paper nitnot
DESCRIPTION
1TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia setiap tahunnya terus melaksanakan pembangunan di segala bidang.
Segala kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan sebagainya
yang berkembang sedemikian pesatnya menuntut penyediaan sarana dan prasarana yang
baik dan cukup demi menunjang segala aktifitas. Salah satu sarana yang paling penting
sebagai penunjang berbagai kegiatan tersebut yaitu sarana jalan. Pada kenyataannya
sarana jalan tidak dapat mengimbangi pertumbuhan kendaraan bermotor. Mengakibatkan
timbulnya masalah baru yaitu masalah perkerasan jalan yang umur rencananya tidak
sesuai lagi dari perkiraan awal. Dimana umur rencana dari suatu jalan menjadi lebih
pendek dari perencanaan perhitungan.
Prasarana jalan merupakan fasilitas yang sangat penting dalam menunjang kehidupan
dan kualitas hidup masyarakat. Sejumlah bagian jalan banyak dijumpai dalam kondisi
rusak, dengan berbagai jenis tingkatannya. Sesuai dengan kondisi alam daerah-daerah di
Indonesia mengalami musim hujan, sehingga kerusakan jalan sering dikaitkan dengan
fenomena alam ini. Perbaikan sulit dilakukan khususnya konstruksi jalan lentur,
sedangkan negara Indonesia hampir 80% menggunakan aspal sebagai pembuat jalan.
Kerusakan mengakibatkan lumpuhnya perekonomian, meningkatnya biaya
transportasi karena waktu perjalan menjadi lebih lama. Kerusakan kendaraan akibat
guncangan pada jalan berlubang dan meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas
khususnya kendaraan roda dua karena terjebak oleh kondisi jalan yang rusak dan
berlubang. Kerusakan jalan disebabkan juga oleh beban lalu lintas yang berlebih.
Secara umum struktur perkerasan dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu :
struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur perkerasan kaku (Rigid
Pavement). Pengelompokkan struktur perkerasan tersebut pada umumnya lebih
didasarkan pada bahan perkerasan yang digunakan. Struktur perkerasan lentur umumnya
menggunakan lapisan aspal sebagai lapisan permukaan. Sedangkan struktur perkerasan
kaku menggunakan pelat beton semen sebagai komponen struktur utamanya.
Struktur perkerasan lentur terdiri dari lapisan permukaan (surface course), lapisan
pondasi (base course) , lapisan pondasi bawah (subbase course) dan lapisan tanah dasar
(subgrade). Lapisan permukaan yang umumnya menggunakan bahan campuran aspal
(aspal dan agregat) dapat dibedakan menjadi 2 lapisan, yaitu : lapisan penutup (wearing)
dan lapisan utama (binder). Bahan lapisan utama seringkali dibuat sama dengan bahan
lapisan penutup, tetapi terkadang lapisan utama menggunakan ukuran nominal agregat
yang lebih besar. Lapisan pondasi atas dan lapisan pondasi bawah dapat menggunakan
bahan agregat dengan atau tanpa bahan pengikat (seperti : aspal,semen atau kapur),
dimana bagian lapisan pondasi atas (base course).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumuan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan perkerasan jalan ?
2. Bagaimana standar material yang digunakan untuk suatu perkerasan jalan ?
3. Bagaimana solusi untuk mengatasi kerusakan yang terdapat di ruas-ruas jalan di
Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Memenuhi salah satu persyaratan dalam mata kuliah Praktek Pengujian Material
Perkerasan Jalan.
2. Memberikan lebih banyak pemahaman dalam materi Praktek Pengujian Material
Perkerasan Jalan.
3. Mengetahui berbagai macam bahan material yang dipergunakan dalam suatu
perkerasan jalan, serta proses pelaksanaan dan standar-standar yang digunakan.
1.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan didukung dari studi literature atau studi kepustakaan, yaitu data
yang dihimpun dari hasil membaca dan mempelajari buku-buku atau sumber dari internet
yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas.
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam penyajiannya sebagai tugas mata kuliah Geometrik Jalan Raya, dibahas dan
dijelaskan dengan sistematika penulisan seperti berikut ini :
BAB I. PENDAHULUAN
Membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode
pengumpulan data dan sistematika penulisan.
BAB II. PEMBAHASAN
Membahas sejarah perkembangan jalan dan teori geometrik jalan raya
BAB IV. PENUTUP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Jalan Raya
Salah satu alasan adanya perkembangan jalan raya adalah karena adanya hasrat
manusia untuk melangsungkan hidupnya. Dengan hasrat itulah umat manusia terdorong
utnuk mencari nafkah terutama makan minum, serta mencari tempat berlindung terhadap
berbagai pengaruh yang mengancam kelangsungan hidupnya, antara lain karena akibat
perubahan cuaca, perubahan iklim, dan ganggguan binatang buas.
Oleh sebab itu, manusia perlu bergerak dan berpindah-pindah dari suatu tempat ke
tempat lain untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
2.1.1 Zaman purbakala
Pada zaman purbakala semula hanya berupa jalur jalan yang sempit yang dilalui oleh
satu orang yang disebut jalan setapak.
Setelah manusia berkembang biak dan mulai hidup berkelompok, secara musiman
mereka berpindah-pindah tempat untuk menemukan daerah yang dipandang dapat
memenuhi hasrat hidupnya. Kemudian jalan itu melebar dan mulai terbuat tangga-tangga
dan lorong-lorong yang lebar bila melalui hutan belantara. Maka jalan itu pun disebut
sebagai jalan musiman.
Penemuan-penemuan jalan purbakala adalah sebagai berikut:
1. Pada tahun 3500 SM ditemukan jalan yang telah diperkeras di Mesopotamia.
2. tahun 2500-2568 SM ditemukan jalan dari susunan blok-blok batu besar didaerah
Babilonia hingga Mesir di daerah padang pasir.
3. Tahun 1500 SM ditemukan permukaan jalan yang diperkeras dari batu-batuan di
pulau Crate (Kereta) di wilayah pantai timur laut tengah.
4. tahun 620 SM ditemukan jalan yang dibuat berlapis-lapis di wilayah Babilonia
diantara muara sungai Euphrat dan Tigris.
2.1.2 Zaman menuju modern
Penemuan-penemuan pada zaman modern adalah sebagai berikut:
1. Tahun 1595 ditemukan Danau Aspal Trinidad oleh Sir Walter Religh
2. Tahun 1718-1796 diperkenalkan suatu konstruksi jalan dari batu pecah oleh Pierre
Marie Jereme Tresaquet
3. Tahun 1790 diperkenalkan pembangunan jalan dengan Prinsip Desak oleh Thomas
Telford seorang Skotlandia, yaitu suatu konstruksi perkerasan jalan yang dibuat
menurut prinsip jembatan lengkung dari abtu belah, serta menambahkan susunan
batu-batu kecil di atasnya.
Gambar 2.1. Jalan Sistem Telford
4. Tahun 1815 diperkenalkan suatu teori oleh John London Mc Adam bahwa kekuatan
konstruksi perkerasan jalan terletak pada kekuatan tanah dasarnya dan kekuatannya
saling mengunci dari susunan batu besar yang ada pada lapisan tersebut (Teori
Prinsip Tumpang Tindih atau Konstruksi Makadam)
Gambar 2.2. Jalan Sistem Mac Adam
5. Tahun 1860 ditemukan mesin penggilas jalan (stom roller) oleh Lemoine, dan tahun
1867 ditemukan mesin penggilas jalan oleh Avelling dengan berat 30 ton.
6. Tahun 1878 ditemukan mesin penggerak kendaraan pengangkut barang oleh
Nokolous Otto.
7. Tahun 1858 ditemukan alat pemecah batu oleh Blade
8. Tahun 1880 ditemukan ban angin oleh Dunlop
9. Tahun 1880 ditemukan kendaraan bermotor bensin oleh Gottlieb Daimier and Karl
Benz
10. Tahun 1911 diperkenalkan teori tentang kandungan air dan sifat-sifat tanah oleh
Albert Atterberg.
2.1.3 Zaman modern
Revolusi terbesar dalam sejarah perkembangan jalan raya dimulai segera setelah
adanya penemuan mesin penggerak kendaraan pengangkut.
Pada tahun 1935 pembangunan jalan raya mulai dibuat dengan konstruksi yang lebih
baik agar tahan lama, mampu bertahan terhadap segala bentuk pengaruh cuaca, mampu
menyediakan fasilitas jalan dengan standar konstruksi yang tinggi, serta dapat melayani
kapasitas lalu lintas yang mampu memikul beban yang besar.
Pada tahun 1954-1973 AASHO (American Association of State Highway Official)
dan AASHTO (American of State Highway Transfortation Official) menetapkan
beberapa ketentuan standar perencanaan dan pembangunan jalan raya.
2.2 Perkerasan Jalan Raya
Perkerasan jalan raya adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan lapis
konstruksi tertentu, yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan
tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke tanah dasar secara
aman.
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah
dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana
transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang
berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka
pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan
jalan sangat diperlukan.
2.2.1 Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya
Konstruksi perkerasan terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan bahan ikat yang
digunakan serta komposisi dari komponen konstruksi perkerasan itu sendiri, antara lain:
1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
a. Memakai bahan pengikat aspal.
b. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke
tanah dasar.
c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya rutting (lendutan pada jalur
roda).
d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, jalan bergelombang (mengikuti
tanah dasar).
Gambar 2.1. Komponen Perkerasan Lentur
2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
a. Memakai bahan pengikat semen portland (PC).
b. Sifat lapisan utama (plat beton) yaitu memikul sebagian besar beban lalu lintas.
c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya retak-retak pada
permukaan jalan.
d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, bersifat sebagai balok di atas
permukaan.
3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement)
a. Kombinasi antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur.
b. Perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya
2.1.1 Fungsi Lapis Perkerasan
Supaya perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi
tetap ekonomis, maka perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis. Lapis paling atas
disebut sebagai lapis permukaan, merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Di
bawahnya terdapat lapis pondasi, yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah
dipadatkan.
1. Lapis Permukaan (LP)
Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan
dapat meliputi:
a. Struktural :
Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan,
baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk hal ini persyaratan
yang dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil.
b. Non Struktural, dalam hal ini mencakup :
1. Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada di
bawahnya.
2. Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan
memperoleh kenyamanan yang cukup.
3. Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak (skid
resistance) yang cukup untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas.
4. Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi
dengan yang baru.
Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan lagi, yaitu:
1. Lapis Aus (Wearing Course)
Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak
di atas lapis antara (binder course). Fungsi dari lapis aus adalah :
a. Mengamankan perkerasan dari pengaruh air.
b. Menyediakan permukaan yang halus.
c. Menyediakan permukaan yang kesat.
