paper bioetika.docx
DESCRIPTION
bioetika dan medikolegalTRANSCRIPT
TUGAS INDIVIDUAL BLOK 4
BIOETIKA DAN MEDIKOLEGAL
MATA KULIAH BIOETIKA
Oleh :
ULFA RAHMAWATY
120600107
DOSEN PEMBINA:
Simson Damanik, drg., M.Kes
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
3 Peserta Vasektomi Pemecah Rekor MURI di Medan Alami Pendarahan
Ulfa Rahmawaty
120600107
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara
Jl. Alumni No. 2 Kampus USU Medan
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan melakukan
malpraktek makin meningkat dimana-mana, termasuk di negara kita ini. Ini menunjukkan
adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadarai akan
haknya. Disisi lain para dokter dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tugas profesinya
dengan lebih hati-hati dan penuh tanggung jawab. Seorang dokter hendaknya dapat
menegakkan diagnosis dengan benar sesuai dengan prosedur, memberikan terapi dan
melakukan tindakan medik sesuai standar pelayanan medik, dan tindakan itu memang wajar
diperlukan.1
Dalam penanganan ilmu kedokteran, diperlukan sekali suatu etika yang mengatur
bidang ilmu tersebut. Etika sebagai ilmu merupakan bagian dari filsafat aksiologi yang
mempelajari baik-buruk, benar dan salah, pantas atau tidak pantas di dalam kehidupan
manusia dalam lingkungannya.2
Sebagai suatu anggota dari suatu profesi kedokteran, maka seorang dokter dalam
melaksanakan tugasnya terikat oleh suatu etika kedokteran. Dimaksudkan dengan kata
terikat adalah bahwa seorang dokter wajib mematuhi etika yang berlaku di kalangan profesi
kedokteran. 3
Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai malapraktek pada vasektomi serta kajian
bioetik yang menyertainya, dengan harapan bahwa bioetik dapat menjadi pengikat dan
pengatur bagi yang berkaitan dengan medis sehingga penyalahgunaannya dapat dikurangi
atau bahkan dihentikan sama sekali.
KASUS
Tiga pria Medan terpaksa dirawat di rumah sakit karena pendarahan tak kunjung henti
usai ikut serta dalam acara vasektomi massal. Malangnya, salah satu di antara pria itu lajang.
Waduh!
Kegiatan itu bagian dari acara pemecahan rekor MURI.
Ketiga pria itu, GA (48), SDR (40) dan Muh, masih dirawat di Rumah Sakit (RS)
Imelda Pekerja Indonesia, Jl Bilal, Medan, Sumatera Utara (Sumut), Jumat (2/11/2012).
Dokter masih melakukan penanganan terhadap masalah yang timbul karena vasektomi ini.
Awalnya ketiga orang itu ikut serta dalam acara vasektomi massal yang digagas Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, Pemerintah Kota Medan bekerjasama
dengan BKKBN Sumut. Pelayanan untuk akseptor ini tersebar di 13 titik pelayanan selama
dua hari, yakni 23 dan 24 Oktober lalu.
Acara itu berlangsung sukses dan memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia
(MURI) dengan jumlah peserta terbanyak, yakni 1.575 orang. Sebelumnya, rekor partisipasi
pria dalam ber-KB dipegang Provinsi Kalimantan Selatan dengan jumlah peserta 870
akseptor.
Banyaknya peserta mengikuti acara ini, tidak lepas dari ajakan Pemkot. Menurut
SDR, yang juga Kepala Lingkungan (Kepling) di salah satu kelurahan di Medan, para
Kepling disuruh mencari calon akseptor. Ada kompensasi Rp 300 ribu untuk setiap peserta.
Naas bagi SDR, dia tidak menemukan satu orang pun yang berminat. Akhirnya dia
sendiri yang ikut karena berbagai alasan, termasuk pertimbangan jabatan. Ternyata, setelah
ikut vasektomi dia mengalami pendarahan. Kemungkinan dokter yang menangani operasinya
belum ahli.
"Sempat tiga kali pendarahan sudah," kata SDR di rumah sakit.
Kondisi serupa juga dialami GA yang yang vasektomi di salah satu klinik di Jl.
Krakatau pada 24 Oktober. Saat ini dia masih lemah dan belum bisa berjalan. Daerah yang
divasektomi itu masih bengkak dan sakit.
Atas kejadian ini, korban GA kemudian menunjuk pengacara untuk menempuh jalur
hukum. Selain mempertanyakan tentang malpraktek yang terjadi, kuasa hukum juga
menyiapkan gugatan jika somasi tidak dijawab.
