paper papua

15

Click here to load reader

Upload: srohadi1340

Post on 12-Jun-2015

620 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Papua

VARIASI SPATIAL DAN TEMPORAL SEISMOTEKTONIK SEBAGAI INDIKASI TINGKAT AKTIVITAS KEGEMPAAN DI WILAYAH PAPUA

Supriyanto Rohadi

Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah II Jakarta

ABSTRAK

Zona subduksi megathrust merupakan wilayah yang menimbulkan gempa-gempa besar di dunia. Untuk memahami proses yang mengontrol gempa besar memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik pada pertemuan antar lempeng dan variasi spasialnya. Gempa Papua 4 Januari 2009, 02:43 WIB, 7.2 SR dan gempa pukul 05:33 WIB, 7.6 SR (bmg.go.id), merupakan contoh gempa pada zona tersebut. Mekanisme sumber gempa ini adalah patahan trusting di perbatasan lempeng sepanjang barat-laut pesisir pantai Papua.Wilayah Papua dikenal memiliki aktivitas kegempaan yang tinggi, sehingga diperlukan tindakan antisipasi terhadap bencana gempabumi. Salah satu usaha mitigasi bencana gempabumi adalah dengan memetakan wilayah rawan gempai.Pemetaan wilayah rawan gempa diantaranya dengan memetakan variasi parameter seismotektonik darir relasi Gutenberg-Richter. Analisa parameter seismotektonik secara spatial dan temporal pada penelitian ini menggunakan data gempabumi dari katalog BKMG dan National Earthquake Information Center (NEIC), tahun 1973 - 2008, dengan batas 10° LS - 4° LU dan 130° BT -142° BT, yaitu meliputi wilayah Papua (Irian) dan sekitarnya. Dari analisis menggunakan software ZMAP diperoleh variasi nilai-b berkisar antara 0.5 – 1,5, variasi nilai-a berkisar antara 3,5-8,5 sedangkan periode ulang gempabumi dengan magnitude 6,8 secara umum adalah berkisar antara 5-32 tahun.

PENDAHULUAN

Batas lempeng tektonik merupakan wilayah yang memiliki aktivitas kegempaan yang tinggi terutama batas konvergen atau zona subduksi. Zona ini menarik tidak hanya kegempaannya yang tinggi tetapi juga kompleksitas yang timbul dari kombinasi proses geologi yang berbeda-beda. Tipe dari batas lempeng dicirikan oleh subduksi lempeng dibawah lempeng yang lain sehingga merupakan wujud proses geologi yang aktif, dimana sebagian besar gempa-gempa besar terjadi di pertemuan antar lempeng ini. Oleh karena itu penting dari sudut pandang bencana gempabumi untuk memahami proses dan interaksi yang mengontrol kegempaan di zona subduksi.

Gempabumi besar 4 Januari 2009 memiliki posisi episenter berada sekitar 400 km sebelah barat dari gempabumi yang terjadi pada 17 Februari 1996, magnitude 8,2.

Gempabumi ini terjadi akibat pergerakan sesar Sorong, sesar Sorong termasuk sesar aktif yang membentang mulai dari Kepala Burung, Maluku hingga timur Pulau Sulawesi.

Gambar 1. Episenter gempa Manokwari 4 Januari 2009

1

Page 2: Paper Papua

Penelitian ini menggunakan relasi frequency magnitude distribution (FMD) dari Gutenberg-Richter (1944) untuk mengetahui aktivitas kegempaan di wilayah Papua. Fokus utamanya adalah pada penentuan parameter seismotektonik atau yang dikenal dengan nilai-b dan nilai-a. Variasi nilai-b pada beberapa daerah gempa (seismic regime) dan interpretasinya menjadi bidang yang aktif diteliti banyak ahli kegempaan.

Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa nilai tersebut tidak bervariasi secara sistematis pada berbagai regim aktif gempa. Tetapi Schorlemmer et al. (2004) dan beberapa peneliti lain menunjukkan bahwa nilai-b bervariasi secara signifikan di beberapa zona patahan (misalnya Wesnousky, 1983; Schorlemmer et. al, 2004) dan juga pada tempat dan jangka

waktu tertentu (misalnya Nuannin et al, 2005). Dari pengamatan variasi ruang nilai-b, diketahui bahwa nilai-b mencerminkan aktivitas stress lokal, dimana secara statistik perubahan nilai-b yang signifikan telah teramati di beberapa regime stress seperti zona subduksi lempeng dan zona patahan.