2. Lapis Antara (Binder Course)
Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak
di antara lapis pondasi atas (base course) dengan lapis aus (wearing course). Fungsi
dari lapis antara adalah :
a. Mengurangi tegangan.
b. Menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas sehingga harus
mempunyai kekuatan yang cukup.
2. Lapis Pondasi Atas (LPA) atau Base Course
Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan
lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah :
a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan.
b. Pemikul beban horizontal dan vertikal.
c. Lapis perkerasan bagi pondasi bawah.
3. Lapis Pondasi Bawah (LPB) atau Subbase Course
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi
dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah :
a. Penyebar beban roda.
b. Lapis peresapan.
c. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi.
d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.
4. Tanah Dasar (TD) atau Subgrade
Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian
atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah
dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. LASTON
Laston adalah lapis permukaan atau lapis fondasi yang terdiri atas laston lapis aus (AC-WC),
laston lapis permukaan antara (AC-BC) dan laston lapis fondasi (AC-Base). Pembuatan Lapis
Aspal Beton (LASTON) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau
lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberikan sumbangan daya dukung
yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi
dibawahnya. Sebagai lapis permukaan, Lapis Aspal Beton harus dapat memberikan
kenyamanan dan keamanan yang tinggi (Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton Untuk
Jalan Raya, SKBI – 2.4.26.1987)
1. Fungsi dan Sifat Laston
Laston adalah aspal campuran panas yang bergradasi tertutup (bergradasi menerus)
yang berfungsi sebagai berikut:
a. Sebagai pendukung beban lalu lintas.
b. Sebagai pelindung konstruksi dibawahnya.
c. Sebagai lapisan aus.
d. Menyediakan permukaan jalan yang rata dan tidak licin.
Sedangkan sifat-sifat dari Laston antara lain:
a. Kedap air.
b. Tahan terhadap keausan akibat lalu lintas.
c. Mempunyai nilai struktural.
d. Mempunyai stabilitas tinggi
e. Peka terhadap penyimpangan perencanaan dan pelaksanaan.
2. Bahan penyusun Laston
Berikut adalah penyusun dari kedua campuran tersebut.
a. Agregat
Agregat yang akan digunakan dalam pekerjaan harus sedemikian rupa agar campuran
beraspal panas dengan asbuton olahan, yang proporsinya dibuat sesuai dengan rumus
perbandingan campuran dan memenuhi semua ketentuan yang disyaratkan dalam
Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.
b. Penyerapan air oleh agregat maksimum 3 %.
c. Berat jenis (bulk specific gravity) agregat kasar dan halus minimum 2,5 dan
perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,2.
d. Agregat Kasar untuk rancangan adalah yang tertahan ayakan No.8 (2,36 mm) dan
harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki
lainnya dan memenuhi ketentuan.
e. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri atas pasir atau pengayakan
batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm) sesuai SNI 03-
6819-2002.
f. Pasir boleh digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum yang disarankan
untuk Laston (AC) adalah 10%.
g. Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.7.
e
h. Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi (filler) yang ditambahkan harus dari semen Portland. Bahan
tersebut harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki.
Debu batu (stonedust) dan bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan
bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-
4142-1996 harus mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (0,075mm) tidak
kurang dari 75% dari yang lolos ayakan No. 30 (0,600mm) dan mempunyai sifat
non plastis.
i. Gradasi agregat gabungan Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal,
ditunjukkan dalam Tabel 2.8. Laston harus berada di luar zona larangan (restriction
zone) dan berada dalam batas-batas titik kontrol (control point) yang diberikan dalam
Tabel 2.8.
j. Aspal
Aspal keras pen 60/70 yang digunakan harus memenuhi persyaratan pada Tabel
2.9. Untuk campuran beraspal panas dengan asbuton olahan, aspal yang digunakan
harus salah satu dari jenis, aspal yang dimodifikasi dengan Asbuton, bitumen
Asbuton modifikasi dan aspal keras Pen 60 apabila menggunakan Asbuton butir.
Persyaratan untuk bitumen Asbuton modifikasi bisa dilihat pada Tabel 2.10.
Pengambilan contoh aspal harus dilaksanakan sesuai dengan SNI 03-6399- 2000.
Pengambilan contoh bahan aspal dari tiap truk tangki harus dilaksanakan pada
bagian atas, bagian tengah dan bagian bawah. Contoh pertama yang diambil harus
langsung diuji di laboratorium lapangan untuk memperoleh nilai penetrasi dan titik
lembek. Pengambilan contoh pertama tersebut memenuhi ketentuan dari pedoman
ini. Bilamana hasil pengujian contoh pertama tersebut lolos ujian, tidak berarti
aspal dari truk tangki yang bersangkutan diterima secara final kecuali aspal dan
contoh yang mewakili telah memenuhi semua sifat-sifat yang disyaratkan dalam
pedoman ini.
Aspal harus di ekstraksi dari benda uji sesuai dengan cara SNI 03-3640- 1994.
Setelah konsentrasi larutan aspal yang terekstraksi mencapai 200 ml, partikel
mineral yang dianggap terkandung dipindahkan dengan alat sentrifugal.
Pemindahan ini dianggap memenuhi kadar abu dalam aspal yang diperoleh
kembali tidak lebih dari 1% (dengan pengapian). Aspal harus diperoleh kembali
dari larutan sesuai dengan prosedur SNI 03-6894-2002
B. LASBUTAG
Pekerjaan ini meliputi penyediaan suatu campuran yang terdiri dari batuan aspal alam
dari Buton, agregat dan bahan peremaja, dicampur secara dingin di tempat tertentu, serta
dihampar dan dipadatkan diatas lapis pondasi atas (base) yang telah disiapkan sesuai dengan
Spesifikasi ini dan memenuhi garis, elevasi dan penampang melintang dalam Gambar atau
sebagaimana diperlukan Direksi Pekerjaan.
Campuran aspal yang diproduksi sesuai dengan Spesifikasi ini umumnya mempunyai
kadar aspal yang lebih tinggi dan agregat yang bergradasi rapat. Campuran harus dirancang
dengan menggunakan prosedur khusus yang diberikan dalam Spesifikasi ini untuk menjaga
agar asumsi rancangan tentang kadar aspal efektif minimum, rongga udara, stabilitas,
kelenturan, tebal film aspal, keawetan, rasio filler terhadap aspal, dan viskositas aspal efektif,
harus dipenuhi secara tepat. Perlu dicatat bahwa cara konvensional untuk rancangan
campuran bergradasi rapat yang dimulai dengan usaha untuk memperoleh kepadatan
maksimum agregat yang memungkinkan, tidak boleh digunakan karena pendekatan ini
umumnya tidak akan menghasilkan campuran yang memenuhi Spesifikasi ini.
1. Standar Rujukan
a. Standar Nasional Indonesia (SNI) :
SNI 03-1968-1990 : Metode Pengujian Tentang Analisa Saringan Agregat Halus
dan Kasar.
SNI 03-1971-1990 : Metode Pengujian Kadar Air Agregat.
SNI 03-2417-1991 : Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Los
Angeles.
SNI 06-2432-1991 : Metode Pengujian Daktilitas Bahan-bahan Aspal.SNI 06-
2433-1991 : Metode Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Cleveland Open Cup
SNI 03-2439-1991 : Metode Pengujian Kelekatan Agregat Terhadap Aspal.
SNI 06-2440-1991 : Metode Pengujian Kehilangan Berat Minyak dan Aspal
dengan Cara A.
SNI 06-2456-1991 : Metode Pengujian Penetrasi Bahan-bahan Bitumen.
SNI 06-2488-1991 : Metode Pengujian Fraksi Aspal Cair Dengan Cara
Penyulingan.
SNI 06-2489-1991 : Metode Pengujian Campuran Aspal Dengan Alat Marshall.
SNI 06-2490-1991 : Metode Pengujian Kadar Air Aspal dan Bahan Yang
Mengandung Aspal.
SNI 03-2852-1992 : Tata Cara Pelaksanaan Lapis Asbuton Agregat (Lasbutag)
SNI 03-3645-1994 : Metode Pengujian Pelekatan dan Ketahanan Aspal Emulsi
Terhadap Air
SNI 03-4142-1996 : Metode Pengujian Jumlah Bahan Dalam Agregat Yang Lolos
Saringan No.200 (0,075 mm).
SNI 03-4428-1997 : Metode Pengujian Agregat Halus atau Pasir Yang
Mengandung Bahan Plastis Dengan Cara Setara Pasir.
SNI 03-4797-1998 : Metode Pengujian Pemulihan Aspal Dengan Alat Penguap
Putar.
SNI 13-6717-2002 : Tata Cara Penyiapan Benda Uji dari Contoh Agregat
SNI 03-6752-2002 : Metode Pengujian Kadar Air dan Kadar Fraksi Ringan dalam
Campuran Perkerasan Beraspal
SNI 03-6753-2002 : Metode Pengujian Pengaruh Air terhadap Kuat Tekan
Campuran Beraspal yang dipadatkan
SNI 03-6757-2002 : Metode Pengujian Berat Jenis Nyata Campuran Beraspal
Padat menggunakan Benda Uji Kering Permukaan Jenuh
SNI 03-6758-2002 : Metode Pengujian Kuat Tekan Campuran Beraspal
SNI 03-6822-2002 : Metode Pengujian Analisis Saringan Agregat Hasil Ekstraksi
SNI 03-6834-2002 : Metode Pengujian Konsistensi Aspal dengan Cara Apung
SNI 03-6890-2002 : Tata Cara Pengambilan Contoh Campuran Beraspal
SNI 03-6893-2002 : Metode Pengujian Berat Jenis Maksimum Campuran
Beraspal
RSNI S-01-2003 : Spesifikasi Aspal Berdasarkan Penetrasi Pd T-07-2004-B :
Pedoman Asbuton Campuran Panas
2. Toleransi
a. Tebal campuran yang dihampar harus dipantau dengan benda uji inti (core) atau
dengan cara lain yang disetujui Direksi Pekerjaan dan harus dilaksanakan oleh
Penyedia Jasa di bawah pengawasan Direksi Pekerjaan, bagaimanapun juga paling
sedikit harus diambil dua titik pengujian per penampang melintang per lajur dengan
jarak memanjang antar penampang melintang yang diperiksa tidak lebih dari 200 m,
dan jumlah benda uji inti (core) yang diambil atau pengukuran cara lainnya pada
setiap ruas yang diukur untuk pembayaran tidak kurang dari enam.
b. Tebal nominal campuran yang aktual dihampar pada setiap ruas jalan dari Pekerjaan
ini harus didefinisikan sebagai tebal rata-rata dari semua pengambilan benda uji inti
(core) di ruas itu.
c. Tebal nominal campuran yang aktual dihampar pada sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 6.4.1.2).b) harus sama atau lebih besar dari tebal nominal rancangan. Dalam
beberapa hal, menurut pendapatnya, Direksi Pekerjaan dapat menyetujui atau
menerima tebal rata-rata yang lebih kecil dari tebal nominal rancangan asalkan
Lasbutag yang terhampar itu mulus (sound) dan memenuhi semua ketentuan. Pada
setiap titik tebal lapisan yang telah dipadatkan tidak boleh berbeda 5 mm dari tebal
nominal rancangan.
d. Kerataan permukaan akhir Lasbutag di semua titik yang diukur dengan mistar lurus
sepanjang 3 m tidak boleh berbeda lebih dari 5 mm, penyesuaian dapat diberikan
untuk perubahan bentuk normal pada kurva vertikal dan pada punggung jalan. Mistar
lurus dapat dipasang secara memanjang atau melintang.
