dapat dilihat dengan CT. CT-Scan juga hanya memberikan kelainan yang menyertai secara tidak langsung, seperti syringomyelia, sedangkan MRI menunjukkan karakteristik secara langsung dan lebih jelas. 4

3. MRIPada kanalis spinalis, kelainan yang menyertai akondroplasia seperti syringomyelia dan perubahan myelomalacia dapat dicitrakan dengan baik oleh MRI. Pada syringomyelia, MRI akan memperlihatkan cairan sentral yang mengisi kavitas.4,15Pada stenosis spinalis, MRI juga dapat mendemonstrasikan protrusi diskus intervertebralis dan osteofit yang menyebabkan penekanan tulang belakang serta hidrosefalus. MRI merupakan teknik nonivasif yang ideal untuk anak-anak karena tidak menggunakan radiasi ionisasi. MRI memiliki keuntungan lebih daripada CT-scan untuk menampilkan secara mendetail mengenai sumsum tulang bagian fossa kranialis posterior. 4Pemeriksaan klinis dan MRI yang lebih dini perlu dilakukan untuk menentukan apakah bayi dengan akondroplasia mengalami kompresi medula bagian servikal. Dengan diagnosis yang lebih cepat, dekompresi sedang pun dapat ditangani dengan baik untuk menghindari komplikasi serius yang sering menyertai kompresi ini, termasuk kematian mendadak. 4

Gambar 11.Potongan sagital vertebra bagian servikal. MRI menunjukkan penyempitan foramen magnum pada level C1, ruang subarachnoid tidak terlihat jelas. Pasien berumur 6 tahun dengan tanda defisit neurologi.4CT menggambarkan secara mendetail tentang tulang dan tingkatan stenosis spinalis lebih baik dibandingkan dengan MRI. 4

4. UltrasonografiUltrasonografi dapat dilakukan pada pemeriksaan antenatal terhadap wanita yang memiliki risiko akondroplasia. Ultrasonografi merupakan suatu modalitas yang noninvasif dan baik untuk menilai keadaan ventrikel pada bayi sebelum fontanela menutup. USG mungkin dapat ditambah dengan CT dan atau MRI kepala untuk memonitor kompresi dari foramen magnum. 4Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Patel dan Filly pada 15 fetus dengan risiko akondroplasia tipe homozigot, disimpulkan bahwa pembentukan lengkung pertumbuhan femoral pada trimester kedua dengan sonogram serial memungkinkan kita untuk membedakan tipe homozigot, heterozigot dan fetus normal dari kedua orang tua yang menderita akondroplasia tipe heterozigot. 4

C. Tes Molekul GenetikTes molekul genetik dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi gen FGFR3. Beberapa tes 99% sensitif dan tersedia pada laboratorium klinik. Seorang dokter dapat mendiagnosis penyakit ini sejak neonatus berdasarkan gejala-gejala fisik yang didapatkan. Untuk mengkonfirmasi dwarfisme yang disebabkan oleh akondroplasia ini dapat digunakan foto polos X-ray. 4,13

I. DIAGNOSIS BANDINGWalaupun lebih dari 100 displasia tulang yang menyebabkan perawakan pendek telah diketahui, banyak di antaranya yang jarang ditemukan, dan semuanya memiliki gambaran klinik dan radiologi yang membedakannya dengan akondroplasia. Berbeda dengan displasia skeletal lainnya, tanda-tanda klinik dari akondroplasia terlihat saat lahir, tetapi tidak disertai dengan insufisiensi napas. 41. Hipokondroplasia sering sukar untuk dibedakan dari keadaan-keadaan perawakan pendek yang lain. Namun, dapat disimpulkan bahwa vertebra lumbal dan tungkai merupakan daerah yang paling sering menjadi fokus diagnosis untuk penyakit ini. Untuk mengurangi risiko kesalahan diagnosis, evaluasi radiologi dan pemeriksaan fisis diperlukan terutama untuk pasien yang tidak memiliki kelainan genetik. 42. Pseudoakondroplasia merupakan displasia spondiloepimetafisis yang ditandai dengan perawakan pendek yang tidak seimbang, kelemahan ligamen dan osteoarthritis prekoks. Pada kebanyakan keluarga, penyakit ini dapat pula diturunkan secara autosomal dominan. 43. Akondrogenesis merupakan dwarfisme letal yang diturunkan secara autosomal resesif. Kedua osifikasi endokondral dan membranosa dipengaruhi. Kalvaria, tulang belakang, dan tulang-tulang panjang dapat dipengaruhi dan sering terjadi fraktur iga yang berulang. Pemendekan anggota-anggota gerak sangat buruk. Kranium dan tulang-tulang kurang terosifikasi. Penyempitan rongga dada juga menyertai kondisi ini, tetapi kepala tidak membesar relatif terhadap postur tubuh. Polihidramnion juga selalu terjadi. 44. Chondroectodermal dysplasia atau Ellis-van Creveld syndrome merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dengan tampilan yang bermacam-macam. Tulang-tulang iga sangat pendek. Penyakit ini disertai dengan pemendekan tulang anggota-anggota gerak, penyempitan rongga toraks, polidaktili, dan penyakit jantung bawaan. Kira-kira 50% pasien memiliki defek septum atrial (ASD) yang besar. Ukuran dari rongga toraks sangat menyolok ketika dibandingkan dengan ukuran abdomen dan kepala. 45. Osteogenesis imperfekta tipe IIa merupakan keadaan letal yang diturunkan secara autosomal dominan. Kalvaria kranii penderita menjadi tipis yang mungkin dapat kolaps dan pasien ini juga mempunyai anggota-anggota gerak yang pendek, menebal dan membengkok oleh karena terjadi fraktur multipel. 4,146. Displasia diastrofik merupakan suatu penyakit autosomal resesif dengan kontraktur multipel dan ibu jari yang melengkung ke dalam (hitchhikers thumb).47. Displasia tanatoforik terjadi secara sporadik dan merupakan displasia skeletal yang bersifat letal terbanyak. Sekitar 14% pasien memiliki kepala berbentuk daun semanggi (cloverleaf skull). Penyakit ini mungkin diturunkan pula secara autosomal resesif. Displasia tanatoforik ditandai dengan penyempitan rongga toraks dan mikromelia. Pembesaran ukuran kepala dengan dahi yang menonjol, kadang-kadang hidrosefalus dan polihidramnion pada masa fetus. Jaringan-jaringan lunak pada anggota gerak mungkin menebal. Displasia tanatoforik ini lebih sering terjadi pada fetus laki-laki daripada fetus perempuan. 48. Fibrokondrogenesis merupakan suatu penyakit autosomal resesif yang disertai dengan kalvaria krani yang tipis. Sering pula terjadi kolaps sutura. Tulang-tulang anggota gerak menjadi pendek dan tipis, tulang-tulang iga tipis dan sulit untuk divisualisasikan pada foto thoraks. Tulang belakang tidak termineralisasi dengan baik dan metafisis menjadi lebar. 4

