infeksi nosokomial fix orto

82
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana di maksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lain adalah tempat dimana orang sakit mencari pertolongan untuk mengatasi penyakitnya. Penderita yang datang ke tempat pelayanan kesehatan, khususnya di Indonesia, sebagian besar adalah penderita penyakit infeksi, sehingga tidak mengherankan bila tempat pelayanan kesehatan pada umumnya dan rumah sakit pada khususnya adalah lingkungan yang sangat berpotensi bahaya dalam 1

Upload: momo-rabit

Post on 05-Jul-2015

2.571 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Infeksi Nosokomial Fix Orto

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan

masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana di

maksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Rumah sakit atau tempat

pelayanan kesehatan lain adalah tempat dimana orang sakit mencari pertolongan

untuk mengatasi penyakitnya. Penderita yang datang ke tempat pelayanan kesehatan,

khususnya di Indonesia, sebagian besar adalah penderita penyakit infeksi, sehingga

tidak mengherankan bila tempat pelayanan kesehatan pada umumnya dan rumah sakit

pada khususnya adalah lingkungan yang sangat berpotensi bahaya dalam hal

penularan penyakit infeksi. Sebagian besar pengidap penyakit akut berhasil

memperoleh perbaikan. Namun, adakalanya terutama pada pengidap penyakit kronis

atau yang keadaan umumnya buruk justru acapkali terkena infeksi yang baru. Infeksi

yang didapatkan di rumah sakit tersebut dikenal sebagai infeksi rumah sakit atau

infeksi nosokomial.1-2

Infeksi yang didapatkan di rumah sakit ini merupakan masalah yang pelik yang

makin sering terjadi, serta tidak mudah mengatasinya tidak hanya di Negara-negara

maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat tetapi juga Negara-negara

1

Page 2: Infeksi Nosokomial Fix Orto

berkembang. Di Amerika Serikat tiap tahun hampir 40 juta orang masuk rumah sakit.

Lima sampai sepuluh persen di antaranya atau 2-4 juta orang berpeluang menderita

infeksi nosokomial. Pusat pengawasan penyakit dan survey infeksi nosokomial

Amerika serikat melaporkan bahwa tahun 1995, infeksi nosokomial berperan dalam

kematian sekitar 88.000 orang selama setahun atau 1 orang tiap menit dan

menyebabkan penghabisan dana sekitar 4,5 miliar dolar Amerika Serikat. Pada

penelitian yang dilakukan National Infection Surveillance (NNIS) dan Center Disease

Control and Prevention didapatkan 5 sampai 6 kasus infeksi nosokomial dari setiap

100 kunjungan ke rumah sakit. Diperkirakan 2 juta kasus infeksi nosokomial terjadi

setiap tahun di Amerika Serikat dengan menghabiskan dana sebesar 2 milyar dolar.

Pada beberapa penyakit yang berat, infeksi nosokomial meningkatkan angka

kematian menjadi 2 kali lipat. 1-4

Di Indonesia masalah infeksi nosokomial juga merupakan masalah yang cukup

serius. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wardana dan Acang pada tahun 1989

mendapatkan hasil observasi infeksi nosokomial insidensi infeksi nosokomial 18,46%

pada pasien yang di rawat penyakit dala RSUP M. Jamil, Padang. Apad penelitian

lain pada tahun yang sama di RS Hasan Sadikin Bandung, didapatkan insidensi

infeksi nosokomial 17,24% sedangkan di RSUD dr. Sutomo adalah sebesar 9,85%

(Ginting Y.2001).4

” The Journals of Infections Control Nursing “ sebagaimana yang ditulis oleh

Nancy Roper (1996) mengadakan survey prevalensi pada 43 rumah sakit di Inggris

yang menunjukkan bahwa kira-kira 20% pasien rumah sakit terkena infeksi dan dari

2

Page 3: Infeksi Nosokomial Fix Orto

jumlah tersebut kurang lebih 10% adalah dari infeksi komunitas, yang sudah ada pada

saat pasien masuk rumah sakit, serta 10% lagi adalah infeksi nosokomial. Lokasi dan

presentasi infeksi yaitu : (1) saluran kemih (30%), (2) luka operasi (20%), (3) saluran

pernafasan (20%), (4) luka lain (30%).4

Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pejamu rentan yang

terjadi melalui kode transmisi kuman tertentu. Di rumah sakit atau dan sarana

kesehatan lainnya, infeksi dapat terjadi antara pasien, dari pasien ke petugas, dari

petugas ke petugas, dan dari petugas ke pasien. Infeksi sering terjadi pada pasien

beresiko tinggi yaitu pasien dengan karakteristik luka bakar, pada usia tua, berbaring

lama, penggunaan obat imunosupresan dan steroid, daya tahan tubuh turun pada

pasien yang dilakukan prosedur invasif, infus lama atau pemasangan kateter urin

yang lama dan infeksi nosokomial pada luka operasi. Sebagai sumber penularan dan

cara penularan terutama melalui tangan, jarum suntik, kateter IV, kateter urin, kain

kasa atau verban. Cara keliru menangani luka, peralatan operasi yang terkontaminasi,

dan lain-lain.1-5

Infeksi nosokomial di rumah sakit yang sering terjadi pada penderita

memberikan dampak kerugian yang besar. Infeksi rumah sakit yang terjadi pada

penderita umumnya akan menyebabkan penyakit yang parah dan membutuhkan

waktu yang lama untuk sembuh. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh dan

status gizi penderita yang jelek, disamping kenyataan bahwa sebgaian besar penyebab

adalah bakteri komensal yang sudah kebal terhadap antibiotik. Ini akan menyebabkan

waktu perawatan yang lama atau kematian penderita, sehingga morbiditas dan

3

Page 4: Infeksi Nosokomial Fix Orto

mortilitas di rumah sakit meningkat dan ini akan menurunkan mutu rumah sakit yang

bersangkutan. Rumah sakit juga akan merugi karena masa perawatan penderita

menjadi lebih panjang sehingga hunian rumah sakit rendah. Perusahaan atau orang

yang menanggung biaya perawatan penderita merugi karena kehilangan waktunya

yang produktif selama di rawat di rumah sakit.1

Mengingat hal-hal tersebut di atas, sudah saatnya untuk melakukan tindakan-

tindakan pengendalian infeksi nosokomial di tempat-tempat pelayanan kesehatan

pada umumnya dan di rumah sakit pada khususnya. Kewaspadaan universal

merupakan salah satu pengendalian infeksi rumah sakit yang oleh Departemen

Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun 1980-an melalui program di

Sub.Direktorat isolasi di bawah direktorat epidemiologi dan imunisasi Ditjen P3M

saat itu. Maka untuk hal tersebut dibutuhkan gambaran atau karakteristik dari infeksi

nosokomial itu sendiri. 2

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari berbagai persoalan yang dikemukakan maka dalam penelitian ini di

rumuskan dan dibatasi masalah seputar :

1 Bagaiamana gambaran insidensi infeksi nosokomial di bangsal ortopedi RSUP

dr. Wahidin Sudirohusodo periode Oktober-Desember 2010?

2 Bagaimana gambaran infeksi nosokomial di bangsal ortopedi RSUP dr.

Wahidin Sudirohusodo periode Oktober-Desember 2010 menurut manifestasi

penyakit?