3. Bahan
a. Asbuton
Semua Asbuton yang akan digunakan harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi
Pekerjaan.
Sebelum memulai pekerjaan Penyedia Jasa harus sudah menumpuk bahan
Asbuton dalam kantong kedap air, paling sedikit 40 % kebutuhan Asbuton untuk
proyek tersebut dan selanjutnya tumpukan persediaan harus dipertahankan paling
sedikit 40 % kebutuhan sisanya.
Tempat untuk menumpuk Asbuton harus rata, terlindung dari air, bersih dari
tanaman, mudah mengalirkan air dan harus mampu menahan kendaraan berat
tanpa kerusakan selama musim hujan. Pada umumnya tempat ini memerlukan
suatu lapis pondasi yang dihampar dan dipadatkan agar mampu menahan
kendaraan berat. Lapis pondasi agregat ini harus mempunyai kelandaian paling
sedikit 3 % untuk menjaga agar air bebas mengalir.
Asbuton dalam kantong kedap air harus diletakkan dalam lapisan-lapisan dengan
tebal tiap lapis tidak lebih dari 1 m dan membentuk timbunan akhir yang
tingginya tidak lebih dari 200 meter.
Gradasi Asbuton harus memenuhi batasan gradasi dalam Tabel 6.4.21).
Kadar air Asbuton pada saat pencampuran dengan agregat dan bahan peremaja,
tidak boleh lebih besar dari 2 %.
Kadar aspal Asbuton rata-rata 25% denga toleransi 3% dan dengan standar deviasi
tidak lebih dari 2. Hal tersebut harus berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenamg.
Kadar aspal Asbuton harus ditentukan dengan metode Extraksi Reflux. Dalam
keadaan apapun tidak dibenarkan untuk menggunakan kadar aspal klasifikasi
Asbuton sebagai kadar aspal Asbuton untuk maksud-maksud rancangan
campuran.
Pengujian gradasi Asbuton sebelum ekstraksi dan agregat mineral Asbuton setelah
ekstraksi harus dilaksanakan dengan cara pencucian (washed grading).
b. Agregat – Umum
Agregat tidak boleh digunakan sebelum disetujui secara tertulis oleh Direksi
Pekerjaan. Bahan harus ditumpuk sesuai dengan ketentuan dalam Seksi 1.11.
Sebelum memulai pekerjaan Penyedia Jasa harus sudah menumpuk setiap fraksi
agregat pecah dan pasir untuk Lasbutag atau Latasbusir, paling sedikit untuk
kebutuhan satu bulan dan selanjutnya tumpukan persediaan harus dipertahankan
paling sedikit untuk kebutuhan campuran aspal satu bulan berikutnya.
Direksi Pekerjaan dapat menyetujui, atau memerintahkan penggunaan agregat
yang tidak memenuhi ketentuan gradasi yang disyaratkan dalam Pasal 6.4.2.3),
atau 6.4.2.4) asalkan dapat dibuktikan sampai dapat diterima oleh Direksi
Pekerjaan, bahwa Lasbutag yang dihasilkannya memenuhi sifat-sifat campuran
yang disyaratkan dalam Pasal 6.4.3.8).
Agregat Kasar
o Agregat kasar harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah atau kerikil
alam yang bersih, atau campuran dari bahan-bahan tersebut.
o Agregat kasar harus terdiri atas bahan yang bersih, keras, awet, bebas dari
lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan mempunyai
prosentase keausan tidak lebih dari 40 % pada 500 putaran sebagaimana
ditentukan dengan SNI 03-2417-1991.
o Bilamana “Kelekatan Agregat Terhadap Aspal” diuji sesuai dengan SNI
03-2439-1991, permukaan agregat yang terselimuti aspal tidak boleh
kurang dari 95 persen. Agregat yang tidak memenuhi ketentuan ini masih
dapat disetujui untuk digunakan bilamana bahan aditif yang digunakan
mengandung suatu bahan adhesi yang disetujui, dan menghasilkan
campuran yang menunjukkan penyelimutan aspal dan ketahanan terhadap
air memenuhi ketentuan ini. d) Agregat Halus. Agregat halus harus terdiri
dari satu atau beberapa jenis pasir atau batu pecah halus atau
kombinasinya. Agregat halus harus terdiri dari bahan yang bersih, keras,
bebas dari lempung atau bahan lain yang tidak dikehendaki. Batu pecah
halus yang dihasilkan dari batu harus memenuhi mutu dalam Pasal
6.4.2.3). Dalam segala hal, pasir yang kotor dan berdebu serta mempunyai
partikel lolos ayakan No.200 (0,075 mm) lebih dari 8 % atau pasir yang
mempunyai nilai setara pasir (sand equi-valent) kurang dari 50 sesuai
dengan SNI-03- 4428-1997, tidak diperkenankan untuk digunakan dalam
campuran. Pasir dengan kadar filler (lolos ayakan 75 mikron) yang rendah
(< 3 %) adalah lebih baik.
Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi yang ditambahkan biasanya tidak diperlukan dalam Lasbutag
karena Asbuton telah mengandung cukup banyak bahan pengisi (filler).
Bahan Peremaja
Bahan peremaja harus dipasok oleh suatu pusat distribusi atau harus dicampur di
lapangan. Bahan peremaja harus memenuhi ketentuan yang diberikan pada Tabel
6.4.2-2.
4. Campuran
a. Komposisi Umum dari Campuran
Campuran aspal ini pada dasarnya harus terdiri dari agregat kasar, agregat halus,
Asbuton, dan bahan peremaja. Bahan Pengisi (filler) biasanya tidak diperlukan karena
Asbuton mengandung banyak bahan pengisi (filler).
b. Kadar Aspal Campuran
Kadar aspal campuran total harus didefinisikan sebagai jumlah dari aspal Asbuton,
aspal semen dan minyak berat peremaja dalam campuran. Kadar aspal efektif
campuran didefinisikan sebagai kadar aspal total dikurangi aspal yang diserap agregat
kasar dan halus, tetapi tanpa pengurangan aspal yang diserap oleh agregat Asbuton.
c. Gradasi Agregat Asbuton
Asumsi gradasi agregat Asbuton, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.4.2-3 harus
digunakan dalam perencanaan gradasi agregat campuran.
Gradasi agregat Asbuton (gradasi dengan pencucian sesudah ekstraksi) dan
perkiraan proporsi penakaran campuran dapat dipilih sedemikian rupa batas-batas
rancangan fraksi filler (FF) dapat memenuhi asumsi gradasi agregat Asbuton diatas.
d. Gradasi gabungan campuran Asbuton
Gradasi agregat gabungan termasuk mineral Asbuton untuk campuran asbuton adalah
seperti diberikan dalam Tabel 6.4.2-4.
5. Ketentuan Khusus untuk Instalasi Pencampur Jenis Takaran (Batching Plant)
a. Pemasok (feeder) yang terpisah untuk masing-masing agregat dan Asbuton yang
digunakan dalam campuran harus disediakan. Pemasok agregat halus dan pemasok
Asbuton hendaklah dari jenis ban berjalan (belt). Atas persetujuan Direksi Pekerjaan,
pemasok jenis lain dapat digunakan bilamana pemasok tersebut terbukti dapat
membawa bahan basah secara konstan tanpa tersumbat.
b. Seluruh pemasok harus dikalibrasi, bukaan pintu dan pengaturan kecepatan untuk tiap
rumus perbandingan campuran yang disetujui harus ditandai dengan jelas pada tiap
pintu dan panil kendali instalasi. Sekali ditetapkan maka penyetelan pemasok tersebut
tidak boleh diubah kecuali atas persetujuan Direksi Pekerjaan. Setiap pintu harus
dilengkapi dengan indikator yang menunjukkan tinggi bukaan pintu dalam centimeter.
c. Suatu sistem pemasok terpisah yang digunakan untuk agregat, harus disediakan untuk
Asbuton sedekian rupa sehingga Asbuton dapat secara langsung dipasok ke dalam
kotak timbangan (weigh hopper) alat pencampur.
d. Bila ukuran agregat yang digunakan dalam campuran lebih besar dari 10 mm (untuk
sebagian terbesar dari campuran Lasbutag), instalsi pencampur harus dilengkapi
dengan paling sedikit satu ayakan untuk memisahkan agregat kasar dan agregat halus
sebelum dikirim menuju kotak timbangan. Satu ayakan harus mempunyai ukuran
lubang tidak lebih besar dari 10 mm. Ayakan yang lebih kecil dari 5 mm harus dilepas
untuk mencegah terjadinya penyumbatan.
e. Instalasi ini harus memiliki perlengkapan yang akurat untuk menimbang masing-
masing agregat dalam kotak timbangan. Semua tepi-tepi, ujung-ujung dan sisi-sisi
penampung timbangan harus bebas dari sentuhan setiap batang penahan dan batang
kolom atau perlengkapan lainnya yang akan mempengaruhi fungsi penampung yang
sebenarnya. Pintu pengeluaran (discharge gate) kotak penimbangan harus dapat
menutup rapat setelah kotak timbangan kosong kembali.
f. Pengaduk (Mixer)
Alat pencampur sistem penakaran (batch) adalah jenis pengaduk putar ganda ("twin
pugmill") yang mampu menghasilkan campuran yang seragam dan memenuhi rentang
toleransi rumus perbandingan campuran. Alat pencampur harus dirancang sedemikian
rupa agar memudahkan pemeriksaan visual terhadap campuran. Alat pencampur harus
memiliki kapasitas minimum 500 kg. Kotak pencampur harus dilengkapi dengan
penutup debu untuk mencegah hilangnya kandungan debu. Alat pencampur harus
memiliki suatu perangkat pengendali waktu yang akurat untuk mengendalikan
kegiatan dalam satu siklus pencampuran yang lengkap. Periode pencampuran kering
didefinisikan sebagai interval waktu antara pembukaan pintu kotak timbangan untuk
memasukkan agregat hingga saat akan mulai memasukkan bahan peremaja. Periode
pencampuran basah didefinisikan sebagai interval waktu antara penyemprotan bahan
peremaja kedalam agregat hingga saat dibukanya kotak penimbang untuk
memasukkan Asbuton ke dalam pengaduk (pugmill). Periode pengadukan Asbuton
didefinisikan sebagai interval waktu antara saat Asbuton dimasukkan ke dalam
pengaduk hingga saat dibukanya pengaduk untuk mengeluarkan campuran. Perangkat
pengendali waktu harus dapat disetel untuk suatu interval waktu tidak lebih dari 5
detik sampai dengan 5 menit untuk keseluruhan siklus. Penghitung (counter) mekanis
penakar harus dipasang sebagai bagian dari perangkat pengendali waktu dan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga hanya mencatat penakaran yang telah selesai
dicampur. Alat pencampur harus dilengkapi pedal (paddle) atau pisau (blade) dengan
jumlah yang cukup dan dpasang dengan susunan yang benar untuk menghasilkan
campuran yang seragam. Ruang bebas antara pisau-pisau (blades) dengan bagian
yang tidak bergerak maupun yang bergerak harus tidak melebihi 2 cm.
g. Ketentuan Khusus untuk Beton Molen
Pengaduk harus berbentuk sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan adukan
yang seragam, tanpa mengalami segregasi dan kebocoran selama pengadukan.