"GA itu umurnya 48 tahun, tapi statusnya lajang. Mengapa orang yang belum
menikah diajak ikut vasektomi? Ini yang sudah kita pertanyakan melalui surat kepada
BKKBN Sumut, serta Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Kota Medan," kata Irfan,
kuasa hukum GA.4
VASEKTOMI
Vasektomi adalah istilah dalam ilmu bedah yang terbentuk dari dua kata yaitu vas dan
ektomi. Vas atau vasa deferensia artinya adalah saluran benih yaitu saluran yang
menyalurkan sel benih jantan (spermatozoa) keluar dari buah zakar (testis) yaitu tempat sel
benih itu diproduksi menuju kantung mani (vesikulaseminalis) sebagai tempat penampungan
sel benih jantan sebelum dipancarkan keluar pada saat puncak sanggama (ejakulasi). Ektomi
atau ektomia artinya pemotongan sebagian. Jadi vasektomi artinya adalah pemotongan
sebagian (0.5 cm – 1 cm) saluran benih sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih
bagian sisi testis dan saluran benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada masing-
masing kedua ujung saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran
menjadi buntu/tersumbat. Pada prinsipnya vasektomi adalah memotong saluran sperma laki-
laki. Tujuannya untuk mencegah terjadinya pertemuan cairan sperma dan sel telur, yaitu
untuk mencegah kehamilan.5
Salah satu program pemerintah dalam mensukseskan alat kontrasepsi vasektomi
diantaranya adalah dengan mengadakan program gratis pada alat kontrasepsi vasektomi.
Sedangkan usia yang diprioritaskan oleh pemerintah dalam kontrasepsi vasektomi adalah
akseptor yang berusia lebih dari 35 tahun.5
MALPRAKTEK
Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. 1
Malpraktek medis mencakup hal-hal berikut, yaitu :6
1. Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga medis,
2. Tidak melakukan apa yang sehatusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban, dan
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dokter dan pasien adalah dua pihak yang berbeda. Walaupun hubungan antara dokter
dan pasien adalah hubungan untuk satu “keras”, namun kedua pihak tersebut adalah manusia
yang mempunyai hak-hak dasar yang sama karena di satu pihak dokter adalah orang yang
mempunyai keahlian profesional sebagai pemberi jasa, di pihak lain pasien adalah orang yang
memerlukan bantuan jasa profesi dokter sebagai penerima jasa pelayanan.7
Mengingat kelanjutan hubungan tersebut mengandung risiko, maka untuk memulai
melakukan tindakan tertentu sebagai kelanjutan hubungan tersebut diperlukan persetujuan
tersendiri oleh kedua pihak. Sehubungan dengan itu, dalam pasal 1320 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata diatur syarat sahnya sebuah perjanjian, yaitu : 7
a. Adanya kata sepakat
Dalam hal perjanjian antara dokter dan pasien, kata sepakat harus diperoleh dari pihak
dokter dan pasien setelah dokter memberikan informasi kepada pasien dengan kata-
kata sederhana yang mudah dimengerti dan tidak melakukan penipuan terhadap
pasien. Selain itu, pihak pasien juga harus menceritakan kepada dokter mengenai
perihal penyakit yang dideritanya sehingga dokter dapat menentukan tindakan
selanjutnya.
b. Kecakapan
Kecakapan disini maksudnya adalah bahwa seseorang memiliki kecakapan
memberikan persetujuan. Dalam undang-undang disebutkan bahwa orang yang dalam
keadaan sakit ia tidak akan dapat berpikir sempurna. Misalnya apabila seorang anak,
maka yang berhak memberikan persetujuan adalah orang tuanya, dll.
c. Suatu hal tertentu
Objek dalam perjanjian antara dokter dan pasien harus disebutkan secara jelas dan
terperinci. Hal tersebut dapat berupa : umur, jenis kelamin, alamat, orang tua, dan
pihak yang memberikan persetujuan.
d. Suatu sebab yang halal
Maksudnya, isi perjanjian antara dokter dan pasien tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, tata tertib dan kesusilaan. Misalnya Peraturan Menteri Kesehatan
No.559/Permenkes/X/1981 tentang izin menjalankan pekerjaan dan izin praktik bagi
dokter gigi.
PRINSIP-PRINSIP DALAM BIOETIKA
Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat,
menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral
(sering disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika).Beberapa prinsip dalam bioetika
kedokteran terdiri dari :8
1. Beneficence, yaitu prinsip mengutamakan kepentingan pasien. Selain menghormati
martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya
terjaga keadaan kesehatannya.
2. Autonomy, yaitu menghormati hak-hak pasien dalam mengambil keputusan. Setiap
individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak
untuk menentukan nasib diri sendiri), setiap manusia yang otonominya berkurang atau
hilang perlu mendapatkan perlindungan.
3. Non-maleficence, yaitu tidak melakukan hal yang merugikan pasien. Praktik
kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar
manfaatnya. Pernyataankuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.