Pada penelitian ini, dilakukan pada wilayah Papua yang merupakan wilayah aktif gempa, guna mengetahui pola kegempaan dan potensi gempabumi di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memahami arti fisis dari variasi ilai-b serta implikasinya di wilayah aktif gempa terutama zona subduksi.

Gambar 2. Plot gempabumi dengan kedalaman sumber dangkal dan menengah di wilayah Papua, tahun 1973 - 2007, dari katalog BMG & NEIC.

2

Page 3: Paper Papua

TEKTONIK SETING

Bagian Timur wilayah Indonesia di dicirikan oleh tektonik yang kompleks dimana pergerakan patahan-patahan kecil sebagai bentuk akomodasi skala besar dari konvergensi lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng Australia. Pada model tektonik lempeng skala global yang tidak membagi menjadi skala yang lebih kecil, lokasi dari gempa Manokwari akan berada perbatasan lempeng Pasifik dan lempeng Australia. Lempeng pasifik bergerak menuju arrah barat daya mengacu pada lempeng Australia dengan kecepatan 112 mm/tahun. Dan mekanisme fokal gempa di wilayah ini umumnya konsisten dengan lithosphere lempeng Pasifik yang mengalami subduksi dibawah lempeng lithosfer Australia. Zona subduksi sepanjang pantai barat-laut pantai New Guinea di dicirikan oleh suatu trench (palung) di lepas samudera. Gempa besar yan terjadi umumnya menunjukkan dengan baik terjadi di zona inklinasi kegempaan (Wadati-Benioff Zone).

METODOLOGI

Relasi Gutenberg-Richter

Metode untuk mengetahui parameter seismik dan tektonik suatu wilayah adalah dengan hubungan Gutenberg-Richter yang dituliskan sebagai :

............... (1)

dimana n(M) adalah jumlah gempabumi dengan magnitude M. Nilai-a merupakan parameter seismik yang menunjukkan tingkat aktivitas kegempaan yang besarnya bergantung pada periode observasi dan luas wilayah. Nilai-b

merupakan parameter tektonik, nilai-b biasanya mendekati 1 dan menunjukkan jumlah relatif dari getaran yang kecil dan yang besar. Nilai-b dapat ditentukan dengan metode least square atau maksimum likelihood. Metode maksimum likelihood menggunakan persamaan yang diberikan Utsu (1965) yaitu

…......(2)

dimana adalah magnitude rata-rata dan Mmin adalah magnitude minimum. Standar deviasi menggunakan formula dari Shi dan Bold (1982) sebagai berikut :

..(3)

dimana n adalah jumlah gempa pada sampling perhitungan.

Variasi Nilai-b Terhadap Ruang

Variasi spatial nilai-b telah diteliti pada sejumlah wilayah aktif gempa oleh beberapa ahli. Pengamatan nilai-b pada ruang merefleksikan stress efektif (Scholz. 1968). Secara statistic perubahan nilai-b telah teramati pada pertambangan bawah tanah (Urbancic et al., 1992), dan pada berbagai wilayah gempa (regime stress) seperti pada subduksi lempeng (Wyss et al., 2001), sepanjang zona patahan (Wiemer and Wyss, 1997b) dan pada zona aftershock (Wiemer and Katsumata, 1999). Gerstenberger et al (2001) menggunakan distribusi kedalaman dari nilai-b untuk meneliti anomali struktural dan tingkat stress di kerak dan mantel bagian atas.

Variasi Nilai-b Terhadap Waktu

3

Page 4: Paper Papua

Studi secara sistimatis telah dilakukan untuk menguji potensi variasi perubahan nilai-b sebagi precursor gempa pada jangka waktu pendek, sedang dan menengah serta jangka panjang. Hasilnya menunjukkan bahwa gempa-gempa sering kali didahului peningkatan nilai b pada jangka menengah, diikuti dengan penurunan pada jangka waktu minggu hingga bulan sebelum gempabumi (Sammonds et al., 1992). Molchan and Dmitrieve (1990) telah meneliti variasi temporal nilai-b untuk foreshock selama beberapa jam-hari sebelum gempa utama. Molchan et al. (1999) mendapatkan hasil yang konsisten baik dari katalog regional maupun global yaitu bahwa nilai-b foreshock turun drastis sekitar 50 %. Dari data gempabumi Central Amerika dari PDE (Preleminay Determination Epicenter) Monterroso (2003) menemukan bukti yang mendukung hyphothesis bahwa terdapat penurunan nilai-b secara signifikan sebelum terjadinya gempa besar.