Pengaduk yang dapat berpindah pindah (mobile mixer) boleh digunakan selama
semua ketentuan dalam Pasal ini dapat dipenuhi. Untuk pengadukan Latasbusir
sebaiknya digunakan pengaduk jenis pedal (pengaduk berputar vertikal), jenis pan
(pengaduk berputar horisontal) atau jenis ribbon. Bilah-bilah pedal atau pan harus
disetel cukup rapat dengan dinding ruang pengaduk untuk mencegah terbentuknya
lengketan mortar di sepanjang dinding tersebut. Bila digunakan pengaduk jenis drum
berputar maka bagian dari drum harus dibersihkan dari lengketan mortar secara
berkala menurut petunjuk Direksi Pekerjaan.
6. Pelaksanaan
a. Prosedur Umum
Pembuatan dan Produksi Campuran Lasbutag
Campuran Lasbutag adalah suatu kombinasi campuran dingin antara batuan aspal
alam dari Buton (Asbuton butir), agregat dan bahan peremaja dicampur pada tempat
tertentu, serta dihampar dan dipadatkan diatas lapis perkerasan lama yang telah
disiapkan sesuai dengan spesifikasi dan memenuhi garis elevasi dan penampang
melintang dalam Gambar atau sebagaimana diperlukan Direksi Pekerjaan.
Alat dan Proses Pencampuran Lasbutag
Alat pencampur yang digunakan tipe beton molen atau instalasi pencampur aspal
(AMP) dan alat pencampur lainnya. Proses pencampuran Lasbutag , apabila
pencampuran menggunakan instalasi pencampur tipe timbangan, agregat dan asbuton
dimasukkan kedalam pencampur sambil diaduk dan terakhir dimasukkan peremaja
yang sudah dipanaskan sambil diaduk sampai homogin. Bilamana produksi yang
dilakukan dibawah 10 ton per jam dapat menggunakan alat pencampur tipe beton
molen sistim pedal.
b. Persiapan
Bahan
o Volume bahan Agregat kasar, agregat halus harus sudah siap kira-kira 40%
dari kebutuhan untuk keperluan produksi dan sudah memenuhi persyaratan
spesifikasi agregat.
o Ukuran butir asbuton harus seragam, kadar aspal dan kadar air sesuai
persyaratan yang telah ditetapkan oleh Direksi Pekerjaan.
o Stok bahan peremaja yang siap untuk produksi harus dilengkapi dengan data
kualitas bahan peremaja yang diperlukan.
Persiapan permukaan
Kinerja campuran Lasbutag yang akan dipasang dipengaruhi oleh kondisi
perkerasan dibawahnya. Kerusakan pada lapis perkerasan ada lapis perkerasan
pada bagian bawah dapat menyebabkan kerusakan campuran Lasbutag yang baru,
meskipun campuran tersebut dalam berbagai hal telah memenuhi persyaratan.
Untuk itu kesiapan permukaan perkerasan yang akan dilapis dengan campuran
beraspal (Lasbutag) yang baru akan kinerja perkerasan. Sebelum penghamparan
harus dilakukan pemasangan lapis resap pengikat atau lapis perekatpada
permukaan perkerasan yang telah diap dengan kualitas dan kuantitas sesuai
dengan persyaratan yang disetujui Direksi Pekerjaan.
Penghamparan diatas lapis beraspal
Untuk penghamparan campuran Lasbutag di atas lapis beraspal maka harus
dipenuhi bebberapa hal, antara lain:
o Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada permukaan, seperti retak, lubang,
alur, amblas dan jenis kerusakan lainnya harus sudah diperbaiki. Metode
perbaikan yang umum dipakai adalah dengan pembongkaran dan
penambalan, yaitu membuat persegi empat dengan luas yang cukup yang
meliputi daerah yang mengalami kerusakan tersebut. Material yang
dibongkar diganti dengan material pengganti yang mempunyai kekuatan
minimum sama dengan perkerasan disekitarnya.
o Untuk pemkerjaan campuran Lasbutag yang dilakukan lapis-berlapis
dalam satu pekerjaan, maka persyaratan kualitas dan kuantitas lapis
lasbutag dibawahnya harus sudah terpenuhi, termasuk pengujian
kepadatan, ketebalan dan elevasinya.
o Setelah bahan peremaja, agregat dan asbuton butir ditakar sesuai dengan
komposisi yang direncanakan, bahan tersebut dimasukkan kedalam alat
pencampu. Waktu pencampuran harus sesingkat mungkin untuk mencegah
oksidasi yang berlebih namun harus diperoleh penyelimutan yang cukup
pada butir agregat dan butir asbuton.
o Campuran Lasbutag diangkut kelokasi penghamparan menggunakan truk
(dump truck). Truk pengangkut campuran harus diperiksa dengan hati-hati
sebelum digunakan. Penggunaan pelapis bak dari minyak solar yang
dimaksudkan agar campuran tidak melekat pada bak truk. Solar atau oli
dapat mengakibatkan efek negatif pada campuran beraspal apalagi
berlebih.\ Untuk ketelitian pemeriksaan campuran, truk yang telah dimuati
ditimbang terlebih dahulu.
o Pemasangan lapis resap pengikat dan lapis perekat,Lapis resap pengikat
(prime coat) adalah lapisan ikat yang diletakkan di atas lapis
pondasiagregat, seangkan lapis perekat (tack coat) diletakkan diatas
lapisan beraspal atau lapis beton semen. Pemasangan lapi resap pengikat
atau lapis perekat dilaksanakan setelah permukaan lama dibersihkan
dengan kompressor udara atau sikat mekanis sehingga mosaik atau tekstur
perkerasan lama terlihat jelas. Tidak diijinkan adanya kotoran atau
gumpalan lempung.
o Penghamparan campuran lasbutag, Setelah permukaan perkerasan siap
seperti di uraikan pada butir 3).c) diatas, maka langkah selanjutnya adalah
penghamparan campuran Lasbutag. Tujuan utama dari penghamparan
adalah untuk meletakkan campuran lasbutag pada perkerasan lama dengan
lebar, elevasi dan kemiringan melintang dan ketebalan yang sesuai dengan
rencana dan menghasilkan tekstur yang seragam, tidak bergeser atau
beralur. Untuk mencapai tujuan tersebut harusmenggunakan alat
penghampar mekanis bermesin atau yang umum dikenal dengan finisher.
Meskipun menggunakan penghampar mekanis bermesin pengaturan dan
penyesuain perlu dilakukan pada alat tersebut untuk memperoleh hasil
yang maksimal.
Pemadatan campuran lasbutag
Pemadatan campuran lasbutag adalah proses pemampatan dan mengurangi rongga
udara dan meningkatkan berat isi campuran. Hasil dari pemadatan adalah
campuran yang mempunyai ikatan dan tahanan geser antara butir yang baik.
Pemadatan mempunyai dua tujuan penting, yaitu untuk memperoleh kekuatan dan
stabilitas campuran dan yang kedua dengan rongga udara yang sesuai maka
campuran menjadi relatif kedap terhadap air dan udara. Sifat kedap tersebut dapat
mencegah penuaan aspal akibat oksidasi dan mencegah masuknya air ke lapis
pondasi.
C. LAPIS PENETRASI MACADAM
Pekerjaan ini mencakup pelaksanaan pekerjaan lapis penetrasi yang terdiri dari
penghamparan agregat pokok dan agregat pengunci yang bergradasi terbuka dan
seragam yang diikat dengan aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan
lapis demi lapis. Apabila digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan
aspal dan dihampar agregat penutup. Pekerjaan ini dilaksanakan tidak hanya
pada lokasi yang terbatas seperti pekerjaan pengembalian kondisi.
1. Standar Rujukan
a. Standar Nasional Indonesia (SNI) :
SNI 03-2417-1991 : Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Los
Angeles.
SNI 03-2439-1991 : Metode Pengujian Kelekatan Agregat Terhadap Aspal.
SNI 03-4798-1998 : Spesifikasi Aspal Emulasi Kationik.
SNI 03-4799-1998 : Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Sedang.
SNI 03-4800-1998 : Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Cepat.
SNI 03-6751-2002 : Spesifikasi Bahan Lapis Penetrasi Makadam
SNI 03-6832-2002 : Spesifikasi Aspal Emulsi Anionik
RSNI S-01-2003 : Spesifikasi Aspal Keras Berdasarkan Penetrasi
ASTM D 4791 : Standard Test Method for Flat or Elongated Particles in Coarse
Aggregate.
2. Persyaratan Bahan
a. Persyaratan Agreagat
Bahan harus terdiri atas agregat pokok, agregat pengunci, agregat penutup (hanya
digunakan untuk lapis permukaan) dan aspal. Setiap fraksi agregat harus disimpan
terpisah untuk mencegah tercampurnya antar fraksi agregat dan harus bersih, kuat,
awet, bebas dari lumpur dan benda-benda yang tidak dikehendaki. Agregat Pokok,
Pengunci dan Penutup Agregat pokok dan pengunci harus memenuhi ketentuan SNI
03-6751-2002 dan memenuhi indeks kepipihan Maks.10 % dengan metode pengujian
ASTM D-4791. Gradasi Agregat Pokok, Pengunci dan Penutup Gradasi agregat
pokok dan pengunci bila diuji sesuai dengan SNI 03-1968-1990 harus memenuhi
gradasi sesuai SNI 03-6751 2002.
b. Persyaratan Aspal
Aspal haruslah salah satu dari berikut ini :
o Aspal keras Pen.80 atau Pen.60 yang memenuhi RSNI S-01-2003.
o Aspal emulsi CRS1 atau CRS2 yang memenuhi ketentuan SNI 03-4798-1998
atau RS1 atau RS2 yang memenuhi ketentuan SNI 03-6832-2002.
o Aspal cair penguapan cepat (rapid curing) jenis RC250 atau RC800 yang
memenuhi ketentuan SNI 03-4800-1998, atau aspal cair penguapan sedang
(medium curing) jenis MC250 atau MC800 yang memenuhi ketentuan SNI 03-
4799-1998. Jenis aspal lainnya mungkin dapat digunakan dengan persetujuan
Direksi Pekerjaan.
c. Persyaratan Kuantitas Agregat dan Aspal
Kuantitas agregat dan aspal untuk lapis pondasi atau lapis perata dan lapis permukaan
Penetrasi Macadam, harus sesuai dengan tebal lapisan rencana sesuai Tabel 6.5.2-1
dan sebelum pekerjaan dimulai harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan.