4

Page 5: Infeksi Nosokomial Fix Orto

3 Bagaimana gambaran infeksi nosokomial berhubungan dengan faktor-faktor

yang mempengaruhi, seperti lama perawatan sebelum operasi, durasi operasi,

dan lama perawatan setelah operasi di bangsal ortopedi RSUP dr. Wahidin

Sudirohusodo periode Oktober-Desember 2010?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Menggambarkan infeksi nosokomial pada penderita di bangsal ortopedi RSUP

dr. Wahidin Sudirohusodo periode Oktober-Desember 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menggambarkan insidensi infeksi nosokomial di bangsal ortopedi RSUP

dr. Wahidin Sudirohusodo periode Oktober-Desember 2010

2. Menggambarkan infeksi nosokomial menurut manifestasi penyakit di

bangsal ortopedi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo periode Oktober-

Desember 2010

3. Menggambarkan hubungan infeksi nosokomial denagn faktor-faktor

yang mempengauhi, seperti lama perawatan sebelum operasi, durasi

operasi, dan lama perawatan setelah operasi di bangsal ortopedi RSUP

dr. Wahidin Sudirohusodo periode Oktober-Desember 2010

5

Page 6: Infeksi Nosokomial Fix Orto

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Memperoleh gambaran infeksi nosokomial pada penderita rawat inap di

bangsal ortopedi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo periode Oktober -

Desember 2010

2. Sebagai tambahan ilmu dan pengalaman, sekaligus penerapan dari ilmu

dan pengetahuan yang telah dimiliki oleh peneliti

3. Sebagai informasi bagi semua rumah sakit, terutama RSUP dr. Wahidin

Sudirohusodo dalam upaya memberantas infeksi nosokomial

4. Sebagai sumbangan ilmiah yang diharapkan dapat bermanfaat bagi

pembaca atau peneliti

6

Page 7: Infeksi Nosokomial Fix Orto

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit pada seseorang

baik saat dia sakit atau sedang berobat karena sesuatu penyakit sedangkan pada saat

ke rumah sakit tersebut penderita tidak dalam masa inkubasi penyakit itu. Gejala yang

sering dijumpai adalah demam yang disebut demam rumah sakit (hospital fever)

padahal sebelumnya tidak menderita demam. Pada bangsal selain demam sering pula

dijumpai gejala batuk. Menurut CDC (Center for Disease Control and Prevention)

infeksi nosokomial adalah Infeksi yang didapatkan di rumah sakit dan terjadi setelah

48 jam perawatan di rumah sakit, atas dasar gejala klinis maupun laboraturium dan

pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda infeksi atau masa inkubasi dari penyakit

yang bersangkutan, pada saat penderita mulai dirawat.1,6

Di negara maju kejadian infeksi ini diperkirakan 5 % dan angka ini makin tinggi

di negara-negara berkembang. Menurut Ibrahim Abdul Samad angka infeksi

nosokomial ditiap rumah sakit atau negara bisa berbeda, tapi ia menyebutkan bahwa

infeksi nosokomial di bagian bedah merupakan yang tertinggi dan di bagian anak

merupakan yang terendah. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO

menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal

dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya

7

Page 8: Infeksi Nosokomial Fix Orto

infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%. Walaupun ilmu

pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3 dekade

terakhir dan sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin

meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang

resisten antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih

menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus

setiap tahunnya2,9

Pada penelitian yang dilakukan National Infection Surveillance (NNIS) dan

Center Disease Control and Prevention didapatkan 5 sampai 6 kasus infeksi

nosokomial dari setiap 100 kunjungan ke rumah sakit. Diperkirakan 2 juta kasus

infeksi nosokomial terjadi setiap tahun di Amerika Serikat dengan menghabiskan

dana sebesar 2 milyar dolar. Pada beberapa penyakit yang berat, infeksi nosokomial

meningkatkan angka kematian menjadi 2 kali lipat. 1-4

Di Indonesia masalah infeksi nosokomial juga merupakan masalah yang cukup

serius. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wardana dan Acang pada tahun 1989

mendapatkan hasil observasi infeksi nosokomial insidensi infeksi nosokomial 18,46%

pada pasien yang di rawat penyakit dala RSUP M. Jamil, Padang. Pada penelitian lain

pada tahun yang sama di RS Hasan Sadikin Bandung, didapatkan insidensi infeksi

nosokomial 17,24% sedangkan di RSUD dr. Sutomo adalah sebesar 9,85% (Ginting

Y.2001).4

” The Journals of Infections Control Nursing “ sebagaimana yang ditulis oleh

Nancy Roper (1996) mengadakan survei prevalensi pada 43 rumah sakit di Inggris

8

Page 9: Infeksi Nosokomial Fix Orto

yang menunjukkan bahwa kira-kira 20% pasien rumah sakit terkena infeksi dan dari

jumlah tersebut kurang lebih 10% adalah dari infeksi komunitas, yang sudah ada pada

saat pasien masuk rumah sakit, serta 10% lagi adalah infeksi nosokomial. Lokasi dan

presentasi infeksi yaitu : (1) saluran kemih (30%), (2) luka operasi (20%), (3) saluran

pernafasan (20%), (4) luka lain (30%).4

Infeksi nosokomial yang paling sering melibatkan saluran kencing dan pada

umumnya menyertai manipulasi urologis, termasuk penggunaan kateter tetap saluran

kencing. Beberapa infeksi nosokomial saluran kencing mengakibatkan bakteriemia

kecuali pada adanya obstruksi. Walaupun wanita lebih sering terinfeksi, tetapi pada

laki-laki tua lebih sering terjadi bakteriemia.1,4-5,7-9

Pneumonia menggambarkan terutama suatu bentuk infeksi nosokomial yang

menyulitkan dan orang tua atau penderita amat mudah berisiko tinggi. Determin lain

dari kecenderungan infeksi termasuk status mental yang tertekan menyebabkan

aspirasi flora faring dan intubasi endotrakea. Selama masa pasca bedah penderita

sangat mudah terkena infeksi paru. Penderita sering tidak bergerak (yang

memudahkan aspirasi); tidak terventilasi penuh dan mendapat pengobatan untuk

nyeni yang mengganggu batuk, refleks batuk dan penelanan. Insisi thoraks atau

abdomen atas, mendahului infeksi pernafasan dan obesitas juga menambah risiko.

Akhirnya, pengurangan asiditas gaster terapeutik menambah resiko pneumonia

nosokomial.1,6,8-9

Infeksi kulit dan jaringan lemak terjadi di rumah sakit sebagai akibat dan

imobilisasi dan terjadinya luka tekanan (ulkus dekubitus) atau tindakan invasif yang

9

Page 10: Infeksi Nosokomial Fix Orto

mengganggu keutuhan kulit (infeksi luka). Beberapa ulkus dekubitus atau luka infeksi

berhubungan dengan bakterimia. Risiko tertinggi untuk kemungkinan komplikasi

yang mematikan ini adalah penderita lama yang tidak bergerak dan penderita yang

baru saja mengalami pembedahan usus besar, rektum atau urologi.6

Infeksi luka operasi merupakan komplikasi paling serius yang terjadi pada

penderita pasca bedah. Morbiditas dan mobilitas penderita infeksi pasca bedah dan

penderita akibat kecelakaan sangat ditentukan oleh ada tidaknya sepsis. Infeksi juga

dapat mempengaruhi penyembuhan jika dan dapat menyebabkan terjadinya parut luka

yang secara kosmetik sangat mengganggu. Pemberian antibiotik untuk profilaktik

sebenarnya tidak menurunkan kejadian infeksi luka operasi, malah dapat menambah

jumlah bakteri yang resisten terhadap antibiotika di rumah sakit.1,4-6

Infeksi nosokomial saluran pencemaan yang sering terjadi di rumah sakit yang

tersering dijumpai ialah dalam bentuk diare dan gastroenteritis. Cara penularan utama

infeksi nosokomial saluran pencemaan mi pada umumnya melalui makanan

(keracunan kontaminasi makanan).

Infeksi nosokimial sistem saraf pusat adalah infeksi yang terjadi pada

intrakranial antara lain abses otak, infeksi subdural atau epidural, dan ensefalitis.

Beberapa gejala infeksi intrakranial adalah terdapat kultur positif dari jaringan otak

atau dura, ditemukannya abses atau infeksi intrakranial lain selama operasi, sakit

kepala, kejang, demam, defisit neurologis, dan penurunan kesadaran.6

Kontaminasi bisa terjadi pada setiap titik dan sistem intra-venous. Misalnya,

risiko terjadinya kontaminasi bisa bertambah pada penambahan obat ke dalam botol

10

Page 11: Infeksi Nosokomial Fix Orto

intra-venous, suntikan ke dalain selang. Pemasangan manometer dan alat-alat lain,

saat penggantian botol, dan pengambilan spesimen dan sistem intravenous. Cairan

intravenous juga bisa terkontaminasi dengan masuknya udara yang tidak difilter

kedalam botol infus. Hal ini bila vakum dan botol pecah waktu set dipasang dan

udara masuk kedalam botol selama infus berjalan.10

2.2 ETIOLOGI

Infeksi nosokomial dapat berupa epidemik maupun endemik walaupun kuman-

kuman penyebabnya mungkin sama ialah Staphylococcus aureus, Enterococcus, E.

coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella, Enterobacter, Serratia, Salmonella, dan

Streptococcus pyogenes. Berdasarkan penelitian, kuman penyebab infeksi nosokomial

dan waktu kewaktu selalu berubah. Sebelum perang dunia ke II, pada tahun 1940-an

penyebab utama infeksi nosokomial adalah golongan Streptococcus, setelah perang

dunia ke II pada tahun 1950-an setelah digunakannya antibiotik pinisillin secara luas

penyebab utama infeksi nosokomial adalah golongan Staphylococcus.1,4-5,8-9

1. Bakteri9

Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat.

Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya

bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia

tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya

Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih.

11

Page 12: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik

maupun endemik. Contohnya :

Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangrene

Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan

hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, tulang, jantung dan infeksi

pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.

Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus,

Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan

penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien

yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari

semua infeksi di rumah sakit

Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan,

paru, dan peritoneum.

2. Virus9

Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus,

termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis,

suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enterovirus

yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis

dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute

penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal,

infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering

12

Page 13: Infeksi Nosokomial Fix Orto

menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus,

herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.

3. Parasit dan Jamur9

Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang

dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian

obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida

albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.

2.3 SUMBER INFEKSI

Sumber infeksi dapat dibagi menjadi : benda mati dan benda hidup terutama

manusia.8-10

1. Benda mati

a. Ditularkan melalui kontak dengan alat-alat kedokteran seperti spoit, jarum

suntik, jarum biopsi, jarum punksi, termometer, alat-alat kebersihan (handuk,

kain lap, pakaian, seprei terutama yang basah), alat-alat intubasi (lambung,

duodenum), kapsul biopsi, spatel lidah, endoskop, colonoskop,

rektosigmoidoskop, alat-alat anestesi, kateter, dan sebagainya. Dari suatu

penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateter

urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka

operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak

diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien

13

Page 14: Infeksi Nosokomial Fix Orto

memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa

gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa

Ekstravasasi infiltrat : cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula

Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat

dideteksi adanya gangguan lain. Flebitis : Terdapat pembengkakan,

kemerahan dan nyeri sepanjang vena . Trombosis : Terdapat pembengkakan di

sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infus. Kolonisasi kanul :

Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada

dalam pembuluh darah. Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari

kanul. Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul

b. Ditularkan melalui makanan, minuman, dan air yang sudah terkontaminasi

dengan kuman. Makanan di dapur rumah sakit dapat terkontaminasi oleh

kuman-kuman, baik sebelum, selaina maupun setelah diolah. Sebelum diolah,

misalnya daging dan ikan yang mengandung kuman Salmonella spp,

Clostridium spp, dan Vibrio spp. Selama diolah, misalnya pemotongan daging

dan ikan yang tidak sempurna (terlalu besar sehingga tidak dapat matang

semua), pencucian bahan-bahan makanan sebelum dimasak yang tidak

higienis dan tukang masak yang merupakan karier dan suatu penyakit menular

(typhus, salmonellosis, amubiasis, hepatitis, kolera dan sebagainya). Sesudah

diolah, misalnya penyimpanan makanan yang tidak baik, mudah

terkontaminasi oleh kuman, tercampur dengan bahan-bahan makanan mentah,

mudah dimasuki binatang (kecoa, lalat, semut, cecak, dan sebagainya) tempat

14

Page 15: Infeksi Nosokomial Fix Orto

makanan yang kotor, makanan yang sudah basi dan pegawai dapur yang

mengedarkan makanan yang mengandung karier atau kurang higienis.

2. Benda hidup terutama manusia

a. Manusia sehat, seperti pengunjung rumah sakit yang sehat, tenaga kesehatan,

seperti dokter, mahasiswa kedokteran, paramedis, analisis, teknisi,

fisioterapis, dan pegawai dapur merupakan sumber infeksi yang sudah tak

asing lagi.

b. Manusia sakit, seperti pengunjung rumah sakit dan tenaga kesehatan yang

sedang sakit dan terutama penderita sendiri merupakan sumber infeksi yang

sangat potensial

Binatang hidup dapat merupakan sumber infeksi terutama dapat berperan sebagai

vektor yang terkenal antaranya golongan serangga (kecoa, lalat, nyamuk dan

sebagainya).

2.4 MODEL TRANSMISI

Berdasarkan kajian terhadap cara transmisi mikroba, maka mayoritas infeksi

nosokomial ini adalah tipe infeksi endogenous (autoinfeksi) yang merupakan

translokasi mikroba mukokutan ke tempat predileksi infeksi, dengan frekuensi 80 %

dan kejadian infeksi nosokomial. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap model

transmisi ini diantaranya faktor umur (neonatus, geriatri), penyakit dasar yang berat

atau kegagalan organ (diabetes, gagal ginjal, sirosis), status imun yang tidak adekuat

15

Page 16: Infeksi Nosokomial Fix Orto

(malnutrisi, terapi imunosupresi, AIDS) defek barier mukokutan (trauma, endoskopi),

serta mendapatkan terapi invasif (operasi, ventilasi mekanik, protesa). 8

Model transmisi kedua adalah infeksi eksogenous (20%) yang berarti infeksi

berasal dari luar tubuh pasien. Reservoar dapat dari tenaga kesehatan yang melayani

pasien (healt care worker), pasien lain, lingkungan rumah sakit, atau dari alat

kesehatan yang terkontaminasi. Dan tenaga kesehatan ke pasien atau sebaliknya

(infeksi silang) paling sering terjadi (10-20%) yang disebabkan karena budaya kerja

yang tidak memenuhi syarat aseptik dan sterilitas.2,8

2.5 DIAGNOSIS INFEKSI NOSOKOMIAL

Menegakan diagnosis infeksi nosokomial tidaklah mudah. Diagnostik pada

umumnya hanya berdasar pada gejala klinik, sedangkan diagnosis etiologi lebih sukar

ditetapkan karena terbatasnya sarana dalam dana untuk menegakan diagnosis infeksi

nosokomial tersebut. Diagnosis klinik pada umumnya diduga ditegakkan bila: 1, 6,8-11

1. Sebelumnya penderita tidak sedang dalam masa inkubasi penyakit tersebut.

2. Sebelumnya tidak pernah kontak dengan penyakit tersebut.

3. Masa inkubasi penyakit tersebut lebih pendek dad masa rawat penderita di runah

sakit.

Kriteria diagnosis infeksi nosokomial6

1. Infeksi saluran kemih : manifestasinya demam (> 38 o C), nyeri suprapubik,

urgensi, frekuensi, dan kultur urin positif dengan jumlah kuman ≥ 105 per cm3

atau jenis kuman pada urin tidak lebih dari dua.

16

Page 17: Infeksi Nosokomial Fix Orto

2. Infeksi bekas luka operasi : manifestasinya berupa pus pada luka insisi. Infeksi

dialami jika terjadi 30 hari setelah operasi

3. Infeski saluran napas : manifestasinya berupa batuk, nyeri dada, dan sputum

menjadi purulen, foto thorax berubah

4. Infeksi sistemik: manifestasinya berupa gejala sepsis seperti demam (> 38 o C

atau < 36,5o C), hipotensi, bradikardi, oligouri, hasil kultur darah tidak

menunjukkan kuman yang spesifik.

5. Infeksi sistem saraf pusat : manifestasinya berupa nyeri kepala, kejang, demam

(> 38 o C), defisit neurologis, dan penurunan kesadaran. Hasil kultur dari jaringan

otak atau dura positif, pemeriksaan antigen pada darah atau urin positif,

didapatkan hasil terdapat infeksi dari pemeriksaan radiologi (CT-Scan, dan

MRI).

6. Infeksi saluran cerna : Manifestasinya berupa diare akut (feses cair lebih dari 12

jam) denagn atau tanpa muntah atau demam (> 38 o C), dan kultur kuman positif.

7. Infeksi Hepar : manifestasinya berupa demam (> 38 o C), mual, muntah, nyeri

abdomen, ikterus, riwayat transfusi 3 bulan yang lalu. Kriterianya harus memiliki

minimal 2 gejala di atas. Hasil lab antigen atau antibodi hepatitis A,B,C, atau D

positif , peningkatan fungsi hati.

