paper petir

10
USULAN PERBAIKAN PROTEKSI LINE TRANSMISI PANGKEP – PAREPARE TERHADAP SAMBARAN PETIR Ricky Cahya Andrian Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B) PT. PLN (Persero) Wilayah VIII Sulsel dan Sultra Jl. Letjen. Hertasning Blok B No. 1, Makassar, Sulawesi Selatan Email : [email protected] Abstrak : Dari data gangguan transmisi di Sulsel, petir adalah penyebab terbesar gangguan line transmisi antara Pangkep dan Pare- Pare. Transmisi Pangkep – Pare adalah Critical Line di sistem Sulsel untuk saat ini karena konfigurasinya masih berupa radial. Maksudnya adalah, jika terjadi gangguan pada salah satu line ini di saat beban puncak di mana arus yang mengalir di kedua line ini lebih dari 300 A, maka akan terjadi pemadaman meluas di Sulsel. Hal ini disebabkan satu line tidak bisa menahan beban arus lebih dari 600 A atau keandalan N- 1 nya tidak terpenuhi. Beberapa kejadian penting yang melatarbelakangi penulisan usulan ini di antaranya adalah tanggal 5 April 2004 terjadi black out di Sulsel pada saat terjadi penghitungan suara PEMILU pada malam hari, kemudian tanggal 6 Juli 1004 sekitar jam 13.00 WITA dan terjadi lagi pada tanggal 19 November 2004 jam 17.30 WITA di daerah yang sama. Dari data, didapat indikasi gangguan yang terjadi adalah 2 fasa-tanah dan 1 fasa-tanah, terjadi di kedua line transmisi antara Pangkep-Pare di tower 263 dan 264. Kedua tower ini berada di gunung dan tepat di atas sungai. Penulis mengusulkan beberapa alternatif untuk mengurangi gangguan petir ini yaitu penggunaan LSA (Line Surge Arrester), penggunaan DAS (Dissipation Array System), penggunaan finial air, perbaikan grounding dan penggunaan dummy tower. Keywords : Shielding Failure, Back Flash Over (BFO), resistansi pentanahan, Lightning Surge Arrester (LSA), Dissipation Array System (DAS), finial air, barbed wire, dummy Tower. Masalah Dari data gangguan transmisi, petir adalah penyebab terbesar gangguan antara line transmisi antara Pangkep dan Pare-Pare terutama di tower no 263 dan 264. Selama tahun 2003, frekuensi gangguan akibat petir terhadap line transmisi sebesar 58%, di mana 28% di antaranya terjadi di line Pare – Pangkep. Sedangkan pada tahun 2004, frekuensi gangguan akibat petir terhadap line transmisi hampir sama yaitu

Upload: arrester97

Post on 12-Jun-2015

650 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Petir

USULAN PERBAIKAN PROTEKSI LINE TRANSMISI PANGKEP – PAREPARE

TERHADAP SAMBARAN PETIR

Ricky Cahya Andrian

Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B)PT. PLN (Persero) Wilayah VIII Sulsel dan Sultra

Jl. Letjen. Hertasning Blok B No. 1, Makassar, Sulawesi SelatanEmail : [email protected]

Abstrak : Dari data gangguan transmisi di Sulsel, petir adalah penyebab terbesar gangguan line transmisi antara Pangkep dan Pare-Pare. Transmisi Pangkep – Pare adalah Critical Line di sistem Sulsel untuk saat ini karena konfigurasinya masih berupa radial. Maksudnya adalah, jika terjadi gangguan pada salah satu line ini di saat beban puncak di mana arus yang mengalir di kedua line ini lebih dari 300 A, maka akan terjadi pemadaman meluas di Sulsel. Hal ini disebabkan satu line tidak bisa menahan beban arus lebih dari 600 A atau keandalan N-1 nya tidak terpenuhi. Beberapa kejadian penting yang melatarbelakangi penulisan usulan ini di antaranya adalah tanggal 5 April 2004 terjadi black out di Sulsel pada saat terjadi penghitungan suara PEMILU pada malam hari, kemudian tanggal 6 Juli 1004 sekitar jam 13.00 WITA dan terjadi lagi pada tanggal 19 November 2004 jam 17.30 WITA di daerah yang sama. Dari data, didapat indikasi gangguan yang terjadi adalah 2 fasa-tanah dan 1 fasa-tanah, terjadi di kedua line transmisi antara Pangkep-Pare di tower 263 dan 264. Kedua tower ini berada di gunung dan tepat di atas sungai. Penulis mengusulkan beberapa alternatif untuk mengurangi gangguan petir ini yaitu penggunaan LSA (Line Surge Arrester), penggunaan DAS (Dissipation Array System), penggunaan finial air, perbaikan grounding dan penggunaan dummy tower.