Penyesuaian takaran ini mungkin diperlukan selama Kontrak jika dipandang perlu
oleh Direksi Pekerjaan untuk memperoleh mutu pekerjaan yang disyaratkan.
3. Persyaratan Peralatan
Peralatan berikut ini harus disediakan untuk :
a. Penumpukan Bahan
Dump Truck
Loader
b. Di Lapangan
Mekanis : Penggilas tandem 6 - 8 ton atau penggilas beroda tiga 6 - 8 ton,
Penggilas beroda karet 10 - 12 ton (jika diperlukan), Alat Distributor aspal
atau hand sprayer sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6.1.2.(4), Truk
Penebar Agregat.
Manual : Penyapu, sikat, karung, keranjang, kaleng aspal, sekop, gerobak
dorong, dan peralatan kecil lainnya, Ketel aspal, Penggilas seperti cara
mekanis.
4. Pelaksanaan
a. Persiapan Lapangan
Permukaan yang akan diperbaiki harus disiapkan seperti di bawah ini:
Profil memanjang atau melintang harus disiapkan menurut rancangan potongan
melintang dan memanjang.
Permukaan harus bebas dari benda-benda yang tidak diinginkan seperti debu dan
bahan lepas lainnya. Lubang-lubang dan retak-retak harus diperbaiki sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 8.1.3.2) a) dan b) dari Spesifikasi ini
Permukaan aspal lama harus diberikan Lapis Perekat sesuai dengan ketentuan dalam
Seksi 6.1 dari Spesifikasi ini, sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
b. Penghamparan dan Pemadatan
Khusus untuk pekerjaan dengan cara manual, agregat dan aspal harus tersedia di
lapangan sebelum pekerjaan dimulai. Kedua bahan tersebut harus dijaga untuk
menjamin bahwa bahan tersebut bersih dan siap digunakan. Selama pemadatan
agregat pokok dan agregat pengunci, kerataan permukaan harus dipelihara. Bilamana
permukaan yang telah dipadatkan tidak rata, maka agregat harus digaruk dan dibuang
atau agregat ditambahkan seperlunya sebelum dipadatkan kembali. Temperatur
penyemprotan aspal harus sesuai dengan Tabel 6.6.3-1.
Bilamana jenis aspal lain digunakan, temperatur penyemprotan harus disetujui Direksi
Pekerjaan sebelum pelaksanaan pekerjaan dimulai.
c. Metode Mekanis
Penghamparan dan Pemadatan Agregat Pokok
Truk penebar agregat harus dijalankan dengan kecepatan yang sedemikian hingga
kuantitas agregat adalah seperti yang disyaratkan dan diperoleh permukaan yang rata.
Pemadatan awal harus menggunakan alat pemadat 6-8 ton yang bergerak dengan
kecepatan kurang dari 3 km/jam. Pemadatan dilakukan dalam arah memanjang,
dimulai dari tepi luar hamparan dan dijalankan menuju ke sumbu jalan. Lintasan
penggilasan harus tumpang tindih (overlap) paling sedikit setengah lebar alat
pemadat. Pemadatan harus dilanjutkan sampai diperoleh permukaan yang rata dan
stabil (minimum 6 lintasan).
Penyemprotan Aspal
Temperatur aspal dalam alat Distributor harus sesuai dengan temperatur yang
disyaratkan untuk setiap jenis aspal yang digunakan. Temperatur penyemprotan dan
takaran penyemprotan harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebelum pelaksanaan
dimulai dan harus memenuhi rentang yang disyaratkan masing-masing dalam Tabel
6.5.3-1 dan 6.5.2- 1. Cara penggunaan harus memenuhi ketentuan dalam Pasal
6.1.2.3).
Penebaran dan Pemadatan Agregat Pengunci.
Segera setelah penyemprotan aspal, agregat pengunci harus ditebarkan sesuai takaran
yang disyaratkan dan dengan cara yang sedemikian hingga tidak ada roda yang
melintasi lokasi yang belum tertutup agregat pengunci. Takaran penebaran harus
sedemikian hingga setelah pemadatan, rongga-rongga permukaan dalam agregat
pokok terisi dan agregat pokok masih nampak. Pemadatan agregat pengunci harus
dimulai segera setelah penebaran agregat pengunci dan harus seperti yang diuraikan
dalam Pasal 6.5.3.2).b).(1) Bilamana diperlukan, tambahan agregat pengunci dapat
dilakukan dalam jumlah kecil dan disapu perlahanlahan selama pemadatan.
Pemadatan harus dilanjutkan sampai agregat pengunci tertanam dan terkunci penuh
dalam lapisan di bawahnya.
Apabila Lapis Penetrasi Macadam digunakan sebagai lapis permukaan maka
pekerjaan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
o Penyemprotan aspal dilakukan sebagaimana penyemprotan aspal pada agregat
pokok.
o Penebaran dan pemadatan agregat penutup dilakukan sebagaimana penebaran
agregat pengunci.
d. Metode Manual
Penghamparan dan Pemadatan Agregat Pokok.
Jumlah agregat yang ditebar di atas permukan yang telah disiapkan harus
sebagaimana yang disyaratkan. Kerataan permukaan dapat diperoleh dengan
keterampilan penebaran dan menggunakan alat perata tangan seperti penggarok.
Pemadatan harus dilaksanakan seperti yang disyaratakan untuk metode mekanis.
Penyemprotan Aspal
Penyemprotan aspal dapat dikerjakan dengan menggunakan penyemprot tangan (hand
sprayer) dengan temperatur aspal yang disyaratkan. Takaran penggunaan aspal harus
serata mungkin dan pada takaran penyemprotan yang disetujui.
Penebaran dan Pemadatan Agregat Pengunci
Penebaran dan pemadatan agregat pengunci harus dilaksanakan dengan cara yang
sama untuk agregat pokok. Takaran penebaran harus sedemikian hingga setelah
pemadatan, rongga-rongga permukaan dalam agregat pokok terisi dan agregat pokok
masih nampak. Pemadatan harus sebagaimana yang disyaratkan untuk metode
mekanis.
Apabila Lapis Penetrasi Macadam digunakan sebagai lapis permukaan maka
pekerjaan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: (a) Penyemprotan aspal
dilakukan sebagaimana penyemprotan aspal pada agregat pokok. (b) Penebaran dan
pemadatan agregat penutup dilakukan sebagaimana penebaran agregat pengunci.
Pemeliharaan Agregat Pengunci
Khusus untuk Penetrasi Macadam sebagai lapis pondasi atau lapis perata maka
Penyedia Jasa harus memelihara permukaan agregat pengunci dalam kondisi baik
sampai lapis berikutnya dihampar.
D. LABURAN ASPAL SATU LAPIS (BURTU) & LABURAN ASPAL DUA
LAPIS (BURDA)
Pekerjaan ini mencakup pelaksanaan pekerjaan pelaburan aspal (surface dressing)
yang terdiri dari laburan aspal satu atau dua lapis, setiap lapis diberi pengikat aspal dan
kemudian ditutup dengan butiran agregat. Pelaburan aspal ini umumnya dihampar di atas
Lapis Pondasi. Agregat Kelas A yang sudah diberi Lapis Resap Ikat, atau di atas lapisan
beraspal.
1. Standar Rujukan
a. Standar Nasional Indonesia (SNI) :
SNI 03-2417-1991 : Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Los
Angeles.
SNI 03-2439-1991 : Metode Pengujian Kelekatan Agregat Terhadap Aspal.
SNI 03-3407-1994 : Metode Pengujian Sifat Kekekalan Bentuk Batu terhadap
Larutan Natrium Sulfat dan Magnesium Sulfat.
SNI 03-3979-1995 : Tata Cara Pelaksanaan Laburan Aspal Satu Lapis (Burtu)
untuk Permukaan Jalan
SNI 03-3980-1995 : Tata Cara Pelaksanaan Laburan Aspal Dua Lapis (Burda)
untuk Permukaan Jalan
SNI 03-4137-1996 : Metoda Pengujian Tebal dan Panjang Rata-rata Agregat
SNI 03-4798-1998 : Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik.
SNI 03-4799-1998 : Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Sedang.
SNI 03-4800-1998 : Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Cepat.
SNI 03-6750-2002 : Spesifikasi Bahan Laburan Aspal Satu Lapis (BURTU) dan
Bahan Laburan Aspal Dua Lapis (BURDA)
b. Brirish Standards : BS 3403 : Industrial Tachometers
2. Persyaratan Bahan
a. Persyaratan Agregat
Agregat yang digunakan untuk pekerjaan BURTU dan BURDA harus memenuhi SNI
03-6750-2002.
b. Persyaratan Aspal
Aspal yang dipakai untuk pekerjaan BURTU dan BURDA dapat salah satu dari jenis
aspal keras (Pen 120/150), aspal cair (MC 800 dan MC 3000), dan aspal emulsi
kationik (CRS-1 atau CRS-2) sesuai SNI 03-6750-2002. Temperatur penyemprotan
untuk masing-masing jenis aspal ditunjukkan pada Tabel 6.2.2-1.
Aspal yang dipanaskan pada temperatur penyemprotan selama lebih dari 10 jam pada
suhu penyemprotan seperti ditentukan pada Tabel 6.2.2.1 di atas atau telah dipanaskan
melebihi 200 °C, harus ditolak.
Bilamana pelaksanaan pelaburan terpaksa harus dilaksanakan dalam kondisi yang
kurang menguntungkan atau dalam kondisi cuaca yang tidak menguntungkan, atau
kelekatan aspal terhadap agregat (SNI 03-2439-1991) tidak memenuhi persyaratan
Direksi Pekerjaan dapat memerintahkan atau menyetujui penggunaan bahan anti
pengelupasan (anti-stripping agent) untuk meningkatkan ikatan antara agregat dan
aspal. Bahan tambah (additive) yang dipakai harus dari jenis yang telah disetujui
Direksi Pekerjaan dan proporsi yang diperlukan harus dicampur dalam bahan aspal
sampai merata sesuai petunjuk pabrik pembuatnya. Campuran ini harus disirkulasikan
dalam distributor minimum 30 menit pada kecepatan penuh pompa untuk memperoleh
campuran yang homogen.