Studi variasi nilai-b terhadap waktu menggunakan metode sliding time window. Sekelompok gempabumi dipilih dari suatu katalog, selanjutnya nilai-b dihitung untuk N gempa. Kemudian window digeser dengan jumlah gempa tertentu. Nilai-b dihitung untuk kelompok baru berikutnya dan proses tersebut diulang hingga gempa yang terakhir. Setiap perhitungan nilai-b dilakukan untuk pertengahan waktu dari window bersangkutan.

Sebagai contoh b(t) dihitung dari data gempa dari catalog ISC (International Seismological

Center) menggunakan sliding window yang terdiri dari 50 gempa dan setiap 5 gempa digeser. Pemilihan dari jumlah gempa didalam window dikompromikan antara resolusi waktu dan efek smooting dari window yang lebar (Nuannin et al., 2005). Beberapa tes dilakukan dengan memvariasikan jumlah gempa di dalam window misalnya 75. 100 dan 200. Variasi panjang pergeseran juga dites tetapi hal ini tidak mempengaruhi resolusi.

DATA DAN PENGOLAHAN

Data

Data gempabumi dari katalog BMG dan NEIC wilayah Sumatera-Andaman, meliputi batas 10° LS – 4,0° LU dan 130° BT - 142° BT, kurun waktu Januari 1973 - Juni 2008. Data gempa dengan magnitude terkecil 2,9 berjumlah 7958 gempa setelah dilakukan de-kluster katalog jumlahnya menjadi 5761 gempa. Selanjutnya dilakukan dekluster data gempa yang bertujuan bertujuan untuk menghilangkan pengaruh aftershok sehingga diperoleh gempa yang independent. Dalam perhitungan parameter seismotektonik digunakan magnitude gelombang badan.

Table 1. Gempa di wilayah Papua dengan magnitude ≥7,2 (1973 - 2008).

Pengolahan Data

Tahapan utama pengolahan data meliputi :

4

Page 5: Paper Papua

i. Seleksi data dan penyeragaman magnitude (mb) dan dekluster katalog.

ii. Plot distribusi frekuensi magnitude untuk melihat kelengkapan data sehingga diketahui kelengkapan magnitude (Mc).

iii. Perhitungan nilai-b, nilai-a, periode ulang menggunakan program ZMAP (Wiemer&Wyss, 2002).

Wilayah penelitian dibagi menjadi grid-grid dan parameter seismotektonik dihitung dengan radius konstan atau jumlah gempa konstan, jumlah gempa N=80 atau radius konstan 110 km dan grid pengolahan data 0.1° x 0.1°.

HASIL DAN ANALISIS

Setelah menentukan magnitude completness (Mc) dan membuang gempa dengan magnitude lebih kecil Mc, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai-b menggunakan metode maksimum likelihood (Aki. 1965). Perhitungan dilakukan dengan pemilihan panjang radius untuk menentukan penyebaran spasial guna mendapatkan smoothing nilai-b yang masih dapat ditoleransi. Perhitungan dan pemetaan parameter seismotektonik menggunakan software ZMAP, dimana nilai-b

dihitung menggunakan luasan lingkaran yang berpusat pada node (pusat grid).

Magnitude Compeltness (Mc)

Dalam studi ini Mc ditentukan menggunakan kombinasi terbaik antara maksimum curvature dan 95% kepercayaan untuk seluruh data gempa wilayah Papua. Pemilihan Mc sangat mempengaruhi nilai-b karena perubahan Mc mengakibatkan perubahan jumlah gempa yang disertakan dalam perhitungan, sehingga diperlukan deskripsi Mc yang akurat.

Dari perhitungan diperoleh bahwa Mc bervariasi terhadap waktu, yaitu berkisar 4 hingga 5,2 dimana variasi sejak tahun 1995 relatif lebih rendah dari tahun sebelumnya. Nilai Mc menunjukkan bahwa jaringan instrument yang ada mampu merekam gempa pada magnitude tersebut dengan baik. Selain variasi Mc terhadap waktu juga didapatkan variasi spasial Mc di wilayah Papua (Gambar ), dimana Mc yang relatif rendah yaitu sekitar 4 terdapat di sekitar Biak, kepulauan Kai dan pegunungan Jaya Wijaya. Sedangkan Mc yang relatif tinggi di Jayapura dan laut Banda yaitu sekitar 5.

Gambar 3. Variasi perubahan Mc vs waktu dan Variasi spasial dari Mc dimana Mc terbesar sekitar 5.