8. Infeksi kulit : manifestasinya berupa adanya pus, vesikel, atau bulla pada kulit,

yang dengan atau tanpa disertai nyeri, udem, merah, dan panas. Dapat juga

berupa ulkus dekubitus. Hasil lab dapat menunjukkan kultur darah positif,

17

Page 18: Infeksi Nosokomial Fix Orto

antigen dari kultur jaringan atau darah seperti herpes simpleks, varicella zooster

positif.

9. Infeksi luka infus : terdapat flebitis

2.6 FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI INFEKSI NOSOKOMIAL

Faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

infeksi nosokomial pada penderita. Faktor-faktor predisposisi terjadinya infeksi

nosokomial antara lain terdiri atas beberapa faktor, yaitu faktor endogen, faktor

rumah sakit, faktor penderita, dan faktor antibiotika.

Faktor Endogen

Tubuh manusia dalam keadaan normal dihuni oleh mikroba komensal yang

tidak berbahaya bagi yang bersangkutan, malah membantu misalnya dalam mencegah

infeksi dan bakteri patogen karena dihasilkannya zat-zat tertentu oleh bakteri

komensal yang berbahaya bagi mikroba lain.8-9,11

Namun bila dilakukan tindakan invasif, misalnya pada pemasangan pipa

endotrakeal, infus, kateter, dan lain-lain, maka bisa terjadi kerusakan pertahanan

tubuh setempat pada mukosa, sehingga memungkinkan invasi mikroorganisme ke

dalam jaringan. Dengan menggunakan alat yang tidak steril, maka mikroba komensal

bisa dipindahkan ke lokasi yang bukan habitat normal mikroba tersebut (translokasi),

sehingga mikroba yang bersangkutan bisa berubah menjadi patogen. Mikroba yang

demikian dikenal sebagai mikroba yang opportunistik patogen.11

18

Page 19: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Faktor Rumah Sakit

Rumah sakit adalah tempat yang banyak dihuni oleh banyak mikroba patogen,

yang dapat dipindahkan dan seorang penderita ke penderita yang lain oleh tindakan

petugas di rumah sakit. Di rumah sakit banyak dilakukan tindakan medis yang

menggunakan alat yang dapat merupakan vechile bagi mikroba untuk memasuki

tubuh manusia.1,11

Manajemen rumah sakit merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya

terhadap kejadian infeksi nosokomial. Persediaan peralatan medis, keterampilan

dokter dan perawat. dan asuhan keperawatan adalah sebagian faktor pencetus

terjadinya infeksi nosokomial. Karena itu angka kejadian infeksi nosokomial di satu

rumah sakit dapat dijadikan salah satu tolak ukur untuk melihat pelayanan di rumah

sakit tersebut.1,11

Faktor Penderita

Penderita yang masuk ke rumah sakit adalah orang-orang yang umumnya sudah

lama sakit, sehingga mempunyai daya tahan tubuh yang rendah, gizi yang jelek dan

dengan usia tua, yang semuanya merupakan faktor yang dapat lebih mempermudah

terjadinva infeksi. Pengobatan steroid atau terapi imunologis, juga merupakan faktor

yang dapat mempermudah infeksi.2

Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh

terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis

seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS.

Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman

19

Page 20: Infeksi Nosokomial Fix Orto

yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat

menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan

penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan

pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.9

Faktor Antibiotika

Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun

1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan

disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan

berlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini

menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka

mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromise. Resistensi dari bakteri

di transmisikan antar pasien dan faktor resistensinya di pindahkan antara bakteri.

Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multipikasi dan

penyebaran strain yang resistan. Penyebab utamanya karena :Penggunaan antibiotika

yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi dan

pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat, Kesalahan diagnosa.

Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang

resisten terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman

terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk

terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari

pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap

banyak antibiotika, begitu juga klebsiella dan Peudomonas aeruginosa juga telah

20

Page 21: Infeksi Nosokomial Fix Orto

bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara

berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia. Infeksi

nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit,

dan menjadi sangat penting karena : meningkatnya jumlah penderita yang dirawat,

seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur,

mikororganisme yang baru (mutasi) dan meningkatnya resistensi bakteri terhadap

antibiotika

2.7 PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL

Untuk meniadakan perkembangan infeksi pada penderita yang sedang dirawat

di rumah sakit perlu diperhatikan beberapa hal yang pokok. Pokok-pokok dan

penanganan infeksi nosokomial dapat dikelompokkan dalam beberapa butir sebagai

benikut:

A. Kewaspadaan universal

Kewaspadaan universal adalah suatu konsep penanggulangan infeksi dimana

strategi pelaksanaannya menitikberatkan pada pengendalian penyeberangan infeksi

yang terjadi melalui darah dan cairan tubuh secara universal tanpa memandang status

infeksi dan pasien. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh

sangat potensial menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas

kesehatan. Prinsip utama Prosedur Kewaspadaan Universal kesehatan adalah menjaga

hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga

pninsip tersebut dijabarkan menjadi 5 kegiatan pokok yaitu: 6-7,10

21

Page 22: Infeksi Nosokomial Fix Orto

1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang

Tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yaitu:

Cuci tangan higienik atau rutin : dilakukan dengan air mengalir dan sabun

antiseptik. Cuci tangan mtin mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan.

Cuci tangan rutin sebelum bekerja dimaksudkan untuk melindungi penderita,

sedangkan cuci tangan setelah bekerja disamping untuk melindungi penderita

lain, juga untuk melindungi din petugas sendiri dan infeksi.

Cuci tangan aseptik: sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan

menggunakan antiseptik atau setelah tangan kontak dengan darah atau duh

tubuh penderita. Dilakukan dengan air mengalir dan sabun antiseptik,

kemudian larutan savlon, dan alkohol 70 %, atau antiseptik yang lain.

Cuci tangan bedah : disamping tangan dicuci dengan sabun, antiseptik dan

air, maka harus dilakukan penyikatan kulit tangan minimal 15 menit untuk

menghilangkan sebanyak mungkin bakteri penghuni pori-pori kulit Cuci

tangan ini dilakukan sebelum melakukan tindakan bedah.

2. Pemakalan alat pelindung.

Pada waktu bekerja harus selalu dijaga agar bagian tubuh petugas tidak kontak

dengan darah atau duh tubuh penderita. Hal ini bisa dilakukan dengan memakai

alat pelindung pada waktu melakukan pelayanan atau tidakan medis yang

memungkinkan terjadinya kontak antara tubuh petugas dengan darah atau duh

tubuh lain. Alat pelindung yang digunakan berupa : sarung tangan, pelindung

22

Page 23: Infeksi Nosokomial Fix Orto

wajah atau masker atau kaca mata penutup kepala, gaun pelindung (baju kerja atau

celemek), sepatu pelindung.6-7,10

Baju kerja, gaun operasi, jas praktiukum atau celemek, yang dipakai

sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Pada keadaan dimana ada

kemungkinan darah atau duh tubuh bisa mencemari kaki, maka harus

digunakan sepatu yang tertutup

Sarung tangan dipakai untuk melindungi tangan dan pencemaran darah atau

duh tubuh. Jenis sarung tangan yang dipakai pun harus sesuai dengan

pekerjaan. misalnya sarung tangan operasi yang steril di pakai untuk

pekerjaan medis dan sarung tangan domestik dipakai pada pekerjaan non-

medis, misal pada saat perawat memandikan penderita atau pada saat

melakukan pekerjaan pembersthan Iingkungan.

Masker, penutup kepala, dan kaca mata, dipakai sesuai dengan pekerjaan

yang dilakukan. Masker dan kaca mata dipakai bila ada kemungkinan adanya

percikan darah atau duh tubuh, misalnya pada operasi atau pencabutan gigi.

Penutup kepala dipakai bersama masker untuk menghindari penderita dan

pencemaran bakteri yang berasal dan tubuh petugas. Disamping itu masker

juga dipakai untuk melindungi petugas dari penularan bakteri lewat udara,

misalnya bila bekerja path bangsal atau poliklinik penyakit paru-paru, atau

bekerja di laboratorium mikrobiologi.

3. Pengelolaan alat kesehatan

23

Page 24: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Pengelolaan alat bertujuan meneegah penyebaran infeksi melalui alat

kesehatan, atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi stenil dan siap pakai.

Penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4 tahapan yaitu: dekontaminasi,

pencucian, sterilisasi atau DTT dan penyimpanan.6-7,10

Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mematikan semua virus

dan sebagian besar untuk vegetatif bakteri. Semua barang dan alat yang

terkontaminasi dengan darah dan duh tubuh penderita, sebelum dicuci harus

didekontaminasi dulu dengan merendamnya dalam cairan sunclin (chlorin)

0,5-5 % selama 5-30 menit. Dengan merendam dalam cairan sunclin 5 %,

maka semua virus sudah dimatikan dalam 5 menit. Dekontaminasi ini

terutama bertujuan untuk melindungi petugas dan kemungkinan tertular

infeksi.

Pencucian alat, setelah dekontaminasi dilakukan pembersihan yang

merupakan langkah penting yang harus dilakukan. Tanpa pembersihan yang

memadai maka pada umumnya proses disinfeksi atau sterilisasi selanjutnya

menjadi tidak efektif. Kotoran yang tertinggal dapat mempengamhi fungsinya

atau menyebabkan reaksi pirogen bila masuk kedalam tubuh pasien. Pada

pencucian digunakan deterjen dan air. Pencucian harus dilakukan dengan

teliti sebingga darah atau cairan tubuh lain, janingan, bahan organik dan

kotoran betul-betul hilang dafi permukaan alat tersebut, Peralatan yang sudah

bersih dibilas dan dikeringkan dahulu sebelum diproses lebih lanjut.

24

Page 25: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mematikan semua bentuk

mikroorganisme. Cara sterilisasi yang balk untuk alat medis dan logam adalah

dengan panas basah diatas 100°C (autoclave), dan yang dan karet atau plastik

sebaiknya disterilkan dengan sinar ultraviolet.

Penyimpanan alat kesehatan, penyimpanan yang baik sama pentingnya

dengan proses sterilisasi atau disinfeksi itu sendini. Ada dua macam alat

dilihat dan cara penyimpanannya, yakni alat yang dibungkus dan yang tidak

dibungkus. Alat yang dibungkus, umur steril (shelf life)-selama peralatan

masih terbungkus, semua alat steril dianggap tetap steril tergantung ada atau

tidaknya kontaminasi. Alat yang tidak dibungkus harus digunakan segera

setelah dikeluarkan. Alat yang tersimpan pada wadah steril dan tertutup

apabila yakin tetap steril paling lama untuk 1 minggu, tetapi kalau ragu-ragu

harus disterilkan kembali.

4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan

Benda tajam sangat beresiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga

meriingkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Untuk

menghindari perlukaan atau kecelakaan keija maka semua benda tajam harus

digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak boleh

digunakan lagi. Sterilitas jarum suntik dan alat kesehatan lain yang menembus

kulit atau mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril tidak dapat dijamin jika

alat-alat tersebut didaur ulang walaupun sudah di otoklaf. Tidak dianjurkan untuk

melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan karena 17 % kecelakaan

25

Page 26: Infeksi Nosokomial Fix Orto

kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama pemakaian, 70 % terjadi

sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan serta 13 % sesudah pembuangan.

Hampir 40 % kecelakaan ini dapat dicegah dan kebanyakan kecelakaan kerja

akibat melakukan penyarungan jarum suntik setelah penggunanya.6-7

Seperti prosedur pengelolaan alat kesehatan lainnya maka petugas harus

selalu mengenakan sarung tangan tebal, misalnya, saat mencuci alat dan alat

tajam. Risiko kecelakaan sering teijadi pada saat memindahkan alat tajam dan

satu orang ke orang lain, oleh karena itu tidak dianjurkan menyerahkan alat tajam

secara langsung, melainkan menggunakan teknik tanpa sentuh (hands free) yaitu

menggunakan nampan atau alat perantara dan membiarkan petugas mengambil

sendiri dari tempatnya, terutama pada prosedur bedah. Risiko perlukaan dapat

ditekan dengan mengupayakan situasi kerja dimana petugas kesehatan

mendapatkan pandangan bebas tanpa halangan, dengan cara meletakkan pasien

pada posisi yang mudah dilihat dan mengatur sumber pencahayaan yang baik.

Pada dasarnya adalah menjalankan prosedur kerja yang legeartis, seperti pada

penggunaan forset atau pinset saat mengerjakan penjahitan.6-7,11

Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah pada

saat petugas berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai kedalam

tutupnya. Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum

suntik tersebut melainkan langsung saja dibuang ketempat penampungan

sementaranya, tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian tajamnya seperti

dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika jarum terpaksa ditutup

26

Page 27: Infeksi Nosokomial Fix Orto

kembali (recapping), gunakanlah cara penutupan jarum dengan satu tangan

(single handed recapping methode) untuk mencegah jari tertusuk jarum.6

Sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir atau tempat pemusnahan,

maka diperlukan satu wadah penampungan sementara yang bersifat kedap air dan

tidak mudah bocor serta kedap tusukan. Wadah penampungan janim suntik bekas

pakai harus dapat dipergunakan dengan satu tangan, agar pada waktu

memasukkan jarum tidak usah memeganginya dengan tangan yang lain. Wadah

tersebut ditutup dan di ganti setelah % bagian terisi dengan limbah, dan setelah

ditutup tidak dapat dibuka kembali sehingga isi tidak tumpah. Hal tersebut

dimaksudkan untuk menghindari perlukaan pada pengelolaan sampah selanjutnya.

Limbah tajam ditangani bersama limbah medis. Wadah benda tajam merupakan

limbah medis dan harus dimasukkan kedalam kantong medis sebelum insinerasi.

Idealnya semua benda tajam dapat diinsinerasi, tetapi bila tidak mungkin dapat

dikubur dan dikaporisasi bersama limbah lain. Apapun metode yang akan

digunakan haruslah tidak memberikan kemungkinan perlukaan benda tajam.6

5. Pengelolaan limbah dan sanitasi lingkungan.

1. Limbah Umum Atau Sampah Rumah Tangga

Semua limbah yang tidak kontak dengan tubuh pasien umumnya dikenal

sebagai sampah non-medik, yakni sampah-sampah yang dihasilkan dan

kegiatan di ruang tunggu pasien atau pengunjung, ruang administrasi dan

kebun. Sampah jenis ini meliputi sisa makanan, sisa pembungkus makanan,

27

Page 28: Infeksi Nosokomial Fix Orto

plastik dan sisa pembungkus obat. Sampah jenis ini dapat langsung dibuang

melalui pelayanan pengelolaan sampah kota.11

2. Limbah Klinis

Limbah klinis merupakan tanggung jawab rumah sakit, sarana kesehatan

lain dan memerlukan perlakuan khusus. Karena dapat memiliki potensi

menularkan penyakit maka di kategorikan sebagai limbah berisiko tinggi.6-7

Limbah Klinis antara lain:

Darah atau cairan tubuh lainnya, material yang mengandung darah kering

seperti verban, kassa dan benda-benda dan kamar bedah

Sampah organik, misalnya jaringan, potongan tubuh dan plasenta

Benda-benda tajam bekas pakai, misalnya jarum suntik, jarum jahit, pisau

bedah, tabung darah, pipet atau jenis gelas lainnya yang bersifat infeksius

(contoh, sediaan apus darah).

Cara penanganan Limbah kilnis:

Sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir atau pembakaran (insinerator)

semua jenis limbah klinis ditampung dalam kantong kedap air, biasanya

berwama kuning

Ikat secara rapat kantong yang sudah berisi 2atau 3 penuh

3. Limbah Laboratorium

Setiap jenis limbah yang berasal dan laboratonium dikelompokkan sebagai

limbah berisiko tinggi.

28

Page 29: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Cara penanganan limbah laboratorium:

Sebelum keluar dan ruang laboratorium dilakukan sterilisasi dengan

otoklaf selanjutnya ditangani secara prosedur pembuangan limbah klinis

Cara penanganan terbaik untuk limbah medis adalah dengan insinerasi

Satu-satunya can lain adalah menguburnya dengan metode kaponisasi.