2.6 Penanganan Salah satu komplikasi dari akondroplasia adalah hidrosefalus yang biasanya diakibatkan dari obstruksi foramen magnum dan karena sindrom kompresi medula spinalis segmen lumbalis dan akar saraf, maloklusi gigi, gangguan pendengaran karena otitis media berulang dan strabismus (akibat dismorfisme kraniofasial). Pembengkokan kaki dan kifosis menetap dapat juga memerlukan perhatian. Di samping pengenalan segera dan pengobatan yang tepat, manajemen masalah psikologis pada masa kanak-kanak harus diperhatikan. Terapi segera dan tepat terutama diperlukan pada setiap episode otitis media akut. Hidrosefalus tidak lazim tetapi harus dikenali seawal mungkin. Ada beberapa sumber mengatakan bahwa fisioterapi dan penahan selama masa anak-anak dan dapat memperbaiki komplikasi kifosis infantil yang lama atau lordosis berat yang dapat memperjelek stenosis lumbalis pada umur dewasa. Osteotomi dapat terindikasi tepat sebelum atau selama remaja untuk mengoreksi pembengkokan kaki progresif berat. 3

2.7 PrognosisHarapan hidup pada akondroplasia adalah normal, kecuali untuk sedikit (jarang) penderita dengan hidrosefalus atau dengan komplikasi berat kompresi medula spinalis servikalis atau lumbalis. Rata-rata tinggi orang dewasa pada akondroplasia sekitar 131,5 cm pada pria dan 125cm pada wanita. 3 Bayi yang homozigot pada akondroplasia jarang yang bertahan hidup lebih dari beberapa bulan. Akondroplasia yang bersifat homozigotik disebabkan oleh adanya 2 alel yang mutan pada nukleotida 1138 dari gen FGFR3, merupakan penyakit yang serius sehubungan dengan perubahan-perubahan radiologi yang secara kualitatif berbeda dari kebanyakan kasus akondroplasia. Kematian dini terjadi karena insufisiensi pernapasan yang berhubungan dengan kecilnya kavum toraks dan defisit neurologis karena stenosis medula spinalis daerah servikal. Kematian karena penyakit jantung yang terjadi pada umur 25-35 tahun, sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan kematian pada populasi umum. 4

2.8 PencegahanSatu-satunya bentuk pencegahan adalah melalui genetika konseling, yang dapat membantu orang tua mereka menilai risiko memiliki anak dengan achondroplasia. Pembelajaran dan penelitian mengenai penyakit ini, pencegahan dan penanggulangannya dirasakan perlu mendapat perhatian yang besar dan mendalam sehingga kemunculan penyakit ini pada kelahiran bayi dapat diminimalisir, dengan begitu angka kematian dan jumlah individu pengidap penyakit ini pun dapat dikurangi.