5

Page 6: Paper Papua

Gambar 4. Distribusi frekuensi-magnitude

Distribusi Frekuensi-Magnitude

Distribusi frekuensi magnitude (Gambar 4) menggambarkan distribusi katalog tentang bagaimana hubungan magnitude dan jumlah gempa yang terjadi. Hasil dari studi FMD menunjukkan bahwa terdapat beberapa hal yang menarik. Hasil nilai FMD untuk keseluruhan wilayah menggunakan metode

maksimum likelihood diperoleh nilai-b 0,982 (gambar 11) dengan standar error 0.02 dan nilai-a 7,97. Dari distribusi frekuensi magnitude (Gambar 4) diketahui kelengkapan magnitude (Mc) dari katalog 4,7, hal ini menunjukkan kombinasi katalog BMKG dan NEIC merekam dengan baik gempa dengan magnitude terkecil 4,7. Dengan wilayah kegempaan Papua harga nilai-b sedikit lebih rendah dibandingkan nilai-b global hasil penelitian sebelumnya di wilayah yang luas (Wyss, 1973) didapatkan nilai-b mendekati satu. Oleh karena nilai-a menyiratkan tingkat keaktifan gempabumi, dengan nilai-a 7,97 berarti wilayah Papua memiliki keaktifan kegempaan yang tinggi.

Kumulatif Gempabumi dan Moment Release

Gambar (5.a) menunjukkan distribusi waktu dari jumlah kumulatif dari gempabumi dan (5.b) menunjukan moment release kumulatif. Gambar 5 tersebut menunjukkan kondisi yang relatif steady kejadian gempa besar dan kadang bertambah dalam jumlah total dari gempa yang terekam. Dari gambar moment kumulatif menunjukkan semi periodik sekitar 15 tahun dan moment release melonjak tajam pada tahun 1996.

Gambar 5. a. Plot kumulatif jumlah gempa, b. Plot kumulatif moment release melonjak pada tahun 1996.

6

Page 7: Paper Papua

Variasi Spatial Parameter Seismotektonik

Pada penelitian ini pemetaan FMD untuk mengetahui regime stress di sepanjang patahan atau zona subduksi untuk mengidentifikasi adanya akumulasi stress (asperity). Oleh karena untuk kegempaan dengan magnitude rendah terdapat korelasi antara variasi spasial dari nilai b dan static stress drop, apparent stress dan dynamic stress (Urbancic et al., 1992).

Dari keseluruhan kegempaan nilai-b di wilayah Papua yaitu 0.982. sedangkan variasi spasial berkisar antara 0.5-1.5 . Nilai-b yang rendah (0.5) didapatkan antara lain di Kaimana-Nabire, Biak-Manokwari dan Wamena-pegunungan Jaya wijaya. Nilai-b yang tinggi (1.5) ditemukan di Kepulauan Tanimbar (Laut Banda), Teluk Bentuni. Tembagapura dan Jayapura Nilai-b yang tinggi teramati di wilayah yang umunya jarang pernah terjadi gempa besar.

Gutenberg and Richter (1954) menyatakan bahwa nilai-b berkisar antara 0.45 hingga 1.50 untuk berbagai daerah gempa di dunia.

Tsapanos (1990) menghitung nilai-b untuk 11 daerah gempa di dunia dan mengamati bahwa nilai-b adalah antara 0.75 dan 0.85. Penelitian akhir-akhir ini menyiratkan bahwa nilai-b berubah dari 0.53 hingga 1.19 utnuk berbagai wilayah di dunia. Miyamura (1962) mengamati nilai-b terbesar di kerak samudera. Rata-rata nilai-b adalah 0.64 untuk zona subduksi oceanic dan 0..98 untuk mid-oceanic ridges. Choy dan Boatwright (1995) menunjukkan bahwa apparent stress terendah berubungan dengan thrust faulting di zona subduksi dan stress apparent terbesar dengan strike-slip faulting di oceanic ridge transform.

Variasi spasial nilai-a tidak jauh berbeda dengan nilai-b. Nilai-a berkisar 3.5-8.5. Nilai-a yang tinggi berarti di wilayah ini tingkat keaktifan kegempaan tinggi seperti di laut Banda, selat Bintuni dan Jayapura. Di Papua. coupling atau locking tampak di sepanjang batas subduksi dan gempa besar berpeluang terjadi di zona dengan locking yang kuat dan akumulasi stress yang tinggi. Tantangan yang menarik untuk diteliti dalam analisis zona bencana gempabumi adalah dalam menentukan delineasi zona tersebut.