B. Pengawasan atau surveilans infeksi nosokomial di rumah sakit.

Pengawasan kejadian infeksi nosokomial dilakukan dengan mengumpulkan data

kejadian infeksi nosokomial. Sumber data yang dipakai pada pengawasan ini adalah

dari semua unit pelayanan, berupa data klinis penderita rawat inap dan data dan

laboratorium utamanya dan laboratorium mikrobiologi klinik. Atau informasi dan

dokter atau perawat yang bertugas. Pengumpulan data bisa dilakukan secara

sistematik dan berkesinambungan. Data dari laboratonium mikrobiologi klinik bisa

dipakai sebagai peningatan dini adanya infeksi nosokomial.6

Manfaat surveilans antara lain:

Diperoleh data dasar frekuensi dan jenis infeksi nosokomial yang terjadi di rumah

sakit

Bisa dilihat perubahan-perubahan pola infeksi pada periode tertentu sehingga

dapat menilai efikasi tindakan pencegahan dan teknik pelaksanaan asuhan

keperawatan.

Dapat dideteksi dini adanya letupan infeksi (out-break) di rumah sakit

Dapat dideteksi tingkat resistensi bakteri yang diisolasi di rumah sakit tersebut

terhadap antibiotik.

29

Page 30: Infeksi Nosokomial Fix Orto

C. Pengobatan yang rasional terhadap penyakit infeksi

Rumah sakit harus melakukan pengawasan penggunaan antibiotik dengan ketat

dan melakukan monitoring kepekaan bakteri yang diisolasi di rumah sakit terhadap

antibiotik. Pengobatan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan perubahan

kepekaan bakteri misalnya karena mutasi. Walaupun, semakin banyak dibuktikan

bahwa penggunaan proflaksis antibiotik pada tindakan bedah spesifik dapat

mengurangi prevalensi infeksi pasca bedah.7

D. Program sosialisasi dan pelatihan pengendalian infeksi nosokomial

Untuk dapat melaksanakan semua strategi pengendalian infeksi dengan baik

maka harus dilakukan sosialisasi dan pelatihan.6

Sosialisasi dilakukan terhadap semua staf rumah sakit, mulai dari staf

administrasi sampai para professional serta sosialisasi untuk masyarakat umum.

Sosialisasi untuk staf rumah sakit dilakukan dengan pertemuan-pertemuan dan

marka-marka peringatan dan lain-lain. Sosialisasi untuk masyarakat pengguna rumah

sakit bisa dilakukan melalui marka-marka peringatan, selebaran-selebaran, ceramah,

mass-media tulisan dan elektronik, dan media komunikasi iainnya.2

Pelatihan dilakukan terhadap staf rumah sakit utamanya yang bekerja pada

daerah -daerah rawan infeksi. Pelatihan dilaksanakan dengan kurikulum pelatihan

orang dewasa, yang bertujuan agar semua staf rumah sakit dapat melaksanakan

program pengendalian dengan benar, sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang

pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan pegawai.2

30

Page 31: Infeksi Nosokomial Fix Orto

2..8 UNIT RUMAH SAKIT YANG RENTAN TERHADAP INFEKSI

NOSOKOMIAL

Pada dasarnya semua unit pelayanan, satuan pelayanan dan instalasi pelayanan

yang berhubungan dengan penderita atau dengan darah dan duh tubuh penderita

merupakan daerah yang rentan terhadap infeksi nosokomial. Juga pada pelayanan

dimana dirawat penderita dengan pertahanan tubuh yang tidak normal atau kurang,

Misalnya pada unit pelayanan rawat intensif, ruang perawatan bayi, ruang perawatan

geriatri, atau ruang perawatan penderita yang mendapat pengobatan khemoterapi dan

lain-lain obat yang menekan sistem petahanan tubuh.1,2,5

Bagi penderita risiko terkena infeksi nosokomial tentu lebih besar pada unit-unit

pelayanan dimana banyak dilakukan tindakan medis, misalnya di Unit Pelayanan

Intensif, Unit Pelayanan Hemodialisa, Unit Pelayanan Bedah, dan Unit Pelayanan

Gigi dan Mulut. Tingginya risiko infeksi nosokomial pada penderita-penderita yang

dirawat pada unit rawat intensif, dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :2,8-9

Kebanyakan penderita yang dirawat pada unit mi, menderita penyakit bent yang

menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.

Pada penderita penyakit yang serius biasanya terjadi perubahan flora normal dan

usus. Penggunaan antibiotika menyebabkan perubahan flora normal, sehingga

usus lebih banyak dihuni oleh mikroba-mikroba yang resisten terhadap lebih dan

satu antibiotika (bakteri-multiresisten)

Pada unit mi biasanya penderita menjalani bermacam-macam prosedur invasif,

baik untuk terapi maupun untuk monitoring, yang semuanya dapat menjadi

31

Page 32: Infeksi Nosokomial Fix Orto

vehicle yang potensial untuk penyebaran infeksi, atau memindahkan mikroba dafi

habitat normalnya ke tempat lain.

Biasanya prosedur untuk penyelamatan hidup penderita lebih diperhatikan, bila

dibanding prosedur untuk pencegahan infeksi.

Penempatan penderita dalam jarak yang dekat memudahkan penularan penyakit

infeksi.

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 DASAR PEMIKIRAN DAN VARIABEL YANG DITELITI

Penderita dengan penyebab apapun yang dirawat di suatu rumah sakit akan

mempunyai kesempatan terkena infeksi nosokomial. Beberapa faktor yang berperan

dalam terjadinya infeksi nosokomial adalah daya tahan tubuh, sumber infeksi (pasien

32

Page 33: Infeksi Nosokomial Fix Orto

lain, tenaga medis, pengunjung), dan faktor-faktor lain yang bias mempengaruhi

(lama perawatan, durasi operasi, ruang perawatan).

Pada penelitian ini yang akan diteliti meliputi variabel orang (manifestasi

penyakit), variabel waktu (lama perawatn sebelum operasi, durasi operasi, lama

perawatan setelah operasi).

1. Insidensi Infeksi Nosokomial : Pada penelitian ini akan diketahui jumlah infeksi

nosokomial di Bangsal Ortopedi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo periode

Oktober -Desember 2010

2. Manifestasi penyakit : Pada penelitian ini akan diketahui jenis infeksi nosokomial

yang terdapat di Bangsal Ortopedi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo periode

Oktober -Desember 2010

3. Lama perawatan sebelum operasi : Pada penelitian ini akan diketahui lama

perawatan sebelum operasi yang mempunyai kasus infeksi nosokomial terbanyak

4. Durasi operasi : Pada penelitian ini akan diketahui durasi operasi yang

mempunyai kasus infekasi nosokomial terbanyak

5. Lama perawatan setelah operasi : Pada penelitian ini akan diketahui lama

perawatan sebelum operasi yang mempunyai kasus infeksi nosokomial terbanyak

33

Page 34: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Diagram Kerangka Konsep

`

34

Infeksi Nosokomial

Insidensi Infeksi

nosokomial

Manifestasi penyakit

Lama perawatan sebelum operasi

Page 35: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Keterangan : Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang diteliti

3.2 DEFINISI OPERASIONAL

a. Infeksi Nosokomial

Infeksi yang didapatkan di rumah sakit dan terjadi setelah 48 jam perawatan di

rumah sakit, atas dasar gejala klinis maupun laboraturium dan pada penderita

tidak ditemukan tanda-tanda infeksi atau masa inkubasi dari penyakit yang

bersangkutan, pada saat penderita mulai dirawat.

b. Insidensi Infeksi Nosokomial

Angka kejadian infeksi nosokomial yang terjadi di bangsal ortopedi RSUP dr.

Wahidin Sudirohusodo periode Oktober-Desember 2010

35

Pasien lain dalam rumah sakit Tenaga medis atau para medis Lingkungan rumah sakit Instrumentasi Pengunjung

Durasi operasi

Lama perawatan setelah operasi

Page 36: Infeksi Nosokomial Fix Orto

c. Manifestasi Penyakit

Manifestasi penyakit infeksi nosokomial berdasarkan gejala klinik dan atau

penunjang (laboraturium dan foto thorax). Gejala yang sering dijumpai adalah

demam, sedangkan sebelumnya tidak menderita demam. Gejala lainnya sesuai

dengan bagian tubuh yang terinfeksi

1. Infeksi saluran kemih : manifestasinya demam (> 38 o C), nyeri suprapubik,

urgensi, frekuensi, dan kultur urin positif dengan jumlah kuman ≥ 105 per cm3

atau jenis kuman pada urin tidak lebih dari dua.