4. Justice, yaitu keadilan. Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan
politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status
perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap
dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang
menjadi perhatian utama dokter.
REKAM MEDIS DAN INFORMED CONSENT
Dalam pelayanan kedokteran/kesehatan, terutama yang dilakukan para dokter di
rumah sakit maupun praktek pribadi, peranan pencatatan Rekam Medis (RM) sangat penting,
karena catatan demikian akan berguna untuk merekam keadaaan pasien, hasil pemeriksaan
serta tindakan pengobatan yang diberikan pada waktu itu. Catatan atau rekaman itu menjadi
sangat berguna untuk mengingatkan kembali dokter tentang keadaan, hasil pemeriksaan dan
pengobatan yang telah diberikan, dan lain-lain. Dengan adanya RM, maka ia bisa mengingat
atau mengenali keadaan pasien waktu diperiksa sehingga lebih mudah melanjutkan strategi
pengobatan dan perawatannya.1
Informed consent berarti pernyataan kesediaan/pernyataan penolakan setelah
mendapat informasi secukupnya sehingga yang diberi informasi sudah cukup mengerti akan
segala akibat dari tindakan yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil
keputusan. Dalam hal ini dokter memberikan informasi yang cukup yang diperlukan pasien
mengenai tindakan yang harus dilakukan. Setelah mendapatkan informasi yang cukup pasien
berhak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuannya. Untuk dapat mengambil
keputusan tersebut ia harus mendapatkan informasi yang jelas.7
PERMASALAHAN
Pada kasus yang telah dipaparkan sebelumnya, kita dapat menelaah masalah yang
timbul yaitu sebagai berikut :
1. Dokter melakukan malpraktek terhadap peserta vasektomi massal
2. Dokter melanggar prinsip bioetika
3. Dokter tidak melakukan tindakan informed consent
PEMBAHASAN
Pada kasus yang dialami 3 peserta vasektomi massal yakni GA (48), SDR (40), dan
Muh yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Medan dalam rangka pemecahan rekor
MURI, terdapat tindakan malpraktek yang dilakukan oleh dokter yang menangani operasi
tersebut.
Dalam kasus tersebut, 3 peserta vasektomi massal itu mengalami pendarahan setelah
dilakukan operasi dan bahkan hingga tiga kali pendarahan. Hal ini mungkin terjadi karena
banyaknya peserta sedangkan tenaga medis yang kurang sehingga mengabaikan keselamatan
setiap pasiennya. Selain itu dapat diprediksikan bahwa dokter yang terlibat belum memiliki
keahlian yang memadai.
Pada korban GA (48), ia mengalami hal serupa yakni pendarahan dan ia tidak bisa
berjalan karena daerah yang divasektomi tersebut bengkak dan sakit. Selain itu, status dari
korban GA adalah lajang, tetapi kenapa dokter tetap melakukan vasektomi terhadapnya. Hal
ini tentu jelas bahwa dokter yang bersangkutan tidak melakukan informed consent terhadap
pasien. Padahal pasien seharusnya mendapat informasi bahwa dengan statusnya yang masih
lajang dan ia mengikuti vasektomi, hal ini tentu menyebabkan ia tidak dapat memiliki
keturunan jika nanti ia menikah.
Persetujuan tindakan medis yang akan dijalankan oleh pasien belum dilaksanakan
sepenuhnya oleh dokter. Hal ini terjadi mungkin karena program vasektomi ini adalah
program massal yang menuntut peserta sebanyak-banyaknya sehingga justru membuat
kelalaian para dokter terhadap pasiennya. Tanpa memberi informasi yang cukup dan tanpa
meminta persetujuan mereka, dokter langsung melakukan operasi terhadap pasien. Sesuai
dengan pasal 10 Kode Etik Kedokteran Indonesia menyebutkan bahwa setiap dokter harus
senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani. Di dalam
penjelasan pasal 10 alinea kedua terdapat kalimat : “bahwa sebelum operasi dimulai perlu
dibuat lebih dahulu persetujuan tertulis dari penderita atau keluarganya yang masih dalam
keadaan penuh sadar”.
Pada kasus ini, dokter juga telah melanggar prinsip-prinsip bioetika, dimana dokter
tidak bersikap beneficence,yakni tidak mengutamakan kepentingan pasien, tetapi justru
ceroboh menangani karena ingin secepatnya menyelasaikan pekerjaannya agar rekor dapat
dipecahkan. Kemudian tidak bersikap autonomy, dimana dokter sama sekali mengabaikan
hak pasien untuk mengambil keputusan, serta melanggar prinsip non-maleficence,
dikarenakan tindakan dokter yang telah merugikan pasien, yakni pasien mengalami
pendarahan usai operasi bahkan hingga tiga kali.