Gambar 6. a) Peta variasi spatial nilai-b wilayah papua, nilab tinggi di b) Peta variasi spasial nilai-a, nilai-a tinggi di Jayapura. Laut Banda dan .

7

Page 8: Paper Papua

Gambar 7. Variasi nilai-b terhadap waktu dengan sample window 100, jumlah minimum 50 dan overlap 4

Variasi Temporal Nilai-b

Variasi temporal nilai-b berkisar antara 0,8-1,5, nilai-b secara umum menurun sebelum terjadinya gempa besar. Penurunan nilai-b jelas tampak sebelum gempa tahun 1976,1987, 1995, 1996, 1998, 2004 dan 2009. Gempa besar yang kurang jelas precursornya adalah 1979, disini tampak adanya kenaikan nilai-b sebelum terjadi gempa tersebut. Gempabumi tahun 1985, tampak ada kenaikan sebelum gempa tersebut tetapi terdapat penurunan bila dilihat dari setelah gempa 1979. Gempa tahun 1992 dan 2002 didahului penurunan nilai-b tetapi dalam jangka pendek sebelum terjadinya kedua gempabumi tersebut. Hal ini menunjukkan potensi adanya variasi nilai-b di beberapa wialayah gempa mampu menjadi precursor sebelum terjadinya gempa besar. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menunjukkan konsistensi dari potensi variasi nilai-b sebagai precursor gempa besar.

Studi sistematis telah dilakukan untuk menguji potensi dari perubahan nilai-b sebagai precursor gempabumi jangka

pendek. menengah dan jangka panjang.Hasilnya menunjukkan bahwa gempa gempa besar sering didahului oleh kenaikan b pada jangka menengah. Diikuti penururnan dalam jangka waktu minggu hingga bulan sebelum gempabumi (Sammonds et al., 1992). Molchan and Dmitrieve (1990) telah melakukan studi variasi temporal nilai-b untuk foreshock selama jam-hari sebelum gempa utama (mainshock). Molchan et al. (1999) menemukan baik dari katalog regional maupun catalog global. Bahwa nilai-b dari foreshock turun drastis sekitar 50%. Dari data kegempaan untuk wilayah Central Amerika dari PDE Monterroso (2003) menemukan bukti yang mendukung hypothesis bahwa nilai-b turun signifikan sebelum terjadinya gempabumi besar.

Menurut Scholz (1968) menyatakan bahwa nilai-b memiliki hubungan yang jelas terhadap stress di dalam suatu volume batuan. Dalam eksperimennya, ia mengamati bahwa penurunan b berhubungan

8

Page 9: Paper Papua

dengan kenaikan stress di dalam batuan. Pada penelitian akhir-akhir ini pada katalog global dan katalog regional yang berbeda menjukkan bahwa nilai-b secara signifikan lebih rendah untuk gempa yang terkait dengan thrust dibandingkan dengan normal dan patahan strike-slip (Schorlemmer et al., 2005). Karena tipe patahan secara langsung dibangkitkan oleh orientasi dan magitude pada regime stress suatu wilayah, hal ini membuktikan bahwa stress memiliki pengaruh pada b.

Densitas dan Periode Ulang

Pada Gambar 8 a, tampak densitas kegempaan di wilayah Papua dimana daerah dengan densitas tinggi diantaranya laut Banda, dan Dabra, daerah densitas kegempaan sedang yaitu sekitar Nabire. Secara umum daerah dengan densitas rendah ada disekitar daerah dengan densitas kegempaan sedang dan tinggi. Peta densitas kegempaan ini dapat dipergunakan sebagai alternatif untuk peta rawan bencana (hazard map).

Gempabumi dengan magnitude 6,8 (Gambar 8 b) di wilayah ini memiliki periode ulang yang berbeda-beda yaitu sekitar 8 hingga sekitar 32 tahun. Periode ulang gempabumi M=6,8 sekitar lima hingga sepuluh tahun meliputi sekitar Nabire, Wamena dan laut Banda. Sedangkan wilayah lain rata-rata memiliki periode ulang diatas 25 tahun.

Standar Deviasi perhitungan Nilai-b

Standar deviasi dari perhitungan nilai-b berkisar antara 0 hingga 0,35 (Gambar 9). Standar deviasi yang besar biasanya disebabkan karena kurangnya data observasi. Oleh karena itu untuk menghindari deviasi yang besar atau timbulnya bias dalam perhitungan diperlukan jumlah data yang cukup. Utsu mengusulkan jumlah data minimal 50 untuk perhitungan menggunakan metode maksimum likelihood. Dalam penelitian ini dipilih 80 gempa untuk setiap perhitungan dalam satu gridnya.