2. Infeksi bekas luka operasi : manifestasinya berupa pus pada luka insisi. Infeksi

dialami jika terjadi 30 hari setelah operasi

3. Infeski saluran napas : manifestasinya berupa batuk, nyeri dada, dan sputum

menjadi purulen, foto thorax berubah

4. Infeksi sistemik: manifestasinya berupa gejala sepsis seperti demam (> 38 o C

atau < 36,5o C), hipotensi, bradikardi, oligouri, hasil kultur darah tidak

menunjukkan kuman yang spesifik.

5. Infeksi sistem saraf pusat : manifestasinya berupa nyeri kepala, kejang, demam

(> 38 o C), defisit neurologis, dan penurunan kesadaran. Hasil kultur dari

jaringan otak atau dura positif, pemeriksaan antigen pada darah atau urin positif,

didapatkan hasil terdapat infeksi dari pemeriksaan radiologi (CT-Scan, dan

MRI).

36

Page 37: Infeksi Nosokomial Fix Orto

6. Infeksi saluran cerna : Manifestasinya berupa diare akut (feses cair lebih dari

12 jam) denagn atau tanpa muntah atau demam (> 38 o C), dan kultur kuman

positif.

7. Infeksi Hepar : manifestasinya berupa demam (> 38 o C), mual, muntah, nyeri

abdomen, ikterus, riwayat transfusi 3 bulan yang lalu. Kriterianya harus

memiliki minimal 2 gejala di atas. Hasil lab antigen atau antibodi hepatitis

A,B,C, atau D positif , peningkatan fungsi hati.

8. Infeksi kulit : manifestasinya berupa adanya pus, vesikel, atau bulla pada kulit,

yang dengan atau tanpa disertai nyeri, udem, merah, dan panas. Dapat juga

berupa ulkus dekubitus. Hasil lab dapat menunjukkan kultur darah positif,

antigen dari kultur jaringan atau darah seperti herpes simpleks, varicella zoster

positif.

9. Infeksi luka infus : terdapat flebitis

d. Lama Perawatan Sebelum Operasi

Lama perawatan di rumah sakit sebelum operasi adalah jangka waktu penderita

mulai dirawat sampai sesaat sebelum dilakukan operasi, dihitung dalam hari.

0-1 hari

2-3 hari

4-7 hari

> 7 hari

e. Durasi Operasi

37

Page 38: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Durasi operasi adalah jangka waktu pelaksanaan operasi, dari dimulainya

operasi sampai selesai operasi, dihitung dalam jam.

0-½ jam

½-2 jam

2-4 jam

>4 jam

f. Lama Perawatan Setelah Operasi

Lama perawatan setelah operasi adalah jangka waktu penderita dirawat setelah

dilakukan operasi sampai penderita pulang, dinyatakan dalam hari.

< 5 hari

5-10 hari

11-15 hari

> 15 hari

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan memberikan

gambaran umum tentang insidensi infeksi nosokomial, infeksi nosokomial menurut

manifestasi penyakit, lama perawatan sebelum operasi, durasi operasi, dan lama

perawatan setelah operasi.

38

Page 39: Infeksi Nosokomial Fix Orto

4.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Bangsal Ortopedi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo,

Makassar

4.3 WAKTU PENELITIAN

Waktu penelitian di mulai dari tanggal 28 Maret sampai 4 Juni 2011.

4.4 POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi adalah semua penderita yang pernah di rawat inap di Bangsal Ortopedi

RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, periode Oktober- Desember 2010

yang tercatat di bagian rekam medik.

2. Sampel adalah semua populasi yang memenuhi kriteria pemilihan sampel.

3. Kriteria pemilihan sampel terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi

a. Kriteria Inklusi

- Lama perawatan > 48 jam

- Di rawat di Bangsal Ortopedi Lontara 2 RSUP dr. Wahidin

Sudirohusodo

- Pasien yang dirawat oleh Bagian Ortopedi

- Diagnosis masuk jelas

- Penderita pasca operasi

b. Kriteria Ekslusi

39

Page 40: Infeksi Nosokomial Fix Orto

- Perjalanan penyakit tidak tertulis

- Dirawat di luar Bangsal Ortopedi Lontara 2 RSUP dr. Wahidin

Sudirohusodo

- Berkas rekam medik hilang

4. Cara pengambilan sampel diambil dengan menggunakan teknik total sampling

5. Besar sampel

Sampel penelitian ini diambil dari populasi terjangkau dan telah diseleksi

berdasarkan kriterian pemilihan sampel. Jumlah sampel yang memenuhi

persayaratan minimal untuk dapat dianalisis statistik sesuai dengan tujuan,

rancangan penelitian dan tingkat penelitian yang dikehendaki.

4.5 CARA PENGUMPULAN DATA

Data penelitian yang diambil berupa data sekunder yang diperoleh dari rekam

medik. Data dikumpulkan dengan cara memeriksa buku register pasien yang dirawat

inap di Bangsal Ortopedi Lontara 2 RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo RSUP dr.

Wahidin Sudirohusodo selama bulan Oktober-Desember 2010. Hal ini dilakukan

mulai tanggal 25 April sampai 6 Mei 2011. Dalam pencatatan ini sekaligus dilakukan

seleksi terhadap pasien yang akan diteliti. Dimana pasien yang tidak memenuhi

kriteria pemilihan sampel tidak dimasukkan. Jadi di Bagian Rekam Medik, hanya

diteliti pasien-pasien yang memenuhi kriteria pemilihan sampel.

40

Page 41: Infeksi Nosokomial Fix Orto

4.6 PENGELOLAAN DAN PENYAJIAN DATA

Semua data yang telah dikumpulkan dianalisa secara tabulasi dengan

menggunakan Microsoft Exel dan SPSS 17 kemudian hasil analisis yang diperoleh

disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan penjelasan.

BAB V

HASIL PENELITIAN

41

Page 42: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Setelah dilakukan pencatatan dan penelitian tentang infeksi nosokomial pada

penderita rawat inap di bangsal bedah saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

periode Oktober-Desember 2010 diperoleh data populasi 210 orang. Setelah

dilakukan seleksi, yang memenuhi kriteria sampel sebanyak 71 orang. Dari 71 orang

ditemukan penderita infeksi nosokomial sebanyak 35 orang atau sekitar 49, 23 %

dengan jumlah kasus sebanyak 51 kasus.

Hasil pengolahan data yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian, maka

dapat disajikan sebagai berikut:

5.1 Jumlah Insidensi Infeksi Nosokomial

Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan data jumlah insidensi infeksi

nosokomial sebagai berikut:

Tabel 1

Insidensi Infeksi Nosokomial di Bangsal Bedah Saraf RS dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar Periode Oktober-Desember 2010

Jumlah Penderita Total Jumlah penderita dengan

infeksi nosokomial

Presentase (%)

71 35 49,23

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

42

Page 43: Infeksi Nosokomial Fix Orto

50.77%49.23%

Grafik 1Insidensi Infeksi Nosokomial di Bangsal Bedah Saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Oktober-

Desember 2010

Jumlah penderita yang tidak terinfeksi nosokomialJumlah penderita dengan infeksi nosokomial

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Berdasarkan tabel dan grafik di atas terlihat bahwa jumlah penderita infeksi

nosokomial adalah 35 orang (49,23 %) dari total keseluruhan penderita 71 orang.

5.2 Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial Menurut Umur

Berdasarkan hasil penelitian jumlah penderita infeksi nosokomial menurut umur

terbagi dalam kelompok anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Maka diperoleh

data yang digambarkan dalam bentuk tabel dan grafik sebagai berikut :

43

Page 44: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Tabel 2Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut umur di Bangsal Bedah

Saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Oktober-Desember 2010

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid < 15 TAHUN 9 25.7 25.7 25.7

15-19 TAHUN 5 14.3 14.3 40.0

20-60 TAHUN 21 60.0 60.0 100.0

Total 35 100.0 100.0

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Grafik 2

Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut umur di Bangsal Bedah Saraf

RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Oktober-Desember 2010

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

44

Page 45: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Berdasarkan tabel dan grafik 2 di atas terlihat bahwa jumlah penderita infeksi

nosokomial terbanyak pada kelompok umur dewasa sebanyak 21 orang (60%),

kemudian diikuti oleh anak-anak sebanyak 9 orang (25,7%), dan paling sedikit adalah

remaja sebanyak 5 orang (14,3%).