3. Persyaratan Peralatan
Peralatan yang harus disediakan dan digunakan, harus sesuai ketentuan pada SNI 03-
3979-1995 dan SNI 03-3980-1995
4. Persyaratan Kerja
a. Kondisi Cuaca Yang Diijinkan
Pelaburan aspal harus dilaksanakan pada permukaan yang kering dan bersih, serta
tidak boleh waktu angin kencang, hujan atau akan turun hujan. Pelaburan aspal harus
dilaksanakan bilamana cuaca diperkirakan baik paling sedikit 24 jam setelah
pengerjaan. Aspal emulsi dan aspal cair tidak boleh disemprotkan menjelang malam
hari. Bilamana aspal keras digunakan maka temperatur permukaan perkerasan jalan
yang ada pada saat disemprotkan tidak boleh kurang dari 25 °C.
b. Ketentuan Lalu Lintas
Tempat kerja harus ditutup untuk lalu lintas pada saat pekerjaan sedang berlangsung
dan selanjutnya sampai waktu yang ditentukan dimana Direksi Pekerjaan menyetujui
permukaan akhir dapat dibuka untuk lalu lintas.
5. Standar Untuk Penerimaan dan Perbaikan Terhadap Pekerjaan Yang Tidak
Memenuhi Ketentuan
Direksi Pekerjaan akan memeriksa permukaan jalan sebelum pekerjaan pelaburan
dimulai, untuk mengetahui apakah permukaan jalan telah benar-benar disiapkan dan
dibersihkan sesuai ketentuan dalam Pasal 6.2.3.2).a) dari Spesifikasi ini. Penyedia
Jasa tidak diperkenankan memulai pekerjaan pelaburan sebelum mendapat ijin tertulis
dari Direksi Pekerjaan. BURTU atau lapisan pertama BURDA tidak boleh lebih tebal
dari satu batu dan bebas dari bahan yang lepas setelah penggilasan yang dikuti oleh
penyapuan. Lapisan kedua BURDA tidak boleh lebih tebal dari satu batu dan bebas
dari bahan yang lepas setelah penggilasan yang dikuti oleh penyapuan. Lapisan kedua
BURDA tidak boleh dimulai sebelum mendapat persetujuan tertulis dari Direksi
Pekerjaan. Pekerjaan BURTU dan BURDA yang telah selesai, permukaannya harus
terlihat seragam, terkunci rapat, harus kedap air tanpa ada lubang-lubang atau tanpa
memperlihatkan adanya bagian yang kelebihan aspal. Permukaan yang telah selesai
harus dipelihara oleh Penyedia Jasa paling sedikit selama 3 hari agar tidak terdapat
agregat yang lepas. Pekerjaan BURTU dan BURDA yang tidak memenuhi ketentuan,
harus diperbaiki sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan yang dapat
mencakup pembuangan atau penambahan bahan, pembuangan seluruh bahan dan
pekerjaan penggantian atau pelaburan kembali dengan BURTU atau BURDA untuk
menghasilkan pekerjaan yang meme-nuhi ketentuan.
6. Pelaksanaan
a. Persiapan
Sebelum permukaan lapis beraspal dilabur, maka semua kotoran dan bahan yang tidak
dikehendaki lainnya harus dibersihkan dengan alat penyapu mekanis atau kompresor
atau keduaduanya. Bilamana hasil pembersihan tidak memberikan hasil yang merata,
maka bagian-bagian yang belum bersih harus dibersihkan secara manual dengan sapu
yang lebih kaku.
Pembersihan permukaan harus dilebihkan paling sedikit 20 sentimeter dari tiap-tiap
tepi yang akan disemprot.
Lubang-lubang atau tonjolan dari bahan-bahan yang tidak dikehendaki harus
disingkirkan dari permukaan dengan alat penggaru baja atau cara lain yang disetujui.
Bilamana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan maka lokasi yang telah digaru harus
dicuci dengan air dan disikat secara manual.
Pekerjaan pelaburan tidak boleh dilakukan sebelum pekerjaan pembersihan diterima
oleh Direksi Pekerjaan.
Permukaan jalan lama tanpa penutup aspal atau lapis pondasi, sebelum dilapisi
BURTU atau BURDA harus terlebih dahulu diberi Lapis Resap Ikat, sesuai ketentuan
dalam Seksi 6.1 dari Spesifikasi ini. Bagian permukaan jalan yang sudah diberi Lapis
Resap Ikat, harus diperiksa kembali kesempurnaannya. Apabila ditemukan lokasi-
lokasi yang belum tertutup Lapis Resap Ikat maka harus dilabur ulang sesuai petunjuk
Direksi Pekerjaan. Pekerjaan ini harus dilaksanakan dan dibayar sesuai dengan
ketentuan Seksi 6.1 dari Spesifikasi ini. Lapis Resap Pengikat harus dibiarkan sampai
kering seluruhnya dengan waktu paling sedikit 48 jam atau lebih sesuai petunjuk
Direksi Pekerjaan sebelum pekerjaan pelaburan aspal dimulai.
Semua lubang-lubang harus ditambal terlebih dahulu oleh Penyedia Jasa sampai
diterima oleh Direksi Pekerjaan, sebelum pekerjaan pelaburan aspal dimulai.Persiapan
b. Kegiatan Lapangan
Kuantitas Bahan Yang Akan Dipakai
o Takaran pemakaian aspal untuk setiap lapis laburan aspal untuk setiap ruas jalan
harus ditentukan oleh Direksi Pekerjaan yang tergantung dari ukuran terkecil rata-
rata agregat, jenis aspal, kondisi dan tekstur permukaan lapis beraspal yang ada
serta kepadatan lalu lintas yang akan melewati jalan, sesuai dengan cara yang
diuraikan dalam Lampiran 6.2.C dari Spesifikasi ini. Selanjutnya Direksi
Pekerjaan dapat memodifikasi takaran pemakaian, tergantung pada hasil
percobaan di lapangan yang dilaksanakan oleh Penyedia Jasa sesuai petunjuk
Direksi Pekerjaan.
o Takaran penghamparan agregat harus cukup untuk menutupi permukaan, tanpa
terlihat adanya kelebihan bahan setelah pemadatan, sesuai dengan standar
Spesifikasi dalam Pasal 6.2.2.6). Lampiran 6.2.C dari Spesifikasi memuat tata cara
menghitung perkiraan takaran hamparan agregat.
Penyemprotan Aspal
o Penyemprotan aspal harus dilaksanakan merata pada semua lokasi. Penyemprotan
aspal yang merata sesuai takaran yang diperintahkan harus dilakukan dengan
menggunakan peralatan batang semprot dari distributor aspal kecuali pada lokasi
yang sempit dimana distributor aspal tidak praktis digunakan, maka Direksi
Pekerjaan dapat menyetujui pemakaian perlengkapan semprot tangan. Alat
Distributor aspal harus dioperasikan sesuai grafik penyemprotan yang telah
disetujui. Kecepatan pompa, kecepatan kendaraan, tinggi batang semprot dan
kedudukan nosel harus disetel sesuai dengan ketentuan grafik tersebut sebelum
dan selama pelaksanaan penyemprotan.
o Suhu pada saat penyemprotan aspal untuk BURTU dan BURDA harus sesuai
dengan ketentual pada Tabel 6.2.2.1).
o Bilamana diperintahkan Direksi Pekerjaan bahwa lintasan penyemprotan aspal
selebar satu lajur atau kurang maka harus terdapat bagian yang tumpang tindih
(overlap) selebar 20 cm sepanjang sisi-sisi lajur yang bersebelahan. Sambungan
memanjang selebar 20 cm ini harus dibiarkan terbuka dan tidak boleh diberi
agregat penutup sampai lintasan penyemprotan di lajur yang bersebelahan telah
selesai dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar tepi permukaan yang dibiarkan
tetap terbuka ini mendapat semprotan dari tiga nosel, sehingga mendapat takaran
aspal yang sama seperti permukaan yang lain. Lapis kedua BURDA harus
mempunyai sambungan yang bergeser paling sedikit 15 cm dari sambungan lapis
pertama.
o Lokasi awal dan akhir penyemprotan harus dibatasi dengan kertas penutup yang
tebal dan cukup kedap. Penyemprotan harus dimulai dan dihentikan sampai
seluruh bagian yang dikerjakan tersemprot, dengan demikian semua nosel bekerja
dengan benar pada seluruh panjang jalan yang akan dilabur. Alat Distributor aspal
harus mulai bergerak kira-kira 25 meter sebelum daerah yang akan disemprot,
sehingga kecepatan lajunya dapat dijaga konstan sesuai ketentuan, agar batang
semprot mencapai kertas penutup dan kecepatan ini harus dipertahankan sampai
melewati titik akhir. Kertas penutup harus dikeluarkan dan dibuang sedemikian
hingga dapat diterima oleh Direksi Pekerjaan.
o Sisa aspal dalam tangki alat distributor setelah penyemprotan selesai harus dijaga
tidak boleh kurang dari 10 persen dari kapasitas tangki atau sebesar yang
ditentukan oleh Direksi Pekerjaan untuk mencegah terperangkapnya udara pada
sistem penyemprotan dan untuk mencegah berkurangnya takaran penyemprotan
selanjutnya.
o Jumlah aspal yang telah digunakan dalam setiap lintasan penyemprotan, atau
jumlah yang disemprot secara manual harus diukur dengan cara memasukkan
tongkat celup ke dalam tangki alat distributor aspal segera sebelum dan sesudah
setiap lintasan penyemprotan atau setiap pemakaian secara manual.
o Lokasi yang telah disemprot, termasuk lokasi yang telah dilabur secara manual,
didefinisikan sebagai hasil kali panjang lintasan penyemprotan yang dibatasi oleh
kertas penutup pada lokasi awal dan akhir penyemprotan dan lebar efektif dari
penyemprotan. Lebar efektif penyemprotan didefinisikan sebagai hasil kali dari
jumlah nosel yang bekerja dan jarak antara nosel yang bersebelahan.
o Luas lokasi yang akan dilabur aspal dengan manual harus diukur dan luasnya
dihitung segera setelah penyemprotan selesai.
o Takaran pemakaian rata-rata bahan aspal pada setiap lintasan penyemprotan atau
yang disemprot secara manual, harus didefinisikan sebagai volume bahan aspal
yang digunakan dibagi luas bidang yang disemprot, dan jumlahnya harus sesuai
dengan takaran yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan sesuai dengan Pasal
6.2.3.2).a).(1) dari Spesifikasi ini, dengan toleransi sebagai berikut: 1 % dari
volume tangki = + 4 % dari takaran yg diperintahkan + --------------------------------
Toleransi takaran pemakaian Luas yang disemprot Takaran pemakaian yang
dicapai harus dihitung sebelum lintasan penyemprotan atau penyemprotan secara
manual berikutnya dimulai dan bila perlu diadakan penyesuaian untuk
penyemprotan berikutnya.
o Penyemprotan harus segera dihentikan jika ternyata terdapat kerusakan pada alat
semprot saat beroperasi dan tidak boleh dilanjutkan sebelum kerusakan tersebut
diperbaiki.
o Tempat-tempat bekas kertas resap untuk pengujian takaran aspal harus dilabur
dengan aspal yang sejenis secara manual (sikat ijuk, dll.) dengan takaran yang
hampir sama dengan takaran di sekitarnya.