Keywords : Shielding Failure, Back Flash Over (BFO), resistansi pentanahan, Lightning Surge Arrester (LSA), Dissipation Array System (DAS), finial air, barbed wire, dummy Tower.

Masalah

Dari data gangguan transmisi, petir adalah penyebab terbesar gangguan antara line transmisi antara Pangkep dan Pare-Pare terutama di tower no 263 dan 264.

Selama tahun 2003, frekuensi gangguan akibat petir terhadap line transmisi sebesar 58%, di mana 28% di antaranya terjadi di line Pare – Pangkep. Sedangkan pada tahun 2004, frekuensi gangguan akibat petir terhadap line transmisi hampir sama yaitu sekitar 58%, tetapi 50% di antaranya terjadi di line Pare – Pangkep. Mulai tahun 1995 sampai tahun 2004, jumlah kWh yang hilang akibat gangguan petir ini berjumlah 684.562 kWh atau senilai dengan 370 juta rupiah (asumsi 1 kWh = 540 rupiah).

Persoalan

Transmisi Pangkep – Pare adalah Critical Line di sistem Sulsel untuk saat ini karena sistemnya masih berupa radial. Sehingga jika line 1 atau line 2 trip terutama pada saat Bakaru dibebankan maksimum, maka akan terjadi pemadaman meluas di Sulsel. Hal ini disebabkan kapasitas satu penghantar maksimum sebesar 600 A, sedangkan pada saat Bakaru dibebankan maksimum, satu penghantar mengalirkan arus lebih dari 300 A. Gangguan petir sering terjadi di daerah ini dan sering menyebabkan pemadaman meluas di Sulsel. Jika terjadi pemadaman meluas, recovery atau pemulihan sistem memakan waktu lama akibat kondisi beberapa pembangkit di Sulsel yang tidak siap untuk masuk kembali ke dalam sistem. Dari beberapa kejadian, sistem kembali normal minimum rata-rata 1 jam.

Pra-Anggapan

1. Sambaran petir yang terjadi di transmisi Pangkep-Pare disebabkan karena 2 hal yaitu shielding failure dan Back Flash Over (BFO).

2. Shielding Failure yang terjadi karena bentuk sudut elektrogeometri yang ada saat ini (eksisting) sudah tidak memenuhi syarat sudut

Page 2: Paper Petir

perlindungan karena karakteristik petir di Makassar yang tidak diperhitungkan saat membangun tower Pangkep – Pare.

3. Nilai impedansi pentanahan yang relatif tinggi menyebabkan terjadinya BFO pada transmisi sehingga indikasi gangguan yang terjadi adalah gangguan 1 fasa – tanah. Hal ini juga terlihat dari indikasi relay jarak (GRZ) yang terbaca adalah fasa R-T-N dan fasa T-N.

Beberapa fakta kejadian akibat petir

1. Tanggal 5 April 2004 terjadi black out di Sulsel pada saat terjadi penghitungan suara PEMILU pada malam hari. Dari bukti-bukti yang didapat, gangguan yang terjadi disebabkan oleh petir yang menyambar line transmisi antara tower 263 dan 264 di kedua line. Line 1, indikasi fasa R-T-N dan line 2, indikasi fasa T-N.

2. Tanggal 6 Juli 2004 sekitar jam 13.00 siang terjadi black out di Sulsel akibat sambaran petir. Dari data, didapat indikasi gangguan yang terjadi adalah 1 fasa-tanah, terjadi di kedua line transmisi.

3. Tanggal 19 November 2004 sekitar jam 17.30 WITA terjadi black out di Sulsel akibat sambaran petir di tempat yang sama dan indikasi fasa yang sama juga seperti kejadian tanggal 5 April 2004 yang lalu.