Gambar 8. Peta densitas kegempaan wilayah Sumatera, periode observasi (1973-2004). b) Peta densitas kegempaan wilayah Sumatera , periode analisis (1973-2008).

9

Page 10: Paper Papua

Gambar 9. Peta dari standar deviasi perhitungan nilai-b.

KESIMPULAN

Berdasarkan studi variasi parameter seismotektonik di wilayah Sumatera-Andaman dapat disimpulkan bahwa :

1 Berdasarkan distribusi spatial seismotektonik pada periode observasi, (Januari 1973 - November 2004) mengindikasikan bahwa wilayah dengan nilai-b yang rendah berpotensi terjadi gempa besar, hal ini terjadi di wilayah Andaman, pulau Simeuleu, Nias, kepulauan Mentawai dan sekitar Bengkulu yang memiliki nilai-b rendah sebelum gempa-gempa besar pada tahun berikutnya.

2 Parameter seismotektonik pada periode analisis, (Januari 1973 – Juni 2008) secara spatial didapatkan nilai-b yang rendah di sekitar Andaman, Aceh, pulau Simeuleu, Nias, kepuleuan Mentawai dan sekitar Bengkulu. Dari analisis sebelumnya dapat ditafsirkan di wilayah ini masih berpeluang terjadi gempa besar diwaktu yang akan datang.

3 Periode ulang gempabumi dengan magnitude 6,8 di wilayah Sumatera bervariasi sekitar 5 hingga sekitar 23 tahun. Periode ulang sekitar lima tahun diantaranya meliputi sekitar pulau Enggano dan kepulauan Mentawai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aki, K. 1965, Maksimum likelihood estimate of b-values in the formula log N = A – bM and its confidence limits, Bull. Earthquake Res. Inst., Tokio Univ. 43, 237- 240.

2. Gutenberg, B. and Richter, C.F., 1964. Earthquake magnitude, intensity, energy and acceleration. Bull. Seismol. Soc. Am., 32: 163-191.

3. Hamilton, W., 1979, Tectonics of Indonesian Region, U.S Geol. Survey, Prof. Paper, 1078, Whasington, 345 pp.

4. Hanks, T.C. and Kanamori, H., 1979. A moment magnitude scale. J. Geophys. Res., 84: 2348-2350.

5. Ishimoto, M. and Iida, K., 1939. Bull. Earthquake Res. Inst., Univ. Tokyo 17: 443-478 (in Japanese with French abstract).

6. Mogi, K., 1962. Magnitude-frequency relationship for elastic shocks accompanying fractures of various materials and some related problems in earthquakes. Bull. Earthquake Res. Inst. Univ. Tokyo, 40: 831-883.

7. Nuannin, P.-, Kulhanek, O. and Persson, L., 2005. Spatial and temporal b value anomalies preceding the devastating off coast of NW Sumatra earthquake of December 26, 2004. Geophys. Res. Let., 32, L11307.

8. Shi, Y., and B.A. Bolt (1982), The standard error of the magnitude-frequency b value, Bull. Seismol. Soc. Am., 72, 1677-1687.

10

Page 11: Paper Papua

9. Scholz, C. H. 1968. The frequency-magnitude relation of microfracturing in rock and its relation to earthquakes. Bull. Seismol. Soc. Am., 58: 399-415.

10. Schorlemmer, D., S. Wiemer, and M. Wyss (2004), Earthquake statistics at Parkfield, Stationarity of b-values, J. of Geophys. Res. 109, B12307, doi10.1029 /2004-JB003234.

11. Ustu, T. (1965), A method in determining the value of b in a formula log n = a - bM showing the magnitude frequency for earthquakes. Geophys. Bull. Hokkaido Univ., 13, 99-103.

12. Wesnouski, S.G., Scholz, C.H., Shimazaki, K. and Matsuda, T., 1983. Earthquake frequency distribution and the mechanics of faulting. J. Geophys. Res., 88: 9331-9340.

13. Wiemer S., and M. Wyss, (2002), Mapping spatial variability of the frequency-magnitude distribution of earthquakes, Adv. Geophys., 45, 259–302.

14. Wyss, M., (1973), Towards a physical understanding of earthquake frequency distribution. Geophys. J. R. astron. Soc., 31, 341– 359.

11