Dalam hal ini, dokter telah melakukan kelalaian terhadap pasien sehingga
menyebabkan kerugian, sesuai dengan pasal 1365, 1366, 1367 KUH Perdata bahwa kelalaian
yang mengakibatkan kerugian pada pihak lain maka harus dipertanggungjawabkan oleh orang
yang melakukannya.
Sesuai dengan pasal 1365, dalam kasus ini pasien dapat menggugat dokter, oleh
karena dokter telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Pasal ini menyatakan, “tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada oran lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Pasal ini dapat
dihubungkan dengan pasal 1371 ayat 1 yang menyatakan : “penyebab luka atau cacatnya
sesuatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati, memberikan hak kepada korban
untuk, selain penggantian biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang
disebabkan oleh luka atau cacat tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam melakukan tindakan perawatan dan pengobatan terhadap pasien, harus
senantiasa didasarkan pada adanya perjanjian dan kesepakatan yang sah antara dokter dengan
pasien. Hal yang paling utama dalam menentukan sah atau tidaknya suatu perjanjian yaitu
melalui adanya kata sepakat. Sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan, maupun kekeliruan.
Dalam hal perjanjian antara dokter dan pasien, kata sepakat harus diperoleh dari pihak dokter
dan pasien setelah terlebih dahulu dokter memberikan informasi yang jelas kepada pasien.7
Pada kasus yang dibahas, dokter telah melakukan malpraktek karena kelalaiannya
menyebabkan 3 pasien penderita luka pasca operasi. Hal tersebut tentu saja merugikan pasien
dan dalam hal ini dokter dapat di gugat oleh pasien dan keluarganya mengenai hal tersebut.
Prinsip bioetika kedokteran yang tidak terpenuhi dalam kasus yaitu prinsip
beneficence (mengutamakan pasien), autonomy (hak pasien untuk memutuskan) dan prinsip
non-maleficence (tidak merugikan pasien). Pada dasarnya seorang dokter diharuskan untuk
memberitahukan secara rinci mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan kepada pasien.
Hal yang cukup penting untuk diperhatikan yaitu tindakan yang dilakukan seorang dokter
sebagai tenaga kesehatan seharusnya memperbaiki keadaan pasien, bukan memperburuk.
Dokter seharusnya tidak mengabaikan kepentingan pasiennya meski dalam kondisi apapun,
seperti dalam kasus yaitu pasien ramai terkait program vasektomi massal.
Untuk mencegah ataupun mengurangi angka malpraktek yang dewasa ini semakin
meningkat, maka segala sesuatu yang mungkin terjadi dalam hubungan antara dokter dan
pasien terlebih dahulu harus didiskusikan secara terbuka. Hasil dari diskusi tersebut berupa
pernyataan setuju ataupun tidak setuju dari pasien. Pernyataan setuju dari pasien dapat
dengan 2 cara yaitu lisan dan informed consent.7
Dari pembahasan diatas dapat dilihat bahwa kasus tersebut terjadi karena kelalaian.
Harus dimaklumi bahwa dokter biarpun telah dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan
yang tinggi adalah manusia biasa yang tidak luput dari kemungkinan melakukan kesalahan
atau kelalaian dalam menjalankan profesinya. Apabila hal ini terjadi maka pasien akan
mengalami kerugian materiil maupun immateriil. Mengingat hubungan antara dokter dan
pasien adalah hubungan perdata, maka malpraktek akibat kelalaian hendaknya dilakukan
suatu penuntutan dari pasien secara perdata serta pertanggungjawaban dokter juga secara
perdata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Edisi 3. Jakarta : Buku
kedokteran EGC, 1999; 56, 87.
2. Darmadiputra SM, ed. Kajian bioetik 2005. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University
Press, 2008 ;1-2, 47.
3. Kerbala H. Segi-segi etis dan yuridis informed consent. Jakarta : Pustaka sinar
harapan, 1993; 89-91.
4. Ikhwan K. Duh! 3 peserta vasektomi pemecah rekor MURI di Medan alami
pendarahan. http : //news.detik.com/duh-3-peserta-vasektomi-pemecah-rekor-muri-di-
medan-alami-pendarahan. (5 Januari 2013).
5. Rahayu YP. Gambaran karakteristik akseptor vasektomi.
http://duniapintardancemerlang.blogspot.com/2012/01/jurnal-penelitian-
gambaran.html. (8 Januari 2013).
6. Lewoleba KK. Malpraktek dalam pelayanan kesehatan (malpraktek medis). Bina
widya 2008; 19(3): 181-187.
7. Kansil CST. Pengantar hukum kesehatan Indonesia. Jakarta : Rineka cipta, 1991; 234-
245.
8. Romadhon YA. Kaidah dasar etika/bioetika (kedokteran barat).
http://yusufalamromadhon.blogspot.com/2007/11/kaidah-dasar-etikabioetika-
kedokteran.html . (8 Januari 2013).