Line 150 kV Pangkep – Pare

Transmisi line Pangkep – Pare berada di daerah perbukitan sehingga jenis tanahnya banyak bebatuan. Berikut posisi line Pare – Pangkep di sistem Sulsel :

Gambar 1. Peta kelistrikan sistem Sulsel

Gambar 2. Tower no 264

Gambar 3. Sungai di bawah TWR 263 dan 264

Gambar 4. TWR 263 dilihat dari bawah

Pangkep - Pare

Page 3: Paper Petir

Bahasan

Mengurangi gangguan akibat petir dapat dilakukan dengan memperkecil penyebab terjadinya gangguan petir tersebut, yaitu akibat shielding failure dan BFO (Back Flash Over). Ada beberapa cara atau metode yang diusulkan penulis untuk memperbaiki sistem proteksi terhadap petir di transmisi line ini, yaitu :

1. Penggunaan LSA (Line Surge Arrester)2. Penggunaan DAS (Dissipation Array

System)3. Penggunaan finial air4. Perbaikan grounding tower5. Penggunaan dummy tower6. Menambah BIL isolator tower

1. Penggunaan LSA (Line Surge Arrester)

Saat ini, AP2B sistem Sulsel akan menggunakan LSA untuk mengatasi gangguan petir di line Pangkep – Pare. Rencananya, LSA ini akan dipasang di 6 tower yaitu mulai dari TWR no. 261, 262, 263, 264, 265 dan 266 di tiap line di ketiga fasa, sehingga total LSA yang akan dipasang berjumlah 36 buah.

Gambar 5. TWR 263 dan 264 jenis tension

Cara pemasangan LSA di tower

Gambar 6. Cara pemasangan LSA di TWR tension

RatingLSA yang akan dipasang

Class : 10 kA,3 (IEC 60099-4)Energy Cap. : 7.8 kJ/kV Um (kV rms) : 52-420Ur (kV rms) : 42-360Mechanical Strength : 4000 NmJenis : Gapless Silicone Zinc Oxide

Active Elements

2. Penggunaan DAS

Dissipation Array adalah salah satu metode proteksi terhadap sambaran petir baik untuk daerah yang diproteksi maupun untuk array tersebut. Metode ini menurunkan perbedaan tegangan antara ground dengan awan sehingga memperkecil kuat medan di antara keduanya sehingga masih lebih kecil dibandingkan kuat medan tembus udara di daerah yang dilindungi (protected area). Dengan kata lain menghindari terbentuknya upward streamer.

Penulis mengusulkan agar sebaiknya dissipation wire dipasang paralel dengan ground wire eksisting agar sepanjang saluran tersebut terhindar dari sambaran petir. Sehingga fenomena secondary effect atau BFO (Back Flash Over) tidak terjadi sama sekali di tower. Dengan kata lain, “jika kita tidak bisa menangkap petir, sebaiknya hindari saja”. (Quite simple, isn’t ?) Dissipation wire di atas sebaiknya dari jenis stainless steel, karena kemampuan untuk discharge muatannya lebih baik dibanding jenis metal lainnya.

Gambar 7. Penggunaan DAS di power line

Gambar 8. Barbed wire

Page 4: Paper Petir

Gambar 9. Setelah diinstall DAS

Gambar 10. DAS bentuk kanonikal

3. Penggunaan finial air

Konsep finial air terhadap sambaran petir adalah sebagai berikut :1. Capture (tangkap) the Lightning Strike at a known and preferred point2. Convey (alirkan) the lightning energy safely to the ground3. Dissipate into a low impedance grounding System (perbaikan grounding tower)

Konsep ini terbalik dengan konsep DAS.

3.1. Capture the lightning strike

Ada 2 jenis finial air yang digunakan untuk menangkap sambaran petir ini, yaitu

Pasif

Seperti konsep franklin rod. Jenis ini sangat konvensional dan sangat lama. Tetapi karena harganya lebih murah, masih sering digunakan.

Gambar 11. Franklin rod

Aktif

Jenis air terminal menggunakan teknologi baru, yaitu menghasilkan upward streamer, sehingga dengan cepat menangkap downward leader dari petir itu sendiri.

Gambar 12. Interceptor

3.2. Convey The Energy Lightning Safely To the Ground

Kunci dari tahap ini adalah bagaimana menggunakan downconductor yang memiliki harga L (induktansi) yang rendah. Hal ini disebabkan, terjadinya BFO disebabkan karena harga L (induktansi) yang besar dibandingkan dengan harga R (resistansi) yang besar.

…..

(1)

L di/dt >> R I maupun harga kV sistem. Hal ini disebabkan karena harga di/dt yang besar. di/dt adalah kecuraman dari impuls petir itu sendiri. Oleh karena itu untuk mendapatkan harga L di/dt yang rendah, jenis downconductor yang digunakan

Page 5: Paper Petir

harus mempunyai harga L yang rendah, karena L tower tidak bisa dimanipulatif karena besarnya sudah fixed (tetap). Down conductor inilah yang akan diparalel atau dibonding dengan tower.