Penghamparan Agregat
o Sebelum aspal disemprotkan, agregat dalam bak truk di lapangan harus
mempunyai jumlah yang cukup untuk menutup seluruh bidang yang akan ditebar
agregat. Agregat tersebut harus bersih dan dalam kondisi sedemikian sehingga
dijamin akan melekat ke aspal dalam waktu 5 menit setelah penyemprotan.
Penghamparan agregat tersebut harus dilaksanakan segera setelah penyemprotan
aspal dimulai dan harus diselesaikan dalam jangka waktu 5 menit terhitung sejak
selesainya penyemprotan atau selesai dalam jangka waktu yang lebih singkat
sesuai perintah Direksi Pekerjaan.
o Agregat harus dihampar merata di atas permukaan yang telah disemprot aspal,
dengan alat penghampar agregat yang telah disetujui Direksi Pekerjaan. Setiap
tempat yang tidak tertutup agregat harus segera ditutup kembali secara manual
sampai seluruh permukaan tertutup agregat dengan merata. Setiap hamparan
agregat yang melebihi jumlah takaran yang disyaratkan atau diperintahkan harus
dihamparkan dan didistribusikan kembali dengan merata di atas permukaan jalan
dengan sapu hela, atau disingkirkan dengan caralain dan ditumpuk sesuai petunjuk
Direksi Pekerjaan.
Penyapuan dan Penggilasan
o Segera setelah penghamparan agregat penutup hingga diterima oleh Direksi
Pekerjaan, maka hamparan agregat tersebut harus digilas dengan dua alat pemadat
roda karet. Penggilasan harus dilanjutkan sampai seluruh permukaan telah
mengalami penggilasan sebanyak enam kali.
o Permukaan jalan kemudian harus dibersihkan dari agregat yang berkelebihan,
sesuai dengan ketentuan dari Pasal 6.2.2.10).e) dari Spesifikasi ini.
7. Pengendalian Mutu
a. Penerimaan Bahan
Penyimpanan bahan sesuai harus memnuhi ketentuan pada Seksi 1.2.
Contoh aspal dan data hasil ujinya, sesuai dengan ketentuan Pasal 6.2.2.8).a) dari
Spesifikasi ini, harus disediakan pada setiap pengangkutan aspal ke lapangan.
Dua liter contoh aspal yang akan dihampar harus diambil dari pemasok aspal,
masing-masing pada saat awal penyemprotan dan pada saat menjelang akhir
penyemprotan.
Jumlah data pendukung yang diperlukan untuk persetujuan awal atas mutu sumber
bahan agregat penutup harus meliputi semua pengujian seperti disyaratkan dalam
SNI 03-6750-2002 atau pada Pasal 6.2.2.3).a) dari Spesifikasi ini dengan
minimum tiga contoh yang mewakili sumber bahan yang diusulkan, dipilih
sedemikian hingga mewakili rentang mutu bahan yang mungkin diperoleh dari
sumber bahan tersebut. Setelah persetujuan mengenai mutu bahan agregat
penutup, selanjutnya pengujian ini harus diulangi lagi, sesuai petunjuk Direksi
Pekerjaan, bilamana menurut hasil pengamatan terdapat perubahan mutu pada
bahan atau sumbernya.
Alat Distributor aspal harus diperiksa dan diuji sesuai dengan Pasal 6.1.2.4).(5)
dari Spesifikasiini sebagai berikut :
o Sebelum dimulainya pekerjaan penyemprotan;
o Setiap 6 bulan atau setiap penyemprotan bahan aspal sebanyak 150.000
liter, dipilih yang mana lebih dulu tercapai;
o Bilamana alat Distributor aspal mengalami kerusakan atau modifikasi,
perlu diadakan pemeriksaan ulang terhadap distributor tersebut.
Semua jenis pengujian dan analisa saringan agregat sesuai Pasal 6.2.2.3).a) dari
Spesifikasi ini atau SNI 03-6750-2002 harus dilakukan pada setiap tumpukan
persediaan bahan sebelum setiap bahan tersebut dipakai. Minimum satu contoh
harus diambil dan diuji untuk setiap 75 meter kubik agregat di dalam timbunan
persediaan bahan.
Catatan harian yang terinci dari setiap pekerjaan pelaburan permukaan, termasuk
pemakaian aspal pada setiap lintasan penyemprotan dan takaran pemakaian yang
dicapai, harus dibuat dalam formulir standar.
b. Pemeliharaan Hasil Pekerjaan
Penghamparan agregat harus dilakukan setelah aspal memperoleh kondisi
kelengketan yang tepat sesuai rentang waktu kemantapan aspal (setting/curing).
Sewaktu lapis aspal dalam keadaan tidak tertutup, Penyedia Jasa harus
melindunginya dari kerusakan dan mencegahnya agar tidak berkontak dengan lalu
lintas.
Selama periode tunggu, permukaan jalan harus disapu bersih seluruhnya dari
agregat yang lepas. Jika menurut Direksi Pekerjaan bahwa permukaan tampak
sudah kokoh, seluruh rambu dan pemisah lalu lintas dapat disingkirkan. Bilamana
tidak, maka Direksi Pekerjaan dapat memerintahkan untuk melanjutkan
pengendalian lalu lintas sampai permukaan jalan menjadi kokoh.
Pemeliharaan Pekerjaan Yang Telah Diterima
Tanpa mengurangi kewajiban Penyedia Jasa untuk melaksanakan perbaikan
terhadap pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan atau gagal sebagaimana
disyaratkan dalam Pasal 6.2.2.7) di atas, Penyedia Jasa harus bertanggungjawab
atas pemeliharaan rutin dari semua pelaburan aspal yang sudah selesai dikerjakan
dan diterima selama Periode Kontrak termasuk Periode Pemeliharaan. Pekerjaan
pemeliharaan rutin tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan Seksi 10.1 dari
Spesifikasi ini dan harus dibayar terpisah menurut Pasal 10.1.5.
E. Campuran Beraspal Panas
Merupakan campuran yang terdiri dari kombinasi agregat yang dicampur dengan
aspal. Pencampuran dilakukan sedemikian rupa sehingga permukaan agregat
terselimuti aspal dengan seragam. Untuk mengeringkan agregat danmemperoleh
kekentalan aspal yang mencukupi dalam mencampur dan mengerjakannya, maka
kedua-duanya dipanaskan pada temperatur tertentu. Umumnya suhu pencampuran
dilakukan pada suhu 145oC – 155oC. Saat ini di Indonesia terdapat berbagai macam
bentuk aspal campuran panas yang digunakan untuk lapisan perkerasan jalan.
Perbedaannya terletak pada jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan.
Pemilihan jenis beton aspal yang akan digunakan di suatu lokasi sangat ditentukan
oleh jenis karakteristik beton aspal yang lebih diutamakan. Sebagai contoh, jika
perkerasan direncanakan akan digunakan untuk melayani lalu lintas berat, maka sifat
stabilitas lebih diutamakan.Ini berarti jenis beton aspal yang paling sesuai adalah
beton aspal yang memiliki agregat campuran bergradasi baik. Pemilihan jenis beton
aspal ini mempunyai konsekuensi pori dalam campuran menjadi lebih sedikit, kadar
aspal yang dapat dicampurkan juga berkurang, sehingga selimut aspal menjadi lebih
tipis.
Jenis beton aspal campuran panas yang ada di Indonesia saat ini adalah:
1. Laston (Lapisan Aspal Beton), adalah beton aspal bergradasi menerus yang umum
digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas yang cukup berat. Laston
dikenal pula dengan nama AC (Asphalt Concrete). Karakteristik beton aspal yang
terpenting pada campuran ini adalah stabilitas. Tebal nominal minimum Laston 4-6
cm. Sesuai fungsinya Laston mempunyai 3 macam campuran yaitu:
a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete-
Wearing Course). Tebal nominal minimum AC-WC adalah 4 cm.
b. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete-
Binder Course). Tebal nominal minimum AC-WC adalah 5 cm.
c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt Concrete-
Base). Tebal nominal minimum AC-BC adalah 6 cm.
2. Lataston (Lapisan Tipis Aspal Beton), adalah beton aspal bergradasi senjang. Lataston
biasa pula disebut dengan HRS (Hot Rolled Sheet). Karakteristik beton aspal yang
terpenting pada campuran ini adalah durabilitas dan fleksibilitas. Sesuai fungsinya
Lataston mempunyai 2 macam campuran yaitu:
a. Lataston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama HRS-WC (Hot Rolled Sheet-
Wearing Course). Tebal nominal minimum HRS-WC adalah 3 cm.
b. Lataston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama HRS-Base (Hot Rolled
Sheet-base). Tebal nominal minimum HRS-Base adalah 3,5 cm.
3. Latasir (Lapisan Tipis Aspal Pasir), adalah beton aspal untuk jalan-jalan dengan lalu
lintas ringan, khususnya dimana agregat kasar tidak atau sulit diperoleh. Lapisan ini
khusus mempunyai ketahanan alur (rutting) rendah. Oleh karena itu tidak
diperkenankan untuk daerah berlalu lintas berat atau daerah tanjakan. Latasir biasa
pula disebut sebagai SS (Sand Sheet) atau HRSS (Hot Rolled Sand Sheet). Sesuai
gradasi agregatnya, campuran latasir dapat dibedakan atas:
a. Latasir kelas A, dikenal dengan nama HRSS-A atau SS-A. Tebal nominal
minimum HRSS-A adalah 1,5 cm. b. Latasir kelas B, dikenal dengan nama HRSS-
B atau SS-B. Tebal nominal minimum HRSS-A adalah 2 cm. Gradasi agregat
HRSS-B lebih kasar dari HRSS-A.
4. Lapisan perata adalah beton aspal yang digunakan sebagai lapisan perata dan
pembentuk penampang melintang pada permukaan jalan lama. Semua jenis campuran
beton aspal dapat digunakan, tetapi untuk membedakan dengan campuran untuk lapis
perkerasan jalan baru, maka setiap jenis campuran beton aspal tersebut ditambahkan
huruf L (Leveling). Jadi ada jenis campuran AC-WC(L), AC-BC(L), AC-Base(L), HRS-
WC(L), dan seterusnya.