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanAchondroplasia merupakan suatu penyakit genetika yang diturunkan secara autosom dominan, namun sebagian besar kasus juga terjadi karena adanya mutasi dalam gen secara spontan. Achondroplasiadisebut jugadwarfismeatau kekerdilan. Pada penyakitAchondroplasia, kelainan menyebabkan pertumbuhan tulang, terutama pada bagian tangan dan kaki, menjadi terhambat dimana pada saat itu juga terjadi proses penebalan tulang. Tingkat prevalensi achondroplasia diperkirakan antara 0,5 dan 1,5 dari 10.000 kelahiran dengan kadar mutasi 0.000014. Achondroplasia memiliki gejala yang dapat diketahui sejak lahir seperti tungkai yang pendek, tulang-tulang yang pendek, kepala yang besar, dll. Diagnosis molekul achondroplasia sebelum kelahiran mungkin dilakukan jika ada kecurigaan diagnosis atau peningkatan risiko (seperti orangtua memiliki riwayat achondroplasia). Dalam suatu keluarga dengan kedua orang tua memiliki achondroplasia, diagnosis prenatal mungkin sangat berguna. Sedangkan, untuk pengobatan sindrom achondroplasia, saat ini telah tersedia banyak pilihan pengobatan untuk penderita achondroplasia, diantaranya terapi peptida BMN-111 dan operasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartiono, V dan Satriono, R. Sub.Bagian Endokrinologi BIKA FK - Unhas RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Akondroplasia. [online]. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_Akonroplasia.pdf/15_Akonroplasia.html [diunduh pada tanggal 16/02/2010]2. Best, M.A, MD, MPH, MBA, FCAP,FASCP.Achondroplasia.[online]. Availablefrom:http://www.accessdna.com/condition/Achondroplasia/15?gclid = COXav5fRiqACFdRR6wodJ2bFcA URL : www.freemedicaljournals.com[diunduh pada tanggal 16/02/2010]3. Hall, B.D. Akondroplasia. Gangguan Tulang dan Sendi. In: Nelson Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics) Edisi 15 Vol.3. Nelson, MD et.al. Trans: Wahab, Prof.DR.dr.SpA. EGC. Jakarta. 2000; 2397-23984. Khan, A.N. MBBS, FRCS, FRCP, FRCR. Achondroplasia. [online]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/415494-overview [diunduh pada tanggal 25/02/2010]5. Favus, M.J and Vokes, T.J. Achondroplasia. Paget Disease and Other Dysplasias of The Bone. In : Harrisons Principles of Internal Medicine. 15th Ed. Braunwald et.al. Mc.Graw Hill. India. 2003; 22446. Renton, P and Green, R. Achondroplasia. Congenital Skeletal Anomalies : Skeletal Dysplasias, Chromosomal Disorders. In : Textbook of Radiology and Imaging. Volume II. 7th Edition. Sutton D. (Editor). Elsevier Churchill Livingstone. Philadelphia. 2003; 1062, 1138-11417. Reiter, E.O and Rosenfeld, R.G. Achondroplasia. Normal and Aberrant Growth. In : Williams Textbook of Endocrinology. 10th Ed. Larsen, et.al. Saunders. Philadelphia. 2003; 1034-10358. Murray, J.R.D, Holmes, E.J, Misra, R.R. Dysplasia:Developmental Disorders. In: A-Z of Musculoskeletal and Trauma Radiology. Misra, R.R. Cambridge University Press. Cambridge. 2008; 559. Bracchman. Skeletal Dysplasias. Scoliosis and Kyphosis. In: Campbells Operative Orthopaedics. Vol2. 10th Ed. Canale, S.T. Mosby. Toronto. 2003;1931-193310. Helms, C.A. Achondroplasia. Miscellaneous Bone Lesions. In: Fundamental of Diagnostic In Radiology. 2nd Ed. Brant, W.E, Helms, C.A. Lippincott Williams and Wilkins. Virginia. 2007; 1183-118511. Carter, M.A. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi. Gangguan Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat. In: Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis Penyakit. Vol.2. Ed.6. Price, S.A, Wilson, L.M. Trans: Pendit,dkk. EGC. Jakarta. 2006; 1357-136312. DeWitt, R.C, MD. Achondroplasia. [online]. Available from: http://healthtools.aarp.org/galecontent/achondroplasia-2/3 URL:www.freemedicaljournals.com [diunduh pada tanggal 25/02/2010]13. Anonym. Achondroplasia. [online]. Available from: http://www.lifescript.com/Health/A-Z/Conditions_A-Z/Conditions/A/Achondroplasia.aspx?gclid=CPrZ6JzPiqACFclA6wodQHCsdA&trans=1&du=1&ef_id=1350:3:s_09ca01afe9b7cdae46cf140e563f6a96_2630480431:S4TrldBbriUAAHamMm4AAABA:20100224090421 URL :www.freemedicaljournals.com14. Eastman, G.W, MD. Generalized Bone Diseases. Disease of The Bone. In: Getting Started in Clinical Radiology, From Image to Diagnosis. Eastman, G.W, Wald, C, Crossin, J, MD. Thieme. Germany. 2006; 135-13715. Patel, P.R. Siringomielia. Neuroradiologi. In: Lecture Notes Radiologi Ed.2. Patel, P.R. Trans: Umami, V, dr. Erlangga. Jakarta; 286