Gambar 13. Proses terjadinya BFO

Gambar 14. Insulated down conductor

4. Perbaikan grounding tower

Untuk memperbaiki harga resistansi pentanahan, penulis mengusulkan untuk mengubah bentuk grounding kaki tower atau memperbanyak pentanahan bantu. Pada dasarnya, besarnya harga R (resistansi pentanahan) tidak mempengaruhi suatu tower tersambar petir atau tidak, tetapi bagaimana arus petir tersebut dapat dialirkan dengan cepat ke dalam tanah sehingga tidak terjadi BFO atau pantulan dari tanah ke isolator.

Tabel 1. Pengukuran Setelah Sambaran Petir

No. Tower Resistansi tanah Lokasi261 4.40 Ohm Gunung262 3.00 Ohm Gunung263 18.00 Ohm Gunung264 20.5 Ohm Gunung

Gambar 15. Vertikal rod

Gambar 16. Counterpoise

Gambar 17. Konfigurasi grounding kaki tower

Page 6: Paper Petir

Gambar 18. Dissipasi energi saat sambaran petir

Jika kita ingin mendesain suatu sistem grounding yang baik, yang harus kita mengerti adalah karakteristik dari grounding itu sendiri pada saat terjadi impulse petir. Impedansi yang rendah berbeda dengan resistansi yang rendah. Impuls petir itu terdiri dari komponen frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Frekuensi yang tinggi itu identik dengan kecuraman fast rising front (tipikal < 10 µs to peak current). Sedangkan komponen frekuensi yang rendah adalah gelombang ekor, mempunyai energi yang tinggi, “tail” atau following current. Sistem grounding yang dialiri impuls petir ini diidentikkan dengan transmisi line dimana teori travelling wave berlaku juga di sistem grounding ini.

Pengukuran ground resistance pada frekuensi rendah tidak efektif terutama pada saat kondisi lightning discharge. Oleh karena itu dibutuhkan Ground System analyzer, dimana fast pulse diinjeksikan ke ground test point untuk mensimulasikan performance under kondisi lightning discharge (tidak sama jika menggunakan Earth Tester yang biasa digunakan untuk mengukur tower resistance).

Gambar 19. Proteksi tower terhadap sambaran petir

5. Penggunaan dummy tower

Gambar 20. Dummy tower di TWR 263 dan 264

Page 7: Paper Petir

Gambar 21. Dummy tower untuk proteksi TWR

Gambar 22. Dummy tower dilihat dari atas

Gambar 23. Tahanan bantu di kaki tower

6. Menambah BIL isolator

Cara ini adalah yang paling mudah karena hanya menambah jumlah keping isolator di tower yang akan diproteksi. Tetapi cara ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi karena harga isolator yang mahal. Di samping itu, jika isolator ini terkena sambaran langsung (direct hit), maka isolator ini akan pecah sehingga PMT line di kedua ujung line akan tetap trip.Kesimpulan

1. Gangguan petir yang terjadi antara line Pangkep – Pare disebabkan 2 hal yaitu shielding failure dan BFO (Back Flashover).

2. Saat ini AP2B Sistem Sulsel akan memasang Line Surge Arrester (LSA) di 3 tower pertama di sebelah kiri dan kanan sungai yaitu tower no. 261, 262, 263, 264, 265 dan 266.

3. Solusi lain yang kedua adalah menggunakan DAS (Dissipation Array System) dengan memasang barbed wire paralel dengan earth wire eksisting. Atau juga bisa menggunakan DAS kanonikal.

4. Solusi yang ketiga dengan menggunakan finial air, dilengkapi dengan down conductor yang mempunyai harga L (induktansi) yang rendah.

5. Solusi yang keempat adalah dengan memperbaiki sistem grounding di kaki tower, dengan memperbanyak grounding rod sebagai tahanan bantu.

6. Solusi yang kelima adalah menggunakan dummy tower untuk memproteksi tower dari sambaran langsung baik di erath wire atau kawat fasa.

7. Menambah BIL isolator dengan menambah jumlah keping isolator.

Profil Penulis

Ricky Cahya Andrian dilahirkan di Jakarta, 3 Mei 1979. Menyelesaikan S1 di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2002 dan S2 di Universitas Jayabaya pada tahun 2004. Saat ini bertugas sebagai Supervisor Operasi Unit Pengatur Beban (UPB) Kendari di Sulawesi Tenggara.