5.3 Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial Menurut Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian jumlah penderita infeksi nosokomial menurut jenis

kelamin diperoleh data yang digambarkan dalam bentuk data dan grafik sebagai

berikut :

Tabel 3

Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut Jenis Kelamin di Bangsal

Bedah Saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Oktober-

Desember 2010

JENIS KELAMIN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid LAKI-LAKI 25 71.4 71.4 71.4

PEREMPUAN 10 28.6 28.6 100.0

Total 35 100.0 100.0

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Grafik 3

45

Page 46: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut umur di Bangsal Bedah Saraf

RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Oktober-Desember 2010

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Berdasarkan tabel dan grafik 3 di atas terlihat bahwa jumlah penderita infeksi

nosokomial terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki sebesar 25 orang (71,4%),

sementara perempuan sebanyak 10 orang (28,6%).

5.4 Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut Manifestasi Penyakit

Berdasarkan hasil penelitian jumlah penderita infeksi nosokomial menurut

manifestasi penyakit diperoleh data infeksi nosokomial dalam bentuk infeksi saluran

kemih, infeksi bekas luka operasi, infeksi saluran napas, infeksi sistemik, infeksi

sistem saraf pusat, infeksi saluran cerna, infeksi hepar, infeksi kulit, infeksi luka

infus, yang digambarkan dalam bentuk tabel dan grafik berikut :

Tabel 4

46

Page 47: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut Manifestasi Penyakit di Bangsal

Bedah Saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Oktober-

Desember 2010

MANIFESTASI INK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid INFEKSI SALURAN KEMIH 7 13.7 13.7 13.7

INFEKSI BEKAS LUKA

OPERASI

2 3.9 3.9 17.6

INFEKSI SALURAN NAPAS 5 9.8 9.8 27.5

INFEKSI SISTEMIK 1 2.0 2.0 29.4

INFEKSI SISTEM SARAF

PUSAT

3 5.9 5.9 35.3

INFEKSI SALURAN CERNA 5 9.8 9.8 45.1

INFEKSI HEPAR 3 5.9 5.9 51.0

INFEKSI KULIT 3 5.9 5.9 56.9

INFEKSI LUKA INFUS 22 43.1 43.1 100.0

Total 51 100.0 100.0

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Grafik 4

Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut Manifestasi Penyakit di Bangsal

Bedah Saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Oktober-

Desember 2010

47

Page 48: Infeksi Nosokomial Fix Orto

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Keterangan:

1 : Infeksi Saluran Kemih

2: Infeksi Bekas Luka Operasi

3: Infeksi Saluran Napas

4: Infeksi Sistemik

5: Infeksi Sistem Saraf Pusat

6: Infeksi Saluran Cerna

7: Infeksi Kulit

8: Infeksi Hepar

9: Infeksi Luka Infus

Berdasarkan tabel dan grafik 4 di atas terlihat bahwa jumlah penderita infeksi

nosokomial terbanyak pada infeksi luka infus sebanyak 22 orang (43,1%), diikuti

48

Page 49: Infeksi Nosokomial Fix Orto

oleh infeksi saluran kemih sebanyak 7 orang (13,7%), infeksi saluran napas sebanyak

5 orang (9,8%), infeksi saluran cerna sebanyak 5 orang (9,8%), infeksi sistem saraf

pusat sebanyak 3 orang (5,9%), infeksi hepar sebanyak 3 orang (5,9%), infeksi kulit

sebanyak 3 orang (5,9%), infeksi bekas luka operasi sebanyak 2 orang (3,9%), dan

yang paling sedikit infeksi sistemik sebanyak 1 orang (2%).

5.5 Jumlah Infeksi Nosokomial menurut Lama Perawatan Sebelum Operasi

Berdasarkan hasil penelitian jumlah penderita infeksi nosokomial menurut

lama perawatan sebelum operasi diperoleh data yang digambarkan dalam bentuk data

dan grafik sebagai berikut :

Tabel 5

Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut Lama Perawatan Sebelum

Operasi di Bangsal Bedah Saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Periode Oktober-Desember 2010

PREOP1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 0-1 HARI 22 62.9 62.9 62.9

2-3 HARI 5 14.3 14.3 77.1

4-7 HARI 5 14.3 14.3 91.4

> 7 HARI 3 8.6 8.6 100.0

Total 35 100.0 100.0

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Grafik 5

49

Page 50: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut Lama Perawatan Sebelum

Operasi di Bangsal Bedah Saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Periode Oktober-Desember 2010

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Berdasarkan tabel dan grafik 5 di atas terlihat bahwa jumlah penderita infeksi

nosokomial terbanyak menurut lama perawatan sebelum operasi terbanyak adalah

pada perawatan 0-1 hari sebanyak 22 orang (62,9%), kemudian diikuti pada

perawatan 2-3 hari sebanyak 5 orang (14,3%), hari perawatan 4-7 hari (14,3%), dan

yang paling sedikt adalah pada perawatan > 7 hari sebanyak 3 orang (8,6%).

5.6 Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut Durasi Operasi

Berdasarkan hasil penelitian jumlah penderita infeksi nosokomial menurut lama

perawatan sebelum operasi diperoleh data yang digambarkan dalam bentuk data dan

grafik sebagai berikut :

50

Page 51: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Tabel 6

Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut Durasi Operasi di Bangsal

Bedah Saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Oktober-

Desember 2010

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 0-0.5 JAM 2 5.7 5.7 5.7

0.5-2 JAM 28 80.0 80.0 85.7

2-4 JAM 4 11.4 11.4 97.1

> 4 JAM 1 2.9 2.9 100.0

Total 35 100.0 100.0

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Grafik 6

Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut Durasi Operasi di Bangsal

Bedah Saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Oktober-

Desember 2010

51

Page 52: Infeksi Nosokomial Fix Orto

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Berdasarkan tabel dan grafik 6 di atas terlihat bahwa jumlah penderita infeksi

nosokomial terbanyak menurut durasi operasi terbanyak adalah pada durasi operasi

0,5-2 jam sebanyak 28 orang (80%), diikuti pada durasi operasi 2-4 jam sebanyak 4

orang (11%), durasi operasi 0-0,5 jam sebanyak 2 orang (5,7%), dan durasi operasi >

4 jam sebanyak 1 orang (2,9%).

5.7 Jumlah Infeksi Nosokomial menurut Lama perawatan Setelah Operasi

Berdasarkan hasil penelitian jumlah penderita infeksi nosokomial menurut lama

perawatan setelah operasi diperoleh data yang digambarkan dalam bentuk data dan

grafik sebagai berikut :

Tabel 7

Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut Lama Perawatan Sebelum

Operasi di Bangsal Bedah Saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Periode Oktober-Desember 2010

52

Page 53: Infeksi Nosokomial Fix Orto

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid < 5 HARI 6 17.1 17.1 17.1

5-10 HARI 12 34.3 34.3 51.4

11-15 HARI 5 14.3 14.3 65.7

> 15 HARI 12 34.3 34.3 100.0

Total 35 100.0 100.0

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Grafik 7

Jumlah Penderita Infeksi Nosokomial menurut Lama Perawatan Sebelum

Operasi di Bangsal Bedah Saraf RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Periode Oktober-Desember 2010

53

Page 54: Infeksi Nosokomial Fix Orto

(sumber : Rekam Medik RS dr. Wahidin Sudirohuasodo, Makassar)

Berdasarkan tabel dan grafik 5 di atas terlihat bahwa jumlah penderita infeksi

nosokomial terbanyak menurut lama perawatan setelah operasi terbanyak adalah

pada perawatan lebih dari 15 hari sebanyak 12 orang (34,3%), diikuti dengan

perawatan 5-10 hari sebanyak 12 orang (34,3%), perawatan < 5 hari sebanyak 6 hari

(17,1%), dan perawatan 11-15 hari sebanyak 5 orang (14,3%).

54