5. SMA (Split Mastic Asphalt) adalah beton aspal bergradasi terbuka dengan selimut
aspal yang tebal. Campuran ini mempergunakan tambahan berupa fiber selulosa yang
berfungsi untuk menstabilisasi kadar aspal yang tinggi. Lapisan ini terutama
digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintasberat. Ada 3 jenis SMA, yaitu:
a. SMA 0 / 5 dengan tebal perkerasan 1,5 – 3 cm.
b. SMA 0 / 8 dengan tebal perkerasan 2 – 4 cm.
c. SMA 0 / 11 dengan tebal perkerasan 3 – 5 cm.
F. Beton Aspal
Beton aspal adalah tipe campuran pada lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan
yang mempunyai nilai struktural dengan kualitas yang tinggi, terdiri atas agregat yang
berkualitas yang dicampur dengan aspal sebagai bahan pengikatnya. Material-material
pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian
diangkut ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan
berdasarkan jenis aspal apa yang akan digunakan. Dalam pencampuran aspal harus
dipanaskan untuk memperoleh tingkat kecairan (viskositas) yang tinggi agar dapat
mendapatkan mutu campuran yang baik dan kemudahan dalam pelaksanaan.
Pemilihan jenis aspal yang akan digunakan ditentukan atas dasar iklim, kepadatan lalu
lintas dan jenis konstruksi yang akan digunakan.
1. Jenis Beton Aspal
Jenis beton aspal dapat dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material
pembentuk beton aspal, dan fungsi beton aspal.
Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, campuran
beraspal (beton aspal) dapat dibedakan atas:
a. Beton aspal campuran panas (hot mix) adalah beton aspal yang material
pembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 1400C.
b. Beton aspal campuran sedang (warm mix) adalah beton aspal yang material
pembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 600C.
c. Beton aspal campuran dingin (cold mix) adalah beton aspal yang material
pembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 250C.
Sedangkan berdasarkan fungsinya beton aspal dapat dibedakan atas:
a. Beton aspal untuk lapisan aus/ wearing course (WC), adalah lapisan perkerasan
yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakan lapisan yang
kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang diisyaratkan.
b. Beton aspal untuk lapisan pondasi/ binder course (BC), adalah lapisan perkerasan
yang tetletak di bawah lapisan aus.tidak berhubungan langsung dengan cuaca,
tetapi perlu stabilisasi untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui
roda kendaraan.
c. Beton aspal untuk pembentuk dan perata lapisan beton aspal yang sudah lama,
yang pada umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi berbentuk crown.
2. Karakteristik Campuran Aspal Beton
Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran panas aspal beton adalah:
a. Stabilitas, yaitu kekuatan dari campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban
tetap dan berulang tanpa mengalami keruntuhan (plastic flow). Untuk mendapat
stabilitas yang tinggi diperlukan agregat bergradasi baik, rapat, dan mempunyai
rongga antar butiran agregat (VMA) yang kecil. Tetapi akibat VMA yang kecil maka
pemakaian aspal yang banyak akan menyebabkan terjadinya bleeding karena aspal
tidak dapat menyelimuti agregat dengan baik.
b. Durabilitas atau ketahanan, yaitu ketahanan campuran aspal terhadap pengaruh cuaca,
air, perubahan suhu, maupun keausan akibat gesekan roda kendaraan. Untuk
mencapai ketahanan yang tinggi diperlukan rongga dalam campuran (VIM) yang
kecil, sebab dengan demikian udara tidak (atau sedikit) masuk kedalam campuran
yang dapat menyebabkan menjadi rapuh. Selain itu diperlukan juga VMA yang besar,
sehingga aspal dapat menyelimuti agregat lebih baik.
c. Fleksibilitas atau kelenturan, yaitu kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti
deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa mengalami retak
(fatigue cracking). Untuk mencapai kelenturan yang tinggi diperlukan VMA yang
besar, VIM yang kecil, dan pemakaian aspal dengan penetrasi tinggi.
d. Kekesatan (skid resistence), yaitu kemampuan perkerasan aspal memberikan
permukaan yang cukup kesat sehingga kendaraan yang melaluinya tidak mengalami
slip, baik diwaktu jalan basah maupun kering. Untuk mencapai kekesatan yang tinggi
perlu pemakaian kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding, dan
penggunaan agregat kasar yang cukup.
e. Ketahanan leleh (fatigue resistence), yaitu kemampuan aspal beton untuk mengalami
beban berulang tanpa terjadi kelelahan berupa retak atau kerusakan alur (rutting).
f. Permeabilitas, yaitu kemudahan campuran aspal dirembesi udara dan air.
g. Workabilitas, yaitu kemudahan campuran aspal untuk diolah. Faktor yang
mempengaruhi workabilitas antara lain gradasi agregat, dimana agregat yang
bergradasi baik lebih mudah dikerjakan, dan kandungan filler, dimana filler yang
banyak akan mempersulit pelaksanaan.
G. LABURAN ASPAL (BURAS)
Pekerjaan ini meliputi penyemprotan aspal yang ditutup agregat halus pada lokasi
permukaan perkerasan yang cukup luas atau setempat-setempat. Aspal yang dapat
digunakan adalah aspal keras, aspal cair atau aspal emulsi. Laburan aspal ini ditujukan
untuk menutup retak dan pelepasan butiran agregat akibat aspal pada perkerasan lama
yang mengalami penuaan sehingga permukaan perkerasan kedap air, atau untuk tujuan
pemeliharaan lainnya.
1. Standar Rujukan
a. Standar Nasional Indonesia (SNI) :
SNI 03-1968-1990 : Metode Pengujian tentang Analisa Saringan Agregat Halus
dan Kasar.
SNI 03-2417-1991 : Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Los
Angeles.
SNI 03-2439-1991 : Metode Pengujian Kelekatan Agregat Terhadap Aspal.
SNI 03-4798-1998 : Spesifikasi Aspal Emulasi Kationik.
SNI 03-4799-1998 : Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Sedang.
SNI 03-4800-1998 : Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Cepat.
SNI 03-6832-2002 : Spesifikasi Aspal Emulsi Anionik
RSNI S-01-2003 : Spesifikasi Aspal Keras Berdasarkan Penetrasi
2. Persyaratan Bahan
a. Persyaratan Agregat Penutup
Agregat penutup harus terdiri atas pasir atau abu batu yang bersih, keras, awet,
dan bebas dari kotoran, lempung, debu atau benda lainnya yang dapat menghalangi
penyelimutan yang menyeluruh oleh aspal. Agregat harus memiliki nilai setara pasir
sekurang-kurangnya 50 % bilamana diuji sesuaidengan SNI 03-4428-1997.
Sumber agregat yang digunakan harus memenuhi ketentuan berikut :
Keausan dengan Mesin Los Angeles (SNI 03-2417-1991) : Maks. 30 %
Kelekatan Agregat Terhadap Aspal (SNI 03-2439-1991) : Min. 95 %
Bila diuji menurut SNI 03-1968-1990 maka agregat penutup harus memenuhi
gradasi sesuai dengan gradasi yang diberikan dalam Tabel 6.7.2-1.
b. Persyaratan Aspal
Aspal yang dapat digunakan adalah aspal keras, aspal cair atau aspal emulsi.
Tingkatan dari masing-masing jenis aspal yang digunakan dan standar rujukannya
harus sesuai dengan yang ditunjukkan dalam Tabel 6.7.2-2.
c. Persyaratan Kuantitas Agregat dan Aspal
Takaran agregat dan aspal yang digunakan harus disetujui terlebih dahulu oleh
Direksi Pekerjaan sebelum pekerjaan dimulai dan harus sesuai dengan Tabel 6.7.2-3.
Penyesuaian takaran ini mungkin diperlukan selama Kontrak jika dipandang perlu
oleh Direksi Pekerjaan untuk memperoleh mutu pekerjaan yang disyaratkan. Takaran
aspal yang lebih tinggi harus digunakan bilamana gradasi agregat mendekati batas
atas gradasi yang disyaratkan dan takaran yang lebih rendah harus digunakan
bilamana gradasi agregat mendekati batas bawah gradasi yang disyaratkan.
3. Persyaratan Kerja
a. Kondisi Cuaca Yang Diijinkan
Laburan Aspal (Buras) harus dilaksanakan hanya pada permukaan yang kering dan
tidak boleh dilaksanakan waktu angin kencang, hujan atau akan turun hujan. Aspal
emulsi dan aspal cair tidak boleh disemprotkan menjelang malam hari. Bilamana
aspal keras digunakan maka temperatur perkerasan pada saat disemprotkan tidak
boleh kurang dari 25 °C. Departemen Pekerjaan Umum 2005
b. Ketentuan Lalu Lintas
Tempat kerja harus ditutup untuk lalu lintas pada saat pekerjaan sedang berlangsung
dan selanjutnya sampai waktu yang ditentukan dimana Direksi Pekerjaan menyetujui
permukaan akhir dapat dibuka untuk lalu lintas.
4. Pelaksanaan
a. Persiapan
Permukaan perkerasan yang akan dilabur harus dibersihkan dengan menggunakan
sapu atau kompresor, dan harus bebas dari genangan air.
b. Kegiatan Lapangan
Pemakaian Aspal
Cara pemakaian aspal harus disetujui secara tertulis oleh Direksi Pekerjaan. Mesin
penyemprot harus mampu memberikan distribusi aspal yang merata baik
menggunakan batang penyemprot dari distributor aspal maupun penyemprot
tangan. Cara manual pada pelaburan dengan aspal emulsi untuk lokasi yang kecil,
mungkin dapat diperkenankan menurut pendapat Direksi Pekerjaan. Cara manual
harus menggunakan batang penyemprot manual atau cara lain yang disetujui.
Takaran aspal yang digunakan dan temperatur penyemprotan harus sesuai dengan
Tabel 6.6.2-3 dan Tabel 6.7.3-1.
Pemakaian Agregat
Agregat harus ditebar segera setelah penyemprotan aspal. Agregat dapat ditebar
dengan setiap cara yang memadai (termasuk cara manual) sampai diperoleh
lapisan yang padat dan merata. Agregat harus digilas dengan menggunakan
pemadat roda karet yang sesuai atau pemadat roda baja dengan berat kotor tidak
kurang dari satu ton. Setelah pemadatan selesai dilaksanakan, kelebihan agregat
yang lepas harus disapu dari permukaan perkerasan. Bilamana laburan aspal
dilaksanakan setengah lebar jalan, suatu lajur semprotan aspal selebar 20 cm harus
dibiarkan terbuka dan tidak boleh diberi agregat penutup agar dapat menyediakan
bagian tumpang tindih (overlap) aspal bilamana lajur yang bersebelahan
dilaksanakan.